Anda di halaman 1dari 70

Skenario B Blok 24 Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk dan merangkak.

Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 4 kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram. Saat ini Athar baru bisa tengkurap bolak-balik di usianya ke-8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan sendiri, Athar belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil mama, papa, dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang. Pemeriksaan fisik: berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar. A. Klarifikasi Istilah Refleks Moro: Fleksi paha dan lutut bayi, jari-jari tangan membuka lebar kemudian mengepal disertai kedua lengan direntangkan kemudian ditarik ke dalam seperti hendak memeluk sesuatu; ditimbulkan oleh rangsangan yang tiba-tiba dan normal ditemukan pada bayi. Simian Crease: Hanya ada satu garis tangan yang terdapat pada palmar, normalnya berjumlah tiga buah garis. Grasping Reflex: Fleksi atau mengerutnya jari tangan atau ibu jari pada perangsangan telapak tangan atau telapak kaki, keadaan ini normal pada bayi. Refleks Tendon: Refleks yang ditimbulkan oleh ketukan tajam pada tendon atau otot ditempat yang tepat sehingga menghasilkan pengerutan segera otot tersebut, yang diikuti oleh kontraksinya. Orbital Hypertelorism: Peningkatan abnormal jarak interorbital Hipoplastic Nose: Keadaan dimana tulang hidung berukuran lebih kecil dari berbagai derajat. 1

Kekuatan lengan dan tungkai 4 (Hipotoni): Penurunan derajat kekuatan atau tegangan pada otot rangka menurun Macroglossy: Kelainan lidah berupa ukuran lidah yang lebih besar dari normal Telinga Kecil: Kelainan kongenital berupa malformasi daun telinga Leher Pendek: Ukuran leher yang lebih pendek dari biasanya atau perawakan leher yang terlihat pendek Gerakan tidak terkontrol: Kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.

Kejang: Serangan mendadak atau kekambuhan penyakit Lahir Spontan: Melahirkan anak secara pervaginam tanpa bantuan mekanik (dengan tenaga ibu sendiri)

B. Identifikasi Masalah Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk dan merangkak Riwayat Perkembangan: Saat ini Athar baru bisa tengkurap bolak-balik di usianya ke-8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan sendiri, Athar belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil mama, papa, dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang.. Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun Riwayat Kehamilan dan Kelahiran: Lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 4 kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram. Pemeriksaan fisik: berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai 2

dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar.

C. Analisis Masalah Masalah 1 1. Bagaimana perkembangan anak normal usia 0-15 bulan? Jawab: Usia 1 Bulan Motorik kasar: gerakan, tangan dan kaki masih dipengaruhi refleks Moro, berusaha mengangkat kepala ketika ditengkurapkan, kepala menoleh ke samping kanan dan kiri, berusaha memiringkan tubuh dari posisi telentang. - Motorik halus: tangan mulai mampu menggenggam walau sebentar, mengikuti benda yang bergerak di depan matanya walau sebentar. - Perkembangan sosial: menatap wajah ibu saat disusui, mulai merespons terhadap suara, mulai tersenyum atau tertawa tanpa suara. - Perkembangan bahasa: mengeluarkan bunyi uh dan ah yang lemah. Usia 2 Bulan Motorik kasar: mengangkat kepala lebih lama ketika ditengkurapkan, gerak tangan dan kakinya lebih halus, kepala menoleh ke kiri dan kanan. Motorik halus: genggaman tangan semakin baik, mulai senang memerhatkan tangan sendiri, memerhatikan gerakan benda yang berada agak jauh dari pandangannya. Perkembangan sosial: murah senyum dan tertawa. Perkembangan bahasa: mengeluarkan suara suara.

Usia 3 Bulan Motorik kasar: mengangkat kepala dan bau ketika ditengkurapkan, mulai belajar tengkurap sendiri. Motorik halus: genggaman tangan semakin erat, meraih benda. Perkembangan sosial: mengenali wajah dan aroma tubuh ibu/orang yang terdekat.

Perkembangan bahasa: berceloteh, memainkan ludah, mengenali suara orang terdekat.

Usia 4 Bulan Motorik kasar: kepala makin tegak, mulai tengkurap dan telentang sendiri. Motorik halus: meraih, menggapai, memegang mainan dengan kedua tangan. Perkembangan sosial: merespon ketika diajak bicara. Perkembangan bahasa: tertawa dan berceloteh makin keras. Pada usia ini biasanya juga mulai muncul gigi pertama. Usia 5 Bulan Motorik kasar: makin lancar tengkurap telentang. Motorik halus: mulai mampu membedakan warna-warna terang, bermain dengan kaki dan tangannya, mulai mengeksplorasi dengan mulut. Perkembangan sosial: mengenali namanya jika dipanggil, tertarik dengan suara atau bunyi-bunyian, terutama yang baru didengarnya. Usia 6 Bulan Motorik kasar: dapat didudukkan tanpa dipegang, berguling kesana kemari. Motorik halus: memasukkan segala sesuatu yang dipegangnya ke dalam mulut, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain. Perkembangan bahasa: menirukan suara-suara yang didengarnya, makin senang mendengar suara dan bunyi-bunyian. Usia 7 Bulan Motorik kasar: dapat didudukkan tanpa dipegangi, mulai posisi merangkak tetapi hanya bererak ke depan-belakang, merayap. Motorik halus: koordinasi tangan kanan dan kiri semakin baik. Perkembangan sosial: mulai menolak orang yang dianggapnya asing. Perkembangan bahasa: mengoceh seolah-olah seperti mengobrol. 4

Usia 8 Bulan Motorik kasar: mulai merangkak, duduk sendiri, berusaha berdiri sambil berpegangan. Motorik halus: menjimpit benda, menunjuk ke benda tertentu, mencari benda yang disembunyikan. Perkembangan bahasa: berbicara satu suku kata, seperti maaamaa, paa..paa. Usia 9 Bulan Motorik kasar: berdiri sambil berpegangan dan mencoba melangkah. Motorik halus: mampu minum dari gelas bermoncong, makan dengan tangan, memukul-mukulkan benda/mainan yang ia pegang. Perkembangan sosial: bermain ciluk ba, mengikuti permainan sederhana (main pok ame ame, dadaaah). Perkembangan bahasa: makin ramai mengoceh, menggabungkan dua suku kata (misalnya mamaaapaapaa) Usia 10 Bulan Motorik kasar: makin mahir merangkak, makin terampil berdiri. Motorik halus: melambaikan tangan (dadaaah), makin terampil menjimpit. Perkembangan sosial: memberi tanda untuk menunjukkan kemauannya. Perkembangan bahasa: memanggil ibu dan ayah dengan sebutannya masing-masing (misalnya mama, papa, atau yaaa). Usia 11 Bulan Motorik kasar: berdiri tanpa pegangan untuk beberapa saat, senang menjelajah dengan merangkak, mulai berjalan sambil dipegang (dititah). Motorik halus: memasukkan benda ke waduk, makan sendiri

menggunakan sendok. Perkembangan sosial: mulai mengerti larangan dan perintah sederhana, bermain kiss bye. 5

Usia 12 Bulan Motorik kasar: berjalan beberapa langkah atau lancar berjalan dengan berpegangan (dititah), menjelajah. Motorik halus: makin terampil memindahkan benda dari dan ke dalam wadah. Perkembangan sosial: mengikuti apa yang dilakukan orang lain, bermain dengan anak atau orang lain. Perkembangan bahasa: mengucapkan kata-kata lain selain yang biasa.

Usia 13-15 Bulan Berjalan, gemar mencorat-coret di mana-mana, dinding, berlagak seolah bisa lancar memegang buku, minum dari gelas, mampu menggabungkan dua kata.

