Anda di halaman 1dari 30

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BLOK METABOLISME ENDOKRIN Makassar, 22 Mei 2019

LAPORAN MODUL 2
BLOK METABOLISME ENDOKRIN
“SKENARIO 2”

Dosen Pembimbing : dr.


Disusun Oleh:
Kelompok 2
ANDI RETNO AFIFAH 11020170001
ANDI HERAWATI 11020150021
A. ANITA NUR FADHILAH RAHMAN 11020170027
ANDI ISHMAH FAZA 11020170056
ANDI AMBAR YUSUF PUTRA 11020170058

AMALIAH FILDZAH A.H 11020170067


A. MUH. NASYWAN AKBAR AMIN 11020170106
NURUL FATIMAH 11020170132
MUH. IMRAN JUMAIDE 11020170135
ANDI BAU SYATIRAH NINNONG M. 11020170138

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2018/2019
SKENARIO 2
Seorang laki laki umur 40 tahun datang ke poli klinik umum dengan keluhan mudah
lelah yang dialami sejak 3 bulan terakhir. Aktivitas sehari hari kurang. Pasien memiliki
riwayat peningkatan kolesterol darah sejak 1 tahun yang lalu, tetapi tidak mengkonsumsi
obat. Pasien merokok satu bungkus per hari. Diketahui ayahnya menderita kencing manis dan
meninggal tibatiba saat bekerja. Pada pemeriksaan fisis tinggi badan 160 cm, berat badan 98
kg lingkar pinggang 104 dan tekanan darah 160/90 mmHg.

Kata Sulit
-
Kata Kunci
1. Laki laki berumur 40 tahun
2. Mudah lelah yang dialami sejak 3 bulan terakhir, sedangkan aktivitas sehari hari
kurang
3. riwayat peningkatan kolesterol darah sejak 1 tahun yang lalu, tetapi tidak
mengkonsumsi obat
4. Pasien merokok satu bungkus per hari
5. ayahnya menderita kencing manis dan meninggal tiba tiba saat bekerja
6. Pemeriksaan fisis tinggi badan 160 cm, berat badan 98 kg lingkar pinggang 104 dan
tekanan darah 160/90 mmHg
Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan pasien mudah lelah ?
2. Jelaskan factor factor yang mempengaruhi kolesterol meningkat !
3. Bagaimana kaitannya riwayat merokok dengan meningkatnya kolesterol pasien ?
4. Apa hubungannya riwayat merokok dengan mudah lelah ?
5. Apakah hubungan riwayat keluarga dengan keluhan pasien ?
6. Bagaimana status gizi berdasarkan scenario dan cara pengobatannya ?
7. Bagaimanakah langkah langkah diagnosis ?
8. Apa diagnosis banding berdasarkan scenario ?
Jawaban
1. Starvasi elluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk
padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa
untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu
insulin.
Dampak dari starbasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler untuk tetap mempertahankan
fungsi sel. Proses itu antara lain :

a. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral
yang tergantung pada insulin otot rangka dan jaringan lemak. jika tidak terdapat glukosa, sel-
sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi
glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas keton. kondisi ini
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.
b. starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino
yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. ;asil dari
glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses akti6itas sel tubuh.Protein dan asam amino yang
melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 & dan H2O serta glukosa.
Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.Proses glukoneogenesis yang
menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur
nitrogen sebagai unsur pemecah protein tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi
diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. skskresi nitrogen yang
banyak akan berakibat pada keseimbangan negative nitrogen.Depresi protein akan berakibat
tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian
jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau cidera)
c. Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam
lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan
substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel.
ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik keton, sementara keton
menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer ph darah menurun. Pernafasan kusmaull
dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi
bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang
meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.

Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme penyesuaian tubuh untuk


meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus polifagi. Starvasi selluler
juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi.
Dan kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan
tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata muncul rasa baal dan mata kabur.1
2.
Hasil penelitian bivariat menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar
kolesterol HDL. Nilai odds rasio memperlihatkan adanya kecenderungan semakin banyak jumlah
rokok yang dihisap semakin meningkat jumlah kasus dan peluang terjadinya kadar kolesterol HDL
yang tidak normal. Menurut Jacobson (1995) bahwa secara kuantitas merokok berhubungan erat
dengan kadar kolesterol HDL dari mulai perokok ringan sampai berat13. Sedangkan Schultemaker
(2002) dalam penelitiannya terhadap 492 hyperkolesterolnemia diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan yang relatif nilai rata-rata total kolesterol antara perokok dan tidak perokok
yaitu; 2,2 persen LDL; 5,5 persen, HDL; 8,1 persen dan trigliserida; 13,7 persen8. Dampak dari
rokok terhadap penurunan kadar kolesterol disebabkan oleh beberapa kandungan rokok yang
dianggap beracun, sebagaimana yang disampaikan Aulia dalam Arief (2009) bahwa dalam satu
batang rokok terdapat lebih dari 4000 jenis bahan kimia, 40 persen di antaranya beracun. Bahan
kimia yang berbahaya terutama nikotin, tar, hidrokarbon, karbon monoksida dan logam berat
dalam asap rokok. Risiko seorang perokok untuk menderita penyakit arteri koroner secara
langsung berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya14. Selanjutnya hasil
penelitian juga menunjukkan perbedaan persentase kejadian
penurunan kadar kolesterol HDL pada perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-
laki. Perbedaan ini disebabkan karena wanita memiliki hormon estrogen. Menurut Yuliana (2007),
kekurangan estrogen pada wanita menopause akan menurunkan kolesterol HDL. Pada wanita yang
masih aktif menstruasi akan menekan Lp(a) atau lipoprotein(a). Kadar Lp(a) rata-rata adalah 2
mg/dl, apabila Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko penyakit jantung
koroner. Lp(a) ini berperan sebagai penggumpal yang kemudian bersama-sama plak yang ada
dalam pembuluh arteri akan menyumbat aliran darah sehingga muncul serangan jantung. Pada
keadaan menopause maka hormon estrogen akan menurun15. Hal yang sama dijelaskan oleh
penelitian Cooper pada 589 wanita yang mendapatkan respon peningkatan kolesterol sedikit
berbeda yaitu kadar LDL kolesterol meningkat lebih cepat sedangkan kadar HDL kolesterol juga
meningkat sehingga rasio kadar kolesterol total/HDL menjadi rendah. Rasio yang rendah tersebut
akan mencegah penebalan dinding arteri sehingga perempuan cenderung lebih sedikit terjadi resiko
PJK9. Hasil penelitian Raul (2009) menunjukkan dari 9.955 pasien (45,3%) perempuan dengan
HDL<40 mg/dl dan 29,8 persen pada kelompok risiko PJK (p. 0,001). Hasil penelitian Gordon
(1977) menyatakan bahwa HDL kolesterol memiliki hubungan terbalik baik laki-laki maupun
perempuan dengan kejadian penyakit jantung, artinya kolesterol HDL yang tinggi dapat mencegah
terjadinya penyakit jantung koroner dan sebaliknya kolesterol HDL yang tidak normal (kolesterol
HDL yang rendah) dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner16. Hasil analisis juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan kadar kolesterol HDL. Hasil
penelitian ini sama dengan apa yang diungkapkan Hodoglugil, dkk. (2005) yang menyatakan
bahwa nilai BMI yang tinggi menunjukkan adanya hubungan dengan kadar kolesterol HDL17.
Hal yang sama dinyatakan Wira Goetara dkk. (2006) bahwa terdapat hubungan antara
obesitas dengan HDL kolesterol18. Selanjutnya juga didapatkan adanya hubungan antara aktivitas
dengan kadar kolesterol HDL. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Manurung
(2003) bahwa terdapat hubungan antara aktivitas/olah raga dengan kadar kolesterol HDL11. Pada
penelitian yang dilakukan Raul (2009) juga didapatkan bahwa tingkat aktivitas memiliki hubungan
yang bermakna terhadap penurunan kadar kolesterol total dan kolesterol HDL10. Aktivitas fisik
yang dilakukan secara teratur sangat penting, selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat
mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke19.
Dari penelitian ini juga ditemukan adanya hubungan antara konsumsi serat dengan kadar kolesterol
HDL. Penelitian Ramon Estruck dkk. (2009) yang dilakukan terhadap 772 responden juga
menyimpulkan bahwa responden dengan konsumsi tinggi serat menunjukkan adanya peningkatan
kadar kolesterol HDL yang bermakna20. Hasil analisis akhir menyimpulkan bahwa faktor jenis
kelamin adalah faktor yang dominan pengaruhnya terhadap terjadinya kadar kolesterol tidak
normal dengan nilai odds rasio 2,640 (95% CI: 2,255 – 3,092). Keberadaan dominansi pengaruh
jenis kelamin terhadap kadar kolesterol HDL dibanding faktor lainnya dimungkinkan karena faktor
kodrati (faktor alamiah), di mana kolesterol 80 persen diproduksi di dalam tubuh yaitu organ hati2.
Perbedaan kadar kolesterol HDL pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan
yang cukup signifikan, di mana hasil penelitian memperlihatkan pada perempuan 68 persen kadar
kolesterolnya tidak normal, sedangkan pada laki-laki menunjukkan persentase lebih besar yaitu
87,4 persen dengan nilai odds rasio sebesar 3,268 (95% CI: 3,097 – 3,834) dan nilai odds rasio
setelah dikontrol oleh variabel-variabel lain diperoleh sebesar 2,640 (95% CI: 2,255 – 3,092).
Perbedaan proporsi dan tingginya odds rasio pada laki-laki dimungkinkan pada perempuan
memiliki sifat yang secara alamiah memiliki efek terhadap normal tidaknya kadar kolesterol HDL.

3. Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk yang harus dihindari oleh seseorang terutama
pada generasi muda, karena kita ketahui bersama bahaya merokok terhadap tubuh kita. Secara
tidak langsung nikotin akan masuk dalam saluran pernapasan kita, dampak lanjut nikotin dalam
tubuh kita adalah timbulnya pengapuran di dalam saluran pernapasan dan di saluran peredaran
darah. Pengapuran di dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
alveoli untuk menyerap oksigen. Kemampuan alveoli dan paru menurun, maka oksigen yang
diserap akan berkurang sehingga mempengaruhi kerja otot. Pengapuran di dalam saluran peredaran
darah dapat menyebabkan menumpuknya kolesterol sehingga dapat terkena risiko penyakit jantung
dan dapat menyebabkan atherosclerosis yang disebabkan oleh rusaknya dinding arteri oleh karbon
monoksida (CO). Hasil penelitian yang dilakukan olehVon Holt at al, 2009 bahwa rokok dapat
mempercepat terjadinya atherosclerosis apabila digabungkan dengan kolesterol tinggi.Pembuluh
darah ini ibarat selang air yang semakin lama semakin berkerak di semua dinding bagian dalam
sehingga mengganggu kelancaran aliran air. Perubahan-perubahan pada dinding pembuluh darah
mengakibatkan naiknya tekanan darah sistolik, karena darah mengalami hambatan akibat
penebalan dinding pembuluh.3
CO merupakan 1-5% dari asap rokok. Zat ini membawa oksigen di dalam darah (eritrosit) dan
membentuk carboxihaemoglobin. Seorang perokok akan mempunyai carboxihaemoglobin lebih
tinggi dari orang normal, sekitar 2-15%, sedangkan pada orang normal carboxihaemoglobin hanya
sekitar 0,5-2%. Tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang per tahun, dan diperkirakan akan
membunuh 10 juta sampai tahun 2020. Berdasarkan jumlah tersebut, 70% korban berasal dari
negara berkembang. Lembaga demografi Universitas Indonesia mencatat, angka kematian akibat
penyakit yang disebabkan rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa, berarti 1.172 jiwa per hari atau
sekitar 22,5% dari total kematian di Indonesia.4

4. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau. Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis
bahan kimia, dengan 60 jenis bersifat karsinogenik dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya
bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain
itu, sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang sang lat berbahaya bagi tubuh.
Zat-zat yang sangat beracun dan membahayakan adalah sebagai berikut :

a. Nikotin

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa
lemah dengan pH kurang lebih 8,0. Asap rokok pada umumnya bersifat asam dengan pH kurang
lebih 5,5. Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran sel
secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok.

b. Tar

Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Tar
terbentuk selama tembakau dan kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang
menyebabakan adanya resiko kanker.

c. Karbonmonoksida

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang memiliki afinitas yang kuat terhadap
hemoglobin pada eritrosit, ikatan CO dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak
dapat melepaskan ikatan CO. Sebagai akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen
berkurang, sehingga membentuk karboksi hemoglobin yang pada akhirnya akan mencapai tingkat
tertentu yang dapat menyebabkan kematian.

d. Timah hitam

Setiap satu batang rokok menghasilkan kurang lebih 0,5 ug timah hitam. Sebungkus rokok (isi
20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan mengeluarkan 10 ug. Sementara ambang batas
bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Daat dibayangkan, bila
seorang perokok berat yang biasa menghisap rata-rata 1 bungkus rokok per hari, berapa banyak
zat yang sangat berbahaya ini masuk ke dalam tubuhnya.

