Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerusakan lingkungan akan semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu.

Contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai. Abrasi pantai ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat indah. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari abrasi sangat berbahaya. Untuk itu kami akan mencoba menjelaskan lebih lanjut mengenai apa itu abrasi, penyebab abrasi, dan bagaimana solusi untuk menanggulanginya. B. TUJUAN Kami harap apa yang akan kami sampaikan ini dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai abrasi dan menambah rasa kepedulian masyarakat pada lingkungannya.

C. SASARAN Masyarakat harus mengambil peran serta dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat. Dan bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut.

BAB II PERMASALAHAN A. PENGERTIAN ABRASI Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan ini terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global. B. PENYEBAB ABRASI Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah.Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Seperti yang terjadi di daerah pesisir pantai wilayah kabupaten Indramayu. Abrasi yang terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2 hingga 10 meter pertahun dan sekarang dari panjang pantai 114 kilometer telah tergerus 50 kilometer. Dari 10 kecamatan yang memiliki kawasan pantai, hanya satu wilayah kecamatan yakni kecamatan Centigi yang hampir tidak memiliki persoalan abrasi. Hal ini karena di wilayah kecamatan Centigi kawasan hutan mangrove yang ada masih mampu melindungi kawasan pantai dari abrasi. Tingkat abrasi yang cukup tinggi juga terjadi di kecamatan Pedes dan Cibuaya Kabupaten Karawang. Meskipun abrasi pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi kelautan di kabupaten Karawang secara keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya. Abrasi yang terjadi di kabupaten Indramayu dan kabupaten Karawang merupakan contoh kasus abrasi yang terjadi di Indonesia. Selain di kedua tempat tadi, masih banyak daerah lain yang juga mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam. Selain abrasi, masalah yang terjadi di daerah pesisir pantai adalah masalah pencemaran lingkungan pantai. Beberapa pantai mengalami pencemaran yang cukup parah seperti kasus yang terjadi di daerah Balikpapan, dimana pada tahun 2004 tercemar oleh limbah minyak. Tumpukan kerak minyak atau sludge berwarna hitam yang mirip dengan gumpalan aspal tersebut beratnya diperkirakan mencapai 300 ton. Contoh lain adalah kasus yang terjadi di sekitar teluk Jakarta. Berbagai jenis limbah dan ribuan ton sampah yang mengalir melalui 13 kali di Jakarta berdampak pada kerusakan Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada tahun 2006, kerusakan terumbu karang dan ekosistem taman nasional itu

diperkirakan mencapai 75 kilometer. Tahun lalu saja telah terjadi kerusakan serius sepanjang 40 kilometer. Kali Ciliwung, Banjir Kanal Barat (BKB), Kali Sunter, dan Kali Pesanggrahan merupakan penyumbang pencemaran terbesar ke Teluk Jakarta. Setiap hari Kali Ciliwung, BKB, dan Kali Sunter mengalirkan sampah yang berton-ton banyaknya. Sampah berbagai jenis itu mengalir ke Teluk Jakarta, dan sampai ke Pantai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kondisi ini memerlukan penanganan segera. Terkait dengan itu, pencemaran teluk Jakarta harus segera diatasi, terutama dengan melakukan pengurangan limbah sampah di sungai. Pencemaran yang terjadi di pesisir pantai merupakan sesuatu yang sangat merugikan bagi manusia. Selain itu, sebagian besar objek wisata di Indonesia merupakan wisata pantai. Keindahan panorama pantai membuat wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia. Hal ini seharusnya membuat pemerintah lebih mempedulikan kebersihan dan keasrian pantai, karena apabila keadaan pantai tidak bersih dan dipenuhi sampah, wisatawan tidak akan mau lagi mengunjungi pantai di Indonesia yang akibatnya dapat mengurangi devisa negara. Rusaknya lingkungan pantai juga dapat merusak ekosistem yang ada disana. Biota yang hidup di daerah pantai seperti terumbu karang dan ikan-ikan kecil akan mati bila tingkat pencemarannya tinggi. Untuk itu diperlukan upaya dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga keindahan dan keasrian pantai. C. PENYELESAIAN Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai ini. Untuk mengatasi masalah abrasi di Indonesia ini pemerintah secara bertahap melakukan pembangunan alat pemecah ombak serta penghijauan hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena abrasi tersebut. Dalam mengatasi masalah abrasi ini, tentu ada saja hambatan-hambatan dan juga kesulitan-kesulitan yanag akan dihadapi, misalnya dalam pembangunan alat pemecah ombak ini diperlukan biaya yang sangat mahal dan juga wilayah tempat pembangunannya sangat luas, sehingga untuk membangun alat ini di seluruh pantai yang terkena abrasi akan memerlukan waktu yang sangat lama dan juga biaya yang sangat mahal. Upaya penanaman tanaman bakau di pinggir pantai juga banyak hambatannya. Tanaman bakau hanya dapat tumbuh pada tanah gambut yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir, seperti kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir. Meskipun sangat sulit, tetapi usaha untuk mengatasi abrasi ini harus terus dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang. Agar upaya ini dapat berjalan dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa partisipasi dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan hutan bakau atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu akan dapat dikurangi meskipun tidak sampai 100%. Masalah pencemaran pantai juga harus diatasi denga sangat serius karena dapat merusak keindahan dan keasrian pantai. Untuk megatasi permasalahan ini kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan harus ditingkatkan. Selain itu peraturan untuk tidak merusak lingkungan harus dibuat dan menindak dengan tegas bagi siapa pun yang melanggarnya. Sekarang ini, di beberapa pantai masih banyak ditemui sampah-sampah yang berserakan. Selain itu, limbah pabrik yang beracun banyak yang dialirkan ke sungai yang kemudian mengalir

