Oleh
Kelompok 3 :
1. Maslachatul Mar’ah
2. Miftahul Nurhatisah
3. Lilis Kartikawati
4. Firdayanti Septya
5. Zulfi Fauziah Rahman
6. Anisa Dewi Nur Masruroh
7. Eka Okta Verah Mulyani
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Undang-
Undang Dokumentasi Kebidanan”.
Penyusunan makalah ini telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami
menyadari bahwa penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,jadi kami mohon untuk memberikan masukan,kritik,dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penyusunan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Kemudian, pendokumentasian asuhan kebidanan yang berlaku di beberapa
rumah sakit atau BPS di Indonesia masih menggunakan pendokumentasian
tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani bidan karena harus
menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan
banyak waktu untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul
adalah biaya pencetakan form mahal sehingga form pendokumentasian tidak
tersedia. Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai
kelemahan yaitu sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis
juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian
kembali jika sewaktu-waktu pendukomentasian tersebut diperlukan.
Dokumentasian yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan
merugikan bidan. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi
suatu gugatan hukum, dengan demikian bidan berada pada posisi yang lemah
dan rentan terhadap gugatan hukum.
4
1.4 Manfaat Penulisan
1. Sebagai Sarana komunikasi , sarana tanggung jawab dan tanggung gugat ,
sarana informasi statistik , sarana pendidikan , sumber data penelitian .
2. Bentuk tanggung jawab profesi bidan , perlindungan hukum , mematuhi
standar pelayanan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
e) Peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewengan
pemerintah dan kewenanagn propinsi sebagai otonomi (lembaran
negara tahun 2000 nomor 54., tambahan lembaran negara nomor
3952)
f) Peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan
pengawasan dan penyelenggaraan pemerintah daerah (lembaran
negara tahun 2001 nomor 41, tambahan lembaran negara nomor
4090).
g) Peraturan menteri kesehatan nomor 900/menkes/SK/XI/2001 tentang
regristasi dan praktik bidan.
h) Peratutan mentri pendayagunaan aparatur negara nomor
93/kep/M.PAN/SK/II/2001 tentang jabatan fungsional bidan dan
nagka kreditnya.
i) Peraturan mentri kesehatan RI nomor 1575/menkes/per/XI/2005
tentang struktur organisasi dan tata kerja departemen kesehatan.
j) Keputusan menteri kesehatan nomor 1457/menkes/SK/X/2003 tentang
standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota.
k) Keputusan menteri kesehatan nomor 836/menkes/SK/VI/2005 tentang
pedoman pengembanga manajemen kinerja perawat dan bidan.
l) Keputusan mentri kesehatan nomor 369/menkes/SK/III/2007 tentang
standar profesi bidan.
c. Memutuskan :
Menetapkan :
a) Kesatu :
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
ASUHAN KEBIDANAN
b) Kedua :
Standar asuhan kebidanan sebagaimana tercantum dalam lampiran
keputusan ini.
c) Ketiga :
Standar asuhan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam diktum
kedua gigunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
7
tindakan/kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan diseluruh
fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Keempat :
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan standar
asuhan kebidanan dilaksanakan oleh departemen kesehtaan. Dinas
kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dengan
melibatkan organisasi profesi sesuai dengan tigas dan fungsi masing-
masing.
e) Kelima :
Keputusan ini mulai sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikna seperlunya.
Lampiran
Nomor :938/menkes/SK/VIII/2007
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam rangka mewujudkan visi departemen kesehatan untuk mewujudkan
masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat, mempunyai misi membuat
rakyat sehat, salah satu strateginya antara lain : meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan jangka menengah tahun 2005
sampai tahun 2009 adalah : umur harapan hidup (UHH) Meningkat dari 66,2
menjadi 70,6 tahun; angka kematian bayi (AKB) menurun dari 35 per 1,000
kelahiran hidup (KH) menjadi anhka 26 per 1.000 kelahiran hidup; anhgka
kematian ibu (AKB) menurun dari 307 per 100.000 KH menjadi 226 per
100.-000 KH; malnutrisi pada balita menurun dari 25,8 % menjadi 20%.
