Anda di halaman 1dari 18

Luisa Vinadiya. Dkk.

Perbandingan Tingkat Pengetahuan



1

PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
KEJANG DEMAM ANTARA IBU DENGAN ANAK
MENDERITA DEMAM DAN KEJANG DEMAM

Tinjauan terhadap RSUD Kota Banjarmasin Periode Mei-November 2013

Luisa Vinadiya
1
, Nurul Hidayah
2
, Siti Wasilah
3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin
2
SMF Anak RSUD Ulin Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin
3
Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

luisa.vinadiya@rocketmail.com
Jl. Veteran No. Banjarmasin

ABSTRAK: Kejang demam adalah peristiwa kejang yang terjadi pada anak usia 3
bulan sampai 5 tahun yang murni berhubungan dengan demam. Demam dapat
berkembang menjadi kejang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah
pengetahuan ibu. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan
antara ibu dengan anak menderita demam dan kejang demam melalui pendekatan case
control. Sampel sebanyak 65 orang adalah ibu dengan anak menderita demam sebagai
kelompok kontrol dan ibu dengan anak menderita kejang demam sebagai kelompok
kasus. Pada kelompok kontrol, 93,75% berpengetahuan baik dan 6,25% buruk. Pada
kelompok kasus, 72,7% berpengetahuan baik dan 27,3% buruk. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% dan dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang kejang demam yang
bermakna antara ibu dengan anak menderita demam dan kejang demam (p=0,024). Ibu
dengan pengetahuan yang buruk memiliki risiko 5,6 kali lebih tinggi untuk terjadi
bangkitan kejang demam pada anaknya.

Kata kunci: pengetahuan, ibu, kejang demam

ABSTRACT: Febrile seizures are seizures event that occurred in children aged 3
months to 5 years purely caused by fever. Fever can progress to seizures is influenced by
several risk factors , one of which is the mothers knowledge. This study aimed to
determine differences in the knowledge level among mothers with fevers children and
febrile seizures through a case-control approach. Sixty five samples were mothers with
fever child as a control group and mothers with febrile seizures child as the case group.
In the control group, 93.75 % had good knowledge and 6.25 % were bad. In the case
group, 72.7 % had good knowledge and 27.3 % were bad. Data analysis was performed
using chi-square test with confidence level about 95 % and it can be concluded that there
were signficant differences in the knowledge level about febrile seizures between mothers
with children suffering from fever and febrile seizures (p=0.024). Mothers with poor
knowledge had a 5.6 times higher risk for febrile seizures occur in their children.

Keywords: knowledge, mother, febrile seizures
2

PENDAHULUAN:

Kejang demam adalah peristiwa kejang yang terjadi pada anak usia tiga
bulan sampai lima tahun, berhubungan dengan demam tetapi tanpa bukti infeksi
intrakranial, riwayat kejang non demam, dan gangguan elektrolik akut. Kejang
merupakan gangguan saraf yang sering dijumpai pada anak (1,2).
Insidensi kejang demam di dunia, Asia, dan Indonesia masih sangat tinggi.
Hal ini terlihat dari tingginya angka kunjungan kejang demam pada setiap
tahunnya Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mariatul, jumlah pasien kejang
demam di Rumah sakit umum daerah (RSUD) Ulin lebih banyak dari RSUP
Kariadi yaitu 93 anak dengan 50,54% kejang demam terjadi pada anak usia enam
bulan hingga satu tahun (2,3).
Demam merupakan kenaikan suhu minimal 1C dari suhu rata-rata di titik
tempat pengukuran yaitu jika 38,0C pada temperatur rektal, 37,6C pada
temperatur oral, 37,4C pada temperature aksila, dan 37,6C pada temperatur
membran timpani. Demam adalah alasan yang paling sering orangtua membawa
anaknya berobat ke dokter. Diperkirakan 30% demam sebagai alasan utama
membawa anak ke spesialis (4,5).
Demam dapat menyebabkan kejang bila mencapai suhu 38,4C atau lebih
dengan perkembangan yang cepat berdasarkan teori pengaruh suhu terhadap kanal
ion dan teori perubahan metabolisme basal. Namun, demam hanya dapat
menyebabkan kejang pada anak usia dibawah lima tahun karena otak yang kurang
berkembang lebih rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua
atau orang dewasa (1,6,7).
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

