Contoh Soal
Contoh Soal
NIM : 131020090037
1. Seorang wanita, 42 tahun , P11 A0 mengeluh nyeri perut sejak 4 jam sebelum masuk RSHS
disertai perdarahan dari jalan lahir. Ibu melahirkan anak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
ditolong dukun beranak, bayi lahir mati, waktu dicoba melahirkan tali pusat tali pusat putus.
Dukun merujuk ke bidan, bidan melihat ibu berdarah banyak, pucat dan lemah langsung
merujuk pasien ke RS Swasta terdekat. Di RS swasta T 90/50 ,N 120/ menit ; R 24/menit
diberi infus 7 labu dan dikatakan ada robekan rahim serta direncanakan operasi.Karena
penderita GAKIN ,penderita minta pindah ke RSHS.Waktu dilakukan operasi ditemukan
rupture uteri totalis sehingga dilakukan histerektomi ; namun ibu meninggal hari ke 5 pasca
Bedah
a) Pada kasus ini terdapat 2 sistem kebijakan yang pelaksanaannya masih buruk.Uraikan
pendapat anda.
b) Apa yang saudara ketahui tentang 4 terlalu dan 3 terlambat dan apa hubungnnya dengan
kasus di atas ?
Jawaban :
a) Pada kasus di atas terdapat 2 sistem kebijakan yang pelaksanaannya masih buruk yaitu :
Strategi Pendekatan Risiko (SPR):
Konsep pemikiran dasar SPR adalah bahwa pada tiap masyarakat selalu ada
komunitas, keluarga atau individu yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk
menjadi sakit, mendapat kecelakaan atau kematian mendadak, jika dibandingkan
dengan kelompok lain.
Adanya kerentanan terhadap penyakit atau kelainan disebabkan oleh berbagai
karakteristik atau faktor risiko yang dimiliki, yangmana satu sama lain saling
berpengaruh. Faktor risiko ini bisa biologis, genetic, lingkungan atau psikososial.
Sebagian faktor risiko ini dapat dikenal dan diukur sehingga dapat menggunakannya
dalam upaya pelayanan kesehatan preventif.
Seharusnya pada saat seorang ibu hamil dan diketahui bahwa kehamilannya
berisiko akan mendapatkan kesulitan pada kehamilan dan persalinan maka tenaga
kesehatan harus mempersiapkan sejak ibu tersebut hamil untuk mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi. Hal ini merupakan indikator besaran pertolongan yang
dibutuhkan baik preventif maupun kuratif.
SPR dimulai dengan ditemukan indikator-indikator tersebut yang kemudian
dijadikan sebagai petunjuk untuk tindakan selanjutnya. SPR dapat digunakan sebagai
alat manajemen dan sebagai pedoman pada kasus faktor risiko dan harus
dilaksanakan secara konsisten. Akan berhasil jika ada kesamaan persepsi para
pengambil kebijakan umum (Pemerintah pusat, Depkes, Pemda) dan pelaksana teknis
(jajaran kesehatan, LSM, pengguna pelayanan kesehatan).
Pada kasus 1 seharusnya dilakukan scoring risiko pada ibu. Sehingga dapat
diperkirakan risiko masalah yang mungkin dialami oleh ibu berdasarkan besar, jenis,
waktu dan tempat sehingga dapat direncanakan pertolongan yang tepat bagi ibu.
Dengan dilakukan scoring tersebut dapat diberikan pertolongan yang tepat terhadap
ibu dengan melakukan Rujukan Dini Berencana atau Rujukan Tepat Waktu.
SPR akan berjalan dengan baik bila dilakukan secara proaktif dan koordinatif. Sikap
proaktif dapat diwujudkan dengan cara, :
Bidan secara aktif mendeteksi dan mengukur faktor risiko (scoring factor risiko)
yang ada pada setiap wanita sehingga dapat digunakan untuk upaya pelayanan
kesehatan preventif dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang
dibutuhkan secara tepat waktu.
Para kader secara aktif mendeteksi wanita yang mempunyai faktor risiko
kemudian melakukan konseling dan merujuk secara tepat.