ke laut. Hal ini dapat merusak ekosistem laut, dan juga dapat membunuh beberapa biota laut. Pemerintah seharusnya menghimbau agar seluruh pabrik-pabrik tersebut agar membuang limbahnya setelah dinetralisasi terlebih dahulu. BAB III KESIMPULAN KESIMPULAN Abrasi dan pencemaran pantai merupakan masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat. Dari penjelasan kami di atas kami dapat menyimpulkan beberapa hal. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut : Abrasi diakibatkan oleh maiknya permukaan air laut karena mencairnya lapisan es yang ada di daerah kutub bumi. Es tersebut mencair akibat terjadinya pemanasan global. Masalah abrasi maupun pencemaran lingkungan ini sangat sulit untuk diatasi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Masih banyak orang yang membuang sampah pada sembarang tempat yang nantinya dapat mencemari lingkungan. Dampak yang diakibatkanoleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Dampak dari abrasi dapat dikurangi dengan membangun alat pemecah ombak dan juga menanam pohon bakau di pinggir pantai. Alat pemecah ombak dapat menahan laju ombak dan memecahkan gelombang air sehingga kekuatan ombak saat mencapai bibir pantai akan berkurang. Demikian juga dengan pohon bakau yang ditanam di pinggiran pantai. Akar-akarnya yang kokoh dapat menahan kekuatan ombak agar tidak mengikis pantai. Dari kesimpulan tersebut dapat kita lihat penyebab abraasi dan juga beberapa cara untuk mengatasinya. Kita juga dapat mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan apabila hal ini tidak segera diatasi. Menurut kami permasalahan ini harus diselesaikan bukian hanya oleh pemerintah, tapi juga memerlukan partisipasi dari masyarakat. Selain kesimpulan tadi, kami juga memiliki beberapa saran yang akan kami sampaikan. Adapun saran-saran yang akan kami sampaikan adalah sebagai berikut : Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat. Pemerintah harus memberikan hukuman yang tagas bagi setiap orang yang merusak lingkungan. Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak bertambah parah. Bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut. Mereka harus menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka hasilkan tidak mencemari pantai. Demikianlah saran-saran yang dapat kami sampaikan,semoga apa yang telah kami sampaikan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat agar mau menjaga keasrian dan kebersiha lingkungan. Semua orang harus ikut berperan serta dalam menanggulangi masalah yang sangat berbahaya yang bernama ABRASI.
Dibagikan oleh Kuntari Handayani Pukul 05.51

1. 2.

3. 4.

