Anda di halaman 1dari 21

5-1

BAB V
KRITERIA KEGAGALAN STATIK

5.1. Pendahuluan
Kenapa mesin/peralatan atau elemen mesin mengalami kegagalan? Pertanyaan
ini adalah masalah mendasar yang telah menghantui ilmuwan dan insinyur sejak
berabad-abad lalu. Mekanisme terjadinya kegagalan kini lebih dipahami seiring kemajuan
teknik pengujian dan pengukuran.
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti
misalnya yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain-lain. Agen penyebab
kegagalan juga bermacam-macam seperti misalnya salah design, beban operasional,
kesalahan maintenance, cacat material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain-lain.
Dengan pengetahuan yang lengkap tentang kegagalan, maka para insinyur dapat
mempertimbangkan berbagai aspek penyebab kegagalan dalam perancangan sehingga
diharapkan kegagalan tidak akan terjadi selama umur teknisnya. Dalam bab ini hanya
akan dibahas kegagalan elemen mesin yang diakibatkan oleh beban mekanis. Beban
mekanis yang dimaksud adalah beban dalam bentuk gaya, momen, tekanan, dan beban
mekanis lainnya.
Kegagalan akibat beban mekanis adalah berhubungan dengan jenis tegangan
yang terjadi pada komponen mesin. Pertanyaannya adalah : tipe tegangan seperti apa
yang akan menimbulkan kegagalan? tegangan tarik? tegangan tekan? atau tegangan
geser? Faktor lain apakah yang juga ikut berpengaruh dalam menimbulkan kegagalan?








5-2








Gambar 5.1 Kegagalan akibat tegangan tarik uniaksial dan torsi murni

Gambar 5.1 (a) menunjukkan lingkaran Mohr untuk spesimen yang mendapat
beban tarik uniaksial. Terlihat bahwa spesimen juga mengalami tegangan geser dengan
nilai maksimum sebesar setengah tegangan normal maksimum. Hal sebaliknya juga
terjadi pada spesimen yang mendapat beban torsi murni, ternyata spesimen juga
mengalami tegangan normal dengan nilai maksimum sama dengan tegangan geser
maksimum. Jadi tegangan manakah yang lebih berperan menimbulkan kegagalan ?
Uji tarik dapat menjelaskan terjadinya kegagalan pada spesimen yang mendapat
beban uniaksial. Gambar 5.2 menunjukkan kurva tegangan-regangan pada spesimen
material ulet (ductile) dan material getas (brittle). Terlihat fenomena yielding pada
material ulet, sedangkan pada material getas, kegagalan atau patah terjadi tanpa adanya
yielding yang signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat kegagalan untuk material
ulet akan dibatasi oleh kekuatan yield, dan material getas dibatasi oleh kekuatan ultimate.
Analisis menunjukkan bahwa untuk material ulet, kegagalan lebih ditentukan oleh
kekuatan geser, sedangkan untuk material getas, kegagalan lebih ditentukan oleh
kekuatan tensile. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu dikembangkan teori atau kriteria
kegagalan yang berbeda antara material ulet dan material getas. Variabel yang
membedakan apakah material bersifat getas atau ulet dapat di baca di referensi.





5-3


Gambar 5.2 Kurva tegangan-regangan material ulet dan material getas

5.2. Teori Kegagalan untuk Material Ulet
Material yang ulet akan patah jika tegangan akibat beban statik diatas kekuatan
tarik ultimatenya. Lebih jauh, kegagalan pada komponen mesin terjadi bila tegangan
akibat beban statik diatas kekuatan yieldnya.

5.2.1. Teori Energi Distorsi (von Mises-Hencky)
Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Huber (1904) dan kemudian
disempurnakan melalui kontribusi Von Mises dan Hencky. Teori ini menyatakan bahwa
Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energi distorsi
per unit volume sama atau lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat
5-4
terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana terhadap spesimen
dari material yang sama.

