Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 20

Disusun oleh: Kelompok L8


R. A. Delila Tsaniyah

04111001043

Nurbaiti Oktavia A

04111001100

Mia Hayati Khairunnisa 04111001045

Bhagaskara

04111001101

Wira Dharma Utama

04111001048

Arief Tri Wibowo

04111001119

Risha Meilinda M

04111001069

Agung Hadi Wibowo 04111001135

Fitri Nurrahmi

04111001077

Prass Ekasetia P.

04111001139

Rullis Dwi I

04111001082

Muchtar Luthfi

04111001142

Fadhli Aufar Kasyfi

04111001091

Tutor : dr. Devi A. Wahyuni, Sp.M

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario A blok 20 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok L8 tutorial,
dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................1
Kata Pengantar........................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
I. Klarifikasi Istilah.................................................................................................4
II. Identifikasi Masalah...........................................................................................5
III. Analisis Masalah...............................................................................................5
IV. Hipotesis..........................................................................................................39
V. Learning Issues.................................................................................................39
VI. Kerangka Konsep............................................................................................57
VII. Kesimpulan....................................................................................................58
Daftar Pustaka....59

Pradipta, laki-laki, usia 3 tahun, dibawa ke klinik tumbuh kembang karena belum bisa bicara
dan tidak bisa diam. Pradipta anak pertama dan anak tunggal dari ibu berusia 25 tahun. Lahir
spontan pada kehamilan 40 minggu. Selama hamil ibu sehat dan periksa kehamilan dengan
teratur ke bidan. Segera setelah lahir langsung menangis, tidak ada riwayat kejang. Saat ini
Pradipta tidak pernah mau menoleh bila dipanggil, suara yang di keluarkan hanyalah bahasa
planet yang tidak bisa dimengerti. Dia juga tidak bisa bermain bersama dengan teman sebaya
dan selalu menolak kontak mata. Di samping itu Pradipta selalu bergerak,lari kesana kemari
tanpa tujuan, dan sering melakukan gerakan mengepak-ngepakkan lengannya seperti mau
terbang. Tidak suka dipeluk dan akan menjadi histeris bila mendengar suara keras. Bila
memerlukan sesuatu dia akan mengambiltangan pendamping.
Pemeriksaan Fisik:
Berat badan 16 kg, panjang badan 95 cm, lingkar kepala 54 cm. Tidak ada gambaran
dismorfik. Anak sadar, tidak ada kontak mata, tidak mau melihat dan tersenyum kepada
pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Selalu mengepak-ngepakkan
lengannya. Tidak bisa bermain pura-pura (membuat secangkir teh). Tidak pernah menunjuk
sesuatu, tidak bisa disuruh untuk melihat benda yang di tunjuk, malah melihat ke tangan
pemeriksa. Bermain mobil-mobilan hanya disusun berurutan dan diperhatikan hanya bagian
rodanya saja.
Tidak ada kelainan neurologis. Tes pendengaran normal. Tes Denver terdapat keterlambatan
di sector bahasa dan perilaku

I. KLARIFIKASI ISTILAH
Lahir spontan
Proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri
dan plasenta, tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang
dari 24 jam melalui jalan lahir
Bahasa planet
Bahasa yg hanya dimengerti oleh penderita itu sendiri
Kontak mata
Salah satu bentuk komunikasi non verbal dimana terjadi tatapan antara seseorang dengan
orang lain sebagai tanda adanya interaksi
Histeris
Ledakan emosional yg tidak terkendali
Dismorfik

Keadaan dimana terdapat bentuk morfologi berbeda beda


Tes Denver
Sebuah metode pengkajian yg digunakan secara luas untuk menilai kemajuan perkembangan
anak usia 0 6 tahun
Tes pendengaran
Suatu pemeriksaan yang berfungsi untuk mengetahui fungsi pendengaran seseorang
Kelainan neurologis
Kelainan pada sistem saraf seseorang

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Pradipta, laki-laki, usia 3 tahun, dibawa ke klinik tumbuh kembang karena belum bisa
bicara dan tidak bisa diam. Saat ini Pradipta tidak pernah mau menoleh bila dipanggil,
suara yang di keluarkan hanyalah bahasa planet yang tidak bisa dimengerti. Dia juga
tidak bisa bermain bersama dengan teman sebaya dan selalu menolak kontak mata. Di
samping itu Pradipta selalu bergerak,lari kesana kemari tanpa tujuan, dan sering
melakukan gerakan mengepak-ngepakkan lengannya seperti mau terbang. Tidak suka
dipeluk dan akan menjadi histeris bila mendengar suara keras. Bila memerlukan
sesuatu dia akan mengambiltangan pendamping.
2. Pradipta anak pertama dan anak tunggal dari ibu berusia 25 tahun.
3. Lahir spontan pada kehamilan 40 minggu. Selama hamil ibu sehat dan periksa
kehamilan dengan teratur ke bidan. Segera setelah lahir langsung menangis, tidak ada
riwayat kejang.
4. Pemeriksaan fisik
III. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana proses tumbuh kembang anak secara normal sampai balita?
1. Masa Neonatus
Periode neonatus adalah masa bulan pertama kehidupan. Selama tahapan ini, fungsi fisik bayi
baru lahir kebanyakan reflektif; dan stabilisasi sistem organ utama adalah tugas tubuh yang

utama. Perilaku sangat mempengaruhi interaksi bayi baru lahir dan lingkungan serta
pengaruh.
a. Perkembangan fisik
Rata-rata berat bayi baru lahir 3400 g, panjang 50 cm, dan memiliki lingkar kepala 35 cm.
Karakteristik perilaku bayi baru lahir yang normal meliputi periode mengisap, menagis, tidur,
dan beraktivitas. Gerakan umum sporadic, tetapi gerakan tersebut sistematis dan melibatkan
seluruh ektermitas. Posisi relatif fleksi selama kehidupan intra uterin berlanjut pada saat
nenatus berusaha untuk mempertahankan perasaaan menutup dan rasa aman. Bayi baru lahir
normalnya melihat pengasuh, secara reflektif tersenyum, dan berenspons terhadap stimulus
sensori, khususnya wajah pengasuh utama, suara dan sentuhan
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif yang awal mulai dengan perilaku bawaan refleks, ddan fungsi
sensori. Bayi baru lahir memulai aktivitas refleks, menyesuaikan benda-benda yang baru ke
dalam perilaku, dan mengakomodasikan perilaku ini untuk mencapai keinginan mereka.
Walaupun bayi berperilaku sesuai kehendak mereka, pembelajaran aktivitas terbatas pada
refleks dan fungsi mereka. Fungsi sensori membantu perkembangan kognitif pada bayi baru
lahir. Pada saat lahir, anak-anak dapat berfokus pada benda berjarak kira-kira 8 10 inci dari
wajah mereka dan dapat melihat benda. Sistem auditorius dan vestibuler berfungsi dari saat
lahir.
c. Perkembangan Psikososial
Selama bulan pertama kehidupan, orang tua dan bayi baru lahir normalnya membangun
hubungan kuat yang tumbuh ke dalam kedekatan yang dalam. Interaksi selam perawatan rutin
memperbesar atau memperkecil proses kedekatan. Tindakan menyusui, kebersihan, dan
memberikan rasa nyaman sebanyak mungkin ketika bayi terjaga. Pengalaman interaksi ini
memberi dasar iuntuk terjadi bentuk kedekatan yang dalam. Neonatus merupakan partisipasi
yang aktif dalam periode ini.

2. Bayi
Masa bayi, waktunya mulai dari 1 bulan sampai 1 tahun, ditandai dengan pertumbuhan dan
perubahan fisik yang cepat. Perkembangan psikososial menjadi maju, dibantu dengan
kemajuan refleks ke perilaku yang lebih mempunyai tujuan.

a. Perkembangan fisik
Pertumbuhan bayi yang stabil dan proporsional adalah hal yang lebih penting dibandingkan
dengan nilai pertumbuhan yang absolute. Bagan usia dan jenis kelamin yang dihubungkan
dengan ukuran pertumbuhan normal membuat kita dapat membandingkan pertumbuhan
sesuai ukuran usia anak.
b. Perkembangan kognitif
Bayi belajar banyak dari pengalaman dan manipulasi lingkungan. Mengembangkan
keterampilan motorik dan meningkatkan kemampuan mobilitas lingkungan bayi dan dengan
mengembangkan keterampilan penglihatan dan pendengaran, memperluas perkembangan
kognitif.
c. Perkembangan psikososial
Selama tahun pertama mereka, bayi mulai membedakan diri mereka sendiri dari orang lain
sebagai bagian yang terpisah dan yang mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan
pada diri mereka sendiri. Erikson (1963) menggambarkan krisis perkembangan psikososial
pada bayi adalah pada saat masa percaya vs tidak percaya. la menjelaskan bahwa kualitas
interaksi orang tua-bayi menentukan perkembangan dari fase percaya vs tidak percaya
tersebut.
3. Masa Todler
Masa toddler berada dalam rentang dari masa kanak-kanak mulai berjalan sampai mereka
berjalan dan mulai berlari dengan mudah, yaitu mendekati usia 12 bulan sampai 36 bulan.
Toddler tersebut ditandai dengan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas
fisik dan kognitif lebih besar. Toddler terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemampuan
mereka untuk mengontrol dan senang dengan keberhasilan usaha keterampilan baru ini.
Keberhasilan ini membuat mereka berusaha untuk mengontrol lingkungan mereka,
ketidakberhasilan usaha pada pengontrolan dapat menimbulkan perilaku negative dan
temperamentum. Perilaku ini paling umum pada saat orang tua menghalangi tindakan mandiri
pertama kalinya.