Dukun bayi seharusnya sudah tidak lagi melakukan pertolongan persalinan, tetapi
sebagai mitra bidan dan memberikan informasi pada bidan kaitanya dengan ibu
hamil, bersalin dan nifas.
Para bidan secara aktif melatih dan membina kader, dukun dan posyandu
Rumah sakit daerah secara aktif membina puskesmas dan bidan swasta,
memberikan masukan dan advokasi kepada pemerintah daerah serta harus mampu
menanggulangi kasuskasus darurat obstetri, terutama kasus rujukan.
Sistem Rujukan
Secara konseptual sistem rujukan adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbale balik atas kasus atau masalah
kesehatan yang timbul, baik secara horizontal maupun vertical, baik untuk kegiatan
pengiriman penderita, pendidikan, maupun penelitian.
Secara operasional sistem rujukan adalah suatu tatanan dimana berbagai
komponen dalam jaringan pelayanan kesehatan reproduksi dapat berinteraksi dua
arah timbale balik, antara bidan di desa, bidan dan dokter puskesmas di pelayanan
kesehatan dasar, dengan para dokter spesialis di RS Kabupaten, untuk mencapai
rasionalisasi penggunaan sumber daya kesehatan, dalam upaya penyelamatan ibu dan
bayi baru lahir, melalui penanganan ibu risiko tinggi dan gawat darurat obstetri,
secara professional, efisien, efektif, rasional dan relevan. Akan tetapi pengertia secara
operasional ini harus disesuaikan dengan keadaan Negara bahkan akan berbeda antara
satu provinsi dengan provinsi yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
geografi, sarana/prasarana, social, ekonomi dan budaya.
Pada kasus di atas menunjukkan bahwa SPR tidak dijalankan dengan baik. Ini
merupakan kesalahan dan tanggung jawab pengelola/petugas kesehatan. Seharusnya
dengan SPR dapat memperkirakan besar, jenis dan waktu pertolongan yang
dibutuhkan. Selain itu harus mengetahui dengan tepat tempat pertolongan yang bisa
didapat, sehingga berakhir pada rujukan yang terlambat.
Kasus di atas juga memberikan gambaran kegagalan kesehatan dan sosial yang
seharusnya dapat dicegah dan dihindari. Keadaan ini seharusnya tidak terjadi. Pasien
dan bayinya meningggal karena terperangkap oleh faktor sosial budaya dan ekonomi.
Kepercayaan terhadap dukun dan melakukan persalinan di rumah masih tinggi,
pemanfaatan tenaga dan fasilitas kesehatan masih rendah, hal ini dapat disebabkan
karena ketidaktahuan pasien, kepercayaan tradisional kepada dukun bayi yang sangat
besar serta ketidakmampuan biaya, terbukti pasien menggunakan fasilitas GAKIN
a) 3 terlambat adalah :
Penderita terlambat minta pertolongan
Penderita terlambat datang ke tempat pertolongan
Penderita terlambat ditolong di tempat pertolongan
Hubungan 4 (empat) terlalu dengan kasus di atas adalah :
Terlambat mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan
Dukun bayi seharusnya sudah tidak melakukan pertolongan persalinan lagi, tetapi
pada kasus ini dukun masih juga melakukan pertolongan persalinan padahal ibu
hamil ini jelas-jelas berisiko jika ditolongnya karena usianya 42 th dengan P11A0.
Dukun terlambat mengambil keputusan untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang benar dan tepat pada pasien ini. Ditambah lagi bidan kurang tepat dalam
1. Saudara sebagai AMD Keb bertugas di RSUD pada suatu Kabupaten dengan 10 kecamatan
dan 12 Puskesmas, 2 diantara puskesmas itu adalah Puskesmas PONED. Pengumpulan data
yang dilakukan pada RS tempat saudara bekerja menunjukkan bahwa :
Baik kematian ibu maupun bayi kebanyakan terjadi pada kasus kasus rujukan terlambat
Faktor kendala yang berperan adalah rujukan terlambat pada pasen pasen Gakin karena
alasan biaya
Rujukan terlambat ternyata berasal dari 2 Kecamatan yang tidak mempunyai dan
lokasinya jauh dari Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten.