8
Bidan meruipakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi
penting dan strategi terutama dalam penurunan AKI dan AKB. Bidan
memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna,
berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan
dan pembedayaan masyarakat bersana-sama dengan tenaga kesehatan lainnya
untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya.
Untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan
adanya standar sebagai acuan bagi bidan dalam memberikan asuhan kepada
klien di setiap tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu adanya standar asuhan
kebidanan yang ditetapkan oleh mentri kesehatan.
B. Tujuan
1. Adanya standar sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan
tindakan/kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan.
2. Mendukung terlaksananya asuhan kebidanan berkualitras.
3. Parameter tingkat kualitas dan keberhasilan asuhan yang di berikan bidan.
4. Perlindungan hukum bagi bidan dan klien/pasien.
C. Ruang Lingkup
1. Asuhan kebidanan pada ibu hamil
2. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin.
3. Asuhan kebidanan pada ibu nifas
4. Asuhan pada bayi.
5. Asuhan pada anak balita sehat.
6. Asuhan pada masa reproduksi.
BAB II
STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
9
pengkajian. Perumusan diagnosis dan atau masdalah kebidanan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.
STANDAR I : Pengkajian
A. Pernyataan standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevans dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien
B. Kriteria Pengkajian
1. Data tepat, akurat dan lengkap
2. Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesis, biodata, keluhan utama,
riwayat obstetri, riwayat kesehatan, dan latar belakang sosial budaya)
3. Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis, dan pemeriksaan
penunjang).
10
3. Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga
4. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan bermanfaatuntuk klien.
5. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlak, sumber daya
serta fasilitas yang ada
STANDAR IV : Implementasi
A. Penyataan Standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
basedkepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif, dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
B. Kriteria
1. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-
kultural.
2. setap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan
atau keluarganya(informed consend
3. melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
4. melibatkan klien atau pasien dalam setiap tindakan.
5. menjaga privasi klien atau pasien.
6. melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
7. Mengikuti perkembangan jondisi klien secara berkesinambungan
8. menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
9. melakukan tindakan sesuai standar
10. mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
STANDAR V : Evaluasi
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk
melihat keefektifan dari asuhan yang sudah dibrikan sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien.
11
b. Kriteria Evaluasi
1. Penilaian dilakukan segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan
keluarga.
2. Hasil evaluasi segera dicatat sesuai dengan standar.
3. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien atau pasien.
BAB III
PENUTUP
Standar Asuhan Kebidanan ini, diharapakan dapat menjadi acuan
dan landasan untuk melaksanakan tindakan/kegiatan dalam lingkup
tanggung jawab bidan, dalam memberikan asuhan kebidanan disemua
fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga dapat dicapai asuhan kebidanan
yang berkualitas dan terstandar. Selain hal tersebut standar ini dapat
digunakan sebvagai parameter tingkat kualitas dan keberhasilan asuhan
12
yang diberikan bidan dan merupakan perlindungan hukumk bagi bidan dan
klien / pasien.
Agar bidan –bidan di fasilitas kesehatan, hal tersebut, maka perlu
adanya persamaan persepsi dalam penerapannya. Untuk mencapai hal
tersebut perlu dukungan kebijakan dalam menyebarluaskan dari standar
ini.
2.2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG REKAM MEDIS
Menimbang :
a. Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh masyarakat perlu adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
b. Bahwa peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus disertai adanya
sarana penunjang yang memadai, antara lain melalui penyelenggaraan
rekam medis pada setiap saran pelayanan kesehatan.
c. Bahwa untuk mencapai tujuan huruf a dan b tersebut diatas dipandang
perlu menetapkan peraturan menteri kesehatan tentang rekam medis.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan
Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, tambahan Lembaran Negara
Nomor 2068).
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1x63 tentang Tenaga Kesehatan
Lembaran Negara Tahun 1x63 Nomor 79, tambahan Lembaran Negara
Nomor 2576).
13
3. Undang- undang no 7 tahun 1971 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kearsipan Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 32, tambahan Lembaran
Negara Nomor 2964).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran Lembaran Negara 1966 Nomor 21, tambahan
Lembaran Negara Nomor 2803).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan pemerintah dalam bidang kesehatan kepada daerah Lembaran
Negara 1987 Nomor 9 , Tambahan lembaran Negara Nomor 3347).