a. Perkembangan fisik
Pada awal toddler berjalan dalam posisi tegak dengan sikap papan berjalan, abdomen
menonjol, dan lengan berada di luar sisi untuk keseimbangan. Segera anak mulai
mengemudikan kursi, menggunakan pegangan atau dinding untuk rnempertahankan

keseimbangan sambil meninggikanm menempatkan kedua kaki pada langkah yang sama
sebelum melanjutkan langkah. Peningkatan keterampilan daya gerak, kemampuan untuk
melepas pakaian, dan perkembangan kontrol sfinger memungkinkan anak untuk toilet
training jika toddler telah mengembangkan kemampuan kognitif yang penting.
b. Perkembangan kognitif
Toddler mengali bahwa mereka adalah suatu yang terpisah dari ibu mereka, tetapi mereka
tidak mampu mengasumsi pandangan dari orang lain. Mereka menggunakan simbol untuk
menunjukan benda, tempat, dan orang. Fungsi ini di demonstrasikan pada saat anak meniru
perilaku orang lain yang mereka lihat lebih awal, mengendalikan satu benda sebagai benda
lainnya, dan menggunakan bahasa untuk meminta benda yang tidak ada.
c. Perkembangan moral
Perkembangan moral anak-anak secara dekat berhubungan erat dengan kemampuan kognitif
mereka, perkembangan moral toddler hanya permulaan dan jugn egosentris. Toddler tidak
memahami konsep yang baik dan benar. Bagaimana pun juga mereka mereka mengerti fakta
bahwa beberapa perilaku membawa hasil yang menyenangkan dan yang lain membawa hasil
yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, sampai toddler mencapai tingkat fungsi
kognitif yang lebih tinggi, mereka berperilaku semat-mata hanya untuk menghindari hal yang
tidak menyenangkan dan mencari hal yang menyenangkan.
d. Perkembangan psikososial
Menurut Erikson (1963) perasaan autonomi muncul selama masa toddler. Anak-anak
mencoba kemandirian dengan menggunakan otot-otot mereka yang berkembang untuk
melakukan apa saja untuk mereka sendiri dan menjadi ahli dari fungsi tubuh mereka.
Batasan kesabaran, ketegasan, dan dukungan dari orang tua memungkinkan toddler
mengembangkan perilaku yang diterima sosial, dimana ini merupakan tujuan dari bimbingan
orang tua.
2. Bagaimana proses perkembangan psikologis anak?
Masa kanak-kanak adalah masa di mana manusia mengalami perkembangan kognitif.
Menurut PIAGET perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan
terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan
untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.

Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah
'menangis'.
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat
dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru
orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti
motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok
dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal
yang sistematis.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah
mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu
menggunakan alat peraga.
Menurut ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial atau perkembangan jiwa manusia
yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi 8 tahap:
1. Trust >< Mistrust (usia 0-1 tahun)
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri. Fokus terletak pada Panca
Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.
2. Otonomi/Mandiri >< Malu/Ragu-ragu (usia 2-3 tahun)
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa 'nakal'-nya. sebagai
contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dalam Sekolah Minggu.
Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak
sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang
diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan
mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya
(Orang Tua - Guru Sekolah Minggu)
3. Inisiatif >< Rasa Bersalah (usia 4-5 tahun)
Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet.
Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang
berbau fantasi.
4. Industri/Rajin >< Inferioriti (usia 6-11 tahun)

Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun
masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
5. Fidelity-Identitas><KebingunganPeran(12-20 tahun)
Mempertanyakan diri. Siapa aku, bagaimana saya cocok? Dimana aku akan hidup? Erikson
percaya, bahwa jika orang tua membiarkan anak untuk mengeksplorasi, mereka akan
menyimpulkan identitas mereka sendiri. Namun, jika orang tua terus mendorong dia / dia
untuk menyesuaikan diri dengan pandangan mereka, para remaja akan menghadapi
kebingungan identitas.
6. Keintiman><Isolasi (20-24 tahun)
Ini adalah tahap pertama dari pembangunan dewasa. Perkembangan ini biasanya terjadi pada
dewasa muda, yaitu antara usia 20 sampai 24. Kencan, pernikahan, keluarga dan
persahabatan yang penting selama tahap dalam hidup mereka. Dengan berhasil membentuk
hubungan penuh kasih dengan orang lain, individu dapat mengalami cintadan keintiman.
Mereka yang gagal untuk membentuk hubungan yang langgeng mungkin merasa terisolasi
dan sendirian.
7. Generativitas><stagnasi(25-64 tahun)
Ini adalah tahap kedua dari masa dewasa dan terjadi antara usia 25-64. Selama ini orang bias
anya menetap dalam hidup mereka dan tahu apa yang penting bagi mereka. Seseorang baik
membuat kemajuan dalam karir mereka atau menginjak ringan dalam karir mereka dan tidak
yakin apakah ini adalah apayang mereka ingin lakukan selama sisa hidup mereka bekerja.
Juga selama waktu ini, seseorang menikmati membesarkan anak-anak mereka dan
berpartisipasi dalam kegiatan, yang memberikan mereka rasa tujuan. Jika seseorang tidak
nyaman dengan cara hidup mereka mengalami kemajuan, mereka biasanya menyesal tentang
keputusan dan merasakan rasa tidak berguna.
8. Egointegritas><putus asa (65 tahun > )
Tahap ini mempengaruhi kelompok usia 65 ke atas. Selama waktu ini individu telah
mencapai bab terakhir dalam hidup mereka dan pension mendekati atau telah terjadi. Banyak
orang, yang telah mencapaiapa yang penting bagi mereka, melihat kembali kehidupan mereka
dan merasa prestasi besar dan rasa integritas. Sebaliknya, mereka yang memiliki waktu sulit
selama pertengahan masa dewasa mungkin melihat ke belakang dan merasakan perasaan
putus asa.
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

BB,TB,LK

Berat Badan Normal ( 1 6 tahun)


BB = (2 x usia) + 8 = (2 x 3) + 8 = 14 kg
Tinggi Badan Normal ( 2 12 tahun)
TB = (6 x usia ) + 77 = ( 6 x 3) + 77 = 95 cm

Berdasarkan kurva nellhaus, lingkar kepala anak laki-laki usia 3 tahun adalah 49 cm (47-51
cm)
Studi MRI membnadingkan orang austisitik dengan kontrol normal menunjukkan bahawa
total otak meningkat pada orang dengan autism, meskipun anak autism dengan retardasi

mental berat umumnya memiliki kepala yang lebih kecil. Peningkatan persentase rata-rata
ukuran terbesar terdapat pada lobus oksipitalis, lobus parietalis, dan lobus temporalis.
Peningkatan volume dapat terjadi akibat tiga kemungkinan: meningkatnya neurogenesis,
menurunnya kematian neuron, dan meningkatnya produksi jaringan otak nonneural seperti sel
glia atau pembuluh darah. Pembesaran otak dijadikan kemungkinan sebagai penanda biologis
untuk gangguan autistik.

- TIDAK BISA BERMAIN PURA-PURA,TIDAK MENUNJUK SESUATU


a. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif).
Pada kasus ini, Gangguan ataupun kemungkinan kerusakannya ada pada
bagian amygdala dan hippocampus yang fungsi utamanya adalah untuk
pengaturan terhadap long term memory . Sehingga, Pradipta tidak bisa bermain
pura-pura atau imajinatif.
b. Tidak melihat ke benda yang ditunjuk.
Secara umum penyebab yang sangat berkaitan adalah dari segi neurobiology,
yang dikenal dengan ganguan organic atau gangguan perkembangan otak tepatnya
di daerah sistem limbic ( amygdala dan hippocampus). Pada penderita ASD sel-sel
saraf dalam amygdale mengalami hipoplasi (mengecil) dari pada orang normal,
diketahui bahwa amygdale berfungsi sebagai pusat emosi dengan sel-sel saraf
mengalami

hipoplasi

akhirnya

tidak

mampu

untuk

menyampaikan

neurotransmitter dengan baik ke sel-sel saraf berikutnya , impuls saraf terganggu,


pusat emosi terganggu, tidak bisa mngendalikan emosi, interaksi sosial terganggu
(tidak bisa melihat benda yang ditunjuk dan tidak bisa menunjuk benda yang
diperintahkan).
Kemungkinan lain, karena Pradipta tidak memiliki atensi terhadap orang lain
akibat terlalu asyik dengan dunia nya sendiri,sehingga ia tidak merespon terhadap
perintah yang ditujukan kepadanya. Hal ini bisa berkaitan dengan teori penurunan
atau pun atrofi sel purkinje di cerebellum yang dapat menyebabkan kelainan
atensi.