Masalah kesehatan yang dapat timbul karena merokok, antara lain pada sistem kardiovaskular
dan pernapasan. Merokok terbukti sebagai penyebab utama penyakit aterosklerosis serta
merupakan faktor risiko utama pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) serta stroke.Mekanisme
utama terjadinya adalah akibat terbentuknya aterosklerosis dan thrombosis. Penelitian
menunjukkan bahwa nikotin memiliki efek pada sel endotel, dapat meningkatkan viskositas
darah, peningkatan heart rate, cardiac output, tekanan darah, serta vasokonstriksi melalui induksi
pelepasan senyawa katekolamin dari system saraf simpatik.

Zat di dalam rokok seperti karbon monoksida mengurangi kemampuan darah untuk membawa
oksigen. Karbonmonoksida yang terdapat pada rokok akkan berikatan dengan hemoglobin di
dalam darah dan ikatan ini memiliki afinitas yang begitu kuat. Terbentuknya HbCO menyebabkan
hemoglobin tidak mampu berikatan dengan oksigen. Sehingga oksigen yang disalurkan ke
jaringan berkurang dan menyebabkan jaringan kekurangan oksigen. Karbon monoksida (CO)
merupakan gas beracun yang tidak berwarna dan terdapat pada rokok dengan kandungan 2-6%.
CO pada paru-paru mempunyai afinitas dengan Hb sekitar 200 kali lebih kuat dibandingkan
dengan afinitas yang terdapat pada HbO2, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar
O2 udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan semakin kekurangan O2 karena yang
diangkut adalah CO dan bukan O2. paru paru hal ini dapat menimbulkan sesak napas sedangkan
pada jantung merokok dapat memicu terjadinya infark miokard. Senyawa Polisiklik Hidrokarbon
Aromatic (PHA) dapat menyebabkan kerusakan pada sel endotel tersebut.5

5. Menurut American Diabetes Association, risiko munculnya diabetes tipe 2 pada orang yang:
- 1 dari 7 orang berisiko terkena diabetes, bila salah satu orangtuanya terdiagnosis sebelum
usia 50 tahun
- 1 dari 13 orang berisiko terkena diabetes, bila salah satu orangtuanya terdiagnosis setelah
usia 50 tahun
- 1 dari 2 orang terkena diabetes, bila kedua orangtuanya menderita diabetes

Namun tidak semua penyebab diabetes tipe 2 adalah faktor genetik. Faktor risiko utama
penyebab diabetes tipe 2 adalah obesitas dan gaya hidup yang buruk. Beberapa mutasi gen
telah disebut-sebut sebagai pemicu risiko diabetes tipe 2.Dan juga tidak satu pun dari gen ini
mengakibatkan diabetes dengan sendirinya. Melainkan, mereka berinteraksi dengan faktor
lainnya, sebagai contoh, racun, virus, dan makanan yang bisa meningkatkan risiko Anda
terkena diabetes.

Gaya hidup dan turunan keluarga

Pilihan gaya hidup cenderung dipengaruhi juga dalam keluarga. Orangtua yang pasif, seperti
malas berolahraga contohnya, cenderung memiliki anak-anak yang pasif juga. Orangtua
dengan pola makan tidak sehat kemungkinan akan menurunkannya ke generasi berikutnya.
Pada sisi lain, genetik memiliki peranan besar dalam menentukan berat badan. Ada beberapa
mutasi pada gen yang mengontrol risiko diabetes Anda

- Produksi glukosa
- Produksi insulin
- Kadar glukosa yang dirasakan tubuh
- Regulasi insulin

Gen yang terkait dengan diabetes tipe 2 meliputi:

-TCF7L2, gen yang memengaruhi pengeluaran insulin dan produksi glukosa

-reseptor sulfonylurea urea (ABCC8), gen yang membantu mengatur insulin

-calpain 10, gen yang terkait dengan risiko diabetes tipe 2 pada Meksiko-Amerika
-glukosa transporter 2 (GLUT2), yang membantu glukosa pindah ke pankreas

-glukagon reseptor (GCGR), hormon glukagon yang terlibat dalam regulasi glukosa

Berat badan ( Kg )
IMT =
Tinggi badan ( m ) X Tinggi badan ( m )

98 ( Kg )
=
1,6 ( M ) X 1,6 ( M )

= 𝟑𝟖, 𝟐𝟖 ( 𝐎𝐛𝐞𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝟐 )

Klasifikasi IMT:11

- Underweight <18,5

- Normal 18,5 – 22,9

- Overweight 23,0 – 24,9

- Obesitas I 25,0 – 29,9

- Obesitas II >30

Lingkar Pinggang = 104 cm

Klasifikasi Lingkar Pinggang menurut WHO ( 2016 )

Pengobatan :
Diet rendah kalori yang direkomendasikan oleh ADA untuk mengurangi
obesitas meliputi diet rendah lemak (< 30%), tinggi karbohidrat ( 55% dari daily
energy intake/DEI), tinggi protein ( sampai dengan 25% DEI ) dan tinggi serat
(25g/hari).

