BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME (ENDMET) SKENARIO 3: BADANKU MAKIN TAK MENENTU
Tutor: dr. Wiwiek Fatchurohmah Kelompok 14 1 G1A012011 Rizka Putri Pratiwi 2 G1A012022 Agustin Nurul F. 3 G1A012027 Agung Maulana R. 4 G1A012040 Dzicky Rifqi Fuady 5 G1A012042 Astri Dewi Wardhani 6 G1A012045 Sofiana Ulya Nuha 7 G1A012059 Yudith Anindita 8 G1A012078 Khoirunnisa Fajar I. P. 9 G1A012085 Yona Ajeng Triafatma 10 G1A012087 Iqbal Maulana Malik 11 G1A009067 Suci Nuryanti
JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERA SOEDIRMAN PURWOKERTO
2013
2
BAB I PENDAHULUAN
Badanku Makin Tak Menentu A. Info 1 Tn. A, 48 thn adalah seorang pengusaha Real Estate, datang ke klinik, dengan leher terasa kakun yang dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Karena kesibukannya Tn.A baru sempat memeriksakan kesehatannya, Tn. A juga mengaku jarang melakukan pemeriksaan sebelumnya. Sebagai pengusaha Tn.A hampir setiap hari makan direstoran bersama rekan bisnisnya, Tn.A suka sekali memakan makanan cepat saji, steak, dan masakan seafood. Tn.A juga mengeluhkan berat badannya yang semakin meningkat, dan bertanya kepada anda bagaimana tips menurunkan berat badan selain dengan olahraga, karena Tn.A tidak punya waktu untuk berolah raga. Pertanyaan : 1. Informasi atau masalah apakah yang dapatkan dan simpulkan dari kasus tersebut ? 2. Buatlah kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut B. Info 2 KU : Baik KS : Compos mentis TD : 120/70 mmHg Nadi : 88x/menit RR : 24x/menit BB : 98 kg TB : 168 cm Lingkar pinggang : 108 cm Status internus : dalam batas normal
3
C. Info 3 Dari pemeriksaan darah ditemukan hasil : GDP : 110 mg/dl TG : 315 mg/dl HDL : 48 mg/dl LDL : 200 mg/dl Kolesterol total : 277 mg/dl D. Info 4 Diagnosis : Obesitas klas I Dislipidemia E. Info 5 Tatalaksana Non farmakologis : 1. Memperbaiki gaya hidup 2. Meningkatkan aktivitas fisik 3. Diet/ terapi nutrisi medis dengan pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak 4. Kontrol teratur minimal setiap 3 bulan sekali Farmakologi : Lovastatin 1x10 mg Diberikan jika terapi non farmakologis gagal ( tidak ada penurunan profil lipid )
4
BAB II PEMABAHSAN
A. Klasifikasi Istilah 1. Kaku Leher Kaku adalah kondisi dengan beberapa sebab yang mengakibatkan penurunan atau pengurangan gerak pada sendi dan otot. Sebabnya dapat berupa cedera fisik/karena beberapa penyakit seperti reumatik. B. Batasan Masalah Anamnesis 1. Identitas Pasien a. Nama : Tn. A b. Usia : 48 tahun 2. Keluhan Utama : Leher terasa kaku 3. Onset KU : 1 bulan terakhir 4. Keluhan Penyerta : Berat badan semakin meningkat 5. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada 6. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada 7. Riwayat Pribadi (Sosial, Ekonomi, Psikologi) : a. Pengusaha Real Estate b. Hampir setiap hari makan di restoran bersama rekan bisnisnya c. Sukasekali memakan makanan cepat saji, steak, dan masakan seafood C. Analisis Masalah 1. Profil lemak 2. Metabolisme lemak 3. Patofisiologi leher kaku dan penyakit terkait 4. Pengukuran Lingkar Perut 5. Hipotesis Sementara (Diagnosis Diferensial) dan Usulan Pemeriksaan Fisik 6. Interpretasi Pemeriksaan Fisik 5