- TIDAK BISA DISURUH MELIHAT BENDA YG DI TUNJUK,BERMAIN


MOBIL2AN HANYA DISUSUN BERURUTAN DAN YG DIPERHATIKAN HANYA
BAGIAN RODA,TES DENVER

TIDAK BISA DISURUH MELIHAT BENDA YG DI TUNJUK,


Jawab: Tidak dapat melihat benda yang ditunjuk dan menunjukan benda yang ditanyakan
merupakan bagian dari gangguan interaksi sosial. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan
pada system mirror. Sistem ini berasal dari bagian korteks prefrontal (korteks premotorik),
korteks motorik primer, dan korteks sensori primer.
BERMAIN

MOBIL-MOBILAN

HANYA DISUSUN

BERURUTAN

DAN

YG

DIPERHATIKAN HANYA BAGIAN RODA,


Jawab: Pada anak dengan autisme terdapat perilaku stereotipik, jenis permainan dan
aktivitasnya bersifat kaku, berulang, dan monoton. Oleh sebab itu Pradipta sering melakukan
satu aktivitas saja dan berulang.
Berat otak keseluruhan lebih besar, tetapi ukuran Serebelum lebih kecil. Pertumbuhan otak
terlalu cepat & abnormal pd sel saraf integratif di korteks Frontalis. Pematangan mielin
terlalu cepat didaerah Frontalis & Tem poralis. Perkembangan sinaps yg tidak sempurna
otak mementingkan strategi pemrosesan informasi lokal, bukan informasi sebagai suatu
kesatuan memperhatikan detail, bukan keseluruhan. hanya melihat bagian roda.
TES DENVER: salah satu test atau metode skrining yang sering digunakan untuk menilai
perkembangan anak mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun. Perkembangan yang dinilai meliputi
perkembangan personal sosial, motorik halus, motorik kasar dan bahasa pada anak (Nursalam
dkk, 2005).
DDST (Denver Development Screening Test) yaitu meliputi :
a) Motorik kasar
i. Berdiri pada satu kaki selama 1 detik; ii. Lompat di tempat; iii. Naik sepeda roda 3 (tiga);
iv. Lompatan lebar; v. Berdiri pada satu kaki selama 5 detik; 1. Gerakan seimbang; 2.
Mengangkat kepala; 3. Kepala terangkat ke atas; 4. Duduk kepala tegak; 5. Menumpu badan
pada kaki; 6. Dada terangkat menumpu satu lengan; 7. Membalik; 8. Bangkit kepala tegak; 9.
Duduk tanpa pegangan; 10. Berdiri tanpa pegangan; 11. Bangkit waktu berdiri; 12. Bangkit
terus duduk; 13. Berdiri 2 detik; 14. Berdiri sendiri; 15. Membungkuk kemudian berdiri; 16.
Berjalan dengan baik; 17. Berjalan dengan mundur; 18. Lari; 19. Berjalan naik tangga; 20.
Menendang bola ke depan; 21. Melompat; 22. Melempar bola, lengan ke atas; 23. Loncat; 24.
Berdiri satu kaki 1 detik; 25. Berdiri satu kaki 2 detik; 26. Melompat dengan satu kaki; 27.

Berdiri satu kaki 3 detik; 28. Berdiri satu kaki 4 detik; 29. Berjalan tumit ke jari kaki; 30.
Berdiri satu kaki 6 detik
b) Motorik halus
i. Mencoret sendiri; ii. Menata dari 4 kubus; iii. Menata dari 8 kubus; iv. Meniru garis vertikal
dalam batas 300; v. Mengeluarkan manik-manik dari botol sendiri; vi. Mengeluarkan manikmanik dari botol dengan contoh; vii. Mengikuti membuat +; viii. Mengikuti membuat O; ix.
Meniru jembatan; x. Membedakan garis panjang (3 dari 3 atau 5 dari 6).;1. Mengikuti ke
garis tengah; 2. Mengikuti lewat garis tengah; 3. Memegang icik-icik; 4. Mengikuti 1800; 5.
Mengamati manik-manik; 6. Tangan bersentuhan; 7. Meraih; 8. Mencari benang; 9.
Menggaruk manik-manik; 10. Memindahkan kubus; 11. Mengambil dua buah kubus; 12.
Memegang dengan ibu jari dan jari; 13. Membenturkan 2 kubus; 14. Menaruh kubus di
cangkir; 15. Mencoret-coret; 16. Ambil manik-manik ditunjukkan; 17. Menara dari 2 kubus;
18. Menara dari 4 kubus; 19. Menara dari 6 kubus; 20. Meniru garis vertikal; 21. Menara dari
kubus; 22. Menggoyangkan dari ibu jari; 23. Mencontoh O; 24. Menggambar dengan 3
bagian; 25. Mencontoh (titik); 26. Memilih garis yang lebih panjang; 27. Mencontoh yang
ditunjukkan; 28. Menggambar orang 6 bagian; 29. Mencontoh
c) Personal sosial
i. Memakai baju; ii. Mencuci dan menyeka tangan dengan lap; iii. Mudah dipisahkan dari ibu;
iv. Bermain dengan anak lain; v. Mengancing baju; vi. Memakai baju dengan pengawasan;
vii. Memakai baju tanpa bantuan; 1. Menatap muka; 2. Membalas senyum pemeriksa; 3.
Tersenyum spontan; 4. Mengamati tangannya; 5. Berusaha menggapai mainan; 6. Makan
sendiri; 7. Tepuk tangan; 8. Menyatakan keinginan; 9. Daag-daag dengan tangan; 10. Main
bola dengan pemeriksa; 11. Menirukan kegiatan; 12. Minum dengan cangkir; 13. Membantu
di rumah; 14. Menggunakan sendok dan garpu; 15. Membuka pakaian; 16. Menyuapi boneka;
17. Memakai baju; 18. Gosok gigi dengan bantuan; 19. Cuci dan mengeringkan tangan; 20.
Menyebut nama teman; 21. Memakai T-shirt; 22. Berpakaian tanpa bantuan; 23. Bermain ular
tangga / kartu; 24. Gosok gigi tanpa bantuan; 25. Mengambil makan
c. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan yang meliputi :

1. Bereaksi; 2. Bersuara; 3. Oooo ? Aaaah; 4. Tertawa; 5. Berteriak; 6. Menoleh ke bunyi


icik-icik; 7. Menoleh ke arah suara; 8. Satu silabel; 9. Meniru bunyi kata-kata; 10.
Papa/mama tidak spesifik; 11. Kombinasi silabel; 12. Mengoceh; 13. Papa/mama spesifik; 14.
1 kata; 15. 2 kata; 16. 3 kata; 17. 6 kata; 18. Menunjuk 2 gambar; 19. Kombinasi kata; 20.
menyebut 1 gambar; 21. Menyebut bagian badan; 22. Menunjuk 4 gambar; 23. Bicara dengan
dimengerti; 24. Menyebut 4 gambar; 25. Mengetahui 2 kegiatan; 26. Mengerti 2 kata sifat;
27. Menyebut satu warna; 28. Kegunaan 2 benda; 29. Mengetahui; 30. Bicara semua
dimengerti; 31. Mengerti 4 kata depan; 32. Menyebut 4 warna; 33. Mengartikan 6 kata; 34.
Mengetahui 3 kata sifat; 35. Menghitung 6 kubus; 36. Berlawanan 2; 37. Mengartikan 7 kata
Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST
Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining biasanya hanya berkisar antara
20-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 15-20 menit saja
A. Alat yang Digunakan
1.Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijaubiru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.
2. Lembar formulir DDST
3. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara
menilainya.
B. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3 6 bulan, 9
12 bulan, 18 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.
2. Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada
tahap pertama kemudian dilarutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
C. Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan
melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur
kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST.
Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F,

selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal, abnormal, meragukan
(Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
1. Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau lebih
dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak
yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
2. Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3. Tidak dapat dites
- Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
4. Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

4. Bagaimana cara penegakan diagnosis?


a. Pedoman diagnostik untuk Autisme menurut PPDGJ-III
Diagnosis paling khas: kelainan fungsi dalam 3 bidang : interaksi sosial, komunikasi
dan perilaku yang terbatas dan berulang. Kelaianan ini sudah menjadi jelas sebelum
usia 3 tahun
Multiaksial diagnosis
Aksis I dan 2 terdiri dari semua klasifikasi gangguan mental. Aksis 3 tentang kondisi
medis umum (fisik) yang muncul bersamaan dengan gangguan mental. Aksis 4
tentang masalah psikososial dan lingkungannya, sedangkan aksis 5 tentang penilaian
fungsi-fungsi secara global.
- Aksis I
: F84.0 Autisme Masa Kanak
- Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
- Aksis III : tidak ada (none)
- Aksis IV : tidak ada (none)

Aksis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik).

b. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Autistik


A. Keenam (atau lebih) hal dari (1), (2), (3), dengan sedikitnya dua dari (1), dan satu
masing-masing dari (2) dan (3):
(1) Hendaya kualitatif dalam hal interaksi sosial, seperti yang ditunjukkan oleh
sedikitnya dua dari hal berikut:
(a) Hendaya yang nyata dalam hal penggunaan berbagai perilaku
nonverbal seperti pandangan mata dengan mata, ekspresi wajah,
postur tubuh, dan sikap untuk mengatur interaksi sosial
(b) Kegagalan mengembangkan hubungan sebaya yang sesuai dengan
tingkat perkembangan
(c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
pencapaian dengan orang lain (contoh, dengan tidak menunjukkan,
membawa atau menunjukkan objek minat)
(d) Tidak adanya timbal-balik sosial atau emosional
(2) Hendaya kualitatif dalam hal komunikasi seperti yang ditunjukkan dengan
sediktinya salah satu dari di bawah ini:
(a) Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa lisan (tidak
disertai dengan upaya untuk mengompensasikan melalui cara komunikasi
alternative seperti sikap atau mimik)

