Anda di halaman 1dari 5

SUBDURAL HEMORAGIK

PENDAHULUAN
Rongga subdural ialah rongga potensial kecil yang terletak antara duramater bagian dalam dan araknoid.
Lapisan cairan yang tipis di dalam rongga subdura bukan cairan serebrospinal. Rongga epidura yang
mengelilingi SSTL ialah rongga antara duramater dan perosteum tulang belakang. Rongga ini berisi
pembuluh darah dan lemak. Rongga epidura tidak ada dibagian kepala oleh karena di bagian ini
duramater bagian dalam dan luar bersatu rapat, kecuali pada tempat-tempat dimana kedua lapis
duramater itu membentuk dinding sinus venosus dura yang menguras darah vena dari otak. Duramater
berlanjut pada saraf otak dan spinal sehingga sering duramater yang sebenarnya bersinambung dengan
epineurium saraf-saraf perifer. Rongga epidura di daerah sacral SSTL di dalam klinik digunakan untuk
tempat suntikan zat anestesi untuk membendung input sensorik dari perifer ( pada persalinan tanpa nyeri
) (1) .
Tiga selaput otak atau meningen yang membungkus otak : duramater, araknoid, dan piamater. Dura
selaput terluar dipisahkan dari araknoid yang tipis oleh kompartment potensial. Kavum subdural biasanya
hanya berisi beberapa tetes cairan serebrospinal. Kavum subaraknoid yang luas mengandung cairan
serebrospinal dan arteri-arteri utama yang memisahkan araknoid dari piamater, yang secara lengkap
menyelubungi otak. Araknoid dan piamater dikenal sebagai leptomeningen dan saling dihubungkan oleh
benang-benang halus di jaringan trabekula araknoid. Piamater bersama dengan perluasan dari ruang
subaraknoid yang sempit, menyertai pembuluh-pembuluh sampai kedalam jaringan otak. Ruang ini
dinamakan ruang perivaskular atau ruang Virchow Robin (3) .
Di negara-negara barat, kecelakaan merupakan penyebab utama kematian individu yang berumur kurang
dari 45 tahun. Angka cedera kepala mendekati 70% dari kematian akibat trauma ini dan sebagian besar
mengalami kecacatan bagi orang yang mengalami kecelakaan bertahan hidup. Namun hampir 50%
pasien dengan cedera kepala yang memerlukan bedah saraf darurat datang dengan cedera kepala
ringan atau berat ( GCS score 9-13 dan 14-15, secara berurut). Beberapa pasien mempunyai lasi massa
intrakranial yang memerlukan dekompresi darurat lebih dari setengahnya mempunyai lucid interval dan
mereka mampu membuat percakapan lantaran waktu terjadinya cedera dan rangkaian perubahan (7) .
Hematom intrakranial mempunyai peran penting dalam kematian dan kecacatan yang dihubungkan
dengan cedera kepala. Hematom subdural akut merupakan tipe yang paling sering dari hematom
intrakranial traumatic. Ditemukan dalam 24% pada pasien koma. Tipe cedera kepala ini juga sangat
berhubungan dengan kerusakan otak yang lambat, yang kemudian digambarkan pada CT-Scan. Trauma
signifikan tidak hanya disebabkan oleh hematom subdural. Hematom subdural kronik dapat terjadi pada
kejadian sebelumnya yang tidak pernah diketahui (7) .

DEFINISI
Perdarahan Subdural adalah pengumpulan darah di ruangan antara bagian dalam dan bagian luar
selaput pembungkus otak. Gejala sering terjadi singkat setelah head injury (4) .
Perdarahan subdural kronik adalah pengumpulan darah yang lama (beberapa minggu setelah injury ) dan
darah berkumpul antara permukaan otak dan penutup luarnya (dura ) (5) .
Perdarahan subdural kronik didefinisikan tidak tentu sebagai suatu hematom yang tampak dalam 21 hari
atau lebih setelah cedera. Hematom subdural akut didefinisikan secara tidak tentu sebagai suatu
hematom yang tampak antara 4 hari sampai 21 hari setelah cedera (7) .

