Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PBL SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLISME MODUL 3 - KEGEMUKAN SEMESTER IV

KELOMPOK 2
Amalia Devi (2012730116) Ambiyo Budiman (2012730117) Grisel Nandecya (2012730129) Ilhami Muttaqin (2012730133) Kendana Tamiz (20127301) Muchammad Ilham Romadhon (2012730138) Mustika Apriyanti (2012730142) Nadifhayanti Fauziah (2012730143) Syarifah Zahrotulhaj (2012730157) Fitria Ferrara Chufran (2010730040)

Tutor : : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2014

Tujuan Instruksional Umum Setelah menyelesaikan sub modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bermacammacam penyakit dengan gejala peningkatan berat badan secara abnormal, etiologi, patomekanisme, cara penegakan diagnosis, pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab peningkatan berat badan, penatalaksanaan dan komplikasi dari penyakit-penyakit yang menyebabkan peningkatan berat badan, khususnya dalam bidang endokrinologi dan metabolisme.

SKENARIO Seorang perempuan berusia 42tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien sering merasa pusing sejak 2bulan terakhir terutama di bagian belakang kepala yang tidak ada perubahan meskipun sudah minum obat. Ibu dari pasien tersebut masih hidup, saat ini berusia 67tahun tapi menderita diabetes. Ayah sudah meninggal 8tahun yang lalu karena serangan jantung. Pasien mengaku tidak merokok dan jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisis didapatkan TB 150cm, BB 70kg, TD 150/95 mmHg. Pemeriksaan fisis lain dalam batas normal. KATA/KALIMAT KUNCI 1. Perempuan berumur 42tahun 2. Merasa pusing sejak 2bulan terakhir pada bagian belakang kepala 3. Tidak ada perubahan meskipun sudah minum obat 4. Melakukan pemeriksan rutin 5. Ibunya menderita diabetes, ayah meninggal karena serangan jantung 6. Tidak merokok dan jarang olahraga 7. TB : 150cm, BB : 70kg, TD : 150/95 mmHg INFORMASI TAMBAHAN 1. Pemeriksaan fisis : Lingkar pinggang 94cm.

2. Pemeriksaan laboratorium : GDP : 115 mg/dl Kolestrol : LDL : 180 mg/dl HDL : 32 mg/dl Trigiliserida : 200 mg/dl Asam urat : 9 mg/dl

ii

MIND MAP
pusing sejak 2 bulan di kepala belakang Anamnesis ibu pasien menderita diabetes ayah meninggal serangan jantung perempuan 42 thn TB: 150 Cm BB: 70Kg Pemeriksaan Fisik TD: 150/95mmHg

Pemeriksaan Lab

LP: 94Cm

GDP: 115Mg/dL LDL: 180mg/dL HDL: 32mg/dL

DIAGNOSIS

Trigiliserida: 200mg/dL Asam urat:9mg/dL

iii

PERTANYAAN 1) a) Jelaskan definisi dari obesitas b) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas 2) Jelaskan patomekanisme dari peningkatan berat badan 3) a) Jelaskan klasifikasi obesitas b) Jelaskan status gizi pada scenario 4) a) Jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas b) Jelaskan mengapa pasien masih merasa pusing dikepala bagian belakang padahal sudah minum obat 5) Jelaskan hormon-hormon yang berperan dalam regulasi berat badan 6) a) Jelaskan riwayat kebiasaan pasien obesitas b) jelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga pada scenario 7) Jelaskan mengapa kadar kolestrol tinggi dan kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas 8) DD : 1 9) DD : 2 10) DD : 3

iv

DAFTAR ISI Tujuan Instruksional Umum...i Skenario, Kata/Kalimat Kunci, Informasi Tambahanii Mind Map..iii Pertanyaan.iv Daftar Isi.v 1) a) Jelaskan definisi dari obesitas.1 b) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas 1 nadifhayanti Fauziah (2012730143) 2) Jelaskan patomekanisme dari peningkatan berat badan. 3 Mustika Apriyanti (2012730142) 3) a) Jelaskan klasifikasi obesitas.6 b) Jelaskan status gizi pada scenario7 Muchammad Ilham Romadhon ( 2012730138) 4) a) Jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas ..9 b) Jelaskan mengapa pasien masih merasa pusing dikepala bagian belakang padahal sudah minum obat........9 Fitria Ferrara Chufran (2010730040) 5) Jelaskan hormon-hormon yang berperan dalam regulasi berat badan.. 11 Amalia Devi (2012730116) 6) a) Jelaskan riwayat kebiasaan pasien obesitas ..12 b) jelaskan hubungan riwayat penyakit keluarga pada scenario...12 Ambiyo Budiman (2012730117) 7) Jelaskan hubungan kadar kolestrol tinggi & kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas Kendana Tamiz (2012730135)13 8) DD : 115 Grisel Nandecya (2012730129) 9) DD : 222 Ilhami Muttaqin (2012730133) 10) DD : 329 Syarifah Zahrotulhaj (2012730157)

Nama : Nadhifayanti Fauziah, Nim : 2012730143

Tutor : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : Selasa, 18 Maret 2014

1.

A. Jelaskan bagaimana definisi dari obesitas dan factor apa saja yang mempengaruhi obesitas !

Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penentu yang digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis. Obesitas dikatakan terjadi kalau terdapat kelebihan berat badan 20% karena lemak para pria dan 25% pada wanita. Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan. Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukansel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula

jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti.

Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta defek monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin.Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolysis. Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan memberi sinyal ke otak secara langsung ke pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus. Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa, dapat mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan rasa lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan. Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas bekerja melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP,aalpha-MSH, an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik, endokannabinoid, dan jalur singnal opioid.Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakitpenyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma, gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan. Sumber: Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing NHS Centre for Reviews and Dissemination. University of York. Prevention and treatment of obesity. Eff Health Care 1997;3:112
http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview 2

Nama : Mustika Apriyanti Nim : 2012730142

Tutor : Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014 Pertanyaan : 2.Jelaskan mekanisme dari peningkatan berat badan pada pasien dengan kegemukan! Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu (Ganong W.F, 2003). Mekanisme kegemukan (obesitas) dapat terjadi akibat berbagai faktor berikut sesuai yang dikutip dari Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII tahun 2006: 1. Pengendalian Asupan Makanan Ini melibatkan proses biokimiawi yang menentukan rasa lapar dan kenyang termasuk penentuan selera jenis makanan, nafsu makan dan frekuensi makan seseorang. Besar dan aktifitas penyimpanan energi, terutama di jaringan lemak dikomunikasikan ke sistem saraf pusat melalui mediator leptin dan sinyal transduksi lain. Tampaknya, alur leptin merupakan regulator terpenting dalam keseimbangan energi tubuh. Mutasi gengen penyandi leptin dan sinyal transduksi tersebut akan mempengaruhi pengendali asupan makanan dan menjurus ke timbulnya obesitas. Leptin disekresi adiposit ke sirkulasi dan ditranspor ke sistem saraf pusat untuk berikatan dengan reseptor leptin di nukleus arkuatus hipotalamus. Ikatan ini merangsang sintesis pro-opiomelanokortin (POMC). Dua zat yang dihasilkan dari POMC adalah alpha-melanocyte stimulating hormone (-MSH) dan adrenocorticotrophine (ACTH). Alpha-MSH selanjutnya berikatan dengan reseptor melanokortin-4 (MC4-R) di nukleus paraventrikular hipotalamus yang akan menyebabkan penurunan asupan makanan. Secara genetik, kadar leptin individu kurus akan meningkat dan cukup untuk menghentikan pertambahan badan setelah ada kenaikan berat badan 7 sampai 8 kg. Individu yang kenaikan berat badannya melebih batas tersebut berarti tidak merespons leptin karena hormon tersebut tidak mampu masuk ke darah otak atau terjadi mutasi pada satu atau beberapa tahapan kerja leptin. Pada kondisi simpanan lemak berlebih, leptin diproduksi sebanding dengan tingginya simpanan energi dalam bentuk lemak.

Leptin melalui sirkulasi darah mencapai hipotalamus, sedangkan -MSH merupakan mediator alur hilirnya. Sintesis dan sekresi -MSH oleh nukleus arkuatus hipotalami dikendalikan secara positif oleh ikatan antara leptin dengan reseptornya di badan saraf tersebut yang diikuti perubahan POMC menjadi -MSH. Selanjutnya -MSH menekan pusat lapar dan melalui sirkulasi darah ke perifer meningkatkan metabolisme dengan memacu lipolisis di jaringan adiposa. Pada kondisi simpanan lemak kurang setelah pembatasan asupan makanan dan pembakaran lemak karena aktifitas, leptin turun sehingga kadar -MSH di hipotalamus berkurang. Keadaan ini memicu neuron pusat lapar di hipotalamus melepaskan agouti related protein (AGRP) yang sintesisnya di ditekan oleh leptin melalui ikatan dengan reseptornya. AGRP merangsang nafsu makan melalui mekanisme antagonis -MSH terhadap MC4-R. Selanjutnya, pengurangan sintesis -MSH dari POMC menekan katabolisme lemak sampai simpanan lemak di adiposit terisi kembali sebagai hasil kombinasi efek tersebut dengan perilaku makan. Bila simpanan lemak sudah cukup, mekanisme kontrol kembali ke penghambatan nafsu makan dan peningkatan penggunaaan energi sehingga berat badan dapat dipertahankan pada rentang terbatas bertahun-tahun.

2. Pengendalian Efisiensi Energi Pengendalian efisiensi energi merupakan proses biokimiawi yang mengendalikan tingkat besarnya energi yang digunakan dari makanan. Tinggi rendahnya efisiensi metabolik berbeda antar individu dan komponen pengendalinya. Sifat ini secara genetik diwariskan. Kajian utama dalam pengendalian ini diarahkan pada pemanfaatan nutrisi melalui perubahan termogenesis dengan mediator uncoupling protein (UCP). Termogenesis adalah pemanfaatan kandungan energi dalam makanan untuk pembentukan panas, di samping penimbunan dalam bentuk lemak di adiposit. Uncoupling protein tersebut mengendalikan penggunaan energi pada proses oksidasi di mitokondria dan ternyata ada kaitan antara obesitas dengan polimorfisme gen penyandi UCP. Kecenderungan peningkatan berat badan dan penurunan laju metabolisme istirahat berasosiasi dengan keberadaan satu dari dua alel utama gen penyandi UCP1.

3. Pengendalian Adipogenesis Pengendalian adipogenesis menghasilkan variasi karakteristik jaringan lemak antar individu. Variasi tersebut berupa hipertrofi yang pada umumnya didapatkan pada obesitas ringan, hiperplasi pada obesitas berat dan campuran keduanya pada obesitas sedang. Kajian tentang pengendalian adipogenesis ini berkaitan dengan konsep dasar diferensiasi dan ekspresi gen adiposit. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi faktor transkripsi pendukung adipogenesis, antara lain PPARC dan C/EBP. Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak adalah sebagai berikut: 1. Jumlah sel lemak normal, tetapi terjadi hipertrofi (pembesaran). 2. Jumlah sel lemak meningkat (hiperplasi)) dan juga terjadi hipertrofi. Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak ini paling cepat pada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Setelah masa dewasa hanya akan terjadi hipertrofi pada sel lemak. Disamping itu, penderita obesitas juga menjadi resisten terhadap hormon insulin, sehingga kadar insulin di peredaran darah meningkat.