3

Pengetahuan tentang kejang demam adalah pengetahuan mengenai definisi,
etiologi, faktor risiko, prognosis, tata laksana awal serta komplikasi kejang
demam. Sajadi dan Shamsi melaporkan hambatan tersering dalam mencegah
kejang demam oleh ibu adalah kurangnya pengetahuan tentang kejang demam
Pendapat Sajadi diperkuat oleh penelitian Huang dan Liu dalam penelitian Sajadi
bahwa hanya 40% orang tua yang memiliki pengetahuan baik tentang kejang
demam. Banyak ibu yang tidak bisa memperkirakan risiko kejang pada demam
anaknya karena pengetahuannya yang kurang tentang kejang demam.
Pengetahuan tentang komplikasi kejang demam juga bisa menjadi motivasi
internal positif dalam memperbaiki aksi pencegahan kejang demam oleh ibu.
Padahal menurut Tanja et. al. dalam Sajadi, kejadian kejang demam lebih tinggi
pada orang tua yang belum pernah mendapat edukasi dibanding yang sudah
pernah mendapatkan edukasi tentang kejang demam. Sedangkan menurut
Stuijvenbergs et al dalam Sajadi, 45% orang tua cemas terhadap demam yang
dialami anaknya dan mengira demam ini akan mengakibatkan komplikasi yang
serius (8,9).
Penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang kejang demam antara ibu
dengan anak menderita demam dan kejang demam di RSUD Kota Banjarmasin
belum pernah dilakukan. RSUD Ulin dan RSUD Dr.H.M. Anshari Saleh
merupakan rumah sakit rujukan oleh puskesmas seluruh Banjarmasin sehingga
penelitian ini dapat menggambarkan keseluruhan populasi penelitian di
Banjarmasin. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk membandingkan tingkat
4

pengetahuan tentang kejang demam antara ibu dengan anak menderita demam dan
kejang demam di RSUD Kota Banjarmasin periode Mei- November 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat
pengetahuan tentang kejang demam pada ibu dengan anak menderita demam,
mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan tentang kejang demam pada ibu
dengan anak menderita kejang demam, dan membandingkan perbedaan tingkat
pengetahuan tentang kejang demam antara ibu dengan anak menderita demam
dan kejang demam.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan teori untuk sosialisasi lebih
lanjut mengenai kejang demam agar pengetahuan orangtua khususnya ibu tentang
kejang demam dapat membantu pencegahan kejang demam pada anak. Bagi
institusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pustaka yang
dapat menambah wawasan mengenai kejang demam di RSUD Kota Banjarmasin.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan case control. Populasi dan sampel kasus pada penelitian adalah ibu
dengan anak menderita kejang demam yang datang ke RSUD Ulin dan RSUD
Dr.H.M.Anshari Saleh. Populasi dan sampel kontrol pada penelitian ini adalah
ibu dengan anak menderita demam yang datang ke RSUD Ulin dan RSUD
Dr.H.M.Anshari Saleh.
Teknik pengambilan sampel menggunakan totally sampling methode dengan
jumlah sampel minimal 30 untuk tiap kelompok berdasarkan kriteria Gay dan
Diehl dalam Silalahi (10). Instrumen penelitian meliputi kuesioner pengetahuan
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