1. 2. 3. 4.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Label: Soft Skill PKN

Reaksi:

Tidak ada komentar: Poskan Komentar Link ke posting ini


Buat sebuah Link

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
ARTIKEL

Soft Skill Etika Bisnis (14) Soft Skill PKN (10) Ekonomi Koperasi (3) Sof Skill Perilaku Konsumen (3) Soft Skill Bahasa Indonesia 2 (3) artikel ajj.. (3) tIps n tRik (2)
FACEBOOK

GUNADARMA UNIVERSITY

Gunadarma University
ABOUT ME. . .

Facebook

Kuntari Handayani Bekasi, Indonesia Lihat profil lengkapku


Template Picture Window. Gambar template oleh konradlew. Diberdayakan oleh Blogger.

HOME ABOUT ME SCIENTIFIC JOURNALS BOOKS AND MANUALS MASS MEDIA LECTURES

CECEP KUSMANA
SAVE THE MANGROVE FOR A BETTER LIFE

Mangrove Dalam Upaya Menangangi Abrasi dan Pengelolaan Pantai


June 15th 2010 in Paper

MANGROVE DALAM UPAYA MENANGANI ABRASI DAN PENGELOLAAN PANTAI 1) Oleh CECEP KUSMANA 2)
Hutan mangrove merupakan salah satu bagian dari ekosistem pantai (pesisir). Tipe hutan ini beserta tipe-tipe ekosistem lainnya (padang lamun, terumbu karang, estuaria, dll) saling berinteraksi dalam upaya memelihara produktifitas perairan pantai dan kestabilan habitat/lingkungan pantai yang bersangkutan. Seperti dipertegas oleh Saenger et al. (1981), hutan mangrove sebagai suatu ekosistem mempunyai berbagai fungsi/peranan yang dapat dikategorikan kedalam tiga jenis kelompok fungsi, yakni : (1) fungsi fisik, (2) fungsi biologis/ekologis, dan (3) fungsi ekonomis, yang secara komprehensif diuraikan dibawah ini.

A.
(1)

Fungsi Fisik dari Ekosistem Mangrove


Mengendalikan abrasi pantai

Pengendalian abrasi pantai oleh ekosistem mangrove terjadi melalui mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut dan pengurangan jangkauan air pasang ke daratan, seperti telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Suryana (1998) di pantai utara pulau Jawa yang mana abrasi pantai relatif tidak terjadi pada lokasi yang ditumbuhi mangrove dengan lebar 100 m (1) Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut

Keberadaan tegakan mangrove secara signifikan dapat mengurangi kecepatan tiupan angin dan kecepatan arus gelombang air laut (Aksornkoae, 1993). Dalam hal ini Suryana (1998) melaporkan bahwa daya jangkauan air pasang berkurang sampai lebih dari 60 % pada lokasi dengan lebar hutan mangrove 100 m. Hasil pengujian model di laboratorium oleh Puslitbang PU (1996) seperti yang dikutip oleh Istianto, Utomo dan Suranto (2003) menginformasikan bahwa adanya pengurangan limpasan sebesar 2 % 5% pada model setara dengan rumpun prototipe yang memiliki diameter pohon 50 cm dan jarak antara 2.5 m. Selain itu, diinformasikan bahwa jarak tanam dengan susunan selangseling memberikan redaman yang lebih baik dibandingkan dengan susunan kolom baris. Selanjutnya diinformasikan pula bahwa rumpun bakau (Rhizophora) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam

perubahan tinggi gelombang ketika menjalar melalui rumpun tersebut (Thaha, 2001 dalam Istiyanto, Utomo dan Suranto, 2003). Hasil ini dipertegas oleh penelitian Pratikto et al. (2002) di Teluk Grajagan, Banyuwangi yang menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem mangrove di daerah tersebut mampu mereduksi energi gelombang sebesar 73 % dan tinggi gelombang sebesar 75 % pada jumlah pohon sekitar 120 individu. Fakta menunjukkan bahwa tsunami tidak memberikan kerusakan yang berarti pada daerah yang memiliki hutan pantai dan hutan mangrove yang lebat di NAD dan Nias, sedangkan kerusakan berat terjadi pada daerah yang tidak memiliki hutan mangrove dan hutan pantai yang baik (Onrizal, 2005). Desa Moawo dan Desa Pasar Lahewa yang terletak di pantai utara Nias merupakan contoh daerah yang selamat dari terjangan tsunami. Kedua daerah tersebut memiliki hutan mangrove yang sangat rapat, dimana kerapatannya sekitar 17.000 20.700 individu per hektar untuk tumbuhan mangrove berdiameter > 2 cm dan tinggi > 1,5 m dengan lebar mangrove antara pemukiman dan pantai sekitar 200 m atau lebih. Masyarakat di kedua desa tersebut meyakini bahwa desa mereka selamat dari tsunami karena terlindung oleh hutan mangrove meskipun pada saat tsunami rumah mereka terendam air sekitar 2 3 m namun airnya tenang. Pada sisi lain daerah Manrehe dan Sirombu di pantai barat Nias yang daerahnya telah dikonversi menjadi kebun kelapa dengan jarak tanamnya sekitar 6 x 6 m dan berupa lahan kosong; kerusakannya sangat berat. Hasil survey WI-IP (2005) dalamOnrizal (2005) mengemukan bahwa di NAD kerusakan berat terjadi pada pesisir pantai yang tidak memiliki hutan mangrove dan hutan pantai yang rapat, namun kerusakan sangat sedikit pada daerah yang memiliki hutan pantai dan hutan mangrove yang lebat. Salah satu contoh adalah desa Ladang Tuha, Aceh Selatan yang selamat dari terjangan tsunami karena memiliki hutan pantai yang didominasi oleh pohon cemara yang lebat. (2) 1993). Kemampuan vegetasi mangrove dalam menyerap bahan polutan (dalam hal ini logam berat) telah dibuktikan oleh Darmiyati et al. (1995), yang mana jenis Rhizophora mucronata dapat menyerap lebih dari 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, dan 15 ppm Cu. Begitu pula Saepulloh (1995) membuktikan bahwa pada daun Avicennia marina ditemukan akumulasi Pb sebesar 15 ppm, Cd 0,5 ppm, dan Ni 2,4 ppm. (3) Mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas. Menyerap dan mengurani bahan pencemar (polutan) dari badan air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan

anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang bersangkutan dalam sedimen lumpur (IUCN & E/P Forum,

Hasil analisis sedimentologi menunjukkan bahwa pada habitat Rhizophora spp. dan Avicennia spp. kandungan lumpur mencapai 61 %, sedangkan sisanya berupa pasir dan kerikil (Sediadi, 1990). Selanjutnya Suryana (1998) melaporkan bahwa tanah timbul di pantai utara pulau Jawa hanya dijumpai didepan hutan mangrove dengan fenomena semakin lebar mangrove semakin lebar pula tanah timbulnya dengan perimbangan ratio rataan sekitar 5 m tanah timbul per 1 m lebar mangrove. (4) Mengendalikan intrusi air laut

Fungsi ini terjadi melalui mekanisme sebagai berikut : a) b) c) d) Pencegahan pengendapan CaCo3 oleh badan eksudat akar. Pengurangan kadar garam oleh bahan organik hasil dekomposisi serasah. Peranan fisik susunan akar mangrove yang dapat mengurangi daya jangkauan air pasang ke daratan. Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah melalui dekomposisi serasah.

Hilmi (1998) melaporkan bahwa percepatan intrusi air laut di pantai Jakarta meningkat drastis dari 1 km pada hutan mangrove selebar 0,75 m menjadi 4,24 km pada lokasi tanpa hutan manrove. Secara teoritis diperkirakan percepatan intrusi air laut meningkat 2 3 kali pada lokasi tanpa hutan mangrove.