Energi regangan akibat distorsi (berkaitan dengan perubahan bentuk) per unit volume, U
d

adalah energi regangan total per unit volume, U dikurangi energi regangan akibat beban
hidrostatik (berkaitan dengan perubahan volume) per unit volume, U
h

h d
U U U = 5.1

Energi regangan total per unit volume, U adalah luas dibawah kurva tegangan-regangan
(gambar 5.3)

Gambar 5.3 Energi regangan yang tersimpan pada elemen terdefleksi

( )
( ) [ ]
3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
3 3 2 2 1 1
2
2
1
2
1

E
U
U
+ + + + =
+ + =
5.2
dimana :
( )
( )
( )
2 1 3 3
3 1 2 2
3 2 1 1
1
1
1

E

=
=
=

Tegangan utama terdiri atas komponen hidrostatik (
h
)

dan distorsi (
id
)
id h i
+ =
sehinggga :
( )
( )
d d d h
d d d h


3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1
3
3


+ + + + =
+ + + = + +

Komponen hidrostatik tegangan,
h
terjadi hanya akibat perubahan volumetrik (
id
= 0)
5-5
3
3 2 1

+ +
=
h

Energi regangan hidrostatik, U
h
didapatkan dengan mensubstitusi
h
pada persamaan 5.2

( ) [ ]
( )
2 2 2 2
2 1
2
3
2
2
1
h h h h h h h h h h h

E


E
U

= + + + + =
( )
( )
1 2 3
2 2 2
1 2 3 1 2 2 3 1 3
2
1 2 3
2 3
1 2
2
6
h
h

U
E

U
E
+ +
=

= + + + +

5.3

sehingga :
( )
( )
2 2 2
1 2 3 1 2 2 3 1 3
2 2 2
1 2 3 1 2 2 3 1 3
1
2
2
1 2
2
6
d h
d
U U U
U
E

E

=
= + + + +

+ + + +

[ ]
3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
3
1

E
U
d
+ +
+
=

5.4
Pendekatan kriteria kegagalan dilakukan dengan membandingkan energi distorsi per unit
volume pada persamaan 5.4 dengan energi distorsi saat terjadi kegagalan pada uji tarik.

3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
S
y
+ + = 5.5
Untuk keadaan tegangan 2 dimensi,
2
= 0 maka :
2
3 3 1
2
1
S
y
+ = 5.6

[ ]
3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
2
3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
2
3
1
3
1
S

E
U S
E
y
d y
+ + =
+ +
+
= =
+
5-6

Gambar 5.4 Grafik representasi TED dalam keadaan tegangan 2 dimensi

Tegangan efektif Von Mises () didefinisikan sebagai tegangan tarik uniaksial
yang dapat menghasilkan energi distorsi yamg sama dengan yang dihasilkan oleh
kombinasi tegangan yang bekerja.
3 1 3 2 2 1
2
3
2
2
2
1
' + + =
atau :
( ) ( ) ( ) ( )
2
6
2 2 2 2 2 2
zx yz xy X Z Z Y Y X

'
+ + + + +
= 5.7

untuk kasus dua dimensi (
2
= 0)
2
3 3 1
2
1
' + =
2 2 2
3 '
xy y x y x
+ + = 5.8
Kegagalan akan terjadi bila :
s
y
n
S
' 5.9

Untuk geseran murni
1
= =
3
dan
2
= 0 (Gambar 5.1 b)
2
max
2
1
2
1 1 1
2
1
2
3 3 S
y
= = + + =
max 1
577 0
3
S .
S

y
y
= = =
dari persamaan diatas didefinisikan kekuatan yield terhadap geser (S
ys
) dari material ulet
adalah fraksi dari kekuatan yield yang didapat dari uji tarik (S
y
)
y ys
S . S 577 0 = 5.10