6.

Berat badan ( Kg )
IMT =
Tinggi badan ( m ) X Tinggi badan ( m )

98 ( Kg )
=
1,6 ( M ) X 1,6 ( M )

= 𝟑𝟖, 𝟐𝟖 ( 𝐎𝐛𝐞𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝟐 )

Klasifikasi IMT:11

- Underweight <18,5

- Normal 18,5 – 22,9

- Overweight 23,0 – 24,9

- Obesitas I 25,0 – 29,9

- Obesitas II >30

Lingkar Pinggang = 104 cm

Klasifikasi Lingkar Pinggang menurut WHO ( 2016 )


Pengobatan :

Diet rendah kalori yang direkomendasikan oleh ADA untuk mengurangi


obesitas meliputi diet rendah lemak (< 30%), tinggi karbohidrat ( 55% dari daily
energy intake/DEI), tinggi protein ( sampai dengan 25% DEI ) dan tinggi serat
(25g/hari).

7. Langkah – langkah diagnosis :


a. Anamnesis
 Identitas :
Laki-laki, umur 40 tahun
 Keluhan utama :
Mudah lelah
 Keluhan lain :-

b. Pemerksaan fisik
 Inspeksi : -
 Palpasi : -
 Perkusi : -
 Auskultasi : -
 Tekanan darah : 160/90 mmHg

c. Pemeriksaan penunjang
 Antropometri :
- Berat badan : 98 kg
- Tinggi badan : 160 cm
𝐵𝐵 98 𝑘𝑔 98
- IMT : = = = 38, 28 (Obes 2)
(𝑇𝐵)2 (1,6)2 2,56
- Lingkar pinggang : 104 cm
 Pemeriksaan Laboratorium :
 GDS
 TTGO
 GDP
 Pemeriksan kolesterol

8. Diagnosis Banding

a) DISLIPIDEMIA
Definisi

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolism lipid yang ditandai dengan


peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL),
trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL). Dalam proses terjadinya
aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting, dan erat kaitannya satu dengan
yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan tersendiri. Agar lipid dapat larut dalam
darah, molekul lipid harus terikat pada molekul protein (yang dikenal dengan nama
apoprotein, yang sering disingkat dengan nama Apo. Senyawa lipid dengan apoprotein
dikenal sebagai lipoprotein. Tergantung dari kandungan lipid dan jenis apoprotein yang
terkandung maka dikenal lima jenis lipoprotein yaitu kilomikron, very low density
lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low-density lipoprotein
(LDL), dan high density lipoprotein (HDL).

Epidemiologi

Data dari American Heart Association tahun 2014 memperlihatkan prevalensi dari
berat badan berlebih dan obesitas pada populasi di Amerika adalah 154.7 juta orang yang
berarti 68.2% dari populasi di Amerika Serikat yang berusia lebih dari 20 tahun. Populasi
dengan kadar kolesterol ≥240 mg/dl diperkirakan 31.9 juta orang (13.8%) dari populasi
(5). Data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar nasional (RISKESDAS)
tahun 2013 menunjukkan ada 35.9% dari penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun
dengan kadar kolesterol abnormal (berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥
200 mg/dl) dimana perempuan lebih banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari
di pedesaan. Data RISKEDAS juga menunjukkan 15.9% populasi yang berusia ≥15 tahun
mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190 mg/dl), 22.9% mempunyai kadar
HDL yang kurang dari 40 mg/dl, dan 11.9% dengan kadar trigliserid yang sangat tinggi
(≥500mg/dl). Dislipidemia merupakan factor risiko primer untuk PJK dan mungkin
berperan sebelum factor risiko utama lainnya muncul. Data epidemiologi menunjukkan
bahwa hiperkolesterolemia merupakan factor risiko untuk stroke iskemia. Grundy dkk
menunjukkan bahwa untuk setiap penurunan LDL sebesar 30 mg/Dl maka akan terjadi
penurunan risiko relative untuk penyakit jantung koroner sebesar 30%.

Klasifikasi Dislipidemia

Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang mudah


digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia primer dan
dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikandislipidemia yang terjadi sebagai
akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini penting dalam menentukan pola pengobatan
yang akan diterapkan.
 Dislipidemia primer

Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia


sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi
familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia
remnan, dan hipertrigliseridemia primer.

 Dislipidemia sekunder

Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain
misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolik.
Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini
pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus
pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut
sangat tinggi. Pasien diabetes mellitus dianggap mempunyai risiko yang sama (ekivalen)
dengan pasien penyakit jantung koroner. Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum
hipertrigliseridemia yang berat.

Penyebab Dislipidemia Sekunder

 Diabetes melitus

 Hipotiroidisme

 Penyakit hati obstruktif

 Sindroma nefrotik

 Obat-obat yang dapat meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan


kolesterol HDL (progestin, steroid anabolik, kortikosteroid, beta-blocker)

Diagnosis

Dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.


Anamnesis dan pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada :

 Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun)


 Riwayat keluarga dengan PJK dini (Infark miokard atau sudden death < 55 tahun
pada ayah atau < 65 tahun pada ibu
 Perokok aktif
 Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau dengan
 Pengobatan anti hipertensi)
 Kadar kolesterol HDL yang rendah (< 40 mg/dl)

Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan adalah:

 Total kolesterol
 Kolesterol LDL
 Trigliserida
 Kolesterol HDL

Faktor penyebab

 Perokok aktif

 Diabetes

 Hipertensi

 Riwayat keluarga dengan PJK dini

 Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia

 Penyakit ginjal kronik

 Penyakit inflamasi kronik

 Lingkar pinggang > 90 cm untuk laki-laki atau lingkar pinggang > 80cm
untuk wanita
 Disfungsi ereksi

 Adanya aterosklerosis atau abdominal aneurisma

 Manifestasi klinis dari hiperlipidemia

 Obesitas (IMT >27 kg/m2). Untuk orang Asia IMT ≥ 25 kg/m2

 Laki-laki usia ≥ 40 tahun atau wanita dengan usia ≥ 50 tahun atau sudah
menopause.

Penatalaksanaan

Terapi Non-Farmakologis

1.Aktivitas fisik

Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup


setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7
kkal/menit). 4 sampai 6 kali seminggu,dengan pengeluaran minimal 200 kkal/ hari.
Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda statis, ataupun berenang.
Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau beberapa sesi
sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit).

Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di sela sela aktivitas
dapat meningkatkan kepatuhan terhadap program aktivitas fisik. Selain aerobik,
aktivitas penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.

2. Terapi Nutrisi Medis

Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi dietrendah kalori yang terdiri
dari buah-buahan dan sayuran (≥5 porsi/hari), biji-bijian (≥6 porsi/hari), ikan,
dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol harus
dibatasi sedangkan makronutrien yang menurunkan kadar LDL-C harus mencakup
tanaman stanol/sterol (2g/hari) dan serat larut air (10-25 g/hari).

3.Berhenti merokok

Merokok merupakan factor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner,
penyakit vascular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat pembentukan plak pada
koroner dan dapat menyebabkan rupture plak sehingga sangat berbahaya bagi orang
dengan aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
merokok memiliki efek negative yang besar pada kadar KHDL dan rasio K-LDL/K-
HDL. Merokok juga memiliki efek negative pada lipid postprandial, termasuk
trigliserida. Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL
secara signifikan.

Terapi farmakologis

1. Statin

Statin bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di liver dengan


menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA reduktase. Pengurangan
konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada
permukaan hepatosit yang berakibat meningkatnya pengeluaran LDL-C dari darah dan
penurunan konsentrasi dari LDL-C dan lipoprotein apo-B lainnya termasuk trigliserida.

2. Asam Fibrat

Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat, dan fenofibrat.


Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis trigliserid di hati.
Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang kerjanya
memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar trigliserid, obat ini juga
meningkatkan kadar kolesterol-HDL yang diduga melalui peningkatan apoprotein A-I
dan A-II.

3. Asam Nikotinik

Obat ini di duga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan
adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas. Diketahui
bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan
akan menjadi sumber pembentukkan VLD. Dengan menurunnya sintesis VLDL di
hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga kolesterol-LDL di
plasma. Pemberian asam nikotinik temyata juga meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas pada
muka bahkan di badan.

4. Ezetimibe
Obat golongan ezetimibe ini bekerja dengan menghambat absorbs kolesterol oleh
usus halus. Kemampuannya moderate didalam menurunkan kolesterol LDL (15-25%).
Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk menurunkan kadar LDL,

terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian statin. Pertimbangan
lainnya adalah penggunaannya sebagai kombinasi dengan statin untuk mencapai
penurunan kadar LDL yang lebih rendah.6

b. ) DIABETES MELLITUS TIPE 2

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah
 gangguan metabolisme yang secara
 genetik dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat,


jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular
mikroangiopati.

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas


sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam
rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai


oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta

2. Epidemiologi
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012
angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana
proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes
mellitus tipe 1

3. Patofisiologi

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:

1. Resistensi insulin


2. Disfungsi sel B pancreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,


namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi
insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa
hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara
autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan


pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas
akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga
akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe
2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin.

4. Faktor resiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang
dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa
DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga
dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM
gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg).Faktor risiko yang
dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm
pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi dan diet tidak sehat.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya,
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral arterial
Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin,konsumsi kopi dan kafein.

a. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,


pada derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%. 1,2

b. Hipertensi


Kejadian
 hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan

garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi
pembuluh darah perifer.

c. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.


Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
d. Dislipedimia


Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah


(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

e. Umur


Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah

> 45 tahun.
 6. Riwayat persalinan
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi

cacat atau berat badan bayi > 4000gram

f. Faktor Genetik


DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis
dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika
orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini.

g. Alkohol dan Rokok

Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan


frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan
peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-
baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok,
juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu
metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat
tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara

dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.
 Faktor resiko penyakit

tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah
faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan
yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa
Tubuh

5. Gejala klinis

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik

- Gejala akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak
minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan
bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah.
- Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg.

6. Diagnosis

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya
diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada
hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat . Ada perbedaan antara uji
diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka
yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45
tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi >4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250
mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah


sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar

7. Penatalaksanaan

Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :

- Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
- Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

1. Diet


Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein
10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat

dihitung dengan rumus
 berikut:

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)


Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh
adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

3. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan


kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko
tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM.
Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien

yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun. 


4. Obat : oral hipoglikemik, insulin 


Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik

5. Obat – Obat Diabetes Melitus

a. Antidiabetik oral


Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan


mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala,optimalisasi
parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan
insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan
pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini
ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula
darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan
upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan
dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan
tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk
penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral
adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan
insulin sensitizing.

b. Insulin


Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan
dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut.
Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral,
kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan
pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang
memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan
lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel
sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
6. Komplikasi diabetes melitus

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi


akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
5,11
kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa 
 darah seseorang di bawahnilai

normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1
yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi

bahkan dapat mengalami kerusakan. 


- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat


secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan

kemolakto asidosis. 


b. Komplikasi Kronis

- Komplikasi Makrovaskuler

komplikasi makrovaskuler, yang banyak berkembang pada penderita DM


adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit
jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

- Komplikasi mikrovaskuler

komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti


nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi

7. Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:

- Pencegahan Premordial
 Pencegahan premodial adalah upaya untuk

memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak


mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.
Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra. Pencegahan premodial
pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga
masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola
makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas
adalah kurang baik bagi kesehatan.

- Pencegahan Primer adalah
 upaya yang ditujukan pada orang- orang yang

termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,
tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :

a. Kelompok usia tua (>45tahun) 


b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman 
 atau IMT>27 (kglm2)) 


c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg) 



d. Riwayat keiuarga DM 


e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi 
 lahir > 4000 gr.

f. Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).


g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh


terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.

- Pencegahan Sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya


penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai
dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar

utama pengelolaan DM meliputi:


a. penyuluhan

b. perencanaan makanan 


c. latihan jasmani 


d. obat berkhasiat hipoglikemik. 


- Pencegahan Tersier
 adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut

dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut


menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin
terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis,
gizi dan lain-lain.7

c.) HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia, sehingga
tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai
tingkat fasilitas kesehatan. Pedoman Praktis klinis ini disusun untuk memudahkan para tenaga
kesehatan di Indonesiadalam menangani hipertensi terutama yang berkaitan dengan kelainan
jantung dan pembuluh darah.
B. Klasifikasi
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang
merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi.

Gambar 1.1 A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension 2013

C. Etiologi dan Gejala


Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila
simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh :
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar – debar, rasa melayang (dizzy) dan
impoten.
2. Penyakit jantung/hipertensi vascular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada ( iskemia
miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vascular lainnya
adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient
cerebral ischemic.
3. Peyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder; polydipsia, polyuria, dan kelemahan otot
pada aldosteronisme primer, peningkatan BB dengan emosi yang labil pada sindrom
Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi,
banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
D. Patogenesis
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah
tinggi ditambah dengan factor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot
jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolic akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank - Starling melalui
peningkatan volume diastolic ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi
gangguan kontraksi miokard (penurunan atau gangguan fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung dan lain-lain) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan fungsi endotel
merupakan factor utama kerusakan miosit pada hipertensi. Evaluasi pasien hipertensi atau
penyakit jantung hipertensi ditunjukan untuk:
a. Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder
b. Menetapkan keadaan pra pengobatan
c. Menetapkan faktor – faktor yang mempengaruhi pengobatan atau factor yang akan
berubah karena pengobatan
d. Menetapkan kerusakan organ target
e. Menetapkan faktor risiko PJK lainnya
E. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum : memperhatikan keadaan khusus
seperti : Cushing, feokromositoma, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas
disbanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta. Pengukuran tekanan darah di
tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith Wagener –
Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arterikarotis untuk
menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai
HVK dan tanda – tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang
meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolic akibat
regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari
peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik)
ditemukan bila tekanan akhhir diastolic ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel
kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop. Paru perlu diperhatikan
apakah ada suara napas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering atau mengi.
Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan
asites. Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilicus (renal artery stenosis). Arteri radialis,
arteri femoralis dan arteri dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur
minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi :
a. Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
b. Hemoglobin / hematokrit
c. Elektrolit darah : kalium
d. Ureum / kreatinin
e. Gula darah puasa
f. Kolesterol total
g. Elektrokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20 – 50% (kurang sensitif) tetapi
masih menjadi metode standar.

Apabila keuangan tidak menjadi kendala, maka diperlukan pula pemeriksaan :

a. TSH
b. Leukosit darah
c. Trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL
d. Kalsium dan fosfor
e. Foto toraks
f. Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini dan lebih spesifik
(spesifisitas sekitar 95 – 100%). Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah :
a) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
b) Hipertensi dengan kelainan katup
c) Hipertensi pada anak atau remaja
d) Hipertensi saat aktivitas tetapi normal saat istirahat
e) Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan fungsi diastolic
atau sistolik)
g. Ekokardiografi – Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolic (gangguan fungsi
relaksasi ventrikel kiri, pseudo – normal atau tipe restriktif)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksaanaan umum hipertensi, mengacu kepada tuntunan umum (JNC VII 2003, ESH /
ESC 2003). Pengelolaan lipid agresif dan pemberian aspirin sangat bermanfaat. Pasien
hipertensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat pengobatan dengan penyekat beta,
penghambat ACE atau antialdosteron. Pasien hipertensi dengan risiko PJK yang tinggi
mendapat maaft denngan pengobatan diuretik, penyekat beta dan penghambat kalsium. Pasien
hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan
diuretic, penghambat ACE / ARB, penyekat beta dan antagonis aldosteron. Bila sudah dalam
tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip pengobatannya sama dengan pengobatan gagal
jantung yang lain yaitu diuretic, penghambat ACE / ARB, penghambat beta, dan penghambat
aldosteron.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukarmin, Sujono R. (2008). Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
2. Sartika, dkk. (2017). Faktor Faktor Risiko dan Angka Kejadian Hipertensi pada Penduduk
Palembang. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang
3. M, A. (2010). lansia sehat dan bugar. bantul: kreasi wacana
4. M.N, Bustan. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka cipta
5. Referensi: Lili Irawati, Julizar, Miftah Irahmah. 2015. HUBUNGAN JUMLAH DAN LAMANYA
MEROKOK DENGAN VISKOSITAS DARAH. Bagian Fisika Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
6. Genetics of diabetes. (2014, May 20). http://www.diabetes.org/diabetes-basics/genetics-of-
diabetes.html
7. Silalahi, Sebastian A. Halomoan. "Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang
dengan Nilai KVP dan VEP1 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UHKBPN Tahun Ajaran
2016”." (2017)
8. Utomo, Achmad Yoga Setyo, Hari Peni Julianti, and Dodik Pramono. Hubungan antara 4 pilar
pengelolaan diabetes melitus dengan keberhasilan pengelolaan diabetes melitus tipe 2. Diss.
Faculty of Medicine, 20112
9. Arsanamodaputu. Et.all. PanduanPengelolaanDislipidemia di Indonesia. Jakarta: PB
PERKENI
10. Fatimah, R. N. (2015) Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 5, 93-100.
11. Sudoyono, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V Hal 1777-
1778. Jakarta : Interna Publishing.
12. Soenarta, Arieska Ann. 2015. PEDOMAN TATALAKSANA HIPERTENSI PADA
PENYAKIT KARDIOVASKULAR Edisi 1 Hal 11. Jakarta : Perki

Anda mungkin juga menyukai