5

tentang kejang demam oleh Pohan (8), serta buku registrasi poli anak, bangsal
perawatan anak serta IGD RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD Dr.H.M. Anshari
Saleh.
Penelitian dilaksanakan di Bangsal Perawatan Anak, Instalasi Gawat Darurat
dan Poli Anak di RSUD Ulin dan RSUD Dr.H.M. Anshari Saleh Banjarmasin
Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - November 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, didapatkan sampel sebanyak 65 orang dengan berbagai
karakteristik usia. Data sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada lampiran 1.
Kelompok usia sampel kontrol dengan frekuensi terbesar didapatkan pada usia 26-
30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (28%) dan kelompok usia dengan frekuensi
terkecil didapatkan pada usia lebih dari 40 tahun yaitu 1 orang (3,1%). Sedangkan,
kelompok usia sampel kasus dengan frekuensi terbesar didapatkan pada usia 26-
30 tahun yaitu sebanyak 12 orang (36,4%) dan kelompok usia dengan frekuensi
terkecil didapatkan pada usia kurang dari 20 tahun yaitu 1 orang (3,0%).
Data sampel berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh dapat dilihat
pada lampiran 1. Berdasarkan lampiran 1, dapat diketahui bahwa pendidikan
sampel kontrol dengan frekuensi terbesar adalah lulus SMA/sederajat yaitu 11
orang (34,4%) dan frekuensi terkecil adalah tidak lulus SD yaitu 1 orang (3,1%).
Di sisi lain, pendidikan sampel kasus dengan frekuensi terbesar adalah lulus
SMP/sederajat yaitu 9 orang (27,3%) dan frekuensi terkecil adalah tidak lulus SD
yaitu 3 orang (9,1%).
6

Distribusi frekuensi sampel berdasarkan penghasilan keluarga dapat dilihat
pada lampiran 1. Distribusi penghasilan sampel kontrol terbanyak adalah diatas
Upah Minimum Regional (UMR) Banjarmasin atau setara dengan
Rp1.225.000,00 yaitu 28 orang (87,5%). Hal yang sama juga terjadi pada sampel
kasus yaitu 20 orang (60,6%) berasal dari keluarga dengan penghasilan lebih dari
UMR Banjarmasin.
Distribusi frekuensi pekerjaan ibu dapat dilihat pada lampiran 1. Pekerjaan
sampel kontrol dengan frekuensi terbesar adalah tidak bekerja sebanyak 14 orang
(43,8%) dan pekerjaan dengan frekuensi terkecil adalah wiraswasta sebanyak 2
orang (6,3%). Pada sampel kasus, pekerjaan dengan frekuensi terbesar adalah
tidak bekerja yaitu sebanyak 23 orang (69,7%) dan pekerjaan dengan frekuensi
terkecil adalah PNS, wiraswasta, dan karyawan swasta yaitu masing-masing 2
orang (6,06%).
Tabel 1. Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Kejang Demam pada Ibu dengan
Anak Menderita Demam

Tingkat Pengetahuan Frekuensi
(orang)
Persentase
Baik 30 93.75%
Buruk 2 6.25%
TOTAL 32 100%


Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

7

Tabel 2. Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Kejang Demam pada Ibu dengan
Anak Menderita Kejang Demam

Tingkat Pengetahuan Frekuensi
(orang)
Persentase
Baik 24 72.7%
Buruk 9 27.3%
TOTAL 33 100%

Tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu dengan
kategori baik memiliki frekuensi dominan pada ibu dengan anak menderita
demam ataupun kejang demam. Al-Ayed menyatakan bahwa informasi kesehatan
bisa diakses ibu melalui beberapa sumber. Delapan puluh persen sumber
informasi kesehatan berasal dari keluarga, 17,2% dari radio, 16% dari
jurnal/majalah kesehatan, 14,2% dari jurnal, dan 3,2% dari sekolah. Adanya
keluarga, teman ataupun tetangga yang memiliki anak dengan riwayat kejang
demam dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang kejang demam. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian Gunawan et. al. yang menyatakan hanya pada 29%
orang tua dengan anak kejang demam pertama mendapat informasi tentang kejang
demam dari dokter, dan 26% informasi berasal dari keluarga atau tetangga,
sisanya tidak pernah mendapat informasi. Penelitian Oche dan Onankpa juga
mendukung pernyataan ini dimana sumber informasi sampel mengenai kejang
demam 40% berasal dari nenek anak dengan kejang demam, 26% dari tetangga,
16% dari petugas rumah sakit, 11% dari teman, dan 8% dari sumber yang lain
(11,12,13).