5-7
5.2.2. Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM)
Ide tentang tegangan geser yang berperan dalam menimbulkan kegagalan
pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Perancis, Coulomb (1376-1806). Formula
kriteria tegangan geser maksimum dipublikasikan oleh Tresca (1864) dan Guest (1900)
membuktikannya lewat experimen. Sehingga teori ini sering disebut teori Tresca atau
Guest law. Teori ini menyatakan bahwa Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan
tegangan multiaksial jika nilai tegangan geser maksimum sama atau lebih besar
dibandingkan tegangan geser maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam
pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan spesimen dengan material
yang sama.
Secara sederhana, kegagalan terjadi apabila :

s
u
s
u
s
u
n
S
n
S
n
S



1 3
3 2
2 1



5.11
di mana S
u
adalah Kekuatan material pada saat uji tarik. Jadi kegagalan akan terjadi jika
salah satu persamaan di atas terpenuhi. Dalam bentuk grafik, teori tegangan geser
maksimum ditunjukkan pada gambar 5.4.

Gambar 5.5 Grafik representasi teori tegangan geser maksimum


5.3. Teori Kegagalan untuk Material Getas
Kegagalan material yang bersifat getas akibat beban mekanis umumnya dalam
bentuk patah atau retak. Bentuk patahan material getas disebut patah getas yang
mempunyai karakteristik seperti ditunjukkan pada gambar 5.1.
5-8

5.3.1. Teori Tegangan Normal maksimum (TTNM)
Teori ini paling baik diterapkan pada material getas yang berserat dan kaca. Teori
ini menyatakan bahwa Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial
jika tegangan utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan normal
maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial
sederhana yang menggunakan spesimen dengan material yang sama.
Secara sederhana, kegagalan terjadi apabila :

s
uc
s
ut
n
S
n
S

3
1

5.12
dimana
1

2

3
= tegangan normal utama
S
ut
= kekuatan ultimate material terhadap tarik
S
uc

= kekuatan ultimate material terhadap tekan

Gambar 5.5 menunjukkan batasan kriteria tegangan normal maksimum. Kegagalan akan
diprediksikan akan terjadi jika kondisi tegangan berada diluar batas lingkaran (gambar a),
dan diluar batas segiempat (gambar b).

Gambar 5.6 Grafik representasi teori tegangan normal maksimum



5.3.2. Internal Friction Theory (IFT)
TTNM paling tepat digunakan pada material getas berserat dan kaca dimana
struktur mikro terorientasi pada arah tegangan normal maksimum sebelum terjadinya
5-9
patah. Banyak material getas seperti keramik dan logam cor yang tidak memiliki
kemampuan tersebut sehingga tidak tepat mengaplikasikan TTNM.
Pada material getas seperti keramik dan logam cor, kekuatan terhadap tekan lebih besar
dari kekuatan terhadap tarik, sehingga digunakan perluasan terhadap MSST. Secara
matematis dituliskan sebagai :
s
uc
s
ut
s uc ut
n
S

n
S

n S


= <
= >
= + < >
3 1
1 3
3 1
3 1
0 jika
0 jika
1
0 dan 0 jika


5.13

dimana :
1

2

3
= tegangan normal utama
S
ut
= kekuatan ultimate material terhadap tarik
S
uc

= kekuatan ultimate material terhadap tekan

5.3.3. Modified Mohr Theory (MMT)
Tidak seperti IFT yang memiliki basis matematis, MMT dikembangkan dengan
tujuan sesuai dengan data pengujian. MMT sangat baik dalam memprediksi sifat material
ulet, terutama pada kuadran-IV. MMT dapat dituliskan sebagai :
jika
1
> 0 dan
3
< -S
ut

s
uc
s
ut
ut
ut ut
ut uc
ut uc
ut
ut
n
S
n
S
S
S nS
S S
S S
S
S
= <
= >

< >
3 1
1 3
3
1 3 1
0 jika
jika
dan 0 jika


5.14


5-10

Gambar 5.7 Prediksi kegagalan material getas dengan MMT dan IFT

5.4. Pemilihan Kriteria Kegagalan
Untuk material ulet, kriteria kegagalan TED lebih akurat dibandingkan TTGM
(ditunjukkan oleh data pengujian terhadap material ulet pada gambar 5.8). Oleh karena itu
tegangan von misses (dari TED) cenderung digunakan pada analisis tegangan untuk
kepentingan komersial serta kode elemen hingga untuk mendapatkan profil tegangan.
Namun, TTGM sering digunakan karena lebih konservatif (memprediksikan kegagalan
pada beban yang lebih rendah dibandingkan pada TED) dan secara matematis lebih
gampang