7. Eliminasi Hipotesis sementara atau DD D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan yang Ada 1. Profil Lemak Klasifikasi lipoprotein didasarkan pada densitas, ukuran dan kandungan lipid protein serta pergerakan elelchoporesisnya. Semakin besar rasio lipid/protein maka semakin besar ukurannya dan makin rendah densitasnya. Terdapat lima kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL) (Pusparini, 2006). Kepustakaan lain memasukkan intermediate-density lipoprotein (IDL), lipoprotein(a) & p(a) sebagai salah satu bagian klasifikasi jenis lipoprotein (Rader and Hobbs, 2005). 2. Metabolisme Lemak Ada 3 jalur metabolisme lemak, yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur metabolisme revers cholesterol transport (RCT). a. Jalur Metabolisme Eksogen Jalur metabolism lemak eksogen adalah jalur metabolism lemak yang berasal dari luar tubuh, seperti dari makanan, ataupun kolesterol yang dieksresikan oleh enterosit di usus. Pada awalnya, lemak eksogen tersebut akan dipecah menjadi trigliserid dan kolesterol. Trigliserid akan berubah menjadi asam lemak bebas di usus halus, dan akan kembali lagi menjadi trigliserid sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Kemudian, keduanya akan bergabung membentuk senyawa kompleks posfolipid dan apolipoprotein menjadi lipoprotein. Lipoprotein ini lalu akan berkembang menjadi kilomikron karena kompleks posfolipid dan apolipoprotein yang telah ada di dalamnya. Kilomikron akan memasuki aliran limfe dan masuk kealiran darah, lalu dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga membentuk asam lemak bebas (Sacher& McPherson, 2004). 6
Asam lemak bebas ini sebagian akan disimpan sebagai cadangan makanan dan sisanya akan diambil oleh hepar. Kilomikron yang kehilangan trigliseridanya ini akan menjadi kilomikron remnant lalu akan mengalami esterifikasi lagi menjadi kolesterol ester yang akan mengalami metabolisme di hepar menjadi kolesterol bebas. Selanjutnya, kolesterol bebas ini akan dikeluarkan di usus, disimpan di kantong empedu untuk selanjutnya menjadi asam empedu yang dibuang di feses, serta ada lagi sebagian yang didistribusikan keseluruh tubuh untuk menjalani jalu rmetabolisme endogen (Sacher& McPherson, 2004). Adapun secara singkat, berikut ini gambaran metabolism jalur eksogen.
Gambar 1. Jalur metabolisme eksogen (Sacher& McPherson, 2004)
b. Jalur Metabolisme Endogen Jalur metabolism endogen dimulai dari dihasilkannya lemak yang didapat dari jalur metabolisme eksogen. Selanjutnya, lemak ini akan disekresikan ke dalam sirkulasi darah, lalu dihidrolisis secara bertahap oleh enzim LPL menjadi VLDL, lalu dihidrolisis lagi 7
menjadi apolipoprotein B100, lalu IDL, lalu LDL, yang mengandung paling banyak kolesterol. LDL ini sebagian ada yang didistribusikan ke hepar dan ke jaringan steroid ogenik dan sebagian lagi akan mengalami oksidasi dan akan berikatan dengan reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag sehingga difagosit dan menghasilkan foam cell. Foam cell inilah yang akan menyebabkan timbulnya aterosklerosis (Sacher& McPherson, 2004). Adapun secara singkat, berikut ini gambaran metabolism jalur endogen.
Gambar 2. Jalurmetabolisme endogen (Sacher& McPherson, 2004) c. Jalur Metabolisme Reverse Cholesterol Transport (RCT) Jalur metabolisme RCT merupakan jalur metabolism pembersihan plak-plak foam cell yang dilakukan oleh HDL, khususnya yang diawali oleh HDL nascent. HDL akan mengambil kolesterol dari makrofag foam cell di atas dan menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat dan mengandung kolesterol bebas. Selanjutnya, akan terjadi esterifikasi oleh enzim (Lechitin Cholesterol Acyltransferase) menjadi kolesterol ester. Lalu, sebagian akan dibawa ke hepar membentuk scavenger receptor class B type 1 (SR-B1) dan 8
sebagian akan ditukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL membentuk Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) (Sacher& McPherson, 2004). Adapun secara singkat, berikut ini gambaran metabolism jalur RCT.