2. Bagaimana etiologi dan mekanisme belum bisa duduk dan merangkak di usia 15 bulan? Jawab: Anak ini tidak bisa mencapai tahap perkembangan / milestone yang seharusnya sehinga ia mempunyai risiko GPN. Sebenarnya kecepatan perkembangan anak berbeda beda oleh karena itulah perlu dibedakan mana yang patologis mana yang fisiologis. Keterlambatan perkembangan motorik pada tahun pertama harus dipikirkan bila seorang bayi : 1. Tidak mau memegang atau mengenal benda yang diletakkan ditangannya saat usia 4 bulan 2. Tangan tetap terkepal erat sampai umur 4-5 bulan 3. Tetap bermain dengan jari sampai umur 6-7 bulan 4. Belum dapat mengontrol epalanya dengan baik pada umur 6-7 bulan 5. Belum dapat duduk tegak dilantai (5-10 menit) pada umur 10-12 Hal ini merupakan bagian dari gangguan perkembangan neurologis. Salah berdasarkan penyebabkanya faktor perkembangan terlambat atau gangguan perkembangan neurologis dibagi menjad faktor prenatal, perinatal dan post natal. Dari analisis kasus disimpulkan bahwa etiologi keterlambatan perkebangan global development delayed khususnya motorik kasar berupa 6

duduk dan merangkak akibat faktor prenatal yaitu defek genetic/kromosom berupa trisomi 21 aau sindrom down yang menyebabkan malformasi serebral. Perkembangan motorik kasar pada bayi mengalami beberapa tahapan yaitu : 1. Peningkatan tonus otot dan control kepala maksimal usai 3-4 bulan, 2.hilangnya reflex primitive pada usia 4-6 bulan 3. Duduk pada usia 6 bulan 4. Pola lokomotor pada usia 10 12 bulan. Mekanisme : Anak dengan down syndrome mengalami tonus yang rendah (hypotonus) membuat perkembangan motorik umum tertinggal dibandingkan bentuk perkembangan lain sehingga ia terlambat mencapai mile stone perkembangan motoriknya. Hal ini disebabkan karena beberapa gen di kromosom 21 seperti The COL 1 (VI) and 2 (VI) chains berlebihan pada anak dengan down syndrome dan terpisah dengan Col alfa 3 yang terletak di kromosom 2.. Gen ini berupa gen yang menyandi molekul kolagen tipe 4 (yang berperan dalam integritas otot rangka dan jantung) yang penting untuk menjaga integritas otot dan dibentuk oleh tiga rantai , alpha 1-3. Pada akhir tahun pertama, rata-rata bayi dengan down sindrom sudah mampu duduk sendiri tanpa bantuan. Bila ia ditempatkan di atas perutnya saat ini, ia berusaha dengan sangat aktif untuk merangakak, namun ia tidak membuat kemajuan apapun. Perkembangan motorik halus anak dengan down sindrom ini pada pertengahan tahun pertama sudah dapat meraih benda-benda di dalam mulutnya dan menggoyang-goyangkan benda.

3. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keterlambatan perkembangan? Jawab: Dari hasil penelitian I Gusti Ngurah Suwarba dkk, 2008 pasien keterlambatan perkembangan global laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yang dapat diidentifikasi etiologinya (63% berbanding 37%). Penemuan yang sama pada penelitian Sour dkk, 74% pasien keterlambatan perkembangan global laki-laki, dan etiologi yang dapat diidentifikasi 59% pada anak laki-laki dan 30% perempuan. Namun bagaimana hal ini dapat terjadi sampai saat ini belum dapat dijelaskan, diperkirakan karena kondisi faktor x-linked atau x-limited.

Masalah 2 1. Apa makna klinis dari riwayat perkembangan: Tengkurap bolak-balik usia 8 bulan Jawab: Menandakan adanya keterlambatan pada motorik kasar. Anak seharusnya sudah menunjukkan kemampuan tengkurap pada usia 6,5 bulan. Seharusnya anak dengan usia (8 bulan) ini sudah bisa berdiri sambil berpegangan.

Bisa meraih benda Jawab: Pada perkembangan normal,anak dapat meraih benda mulai pada umur 6 sampai 3 bulan. Pada kasus diketahui bahwa anak umur 15 bulan sudah dapat meraih benda yang mengartikan bahwa anak ini tidak megalami gangguan,namun diperlukan anamnesis serta pemeriksaan tambahan untuk menggali lebih lanjut.

Memegang mainan sendiri. Jawab: Mampu memegang mainan sendiri normal pada anak usia 15 bulan.

Belum bisa tepuk tangan Jawab: Gangguan mototrik kasar. Seharusnya anak sudah bisa bertepuk tangan sejak usia 8-9 bulan. Oleh karena Athar mengalami keterlambatan perkembangan akibat sindrom down akibatnya perkembangan ini terlambat dan Altar belum bisa bertepuk tangan. Sebenarnya control motorik anak dimulai dari otak, saraf dan otot. Pada anak dengan sindrom down mereka mengalami gangguan pada dua aspek yaitu otot dan otak. Gangguan oto berupa hipotonia sehingga mengganggu perkembangan dan juga gangguan sisitem saraf pusat (otak) [yang dibuktikan dengan lingkar kepala yang lebih kecil dari usia seharusnya (48 cm (mean)) sedangkan berdasarkan kurva Nellhaus Athar dibawah -2 SD] . Berdasarkan study 8

morphometric Down Syndrom didapatkan bahwa anak dengan DS memiliki jumlah neuron yang lebih sedikit ( 20-50%), densitas neural yang rendah, dan gangguan distribusi neuronal terutama pada lapisan korteks 1 dan IV. Secara mikroskopis Anak dengan DS mengalami

abnormalitas pada densitas sinaps, panjang sinaps dan contact zone . retardasi pertumbuhan otak, perkembangan terlambat dan disgenesis kortikal (cortex) diregulasi oleh kromosom 21 dan inilah yang bertanggung jawab terhadap keterlambatan dan abnormalitas dari anak SD.

Belum bisa memanggil mama, papa Jawab: Anak pada usia 6 bulan sudah bisa menyebutkan satu suku kata seperti ma, pa, da. Dan pada usia 10 bulan sudah bisa mengulang bunyi konsonan seperti mama, papa. Jadi pada kasus, Athar usia 15 bulan belum bisa memanggil mama papa mengindikasikan adanya gangguan bahasa dan bicara.

Menangis bila ingin sesuatu Jawab: Menandakan adanya gangguan pada perilaku sosial. Anak berusia 15 bulan seharusnya sudah memiliki kemampuan menunjukkan keinginan dengan menunjuk ke arah benda tersebut atau memeluk orang tua. Selain itu, kemungkinan anak ini mengalami gangguan pada bahasa sehingga ia sulit untuk mengungkapkannya.

Tidak ada riwayat kejang Jawab: Individu dengan sindrom Down memiliki tingkat lebih tinggi terkena kejang dibandingkan dengan populasi umum. Meskipun alasan untuk ini belum dijelaskan secara penuh, diduga bahwa individu dengan sindrom Down rentan terhadap serangan karena kelainan pada struktur atau fungsi otak.

Hubungan dengan kasus menyingkirkan penyebab kerusakan SSP pada kasus bukan karena kejang melainkan faktor penyebab lain tdk memperberat prognosis

Masalah 3 1. Bagaimana hubungan usia ibu dan jumlah paritas (anak ketiga) dengan keluhan Athar? Jawab: Down syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu yang berusia di atas 30 tahun. Kelainan ini merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh kelebihan kromosom x pada wanita (Irawan, 2009). Umur ibu mempengaruhi kemungkinan hamil bayi dengan sindrom Down. Pada ibu usia 20-24, kemungkinan merupakan pada 1562; pada usia 35-39 kemungkinan adalah satu di 214, dan di atas usia 45 kemungkinan adalah satu di 19.

Masalah 4 1. Apa makna klinis dari: Lahir spontan dengan bidan Jawab: Lahir spontan artinya bayi lahir cukup bulan dengan tenaga ibu sendiri, dari sini bisa dianalisis bahwa ridak ada faktor risiko kelahiran dengan alat bantu seperti forcep atau vacum sehingga penyebab kerusakan otak (down syndrome dan keterlambatan perkembangan) pada kasus ini bukan karena trauma mekanis saat lahir. Dari riwayat medis dan riwayat kelahiran secara keseluruhan maka dikatakan Altar lahir normal, artinya dari sini juga dapat menyingkiran DD penyebab keterlambatan perkembangan motorok Athar bukan karena faktor perinatal ( asfiksa, trauma lahir, BBLR, Infeksi).

10

Cukup bulan (39 minggu) Jawab: Anamnesis tentang riwayat kelahiran, dalam hal ini cukup bulan atau tidak, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan tumbuhkembang yang disebabkan oleh kelahiran prematur. Bayi prematur ada kecenderungan pertumbuhan lebih rendah dibanding bayi cukup bulan yaitu sekitar 30%. Dilaporkan pula gangguan fungsi kognitif dan fungsi psikomotorik pada bayi prematur lebih berat dibanding dengan bayi cukup bulan. Gangguan tumbuh-kembang pada bayi prematur antara lain dapat disebabkan karena adanya maturitas organ yang belum sempurna, asfiksia, atau karena trauma persalinan.

Menangis saat lahir Jawab: NORMAL, karena dapat membantu bayi dalam pernapasan dengan menggunakan paru-parunya, menangis saat dilahirkan juga membantu aktivitas dari anggota tubuh bayi itu sendiri. Karena saat menangis secara otomatis bayi tersebut akan bergerak. Hal ini juga menandakan tidak adanya asfiksia yang ditandai dengan hipoksia, iskemia, hiperkapnea dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis akibat komplikasi dari asfiksia tersebut.

BBL 3250 gram Jawab: Berat bayi normal baru lahir berkisar antar 2.500 g 4.000g . Pada kasus diperoleh data beratbayi baru lahir 3250 g yang berarti bayi lahir dengan berat badan normal.