Sumber: Indra, M. Rasjad. 2006. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII No.1 Dasar Genetik Obesitas Visceral. Malang: Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Unibraw. Ganong, W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Nama NIM

: M. Ilham Romadhon , Tutor: Dr. Dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS : 2012730138

Hari/Tanggal : Selasa, 18-03-2014

Pertanyaan

3. Jelaskan klasifikasi obesitas dan bagaimana status gizi pada skenerio ? Jawaban :

KLASIFIKASI OBESITAS

Tabel 1, merupakan klasifikasi yang diterapkan World Health Organization (WHO), nilai IMT3 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m2 , sebagai Pre Obese. Meta-analisa beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada bangsa China, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand adalah 1,9 , 4,6 , 3,2 dan 2,9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal itu memperlihatkan adanya nilai cutoff IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu.

Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (Tabel 2).

Penelitian lainnya melaporkan bahwa orang Indonesia dengan berat badan, tinggi badan, umur, dan jenis kelamin yang sama umumnya memiliki 4,8 0,5 (SEM) % lemak tubuh lebih tinggi daripada orang Belanda. Dengan presentase lemak tubuh, umur, dan jenis kelamin yang sama, IMT antara orang Indonesia dan Belanda (etnik Kaukasia) berbeda sekitar 3 unit (2,9 0,3 (SEM) kg/m2 . Mengacu pada angka-angka ini, maka titik cutoff IMT orang Indonesia seharusnya 27 dan bukan 30 kg/m2 . Sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan angka obesitas secara global dengan tepat karena sulit mendapatkan angka-angka yang akurat dan yang dapat saling dibandingkan. Pada dewasa muda laki-laki lemak tubuh > 25% dan perempuan > 35%. Keadaan ini sesuai dengan indeks masa tubuh (IMT) = 30 kg/m2 pada orang Kaukasia muda.

MENENTUKAN STATUS PADA SKENARIO


Berdasarkan data dari WHO di atas kita dapat menentukan status gizi pasien pada skenario. Pada skenario di dapatkan Berat badan 70 kg dan tinggi badan 150 cm. Dengan menggunakan rumus IMT seperti dibawah ini :

Jadi, didapatkan IMT sebesar 31,1 kg/m2 , ini untuk kriteria WHO sudah tergolong Obesitas tipe I, sedangkan untuk kriteria Asia Pasifik merupakan golongan Obesitas tipe II. Dari hasil tersebut pasien harus bisa merubah gaya hidup mulai dari, makanan, aktivitas, maupun olahraga.

Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W (dkk). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid III. ED V. Jakarta: InternaPublishhttp://www.bimbingan.org/menghitung-status-gizi-menurut-who.html

Nama : Fitria Ferrara Chufran NIM : 2010730040 Hari/tanggal : Selasa, 18 Maret 2014

Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

4 a. jelaskan penyakit apa saja yang terjadi akibat obesitas b. jelaskan mengapa pasien masih terasa pusing di kepala belakang padahal sudah minum obat dan hubungan dengan riwayat hipertensi

Jawaban! 4a. Jantung koroner Jantung koroner disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh arteri yang bertugas memompa darah penuh oksigen ke seluruh tubuh. Sumbatan ini disebabkan oleh kolesterol dan lemak yang berlebih. Tekanan darah tinggi Daya dorong darah terhadap dinding arteri saat jantung memompa darah adalah yang disebut tekanan darah. Ini membahayakan apabila terlalu tinggi. Stroke Selain jantung koroner, tersumbatnya pembuluh arteri dapat membuat pembuluh pecah dan akhirnya darah menggumpal. Pecah yang terjadi di dekat otak akan menghalangi aliran darah dan oksigen sehingga stroke pun terjadi. Diabetes tipe 2 Pada orang yang gemuk, kadar gula darahnya biasanya tinggi. Ini menyebabkan hormon insulin yang berfungsi memroses darah tidak dapat diproduksi sel tubuh dengan cukup. diabetes dapat juga memicu ke penyakit lain seperti kebutaan dan gagal ginjal. Osteoarthritis Badan yang berat membuat sendi dan tulang bekerja lebih berat. Ini akan membuat lapisan pelindung sendi akan terkelupas dan menimbulkan rasa sakit. Batu empedu Batu empedu akan membuat empedu tidak berfungsi dengan baik. Batu empedu ini berasal dari kolesterol yang mengendap.

Kanker Beberapa jenis kanker berhubungan dengan kelebihan berat badan. Obesitas meningkatkan risiko kematian akibat kanker. Kanker kolon, kanker payudara, kanker endometrium (lapisan rahim), kanker ginjal, dan kanker esofagus berhubungan dengan obesitas. Beberapa penelitian juga telah menemukan hubungan antara obesitas dan kanker kandung empedu, ovarium, dan pankreas. Gout (asam urat) Gout adalah penyakit yang mempengaruhi sendi yang disebabkan oleh kelebihan zat yang disebut asam urat dalam darah. Asam urat berlebih dapat membentuk kristal yang tersimpan dalam sendi. Gout lebih umum terjadi pada orang obesitas. Sleep apnea Sleep apnea adalah kondisi pernapasan serius yang berhubungan dengan kelebihan berat badan. Sleep apnea dapat menyebabkan seseorang mendengkur berat dan berhenti bernapas untuk sementara saat tidur. Sleeep apnea dapat menyebabkan kantuk di siang hari dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Risiko sleep apnea meningkat jika berat badan meningkat. 4b. Obesitas terjadi karena adanya penumpukan lemak di jaringan adiposa. Penumpukan lemak yang berlebihan akan menimbulkan proses lipolisis yaitu pemecahan lemak menjadi fragmenfragmen kolesterol. Fragmen fragmen kolesterol ini diantaranya adalah LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein). Karena ukuran dari LDL yang kecil, maka LDL tersebut akan menumpuk pada endotel pembuluh darah. Sehingga akan menghasilkan trombus. Trombus adalah bekuan darah yang berasal dari trombosit yang ada dalam pembuluh darah. Akibat adanya trombus pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi, sehingga aliran didalam darah menjadi semakin cepat dan menimbulkan hipertensi. Akibat dari vasokontriksi pembuluh darah ditambah dengan adanya trombus dalam pembuluh darah maka didalam pembuluh darah akan terjadi emboli ke otak sehingga menyebabkan pusing.