Gambar 5.8 Bukti eksperimental kriteria-kriteria kegagalan (a) Luluh pada material ulet (b) Patah
pada material getas

Tidak seperti material ulet, sifat material getas seperti keramik dan logam cor lebih
bervariasi. Spesimen uji tidak mengalami kegagalan pada tegangan yang sama sehingga
sulit menentukan kekuatan minimumnya secara pasti. Oleh karena itu engineer harus
5-11
menerapkan konsep probabilitas dalam desain. Penerapan kriteria kegagalan pada
material getas harus secara hati-hati karena kriteria kegagalan deterministic (tegangan
minimum dapat ditentukan secara pasti) sedangkan pada material getas sifat-sifatnya
menunjukkan probabilistic.
Gambar 5.8 menunjukkan MMT lebih sesuai terhadap data pengujian material
getas. Namun perbedaan ketiga kriteria kegagalan yang digunakan pada material getas
(TTNM, IFT, dan MMT) tidak signifikan, sehingga tidak dapat disimpulkan teori mana yang
lebih baik.

5.5. Mekanika Patah
Mekanika patah menyajikan studi struktural yang memandang perambatan retak
sebagai fungsi beban kerja. Retak adalah cacat mikroskopik yang secara normal muncul
pada permukaan atau bagian dalam material. Tidak ada material atau proses manufaktur
yang menghasilkan struktur kristal yang bebas cacat (selalu terdapat cacat mikro).
Perambatan retak memerlukan tegangan yang lebih kecil dibandingkan untuk
inisiasi retak. Pada tegangan kerja, retak bergerak mudah disepanjang material,
menyebabkan slip pada bidang geraknya. Pada lokasi ini lebih mudah terjadi kerusakan.
Perambatan ini dapat dicegah dengan adanya diskontinuitas pada material.
Kegagalan patah terjadi patah level tegangan dibawah tegangan luluh material
solid. Mekanika patah memfokuskan pada panjang retak yang kritis yang menyebabkan
elemen gagal. Pengawasan terhadap patah terbagi atas menjaga tegangan nominal dan
menjaga ukuran retak agar dibawah level kritis untuk material yang telah digunakan pada
elemen mesin.

5.5.1. Mode Perambatan Retak
Ada 3 mode dasar perambatan retak (gambar 5.9), setiap mode menyebabkan
pergerakkan permukaan retak yang berbeda :
1. Mode I, opening (tarikan), merupakan mode perambatan retak yang paling sering
ditemui. Retak mengalami pemisahan secara simetris terhadap bidang retak.
2. Mode II, sliding (geseran dalam bidang), timbul jika retak mengalami geseran relatif
satu sama lain secara simetris terhadap arah normal bidang retak, tetapi tidak simetri
terhadap bidang retak.
3. Mode III, tearing (antiplane), timbul jika retak mengalami geseran relatif satu sama lain
secara tak simetris terhadap bidang retak maupun arah normalnya.

5-12
Mengaplikasikan pembahasan stress raiser (Fundamentals of Machine Elements
Sec.5) pada geometri dalam gambar 8, diketahui perambatan retak muncul jika tegangan
lebih tinggi pada ujung retak daripada ditempat lainnya.