8

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Ibu dengan Anak Menderita
Demam

No Pengetahuan Benar
(%)
Salah
(%)
1 Apakah demam tinggi dapat menyebabkan kejang pada
anak?
84,8 15,2
2 Apakah kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita? 63,6 36,4
3 Apakah anak yang pernah kejang tanpa demam termasuk
penderita kejang demam?
51,5 48,5
4 Apakah kejang demam sering disebabkan oleh radang
telinga, radang tenggorokan?
72,7 27,3
5 Apakah kejang demam merupakan penyakit keturunan? 75,8 24,2
6 Apakah serangan kejang dapat timbul lebih dari satu kali
selama anak demam?
81,8 18,2
7 Apakah penderita kejang demam berulang dapat menjadi
epilepsi (ayan) di kemudian hari?
45,5 54,5
8 Apakah penderita kejang demam dapat menjadi bodoh
dan mempunyai tingkah laku yang tidak wajar?
24,2 75,8
9 Apakah anak yang mengalami kejang akibat demam
harus segera dibawa ke rumah sakit?
75,8 24,2
10 Apakah kejang demam bisa dicegah agar tidak kambuh
kembali?
81,8 18,2

Tabel 3 di atas memperlihatkan persentase kesalahan sampel kontrol dalam
mengisi kuesioner yang diberikan. Pada tabel tersebut dapat dilihat sampel banyak
mengalami kesalahan pada pertanyaan nomor 8 yaitu sebesar 75,8%. Berdasarkan
hasil tersebut terlihat bahwa pengetahuan ibu untuk prognosis kejang demam
masih sangat kurang. Hal ini berkebalikan dengan penelitian Pohan (8) bahwa
82,2% sampelnya mengetahui prognosis kejang demam dan penelitian Anigilaje
et. al. bahwa 83,6% sampelnya menyatakan bahwa anak dengan kejang tetap
mempunyai intelegensia dan perilaku yang normal (14).
Perbedaan pengetahuan ini disebabkan beberapa faktor antara lain tingkat
pendidikan ibu, agama, etnis, dan media (15). Namun, yang paling berhubungan
adalah 3 faktor. Faktor pertama adalah perbedaan lokasi penelitian yang
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

9

memunculkan perbedaan etnis. Penelitian Anigilaje et. al. dilaksanakan pada
daerah terpencil di Nigeria dimana 49%-51% sampelnya berpikir bahwa kejang
merupakan murka Tuhan atau gangguan roh jahat, sehingga tidak memiliki
hubungan dengan kesehatan bahkan intelegensia. Faktor kedua yang berpengaruh
adalah minat ibu terhadap info kesehatan anaknya. Faktor ketiga adalah
kemudahan mengakses informasi. Faktor kedua sangat berbeda antara penelitian
ini dengan penelitian Pohan, dimana sampelnya memang memiliki pengetahuan
yang tinggi tentang kejang demam sehingga hasil penelitian Pohan tidak
menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian
kejang demam. Pada faktor ketiga, sampel penelitian Pohan memiliki kemudahan
akses informasi kejang demam yang lebih mudah karena keseluruhan sampelnya
berasal dari 1 kelurahan yang mayoritas berpenghasilan menengah ke atas (8,14).
10

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Ibu dengan Anak Menderita
Kejang Demam

No Pengetahuan Benar
(%)
Salah
(%)
1 Apakah demam tinggi dapat menyebabkan kejang pada
anak?
88,2 11.8
2 Apakah kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita? 38,2 61.8
3 Apakah anak yang pernah kejang tanpa demam termasuk
penderita kejang demam?
8,8 91.2
4 Apakah kejang demam sering disebabkan oleh radang
telinga, radang tenggorokan?
61,8 38.2
5 Apakah kejang demam merupakan penyakit keturunan? 50,0 50,0
6 Apakah serangan kejang dapat timbul lebih dari satu kali
selama anak demam?
64,7 35.3
7 Apakah penderita kejang demam berulang dapat menjadi
epilepsi (ayan) di kemudian hari?
41,2 58.8
8 Apakah penderita kejang demam dapat menjadi bodoh
dan mempunyai tingkah laku yang tidak wajar?
35,3 64.7
9 Apakah anak yang mengalami kejang akibat demam
harus segera dibawa ke rumah sakit?
79,4 20.6
10 Apakah kejang demam bisa dicegah agar tidak kambuh
kembali?
73,5 26.5