Masalah 5 1. Apa makna klinis dari pemeriksaan fisik? Berat badan 7,8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak sadar.

11

Jawab: Menggunakan chart WHO


Pengukuran BB Hasil 7,8 kg Normal Interpretasi = below -2

BB ideal (menurut BB/U BB/U) = 10,3 kg BB ideal (menurut BB/PB) = 9,5 kg

underweight

PB

75 cm

PB ideal (menurut PB/U = median normal PB/U) = 75,8 cm

LK

41 cm

48 cm

Berdasarkan kurva Nelhauss lingkar kepala Athar terletak di bawah -2 SD yang

menunjukkan bahwa Athar mengalami microcephali Kesadaran Sadar Sadar Normal

Menggunakan chart Down Syndrome


Pengukuran BB Hasil 7,8 kg Normal BB ideal = 9 kg Normal = antara persentil 5 sampai 95 PB LK 75 cm 41 cm 43,9 cm Normal = +2 (-2) Kesadaran Sadar Sadar Normal Berada pada 0 (-2) SD Interpretasi Berada pada persentil 25-10

12

13

14

Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Jawab: Makna klinis : ciri-ciri di atas merupakan gambaran klinis pada sindrom Down dimana penderita memiliki paras seperti bangsa mongol. Jarak antara kedua mata jauh

15

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik titik Brushfield Hidung pesek Hidung yang rata disebabkan oleh hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006). Telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu telinga (William W. Hay Jr, 2002). Lidah terlihat selalu keluar dari mulut Leher pendek Kontak mata baik Mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003)

Dari penampilan fisiknya yang khas yaitu jarak kedua mata jauh, hidung pesek , telinga kecil, letak rendah, lidah makroglosia leher pendek dapat disimpulkan anak ini mengalami sindrom down. Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. 16

Kontak mata baik dan mau tersenyum kepada pemeriksa hal ini mengambarkan perkembangan anak dari aspek interaksi social nya. kontak mata anak seharusnya mucul sejak anak berusia 3 bulan,

sedangkan senyum diskriminatif timbul sejak usia anak 6 bulan, oleh karena itu anak ini jelas mengalami keterlambatan perkembangan dari aspek interaksi sosisalna juga. Seharusnya untuk usia 15 bulan seperti sekarang anak sudah bisa merespons dengan mengeluarkan / menyebut kata kata.

Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Jawab: Makna klinis dari menoleh ketika dipanggil namanya adalah normal, artinya athar mempunyai kemampuan sosialisasiyang baik. Dimana ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding Autis dan gangguan pendengaran. Makna klinis tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol adalah normal, menyingkirkan diagnosis banding berupa CP (cerebral palsi) diskinetik. Dimana tangan anak suka bergerak-gerak. Makna klinis Pada posisi tengkurap dapat mengangkan dan menahan kepala beberapa detik adalah tidak normal, bayi mulai bisa mengangkat kepala dan menahannya (merupakan gerakan motorik kasar bayi pada usia 3 bulan) beberapa detik pada usia 3 bulan, hal ini dapat disebabkan hipotoni yang dialami anak-anak dengan sindroma down

Refleks Moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Jawab: Refleks moro dan refleks menggenggam merupakan refleks primitif. Refleks moro muncul pada usia 2 bulan menghilang pada usia 4 bulan. Refleks menggenggam hilang jika bayi berusia 5 bulan. Pada 17

bayi ini (usia 15 bulan), refleks primitif sudah menghilang. Menyingkirkan adanya lesi pada sistem syaraf pusat. No 1. 2. Jenis Refleks Refleks Moro Refleks memegang (Grasp) Palmar Plantar 3. 4. 6. 7. 8. 9. Refleks Snout Refleks Tonic Neck Refleks Berjalan(stepping) Reaksi penempatan taktil (Placing Response) Refleks terjun (parachute) Refleks Landau Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir 6 bulan 9-10 bulan 3 bulan 5-6 bulan 12 bulan Seterusnya ada 21 bulan Usia Mulai Sejak lahir Usia Menghilang 6 bulan

Kekuatan lengan dan tungkai 4 menandakan dapat melawan gravitasi dengan tahanan sedang. Menandakan suatu kelemahan otot akibat hipotonus. 0 paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali 1 terlihat atau teraba ada gerakan kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama sekali. 2dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat dan tidak kuat menahan tahanan pemeriksa. 3dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahanan pemeriksa (dapat melawan gaya gravitasi) 4 dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tahanan secara simultan 5 normal

Refleks tendon menurun menandakan adanya penurunan tonus otot. Timbulnya refleks melibatkan syaraf dan regangan otot, apabila salah

18

satu mengalami gangguan akan menimbulkan penurunan pada proses refleks. Tungkai dan lengan lembek dan mudah ditekuk menandakan adanya hipotonus.

Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar. Jawab: Dari segi kedokteran, bayi yang dilahirkan dengan Down syndrome hampir semuanya mempunyai simian line. Simian line berarti hanya memiliki satu garis melintang pada telapak tangan .Beberapa kelainan kromosomal lainnya, seperti Aarskog syndrome, Turner syndrome, Klinefelter syndrome, juga menunjukkan ciri khas simian line ini. Ibu hamil yang terjangkit penyakit rubella (campak Jerman) pada tiga bulan pertama masa kehamilan, atau ibu hamil yang mengonsumsi alkohol, juga beresiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital yang diantaranya ditandai dengan palmar crease (istilah lain dari simian line). Simian line ini hanyalah satu dari gejala-gejala lain yang membawa dampak yang serius pada penyandangnya.Namun orang dengan simian line tak selalu mengindikasikan bahwa yang bersangkutan mempunyai cacat bawaan. Berdasarkan survei, 10 persen manusia mempunyai simian line pada salah satu telapak tangannya, dan 5 persen dengan simian line pada kedua telapak tangannya.

2. Bagaimana cara pemeriksaan: Refleks moro Jawab: Refleks ini timbul ketika si kecil terkejut, umumnya karena ia merasa akan jatuh atau karena ada suara yang sangat keras. Reaksi yang timbul setelah terkejut adalah membuka kedua lengan dan tungkainya dan kepala bergerak ke belakang. Terkadang tangannya menggapai benda-benda yang ada di dekatnya. Biasanya akan menangis terlebih dahulu saat dikejutkan. Refleks ini mulai menghilang antara usia 3-6 bulan.

19

Cara pemeriksaan : letakkan bayi di tempat tidur, fisioterapis lalu bertepuk tangan dengan suara yg sedikit keras, lalu perhatikan reaksi bayi, apakah reaksi moro muncul/tidak.

Interpretasi : 1. Reaksi positif adalah normal pada usia bayi 3-6 bulan 2. Reaksi positif setelah usia 6 bulan merupakan suatu indikasi ketelambatan refleksif kematangan. 3. Reaksi negative adalah normal setelah usia 6 bulan

Refleks menggenggam Jawab: Gasp reflex atau reflek menggenggam termasuk salah satu reflek primitive pada bayi baru lahir. Reflek menggenggam ini akan hilang saat bayi berusia 6-8 bulan. Reflek menggenggam dapat ditimbulkan dengan cara menggoreskan jari-jari pemeriksa pada permukaan telapak tangan bayi. Bayi akan menggenggam jari pemeriksa dan genggaman tersebut cukup erat sehingga dengan genggaman tersebut bayi dapat diangkat, bahkan pada bayi kurang bulan genggaman tersebut juga sudah cukup kuat.

20

Kekuatan lengan dan tungkai 4 Jawab: Pemeriksaan tonus atau kekuatan otot dengan cara menilai adanya kekuatan atau tonus otot dengan menilai pada bagian ekstermitas dengan cara memberi tahanan atau menggerakan bagian otot yang akan dinilai dengan ketentuan: Nilai Kekuatan otot (Tonus otot) 0 (0%) 1 (10%) Keterangan Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama sekali 2 (25%) Dapat menggerakan anggota gerak anggota gerak tetapi tidak kuat menahan berat dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan 3 (50%) Dapat menggerakan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi dapat menggerakan anggota badan untuk melawan tekanan pemeriksa 4 (75%) Dapat menggerakan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan secara ssrimulan 5 (100%) Normal

Refleks tendon Jawab: Refleks tendon / periosteum 21

Refleks Biceps (BPR) Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku Refleks Triceps (TPR) Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku Refleks Periosto radialis Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis Refleks Periostoulnaris Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus Refleks Patela (KPR) Cara : ketukan pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris Refleks Achilles (APR) Cara : ketukan pada tendon achilles Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius Refleks Klonus lutut Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung Refleks Klonus kaki Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung

22

Masalah 6 1. Bagaimana cara penegakan diagnosis? Jawab: Ketika mengamati balita memasuki ruang pemeriksaan bersama orang tuanya.sebenarnya kita sudah mulai mendeteksi tumbuh kembangnya. Dengan memperhatikan penampilan wajah,bentuk kepala,tinggi

badan,proporsi tubuh,pandangan matanya,suara , cara bicara,berjalan ,perilaku ,aktivitas dan interaksi dengan lingkungannya bisa didapatkan beberapa informasi penting berkaitandengan tumbuh kembangnya . Tetapi deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita sebaiknya dilakukan dengan anamnesis ,pemeriksaan fisik dan skrining perkembangan yang lebih sistematis agar lebih objektif.