Referensi : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 jilid III Patofisiologi jilid 2 sylvia price http://www.cara-tips.com/resiko-kesehatan-yang-berhubungan-dengan-obesitas.html

10

NAMA : AMALIA DEVI NIM: 2012730116 Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Tutor: Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

5. Jelaskan bagaimana peranan peranan dari hormone yang berperan dalam regulasi berat badan ! Banyak hormon yang mempengaruhi laju esterifikasi atau laju lipolisis. Insulin menghambat pembebasan asam lemak dari jaringan adiposa karena hormon ini akan meningkatkan lipogenesis dan sintesis asilgliserol serta meningkatkan oksidasi glukosa menjadi CO2 melalui jalur pentosa fosfat. Insulin juga meningkatkan aktivitas piruvat dehidrogenase, asetil KoA karboksilase, dan gliserol fosfat asiltransferase yang akan memperkuat efek penyerapan glukosa terhadap sintesis asam lemak dan asilgliserol. Efek utama insulin di jaringan adiposa adalah menghambat aktivitas lipase peka-hormon yang mengurangi pembebasan asam lemak bebas tetapi juga gliserol. Jaringan adiposa jauh lebih peka terhadap insulin ketimbang jaringan lain. Hormon lain yang mempercepat pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan meningkatkan kadar asam lemak bebas di dalam plasma dengan meningkatkan laju lipolisis simpanan triasilgliserol. Hormon tersebut adalah Epinefrin, Norepinefrin, Glukagon, ACTH, & MSH, TSH, GH, dan vasopresin, hormon tersebut akan mengaktifkan lipase peka hormon. Untuk memberikan efek optimal proses lipolisis ini memerlukan glukokortikoid dan Tiroid hormon karena bersifat fasilitatorik. Hormon yang bekerja cepat dalam mendorong lipolisis yaitu katekolamin yang akan merangsang aktivitas adenilil siklase(enzim yang mengubah ATP menjadi cAMP).

Sumber : Murray, K Robbert. 2009. Biokomia Harver Edisi 27. Jakarta : EGC

11

Nama : Ambiyo Budiman Nim : 2012730117

Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : 18 Maret 2014 Pertanyaan : 6. a. jelaskan riwayat kebiasaan dengan pasien obesitas pada skenario Kebiasaan berolahraga

Pada penderita obesitas kebiasaan berolahraga sangat lah penting. Karena dengan berolahraga proses metabolisme akan meningkat. Saat olahraga, tubuh bergerak dan membantu tubuh membakar kalori yang ada sehingga menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh untuk bekerja. Hal tersebut juga membantu tubuh mengurangi tertimbunnya lemak dalam tubuh. Olahraga yang teratur juga dapat membakar kolesterol LDL dan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL). Hal ini sangat memban tu tubuh tetap fit dan mengurangi resiko darah tinggi, stroke, kegemukan, dan penyakit jantung. Jenis olahraga yang tepat untuk pasien dengan obesitas adalah olahraga aerobik contohnya; lari atau jongging ,senam, renang, dll.
Pola makan

Penderita obesitas harus mengatur pola makan mereka. pola makan yang benar mampu membantu penderita diabetes mengontrol kadar gula dalam darahnya tanpa bantuan obat yaitu dengan diet rendah karbohidrat. 6.b Jelaskan Hubungan riwayat penyakit keluarga dengan skenario? Pada skenario di dapatkan bahwa ibu pasien menderita penyakit diabetes. Orang yang memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih besar untuk menderita diabetes dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota keluarga yang menderita diabetes. Penyakit diabetes merupakan kelainan genetika multifaktoria. Kelainan genetika multifaktorial disebabkan bukan hanya kelainan gen saja, melainkan melibatkan juga lingkungan dan interaksi antara gen dengan lingkungan tersebut. Interaksi dengan lingkungan bisa menyebabkan penyakit yang di derita lebih potensial. Pada diabetes tipe 2 disposisi genetik berperan penting. Disposisi genetik tersebut menurunkan sensitivitas insulin, yang mengakibatkan terganggunya metabolisme glukosa. Sumber : Sibernagl,stefan dkk. Buku teks Atlas berwarna patofisiologi. Jakarta : EGCJurnal Analisi Hubungan Antara Umur dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM TIPE 2 12

Nama : Kendana Tamiz Nim : 2012730135

Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp.ParK, MS

Hari/tanggal : 18 Maret 2014 Pertanyaan :


7. Jelaskan mengapa kadar kolesterol tinggi dan kadar asam urat tinggi pada pasien obesitas! Jawaban : a) HUBUNGAN KADAR KOLESTEROL TINGGI PADA PASIEN OBESITAS Pendahuluan Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak. Sel Lemak dan Jaringan Lemak Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan energy yang paling besar bagi mamalia. Tugas utamanya adalah untuk menyimpan energy dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respons terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energy melalui lipolysis sebagai respons terhadap kekurangan energi. Hubungan Obesistas Sentral dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan trganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung coroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adipose melalui peningkatan produksi asetil CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer Cholesterol Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida)dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL. HDL Rendah : <40 Tinggi : 60 LDL diinginkan tinggi : 130-159 : 160-189 trigliserida diinginkan tinggi : 150-199 : 200-499

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid III Edisi IV halaman 1919-1925 13