(b) Pada orang dengan pembicaraan yang adekuat, hendaya yang nyata dalam
hal kemampuannya untuk memulai atau mempertahankan pembicaraan
dengan orang lain
(c) Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang atau bahasa yang
aneh
(d) Tidak

adanya

permainan

berbagai

pura-pura

permainan
sosial

yang

sandiwara
sesuai

spontan

dengan

atau

tingkat

perkembangan
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang, dan terbaats, yang
ditunjukkan oleh sedikitnya salah satu dari berikut:
(a) Meliputi preokupasi terhadap salah satu atau lebih pola minat yang
stereotipik dan terbatas yang abnormal baik dalam intensitas atau fokus
(b) Tampak selalu lekat dengan rutinitas atau ritual yang spesifik serta tidak
fungsional
(c) Manerisme motorik berulang dan stereotipik (contoh, ayunan atau
memuntir tangan atau jari, atau gerakan seluruh tubuh yang
kompleks)
(d) Preokupasi persisten terhadap bagian dari objek
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sedikitnya salah satu area ini, dengan
onset sebelum usia 3 tahun:
(1) Interaksi sosial,
(2) Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau
(3) Permainan simbolik atau khayalan
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrative
masa kanak-kanak.
Pemeriksaan Penunjang
a. Bila terdapat gangguan pendengaran harus dilakukan beberapa pemeriksaan
Audiogram and Tympanogram.
b. EEG untuk memeriksa gelombang otak yang menunjukkan gangguan kejang,
diindikasikan pada kelainan tumor dan gangguan otak
c. Pemeriksaan lain adalah skrening gangguan metabolik, yang dilakukan adalah
pemeriksaan darah dan urine untuk melihat metabolisme makanan di dalam tubuh dan
pengaruhnya pada tumbuh kembang anak. Beberapa spectrum autism dapat
disembuhkan dengan diet khusus.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer Assited Axial
Tomography): sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak, karena
dapat melihat struktur otak secara lebih detail.

e. Pemeriksaan genetik dengan melalui pemeriksaan darah adalah untuk melihat


kelainan genetik, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa
penelitian menunjukkkan bahwa penyandang autism telah dapat ditemukan pola DNA
dalam tubuhnya.

5. Bagaimana DD dan WD pada kasus?


Pembanding

Autisme

Asperger

ADHD

Mental Retardation

Usia terdeteksi

<3 tahun

> 3tahun

<7 tahun

< 18 tahun

Tidak terjadi kontak mata

Tidak ada spontanitas

Bergerak tanpa tujuan

Gangguan pendengaran

Perhatian terbatas

Aktivitas sama berulang

Tidak bisa bermain imajinatif

Tidak mengikuti perintah

Kurangnya interaksi dgn orang


lain

Gangguan

komprehensif

dan

panggunaan bahasa

6. Bagaimana etiologi pada kasus?


1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit
genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan
sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini
ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir
lengan panjang kromosom X 4. Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan
secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak
umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa

digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi
penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)
Teori Biologis Faktor Genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih
tinggi dibanding populasi keluarga normal. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu:
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan
pernapasan, anemia. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama
dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan,
atau infeksi. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel
Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan
serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau
opioid dalam darah.
2. Ganguan pada Sistem Saraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir
semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan
myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan
akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hardiono D.
Pusponegoro, SpA(K), 2003).
Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit
yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka
akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem
limbik yang mengatur emosi dan perilaku.
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan
makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti
bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet,
penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam
tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang
memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 10
tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan.
Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme
yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang
anak yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan

lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi
terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003).
Penelitian

lain

menghubungkan

autism

dengan

ketidakseimbangan

hormonal,

peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan
persepsi nyeri dan motivasi.
4. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara,
dlsb.
5. Kemungkinan Lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak seperti virus
rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak. Kemungkinan
yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak
memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak
berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.
Menurut Teori Psikososial Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme
dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan
anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak
hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
6. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak
autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya
gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.
Perbedaan antara gangguan perkembangan satu dengan yang lain : 1. gangguan autis
untuk kasus yang berat dan memenuhi kriteria DSM IV atau ICD-10 2. PDD-NOS
(Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified) untuk kasus yang tidak
menunjukkan kriteria lengkap DSM-IV untuk gangguan autis namun gangguan interaksi
dan komunikasi merupakan ganggun primer. Bila menggunakan istilah autisme atipik
dijelaskan istilah tersebut berasal dari klasifikasi ICD-10 yang mempunyai arti sama
dengan PDD-NOS 3. MSDD (Multisystem Developmental Disorder) untuk kasus-kasus
yang menunjukkan bahwa gangguan interaksi sosial dan komunikasi bukan hal primer,
namun diduga merupakan hal sekunder akibat gangguan pemprosesan sensoris dan
perencanaan gerak motoris.Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi
penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme.
7. Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di
Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri
pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat
disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain
menyebutkan prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan
1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian
autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autism.
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa
persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150
-200 ribu orang.
Gangguan autis diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus per 10.000 anak(0,05%).
Onset nya sebelum usia 3 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 4-5:1.
75 % kasus dengan IQ subnormal 25 % normal.
8. Bagaimana faktor resiko pada kasus?

Laki-laki
Memiliki saudara yang mengalami autis
Riwayat keluarga
Adanya gangguan perkembangan seperti Fragile X syndrome
Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada

plastik, merokok, alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll.


Umur orang tua, resiko pada ayah yang mempunyai anak pada usia >40 tahun.
Faktor Psikososial dan keluarga
Anak dengan autism, seperti anak dengan gangguan lain dapat berespon
melalui gejala yang memburuk pada stressor psikososial termasuk perselisihan
keluarga, kelahiran saudara kandung, atau pindahnya keluarga. Beberapa anak
dengan gangguan autistic dapat sangat sensitive bahkan terhadap perubahan
kecil di dalam keluarga serta lingkungan sekitarnya.
Faktor Imunologis
Terdapat beberapa laporan yang mengesankan bahwa ketidakcocokan
imunologis dapat turut berperan di dalam gangguan autistic. Limfosit beberapa
anak autistic bereaksi dengan antibody maternal, suatu fakta yang
meningkatkan kemungkinan jaringan saraf embrionik atau ekstraembrionik
rusak selama gestasi.
Faktor Biokimia

Pada beberapa anak autistic, meningkatnya asam homovanilat (metabolit


dopamine utama) di dalam cairan serebrospinal menyebabkan meningkatnya
stereotype dan penarikan diri.
a. Usia calon ibu & ayah yang berpengaruh pada kejadian autisme.
1) Ibu yang hamil usia 30-34tahun beresiko 27% untuk memiliki anak autis. Resiko
ini makin meningkat pada ibu yang hamil diatas 40 tahun.
2) Untuk calon ayah, setiap 5 tahun resikonya bertambah 4%. Ayah yang berusia 40
tahun atau lebih beresiko enam kali lebih tinggi dari ayah berusai dibawah 30
tahun.
3) Para ahli menduga ini disebabkan faktor kromosom yang abnormal pada sel telur
wanita paruh baya dan mutasi sel sperma pada pria.
b. Komplikasi yang dialami saat mengandung juga berpengaruh, seperti:
1) Perdarahan selama kehamilan memiliki resiko 81%, karena

diketahui

memengaruhi oksigen pada janin (fetal hypoxia) untuk perkembangan otak


janin yang pada akhirnya meningkatkan risiko autisme.
2) Ibu yang diabetes gestasional memiliki resiko 2x lipat (4 dari 100 kehamilan)
3) infeksi selama persalinan terutama infeksi virus.
4) penggunaan obat-obatan, seperti obat depresi atau gangguan emosional lain
terhadap kejadian austime. Mengenai hal ini, para peneliti menyatakan belum bisa
disimpulkan apakah autisme terjadi akibat efek samping obat atau pengaruh
kondisi kejiwaan calon ibu saat hamil.
5) merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama
6) Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autism adalah :
pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE
rendah < 6 ), lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir
rendah ( < 2500 gram ).
7) Faktor makanan yang dikonsumsi ibu saat hamil diduga juga berpengaruh.
c. Ada riwayat keluarga yang menderita
d. Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada plastik,
merokok, alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll.
9. Bagaimana manifestasi klinik pada kasus?

Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya

Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya

Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata

Tidak peka terhadap rasa sakit

Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.

Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda

Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan

Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau


malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)

Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka


menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata

Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal


yang
bersifat rutin

Tidak peduli bahaya

Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama

Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa


biasa)

Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi

Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti


orang tuli

Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa

Tentrums suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa


alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang
(seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk
balok-balok)

a.

Karakteristik fisik

1)

Penampilan

Antara usia 2-7 tahun, cenderung lebih pendek dibandingkan populasi normal.
2)

Tangan dominan

Anak autistic tetap ambidekstrous (bisa kedua tangan) pada suatu usia saat dominansi
serebral ditegakkan pada anak normal.
3)

Penyakit Fisik Penyerta

Anak-anak dengan gangguan autistic memiliki insidensi yang agak lebih tinggi mengalami
infeksi saluran pernapasan bagian atas, bersendawa yang berlebihan, kejang demam,
konstipasi dan gerakan usus yang kendur.
b.