Anamnesis Biasanya keluhan yang dilanturkan oleh orangtua pasien adalah adanya kecurigaan gangguan tumbuh kembang berupa adanya keterlambatan perkembangan seperti tidak bisa tengkurap,tidak bisa duduk,tidak bisa berdiri atau bicara,anaknya lebih pendek,memiliki karakteristik sindrom down ( microchephaly dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.,tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain.) . Namun tidak semua kecurigaan orang tua terbukti sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan skrining perkembangan untuk mebuktikan kecurigaan orang tua. Selanjutnya anamnesis dapat diarahkan untuk mecari faktor-faktor risiko atau etiologi gangguan tumbuh kembang yang disebabkan oleh faktor intrinsic pada balita seperti adanya retardasi pertumbuhan intra unterin, berat lahir

rendah,premturitad,infeksi intra uterin,gawat janin,asfiksia,perdarahan intra 23

kranial ,kejang neonatal, hiperbilirubinemia ,hipoglikemia,infeksi,kelainan kongenital,tempramen dll atau faktor lingkungan seperti faktor padaayah dan ibu ( umur,tinggi badan,anak dan jarak kehamilan,pengetahuan ,sikap dan ketrampilan ibu dalam mencukupi kebutuhan psikososial asuh,asih , asah , adanya penyakit keturunan , ppenyakit menular,riwayat pernikahan (terpaksa, tidak direstuim,single parent,perceraian dll), merokok, alcoholism, narkoba, pekerjaan/ penghasilan dll) ataupun gabungan keduanya.

Pemeriksaan fisik Mencatat tinggi badan secara periodik dan dilihat kurvanya, menimbang berat badan , mengukur lingkar kepala,melakukan pemeriksaan neurologis dasar ( pemeriksaan beberapa fungsi syaraf kranial,system motoric seperti kekuatan otot,tonus otot,reflex-refleks, system sensorik,cara berjalan dan lainya. Skrining perkembangan Merupakan prosedur yang relative cepat ,sederhana ,murah unutk populasi yang asimptomatik tetapi mempunyai risiko tinggi atau dicurigai mempunyai masalah.. Skrining perkembangan DENVER II Kuesioner Pra Skrining perkembangan (KPSP) Buku pedoman pembinaan perkembangan anak di keluarga Pediatric Syndrome Checklist (PSC) Checklist for autisim in toddlers ( CHAT)

Pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan neurologis ,radiologis, mata THT,psikiatri ,,psikologis,genetic (kromosom),endokrin Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain: 1. Pemeriksaan fisik penderita 2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan 24

bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%) 3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar) 4. ECG (terdapat kelainan jantung) 5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin terdapat ASD atau VSD. 6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat. 7. Penentuan aspek keturunan 8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas 9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan brachyaphalic sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua. Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas 25

2. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja kasus? Jawab: 1. Hipotiroidisme Kadang-kadang sulit dibedakan. Secara kasar dapat dilihat dari aktifitasnya, karena anak-anak dengan hipotiroidisme sangat lambat dan malas, sedangkan anak dengan sindrom down sangat aktif 2. Akondroplasia 3. Rakitis 4. Sindrom turner 5. Penyakit trisomi Penyakit angka kejadian kelainan Keterangan Prognosis Trisomi 21 (sindroma down 1 dari 700 bayi baru lahir kelebihan kromosom 21 perkembangan fisik & mental terganggu, ditemukan berbagai kelainan fisik biasanya bertahan sampai usia 30-40 tahun Trisomi 18 (sindroma edwards) 1 dari 3.000 bayi baru lahir kelebihan kromosom 18 kepala kecil, telinga terletak lebih rendah, celah bibir/celah 26

langit-langit, tidak memiliki ibu jari tangan, clubfeet, diantara jari tangan terdapat selaput, kelainan jantung & kelainan saluran kemih-kelamin jarang bertahan sampai lebih dari beberapa bulan; keterbelakangan mental yg terjadi sangat berat Trisomi 13 (sindroma patau) 1 dari 5.000 bayi baru lahir kelebihan kromosom 13 kelainan otak & mata yg berat, celah bibir/celah langitlangit, kelainan jantung, kelainan saluran kemih-kelamin & kelainan bentuk telinga yg bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun, kurang dari 20%; keterbelakangan mental yg terjadi sangat berat.

Diagnosis Kerja: Athar 15 bulan, mengalami GDD (Motorik kasar, halus, bahasa dan interaksi sosial) et cause Sindroma Down.

3. Apa etiologi dari kasus ini? Jawab: a. Genetik Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya

peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan down sindrom. b. Radiasi. Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi. c. Infeksi dan kelainan kehamilan.Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. d. Autoimun dan kelainan endokrin pada ibu. e. Umur ibu. Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahanhormonal yang dapat menyebabkan non dijunction pada kromosom.Perubahan 27

endokrin

seperti

meningkatnya

sekresi

androgen,

menurunnyakadar

hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik,perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH danFSH secara tibatiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainankehamilan juga berpengaruh. Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu yang hamil: - 20 tahun: 1 per 1,500 - 25 tahun: 1 per 1,300 - 30 tahun: 1 per 900 - 35 tahun: 1 per 350 - 40 tahun: 1 per 100 - 45 tahun: 1 per 30

f. Umur ayah g. Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus. 4. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini? Jawab: Perkiraan kejadian sindroma down adalah antara 1 dalam 100.000 sampai 1 dalam 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 3.000 sampai 5.000 anak lahir dengan kelainan kromosom ini dan diyakini ada sekitar 250.000 keluarga di Amerika Serikat yang terkena sindroma down. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Sindroma down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.

28

5. Apa saja faktor risiko kasus ini? Jawab: Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan Sindrom Down. Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu yang hamil: - 20 tahun: 1 per 1,500 - 25 tahun: 1 per 1,300 - 30 tahun: 1 per 900 - 35 tahun: 1 per 350 - 40 tahun: 1 per 100 - 45 tahun: 1 per 30

6. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini? Jawab: Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jarijarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. 29

Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

7. Bagaimana patofisiologi kasus ini? Jawab: Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat

menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008). Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi 30

kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006). Anak anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti (Lange BJ,1998).

Temuan Fisik Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down mempunyai ciri ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%) (Brunner, 2007). Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren (Am J., 2009). Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi. (Mao R., 2003). Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan 31

menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003) Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak anak sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang orang lanjut usia (Am J., 2009). Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris (John A. 2000). Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus (Schlote, 2006). Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006). Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas (Selikowitz, Mark., 1997). Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu telinga (William W. Hay Jr, 2002).

32

8. Bagaimana tatalaksana kasus ini? Jawab: Bila jaringan otak mengalami kerusakan, akan terjadi plastisitas yaitu kemampuan susunan saraf untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan atau kerusakan yang disebabkan faktor internal maupun eksternal. Sehubungan degan plastisitas tersebut, stimulai sedini mungkin akan merangsang pertumbuhan saraf menjadi lebih fungsonal dan kompleks. Adanya sifat kompetitif dari sel sel dan plastisitas otak menyebbakan pentingnya deteksi dan stimulasi dini. 1. Edukasi Kepada orang tua harus dielaskan bahawa sindrom down ini berupa penyakit yang berhubungan dengan gen yang saat ini belum bisa di sembuhkan, maka tujuan penatalaksanaan nya adalah untuk memperbaiki kualitas hidup anak. Anak bisa dirangsang perkembangannya dengan memasukkannya ke sekolah khusus. Edukasi bagi orang tua mencakup : a. Menjaga kesehatan Seperti semua anak, anak-anak dengan down sindrom ini memperoleh manfaat dari cara hidup yang sehat. Hal ini mencakup hidup dalam lingkungan keluarga yang penuh perhatian, makan dengan menu yang seimbang, udara segar yang cukup serta latihan jasmani. Pemeriksaan rutin tersebut seperti pemeriksaan bayi baru lahir, uji penglihatan, uji pendengaran, sinar-x leher, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, pemeriksan gigi, imunisasi dan lainnya (Selikowitz, 2001) b. Memodifikasi perilaku Modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk pengajaran, yang diterapkankepada anak dengan down sindrom pada situasi-situasi dimana penjelasan saja tidak berhasil. Salah satu cara untuk mendorong perilaku yang baik adalahmempertunjukkan perilaku tersebut kepada anak dengan harapan ia akan menirunya. anak down sindrom meniru orang tua yang ia identifikasi lebih kuatdan orang tua harus memanfaatkan hal ini.cara lain untuk mendorong perilakubaik adalah menempatkan sang anak dalam suatu posisisi yang akan memudahkanterjadinya perilaku tersebut. Seperti, latihan