Kesimpulannya, HDL rendah, LDL tinggi, trigliserida tinggi. Pada skenario, pasien obesitas ini tergolong obesitas sentral dikarenakan lingkar pinggang yang besar. Resistensi insulin (genetik dari ibu yang diabetes) pada obesitas sentral merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adipose melalui peningkatan produksi asetil CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Selain itu juga diduga pasien ini terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat (banyak mengandung glukosa), yang jika pemasukannya berlebih pada tubuh, akan di simpan dalam bentuk lemak. Ditambah lagi pasien jarang berolahraga, dimana tidak banyak energy yang terbuang. Sehingga tidak terjadi pemecahan glukosa maupun lemak untuk menghasilkan ATP yang banyak. Akibatnya sel lemak bertambah besar ukurannya dan bertambah banyak jumlahnya.

b) HUBUNGAN KADAR ASAM URAT TINGGI DENGAN PASIEN OBESITAS Secara langsung, hubungan asam urat dengan pasien obesitas tidak ada. Hanya saja, makanan yang banyak mengandung purin seperti jeroan juga banyak kolesterol. Jadi korelasinya terletak pada makanan.

Sumber : http://artikelkesehatanwanita.com/hubungan-kolesterol-tinggi-terhadap-penyakit-asamurat.htm

14

Nama : Grisel Nandecya Nim : 2012730129

Tutor : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan : Jelaskan diferensial diagnosis Sindrom Metabolik ! Jawaban : Definisi SINDROM Metabolik (Metabolic Syndrome) atau sindrom X atau Sindrom Resistensi Insulin atau CHAOS (sebutan di Australia) adalah keadaan dimana terdapat sekelompok kelainan pada tubuh seseorang, meliputi kegemukan, kelainan kadar lemak darah, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar gula darah. Dimana kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, kencing manis (diabetes Melitus tipe 2) sebesar 5-9 kali lipat, dan kematian 2-4 kali lipat.

Klasifikasi Menurut National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III (NCEPATP III) kriteria Sindrom Metabolik adalah apabila terdapat minimal 3 dari kelainankelainan berikut ini pada seseorang. Kelainan-kelainan tersebut adalah terdapat Obesitas Perut (Sentral) yang ditandai dengan ukuran lingkar perut pada wanita > 88 cm dan pada pria > 102 cm. Kelainan kadar lipid atau lemak (dislipidemia) meliputi Trigliserida > 150 mg/dl, HDL pada wanita < 50 mg/dl atau HDL pria < 40 mg/dl. Peningkatan tekanan darah (hipertensi), dimana apabila tekanan darah > 130/85 mmHg. Meningkatnya kadar Gula Darah Puasa > 110 mg/dl. Di samping itu peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia) juga berperan dalam timbulnya Sindrom Metabolik.

15

Komponen

Kriteria diagnosis WHO : Resistensi insulin plus :

Kriteria diagnosis ATP III : 3 komponen dibawah ini Lingkar pinggang : Laki2 : > 102 cm (40 inchi) Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Obesitas abdominal/ sentral

Waist to hip ratio : Laki2 : > 0.90; Wanita : > 0.85, atau IMB > 30 kg/m2

Hipertrigliseridemia HDL Cholesterol < 35 mg/dl (< 0.9 mmol/L) < 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L < 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L) < 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L)

riwayat terapi anti hipertensif Hipertensi Kadar glukosa darah tinggi Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu, resistensi insulin atau DM Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mcg/menit

riwayat terapi anti hipertensif

Etiologi Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. 16

Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamushipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard. Epidemiologi/ Prevalensi Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari. Mekanisme Mekanisme yang tepat dari jalur kompleks sindrom metabolik belum sepenuhnya diketahui. Patofisiologi ini sangat kompleks dan hanya sebagian telah dijelaskan. Sindroma metabolic dapat terjadi melalui factor internal dan eksternal. Penyebab-penyebab tersebut antara lain adalah: 1. Internal a. Genetik b. Endokrin 2. Eksternal a. Gaya hidup atau tingkah laku b. Lingkungan dan faktor lain 17

1.

Internal
a. Genetik

Seperti kondisi medis lainnya, obesitas adalah perpaduan antara genetik dan lingkungan. Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi jumlah dan besar sel lemak, distribusi lemak dan besar penggunaan energi untuk metabolisme saat tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen mengontrol nafsu makan dan metabolisme menjadi predisposisi obesitas ketika adanya kalorui yang cukup. Prader-Willi Syndrome. Selain itu, obesitas terjadi pada penderita Sindrom Prader-Willi adalah penyakit genetic yang menimpa kira-kira satu dari 15 ribu kelahiran. Mutasi gen terjadi pada kromosom ke 15 yang mengatur nafsu makan. Sindrom ini dikenali sebagai gen penyebab obesitas pada anak kecil. Symptoms yang timbul akibat sindrom ini disebabkan oleh disfungsi hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur rasalapar. JenisKelamin Jenis kelamin berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih banyak otot dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak lemak daripada sel-sel lain. Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki otot, maka wanita memperoleh kesempatan yang lebih kecil untuk membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih berisiko mengalami obesitas.
b. Kelainan endokrin.