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Peraturan menteri kesehatan republik indnesia tentang rekam medis .
BAB I
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
a. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
b. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan maupun rawat inap
yang dikelola oleh pemerintah ataupun swasta.
c. Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis.
d. Tenaga kesehatan lain adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung kepada pasien.
e. Direktur jenderal adalah direktur pelayanan medis dan atau direktur jenderal
pembinaan kesehatan masyarakat.
14
BAB II
Tata Cara Penyelenggaraan
Pasal 2
Setiap sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun
rawat inap wajib membuat rekam medis.
Pasal 3
Rekam medis sebagaimana yang dimaksud pasal 2 dibuat oleh dokter dan atau
tenaga kesehatan lainnyayang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Pasal 4
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien
menerima pelayanan.
Pasal 5
1. Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah dan diberi paraf
oleh petugas yang bersangkutan.
2. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Pasal 6
1. Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5
Lima) tahun terhitung dan tanggal terakhir pasien berobat.
2. Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
khusus dapat ditetapkan tersendiri.
Pasal 7
1. Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pasal 7 dilampaui, rekam medis dapat
dimusnahkan.
2. Tata cara pemusnahan sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan oleh direktur
jenderal.
15
Pasal 8
Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
BAB III
Permilikan Dan Pemanfaatan
Pasal 9
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan
2. Isi rekam medis milik pasien.
Pasal 10
Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiannya.
Pasal 11
1. Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat
pasien dengn izin tertulis dari pasien.
2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa
izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
Rekam medis dapat dipakai sebagai :
a. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
b. Bahan pembuktian dalam perkara hukum.
c. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
e. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
16
BAB IV
Isi Rekam Medis
Pasal 14
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dapat dibuat selengkap-lengkapnya dan
sekurang-kurangnya memuat identitas, anamnesis, diagnosis dan tindakan/
pengobatan.
Pasal 15
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat :
Identitas pasien
Anamnesis
Riwayat penyakit
Hasil pemeriksaan laboratorium
Diagnosis
Persetujuan tindakan medis
Tindakan / pengobatan
Catatan Observasi klinis dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan.
BAB V
Pengorganisasian
Pasal 16
Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan tata cara kerja organisasi
sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 17
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melakukan pembinaan terhadap
petugas rekam medis untuk meningkatkan ketrampilan.
Pasal 18
Pengawasan terhadap penyelenggaraan rekam medis dilakukan oleh direktur
jenderal.
17
BAB VI
Sanksi
Pasal 19
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan
sanksi administratif mulai dari teguran lisan sampai pencabutan surat izin.
BAB VII
Ketentuan Peralihan
Pasal 20
Semua sarana pelayanan kesehatan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-
ketentuan dalam peraturan ini paling lama 1 satu) tahun sejak berlakunya
peraturan ini.
BAB VIII
Ketentuan Penutup
Pasal 21
Hal-hal teknis yang belum diatur dalam petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan
ditetapkan oleh direktur jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 22
Peraturan menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan
penempatannya dalam berita negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal : 2 Desember 1x8x
18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dokumentasi kebidanan merupakan suatu catatan otentik atau dokumen asli
yang dapat dijadikan bukti dalam persoalan hukum.Dokumentasi kebidanan
mempunyai manfaat dari berbagai aspek, diantaranya aspek hokum.Semua catatan
informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.Bila
terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi kebidanan, dimana bidan
sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi
diperlukan sewaktu-waktu.
Manfaat dari aspek hukum, yaitu dokumentasi kebidanan dijadikan sebagai
jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan. Ditinjau dari segi isi, dokumentasi
harus mengandung nilai administrasi, nilai hukum, nilai keuangan, nilai riset dan
nilai edukasi.Potter dan Perry (1989 cit Muzdlillah, dkk, 2001) memberikan
panduan legal sebagai petunjuk cara mendokumentasikan dengan benar.
3.2 Saran
Berdasarkan makalah ini kami menilai bahwa dokumentasi kebidanan itu
banyak memiliki manfaat dan fungsi, bagi para pembaca hendaknya dapat
memahami isi dari makalah ini dan dapat digunakan dengan baik khususnya untuk
mahasiswa.
19
DAFTAR PUSTAKA
20