menggunakan pispot. Sebuh teknik lain yaitu memberikan instruksi 33

pada anak dan bentuk instruksi tersebut haruslahpendek dan mudah di mengerti oleh anak (Selikowitz, 2001) c. Membawa anak ke pusat perkembangan Sebagai orang tua dari anak dengan anak down sindrom, orang tuamempunyai kebutuhan khusus yang lebih. Penting untuk

mengetahui bagaimana dapat memperoleh berbagai pelayanan yang tersedia bagi anak. Berbagaipelayanan terus-menerus berubah, dan sulit untuk mengikuti perkembangan nyaorang tua perlu membuka mata mata dan berbicara denganorang tua lainnya. Orang tua biasanya mengatur suatu kunjungan ke pusatper kembangan anak pada enam bulan pertama kehidupan anak.pusat ini akan memberikan penilaian yang luas atas kemampuan dan kebutuhan anak. d. Mengajarkan anak Anak dengan down sindrom perlu diajarkan banyak keterampilan sehari-hari dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk

mempraktekkannya.

2. Terapi Rehabilitasi Medik Karena pada anak ini terdapat keterlambatan perkembangan pada aspek motorik kasar, motorik hals, bahasa dan interaksi social maka dapat dikatakan ia mengalami Global Developmenta Delayed. Tatalaksana atau terapi ini disesuaikan dengan aspek yang terganggu. Jenis-jenis terapi yang dibutuhkan anak down sindrom adalah seperti Terapi Fisik (Physio Theraphy), Biasanya terapi inilah yang diperlukan pertamakali bagi anak down sindrom dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yanglemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa berjalan dengan cara yang benar. Fisioterapi merupakan salah satu jenis layanan terapi fisik yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak. Fisioterapi membantu anak mengembangkan kemampuan motorik kasar. Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh 34

yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat, jongkok, dst Layanan fisioterapi juga bertujuan untuk membantu seseorang yang mengalami gangguan fisik untuk memperbaiki gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot (KO) agar dapat berfungsi seperti semula. Terapi Wicara yaitu, Suatu terapi yang di perlukan untuk anak down sindrom yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata. Terapi Okupasi Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat melakukan kegiatan keseharian, aktifitas produktifitas dan pemanfaatan waktu luang. Terapi okupasi terpusat pada pendekatan sensori atau motorik atau kombinasinya untuk memperbaiki kemampuan anak untuk merasakan sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan. Terapi juga meliputi permainan dan keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif dan mengikuti arah. Terapi Remedial, Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahanpelajaran dari sekolah biasa. Terapi Sensori Integrasi, Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak down sindrom yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. Sensori integrasi berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah. Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat. Terapi sensori integrasi meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.

35

Aktivitas sensori integrasi merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks , dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy), Mengajarkan anak down sindrom yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat . Terapi ADL. Salah satu bentuk layanan terapi yang membantu anak-anak untuk dapat melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian, bersepatu, bersisir, mandi, aktifitas toileting, dst secara mandiri. Layanan terapi ADL ini pada umumnya diberikan oleh seorang Okupasi Terapis. Layanan terapi ini dapat diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus sehingga anak dapat mandiri dalam kesehariannya.

3. Gizi Pemberian makanan pada anak down syndrome memang sering menjadi masalah bagi para ibu. Sangat di akui bahwa pemberian makanan pada anak down syndrome bukanlah pekerjaan yang mudah, kesulitan ibu untuk menemukan makanan yang sesuai untuk anak down syndrome yang mana anak down syndrome seharusnya mengurangi dari konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat. makanan yang mengandung glukosa dan zat pengawet, makanan yang pedas dan biasanya mereka memakan makanan yang mengandung glukosa dan karbohidrat. Diet tinggi protein. Pada umumnya anak penderita down syndrome sangat sering mengalami gangguan pencernaan, sulit buang air besar (konstipasi, seliak, dan sariawan kemudian ditambah dengan konsumsi makanannya yang tidak baik sehingga ditakutkan anak akan mengalami gangguan kesehatan yang fatal yang lainnya.

36

9. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan pada kasus ini? Jawab: Anak-anak dengan sindroma Down dapat memiliki berbagai komplikasi, beberapa di antaranya akan semakin menonjol ketika usia mereka bertambah, termasuk: Kelainan jantung Sekitar separuh anak-anak dengan sindroma Down dilahirkan dengan beberapa jenis kelainan pada jantung. Masalah jantung ini dapat mengancam jiwa dan mungkin memerlukan pembedahan pada awal masa bayi. Leukemia Anak-anak dengan sindroma Down lebih berisiko untuk menderita leukemia daripada anak-anak lain. Penyakit infeksi Karena kelainan pada sistem kekebalan tubuh mereka, orang-orang dengan sindroma Down jauh lebih rentan terhadap penyakit menular, seperti pneumonia. Demensia Kemudian dalam kehidupan, orang dengan sindroma Down memiliki risiko sangat meningkat untuk mengalami demensia. Tanda dan gejala demensia sering muncul sebelum usia 40 pada orang dengan sindroma Down. Mereka yang memiliki demensia juga memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk kejang. Sleep apnea Karena jaringan lunak dan perubahan tulang yang mengarah pada obstruksi saluran pernapasan mereka, anak-anak dengan sindroma Down memiliki resiko lebih besar untuk mengalami apnea akibat obstruksi saat tidur. Obesitas Orang dengan sindroma Down memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi gemuk daripada populasi umum. Masalah lain

37

Sindroma Down juga dapat berhubungan dengan kondisi kesehatan lainnya, termasuk penyumbatan gastrointestinal, masalah tiroid,

menopause dini, kejang, gangguan pendengaran, penuaan dini, masalah tulang dan penglihatan yang buruk.

10. Bagaimana pencegahan kasus ini? Jawab:

Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu. Skrining Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American College of Nurse-Midwives, 2005). Pada 38

sonogram,

tehnik

pemeriksaan

yang

digunakan

adalah

Nuchal

Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American College of

NurseMidwives, 2005). Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011). Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan. Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi (Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).

11. Bagaimana prognosis kasus ini? Jawab: Harapan hidup untuk anak yang menderita sindrom down telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir tetapi tetap lebih rendah dibandingkan populasi umum.Lebih dari 80% bertahan sampai 30 tahun dan diatas 30 tahun.

Dubia ad bonam 39

12. Bagaimana SKDI kasus ini? Jawab: Sindroma Down: 2 Keterampilan: Penilaian status gizi (termasuk pemeriksaan antropometri) : 4A Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak (termasuk penilaian motorik halus dan kasar, psikososial, bahasa) Tatalaksana gizi buruk : 4A : 4A

Tingkat keterampilan 4: Mampu melakukan secara mandiri Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb. 4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

Hipotesis Athar anak laki-laki usia 15 bulan mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (motorik kasar, halus, bahasa, interaksi sosial) et causa sindroma down dengan status gizi kurang.

40

D. Learning Issue

Pertumbuhan dan Perkembangan (Gangguan Perkembangan Motorik)


Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan (development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003). Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0 1 tahun, dan masa pubertas. Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan

berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi, namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya. Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam 41

kandungan. Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak lakilaki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi dua faktor tersebut. Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh lebih cepat. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down. Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi. Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi. Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat 42

mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dlam mencapai perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan. Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet, sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah. Perkembangan otak bersama tulang-tulang yang melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak bayi yang baru dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak dewasa pada umur 2 tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95% berat otak dewasa. Pertumbuhan jaringan limfoid agak berbeda dengan dari bagian tubuh lainnya, pertumbuhan mencapai maksimum sebelum remaja kemudian menurun hingga mencapai ukuran dewasa. Sedangkan organ-organ reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri, yaitu pertumbuhan lambat pada usia pra remaja, kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada usia remaja. (Tanuwijaya, 2003; Meadow & Newell, 2002; Cameron, 2002 ). Perbedaan empat pola pertumbuhan tersebut tergambar dalam kurva di bawah ini. Usia dini merupakan fase awal perkembangan anak yang akan menentukan perkembangan pada fase selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal terbagi menjadi 4 aspek kemampuan fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara dan bahasa, serta sosial emosi dan perilaku. Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat mempengaruhi perkembangan aspek yang lain. Kemajuan perkembangan anak mengikuti suatu pola yang teratur dan mempunyai variasi pola batas pencapaian dan kecepatan. Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan kemampuan harus dicapai pada usia tertentu. Batas ini menjadi penting dalam penilaian perkembangan, apabila anak gagal mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian yang lebih terperinci dan intervensi yang tepat. Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara

43

komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997). Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri. Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan. Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra (2003) macammacam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah: 1) Pengukuran Berat Badan (BB) Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi penyimpangan. 2) Pengukuran Tinggi Badan (TB) Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan tinggi badan. 3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA) PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat. Pengukuran dilakukan pada 44

diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran sebagai standar. Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang sama. Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat. DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis, namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur. Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang Ilmu Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan duduk, jalan, dan gerakangerakan umum otot besar. Selain keempat sektor tersebut, itu perilaku anak juga dinilai secara umum untuk memperoleh taksiran kasar bagaimana seorang anak menggunakan kemampuannya. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku. 1. Gangguan Pertumbuhan Fisik 45

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media. 2. Gangguan perkembangan motorik Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu 46

didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik. 3. Gangguan perkembangan bahasa Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003). 4. Gangguan Emosi dan Perilaku Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompatlompat, atau mengamuk tanpa sebab.

47

Sindroma Down
John Langdon adalah seorang dokter dari Iggris yang pertama sekali menggambarkan kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Tapi sebelumnya Esquirol pada tahun 1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yng mempunyai tandatanda mirip dengan sindrom Down. Sumbangan Down yang terbesar adalah kemampuannya untuk mengenali karakteristik fisik yang spesifik dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan anak yang normal. Karena matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu disebut juga sebagai Mongoloid, tetapi sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa. Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.

EPIDEMIOLOGI Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran hidup, di mana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur di atas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.

ETIOLOGI Sindrom down disebabkan oleh berikut 3 varian cytogenic: 1. Trisomi 21 2. Translokasi kromosom 3. Mosaicism Sebuah trisomi 21 hasil dari nondisjunction selama meiosis di salah satu orang tua. Kejadian ini berkorelasi dengan ibu dan ayah dengan lanjut usia. Kesalahan yang paling umum adalah nondisjunction ibu di pembelahan meiosis pertama, dengan I kesalahan meiosis 48

terjadi 3 kali sesering meiosis II kesalahan. Kasus-kasus yang tersisa berasal dari ayah, dan meiosis II kesalahan mendominasi. Ibu lanjut usia tetap satu-satunya terdokumentasi dengan faktor risiko untuk nondisjunction meiosis ibu. Namun, pemahaman tentang mekanisme dasar di balik efek ibu yang lanjut usia kurang diketahui. Faktor risiko umur ibu adalah sebagai berikut: Dengan usia ibu 35 tahun, resikonya adalah 1 dalam 385 Dengan usia ibu 40 tahun, resikonya adalah 1 dalam 106 Dengan usia ibu 45 tahun, resikonya adalah 1 dalam 30 Translokasi terjadi ketika materi genetik dari kromosom 21 menjadi melekat pada kromosom lain, mengakibatkan 46 kromosom dengan 1 kromosom memiliki bahan tambahan dari kromosom 21 melekat. Ini dapat terjadi de novo atau ditularkan oleh salah satu orang tua. Translokasi biasanya dari jenis fusi sentris. Mereka sering melibatkan kromosom 14 (14/21 translokasi), kromosom 21 (21/21 translokasi), atau kromosom 22 (22/21 translokasi). Mosaicism dianggap sebagai peristiwa postzygotic (yaitu satu yang terjadi setelah pembuahan). Sebagian besar kasus terjadi akibat zigot trisomi dengan hilangnya mitosis dari satu kromosom. Akibatnya, 2 baris sel ditemukan: satu dengan trisomi 21 dan yang lainnya dengan kariotipe normal. Temuan ini menyebabkan variabilitas fenotipik yang besar, mulai dari mendekati normal dengan klasik trisomi 21 fenotipe. Studi sitogenetika dan molekuler menunjukkan bahwa dup 21 (q22.1-22.2) cukup untuk menyebabkan sindrom Down. Down syndrome critical region (DSCR) mengandung gen dengan kode untuk enzim, seperti superoksida dismutase 1 (SOD1), cystathionine betasynthase (CBS), glycinamide ribonucleotide synthase-aminoimidazole ribonucleotide synthase-glycinamide formil transferase (GARS-mengudara-GART).

FAKTOR RISIKO Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang penelitian lebih dipusatkan pada kejadian nondisjunction sebagai penyebabnya, yaitu : 1. Genetik Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non-disjunction. Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down. 49

2. Radiasi Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunction pada sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom. 3. Infeksi Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya non-disjunction. 4. Autoimun Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu yang kontrolnya sama. 5. Umur ibu Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan :non-disjunction pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum menopause dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya non-disjunction. 6. Umur ayah Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh umur dari ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Faktor lain sperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.

50

PATOFISIOLOGI Pada kromosom 21 hampir mempengaruhi semua sistem organ dan hasil dalam spektrum yang luas dari konsekuensi fenotipik. Ini termasuk komplikasi yang mengancam jiwa, perubahan klinis yang signifikan (misalnya retardasi mental) dan ciri-ciri fisik

dismorfik. Sindrom down prenatal mengalami kelangsungan hidup menurun dan meningkatkan prenatal dan postnatal pada morbiditas. Anak dengan sindrom down mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, pematangan, perkembangan tulang dan erupsi gigi. Dua hipotesis yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan mekanisme kerja gen dalam sindrom down yaitu ketidakstabilan perkembangan ( misalnya, kehilangan keseimbangan kromosom) dan apa yang disebut efek gen-dosis. Menurut hipotesis efek gendosis, gen yang terletak pada kromosom 21 telah diekspresikan dalam sel dan jaringan pasien sindrom down dan ini memberikan kontribusi untuk kelainan fenotipik. Salinan tambahan bagian proksimal 21q22.3 tampak berakibat pada fenotip fisik yang khas, yang meliputi hal-hal berikut: 1. Keterbelakangan mental Kebanyakan pasien dengan sindrom down memiliki beberapa tingkat kerusakan kognitif, mulai dari yang ringan (intelligence quotient [IQ] 50-75) untuk penurunan berat (IQ 20-35); pasien menunjukkan keterlambatan motorik dan bahasa selama masa kanak-kanak 2. Fitur wajah karakteristik 3. Anomali tangan 4. Cacat jantung bawaan Hampir setengah dari pasien sindrom down memiliki penyakit jantung bawaan, termasuk defek septum ventrikel dan cacat kanal atrioventrikular.

Fungsi fisiologis yang abnormal mempengaruhi metabolisme tiroid dan malabsorpsi usus. Pasien dengan trisomi 21 memiliki peningkatan risiko obesitas. Sering mengalami infeksi yang mungkin karena gangguan respon imun dan kejadian autoimunitas, termasuk hipotiroidisme dan Hashimoto tiroiditis jarang terjadi. The American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) telah menerbitkan pedoman yang bersangkutan pada skrining untuk kelainan kromosom janin.

51

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis yang paling mencolok pada neonatus adalah hipotonia. Meskipun diagnosis biasanya dapat ditegakkan pada saat neonatus, namun dapat juga terlewatkan bila bayi tersebut sangat prematur atau penampakan wajahnya tertutup alat-alat ventilator. Pada bayi dan anak-anak yang lebih besar, gambaran klinis yang paling khas adalah fisura

palpebra miring ke arah atas dan lidah yang menjulur, garis tangan yang tunggal, perawakan sedikit pendek, dan gangguan perkembangan yang ringan sampai sedang. Nilai IQ berkisar dari 25-70 dan keterampilan sosialnya seringkali melampaui parameter intelektual yang lain. Anak dengan sindrom Down biasanya gembira dan sangat penyayang. Harapan hidup penderita sindrom Down meningkat secara dramatis akibat semkain banyaknya antibiotik yang dapat digunakan dan adanya perkembangan yang pesat pada bedah jantung. Sekitar 15-20% anak-anak dengan sindrom Down meninggal sebelum usia 5 tahun, biasanya akibat penyakit jantung bawaan yang berat dan tidak dapat dioperasi. Sisanya memiliki angka kelangsungan hidup yang baik, hingga mencapai usia dewasa. Menjelang usia 40 tahun mengalami Alzheimer mungkin akibat langsung dari pengaruh suatu dosis gen, karena gen yang mengode protein amiloid yang tampaknya menyebabkan penyakit Alzheimer terletak di kromosom 21.
Gambaran Klinis Sindrom Down Umum Hipotonia neonatal Retardasi mental ringan sampai sedang Perawakan pendek Daerah Kepala dan Wajah Brakisefali Lipatan-lipatan epikantus Lidah menjulur Telinga kecil Fisura palpebra miring ke arah atas Strabismus dan atau nistagmus Insidens leukimia meningkat (1%) Anggota Badan Klinodaktili pada jari ke-5 Garis tangan tunggal Celah yang lebar antara jari kaki pertama dan kedua Lain-lain Penyakit jantung bawaan (40%) contoh: common atrio-ventricular canal, ASD, PDA, VSD, Tertralogi Fallot Atresia anus Atresia duodenum

52

PENATALAKSANAAN 1. Penanganan Secara Medis Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan di mana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal: 1. Pendengarannya 70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes pendengarannya secara berkala oleh ahli THT. 2. Penyakit jantung bawaan 30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak. 3. Penglihatannya Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata. 4. Nutrisi Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya, ada juga kasus justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga diperlukan kerja sama dengan ahli gizi. 5. Kelainan tulang Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down yang mencakup dislokasi patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila kelainan yang terakhir ini samapi menimbulkan depresi medula spinalis atau apabila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis. 6. Lain-lain Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya meliputi masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.

Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan bidang bilogi molekuler maka memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetik yang mendasari sindrom Down.

53

2. Pendidikan Ternyata anak denagn sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program intervensi dini, Taman kanak-kanak, dan mulai pendidikan khusus yang positif akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.

a. Intervensi dini Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, belajar buang air besar atau kecil, mandi, berpakaian, akan memberi kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.

b. Taman bermain/ Taman kanak-kanak Taman bermain/taman kanak-kanak juga mempunyai peranan yang cukup penting pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan bergaul dengan lingkungan diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia yang luas.

c. Pendidikan khusus (SLB-C) Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom Down akan membantu anak melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Lingkungan sekolah memberikan anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik, akademis, dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberi kesempatan anak untuk menjalin 54

hubungan persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif. Kebanyakan anak dengan sindrom Down adalah mampu di didik. Selama dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik dan menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan mengerti mana yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul dengan masyarakat. Banyak masyarakat yang menerima anak dengan sindrom Down dengan apa adanya.

d. Penyuluhan pada Orang tuanya Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orang tua selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan pertama kali, reaksi orang tua sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena pada waktu itu mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar. Dokter hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu memberi penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling meberikan dukungan. Dokter harus menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang sama dengan anak normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua. Pertemuan lanjutan perlu dilakukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu yang diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orang tua tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anaknya. Orang tua harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh kembangnya. Orang tua harus diberi tahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa kromosom, harus dijelaskan dengan istilah yang sederhana. Informasi juga menyangkut tentang resiko terhadap kehamilan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah menekankan bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan dalam kasus ini. Akibat terhadap kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya mungkin pula akan muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua tidak mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota keluarga lainnya. Untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka tentang masalah ini. Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua penderita, tetapi ketidak terbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang tidak mungkin dari orang 55

tuanya. Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak dengan sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari orang yang senasib biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektik. Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.

PENCEGAHAN Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagianjanin pd plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu. Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

Pemeriksaan fisik penderita Pemeriksaan kromosom Ultrasonografi (USG) Ekokardiogram (ECG) Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

56

PROGNOSIS Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada jenis komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan leukemia) dari masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara signifikan juga dapat bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down syndrome bertahan hidup hingga dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang baru lahir dengan down syndrome lebih baik daripada sebelumnya. Karena pengobatan medis yang semakin modern, dengan menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk mengobati cacat jantung dan duodenum atresia, harapan hidup mereka telah meningkat pesat. Masyarakat dan dukungan keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki hubungan yang berarti, serta dengan adanya program-program pendidikan, dapat membantu penderita down syndrome untuk lebih survive, sehingga mereka pun dapat bekerja.

Gizi Kurang
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan kualitas hidup.Untuk itu program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Deddy Muchtadi, 2002:95).Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat (Almatsier, 2001:3).Sedangkan menurut Suhardjo, dkk (2003:256) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan.Deswarni Idrus dan Gatot Kusnanto (1990:19-24), mengungkapkan bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi. Istilah-istilah tersebut adalah : a. Gizi, adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan unruk mempertahankan kehdupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi b. Keadaan gizi, adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersdianya zat gizi dalam seluler tubuh c. Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk malnutrisi diantaranya adalah : (1) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan secara 57

relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific deficiency, kekurangan zat gizi tertentu, (3) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untukperiode tertentu, (4) Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein), (5) Kurang energi protein (KEP), adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila berat badan kurang dari 80% berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS. Status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, Bachyar Bakri, dkk (2002:1) mengatakan bahwa meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana alam, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Karenanya, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memproleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya, dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Daly Davis dan Robertson (1979) dalam buku Supriasa (2002:14) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu, konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan. Faktor yangmempengaruhi keadaan gizi model

58

Daly dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan.Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan. Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang. Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat.Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian. Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap proses 59

tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan berdampak pada produktivitas suatu bangsa. Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi.Di satu sisi, daerah yang mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang. Organisasi pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia terdapat sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 % dari jumlah anak Indonesia. Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada data resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka obesitas yang cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau sekitar 9,8 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta penduduk (17,5%) yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami obesitas. Lebih menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi. Sekalipun keadaan undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan baik karena masalah produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak jarang undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian makanan ataupun jenis makanan yang diberikan.Akibatnya anak tidak mendapatkan asupan yang memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya.Hal yang serupa juga terjadi pada masalah overnutrisi di mana, asupan yang didapatkan tidak semata-mata dalam jumlah yang banyak saja tetapi juga memiliki kandungan gizi yang nilai kalorinya terlalu tinggi.Sepintas, dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini mungkin berpangkal pada pengetahuan yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat. Oleh karenanya, edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat tentang pemenuhan gizi akan menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya undernutrisi maupun overnutrisi. 1. Konsep Malnutrisi a. Definisi Malnutrisi

60

Malnutrisi (mal: salah, nutrisi: gizi) Merupakan istilah umum dari kelainan-kelainan yang disebabkan karena gangguan gizi. Dapat berupa suatu kekurangan ataupun kelebihan dari salah satu nutrient (bahan makanan). b. Pengelompokan Malnutrisi i. Malnutrisi jenis bahan yang kurang Kelompok KEP yaitu kurang energi protein. Ada 3 jenis: kwasiorkor, marasmik, marasmik kwashiorkor ii. Kelompok kekurangan vitamin/mineral 1. Anemi kekurangan zat besi 2. Defisiensi vitamin A 3. Penyakit gondok endemic 4. Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, rickets iii. Menurut derajat tingkatan keadaan gizi 1. Gizi lebih 2. Gizi baik 3. Gizi kurang 4. Gizi buruk iv. Menurut sebab terjadinya malnutrisi 1. Primary malnutrition Terjadi karena makanan yg dimakan (intake) tidak cukup / berlebihan 2. Secondary malnutrition Terjadi meskipun makanan yg dimakan sudah cukup untuk kebutuhannya karena sebab lain, misal karena kebutuhan meningkat, gangguan absorbs 2. Terdapat 3 Jebakan kondisi Masyarakat di Pedesaan a. Adat dan Budaya yang masih kuat Budaya yang turun temurun masih menjadi kiblat atau panutan bagi masyarakatnya seperti: memberi makan bayi yang masih baru lahir (di lothek). Atau anak-anak tidak boleh makan daging karena bisa menyebabkan kecacingan. (pantang terhadap makanan tertentu). Perbedaan gender : seperti laki-laki sebagai tulang punggung keluarga / kepala keluarga. Sedangkan perempuan : mengurus anak di rumah. Dampak : kebutuhan nutrisi diutamakan untuk ayah yang bekerja setelah itu baru anak-anak kemudian yang terakhir baru ibu. Sehingga anak-anak dan perempuan rentan terhadap kekurangan pangan 61

b. Sosial Ekonomi Umumnya bekerja sesuai kondisi tempat tinggal seperti: petani, nelayan. Dampak : pada musim kemarau terjadi kekeringan sehingga tidak ada air, tidak bisa bercocok tanam sehingga kesulitan pangan. Pada musim penghujan timbul banjir sehingga banyak sawah terendam dan gagal panen serta kesulitan pangan Keadaan keuangan yang kurang mencukupi untuk satu keluarga sehingga anggota keluarga tidak cukup mendapatkan jatah makanan. c. Geografis Kondisi alam di pegunungan, laut, pulau terpencil sehingga jauh dari fasilitas kesehatan, jauh dari perkotaan. Dampak: terjadi kesulitan dalam transportasi pengiriman bantuan serta kekurangan pengetahuan tentang nilai gizi / nutrisi untuk anak sehingga mudah terkena malnutrisi. 3. Penyebab Malnutrisi Penyebab langsung : a. Kekurangan konsumsi zat gizi protein / kalori secara kualitatif / kuantitatif. b. Proses infeksi, baik infeksi saluran pencernaan, pernapasan/penyakit lain yg trjadi. Penyebab tidak langsung: a. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat. b. Cara memperkenalkan makanan bayi yang salah pada tahun pertama kehidupan balita, sehingga anak tidak mau makan dan akhirnya terjadi malnutrisi. c. Pemberian makanan terlalu dini, sehingga menyebabkan anak marasmus/kurang kalori. Hal ini disebabkan antara lain: usia penyapihan terlalu dini, kurang dari 2 tahun, susu buatan yang overdilusi (kelebihan proporsi air daripada susunya) serta kurangnya perawatan terhadap botol susu/sterilisasi kurang. d. Masalah gizi musiman (seasonal variation), artinya pada musim paceklik, banyak balita kurang makan dan kurang kalori. Akan tetapi pada musim panen, masalah kurang makan ini hilang. e. Kelaparan, khususnya akibat panen yang gagal. f. Kemiskinan, khususnya pada daerah-daerah yang kebutuhan keluarganya sangat tergantung dari pendapatan pekerjaan yang mereka tekuni. 4. Tanda-tanda anak marasmus (kurang kalori) : a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan pantat keriput. 62

b. Wajah seperti orang tua (monkey face). c. Kulit keriput,kering,jaringan lemak sub kutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada. d. Rambut tipis, kemerahan, dan mudah dicabut. e. Anak cengeng dan rewel. f. Sering disertai diare kronik atau konstipasi serta penyakit kronik. g. Tekanan darah, denyut jantung dan pernapasan berkurang. 5. Tanda-tanda anak kwashiorkor (kurang protein) : a. Bengkak (oedema) hampir di seluruh tubuh, terutama punggung dan kaki (dorsum pedis). b. Wajah bulat dan sembab (moon face). c. Mata kuyu dan sayu. d. Rambut tipis, jarang, dan mudah dicabut. e. Terdapat bercak merah-hitam pada kulit, kadang terkelupas (crazy pavement dermatosis). f. Cengeng, rewel, dan apatis. g. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus. h. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia). i. Pembesaran hati. j. Sering disertai infeksi, anemi, dan diare. 6. Tanda-tanda anak marasmus-kwashiorkor Tanda-tanda marasmic-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.(Depkes RI, 1999). 7. Indeks Pengukuran Indeks BB/U dengan standar Harvard dan klasifikasi Gomez, sebagai berikut: a. Normal : 90% b. Ringan : 75 - < style="color: rgb(0, 204, 204);"> 8. Proses Terjadinya Malnutrisi GIZI buruk adalah Kondisi tubuh yang tampak sangat kurus karena makanan yang dimakan setiap hari tidak dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama kalori dan protein. Tanda awal gizi buruk: berat badan anak, letak titiknya dalam KMS, jauh berada di bawah garis merah (BGM). Bila hal ini tidak segera ditangani maka akan terjadi KEP. Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. 63

Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita.Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah. 9. Hubungan KEP dengan Tingkat Imunitas KEP Dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terhimpit kemiskinan. Anak menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang.Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi.Hal itu dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi.Anak orang yang berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk yang akhirnya bisa menjadi KEP. Setiap individu tidak akan memiliki metabolisme yang normal apabila kebutuhan kalori (energi) nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia adalah zat-zat gizi sumber energi seperti hidrat arang, lemak, dan protein. Kekurangan protein juga akan menurunkan imunitas terhadap penyakit infeksi. Sumber protein utama dari makanan adalah daging, ikan, telur, tahu, tempe, susu, dan lain-lain (umumnya laukpauk). Karena sistem imunitas tubuh itu sangat bergantung pada tersedianya protein yang cukup maka anak-anak yang mengalami kurang protein mudah terserang infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasan, TBC, polio, dan lain-lain. Penyakit yang berhubungan dengan KEP antara lain Defisiensi vitamin A/ Avitaminosis A Dilakukan pemeriksaan kadar serum retinol, Anemia terutama karena Dilakukan pemeriksaan Hb, MCV (Mean Corpusculardefisiensi zat besi Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin),

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan hapusan darah, serta penyakit karena Pemeriksaan serum riboflavin.Defisiensi vitamin B2 10. Angka-angka Prevalensi KEP Prevalensi KEP Sulit ditentukan di masyarakat, sehingga jarang didapat jumlah yang akurat penderita KEP.Hal ini disebabkan karena identifikasi KEP berdasarkan antropometri (mengukur gangguan pertumbuhan fisik dan perubahan proporsi protein dan lemak) yang mana pemeriksaannya kurang spesifik. Contoh: BB/U rendah bukan saja karena kurang makan, tetapi bisa karena penyakit. Bengkak bukan saja berarti kwashiorkor.Dari contoh tersebut, sehingga muncul istilah false (+), misalnya BB/U seseorang berdasarkan standar Amerika masuk kategori status gizi buruk, padahal di Indonesia (yang berbeda ras) masuk kategori status gizi kurang/sedang.False (-), misalnya jika seseorang dikatakan sehat padahal orang tersebut sakit.KEP kebanyakan terjadi pada Negara 64

miskin, meskipun pada Negara berkembang dan Negara majupun KEP juga ada.KEP banyak terjadi jika morbidity (angka kesakitan) dan mortility (angka kematian) tinggi.Distribusi KEP banyak didaerah-daerah rawan pangan, terpencil, juga daerahdaerah urban (perkotaan) terutama daerah slump areas (daerah kumuh). Pada tahun 2000, sekira 30% atau 7 juta anak balita masih menderita KEP dalam tingkat ringan, sedang, dan berat. Tahun 2005, jumlahnya menurun, sekira 1,67 juta dari 20,87 juta (8%) anak usia 0-4 menderita KEP. Angka prevalensi tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya. Anak yang menderita KEP umumnya badannya lebih pendek (stunted), sebagian lagi kurus. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia setiap minggu hanya makan 1 butir telur, 1/2 potong daging, dan 1/2 gelas susu. Ini tak lain karena kemiskinan yang sudah di tengkuk, sehingga mereka tidak mampu mengakses pangan hewani yang memang relatif mahal harganya. Susu misalnya, masih dianggap barang luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter. Di tengah impitan kehidupan yang makin sulit, bisa dimaklumi jika masyarakat lebih mementingkan membeli dan mengonsumsi pangan karbohidrat daripada pangan sumber protein/mineral.Bagi warga miskin, yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa kenyang, sementara kualitas gizi urusan belakangan. 11. Dampak KEP a. Pada usia< 2 merusak sel-sel otak sehingga jumlah sel tidak tumbuh secara optimal. Dan hal ini tidak bisa dikoreksi dengan terapi gizi. b. Pada usia > 2 tahun : jumlah sel-sel otak sudah terbentuk, terjadi pengurusan/atropi sel-sel otak. Dan bisa diperbaiki dengan terapi gizi.Tapi sulit sekali disembuhkan. 12. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi, meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi tersebut antara lain: a. Program promosi ASI b. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya antara lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan ibu hamil, program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan 65

tentang proses pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K). c. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan. d. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan internal pada dehidrasi karena diare. e. Meningkatkan hasil produksi pertanian f. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi untuk anak-anak yg disapih g. Memperbaiki infrastruktur pemasaran h. Subsidi harga bahan makanan i. Pemberian makanan suplementer j. Pendidikan gizi k. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan Penanggulangan Malnutrisi antara lain: a. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah sakit/dokter/puskesmas. b. Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah. c. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan. d. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun e. Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur. f. Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa) g. Pengobatan/pencegahan thd hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan

pemulihan ketidakseimbangan elektrolit h. Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septic i. Pengobatan infeksi j. Pemberian makanan k. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin, anemia berat, dan payah jantung l. Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi)

66

E. Kerangka Konsep

Usia Ibu 40 Tahun

Athar, laki-laki, 15 bulan, mengalami Sindrom Down

Keterlambatan Perkembangan

Motorik Kasar

Motorik Halus

Bahasa

Interaksi Sosial

67

F.

Kesimpulan

Athar, anak laki-laki usia 15 bulan, mengalami Global Developmental Delayed (Motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan interaksi sosial) et causa Sindrom Down.

68

Daftar Pustaka
Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press. Hull, David dan Derek I. Johnston. 2008. Dasar-dasar Pediatri Edisi 3. Penerbit EGC: Jakarta Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga. Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC. Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Kariadi. Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.Soepardi, E. A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subbagian Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS Sardjito. Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC. Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun.Jakarta: Puspa Swara. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3631610/ http://www.webmd.com/children/hypotonia-related-to-down-syndrome http://eprints.undip.ac.id/29394/3/Bab_2.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/4/Chapter%20II.pdf http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ajmg.1320370755/abstract http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1838182 69

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/artikel-utk-p4tk-sb.pdf http://eprints.undip.ac.id/29394/3/Bab_2.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/4/Chapter%20II.pdf http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/5/jhptump-a-maryani-210-2-babii.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf

70

Anda mungkin juga menyukai