Menurut pendapat anda upaya upaya yang harus dilakukan agar kejadian di atas tidak
terulang lagi dimasa yang akan datang sehingga kejadian kematian ibu dan bayi dapat
dirturunkan ?
Jawaban :
Upaya untuk mengatasi rujukan terlambat:
Koordinasi yang baik antara tenaga kesehatan di lapangan dengan RS tempat rujukan dan
melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan setempat yang langsung membawahi
wilayah kerja puskesmas untuk melakukan pelatihan tentang sistem pendekatan risiko
untuk mendeteksi faktor resiko yang terjadi, sehingga dapat menerapkan sistem
pendekatan resiko dengan baik dan dapat melakukan rujukan terencana dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi karena rujukan yang terlambat
Penanganan risiko tinggi dan komplikasi persalinan dengan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat terutama kader kesehatan yang proaktif dalam penyaring perempuan dengan
risiko tinggi dan merencanakan rujukan yang tepat.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan cara mengikuti pelatihan,
seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Upaya upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menurunkan kematian
ibu dan bayi :
Senantiasa meningkatkan ilmu dan ketrampilan supaya mampu untuk mengenal secara
dini golongan RISTI, kegawat daruratan obstetri dengan KIE dan rujukan terencana.
Berusaha untuk mencegah rujukan terlambat.
Mampu advokasi kepada pimpinan wilayah sosial mobilisasi masyarakat dalam
koordinasi GSI.
Peningkatan pertolongan persalinan oleh bidan dengan menempatkan 1 bidan untuk 1
desa, dan bermitra dengan dukun.
Membangun sistem rujukan materna dan neonatal
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Pemda.
Meningkatkan keterampilan SDM dalam penanganan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal
Melakukan AMP sehingga dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam menangani
kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
Melakukan sosialisasi dengan mengadakan pelatihan mengenai scoring factor risiko,
penanganan dan komplikasi yang mungkin terjadi
Pemantapan fungsi system rujukan
Pencatatan/pelaporan kesakitan/ kematian ibu dan bayi yang baik
Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Peningkatan kemitraan Bidan dan Dukun
1. Ditinjau dari aspek garapannya apa perbedaan antara Obstetri Klinik dan Obstetri dan
Ginekologi Sosial ?.
Jawaban :
Dari aspek garapannya perbedaan obsteri klinik dan obstetri sosial adalah ;
Obstetri klinis
mempelajari aspek aspek klinik / medik dari kehamilan , persalinan dan nifas yang
kedalamnya termasuk upaya upaya pengobatan dan penanggulangan secara medic.
Ginekologi Klinik:
Semua kasus ginekologi yang datang ke klinik:
Kelainan kongenital
Infeksi
Trauma
Neoplasma
Proses degenerasi
Ilmu Obstetri Sosial
Mempelajari segala aspek pengaruh lingkungan terhadap proses terjadinya penyulit
dan pengelolaan kehamilan , persalinan dan nifas yang bersifat sosial.
Termasuk kedalamnya upaya promotip dan pencegahan penyulit dari kehamilan ,
persalinan dan nifas dengan cara pendekatan sosial.
Teen age pregnancy (kehamilan remaja)
Making pregnancy safer (kehamilan yang aman)
Risk approach strategy (strategi pendekatan resiko)
Audit maternal perinatal.
Genekologi Sosial
yaitu semua kasus yang terjadi di masyarakat dan juga terhadap dampak yang timbul
dimasyarakat seperti :
Kelainan kongenital
Infeksi
Trauma
Neoplasma
Proses degenerasi
Perbedaan obstetrik klinik dan obstetrik sosial bisa dilihat dari table berikut ini :
NO YANG
DIBEDAKAN
1 Pendekatan
2 Ruang lingkup
3 Orientasi
4.
Batang keilmuan
5.
Pelayanan
6.
Sasaran
7.
Petugas
8.
Hasil akhir
9.