B.
(1)

Fungsi Biologis dari Ekosistem Mangrove


Tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan fauna

Umali et al (1987) dalam Kusmana (1997)melaporkan adanya sekitar 130 jenis tumbuhan yang idup d habitat mangrove, baik berupa major component of mangrove, minor component of mangrove maupun mangrove associates. Secara umum hutan mangrove di kawasan Asia-Pasifik didominasi oleh genera Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, dan Sonneratia. Fauna yang hidup di ekosistem mangrove terdiri atas fauna daratan dan fauna laut. Fauna daratan, baik yang bersifat temporari maupun permanen menetap di mangrove, terdiri atas : (a) burung (Anhinga anhinga,

Egretta spp, dll), (b) amphibia (Rana spp), (c) reptilia (Crocodilus porosus, Varanus salvator, dll), (d) mamalia (Nasalis larvatus, Macaca irus, Presbytis cristus, dll), dan (e) serangga (Aedes spp, Anopheles spp, Culicoides spp)
Fauna laut terdiri atas : (a) infauna yang hidup di lobang-lobang dalam tanah yang didominasi oleh Crustaceae danBivalvia, (b) epifauna yang mengembara diatas permukaan tanah yang didominasi oleh Moluska (kerang-kerangan,Gastropoda) dan kepiting. (2) Sebagai tempat asuban (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis ikan, krustase

dan moluska. Mangrove (disamping padang lamun) merupakan penyedia sumber makanan (food source) utama bagi berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting yang idup di ekosistem pesisir melalui guguran serasah dari tumbuhan mangrove (terutama daun) yang mati. Sebagian kecil serasah yang jatuh di lantai hutan akan langsung dimakan oleh kepiting dan sebagian besar akan didekomposisi menjadi detritus oleh mikroba yang menjadi sumber makanan bagi detrivora, yang selanjutnyadetrivora tersebut menjadi sumber makanan bagi karnivora. Secara normal produktivitas mangrove berkisar antara 10,00 ton/ha/th sampai 14,00 ton/ha/th yang mana sekitar 50 % dari serasah tersebut diekspor ke perairan pantai lepas (Department of Forestry, 1997) dan sekitar 90 % masuk kedalam jaring-jaring pangan (UNEP, 1985). Pentingnya mangrove dan padang lamun bagi produktvitas perairan pantai telah dilaporkan oleh Adam et al (1973) bahwa 75 90 % dari berbagai jenis ikan bergantung pada habitat estuaria untuk menyelesaikan paling sedikit sebagian dari penyelesaian siklus hidupnya, yang mana sebagian besar food source dari estuaria tersebut berasal dari mangrove dan padang lamun.

C. Fungsi Ekonomis dari Ekosistem Mangrove


Fungsi ekonomis dari ekosistem mangrove berasal dari : (1) Kayu

Dalam skala komersial, berbagai jenis kayu mangrove dapat digunakan sebagai : (a) chips, terutama jenis Rhizophora

sppdan Bruguiera spp, (b) penghara industri papan dan plywood terutama jenis Bruguiera spp dan Heritiera littoralis, (c) scalfold

terutama jenis Rhizophora apiculata, Bruguiera spp dan Ceriops spp, dan (d) kayu bakar dan arang yang berkualitas tinggi terutama dari Rhizophora spp. (2) (3) Hasil hutan bukan kayu, seperti madu, obat-obatan, tanin, minuman. Ikan/udang/kepiting, dll Rekreasi seperti halnya hutan rekreasi mangrove di Cilacap, Jawa Tengah.

Sebagai ilustrasi besarnya manfaat ekonomis dari ekosistem mangrove, pada Tabel 1 disajikan manfaat langsung dari ekosistem mangrove di Batu Ampar Kalimantan Barat. Tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat lokal mendapatkan manfaat (pendapatan) yang cukup besar dari ekosistem mangrove dengan efisiensi usaha diatas 70 % tanpa merusak hutan. Tabel 1. Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Batu Ampar Kalimantan Barat.