Hipotiroidisme Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak memproduksi hormone tiroid sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, apabila hormone tiroid yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu. Hormon tiroid sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh. Terganggunya produksi hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme, perkembangan otak, pernafasan, system jantung dan saraf, temperature tubuh, kekuatan otot, kulit, sirkulasi menstruasi pada wanita, berat badan, dan tingkat kolesterol. Produksi hormone tiroid diatur oleh hormone TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone tiroid, yaitu triidotironin (T3) dan tiroksin (T4). 17

Apabila dalam darah terdapat sedikit hormone tiroid tersebut, maka kadar TSH akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi hormone tiroid. Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau bahkan lebih banyak terdapat hormone tiroid, kadar TSH akan menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormone hipotalamus, yaitu TRH. Penurunan respons hipofisis terhadap TRH sangat jarang terjadi. Yang terjadi pada hipotiroidisme adalah kadar TSH meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang menurun. Selain itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar hipofisis tidak bekerja dengan normal. Terganggunya kerja hipofisis dapat menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar tiroid pun akan Seperti terganggu. yang telah dijelaskan sebelumnya, hipotiroidisme menyebabkan tubuh terganggu. Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan

metabolisme

metabolisme karbohidrat dan lemak menurun. Hal ini akan menyebabkan obesitas. Hipotiroidisme yang berat disebut Miksedema.
2. Eksternal.

a. Gaya hidup atau Tingkah Laku. Kemajuan teknologi, seperti adanya kendaraan bermotor, lift, dan lain sebagainya dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan oleh sesorang. Gaya hidup yang seperti ini yang meningkatkan risiko obesitas. Mengonsumsi makanan junk food juga dapat menyebabkan obesitas karena pada umumnya berkalori tingggi. b. Lingkungan dan faktor lain Obesitas juga dapat disebabkan oleh emosi. Orang mungkin makan berlebihan ketika depresi, merasa putus asa, marah, bosan, dan berbagai sebab lain yang sebenarnya tidak butuh makan. Ini umum terjadi pada wanita muda. Perasaan mereka berpengaruh terhadap kebiasaan makanya. Selain itu, factor ststus sosial dan ekonomi sangat memengaruhi. Pada masyarakat menengah ke bawah, obesitas sangat identik dengan makmur. Namun, pada masyarakat modern, obesitas adalah hal yang harus dihindari. 18

DAMPAK OBESITAS 1. Diabetes Mellitus. Ini terjadi karena resistensi insulin. Simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk mengaktifkan paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam lemak bebas menstimulasi pelepasan sitokin seperti TNF-a (tumor necrosis factoralpha) yang memicu resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat. Orang gemuk dengan BMI di atas 25, tiap peningkatan BMI 1 angka mempunyai kecenderungan menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan bertambahnya ukuran lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau android, dapat menimbulkan resistensi insulin. Sebanyak 90% penderita diabetes tipe. 2. Hipertensi. Lebih dari 75% kasus hipertensi berhubungan langsung dengan obesitas. Hipertensi terjadi karena peningkatan plasma darah pada orang yang obesitas meningkat sebanyak 10-20% dan penyumbatan oleh lemak sehingga jantung memompa darah dengan cepat sehingga terjadi hipertensi. Tekanan darah tinggi atau di atas 140/90 mm Hg, terdapat pada lebih dari sepertiga orang obesitas. 3. Penyakit Jantung Koroner Obesitas dapat menyebabkan penyakit jantung koroner melalui berbagai cara, yaitu dengan cara perubahan lipid darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan kadar HDL-kolesterol (kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah) dan hipertensi.

19

4. Stroke Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula dan lemak darah, maka orang obesitas sangat mudah terserang stroke. Ini dikarenakan adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh lemak yang mengendap di pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi yang kalau lama dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah dan menjadi pendarahan. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi : 11-12) a. Anamnesis, tentang : Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya. Riwayat adanya perubahan berat badan. Aktifitas fisik sehari-hari. Asupan makanan sehari-hari b. Pemeriksaan fisik, meliputi : Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus : Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2 Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio. c. Pemeriksaan laboratorium, meliputi : Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa. Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model

assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis. Highly sensitive C-reactive protein Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH. 20

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati. Penatalaksanaan Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin. Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2

Sumber : Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing

21

Nama : Ilhami Muttaqin NIM : 2012730133

Tutor: Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014

Pertanyaan : 8. jelaskan Diferensial diagnosis mengenai Diabetes Melitus tipe 2

Definisi dan Tipe Diabetes


Semua sel dalam tubuh manusia membutuhkan gula agar dapat bekerja dengan normal. Gula dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh dengan bantuan hormon insulin. Jika jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak memberikan respon terhadap insulin (resisten terhadap insulin), maka akan terjadi penumpukan gula di dalam darah. Hal inilah yang terjadi pada pasien diabetes melitus. Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh:

ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut.

Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien diabetes mellitus. Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas. Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif. Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.

22

Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau stroke.

Penyebab Diabetes Melitus


Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Gaya hidup tidak aktif (sedentary) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal) Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin

Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan plasenta membuat sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang selama kehamilan, produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi insulin yang telah terjadi.

23

Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Namun, jika jumlah insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup, kadar glukosa darah akan meningkat dan menyebabkan diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah normal setelah melahirkan bayinya. Namun, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes gestasional pada saat kehamilan berikutnya dan untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.

Gejala Diabetes Melitus


Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa:

poliuria (banyak berkemih) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus) penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:

lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal penglihatan kabur penyembuhan luka yang buruk disfungsi ereksi pada pasien pria gatal pada kelamin pasien wanita

Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer. Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini:

Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dL Pemeriksaan HbA1C 6.5%

Keterangan:

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien. Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam. 24

TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan.

Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah

Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 199 mg/dL

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM: Bukan DM Plasma vena <100 Darah kapiler <90 Plasma vena <100 Darah kapiler <90 Belum Pasti DM 100-199 90-199 100-125 90-99 DM 200 200 126 100

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun 2011

Komplikasi Diabetes Melitus


Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pasien untuk memantau kadar glukosa darahnya secara rutin. Komplikasi akut Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan yang memadai. Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien meminum obat terlalu banyak (paling sering golongan sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.

25

Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis yang mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan pemantauan selanjutnya. Komplikasi kronik Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil. Yang termasuk dalam pembuluh darah besar antara lain:

Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka iskemik pada kaki Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke

Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi.

Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 terutama ditujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko untuk menderita DM tipe 2. Tujuannya adalah untuk memperlambat timbulnya DM tipe 2, menjaga fungsi sel penghasil insulin di pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Faktor risiko DM tipe 2 dibedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat dimodifikasi.