Gambar 3. Jalur metabolism RCT (Sacher& McPherson, 2004)
3. Patofisiologi Leher Kaku dan Penyakit Terkait Trigliserida merupakan lemak dalam darah, yang merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang mengandung lemak dan kolesterol, yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh serta juga dibentuk di hati. Dalam jumlah yang normal (tidak lebih dari 150 mg/dl), ia berfungsi sebagai partikel yang mengangkat lemak dalam tubuh. Ketika berlebih, otomatis menghambat kelancaran peredaran darah, karena bersifat viskositas (kental) itu tadi. Akibatnya, kita akan merasa kaku di daerah leher atau jari-jari tangan. Efek jangka panjangnya, menimbulkan penyakit jantung, diabetes dan ginjal (Manggia, 2012). 9
Beberapa penyakit dengan gejala kaku leher: a. Hipertensi b. Dislipidemia c. Obesitas 4. Pengukuran Lingkar Perut Cara Pengukuran Lingkar Perut: a. Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran. b. Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran. c. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. d. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul. e. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. f. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal). g. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran. h. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi. i. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm ( Departemen Kesehatan RI, 2007). 5. Hipotesis Sementara (Diagnosis Diferensial) dan Usulan Pemeriksaan Fisik a. Sindrom Metabolik Dari pemeriksaan fisik, memang sangat sulit untuk membedakan sindrom metabolic dengan penyakit lainnya karena 10
secara fisik, sindroma metabolik ditandai dengan obesitas dan ukuran lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada pria dan lebih dari 80 cm pada wanita. Adapun diagnosis ini dapat ditegakkan apabila ditemukan kenaikan kadar trigliserida, penurunan HDL-C, kenaikan gula darah puasa dan hipertensi (Hartono, 2006). b. Obesitas Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT), secara umum IMT >25 dapat dikatakan menderita obesitas. Selain itu juga dapat dengan pengukuran lingkar pinggang, dimana untuk pria > 90 cm dan wanita > 80 cm. c. Cushing Sindrom Penyakit Cushing bisa menjadi salah satu hipotesis atau diagnosis banding penyakit yang diderita pasien karena adanya obesitas. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang akan membantu penegakkan diagnosis penyakit ini antara lain adalah sebagai berikut (Davey, 2005): 1) Rambut menipis 2) Moon face 3) Jerawat 4) Hirsutisme 5) Buffalo hump 6) Hipertensi 7) Obesitas 8) Ulkuspeptikum 9) Strieungu di abdomen 10) Miopatiproksimal 11) Kulit tipis d. Dislipidemia 6. Interpretasi Pemeriksaan Fisik KU : Baik 11
KS : Compos mentis Kesadaran penuh TD : 120/70 mmHg Normal Nadi : 88x/menit Normal RR : 24x/menit Meningkat BB : 98 kg TB : 168 cm IMT/BMI = 34,72 Meningkat Lingkar pinggang : 108 cm Meningkat Status internus : dalam batas normal 7. Eliminasi Hipotesis Sementara (DD) a. Eliminasi Diagnosis Cushing Sindrom Dari hasil pemeriksaan fisik, tidak ditemukan beberapa kriteria penegakkan diagnosis dari cushing sindrom seperti moon face, buffalo hump, rambut menipis, dan hirsutisme. E. Merumuskan Tujuan Belajar 1. Penjelasan sekilas mengenai Obesitas, Dislipidemia, Sindrom Metabolik dan usulan pemeriksaan laboratorium serta penunjang 2. Interpretasi Hasil Laboratorium 3. Penentuan diagnosis 4. Definisi 5. Epidemiologi 6. Etiologi 7. Klasifikasi 8. Patogenesis 9. Patofisiologi 10. Komplikasi 11. Faktor Resiko 12. Tata Laksana 13. Prognosis F. Belajar Mandiri Sudah dilaksanakan
12
G. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan 1. Penjelasan sekilas mengenai Obesitas, Dislipidemia, Sindrom Metabolik dan usulan pemeriksaan laboratorium serta penunjang a. Obesitas Obesitas berasal dari kata ob (akibat dari) dan esum (makanan), yang berarti obesitas merupakan akibat dari makanan. Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT), secara umum IMT >25 dapat dikatakan menderita obesitas. b. Dislipidemia Dislipidemia membutuhkan penanda khas berupa peningkatan kolesterol total, LDL, dan trigliserid, tetapi dengan penurunan HDL (Sugondo& Purnamasari, 2009). c. Sindrom Metabolik Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Kategori IMT obesitas > 25 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Prevalensi sindrom metabolik adalah 13,13%. Prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III dengan modifikasi Asia, terdapat pada 25,7% pria dan 25% wanita (Soegondo, 2006). 2. Interpretasi Hasil Laboratorium Dari pemeriksaan darah ditemukan hasil : GDP : 110 mg/dl Normal TG : 315 mg/dl Meningkat HDL : 48 mg/dl Normal LDL : 200 mg/dl Meningkat Kolesterol total : 277 mg/dl Meningkat 3. Penentuan diagnosis Obesitas dengan dislipidemia merupakan diagnois yang kami anggap paling sesuai berdasarkan dapat berkaitan dengan hasil laboratorium yaitu peningkatan TG, LDL, dan kolesterol total serta dari 13