Karakteristik perilaku

1)

Gangguan kualitatif pada interaksi social

Semua anak autistic gagal menunjukkan keakraban yang lazim pada orang tua dan orang lain.
Tidak memiliki senyum social dan sikap tidak mau digendong jika seorang dewasa
mendekati. Kontak mata jarang terjadi. Anak autistic sering kali tidak terlihat mengenali atau
membedakan orang-orang yang paling penting dalam kehidupannya. Pada usia sekolah, anak
asutik sering gagal untuk bermain dengan teman sebaya dan membuat persahabata. Pada
masa remaja akhir, timbul keinginan untuk bersahabat, perasaan seksual namun sayangnya
tidak adanya kompetensi dan ketrampilan social menjadi penghalang bagi mereka untuk
berkembang.
2)

Gangguan komunikasi dan bahasa

10. Bagaimana patofisiologi pada kasus?


- Saat ini Pradipta tidak pernah mau menoleh bila dipanggil, suara yang di keluarkan
hanyalah bahasa planet yang tidak bisa dimengerti.
-

Saat ini Pradipta tidak pernah mau menoleh bila dipanggil (gangguan interaksi sosial)
Respon terhadap suara merupakan bagian dari interaksi sosial yang disebabkan oleh
gangguan pada pada korteks prefrontalis medialis. Gangguan ini menyebabkan
individu memiliki perhatian yang kurang terhadap keadaan disekelilingnya sehingga

tidak menghiraukan orang lain yang sedang berbicara dengannya.


Suara yang di keluarkan hanyalah bahasa planet yang tidak bisa dimengerti (gangguan
komunikasi)
Ada 2 kemungkinan penyebab pada gangguan komunikasi berupa keterlambatan
bahasa, yaitu gangguan pada pusat bahasa (area Broca dan Wernicke) atau tidak
adanya stimulus pembelajaran bahasa karena pada anak autism biasanya memiliki
sikap antisosial.

- Dia juga tidak bisa bermain bersama dengan teman sebaya dan selalu menolak kontak
mata. Di samping itu Pradipta selalu bergerak,lari kesana kemari tanpa tujuan, dan
sering melakukan gerakan mengepak-ngepakkan lengannya seperti mau terbang
- Tidak bermain dengan teman sebaya Interaksi
- Selalu menolak kontak mata Interaksi
- Selalu bergerak, lari kesana kemari tanpa tujuan Perilaku berulang
- Sering melakukan gerakan mengepak-ngepakkan lengan Perilaku berulang

Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam
belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang
tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan
genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brainderived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related
gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak
secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan
autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye

diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi
jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Kelainan anatomis otak ditemukan khususnya di lobus parietalis, serebelum serta
pada sistem limbiknya. Sebanyak 43% penyandang autism mempunyai kelainan di lobus
parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tampak acuh terhadap lingkungannya. Kelainan
juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil
bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses
atensi (perhatian). Jumlah sel Purkinye di otak kecil juga ditemukan sangat sedikit, sehingga
terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, menyebabkan gangguan atau
kekacauan lalu lintas impuls di otak. Kelainan khas juga ditemukan di daerah sistem limbik
yang disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan tersebut menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya,
sering terlalu agresif atau sangat pasif. Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai
rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasa
takut. Hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Gangguan
hipokampus menyebabkan kesulitan penyimpanan informasi baru, perilaku diulang-ulang
yang aneh dan hiperaktif.

11. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Penanganan kelainan ini diakui banyak pihak sangatlah sulit. Harus dibentuk
penanganan menyeluruh yang terdiri atas orang tua, guru, terapis, dan keluarga.
Semua ini harus diarahkan untuk membangun kemampuan anak bersosialisasi dan
berbicara.

Terapi dibagi dalam dua layanan yaitu terapi intervensi dini dan terapi
penunjang.
a. Terapi Intervensi Dini
Dengan intervensi dini potensi

dasar (functional) anak autistik dapat

meningkat melalaui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesis bahwa
anak autistik memperlihatkan hasil yang lebih baik bila intervensi dini
dilakukan pada usia dibawah 5 tahun.
1) Direct Trial Training (DTT)
2) Learning Experience: an Alternative Program for Preschoolers and
Parents (LEAP)
3) Floor Time
4) Penatalaksanaant and Education of Autistic and Related Communicationhandicapped Children (TEACCH)
b. Terapi Penunjang
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistik dapat diberikan yang
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:
1) Terapi Medikamentosa
Obat yang selama ini cukup sering digunakan dan memberikan respon
yang baik adalah risperidone dan haloperidol.(Agonis serotonin-dopamin)
2) Terapi Wicara
Terapi wicara merupakan suatu keharusan bagi penyandang autism,
karena semua anak autistik mengalami gangguan bicara dan berbahasa.
Hal ini harus dilakukan oleh seorang ahli terapi wicara yang memang
dididik khusus untuk itu.
3) Terapi Okupasional
Jenis terapi ini perlu diberikan pada anak yang memiliki gangguan
perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi
dan ketrampilan. Hal ini berkaitan dengan gerakan-gerakan halus dan
trampil, seperti menulis.
4) Teori Integrasi
5) Motivasi Keluarga
6) Terapi Perilaku
Terapi ini penting untuk membantu anak autistik agar kelak dapat berbaur
dalam masyarakat, dan menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Mereka
akan diajarkan perilaku perilaku yang umum, dengan cara reward and
punishment, dimana kita memberikan pujian bila

mereka melakukan

perintah dengan benar, dan kita berikan hukuman melalui perkataan yang

bernada biasa jika mereka salah melaksanakan perintah. Perintah yang


diberikan adalah perintah-perintah ringan, dan mudah dimengerti.
7) Terapi Bermain
Terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematis dari model teoritis
untuk memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain
menggunakan kekuatan terapuitik permaianan untuk membantu klien
menyelesaikan

kesulitan-kesulitan

psikosional

dan

mencapai

pertumbuhan, perkembangan yang optimal.


8) Terapi Musik
Terapi musik menurut Canadian Association for Music Therapy (2002)
adalah penggunaan musik untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan
emosi individu, serta penatalaksanaant penyakit atau ketidakmampuan.
Atau terapi musik adalah suatu terapi yag menggunakan musik untuk
membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik, perilaku,
dan sosial yang mengalami hambatan maupun kecacatan..
9) Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat,
sehingga lebih mampu untuk memperbaiki sruktur dan fungsinya.
Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan
demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi abnormal pada
otak. Dengan terapi ini diharapkan

fungsi susunan saraf pusat bias

bekerja dengan lebih baik sehingga gejala autism berkurang.


11) Terapi makanan
Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-anak yang
alergi pada makanan tertentu. Diet yang sering dilakukan pada anak
autistik adalah GFCF (Glutein Free Casein Free). Anak dengan gejala
autism memang tidak disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar
gula tinggi. Hal ini berpangaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar dari
mereka.
12) Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi
para penyandang autism. Pada pendidikan khusus, diterapkan sistem satu
guru untuk satu anak. Sistem ini paling efektif karena mereka tak
mungkain dapat memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.
Banyak orangtua yang tetap memasukan anaknya ke kelompok bermain
atau STK normal, dengan harapan bahwa anaknya bisa belajar

bersosialisasi. Untuk penyandang autisme ringan hal ini bisa dilakukan,


namun ia harus tetap mendapatkan pendidikan khusus.
Medikamentosa mengatasi gejala autisme tanpa menghilangkan secara total
a. Antidepresan dan antianxietas mengurangi efek stimulasi perilaku sendiri,
mengurangi pergerakan berulang dan temper tantrums
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) - Atomoxetine 0.5 mg/kg PO
2) Imipramine 10-25 mg/d PO
3) Bupropion 37.5-300 mg/d PO} antidepresan
4) Desipramine 10-25 mg PO
b. Psikotropik bekerja sebagai antipsikotik, mengatasi gejala dari autisme, mengurangi
perilaku agresif, pergerakan berulang
1) Methylphenidate
2) Dexmethylphenidate
3) Amphetamine
c. Stimulan untuk mengontrol perilaku dan afek (mood), mengatur fokus (lebih mudah
berkonsentrasi) metamfetamin
d. Fenfluramin : Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah
yang bermanfaat pada beberapa anak autisme
e. Ritalin Untuk menekan hiperaktifitas
f. Risperidon dengan dosis 2 x 0,1 mg telah dapat mengendalikan perilaku dan konvulsi.
Selain medikamentosa, ada 10 Jenis Terapi Autisme yang dapat dilakukan pada kasus:
a. Terapi pendidikan dan perilaku : Applied Behavioral Analysis (ABA) dan
Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicaped
Children (TEACCH)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan
didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan

khusus

pada

anak

dengan

memberikan

positive

reinforcement

(hadiah/pujian).
b. Terapi Wicara
Anak yang mengalami hambatan bicara dilatih dengan proses pemberian
reinforcement dan meniru vokalisasi terapis,terapi bicara dalam upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi anak autis.
c. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil
dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan
kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk
melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

d. Terapi Fisik /fisioterapi


Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu
autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadangkadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya
kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong
untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
e. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat
bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka
untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
f. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam
hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
g. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari
perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
h. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap
sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan
tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan
Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang
lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
i. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers).
Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi
melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode dan PECS ( Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
j. Terapi Biomedik

Gejala-gejala anak autis diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara
intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang
ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.
Diet
Hindari makanan yang mengandung casein dan protein tepung (glutein)
Berikan Sinbiotik yaitu gabungan probiotik dan prebiotik. Probiotik

adalah

mikroorganisme hidup yang dimakan untuk memperbaiki secara menguntungkan


keseimbangan mikroflora usus.
Berikan vitamin C sebagai antioksidan.
Hindari makanan yang mengandung pengawet

12. Bagaimana pencegahan pada kasus?


A. Pencegahan Sejak Kehamilan
Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih
awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan.
Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus
TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis).
Pendarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan anda.
Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi
ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin.
Prematur dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi
terjadinya autism dan gangguan bahasa lainnya. Berhati-hatilah minum
obat selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih
dahulu. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester
pertama. Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada
awal kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan saraf
pusat yang mengakibatkan autism dan gangguan perkembangan lainnya
termasuk gangguan berbicara.
Hindari paparan makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama
kehamilan.
Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang
diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Sebaiknya ibu
menghindari atau mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia
kehamilan di atas 3 bulan.