Gambar 5.9 Tiga model pergeseran retak (a) Opening (b) Sliding (c) Tearing

5.5.2. Kekuatan Patah
Pembahasan kekuatan patah disini dibatasi pada pergerakan retak mode I.
Terlebih dulu harus dipahami faktor intensitas tegangan. Faktor intensitas tegangan, K
i

menunjukkan level/intensitas tegangan pada ujung retak pada elemen yang mengandung
retak (titik A gambar 5.9 a).
Kekuatan patah, K
ci
adalah intensitas tegangan kritis dimana perambatan retak
muncul atau intensitas tegangan maksimum yang dapat ditahan elemen tanpa patah.
Kekuatan patah digunakan sebagai kriteria desain dalam pencegahan patah material
getas, seperti halnya kekuatan luluh digunakan sebagai kriteria desain dalam pencegahan
luluh material ulet pada pembebanan statis.
Karena tegangan dekat ujung retak dapat didefinisikan dalam faktor intensitas
tegangan, nilai kritis kekuatan patah K
ci
menyatakan besaran yang dapat menentukan
keadaan material getas. Secara umum persamaan untuk kekuatan patah adalah :
a Y K
nom ci
= 5.15
dimana :
nom
= tegangan nominal pada saat patah, Mpa
a = setengan panjang retak, m
Y = faktor koreksi (tak berdimensi) yang memperhitungkan geometri elemen
yang mengandung retak.
Pers.5.15 berlaku dengan asumsi beban bekerja jauh dari ujung retak dan panjang retak
relatif kecil terhadap lebar pelat. Satuan faktor intensitas tegangan dan kekuatan patah
merupakan kombinasi satuan tegangan dan akar dari panjang retak, yakni m Mpa .


5-13
Tabel 5.1 Data tegangan luluh dan kekuatan patah beberapa material pada temperatur ruang


Tabel 5.1 menunjukkan data tegangan luluh dan kekuatan patah (mode I)
beberapa material pada temperatur ruang. Perhatikan bahwa kekuatan patah, K
ci

bergatung pada banyak faktor antara lain temperatur, tingkat regangan dan mikrostruktur.
Besar K
ci
menurun seiring kenaikan tingkat regangan dan penurunan temperatur. Selain
itu, meningkatkan kekuatan luluh dengan proses, seperti strain hardening menyebabkan
turunnya K
ci
.

Contoh soal


5.1 Dua jenis material baja AISI 4340 dan paduan aluminium 7075-T651. Asumsikan
bahwa tegangan patah 0,8 kali tegangan luluh dan faktor koreksi adalah 1. Tentukan
panjang retak kritis pada temperatur ruang.

Solusi :
a. Dari tabel 5.1 untuk AISI 4340 :
S
y
= 238 ksi ksi , S ,
y nom
4 190 8 0 = = in ksi K
ci
8 , 45 =
Dari pers. 5.15 :
( )
( )( )( )
in
Y
K
a
nom
ci
01842 , 0
10 4 , 109 1
10 8 , 45 1 1
2
3
3
2
=

=



5-14
b. Dari tabel 5.1 untuk paduan aluminium 7075-T651
S
y
= 73 ksi ksi S ,
y nom
4 , 58 8 0 = = in ksi K
ci
26 =

Dari persamaan 5.15
( )
( )( )( )
in
Y
K
a
nom
ci
06309 , 0
10 4 , 58 1
10 26 1 1
2
3
3
2
=

=


Material baja lebih dulu mengalami kegagalan karena memiliki panjang retak kritis yang
lebih kecil. Aluminium lebih kuat jika perambatan retak dipertimbangkan.