hasil pemeriksaan fisik (IMT dan lingkar pinggang) yang melebihi batas normal. 4. Definisi Obesitas berasal dari kata ob (akibat dari) dan esum (makanan), yang berarti obesitas merupakan akibat dari makanan. Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT), secara umum IMT >25 dapat dikatakan menderita obesitas. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat menganggu kesehatan (Sugondo, 2006). 5. Epidemiologi Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di jaringan adiposa; batas untuk obesitas umumnya adalah kelebihan berat lebih dari 20% berat standar normal (Sherwood, 2012). Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 1995 ada sekitar 200 juta orang dewasa gemuk di seluruh dunia dan 18 juta lainnya adalah balita yang diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan. Pada tahun 2000, jumlah orang dewasa obesitas telah meningkat menjadi lebih dari 300 juta. Bertentangan dengan kebijaksanaan konvensional, epidemi obesitas tidak terbatas pada masyarakat industri. Pada negara-negara yang sedang berkembang, diperkirakan bahwa lebih dari 115 juta orang menderita obesitas (WHO, 2003). 14
Di Amerika Serikat, saat ini lebih dari dua pertiga orang dewasa secara klinis mengalami kelebihan berat, dengan sepertiganya digolongkan mengalami obesitas. Yang mempermarah keadaan, obesitas ini cenderung untuk terus meningkat. Jumlah orang dewasa dengan obesitas di Amerika Serikat kini 75% jauh lebih banyak daripada 15 tahun yang lalu. (Sherwood, 2012). Sedangkan di Indonesia sendiri angka obesitas juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas dan gizi lebih pada penduduk usia 15 tahun keatas secara nasional adalah 19,1%. (Suryaputra, 2012). Fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain sebagainya. Hal ini diketahui berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, 14% balita termasuk gizi lebih, di mana besarannya hampir sama dengan balita kurus. Pada kelompok usia di atas 15 tahun, prevalensi obesitas sudah mencapai 19,1%. Analisis lebih lanjut menunjukkan tidak terdapat perbedaan prevalensi balita gizi lebih pada keluarga yang termiskin 15
(13.7%) dengan keluarga terkaya (14.0%). Demikian pula tidak terdapat perbedaan menurut kelompok umur anak, jenis kelamin, dan pendidikan orang tua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Dengan menggunakan data dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), analisis data dari 20.137 orang dewasa dilakukan, terdiri dari 9.390 pria dan 10.747 wanita dari daerah perkotaan dan pedesaan. Studi ini menemukan bahwa prevalensi kelebihan berat badan adalah 7,2% di antara laki-laki dan 10,4% di kalangan perempuan. Prevalensi kelebihan berat badan lebih tinggi di perkotaan (10,8%) daripada di pedesaan (7,5%). Prevalensi obesitas pada wanita lebih dari dua kali (13,3%) dibandingkan dengan pria (5,3%), lebih tinggi di daerah perkotaan (12,8%) dibandingkan daerah pedesaan (7,1%). Puncak kelebihan berat badan dan obesitas ditemukan pada rentang usia 45-49 tahun. Sebagai kesimpulan, prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi di kedua aspek, pada wanita dibandingkan pria dan di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010). 6. Etiologi Penyebab obesitas antara lain adalah masukan makanan yang meningkat tajam. Makanan tidak sehat (junk food) yang banyak tersedia dan enak rasanya dapat memicu timbulnya obesitas.Selain itu ketidak seimbangan asupan makanan dengan kurangnya aktivitas fisik baik dalam bekerja maupun bermain dapat menimbulkan obesitas. 7. Klasifikasi Klasifikasi Obesitas Berdasarkan IMT/BMI dan Lingkar Perut a. Menurut WHO technical series, 2000 Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Berat Badan Kurang < 18,5 Kisaran Normal 18,5 24, 9 Berat Badan Lebih > 25 Pre Obes 25,0 29,9 Obes Tingkat I 30,0 344,9 Obes Tingkat II 35,0 39,9 16
Obes Tingkat III > 40
b. Menurut WHO/IPR/IASO/IOTF, 2000 Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Risiko Ko-Morbiditas Lingkar Perut < 90 cm (L) 90 cm (L) < 80 cm (P) 80 cm (P) Berat Badan Kurang < 18, 5 Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis lain) Sedang Kisaran Normal 18,5 22,9 Sedang Meningkat Berat Badan Lebih 23,0 Berisiko 23,0 24,9 Meningkat Moderat Obes I 25,0 29,9 Moderat Berat Obes II 30,0 Berat Sangat Berat Keterangan : L = Laki-laki, P = Perempuan (Sugondo, 2009) Klasifikasi obesitasi berdasar distribusi lemak (Fitranto, 2008) : a. Ginekoid, pada obesitas ini lemak banyak terkumpul di bagian bawah tubuh/gluteus, umumnya diderita oleh wanita. b. Android (obesitas sentral/visceral), umumnya diderita oleh laki- laki. lemak banyak terkumpul di bagian perut berhubungan erat risiko penyakit kardiovaskuler sindroma metabolik) . 8. Patogenesis Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures) sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Hampir setiap individu, pada saat asupan makanan meningkat, konsumsi kalorinya juga ikut meningkat, begitupun sebaliknya. Karena itu, berat badan dipertahankan secara baik dalam cakupan yang sempit dalam waktu yang lama. Diperkirakan, keseimbangan yang baik ini dipertahankan oleh internal set point atau lipostat, yang dapat mendeteksi jumlah energi yang tersimpan (jaringan adiposa) dan 17