Hindari asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi
asap rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi
serta selalu mendekatkan diri dengan Tuhan.
B. Pencegahan Saat Persalinan
Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan
kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan
maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke
seluruh organ tubuh bayi termasuk otak.
Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya
Bila terdapat resiko dalam persalinan harus diantisipasi kalau terjadi
sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis anak saat persalinan atau
sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care Unit) bila dibutuhkan.
Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu
cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR
SCORE rendah)
C. Pencegahan Sejak Usia Bayi
Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. seperti sering muntah,
tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu
lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung,
rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin.
Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi
dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut.
Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu
fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku
anak. Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai.
Pemberian vitamin nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati
penderita, tetapi harus dicari penyebabnya
Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma
kepala,

kejang

(bukan

kejang

demam

sederhana)

atau

gangguan

kelemahan otot, ada bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi
(hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian
antibiotika

tertentu

saat

bayi

harus

dilakukan

monitoring

tumbuh

kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan perkembangan


dan perilaku pada anak.
Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buahbuahan tertentu, keju dan sebagainya. Bayi yang mengalami gangguan
pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat

(MSG),

amines,

tartarzine

(zat

warna

makanan),

Bila

gangguan

pencernaan dicurigai sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan


Gluten maka diet harus bebas casein dan Gluten,
Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik secara kualitas
dan

kuantitas,

hindari

rasa

permusuhan,

pertentangan,

emosi

dan

kekerasan. Bila terdapat faKtor resiko tersebut pada periode kehamilan atau
persalinan maka kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian
resiko

tersebut

akan

semakin

besar

kemungkinan

terjadi

autism.

Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala autism
sejak usia 0 bulan.

13. Bagaimana komplikasi pada kasus?

Anak autis yang tidak terdeteksi secara dini akan mengalami gangguan bicara,

interaksi social dan perilaku yang menetap.

Jika gagal dideteksi dan tidak sesuainya intervensi akan menyebabkan terjadinya

eksaserbasi ketidakmampuan (disabilitas) dalam akademik,sosial, dan pekerjaan.

Meningkatkan resiko terjadinya mayor depresi sekunder atau reaksi lainnya

Malnutrisi dan gangguan tidur

Tidak merespon nyeri jadi bisa melukai diri sendiri

14. Bagaimana prognosis pada kasus?

Prognosis pada pasien dengan autism, sangat tergantung pada tingkat IQnya. Pada
pasien dengan IQ yang rendah, pasien tidak dapat hidup mandiri, namun pada pasien
dengan IQ tinggi dapat mandiri, bekerja ataupun sukses. Sejauh ini penderita autism
tidak bisa sembuh secara total, namun dapat diminimalisir sehingga anak mampu
tumbuh dalam hidup dan perkembangan yang normal. 2-15% pasien yang
mendapatkan peningkatan fungsi kognitif dan adaptive yang baik. Anak-anak autistik
dengan IQ > 70 dan mereka yang menggunakan bahasa komunikatif pada usia 5-7
tahun memiliki prognosis yang terbaik, prognosis membaik jika lingkungan atau
rumah adalah suportif dan mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat
banyak

Ada tidaknya comorbid disorder

Waktu diagnosis, diagnosis lebih dari umur 3 tahun, memiliki prognosis lebih jelek

15. Bagaimana kdu pada kasus?


2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan
dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

IV. HIPOTESIS
Pradipta, anak laki-laki, usia 3 tahun mengalami gangguan perkembangan pervasive
berupa autistik
V. LEARNING ISSUE
1. Autism
Definisi
Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem syaraf pusat yang berdampak
pada gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal- nonverbal dan perilaku
tertentu yang cenderung terbatas, mengulang dan tidak mempunyai ketertarikan
terhadap hal lainnya (baru).
Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan tersebut seperti
permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan memiliki interpretasi yang
berbeda dalam merespon lingkungan sekitarnya.
Autisme diartikan sebagai gangguan syaraf mental di awal perkembangan masa
kanak-kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak terdeteksi ketika
sejak masa prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme kemungkinannya telah
muncul ketika usia anak mencapai 12-18 bulan. Perilaku karakteristik autisme sendiri

mudah terdeteksi pada usia 3 tahun, misalnya dengan mengetahui keterlambatan


dalam berbicara atau penguasaan kosa kata pada masa prasekolah.
Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang sekolah
merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak autisme, gejala-gejala
yang tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas pada usia 4-5 tahun ketika anak
mengalami permasalahan dalam berinteraksi sosial dengan usia sebayanya.
Permasalahan tersebut akan terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya,
bahkan seumur hidupnya.
American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme dalam
gangguan perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD) bersama
dengan beberapa gangguan lain; sindrom Asperger, gangguan disintegratif pada anak,
gangguan Rett, dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan.
Kesemua gangguan tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan
permasalahan komunikasi, sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang. Gangguangangguan tersebut kadang disebut sebagai gangguan spektrum autisme (autism
spectrum disorders; ASDs).
Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum
mempunyai kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap orang,
namun gangguan tersebut pada area yang sama; sosialisasi, komunikasi dan perilaku.
Kecuali pada sindrom Asperger, anak tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi.
Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri, namun
beberapa diantara penderita autisme harus secara terus-menerus mendapatkan
perawatan selama hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan obat yang efektif untuk
menyembuhkan gangguan autisme secara total.
Faktor penyebab
Penyebab utama gangguan ASD ini tidak diketahui secara pasti, dugaan utama adanya
gangguan pada sistem syaraf yang kompleks, beberapa penelitian lainnya menduga
adanya faktor genetika.

1) Genetika
Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan gangguan
autisme, hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang berbeda atau kombinasi
diantaranya yang memungkinkan resiko terkena autisme. Bila dalam satu keluarga
mempunyai 1 anak menderita autisme maka prevalensi mempunyai anak autisme
sebesar 3-8%, sementara pada kembar monozigot sebesar 30%.
2)Kondisi medis tertentu
Beberapa anak mempunyai riwayat kondisi medis yang berhubungan dengan autisme
seperti
Catatan; kondisi medis diatas bukanlah sebagai penyebab autisme, beberapa pasien
dengan kondisi medis diatas kadang juga tidak memiliki gejala autisme.
3) Kombinasi antara faktor lingkungan dan genetika
Simptom
1) Gangguan sosial
Kesulitan dalam mengenal pelbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan sosial.
Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan dengan
orang lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab)
Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan bermain, orang
lain atau objek lain.
Kurang mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan timbal balik
emosi
Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme dan ASDs.
Gangguan ASDs bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi sosial seperti rasa
malu berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius sepanjang hidupnya,
problem sosial sering menjadi kombinasi dengan beberapa gangguan lainnya seperti
kemampuan berkomunikasi dan perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan
sekelilingnya.

Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan merespon positif
dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase oral) atau mengerti
lambaian tertentu kepadanya. Pada bayi autisme kesulitan dan membutuhkan waktu
cukup lama untuk berinteraksi dengan orang lain.
Anak autis tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain, mereka tidak
mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun beberapa diantaranya tetap
berteman dan bermain bersama. Mereka menghindari kontak mata bahkan cenderung
untuk menyendiri. Anak autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan
yang dibuat oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih
untuk tidak mengajaknya bermain bersama.
Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis akan kesulitan
untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk memahami perasaan yang
diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat sensitif untuk disentuh atau bahkan
tidak menyukai orang lain bercanda dengannya. Anak autisme juga tidak merasa
nyaman dan menjauhi orang lain yang membuatnya merasa malu.
Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pekerjaannya dan
permasalahan intelektual akan berkaitan dengan kemunculan kecemasan dan
depresi yang akan memperburuk kondisinya. Sikap polos penderita autis dewasa
kadang juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengambil keuntungan
2) Gangguan komunikasi
Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan berbahasa (kecuali
adanya hambatan lain yang harus menggunakan bahasa isyarat atau mimik)
Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain
Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu
Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain pura-pura
Dalam berbicara individu dengan ASDs kurang mampu dalam mengkombinasikan
beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka cenderung hanya menggunakan

satu kata atau beberapa kata saja. Beberapa diantaranya juga acap mengulang katakata sama berulang-ulang atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai
jawaban. Kondisi ini disebut dengan echolalia.
Anak dengan ASDs sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh, atau suara tertentu.
Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi wajah. Beberapa
kasus anak autisme kadang tidak cocok dalam mengekspresikan emosi dengan
perkataan, misalnya saja ia mengatakan bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia
tersenyum.
Anak autsme sulit diajak bercanda atau berpura-pura, kadang ia tidak merespon
samasekali dengan permainan, misalnya balita autis tidak merespon permainan ciluk
ba. Anak normal berbalik arah memeluk ibunya ketika diajak bermain ciluk ba.
3. Kecenderungan untuk mengulang perilaku tertentu, tidak tertarik, atau perilaku
terbatas pada aktivitas.
Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar biasa
(abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas
Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu dan
mengulang
Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu.
Anak dengan gangguan ASDs akan menghabiskan waktu begitu lama bila sedang
bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat bergerak dengan
sendirinya maka ia tidak akan melepaskan pandangannya dengan tidak berkedip dan
bila mainan itu berhenti tatapannya tidak berubah barulah agak lama kemudian ia
akan mencobanya lagi.
Individu dengan gangguan ASDs mampu melakukan hal-hal yang rutin ia lakukan
sehari-harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya bingung dan frustrasi,
misalnya saja ia akan melalui jalan yang sama setiap harinya, bila jalan tersebut
ditutup, hal itu akan membuatnya frustrasi.