Sedangkan pada kelompok sampel kasus, dapat dilihat sampel banyak
mengalami kesalahan pada pertanyaan nomor 3 yaitu sebesar 91,2%. Berdasarkan
hasil tersebut terlihat bahwa pengetahuan ibu dengan anak menderita kejang
demam untuk mengetahui bahwa kejang yang tanpa didahului demam bukan suatu
kejang demam masih sangat kurang. Hal ini berkebalikan dengan penelitian Pohan
(8) dimana 71,1% sampelnya mengetahui bahwa kejang yang tanpa didahului
demam bukan suatu kejang demam.Perbedaan ini disebabkan dua faktor yaitu
minat, dan kemudahan akses informasi yang telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya.
Secara umum, analisis jawaban sampel memiliki beberapa persamaan dengan
penelitian Anigilaje et. al. Tabel 3 dan tabel 4 pada pertanyaan nomor tujuh
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

11

menunjukkan bahwa 45,5% dan 41,2% ibu menjawab benar bahwa kejang
berulang bisa meningkatkan risiko epilepsi. Anigilaje et. al. menyatakan bahwa
47% sampelnya juga mengetahui bahwa kejang berulang bisa meningkatkan risiko
epilepsi. Hal yang senada juga ditemukan pada komponen pengetahuan nomor 5
mengenai kejang demam bukan penyakit keturunan melainkan meningkatkan
risiko kejang demam. Lima puluh persen sampai tujuh puluh lima persen ibu
memiliki pengetahuan yang benar tentang hal ini, seperti yang dilaporkan
Anigilaje et. al. bahwa 67,6% sampelnya menyatakan kejang demam memiliki
kecenderungan herediter (14). Hasil ini juga ditunjang oleh penelitian Kayserili et.
al. dimana 12% sampelnya menjawab keturunan merupakan salah satu penyebab
dari kejang demam. Kayserili et. al. membedakan etiologi kejang demam menjadi
lima kategori lainnya, yaitu 9,52% sampelnya memilih abnormalitas kelistrikan
otak, 53% memilih akibat episode demam itu sendiri dan usia anak, 14% memilih
akibat predisposisi pada anak, 4,7% memilih akibat kekuatan supernatural dan
4,7% memilih akibat kurangnya pengetahuan (12).
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Kejang Demam Antara Ibu
dengan Anak Menderita Demam dan Kejang Demam di RSUD Kota
Banjarmasin

Kejadian
Kejang
Demam
Tingkat Pengetahuan
Nilai
p*
Odds
Ratio
Baik Buruk
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Demam 30 55,6 2 18,2
0,024 5,625
Kejang
Demam 24 44,4 9 81,8
Total 54 100 11 100
* Uji Statistik Chi-Square
12

Berdasarkan tabel 5 di atas, tingkat pengetahuan yang baik lebih banyak
dimiliki oleh ibu dengan anak menderita demam yaitu 55,6%. Sedangkan tingkat
pengetahuan yang buruk lebih banyak dimiliki oleh ibu dengan anak menderita
kejang demam yaitu 81,8%. Sehingga dapat terlihat bahwa tingkat pengetahuan
ibu tentang kejang demam mempengaruhi angka kejadian kejang demam.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan
terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang kejang demam yang bermakna
antara ibu dengan anak menderita demam dan kejang demam karena besar nilai
p=0,024 (p<0,05). Odds ratio yang didapat berdasarkan analisis statistik
menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan kejang demam yang buruk memiliki
risiko 5,6 kali lebih tinggi untuk anaknya kejang demam dibanding ibu dengan
tingkat pengetahuan yang baik.
Hasil ini senada dengan penelitian Najimi et. al. tahun 2013. Najimi et. al.
melakukan intervensi edukasi untuk mengontrol demam agar tidak berubah
menjadi kejang demam dengan memperbaiki pengetahuan dan sikap ibu mengenai
kejang demam. Intervensi edukasi ini terbukti memperbaiki pengetahuan ibu
dengan p<0,001. Pengetahuan ibu tentang kejang demam mampu menurunkan
kepanikan dan meningkatkan percaya diri dari ibu untuk melakukan tindakan
pencegahan kejang demam yang tepat (16).
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Sajadi et. al. tahun 2004 yang
menunjukkan bahwa kebanyakan ibu tidak memiliki pengetahuan bahwa demam
bisa menyebabkan kejang sehingga tidak bisa memperkirakan kejadian kejang
pada anaknya yang demam. Sajadi juga mengungkapkan pengetahuan ibu tentang
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