EPIDEMIOLOGI
Hematom subdural yang akut jarang terjadi. Literatur tentang laporan kasus sporadic sangat terbatas.
Kasus ini sering mempunyai suatu sumber arteri, karena mereka biasanya dihubungkan dengan keadaan
patologis yang sama seperti yang terjadi pada perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral.
Darah dari ruptur aneurisma bisa masuk memotong melalui parenkim otak atau ruang subaraknoid.
Nyatanya, kasus telah dilaporkan mengenai suatu hematom subdural akut yang dicetus dengan
penyalahgunaan kokain (7) .
Suatu penelitian retrospektif melaporkan bahwa 56% dari kasus pada pasien dalam kelima dan decade
ketujuh. Penelitian lain mencatat bahwa lebih dari setengah dari semua kasus terlihat pqada pasien >60
tahun . Insiden yang tertinggi dari 7,,35 per 100.000 terjadi pada remaja dengan umur 10-19 tahun (7)
Rata-rata mortalitas pada pasien dengan hematom subdural akut dilaporkan berkisar 30-90 %, tetapi
sekitar 60% adalah tipikal . Rata-rata morbiditas dan mortalitasnya dihubungkan dengan pengobatan
secara pembedahan dari hematom subdural kronik, telah diperkirakan berkisar 11% dan 5% secara
berurutan. Hematom subdural dapat terjadi pada semua umur (4,7 )
ETIOLOGI
Hemoragi subdura biasanya disebabkan oleh sobeknya vena di tempat vena itu melalui rongga subdura.
Gerak otak depan relatif terhadap dura dengan mendadak, dapat terjadi setelah mendapat pukulan yang
tidak mengakibatkan fraktur tengkorak (1) .
Hemoragi subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis walaupun traumanya mungkin
tidak berarti ( trauma pada orang tua ) sehingga tidak terungkap oleh anamnesis. Yang seringkali
berdarah ialah bridging veins, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik otak (6) .
Subdural merupakan lapisan sebelum dura ( duramater adalah membran pembungkus terluar dari otak ).
Subdural hematom terjadi ketika darah vena yang berlokasi antara lapisan pembungkus otak ( meningen
) ditemukan darah setelah head injury pada kepala. Subdural hematom timbul ketika vena-vena yang
berjalan antara dura dan permukaan otsk pecah dan mengeluarkan darah. Pengumpulan darah
kemudian terbentuk diatas permukaan otak. Pada pengumpulan subdural kronik, darah yang berasal dari
vena-vena berjalan lambat. Ini dapat terjadi karena head injury atau frekuensi kurang, itu dapat terjadi
spontan jika pasien agak tua (4,5) .
Hematom subdural kronik biasanya dihubungkan dengan atropi serebral. Vena batang kortek
diperkirakan tekanannya menjadi lebih rendah sebagaimana penyusunan otak yang berangsur-angsur
dari tulang tengkorak, bahkan trauma minor bisa menyebabkan satu dari vena menjadi bocor.
Perdarahan yang lambat dari sistem vena yang bertekanan rendah sering bisa memperbesar bentuk
hematom sebelum nampak tanda-tanda klinis. Hematom subdural yang kecil sering diabsorbsi secara
spontan. Kumpulan yang besar dari darah subdural sering mengatur dan membentuk membran vaskuler
yang menyelubungi hematom subdural. Perdarahan kecil yang berulang , vena bersama dengan
membran ini bertanggung jawab terhadap perluasan dari beberapa hematom subdural (7) .

KLASIFIKASI DAN FAKTOR RESIKO
Subdural hematom sering terjadi sebagai komplikasi dari setelah head injury.Terdiri atas :
- Hematom subdural akut, yang berlangsung cepat, dengan gejala biasanya timbul dalam 24 jam setelah
kecelakaan . Deteriorasi terjadi setelahnya.
- Hematom subdural subakut, biasanya timbul gejala dalam 2-10 hari setelah kecelakaan karena
penumpukkan darah terjadi lambat dalam subdural. Jelasnya, symptom kecelakaan terjadi secara
periodic, dilanjutkan dengan symptom hematom subdural (4) .