Beberapa ASDs kadang sering melakukan hal yang sama secara terus-menerus
meskipun sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak berguna baginya. Misalnya saja
ia melihat semua jendela rumah yang terbuka ketika melewati jalan, menonton film
yang pernah ia tonton sebelumnyalebih dari dua kali.
Test
Saat ini belum ada alat secara medis untuk mendeteksi ASDs. Tenaga profesional
menggunakan gejala-gajala yang ada dari perilaku yang tampak. Secara umum gejalagejala tersebut mulai terdeteksi sejak usia bayi beberapa bulan yang berlanjut pada
kemunculan pada usia 3 tahun
Langkah diagnosis untuk gangguan ASDs dilakukan dengan melihat masa
perkembangan awal dan survei dokter selama dilakukan kunjungan. Langkah tersebut
biasanya dilakukan dokter dengan cara men-check list pelbagai pertanyaan untuk
mengindentifikasi beberapa gangguan perkembangan pada usia 9 bulan, 18 bulan dan
24-30 bulan (dapat diisi oleh orangtua) bila ditangani terlebih awal maka dokter akan
memberikan beberapa test kemampuan yang disesuaikan dengan usia perkembangan
diatas.
ASDs merupakan gangguan yang kompleks, untuk melakukan screening secara tepat
biasanya dilakukan evaluasi yang komperehensif, seperti test secara fisik,
neurobiology, atau bahkan test genetik.
Beberapa test diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosa gangguan
autisme;
1) Autism Diagnosis InterviewRevised (ADIR)
2) Autism Diagnostic Observation Schedule-Generic (ADOSG)
3) Childhood Autism Rating Scale (CARS)
4) The Gilliam Autism Rating Scale (GARS)
5) Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)
Penatalaksanaan
Tidak ada standar khusus untuk treatmen pada anak autis, tenaga professional
menggunakan beberapa standar yang berbeda-beda dalam menangani pasien

gangguan autisme. Karenanya orangtua yang memiliki anak autisme dapat


memilih tenaga profesional berpengalaman dari pelbagai informasi yang ada
dan dianggap dapat membantu anak-anak autisme secara lebih baik.
Lakukanlah diskusi dengan tenaga profesional dalam mengambil beberapa
tindakan yang diperlukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua;
a. Lihatlah reputasi tenaga profesional tersebut yang berpengalaman
b. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pada petujuk-petunjuk yang
tersusun secara rinci yang merupakan hasil diskusi antara orangtua dan tenaga
professional yang terlibat didalamnya.
c. Hal-hal yang dilakukan dalam pemberian treatment haruslah mempunyai
alasan yang jelas, maksud dan manfaat dari tindakan yang diperlukan
d. Tidak ada standar obat medis yang direkomendasikan secara khusus dalam
treatmen yang diberikan, bahkan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan
gangguan autisme, oleh karenanya treatmen yang diberikan dapat berbedabeda tiap individu dengan gangguan autisme atau ASDs lainnya.
e. Orangtua haruslah berperan dalam pemberian treatmen dengan pengetahuan
yang cukup mengenai gangguan ini dan dapat melihat perubaha-perubahan
yang terjadi pada anak selama pemberian treatmen apakah sesuai dengan
karakter anak atau tidak.
f. Lihat perubahan perkembangan anak selama pemberian treatmen, biasanya
anak autisme mengalami perubahan-perubahan yang berarti selama treatmen
yang dilakukan
Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan
pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka
yang panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan
obat-obatan yang dapat mendukug treatmen tersebut.
Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan
pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka
yang panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan
obat-obatan yang dapat mendukug treatmen tersebut.

Obat-obatan
Medikasi sebenarnya tidak diperlukan bagi penderita autisme, kecuali bila
disertai dengan adanya gangguan syaraf lainnya. Medikasi diberikan untuk
membantu autis mengontrol beberapa perilaku seperti hiperaktif, impulsif,
konsentrasi atau kecemasan. Hal yang perlu diingat bahwa pemberian obatobatan tersebut kadang tidak cocok dengan tiap individu dan pemberian obat
dalam waktu yang relatif lama juga memberikan pengaruh yang tidak baik
bagi anak-anak autis.
Obat antipsikotik; pemberian jenis obat-obatan ini untuk mengurangi dari
beberapa perilaku seperti hiperaktif, perilaku menyendiri, pengulang perilaku
atau perilaku agresif. Jenis obat ini dapat berupa risperidone (Risperdal),
olanzapine (Zyprexa), dan quetiapine (Seroquel)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); adalah jenis obat
antidepressants yang sering digunakan untuk penderita depresi, obsessivecompulsive disorder, atau gangguan kecemasan. Jenis obat ini
dapat mengurang perilaku seperti agresif, pengulangan perilaku, marah, dsb.
Jenis obat ini berupa fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline
(Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Antidepressant lainnya; Clomipramine
(Anafranil), Mirtazapine (Remeron), amitriptyline (Elavil) dan bupropion
(Wellbutrin).
Obat stimulant; Jenis obat ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi
dan mengurangi perilaku impulsif dan hiperaktif. Jenis obat ini berupa
methylphenidate (Ritalin) dan amphetamines (Adderall, Dexedrine).
Jenis obat lainnya; Alpha-2 adrenergic agonists (clonidine) diberikan untuk
mengurangi perilaku hiperaktif.
Pemberian obat-obatan tersebut haruslah melalui pengawasan dokter secara
ketat, pemberian jangka panjang akan memberikan efek yang tidak baik bagi
anak autis.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obatan;


- Menimbulkan rasa mengantuk (sedasi)
- Ketergantungan pada obat
- Beberapa jenis obat dapat bereaksi dengan makanan, perlu kontrol dan
konsultasi dokter mengenai penggunaan obat-obatan tersebut
- Obat-obatan tersebut harus diberikan oleh tenaga medis profesional yang
berpengalaman dalam menangani anak-anak autis.
Beberapa jenis suplemen, vitamin, mineral; vitamin B, magnesium, minyak
ikan, dan vitamin C dilaporkan dapat memberikan pengaruh positif bagi anak
autis dan ASDs lainnya.

2. Tumbuh kembang anak


Periode perkembangan anak :

Prenatal Period (pembuahan lahir)

Infancy & Toddlerhood (0 3 tahun)

Early Childhood (3 6 tahun)

Middle Childhood (6 11 tahun)

Area perkembangan anak :

Fisik

Kognitif

Sosial-emosional

Tumbuh kembang anak usia 0-3 tahun:

Golden

age

brain

growth

spurts:

periode

pertumbuhan dan perkembangan otak secara cepat

Usia dimana fisik anak tumbuh paling cepat

Perlu adanya stimulasi yang tepat agar tumbuh


kembang optimal

Tahap perkembangan fisik

Kemampuan fisik 0-3 bulan :


Mengangkat kepala 45o dan menggerakkan

kepala ke kanan-kiri

Melihat wajah orang

Terkejut

Tersenyum.

Kemampuan fisik 3-6 bulan :

Tengkurap

Mengangkat kepala 90o

Menggenggam pensil

Meraih benda yang dekat

Memegang tangan sendiri

Melihat benda-benda kecil (detil benda) Dan


duduk

Kemampuan fisik 6-9 bulan :

Duduk

Belajar berdiri

Merangkak

Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan


yang lain

Meraup benda-benda kecil

Tepuk tangan

Makan kue sendiri

Kemampuan fisik 9-12 bulan :

Mengangkat badan untuk berdiri

Berdiri dengan berpegangan kursi

Berjalan dengan dibantu

Meraih benda

Memasukkan benda ke mulut

Mengeksplorasi lingkungan

Kemampuan fisik 12-18 bulan :

Berdiri tanpa berpegangan

Membungkuk untuk mengambil mainan

Berjalan mundur 5 langkah

Menaiki tangga

Menumpuk 2 kubus

Memasukkan kubus ke dalam kotak

Memegang alat tulis walaupun belum tepat

Kemampuan fisik 18-24 bulan :

Berjalan dengan stabil

Tepuk tangan

Melambai

Menumpuk 4 kubus

Mengambil benda kecil menggunakan jempol dan


telunjuk

Memegang alat tulis

Melempar dan menggelindingkan bola

Belajar makan dan minum sendiri

Kemampuan fisik 24-36 bulan :

Menaiki tangga

Menendang bola kecil

Mencoret-coret

Melepas pakaian sendiri

Makan sendiri

Tahap perkembangan kognitif dari Piaget

Usia 0 3 tahun: Tahap Sensorimotor

Terbagi 6 sub tahapan


-

Sub tahap 1 (0 1 bulan): use of relexes


bayi berlatih mengontrol refleks
contoh: bayi mengisap puting ibu yang didekatkan ke mulutnya

Sub tahap 2 (1 4 bulan): primary circular reaction


bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang awalnya didapat secara tidak
sengaja (contoh: mengisap jempol)

aktivitas masih terfokus pada tubuhnya sendiri, belum sampai melihat dampak
perilakunya terhadap lingkungan
mulai beradaptasi terhadap benda yang berbeda (contoh: cara mengisap dot
berbeda dari cara mengisap puting)
mulai bereaksi terhadap suara
Sub tahap 3 (4 8 bulan): secondary circular reactions

mulai tertarik pada lingkungan, tidak lagi terfokus pada tubuhnya saja
memanipulasi dan mempelajari objek
mengulang-ulang tindakan yang memberikan hasil menarik (contoh:
menggoyang mainan rattle)
Sub tahap 4 (8 12 tahun): coordination of secondary schemes

perilaku lebih bertujuan


menggunakan pengalaman yang diperoleh sebelumnya untuk mengatasi
masalah baru
mulai dapat mengantisipasi kejadian
contoh: bayi merangkak ke seberang ruangan untuk mengambil mainan
-