26

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya ras dan etnik, riwayat anggota keluarga menderita DM, usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG), dan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (> 140/90 mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, dan diet tak sehat tinggi gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga harus dilakukan oleh pasien-pasien prediabetes yakni mereka yang mengalami intoleransi glukosa (GDPP dan TGT) dan berisiko tinggi mederita DM tipe 2.

Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko pada prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga, penurunan berat badan, dan pengaturan pola makan. Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes paling berhubungan dengan penurunan berat badan. Menurut penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. Dianjurkan pula melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Akitivitas fisik harus ditingkatkan dengan berolah raga rutin, minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4 kali seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik), dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olah raga, dianjurkan juga lebih aktif saat beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan memilih menggunakan tangga dari pada elevator, berjalan kaki ke pasar daripada menggunakan mobil, dll. Merokok, walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa, dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok

Tatalaksana Pasien Diabetes


Tujuan tatalaksana pasien diabetes melitus tipe 2 adalah menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal atau mendekati normal, sehingga mencegah terjadinya komplikasi pada pasien tersebut. Pada pasien DM tipe 2, tatalaksana diawali dengan mengubah gaya hidup yakni melakukan pola makan sehat dan meningkatkan aktivitas fisik sehingga tercapai berat badan ideal. Jika dalam 2-4 minggu kadar glukosa darah tetap tidak mencapai target, maka harus diberikan satu macam obat hipoglikemik oral (OHO) untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah. Jika kadar glukosa darah tetap belum mencapai sasaran, maka dapat ditambahkan satu macam OHO lagi atau ditambahkan suntikan insulin.

27

Diabetes melitus memang tidak dapat disembuhkan, tapi masih bisa dikontrol. Pada pasien diabetik, diet merupakan aspek penting untuk mengontrol peningkatan kadar glukosa darah. Asosiasi Diabetes Amerika (The American Diabetes Association (ADA)) menganjurkan diet seimbang dan bernutrisi yang rendah lemak, kolesterol serta gula sederhana. Saat ini ADA bahkan telah melarang konsumsi gula sederhana kecuali dalam jumlah kecil dan dikonsumsi bersama dengan makanan kompleks. Penurunan berat badan dan olah raga sangatlah penting karena akan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, sehingga membantu mengontrol peningkatan kadar glukosa darah. Olah raga yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang dianjurkan dilakukan secara teratur selama 30 menit, 3-4 kali seminggu. Selain itu aktivitas sehari-hari dapat tetap dilakukan seperti berkebun, membersihkan rumah, berjalan ke pasar dan naik turun tangga. Yang harus diperhatikan di sini, untuk pasien DM tipe 2 yang sudah memiliki komplikasi pada mata atau kaki harus dilakukan penyesuaian pada aktivitas fisiknya. Pasien DM tipe 2 yang merokok akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi diabetes yaitu penyakit jantung koroner, stroke dan gangguan sirkulasi darah pada anggota gerak. Hal ini terjadi karena rokok merusak struktur pembuluh darah. Oleh karena itu pasien DM sangat dianjurkan untuk berhenti merokok. Pasien DM dianjurkan untuk berkonsultasi secara rutin ke dokter untuk mengontrol hasil pengobatan. Jika kadar glukosa darah belum mencapai angka yang diharapkan, maka dokter akan menyesuaikan dosis obat atau insulin yang diberikan. Selain itu, pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dengan menggunakan glukometer. Pasien dapat mencatat hasil pemeriksaannya dan memberikannya kepada dokter saat berkonsultasi. Jika kadar glukosa darah sudah menjadi atau mendekati nilai normal dengan meminum obat atau insulin, pasien harus tetap meminum OHO atau memakai insulin sesuai dosis yang telah diberikan oleh dokter dan kembali berkonsultasi sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Sumber :
Price, Sylvia Anderson. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Interna Publishing www.diabetesmelitus.org

28

Nama : Syarifah Zahrotulhaj Nim : 2012730157

Tutor : : Dr. dr. Tjahaja Haerani Saenong, Sp. ParK, MS

Hari/tanggal : Selasa, 18Maret 2014 Pertanyaan : Jelaskan mengenai Differential Diagnosis Sindrom Cushing !

Definisi Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebakan kortisol plasma berlebihan dalam tubuh ( hiperkortosolisme) , baik oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (spontan) . Etiologi a. Pemberian steroid eksogen Pemberian steroid eksogen dapat menyebabkan terjadinya sindrom cushing Gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi dengan pemberian steroid oral , namun kadang-kadang suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan inhaler steroid juga dapat menyebabkan sindrom cushing Pasien yang sedang mendapat terapi steroid dapat mengalami sindrom cushing dengan gangguan yang mencakup berbagai penyakit rematologi , paru , saraf dan nefrologi Pasien yang telah mengalami transplantasi organ juga beresiko terkena sindrom cushing karena steroid eksogen diperlukan sebagai bagian dari rejimen obat antipenolakan 29

b.

Over produksi glukokortikoid endogen Adenoma penghasil ACTH hipofisis ~ Adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH berasal dari corticotrophs di hipofisis anterior ~ACTH yang disekresi oleh corticotrophs dilepaskan ke dalam sirkulasi dan bekerja pada korteks adrenal untuk menghasilkan hiperplasia dan merangsang sekresi steroid adrenal ~Adenoma yang besar dapat menyebabkan hilangnya produksi hormon lainnya dari hipofisis anterior (TSH , FSH , LH , hormon pertumbuhan , dan prolaktin ) dan hormon vasopresin di hipofisis posterior Adrenal lesi primer ~Overproduksi glukokortikoid dapat disebabkan adanya adenoma adrenal , karsinoma adrenal , makronodular atau hiperplasia adrenal micronodular . Para zona fasciculata dan reticularis zona lapisan korteks adrenal biasanya menghasilkan glukokortikoid dan androgen . ~Kompleks Carney adalah bentuk familial micronodular hiperplasia kelenjar adrenal . Ini merupakan gangguan dominan autosomal dan ACTH yang menyebabkan sindrom cushing independen . Hiperpigmentasi merupakan salah satu ciri gangguan tersebut

c.