Parameter
OBGYN SOSIAL
OBGYN KLINIK
Bidan,
Dr.Umum
Dr.SpOG
Keamanan fisik baik
dan
1. Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial adalah: Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara Kesehatan Reproduksi dan Lingkungan , uraikan apa maksud dari ungkapan di atas?
Jawaban:
Maksudnya adalah Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial merupakan suatu ilmu yang tidak
hanya mempelajari tentang kehamilan, persalinan, nifas dan masa antara serta penyakit
yang menyertai, yang bersifat monodisplin dan berorientasi kepada kompetensi klinik,
akan tetapi lebih bersifat multidisiplin, memadukan biomedis dengan aspek humaniora,
serta berorientasi tidak hanya menekankan kompetensi klinik, tetapi juga memperhatikan
etika dan manajemen. Dalam obstetri dan ginekologi sosial dapat dipelajari bahwa fungsi
reproduksi merupakan peristiwa biologis alamiah, yang dalam prosesnya sering
dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya terutama lingkungan sosial.
Adapun lingkungan yang dimaksud adalah :
a. geografis tempat tinggal
b. sosioekonomi dan budaya
c. agama
d. pendidikan
e. transportasi
f. sarana
g. sumber daya manusia
Lingkungan sangat mempengaruhi anatomi dan faal alat reproduksi wanita sebaliknya
jika ada kelainan dan penyakit dan atau penyulit dari organ reproduksi, maka akan
berdampak pada lingkungan sosial dimana wanita itu berada.
Jadi, maksud dari kalimat Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
Kesehatan Reproduksi dan Lingkungan tersebut adalah ilmu obstetri dan ginekologi
sosial mengkaji masalah kesehatan reproduksi wanita secara holistik dan menyeluruh,
dan tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan akan tetapi juga dihubungkan
dengan dampak atau hubungan timbal balik dari permasalahan kesehatan reproduksi yang
ada pada diri individu terhadap kehidupan sosialnya maupun dampak terhadap
masyarakat dan lingkungannya.
1. a).Apa batasan dari Angka Kematian Ibu ( Maternal mortality Rate)?.
Jawaban :
AKI = Angka Kematian Ibu = Maternal Mortality Rate = MMR :
Jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan
paska persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada masa tertentu.
Angka pengukuran risiko kematian wanita yang berkaitan dengan
peristiwa kehamilan. Kematian ibu adalah kematian wanita dalam
masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6 minggu)
setelah berakhimya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan
maupun tempat melekatnya janin, oleh sebab apa pun yang
berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
pengelolaannya, bukan akibat kecelakaan. Kematian ibu
dikelompokkan menjadi (a) kematian sebagai akibat langsung
kasus kebidanan dan (b) kematian sebagai akibat tidak langsung
kasus kebidanan yang disebabkan penyakit yang sudah ada
sebelumnya, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan
bukan akibat langsung kasus kebidanan, tetapi diperberat oleh
pengaruh fisiologi kehamilan. Kematian wanita hamil akibat
kecelakaan (misalnya kecelakaan mobil) tidak digolongkan sebagai
kematian ibu.
Jml wanita yang meninggal akibat kehamilan persalinan
(masa nifas) berikut komplikasinya di wilayah tertentu dalam
satu tahun.
Rumus =
X 100.000
Jumlah kelahiran hidup pada populasi dalam daerah dan
tahun yang sama
b).Angka kematian ibu di Indonesia Masih tinggi , temuan HDSI ( Health and Demographic
Survey Indonesia ) tahun 2002/2003 AKI di Indonesia 307/100.000.Apa penyebab dari
masih tingginya AKI di Indonesia ?.
Jawaban :
Penyebab masih tingginya AKI di Indonesia adalah :
Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu : tenaga, sarana, belum optimalnya keterlibatan
swasta
Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender :
antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana.
Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum
ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus,
b).Agar para bidan D3 lulusan POLTEKKES tempat saudara mengajar dapat mempunyai
kemampuan dalam memenuhi harapan DEP KES RI di atas, materi materi dan
kemampuan apa saja yang harus mereka kuasai
Jawaban :
Untuk menjadi seorang bidan yang terampil dan juga kompeten maka dalam program
pendidikan bidan hendaknya mempelajari tentang:
Ilmu Dasar : Anatomi, fisiologi, mikrobiologi & parasitologi, patofisiologi, fisika,
biokimia, Ilmu Sosial : Pancasila dan Wawasan Nusantara, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Sosiologi, Antropologi, Administrasi&kepemimpinan, Ilmu komunikasi,
Humaniora, Pendidikan,
Ilmu Terapan : Kedokteran, farmakologi, epidemiologi, statistik, teknik kesehatan
dasar, paradigma sehat, ilmu gizi, hukum kesehatan, kesehatan masyarakat, metode
riset,
Ilmu Kebidanan : Dasar-dasar kebidanan, teori dan model konseptual kebidanan,
siklus kehidupan wanita, etika&etiket kebidanan, pengantar kebidanan profesional,
teknik & prosedur kebidanan, asuhan kebidanan dalam kaitan kesehatan reproduksi,
tingkat dan jenis pelayanan, legislasi kebidanan, praktik klinik kebidanan.
6.
Selain itu seorang calon bidan harus menguasai 9 kompetensi bidan yang
sudah dicanangkan oleh IBI yaitu : ..
a) Jabarkan faktor faktor yang berkaitan dengan 5 penyebab utama kematian ibu di dunia!
b).Di Indonesia masalah 4 terlalu masih banyak di temukan, dewasa ini ibu grande
multipara menjadi marak lagi. Apa penyebab banyaknya 4 T di Indonesia dan
bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh para pengelola kesehatan reproduksi
untuk memperbaiki karakteristik ibu di atas?
Jawaban :
a) 5 (lima) penyebab utama kematian ibu di dunia adalah :
Hipertemsi dalam kehamilan
Perdarahan
Infeksi
Partus lama
Pertolongan abortus yang tidak memenuhi syarat/adekuat
Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan 5 penyebab kematian ibu di atas
yaitu menurut Departemen Kesehatan RI (1994) mengelompokkan factor tersebut
sebagai berikut :
Faktor medic
Faktor resiko tinggi (high risk group), yaitu primigravida (umur < 20 tahun atau >
35 tahun), jumlah anak > 4 orang dan jarak persaiinan terakhir < 2 tahun, tinggi
badan < 145 cm, berat badan < 38 kg atau lingkar lengan atas (lila) < 23,5 cm,
riwayat penyakit keluarga dan kelainan bentuk tubuh, riwayat obstetric buruk dan
penyakit kronis. Seiain itu komplikasi kehamiian, persaiinan dan masa nifas
adalah penyebab langsung kematian maternal, yaitu perdarahan pervaginum,
infeksi, keracunan kehamiian, komplikasi akibat partus lama dan trauma
persalinan.
Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk keadaan ibu pada saat hamil
yang berperan dalam kematian ibu adalah kekurangan gizi dan anemia (Hb' < 8 gr
%)serta bekerja fisik berat selama kehamiian, yang memberikan dampak
kehamilan yang kurang baik berupa bayi berat lahir rendah dan prematuritas.
Faktor non medic
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat upaya penurunan
kesakitan dan kematian maternal adalah kurangnya kesadaran ibu untuk
di Indonesia adalah
Pengetahuan masyarakat Indonesia yang masih rendah tentang kesehatan terutama
kesehatan ibu dan anak membuat masyarakat tidak menyadari bahaya hamil
dengan 4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak). Kurang
pengetahuan ini disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah
yang dapat mengakibatkan kemiskinan, kemiskinan dapat berarti kebodohan.