Sub tahap 5 (12 18 tahun): tertiary circular reactions


menunjukkan rasa ingin tahu yang besar
bereksperimen untuk melihat hasil dari tindakannya
trial-and-error
contoh: anak menginjak mainan karet yang berbunyi, kemudian ia
memencetnya untuk mengetahui apakah mainan itu akan berbunyi lagi

Sub tahap 6 (18 24 bulan): mental combinations


representational ability: menggunakan simbol (kata-kata, angka) untuk
merepresentasikan objek/ kejadian dalam ingatan
dapat mengantisipasi dampak dari tindakan
tidak lagi trial-and-error

Tahapan perkembangan bahasa:

Tahap perkembangan sosio-emosional

Tumbuh Kembang Anak Usia 0 3 Tahun: Sosial-Emosional


Tahap 1 perkembangan psikososial (Erik Erikson)

basic trust vs mistrust (0 18 bulan)

trust virtue hope: anak yakin bahwa ia dapat memenuhi


kebutuhannya dan mencapai keinginannya

mistrust memandang dunia tidak adil & tidak bersahabat, sulit menjalin
hubungan

kuncinya: pengasuhan yang sensitif, responsif, dan konsisten

Usia 8 bulan
stranger anxiety
separation anxiety
Tahap 2 perkembangan psikososial:

Autonomy vs shame & doubt (18 bulan 3 tahun)

Pergeseran dari kontrol eksternal menjadi kontrol diri

Virtue: will

Tahap Perkembangan Aspek Sosial-Emosinal (Sroufe, 1979)

Usia 0 3 bulan:

Mampu menerima stimulasi

Menunjukkan minat dan rasa ingin tahu

Tersenyum kepada orang lain

Usia 3 6 bulan:

Bayi dapat mengantisipasi hal yang akan terjadi dan kecewa apabila tidak
terjadi

Sering tersenyum, bersuara, dan tertawa

Mulai berinteraksi dua arah antara bayi dan pengasuh

Usia 6 9 bulan

Bayi bermain social games dan berusaha mendapatkan response dari


orang lain

berbicara dan menyentuh bayi lain agar mereka brespons

Ekspresi emosi lebih beragam senang, takut, marah, terkejut

Usia 9 12 bulan

Semakin lekat dengan pengasuh

Menunjukkan rasa takut terhadap orang asing

Lebih jelas dalam mengkomunikasikan emosi

Usia 12 18 bulan:

Mengeksplorasi lingkungan dengan orang yang dekat secara emosional

Apabila telah menguasai lingkungan, anak merasa lebih percaya diri


Usia 18 36 bulan:

Semakin khawatir berpisah dari pengasuh

3. Gangguan perkembangan pervasive


Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial uyang
timbal balik dan dalam pola komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas,

stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasif dari
fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat
keparahannya.
Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP),
Pervasif artinya meresap atau yang mendasari sehingga mengakibatkan gangguan lain dan
GPP adalah suatu gangguan perkembangan pada anak, dimana terutama terdapat 3 bidang
perkembangan yang terganggu, yaitu: komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Gejalagejala tersebut harus sudah ada sejak sebelum usia 3 tahun, walaupun demikian diagnosis
ditegaskan saat anak berusia 3 tahun.
Gangguan di bidang komunikasi meliputi (1) tidak ada gesture ataupun mimik, (2) tidak
bisa mempertahankan bicara yang lama, (3) bahasa stereotipik dan repetitif dan (4) tidak
bisa bemain berpura-pura (sandiwara).
Gangguan di bidang interaksi sosial meliputi (1) menghindari tatap mata, (2) gagal dalam
hubungan pertemanan, (3) kurangnya spontanitas dalam bermain, (4) hilangnya rasa
emosional.
Gangguan di bidang perilaku meliputi (1) pola perilaku stereotipik tertentu, (2)
melakukan rutinitas secara ritual, (3) mannerisme seperti finger flapping dan (4)
preokupasi terhadap bagian benda tertentu saja.
Namun secara klinis di lapangan, gangguan tersebut ditemukan secara spektrum (berbeda
kadar/derajat keparahannya).
Terminologi Gangguan Perkembangan Pervasif ini melingkupi beberapa sindroma atau
gangguan perkembangan yang mempunyai ciri seperti tersebut di atas. Kondisi yang
dapat diklasifikasikan kedalam Gangguan Perkembangan Pervasif, menurut ICD10(International Classification of Diseases, WHO 1993), maupun menurut DSMIV
(American Psychiatric Association, 1994) adalah:
1. Autisme Masa kanak ( Childhood Autism )
Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah
tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang terganggu
adalah dalam bidang :

1.1 Komunikasi: kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan dibawah
ini:
Perkembangan bicaranya terlambat, atau sama sekali tidak berkembang.
Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk
mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan
dua arah yang baik.
Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.
1.2. Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial :
Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak
tubuh, untuk berinteraksi secara layak.
Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa
berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan
melakukan sesuatu bersama-sama.
1.3. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan
stereotipik seperti dibawah ini :
Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak
normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa
dilakukannya berjam-jam.
Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau
mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset,
baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka
ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.

Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepakngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan
sesuatu.
Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda
sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus dirabarabanya, suara-suara tertentu.
Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk
tak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar.
Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris,
seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium/menggigit-gigit benda, tak suka kalau
dipeluk atau dielus. Autisme Masa Kanak lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
2. Gangguan Perkembangan Pervasif YTT (PDD-NOS)
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi,
interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada Autisme Masa
kanak. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak
ini masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak
bergurau.
3. Sindrom Rett
Adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita. Kehamilannya
normal, kelahiran normal, perkembangan normal sampai sekitar umur 6 bulan. Lingkaran
kepala normal pada saat lahir. Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami
kemunduran perkembangan. Pertumbuhan kepala mulai berkurang antara umur 5 bulan
sampai 4 tahun. Gerakan tangan menjadi tak terkendali, gerakan yang terarah hilang,
disertai dengan gangguan komunikasi dan penarikan diri secara sosial. Gerakan-gerakan
otot tampak makin tidak terkoordinasi.Seringkali memasukan tangan kemulut,
menepukkan tangan dan membuat gerakan dengan dua tangannya seperti orang sedang
mencuci baju.. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan.
Terjadi gangguan berbahasa, perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran psikomotor
yang hebat. Yang sangat khas adalah timbulnya gerakan-gerakan tangan yang terus
menerus seperti orang yang sedang mencuci baju yang hanya berhenti bila anak tidur.

Gejala-gejala lain yang sering menyertai adalah gangguan pernafasan, otot-otot yang
makin kaku , timbul kejang, scoliosis tulang punggung, pertumbuhan terhambat dan kaki
makin mengecil (hypotrophik). Pemeriksaan EEG biasanya menunjukkan kelainan.
4. Gangguan Disintegrasi Masa Kanak
Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak tersebut
telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun, sebelum terjadi
kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur 3 tahun.
Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga kemunduran
tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi juga
ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat
cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik.
Bila melihat anak tersebut begitu saja, memang gejalanya menjadi sangat mirip dengan
autisme.
5. Sindrom Asperger
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat
pada anak laki-laki daripada wanita. Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.
Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya
tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun
meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik.
Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang
saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik
atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan
dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang
hidup bila dibanding anakanak lain seumurnya.
Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil,
pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil
mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya bergantiganti.
Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai
kesulitan dalam pelajaran disekolah. Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila

mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku,
dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya :
harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara
sembarangan. Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman.
Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang
lain. Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan
orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa
merasa bersalah (mis. Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak dan hidungnya besar ).
Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab: Tapi itu kan
benar Bu.
Anak Sindrom Asperger jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh
seperti mengepak-ngepak atau melompat-lompat atau stimulasi diri.
1. Autisme Masa Kanak (Childhood Autism)
2. Gangguan Perkembangan Pervasif yang tak tergolongkan (GPP-YTT)
(Pervasif Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
3. Sindroma Rett (Retts Syndrome)
4. Gangguan Disintegratif Masa kanak (Childhood Disintegrative Disorder)
5. Sindroma Asperger (Aspergers Syndrome).
Autisme Masa Kanak
Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau hendaya
perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam
tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.
Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada,
kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis
sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya dapat dapat didiagnosis pada semua
kelompok umur.

VI. KERANGKA KONSEP

VII. KESIMPULAN
Pradipta, anak laki-laki, usia 3 tahun mengalami gangguan perkembangan pervasive
berupa autistik

DAFTAR PUSTAKA
Sahunie.

2013.

DDST

(Denver

Development

Screening

Test).

Disadur

http://sahunie.blogspot.com/2013/05/ddst-denver-development-screening-test.html.

dari:
30

Oktober 2013.
Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisikeduapuluhsembilan.
Jakarta: EGC. 2002.
Staf Pengajar IKA UI. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak UI. Jakarta. Percetakan
Infomedika.1997
Saddock, Benjamin & Virginia Saddock. Buku Ajar
PsikiatriKlinisEdisi Kedua. Jakarta:EGC. 2004)
Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis
PsikiatriIlmuPengetahuanPerilakuPsikiatriKlinisJilidDua. Jakarta. BinarupaAksara.
2010.

Anda mungkin juga menyukai