Jenis Manfaat

Nilai Manfaat (Rp/th) 60.688.525.900 1.367.871.200 98.205.184 100.677.700 1.534.309.800 8.486.116.800 2.920.904.300 75.196.610.884

Biaya (Rp/th)

Manfaat Bersih (Rp/th) 42.481.972.300 855.141.900 81.330.832 79.695.300 1.036.258.900 7.701.906.600 2.091.449.600 54.327.665.432

Potensi Kayu Arang Daun Nipah Bibit Mangrove Ikan Udang Kepiting Jumlah

18.206.553.600 30 512.729.300 16.874.352 21.072.400 498.050.900 784.210.200 829.454.700 37 17 21 32 9 28

70 63 83 79 68 91 72 72

20.868.945.452 28

DAFTAR PUSTAKA
Department of Forestry. 1997. national Strategy of Mangrove Management in Indonesia. Department of Forestry of Republic Indonesia. Jakarta. UNEP. 1985. Ecological Interactions Between Tropical Coastal Ecosystems. UNEP Regional Seas Reports and Studios No. 75. Aksornkoae, S. 1993. Ecological and Management of Mangroves. The IUCN Wetlands Programme, Switzerland. Hilmi, E. 1998. Penentuan Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Sistem (studi kasus di hutan Muara Angke Jakarta). Thesis . Pascasarjana IPB. Bogor. Istiyanto, D.C., S.K. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau Terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar Nasional: Mengurangi Dampak Tsunami; Kemungkinan Penerapan Hasil Riset. Di Yogyakarta, 11 Maret 2003.

Onrizal. 2005. Peranan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Sebagai Pelindung Pantai dari Tsunami. Makalah disampaikan pada Lokakarya Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca Tsunami di Hotel Emerald Garden, Medan pada tanggal 9 April 2005. Saenger, P., E. J. Hegert, and J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystem. IUCN Commission on Ecology Paper No. 3, Glavd, Switzerland.` Salmah, C. Kusmana, D. Darusman. 2001. Evaluasi Ekonomi Hutan Mangrove di Batu Ampar Kalimantan Barat. Thesis Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan-Program Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan Suryana, Y., Nur. H. S, Hilmi, E. 1998. Hubungan antara Keberadaan Lebar Jalur Mangrove dengan Kondisi Biofisik Ekosistem Mangrove. Fakultas Kehutanan UNWIM Bandung. Saepulloh, C. 1995. Akumulasi Logam Berat (Pb, Co, Ni) Pada Jenis Avicennia marina di Hutan Lindung Angke Kapuk DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. 1) Disampaikan dalam Semiloka Program Mitra Bahari (PBM) sub RC Kalimantan Barat, Pontianak, 15 November 2005

2) Guru Besar Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

You must be logged in to post a comment.

SUMBANG SARAN TERHADAP PLATFORM ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA


SUMBANG SARAN TERHADAP PLATFORM ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA Oleh: Cecep Kusmana Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Sejak 2 abad yang lalu, paradigma pembangunan hampir di seluruh negara di dunia disandarkan pada paradigma neo-ekonomi klasik (paradigma ekonomi konvensional). Paradigma ekonomi tersebut berpijak pada kekuatan modal fisik (sumberdaya alam) dan tenaga kerja yang murah untuk menghasilkan produksi yang sebanyak-banyaknya demi [...]
SUMBANG SARAN TERHADAP PLATFORM ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIAPrevious Entry

General Information for Indonesian Mangrove


GENERAL INFORMATION FOR INDONESIAN MANGROVE1) By Cecep Kusmana2) NTRODUCTION Mangrove is a saline swamp forest in tropical and sub tropical intertidal regions. In Southeast Asia, the word mangrove is used for both individual plants and forest communities inhabiting tidal land. Mangroves are among the worlds most productive ecosystems. They protect coastline, enrich coastal waters, support coastal fisheries, yield [...]
General Information for Indonesian MangroveNext Entry

Language

Deutsch English

Archives

(1) January 2011 (8) June 2010 (21)


February 2012

Informasi Beasiswa

Links

Agripedia Blog Staff IPB Departemen Silvikultur Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Fakultas Kehutanan IPB IIRC Institut Pertanian Bogor Kementerian Kehutanan RI LPPM-IPB Media IPB Perpustakaan IPB Perpustakaan IPB Perpustakaan Nasional RI

June 2010 S M T W T F S
Jan

1 2 3 4 5 6
7

10

11 12

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Visitors

Free counters

Comments Meta

Log in Entries RSS Comments RSS WordPress.org

2010 Cecep Kusmana "Cellar Heat" Brought to you by EvanEckard.com and Smashing Magazine.

Anda mungkin juga menyukai