Belum meratanya tenaga kesehatan di daerah terutama daerah terpencil. Hal ini
berdampak pada kurangnya penyebarluasan informasi atau pendidikan kesehatan
terutama kesehatan ibu dan anak
Adanya faktor sosial budaya yang masih beranggapan Banyak anak banyak
rezeki
a) Upaya yang harus dilakukan oleh para pengelola kesehatan reproduksi untuk
memperbaiki karakteristik ibu di atas adalah :
Melakukan deteksi dini terhadap adanya penyulit kehamilan, persalinan dan nifas,
dan memberikan penanganan secara tepat dan cepat
Melakukan/memberikan asuhan pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas yang
baik
Melakukan rujukan terencana pada kasus kehamilan, persalinan dan nifas dengan
penyulit sehingga rujukan dilakukan pada waktu yang tepat dan ke tempat yang
tepat untuk mendapatkan pertolongan
Memberikan penyuluhan dengan pendekatan persuasif kepada wanita usia
reproduksi untuk memperbaiki karakteristik ibu hamil
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pola reproduksi yang sehat
dan aman, yang dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung
Melakukan advokasi kepada Tokoh masyarakat, agama dan Pemerintah daerah
setempat agar memberikan dukungan bahkan kebijakan untuk dapat memperbaiki
karakteristik ibu tersebut
Mendorong dan membina masyarakat untuk melakukan upaya swadaya dalam
membantu ibu hamil risiko tinggi seperti pengembangan Tabulin, Donor Hidup,
Dasolin, Ambulan desa
Memberikan penyuluhan tentang program Keluarga Berencana kepada
masyarakat dan pasangan usia subur agar dapat mengatur kehamilan
6.
masalahnya. Melaui pelaksanaan PWS KIA, bidan bisa melakukan analisa dan
kategorisasi risiko ibu hamil dan merencanakan tindak lanjut bagi ibu hamil yang berisiko
termasuk melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga untuk mengadakan
persiapan dalam menghadapi rencana rujukan.
Dengan dilaksanakannya PWS KIA oleh Bidan dengan baik, maka manfaat yang bias
didapatkan adalah :
1. Terpantaunya pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2. Terpantaunya kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
3. Dapat menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Dapat menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
5. Dapat menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Dapat merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatnya peran lintas sektor setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
8. Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
KIA.
6.
6.
Onset gejala :
Cepat, bila akibat robekan/tertembus/tergunting, ditandai hematuri
Onset lebih lambat (7-14 hari) bila diakibatkan penekanan yang menimbulkan
iskemi-nekrosis
menandakan
kebocoran dari kandung kemih. Jika disertai menouria dipastikan jenis fistel
vesikouterina
Ngompol terus sedikit-sedikit tapi masih ingin miksi, maka kebosoran dari salah satu
ureter ureterovagina
Tidak ngompol, tapi kencing keluar dari vagina, kebocoran pada uretra distal. Tapi
jika mengenai bagian sfingter, ngompol terus
Pemeriksaan Fisik :
Inspekulo, jika ukuran fistula cukup besar atau mengisi kandung kencing dengan biru
metilen dan tempat keluarnya larutan diidentifikasi
Cara lain : setelah pengisian kandung kemih dengan biru metilen, dipasang tiga buah
tampon, disimpan pada vagina, pasien diminta berjalan, kemudian tampon
dikeluarkan. Dilihat tampon mana yang terwarnai
Pemeriksaan dengan kateter/sonde
Dari penjelasan diatas, jika seorang wanita menderita fistula genitalis tentu banyak sekali
aspek social yang ada didalamnya, tentu hal itu harus diatasi sesegera mungkin.
Wanita tersebut tidak dapat melayani suaminya untuk memenuhi kebutuhan
seksual, tentu hal ini akan berdampak terhadap kehidupan sosialnya, ia akan
merasa minder, rendah diri, tidak dapat melayani suami,mungkin sampai
beranggapan menjadi istri yang tidak berguna lagi. Masalah ini harus segera
diatasi, vistula harus segera dioperasi dan memberikan pengertian pada suami
bahwa istrinya perlu mendapat perhatian dan dorongan semangat.
Wanita tersebut akan menarik diri, karena ia sendiri tidak percaya diri akan bau
urin yang selalu mengikutinya, bahkan suaminyapun tentu tidak mau
mendekatinya
Perhatian pada bayinya tentu akan berkurang pula karena efek psikologis, suami
dan keluarga harus dapat membantu ibu untuk merawat bayinya
Jika akan dilakukan tindakan operatif tentu akan berdampak pula terhadap biaya yang
dikeluarkan, hal ini akan berdampak terhadap ekonomi dan pemenuhan kebutuhan kehidupan
keluarganya