semestinya meregulasi asupan makanan supaya seimbang dengan energi yang dibutuhkan (Isbayuputra, 2009). Pada keadaan energi tersimpan berlebih dalam bentuk jaringan adiposa dan individu tersebut makan, sinyal adipose aferen (insulin, leptin, ghrelin) akan dikirim ke unit proses sistem saraf pusat pada hipotalamus. Di sini, sinyal adiposa menghambat jalur anabolisme dan mengaktifkan jalur katabolisme. Lengan efektor pada jalur sentral ini kemudian mengatur keseimbangan energi dengan menghambat masukan makanan dan mempromosi pengeluaran energi. Hal ini akan mereduksi energi yang tersimpan. Sebaliknya, jika energi tersimpan sedikit, ketersedian jalur katabolisme akan digantikan jalur anabolisme untuk menghasilkan energi yang akan disimpan dalam bentuk jaringan adiposa, sehingga tercipta keseimbangan antara keduanya. Pada sinyal aferen, insulin dan leptin mengontrol siklus energi dalam jangka waktu yang lama dengan mengaktifkan jaras katabolisme dan menghambat jaras anabolisme. Sebaliknya, ghrelin secara dominan menjadi mediator dalam waktu yang singkat. Hormon ghrelin menstimulasi rasa lapar melalui aksinya di pusat makan di hipotalamus. Sintesis ghrelin terjadi dominan di sel-sel epitel di bagian fundus lambung. Sebagian kecil dihasilkan di plasenta, ginjal, kelenjar pituitari, dan hipotalamus. Sedangkan reseptor ghrelin terdapat di sel-sel pituitari yang mensekresikan hormon pertumbuhan, hipotalamus, jantung, dan jaringan adiposa. Konsentrasi ghrelin dalam darah paling rendah terjadi setelah makan dan meningkat ketika puasa sampai waktu makan berikutnya (Isbayuputra, 2009). Walaupun insulin dan leptin sama-sama berpengaruh dalam siklus energi, data yang ada menyatakan bahwa leptin mempunyai peran yang lebih pentingdaripada insulin dalam pengaturan homeostatis energi di sistem saraf pusat. Sel-sel adiposa berkomunikasi dengan pusat hypothalamic yang mengontrol selera makan dan pengeluaran energi dengan cara mengeluarkan leptin, salah satu jenis sitokin. Jika terdapat energi tersimpan yang berlimpah dalam bentuk jaringan adiposa, dihasilkan leptin dalam jumlah besar, melintasi sawar darah otak, dan 18
berikatan dengan reseptor leptin. Reseptor leptin menghasilkan sinyal yang mempunyai dua efek, yaitu menghambat jalur anabolisme dan memicu jalur katabolisme melalui neuron yang berbeda. Hasil akhir dari leptin adalah mengurangi asupan makanan dan mempromosikan Fapengeluaran energi. Karena itu, dalam beberapa saat, energi yang tersimpan dalam sel-sel adipose mengalami reduksi dan mengakibatkan berat badan berkurang. Pada keadaan ini, equilibrium atau energy balance tercapai. Siklus ini akan terbalik jika jaringan adiposa habis dan jumlah leptin berada di bawah ambang batas normal. Cara kerja leptin secara molekuler sangat kompleks dan belum dapat diuraikan secara lengkap. Secara garis besar, leptin bekerja melalui salah satu bagian jaras neural terintegrasi yang disebut leptin-melanocortin circuit, seperti diilustrasikan pada gambar 2.5. Pemahaman tentang sirkuit ini penting mengingat obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius dan pengembangan obat antiobesitas tergantung sepenuhnya pada pemahaman jaras ini (Isbayuputra, 2009). 9. Patofisiologi Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%) (Satoto,ddk 1998). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal- sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal- sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 19
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Satoto,ddk 1998). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro PeptideY (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Satoto, dkk 1998). 10. Komplikasi Kegemukan dan obesitas menimbulkanbanyak masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif (penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang meluas ke jaringan yang sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh obesitas, antara lain : a. Hipertensi Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi. Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan diastole >90 mmHg. Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan penderita obesitas tipe buah pear. 20
Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah cenderung akan lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Untuk itu lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam yang berlebih dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah (Desky, 2011). b. Diabetes Mellitus (DM) Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II. Sebagaimana diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekuranganinsulin atau tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam darah tertimbun (tinggi). Biasanya 75% penderita DM tipe II adalah orang yang mengalami obesitas atau riwayat obesitas. Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Pada umumnya, penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah (Desky, 2011). c. Kanker Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas akan berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum, dan kelenjar prostat. Adapun pada wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena penyakit kanker payudara dan rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengalami kelebihan berat badan akan mudah terserang penyakit kanker payudara. Untuk mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak total harus dikurangi (Desky, 2011). d. Penyakit Jantung Koroner (PJK) 21