13

risiko kejang demam yang baik dapat mendorong ibu untuk melakukan aksi yang
tepat dalam waktu yang cepat sehingga menurunkan risiko komplikasi demam.
Tanja dalam Sajadi et. al. juga mengungkapkan bahwa kejadian kejang demam
lebih tinggi pada ibu dengan pengetahuan buruk dibanding ibu dengan
pengetahuan baik pada studi intervensi (9).
Zeglam et. al. juga mendukung hasil penelitian ini melalui jurnalnya yang
menyatakan bahwa kebanyakan orang tua merasa cemas dan ketakutan saat
anaknya mengalami kejang akibat demam. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan tentang kejang demam dan kurangnya edukasi mengenai penanganan
demam dan basic life support sehingga orang tua tidak bisa memberikan
pencegahan kejang demam yang adekuat (17).
Fetveit juga melengkapi penelitan ini melalui jurnalnya yang menyatakan
bahwa tingkat kecemasan yang tinggi lebih sering ditemukan pada orang tua yang
memiliki pengetahuan yang buruk atau sama sekali tidak memiliki pengetahuan
mengenai kejang demam ditunjang dengan rendahnya tingkat pendidikan.
Stuijvenbergs dalam Fetveit melakukan penelitian yang sama yaitu menilai
persepsi dan pengetahuan orang tua mengenai kejang demam pada kelompok
demam dan kelompok kejang demam. Kesimpulan penelitian Stuijvenbergs
adalah ketakutan orang tua terhadap demam dan kejang merupakan permasalahan
utama yang menghasilkan dampak-dampak negatif pada pencegahan kejang
demam (18).


14

PENUTUP
Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan tentang kejang demam pada
ibu dengan anak menderita demam, 93,75% (30 orang) baik dan 6,25% (2
orang) yang buruk dan pengetahuan tentang kejang demam pada ibu dengan
anak menderita kejang demam, 72,75% (24 orang) baik dan 27,3% (9 orang)
yang buruk. Berdasarkan analisis data, terdapat perbedaan (p=0,024) tingkat
pengetahuan tentang kejang demam yang bermakna antara ibu dengan anak
menderita demam dan kejang demam di RSUD Kota Banjarmasin periode Mei-
November 2013. Ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tentang kejang demam
buruk memiliki risiko 5,6 kali lebih tinggi daripada ibu dengan pengetahuan
yang baik untuk terjadinya bangkitan kejang demam bagi anaknya.
Penelitian ini tentu tidak luput dari kesalahan. Beberapa kekurangan dari
penelitian ini adalah banyaknya variabel pengganggu yang tidak bisa
dikendalikan, dan lokasi penelitian yang bertempat di dua rumah sakit sehingga
meningkatkan varietas sampel. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mengontrol variabel-variabel pengganggu seperti usia ibu, tingkat pendidikan
ibu, tingkat ekonomi keluarga, riwayat merokok saat hamil, riwayat kehamilan,
dan riwayat persalinan.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan juga dapat menggali identitas lain pada
ibu yang secara konsisten bermakna meningkatkan kejadian kejang demam
seperti riwayat merokok, riwayat persalinan, dan riwayat kelahiran. Perluasan
variabel pengetahuan juga bisa dilakukan oleh peneliti selanjutnya yaitu
Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

15

menambahkan pertanyaan tentang pengetahuan bahaya kejang fokal dan sumber
informasi tentang kejang demam pada ibu.