Yang termasuk factor resiko (4,5 ) :
Head injury
Umur sangat muda atau sangat tua
Penggunaan aspirin dalam waktu lama
Pengobatan antikoagulan kronik
Alkoholik atau penggunaan alcohol kronik
Beberapa gangguan yang bisa menyebabkan koma

PATOFISIOLOGI
Pada perlukaan kepala , dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid, kedalam rongga subdural
( hemoragi subdura ) antara dura bagian luar dan tengkorak ( hemoragi ekstradura ) atau ke dalam
substansi otak sendiri. Putusnya vena-vena penghubung ( bridging veins ) antara permukaan otak dan
sinus dural adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini seringkali
terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin terdapat sedikit darah di dalam rongga
subaraknoid. Anak-anak ( karena anak-anak memiliki vena-vena yang halus ) dan orang dewasa dengan
atropi otak ( karena memiliki vena-vena penghubung yang lebih panjang ) memiliki resiko yang lebih
besar (1,3) .
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di
daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins . Karena perdarahan subdural sering
disebabkan olleh perdarahan vena, maka darah yang terkumpul hanya 100-200 cc saja. Perdarahan
vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai
mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang diserap meninggalkan
jaringan yang kaya pembuluh darah. Disitu timbul lagi perdarahan kecil, yang menimbulkan
hiperosmolalitas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil
dan pembentukan kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah ( higroma ) (6) .
Kondisi- kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga mekanisme. Perdarahan yang
terjadi akibat rusaknya arteri kortikal (termasuk epidural hematom), perdarahan dari rusaknya dasar
parenkim, dan kebocoran pembuluh darah dari korteks terhadap satu dari aliran sinus venosus (7 ) .
Pada semua kasus , pergerakan sagital dari kepala bisa dihasilkan dengan suatu akselerasi angular
(kaku ) yang menyebabkan ruptur batang vena parasagital dan suatu hematom subdural yang berat.
Gennereli dan Thibault menggambarkan bahwa rata-rata akselerasi dan deselerasi dari kepala
merupakan factor utama kegagalan vena (7 ) .

GEJALA KLINIS
Sebenarnya dalam latent interval kebanyakan penderita hematom subdural mengeluh tentang sakit
kepala dan pening, seperti umumnya penderita kontusio serebri juga mengeluh setelah trauma kapitis.
Tetapi apabila disamping itu timbul gejala-gejala yang mencerminkan adanya proses desak ruang
intrakranial, baru pada saat itu timbulnya manifestasi hematom subdural. Gejala-gejala tersebut bisa
berupa kesadaran yang makin menurun, organic brain syndrom, hemiparesis ringan, hemihipestesia,
adakalanya epilepsy fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema (6) .
Gejala yang dapat tampak adalah (2): :
1. Penderita mengeluh sakit kepala yang semakin bertambah terus.
2. Tampak ada gangguan psikik.
3. Setelah beberapa lama tampak kesadaran tambah menurun.
4. Kelainan neurologis yang mungkin tampak adalah hemiparese, bangkitan epilepsy, dan papiledema.
5. Arterigrafi karotis dapat memperlihatkan adanya perpindahan ( shift ) dari a.perikallosa ke sisi
kontralateral, sedangkan di tempat lokasi dari hematom subdural sendiri akan tampak suatu daerah
bebas kontras yang berbentuk bifocal.
6. CT-Scan akan dapat memperlihatkan hematom tersebut dengan baik.

Pada 75% kasus, sakit kepala timbul dengan gejala-gejala paling kurang satu dari karakteristik berikut ini
: onsetnya tiba-tiba, nyerinya berat, nausea dan muntah-muntah dan eksaserbasi batuk, ketegangan otot
atau latihan. Gejala umum lainnya adalah kelemahan, kejang-kejang, dan inkonntinensia. Hemiparesis
dan penurunan kesadaran merupakan tanda yang paling sering terjadi. Hemiparesis terjadi ipsilateral
dengan hematom pada 40% kasus (7) .