5.2 Kontainer untuk udara bertekanan dibuat dari paduan aluminium 2024-T351. Faktor
keamanan terhadap luluh diharuskan 1,6. Panjang retak maksimum yang boleh pada
tebal material adalah 6mm. Faktor koreksi berdasarkan bentuk retak, Y = 1. Tentukan
a. Faktor intensitas tegangan dan faktor keamanan terhadap patah getas.
b. Apakah faktor keamanan akan meningkat jika material diganti paduan aluminium
7075-T651 yang lebih kuat. Asumsikan retak yang sama

Solusi :
a. Dari tabel 5.1 untuk paduan aluminium 2024-T351
S
y
= 325 MPa m MPa K
ci
36 =
Tegangan nominal adalah :
MPa
n
S

s
y
nom
1 , 203
6 , 1
325
= = =
Setengah panjang retak = 3mm. Faktor intensitas tegangan dari pers.5.15 adalah
( )( ) ( ) m MPa a Y K
nom i
72 , 19 10 3 10 1 , 203 1
3 6
= = =


Faktor keamanan terhadap patah getas adalah :
83 , 1
72 , 19
36
= = =
i
ci
s
K
K
n
b. Dari tabel 5.1 untuk paduan aluminium 7075-T651
S
y
= 505 MPa m MPa K
ci
29 =
Faktor keamanan terhadap luluh adalah :
249
325
505
6 , 1 =


5-15
Kenaikan kekuatan aluminium 7075-T651 memberikan faktor keamanan terhadap
luluh yang lebih tinggi. Faktor keamanan terhadap perambatan retak adalah :
47 , 1
72 , 19
29
= = =
i
ci
s
K
K
n
Dari perhitungan diatas, diketahui aluminium yang lebih kuat lebih mudah mengalami
kegagalan akibat perambatan retak.