Ektopik ACTH kadang-kadang disekresi oleh sel oat atau small-cell lung tumors atau oleh tumor karsinoid

Patofisiologi Sindrom Cushing dapat disebabkan beberapa mekanisme , yang mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat . Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi , Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing . 30

Penyebab lain sindrom cushing yang jarang timbul adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas ; karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan . Tanpa tergantung dari penyababnya , mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang .Tanda dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan , meskipun sekresi mineralkortikoid juga dapat terpengaruh . Manifestasi Klinis Kortikosteroid berubah-ubah banyaknya dan didistribusikan ke lemak tubuh . Lemak tubuh terbentuk melalui torso dan kemungkinan nyatanya sekali diatas punggung . Seseorang dengan sindrom cushing biasanya memiliki muka yang besar (moon face) . Tangan dan kakinya ramping pada bagian batang menebal , Otot kehilangan kekuatannya , dan menjadi lemah . Kulit menipis , mudah memar . Lapisan berwarna ungu yang terlihat seperti tanda kerutan bisa terbentuk diatas perut dan mudah lelah . Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan tekanan darah , melemahkan tulang (osteoporosis) dan mengurangi perlawanan terhadap infeksi . Gambaran Klinis Syndrome Cushing pada orang dewasa berupa : a. Obesitas tipe sentral - Punuk kerbau (buffalo hump) pada bagian posterior leher serta daerah posterior supraklavikuler - badan yang besar - Ekstremitas relatif kurus - Kulit menjadi tipis , rapuh & mudah luka . - Ekimosis (memar) akibat trauma ringan - Striae - Keluhan lemah dan mudah lelah (kelemahan otot) - Insomnia (akibat perubahan sekresi di urnal kortisol) - Osteoporosis 31

b.

Gejala Hifosis - nyeri punggung

c.

Retensi Na dan Air (akibat peningkatan aktivitas mineralokortikoid) yang dapat menimbulkan Hipertensi dan Gagal jantung kongestik

d. e. f. g.

Moon face Kulit tampak lebih berminyak Tumbuh jerawat , oligomenore , amenore Rentan terhadap infeksi - Hiperglikemi/diabetes (penderita yang memiliki potensi , misalnya : faktor herediter)

h. i. j. k.

BB naik Luka-luka ringan yang sulit sembuh Gejala memar Iritabilitas , depresi , psikosis

Epidemiologi Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 hingga 50 tahun . Sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada laki-laki dengan rasio 3:1 , pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki . Klasifikasi 1. Depemdem ACTH , yang terdiri atas : -Hiperfungsi korteks adrenal tumor -Sindrom ACTH ektopik 32

2. Independen ACTH , yang terdiri atas : -Hiperplasia korteks adrenal autonom -Hiperfungsi korteks adrenal tumor (adenoma dan karsinoma) Pemeriksaan Penunjang 1. 2. Uji supresi deksametason Pengambilan sample darah Untuk menentukan adanya variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol plasma 3. Pengumpulan urine 24 jam Untuk memeriksa kadar 17-hiroksikorsteroid serta merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine . 4. Stimulasi CRF Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat tropi . 5. Pemeriksaan radioimmunoassay Mengendalikan penyebab sindrom cushing 6. CT-Scan , USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal . Penatalaksanaan a. Operasi pengangkatan tumor Karena lebih banyak sindrom cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding tumor korteks adrenal , maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis . Sehingga terapi yang paling utama adalah operasi pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis . 17-ketostoroid yang

33

b. Radiasi kelenjar hipofisis , untuk mengendalikan gejala c. Adrenalektomi biasanya untuk hipertrofi adrenal primer

d. Preparat penyekat enzim adrenal ( metyrapon , aminogluthimide , mitotone , ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika penyebabnya adalah tumor e. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal . Komplikasi Jika tidak diobati , sindrom cushing menghasilkan morbiditas serius bahkan kematian . Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi hipertensi dan diabetes . Kerentanan terhadap infkesi meningkat . Kompreasi patah tulang belakang osteoporosis dan nekrosis aseptik kepala femoral dapat menyebabkan kecacatan . Nefrolisiasis dan psikosis dapat juga terjadi .Setelah adrenalektomi bilateral , seorang dengan adenoma hipofisis dapat memperbesar progresifitas , menyebabkan kerusakan lokal (misalnya ,penurunan bidang visual) dan hiperpigmentasi atau sindrom nelson . Prognosis Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kambuh lagi . Progonosis bergantung pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan , terutama aterosklerosis dan osteoporosis .

Daftar pustaka Sylvia A.Price. Patofisiologi Volume 2 Editor sudoyo, bambang, dkk . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing

35

Referensi : Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing NHS Centre for Reviews and Dissemination. University of York. Prevention and treatment of obesity. Eff Health Care 1997;3:112
http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview Sudoyo, Aru W (dkk). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid III. ED V. Jakarta: InternaPublishing.

http://www.bimbingan.org/menghitung-status-gizi-menurut-who.htm

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 jilid III Patofisiologi jilid 2 sylvia price http://www.cara-tips.com/resiko-kesehatan-yang-berhubungan-dengan-obesitas.htm Murray, K Robbert. 2009. Biokomia Harver Edisi 27. Jakarta : EGC Editor sudoyo, bambang, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing Price, Sylvia Anderson. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Interna Publishing www.diabetesmelitus.org

36

Anda mungkin juga menyukai