DIAGNOSA
Penegakkan diagnosa subdural hematom kronis tidaklah gampang. Gejala-gejalanya sangat menyerupai
gejala suatu tumor serebri. Hematom subdural kronis itu terletak antara duramater dan araknoid. Ia dapat
menyerap cairan dari sekitarnya sehingga lama kelamaan akan bertambah besar. Simptomatologinya
sangat menyerupai gejala suatu tumor serebri. Trauma kapitisnya sendiri begitu ringan. Sehingga dapat
terjadi bahwa si penderita sendiri tidak ingat lagi tentang kapan dan dimana kepalanya terbentur. Trauma
kapitisnya tidak menimbulkan kesadaran menurun (2) .
Pemeriksaan neurologik yang awal menyediakan suatu garis dasar yang penting yang harus digunakan
untuk memfollow-up perjalanan klinis pasien. Jika dicatat dalam bentuk score GCS, ia juga memberikan
informasi prognostic yang penting (7) .
Pasien dengan cedera kepala yang serius sering di intubasi dengan cepat dan diberikan perawatan yang
diorientasi pada trauma. Namun karena prognostiknya yang signifikan, pemeriksaan neurology yang
singakat diukur dengan menggunakan GCS yang merupakan komponen penting dari penilaian skunder
dan memerlukan waktu kurang dari 2 menit untuk menyempurnakannya (4) .
Lihat tanda-tanda dari fraktur tulang tengkorak basilar. Ini termasuk ekimosis bilateral (mata racoon) dan
ekimosis retroaurikuler. Area di sekitar laserasi harus dicukur dan di inspeksi. Pasien dengan cedera
kepala yang berat harus dinilai cedera kepala tulang servikal (C-spine); immobilisasi pasien sampai
penelitian klinis dan penelitian radiografik dapat dibuktikan sebaliknya (5) .

DIAGNOSA PENUNJANG (7)
Pemeriksaan Laboratorium
Prevalensi abnormalitas koagulasi telah lama dikenali pada pasien cedera kepala. Abnormalitas ini
dipercaya akibat pelepasan dari bahan-bahan tromboplastik oleh kerusakan jaringan otak.
Pada suatu ulasan 253 pasien dengan cedera kepala yang memerlukan pemeriksaan CT-Scan, resiko
perkembangan otak yang lambat seperti yang terlihat pada CT-Scan meningakt dari 31% pada pasien
dengan koagulasi. Reperensi rata-rata hampir 85% pada pasien dengan penemuan abnormal terhadap
protrombine time (PT), activated Partial Thromboplastin Time (aPTT), atau hitung platelet.
Fresh frozen plasma atau platelet sebaiknya diberikan jika perlu, menunggu hasil dari penelitian ini
sebaiknya tidak menunda pembedahan darurat.
Produk-produk darah dapat diberikan secara intraoperatif untuk memperbaiki parameter pembekuan.
Abnormalitas elektrolit dapat mengeksaserbasi cedera kepala dan sebaiknya dikoreksi dengan suatu alat
penghitung waktu.

Pemeriksaan Imaging
Modalitas imaging yang dipilih untuk memfasilitasi keputusan ini adalah CT Scan kepala. Namun jika
menjadi osiden terhadap otak, hematom ini mungkin tidak dapat dideteksi hematom subdural akut.
Hematom subdural akut tampak sebagai suatu hiperdense, konkaf terhadap otak, dan garis suturanya
tidak jelas, berbeda dengan hematom epidural dimana konveks tehadap otak dan garis suturanya
berbatas jelas.
MRI merupakan suatu alternatif yang ada yang mampu menggambarkan CSDH dengan jelas.
Serial C-Spine X-Ray penting dalam mengevaluasi kemungkinan adanya fraktur C-Spine yang
menyertai.

DIAGNOSA BANDING (7)
Epidural hematom
Subaraknoid hemorrhage

KOMPLIKASI (4,7)
Komplikasi yang paling sering adalah reakumulasi hematom, perdarahan intraserebral yang disebabkan
oleh pergeseran atau irigasi drainase tube yang salah, pneumoencepalus tension, seizure dan empyema
subdural .
Karakteristik dari sindrome herniasi bisa terjadi selama terjadi pergeseran otak. Seperti halnya lobus
temporal medial, atau uncus, herniasi melewati tentorium. Ini dapat menekan arteri cerebral poaterior
ipsilateral, nervus okulomotorius, dan pedunkulus serebri. Secara klinis rangkaian kelumpuhan nervus
okulomotorius dan kompresi pedunkulus serebri sering bermanifestasi sebagai dilatasi pupil ipsilateral
dan hemiparesis kontralateral.
Pasien bisa juga menderita stroke dari distribusi arteri cerebral posterior. Hampir 5% kasus, hemiparesis
bisa ipsilateral dengan dilatasi pupil. Fenomena ini disebut sebagai fenomena Kernohan Notch Syndrome
dan terjadi jika herniasi unkus menekan otak tengah bergeser sehingga pedunkulus serebri kontralateral
ditekan melawan incisura tentorial kontralateral.