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding jantung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan sekitar 88% mendapat risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya faktor risiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan seseorang. Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan risiko penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan makanan hewani. Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi ikan karena dapat menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan sumber protein hewan lain. Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner tidak selalu berdiri sendiri, tetapi biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia (Desky, 2011). e. Arthritis dan Gout Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal atau gemuk.Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya radang sendi akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam urat pada sendi. Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang mengalami kelebihan berat badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan asam urat dalam darahnya tinggi (Desky, 2011). f. Batu Empedu Sewaktu tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi di dalam hati dan di simpan dalam kantong empedu. Hal inilah yang meningkatkan risiko terkena penyakit batu empedu (adanya endapan zat-zat berbentuk seperti batu di dalam empedu). Lebih 22
sering terjadi padapenderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya akan membantu dalam pencegahannya (Desky, 2011). 11. Faktor Resiko Beberapa faktor resiko obesitas adalah sebagai berikut : a. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia b. Diet kaya lemak c. Kurang melakukan olah raga d. Penggunaan alkohol e. Merokok sigaret f. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik g. Kelenjar tiroid yang kurang aktif (LIPI, 2009) 12. Tata Laksana a. Terapi Non Farmakologis i. Diet/ terapi nutrisi medis dengan pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak Untuk menanggulangi obesitas umumnya dikenal 2 macam diet (Soegih, 2009): 1) Low calorie diet (LCD): 1200-1600 kkal a) LC high fat b) LC high carbohydrate c) LC balance diet 2) Very low calorie diet (VLCD) biasanya diberikan pada pasien obesitas dengan IMT > 40. Untuk pasien pada kasus ini dapat diterapkan low calorie diet karena dari hasil pengukuran IMT pasien 34,72 sehingga tidak cocok untuk diberikan very low calorie diet. LCD sendiri memiliki syarat pemenuhan gizi 1200-1600 kkal per hari dan dapat dibagi sesuai kebutuhan menjadi beberapa kali makan (Soegih, 2009). Yang terpenting dalam menjalankan terapi diet adalah keseimbangan antara asupan energi dan pemakaiannya. Untuk 23
tambahan, pasien dianjurkan menkonsumsi serat sebesar 25-30 g/ hari untuk menurunkan densitas kalori dan memperpanjang rasa kenyang dengan memperlambat pengosongan lambung (Soegih, 2009). ii. Meningkatkan aktivitas fisik Untuk mempermudah perhitungan dalam menentukan kebutuhan kalori seorang olahragawan, maka dilakukan penggolongan terhadap macam-macam olahraga berdasarkan berat ringannya olahraga tersebut, dengan memperhitungkan kedua macam bentuk latihan (latihan kondisi fisik dan latihan keterampilan teknik) juga jumlah waktu dari masing-masing latihan yang dijalankannya. Macam-macam olahraga digolongkan ke dalam 4 kelompok, yaitu ringan, sedang, berat, dan berat sekali (Wolinsky, 1994). Olahraga Ringan Olahraga Sedang Olahraga Berat Olahraga Berat Sekali Menembak Bowling Golf Panahan Atletik Sepak Bola Tenis Badminton Senam Bola Basket Hockey Tenis Meja Soft Ball Renang Balap Sepeda Tinju Gulat Kempo Judo Balap Sepeda (lebih dari 130 km) Angkat Besi Marathon Rowing Daftar yang resmi tentang pembagian ini belum ada dan daftar ini pun masih bisa mengalami perubahan. Apabila ada suatu cabang olahraga yang belum tercantum pada daftar ini, penggolongannya supaya disesuaikan dengan cabang yang kira-kira sama aktivitasnya dengan yang ada di daftar. 24
Aktivitas fisik yang dapat dilaksanakan oleh Tn. A yang sibuk dan kurang senang berolahraga yaitu dapat dimulai dengan berjalan kaki misalnya ketika naik-turun di kantor jangan menggunakan lift, ketika akan menghadiri acara yang dekat juga dengan berjalan kaki. Untuk lebih intensifnya apabila dilakukan secara rutin 3 kali seminggu selama 30 menit. Apabila sudah intensif melakukannya, dapat ditingkatkan intensitasnya menjadi 45 menit dengan frekuensi 5 kali seminggu. Hal ini akan menambah pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari. Selanjutnya dapat ditambah dengan aktivitas fisik yang disukai oleh Tn. A misalnya lari-lari kecil, bersepeda, berenang, ataupun olahraga permainan (Sugondo, 2009). b. Terapi Farmakologis Berbagai obat obesitas dapat digunakan sebagai terapi obesitas dan dislipidemia jika pasien sudah memiliki IMT > 27. Terapi penggunaan obat pun harus dilanjutkan jika telah ada penurunan berat badan 0,5 kg/ minggu. Jika tidak, perlu dipertimbangkan kembali penggunaannya (Tandra, 2007; Davey, 2005). Selain itu, jika IMT pasien hanya sekitar 25 26,9, terapi yang perlu dilakukan hanyalah perubahan gaya hidup. Jika IMT > 35, harus mulai dipikirkan pilihan untuk melakukan tindakan pembedahan (Tandra, 2007). Berikut merupakan beberapa sediaan obat anti obesitas : i. Golongan statin Golongan obat statin seperti simvastatin, lovastatin, dan sejenis nya memiliki sediaan dalam bentuk tablet, dengan dosis tiap tablet nyamulai dari 5mg, 10 mg, 20 mg, hingga 40 mg (MenteriKesehatan RI, 2011). ii. Golongan penghambat absorpsi kolesterol Salah satu contoh golongan obat ini adalah Colestipol, dengan sediaan tablet 1 mg, granul botol dan granul paket 5 mg. Contoh obat lain adalah Cholestyramine yang tersedia 25