16

Lampiran 1. Karakteristik Responden

No
Karakteristik
Individu
Sampel Kontrol Sampel Kasus
Frekuensi
(Orang)
Persentase
(%)
Frekuensi
(Orang)
Persentase
(%)
1 Kelompok Umur
< 20 Tahun 0 0.0 1 3.0
20 25 8 25.0 8 24.2
26 30 9 28.1 12 36.4
31 35 8 25.0 7 21.2
36 40 6 18.8 5 15.2
> 40 Tahun 1 3.1 0 0.0
2 Pendidikan
Tidak Sekolah 0 0.0 0 0.0
Tidak Lulus SD 1 3.1 3 9.1
Lulus SD 5 15.6 8 24.2
Lulus
SMP/Sederajat
8 25.0 9 27.3
Lulus
SMA/Sederajat
11 34.4 6 18.2
Lulus Perguruan
Tinggi
7 21.9 7 21.2
3 Penghasilan
Rp1.225.000,00 28 87.5 20 60.6
< Rp1.225.000,00 4 12.5 13 39.4
4 Pekerjaan
PNS 4 12.5 2 6.06
Wiraswasta 2 6.3 2 6.06
Karyawan Swasta 4 12.5 2 6.06
Tidak Bekerja 14 43.8 4 12.12
Lainnya 8 25.0 23 69.70


Luisa Vinadiya. Dkk. Perbandingan Tingkat Pengetahuan

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Kundu GK, Rabin F, Nandi ER, et. al. Etiology and risk factor of febrile
seizure- an update. Bangladesh J Child Health 2010; 34 (3): 103-112.

2. Rani S, Sarumpaet SM, dan Jemadi. Karakteristik penderita kejang demam
pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011.
Universitas Sumatera Utara; (online),
(http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/718), diakses 9 April 2013.

3. Mariatul K. Profil penderita kejang demam pada anak yang dirawat di UPF
anak RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2003-2003. Banjarmasin: FK Unlam,
2003.

4. El-Radhi AS and Klein JCN. Clinical manual of fever in children. Berlin:
Springer-Verlag, 2009.

5. Tarigan T, Harahap CA, dan Lubis S. Pengetahuan, sikap dan perilaku
orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Sari Pediatri
2007; 8 (3): 27-31.

6. Baram TZ and Shinnar S. Febrile seizures. United States of America:
Academic Press, 2002.

7. Berman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu kesehatan anak. Ed.15.
Jakarta: EGC, 2000.

8. Pohan ITS. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai kejang
demam pada anak di kelurahan tembung tahun 2010. Karya Tulis Ilmiah.
Repository universitas sumatera utara: 2010.

9. Sajadi H, Shamsi M. Assesment of mothers behavior in preventing febrile
convulsion in their children in Arak City: an application of Health Belief
Model. Journal of Jahrom University of Medical Science 2011; 9 (2): 33-39.

10. Silalahi GA. Metodologi penelitian dan studi kasus. Jakarta: Citramedia, 2000

11. Al-Ayed I. Mothers' knowledge of child health matters: are we doing enough?
Journal of Family and Community Medicine 2010; 17 (1): 22-28.

12. Kayserili E, Unalp A, Apa H, et. al. Parental knowledge and practices
regarding febrile convulsions in Turkish Children. Turk J Med Sci 2008; 38
(4): 343-350
18

13. Oche MO and Onankpa OB. Using women advocacy groups to enhance
knowledge and home management of febrile convulsion amongs mother in a
rural community of Sokoto State Nigeria. Pan African Medical Journal 2013;
14 (49): 1-5

14. Anigilaje EA and Anigilaje OO. Perception of childhood convulsion among
women in a peri-urban community in Ilorin, Nigeria. IOSR Journal of Dental
and Medical Sciences (IOSR-JDMS) 2013; 4 (5): 32-38
15. Gunawan W, Kari K, dan Soetjiningsih. Knowledge, attitude, and practices of
parents with children of first time and recurrent febrile seizures. Paediatrica
Indonesiana 2008; 48 (4): 193-197

16. Najimi A, Dolatabadi NK, Esmaeili AA, et. al. The effect of educational
program on knowledge, attitude and practice of mothers regarding prevention
of febrile seizure in children. Journal of Education and Health Promotion
2013; 2: 1-5

17. Zeglam A, Al Hamadi S, and Beshish A. Auditing the attitude and knowledge
of parents of children with febrile seizures. African Journal of Neurologi
Science 2010; 29: 1-8.

18. Fetveit A. Assesment of febrile seizures in children. Eur J Pediatri 2008; 167:
17-27

Anda mungkin juga menyukai