PENATALAKSANAAN (4,5,7)
Seperti halnya pasien pada setiap trauma, resusitasi dimulai dengan ABC (Airway, Breathing, Circulation
).
Semua pasien dengan score GCS < 8 harus diintubasi untuk membebaskan jalan nafas.
Lakukan pemeriksaan neurologis yang jelas. Respirasi yang adekuat harus dilaksanakan pada awalnya
dan dipertahankan untuk menghindari terjadinya hipoksia. Hiperventilasi dapat dilaksanakan jika terjadi
sindrom herniasi.
Tekanan darah harus dipertahankan pada keadaan normal atau pada level yang tinggi dengan
menggunakan salin isotonic dan/alat pressor.
Sedatif short acting dan obat-obat paralitik harus digunakan hanya jika perlu untuk memudahkan
ventilasi yang adekuat.
Jika diduga terjadi peningkatan tekanan intrakranial atau memperlihatkan gejala sindrom herniasi, maka
berikan manitol 1 g/kg dengan cepat secara IV.
Berikan obat-obat antikonvulsan untuk mencegah iskemik yang diinduksi serangan dan rangkaian kejang
dalam tekanan intrakranial.
Jangan berikan steroid, seperti yang telah mereka temukaN dimana tidak efektif pada pasien dengan
cedera kepala.
Hematom subdural kronik simptomatik ditangani secara pembedahan. Craniotomy merupakan pilihan
yang valid. Namun drinase burr hole dan twist drill craniotomy kurang invasive dan mempunyai tampakan
yang sama-sama efektif.

PROGNOSA
Tidak ada prognostic yang jelas yang dihubungkan dengan hematom subdural kronik. Sementara
beberapa pengarang telah menemukan suatu hubungan dengan tingkat preoperative dari fungsi
neurologis dan hasil akhir, yang lain tidak. Diantara 86% dan 90% pasien dengan CSDH diobati dengan
adekuat setelah prosedur pembedahan (4) .
Rata-rata mortalitas dikeseluruhan seri adalah 50%. Rata-rata mortalitas untuk semua dari 37 pasien
dengan score GCS 3 adalah 100% danrata-rata mortalitas dihubungkan dengan nonreaktif pupil sebelah
yaitu 48%, dengan nonreaktif pupil bilateral 88%, yang sangat menarik, rata-rata yang bertahan hidup
pada pasien dengan nonreaktif pupil bilateral adalah 12% meskipun hasil akhirnya tidak dicatat (7) .

KESIMPULAN
Anggapannya adalah cedera kepala primer dihubungkan dengan hematom subdural mempunyai peran
utama dalam kematian pasien. Namun kebanyakan hematom subdural diperkirakan berasal dari
kebocoran batang vena. Tidak semua hematom subdural dihubungkan dengan cedera parenkim diffuse.
Penilaian dan pengawasan yang tidak adekuat pada pasien pada saat masuk RS bisa menyebabkan
kehilangan kesempatan untuk perawataan pasien yang masih mempunyai resiko perubahan neurologis
yang lambat. Ini dapat mengakibatkan kemaatian dan morbiditas yang tidak menguntungkan jika terjadi
serangkaian herniasi.








TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Noback, C.R dan Robert, J.D, Anatomi Susunan Saraf Manusia ; EGC; Jakarta ; 1990; hal.31
2. Ngoerah, I Gst.Ng.Gd, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf; Airlangga University Press; Surabaya; 1991;
hal.312
3. Groat, J.D, Neuroanatomi korelatif; Cetakan I; Edisi ke-21; EGC; Jakarta; 1997; hal.145
4. Charles,P,M.D, e-Medicine Journal:Subdural Hematom Akut/subakut; Department of Neurological
Surgery, Beth Israel Medical Center, New York; 2001
5. Elaine,T.Kiriakopoulos,M.D, journal of Medicine:Chronic Subdural Hematom ; Department of
Neurological; Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard University, Boston; 2002.
6. Mardjono, M dan Priguna ,S; Neurologi Klinis Dasar; Cetakan ke-8; Penerbit Dian Rakayat; 2000.
7. Meagher, R.J dan William, F.Y; e-Medicine : Subdural Hematome; Temple University; 2002.

Anda mungkin juga menyukai