dalam bentuk suspensi dengan dosis 4 g resin/ 5 g serbuk sampai 4g resin / 9 g serbuk (Hamilton, 2012). iii. Golongan fibrat Contoh obat golongan fibrat adalah gemfibrozil dengan sediaan tablet 600 mg serta Fenofibrate yang memiliki sediaan tablet 160 mg (Upfal, 2006). iv. Golongan Niasin Golongan niasin memiliki sediaan tablet dengan dosis bervariasi, mulai dari 25 mg, 50 mg, 100 mg, 250 mg, dan 500 mg (Upfal, 2006). Beberapa obat yang dapat diberikan antara lain : Bile acid sequestran : Kolestiramin 8-12 g, 2/3 kali pemberian Kolestipol 10-15 9, 2/3 kali pemberian HMG-CoA reductase inhibitors : Lovastatin 10-80 mg/dl Pravastatin 10-40 mg/dl Simvastatin 5-40 mg/dl Fluvastatin 20-40 mg/dl Atorvastatin 10-80 mg/dl Rosurvastatin 10-20 mg/dl Derivat asam fibrat : Gemfibrozil 600-1200 mg Fenofibrat 160 mg Asam nikotinik : Niasin 50-100 mg, 3 kali pemberian, kemudian tingkatkan 1,0-2,5 dengan 3 kali pemberian Ezetimibe : 10 mg/hari Asam lemak omega-3 : Contoh Maxepa 10 kapsul/hari c. Terapi Bedah Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40 atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai 26
alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasiobesitas yang ekstrem. Penatalaksanaan bedah atas obesitas morbid dimulai sekitar 25 tahun yang lalu, sewaktu dikenal bahwa reseksi segmental yang luas atas usus halus atau tindakan pintas yang dirancang untuk menyingkirkan ke banyak usus halus dapat efektif dalam meningkatkan pengurangan berat badan dalam pasien kegemukan massif. Dalam waktu ini, telah muncul kontroversi besar tentang kebijakan tindakan bedah jenis apa pun untuk mengendalikan obesitas, pada bagian terbesar karena komplikasi serius yang bisa terjadi dengan berlalunya waktu. Operasi gastroplastik telah dirancang untuk mengurangi insidens komplikasi ini (David, 1995). Tindakan bedah yang telah dicoba dengan derajat keberhasilan bervariasi mencakup tiga jenis utama: i. Tindakan pintas jejunum yang mula-mula dirangsang oleh pengetahuan fakta bahwa reseksi usus halus massif biasanya menyebabkan penurunan berat badan parah, inanisi, dan dalam kasus ekstrim, mematikan. Karena alasan ini, maka pintas usus halus diperkenalkan untuk penatalaksanaan obesitas morbid. Jejunoileostomi ujung-ke-ujung telah dilakukan dalam banyak pasien seperti juga pintas jejunoileum ujung-ke-ujung. ii. Tindakan gastroplastik ditandai oleh pembentukan kantong lambung yang kecil pada sambungan esophagogaster dengan penempatan jahitan atau staples melintasi cardia dan hanya meninggalkan saluran kecil (1 cm). (Gambar 1A dan B) iii. Tindakan pintas lambung umumnya ditandai oleh pembentukan kantong lambung proksimal yang kecil bersama dengan gastrojejunostomi roux-en-Y, juga dengan saluran sekitar 1 cm, untuk mengurangi kapasitas reservoir kantong lambung proksimal. (Gambar 1C) 27
Walaupun hasil memuaskan lebih dicapai dalam beberapa pasien dengan menggunakan teknik ini, namun komplikasi segera dan jangka lama cukup besar. Komplikasi dini mencakup infeksi luka, dehisensi, splenektomi untuk limpa yang cedera pada waktu operasi serta gangguan cairan dan elektrolit. Komplikasi jangka lama mencakup obstruksi stoma, batu ginjal, kolelitiasis, keadaan defisiensi gizi (vitamin B12) dan insufisiensi hati. Jika dilakukan suatu tindakan maka ia harus dipertimbangkan secara bijaksana dengan pembahasan penuh bersama masing-masing pasien dengan risiko dan manfaat. (David, 1995) 13. Prognosis Obesitas tidak dapat digeneralisasi dengan prognosis yang sama. Menurunkan berat badan dan mempertahankannya adalah hal yang sangat sulit bagi penderita obesitas, namun keinginan atas pola hidup yang lebih sehat serta penurunan faktor risiko komplikasi dapat memotivasi beberapa orang untuk mengikuti diet dan program penurunan berat badan. (Wadden, 2011) Prognosis obesitas tergantung pada penyebab dan ada tidaknya komplikasi. Obesitas pada anak yang berlanjut sampai dewasa, morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Tetapi jika ditangani dengan baik dan tepat dalam menurunkan berat badan maka prognosis baik. Namun jika dibiarkan maka obesitas akan berlanjut dan bisa sampai terjadi komplikasi. (Wadden, 2011)
28
BAB III KESIMPULAN
Diagnosis pada kasus ini adalah Obesitas kelas I dengan Dislipidemia. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan secara non medikamentosa dengan mengatur diit dan pola hidup yang sehat, dengan medika mentosa berupa penggunaan obat-obat obesitas dan dislipidemia, serta dapat juga dengan terapi bedah.