5.6. Faktor Keamanan
Faktor Keamanan pada awalnya didefinisikan sebagai suatu bilangan pembagi
kekuatan ultimate material untuk menentukan tegangan kerja atau tegangan design.
Perhitungan tegangan design ini pada jaman dulu belum mempertimbangkan faktor-faktor
lain seperti impak, fatigue, stress konsentrasi, dan lain-lain, sehingga faktor keamanan
nilainya cukup besar yaitu sampai 20-30. Seiring dengan kemajuan teknologi, faktor
keamanan dalam design harus mempertimbangkan hampir semua faktor yang mungkin
meningkatkan terjadinya kegagalan. Dalam dunia modern faktor keamanan umumnya
antara 1.2 3.
Dalam modern engineering practice faktor keamanan dihitung terhadap
significant strength of material, jadi tidak harus terhadap ultimate atau tensile strength.
Sebagai contoh, jika kegagalan melibatkan yield maka significant strength adalah yield
strength of material; jika kegagalan melibatkan fatigue maka faktor keamanan adalah
berdasarkan fatigue; dan seterusnya. Dengan demikian faktor keamanan didefinisikan
sebagai :
stress working
material the of strength t significan
= N
Beberapa referensi juga mendefinisikan faktor keamanan sebagai perbadingan antara
design overload dan normal load.
Penentuan nilai numerik faktor keamanan sangat tergantung pada berbagai
parameter dan pengalaman. Parameter-parameter utama yang harus diperhatikan adalah
jenis material, tipe dan mekanisme aplikasi beban, state of stress, jenis komponen dan
lain-lain. Berdasarkan berbagai pengalaman dan parameter-parameter tersebut, telah
dikembangkan Codes yang memuat cara perhitungan dan penentuan faktor keamanan
untuk berbagai aplikasi khusus. Misalnya ASME B16.5 untuk Flanges, ASME Pressure
Vessel Codes, DNV OS F101 Submarine pipeline, dan Code-code yang lain.
5-16
Tingkat ketidak-pastian (uncertainty) juga merupakan hal penting yang
menentukan nilai faktor keamanan yang digunakan. Berikut adalah beberapa tingkat
ketidak-pastian yang harus dipertimbangkan untuk elemen yang mendapat beban statik :
Tingkat ketidak-pastian beban. Pada situasi tertentu, nilai beban yang bekerja pada
suatu komponen mesin dapat ditentukan dengan pasti. Seperti misalnya beban gaya
sentrifugal pada motor listrik, beban berat kendaraan, beban pada pegas katup
sebuah engine dan lain-lain. Tetapi pada kondisi tertentu, nilai beban yang pasti
sangat sulit ditentukan. Misalnya beban yang bekerja pada pegas sistim suspensi
kendaraan di mana terjadi variasi yang sangat besar tergantung kondisi jalan dan
cara kendaraan dikendarai. Bagaimana dengan mesin-mesin yang baru diciptakan di
mana belum ada pengalaman sebagai referensi ? Jadi semakin tinggi tingkat ketidak-
pastian, maka insinyur harus menggunakan faktor keamanan yang semakin
konservatif.
Tingkat ketidak-pastian kekuatan material. Idealnya insinyur mesin harus memiliki
pengetahuan dan data yang luas tentang kekuatan material, baik pada kondisi
fabrikasi, maupun setelah menjadi komponen mesin. Data-data tersebut haruslah di
test pada temperatur dan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi aplikasi
komponen tersebut. Tetapi dalam kenyataan hal ini sangat sulit dipenuhi.
Kebanyakan data yang tersedia adalah hasil uji pada kondisi temperatur kamar dan
pembebanan yang ideal serta ukuran yang berbeda dengan komponen yang
sebenarnya. Juga perlu dicatat bahwa sifat material dapat berubah cukup signifikan
selama komponen digunakan. Jadi parameter ketidak pastian data material ini perlu
dipertimbangkan dalam penentuan faktor keamanan.
Tingkat ketidak-pastian metodologi design dan analysis. Metodologi design dan
jenis analisis juga sangat menentukan faktor keamanan dalam suatu perancangan
komponen mesin. Hal-hal yang perlu dieprhatikan antara lain adalah (a) seberapa
valid asumsi-asumsi yang digunakan serta persamaan standard dalam perhitungan
tegangan, (b) akurasi dalam perhitungan faktor konsentrasi tegangan, (c) akurasi
dalam meng-estimasi adanya tegangan sisa yang timbul saat pembuatan
komponen, (d) kesesuaian teori kegagalan yang digunakan dan penentuan
significant strength material.
Konsekuensi kegagalan keamanan manusia dan ekonomi. Konsekuensi
kegagalan baik terhadap keselamatan manusia maupun ekonomi juga merupakan
parameter pertimbangan utama dalam menentukan faktor keamanan. Jika kegagalan
yang terjadi dapat membahayakan keselamatan banyak orang atau menimbulkan
konsekuensi ekonomi yang besar, maka faktor keamanan yang konservatif perlu
5-17
digunakan. Contohnya, faktor keamanan yang tinggi diperlukan pada sarana
angkutan transporatsi massa, industri minyak-gas.
Selain hal di atas, faktor ekonomi atau biaya yang dibutuhkan juga merupakan
pertimbangan utama dalam menentukan faktor keamanan. Angka numerik faktor
keamanan yang disarankan sesuai dengan beberapa parameter dan tingkat

Tabel 4.2 Faktor keamanan yang disarankan dalam perancangan
No. Faktor keamanan
yang disarankan
Parameter dan tingkat ketidakpastian
1. N = 1.25 1.5 Data material yang sangat akurat dan andal, jenis
pembebanan yang pasti, metoda perhitungan tegangan yang
akurat
2. N = 1. 5 2 Data Material yang cukup baik, kondisi lingkungan yang
stabil, dan beban serta tegangan yang terjadi dapat dihitung
dengan baik.
3. N = 2. 0 2.5 Average material, komponen dioperasikan pada lingkungan
normal, beban dan tegangan dapat dihitung dengan material
4. N = 2. 5 3 Untuk material yang datanya kurang baik, atau material
getas dengan pembebanan, dan lingkungan rata-rata
5. N = 3 4 Untuk material yang belum teruji, dengan pembebanan, dan
lingkungan rata-rata
Angka ini juga disarankan untuk material yang teruji dengan
baik, tetapi kondisi lingkungan dan pembebanan tidak dapat
ditentukan dengan pasti
6. Beban berulang-ulang (bolak-balik) : angka-angka yang disarankan di atas dapat
digunakan tetapi dengan endurance limit sebagai significant strength
7. Beban impak : angka-angka yang disarankan di atas dapat digunakan tetapi faktor
impak harus dimasukkan
8. Material getas : angka-angka yang disarankan di atas dikalikan dua untuk material
5-18
getas, dimana faktor keamanan dihitung terhadap ultimate strength


SOAL-SOAL

5.1 Elemen mengalami kombinasi tegangan sebagaimana tercantum pada tabel dibawah
ini. Gambarkan elemen tegangan yang menunjukkan tegangan yang bekerja dan
tentukan tegangan utama serta tegangan von Mises.



5.2 Gaya 1500 N diterapkan pada lengan pedal sepeda berdiameter 15mm pada gambar
dibawah ini. Pedal terpasang pada lengan menggunakan ulir 12mm. Tentukan
tegangan von Mises pada lengan pedal dan skrup serta faktor keamanan terhadap
kegagalan statik jika S
y
= 350 Mpa


5-19

5.3 Papan kantilever dengan penampang melintang 305mmx32mm. Tentukan tegangan
utama maksimum pada papan jika seorang bermassa 100kg berdiri pada ujung
bebas. Tentukan faktor keamanan statik jika material yang digunakan fiberglass getas
dengan S
ut
= 130 Mpa pada arah longitudinal.



5.4 Pada gambar dibawah ditunjukkan dua jenis kunci roda mobil, single ended (a) dan
double ended (b). Jarak antara titik A dan B 1 ft, diameter gagang kunci 0.625 in.
Tentukan gaya maksimum sebelum gagang mengalami luluh (S
y
= 45 Ksi)



5.5 Elemen dari material ulet (S
y
= 60 ksi) dibebani sehingga tegangan normal utama
pada lokasi yang kritis pada keadaan tegangan biaxial
1
= 20 ksi dan
2
= -15 ksi.
Tentukan faktor keamanan berdasarkan MSST dan DET serta tentukan kriteria yang
lebih tepat dibandingkan dengan data pengujian.

5.6 Sebuah poros mentransmisikan torsi dari gearbox menuju poros belakang truk tidak
balans, sehingga gaya sentrifugal 500 N bekerja pada bagian tengah poros sepanjang
3m. Poros tubular AISI 1040 berdiameter luar 70 mm dan diameter dalam 58 mm.
5-20
Poros mentransmisikan torsi 6000 Nm. Gunakan DET untuk menentukan faktor
keamanan.

5.7 Rod pada gambar dibawah ini terbuat dari logam AISI 1040 dengan dua bend 90
o
.
Gunakan MSST dan DET untuk menentukan diameter minimum rod agar faktor
keamanan = 2.


5.8 Poros pada gambar dibawah ini terbuat dari logam AISI 1020. Bila data d = 30mm, D
= 45mm, d
2
= 40mm, tentukan bagian yang paling kritis dengan menggunakan MSST
dan DET.


5-21

BAB V................................................................................................................................... 1
KRITERIA KEGAGALAN STATIK................................................................................... 1
5.1. Pendahuluan................................................................................................ 1
5.2. Teori Kegagalan untuk Material Ulet ....................................................... 3
5.2.1. Teori Energi Distorsi (von Mises-Hencky) ................................................... 3
5.2.2. Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM) ................................................. 7
5.3. Teori Kegagalan untuk Material Getas.................................................... 7
5.3.1. Teori Tegangan Normal maksimum (TTNM)............................................... 8
5.3.2. Internal Friction Theory (IFT)....................................................................... 8
5.3.3. Modified Mohr Theory (MMT)..................................................................... 9
5.4. Pemilihan Kriteria Kegagalan.................................................................. 10
5.5. Mekanika Patah ........................................................................................ 11
5.5.1. Mode Perambatan Retak.............................................................................. 11
5.5.2. Kekuatan Patah............................................................................................ 12
5.6. Faktor Keamanan ..................................................................................... 15

Anda mungkin juga menyukai