29
DAFTAR PUSTAKA
Adam, John MF. 2009. Dislipidemia. Dalam IPD FKUI. Jakarta: Badan Penerbit FKUI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Nasional Riskesdas 2007. http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007/ (Diakses pada 20 Oktober 2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Laporan Nasional Riskesdas 2010. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesd as2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf (Diakses pada 20 Oktober 2013). Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga David C. Sabiston, Jr.,M.D. 1995. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta: GC. P. 367-373. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan dapat diunduh di http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/PedomanPengukuran. pdf (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pukul 10.50 WIB)
Desky, Bustanil Rasyid. 2011. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Lansia Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28147 (diakses tanggal 18 Oktober 2013) Gotto, AM. 2001. Contemporery Diagnosis And Management Of Lipid Disorders. Pennsylvania, USA: Handbooks in Healthcare Compnay Hamilton, R. J. 2013. Tarascon Pharmacopoeia 2013 Professional Desk Reference Edition. Burlington: Jones & Barlett Learning Hartono, A. 2006. TerapiGizidan Diet RumahSakit.Edisi 2. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC 30
Isbayuputra, Marsen. 2009. PREVALENSI OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KELURAHAN CIKINI, KECAMATAN MENTENG, DKI JAKARTA DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA. Available at : http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124623-S09052fk- Prevalens%20obesitas-Literatur.pdf. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 LIPI. 2009. Kolesterol Tinggi. Jakarta : Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan dan Kesehatan Manggia, Irma dan Miftahun Nikmah. 2012. Mengenal Lemak Dalam Darah available at : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/29/18 4809/Mengenal-Lemak-dalam-Darah diunduh tanggal 15 Oktober 2013 Menteri Kesehatan RI. 2011. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2500/MENKES/SK/XII/2011. Available at: http://www.binfar.depkes.go.id/dat/04/SK_Doen.pdf (diaksestanggal 20 Oktober 2013). Pusparini. 2006. Low density lipoprotein padat kecil sebagai faktor risiko aterosklerosis. Universa Medicina. Vol.25 No.1. dapat diunduh di http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Puspa1.pdf (diakses 20 Oktober 2013 pukul 11.50 WIB) Rader DJ,Hobbs HH. Disorders Of Lippoprotein Metabolism.Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition. McGraw-Hill Professional.USA.2005;p 2343-52
Sacher, R.A., & McPherson, R.A. 2004. TinjauanKlinisHasilPemeriksaan, Laboratorium. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC Satoto, dkk. 1998. Kegemukan, Obesitas, dan Penyakit Degeneratif : Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya. Jakarta:LIPI. 31
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soegih, Rachmad, Kunkun K. Wiramihardja. 2009. Obesitas: Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta: Sagung Seto. Sugondo, Sidartawan,dan Dyah Purnamasari. Sindrom Metabolik. Dalam IPD FKUI. Jakarta: Badan Penerbit FKUI Sugondo, Sidartawan. 2009. Obesitas. Dalam IPD FKUI. Jakarta: Badan Penerbit FKUI Suryaputra, Kartika., dan Nadhiroh, Siti Rahayu. 2012. Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas dengan Non Obesitas, Makara Kesehatan, Vol. 16, No. 1: 45-50. Tandra, H. 2007. SegalaSesuatuygHakTentang: Diabetes. Jakarta: Gramedia Upfal, J. 2006. Australian Drug Guide. Melbourne: Schwartz Publishing Wadden, Thomas. 2011. The Treatment of Obesity. Available at : http://www.cognitivetherapynyc.com/pdf/wadden2.pdf diakases pada tanggal 19 Oktober 2013. Wolinsky. 1994. Nutrition in Exercise and Sport Second Edition. London: CRC Press. World Health Organization. 2003. Controlling The Global Obesity Epidemic. http://www.who.int/nutrition/topics/obesity/en/ (Diakses pada 20 Oktober 2013).
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu