Anda di halaman 1dari 50

Catatan bebas mengenai :

Integrated Circuit (IC) Linier








By : Budic Utom










Jika anda suka dengan catatan bebas versi NISG
ini jangan lupa kunjungi kami di :

http://nisguru.blogspot.com







1. Rangkaian Terpadu Linier
1.1 Elektronika Linier
IC (integrated circuit), rangkaian terpadu linier, hampir tiap hari terlihat dalam pemakaian
elektronika yang semakin bertambah di bidang-bidang seperti komunikasi audio dan radio,
teknologi kedokteran, proses kontrol dan teknologi automotif. J adi sebuah IC linier adalah
sebuah rangkaian yang terintegrasi dalam ukuran yang kecil yang digunakan sebagai blok
fungsional dengan sedikit tambahan komponen luar pada IC tersebut yang menggunakan
tegangan dasar DC dan AC. Hasil keluaran dari rangkaian tersebut berbentuk linier, seperti
penguatan, penjumlahan, pembanding, pengaturan dan pensaklaran.
Elektronika linier adalah rangkaian aplikasi yang menghasilkan dan memproses sinyal analog,
yang membentuk suatu proses penguatan, penjumlahan, pembanding, pengaturan dan
pensaklaran.
Contoh penerapan dari IC linier adalah dalam sebuah rangkaian penguat audio, seperti IC
keluarga LM380. IC ini adalah penguat audio dengan daya output kurang dari 50 mW, yang
sering kita sebut sebagai Pra-penguat (preamplifier). Pra-penguat dioptimasikan untuk derau
rendah karena dipakai pada ujung muka dari sistem audio dimana mereka memperkuat sinyal
yang lemah, seperti phonograph cartidge, magnetic tape heads, mikropon dan sebagainya.












Gambar 1. Skema sederhana keluarga LM380 untuk penguat audio
Sebuah IC linier selalu mempunyai 4 elemen operasi dasar utama, yaitu:
Tegangan Input : V
INPUT

Tegangan Output : V
OUTPUT

+VCC : Tegangan positif
-VEE : Tegangan negatif
Semua rangkaian linier menggunakan transistor sebagai tulang punggung rangkaian, serta
beberapa komponen R dan C untuk pengaturan penguatan dan penyetabil output.
Contoh IC linier yang lain diantaranya, yakni IC filter LM311 (gambar 2) dan IC pewaktu NE555
(gambar 3) yang dapat menghasilkan gelombang (oscillator) atau timer.


Gambar 2. Skema rangkaian internal LM311 untuk aplikasi filter


Gambar 3. Skema rangkaian internal NE555 untuk aplikasi timer

1.2 Bipolar Junction Transistor (BJT)
BJ T merupakan gabungan (junction) dari dua buah dioda yang salah satu lapisannya digabung
menjadi satu. Ada dua jenis model transistor, yaitu:

Transistor pnp
Transistor npn







B
C
E
E
C
B
Gambar 4. Tiga daerah transistor dan simbol. (a) transistor npn. (b) transistor pnp
Transistor pada gambar 4 mempunyai dua junction, yang salah satu adalah antara Emiter (E)
dan Basis (B), dan yang lain antara Basis (B) dan Kolektor (C). Karenanya, transistor seperti
dua dioda. Kita sebut dioda sebelah kiri sebagai dioda basis-emiter (dioda emiter), dan dioda
sebelah kanan adalah dioda basis-kolektor (dioda kolektor).
Transistor pnp adalah komplemen dari trasistor npn; berarti pada transistor pnp diperlukan arus
dan tegangan yang berlawanan. Pada kesempatan kali ini, pada pembicaraan awal, kita akan
konsentrasi pada transistor npn.

Kurva Transistor
Gambar 5.b. menunjukkan simbol skematik transistor npn. Emiter mempunyai tanda kepala-
panah tetapi kolektor tidak. Yang penting yaitu kepala-panah menunjukkan arah dari arus
konvensional emitter. Dengan perkataan lain, elektron mengalir ke dalam emiter dan ke luar ke
basis dan kolektor. Arus konvensional mengalir dalam arah yang berlawanan seperti
ditunjukkan dalam Gambar 5.b. Arus konvensional emiter mengalir ke luar dari emiter; arus
konvensional basis dan kolektor mengalir ke dalam transistor npn.

Emiter
Basis
Kolektor
I
E
I
B
I
C








(a) (b)
Gambar 5. Simbol kontruksi (a) dan skematik (b) transistor npn

Kurva Kolektor
Dalam Gambar 6 menggambarkan kerja transistor. J ika V
CE
nol, dioda kolektor tidak terbias
reverse, oleh sebab itu arus kolektor sangatlah kecil. Untuk V
CE
antara 0 dan 1 V atau sekitar
itu, arus kolektor bertambah dengan cepat dan kemudian menjadi hampir konstan. Hal ini
sesuai dengan memberikan bias reverse dioda kolektor. Kira-kira diperlukan 0,7 V untuk
membias reverse dioda kolektor. Setelah mencapai level ini, kolektor mengumpulkan semua
elektron yang mencapai lapisan pengosongan.

Karena kita menggunakan transistor dengan dc kira-kira 100, arus kolektor kira-kira 100 kali
lebih besar daripada arus basis untuk setiap titik di atas knee dari kurva tersebut. Oleh karena
arus kolektor sedikit bertambah dengan bertambahnya V
CE
, dc sedikit bertambah dengan
bertambahnya V
CE
.

V
CE
Knee










Gambar 6. Kurva kolektor

Tegangan Saturasi Kolektor
Pada kerja normal suatu transistor, dioda kolektor harus dibias reverse. Hal ini memerlukan V
CE

yang lebih besar atau sama dengan suatu tegangan, tergantung pada besarnya arus kolektor
yang mengalir. Sebagai patokan, banyak lembar data menuliskan V
CE
(sat) transistor.

I
C
I
B
V
CE
(sat)
V
CE







Gambar 7. Daerah saturasi

Gambar 7 menunjukkan apa yang kita maksudkan dengan V
CE
(sat). Ini adalah harga V
CE
pada
beberapa titik di bawah knee dengan posisi tepatnya ditentukan pada lembar data. Biasanya,
V
CE
(sat) hanya beberapa perpuluhan volt, walaupun pada arus kolektor yang sangat besar bisa
melebihi 1 volt. Bagian dari kurva di bawah knee pada Gambar 7 dikenal sebagai daerah
saturasi.
1.3 Field Efect Transistor (FET)
FET pertemuan (J FET, junction FET), adalah sebuah transistor kutub tunggal; untuk
bekerjanya dia hanya memerlukan pembawa mayoritas (majority carrier). Transistor kutub
tunggal ini lebih mudah dipahami dari pada transistor bipolar.






(a) (b) (c) (d)
Gambar 8. Pola pembiasan J FET (a), Kontruksi (b dan c) dan Simbol skematik (c)
Gambar 8 (a) menunjukkan bagian dari suatu J FET. Ujung yang bawah disebut sumber
(source) dan ujung yang atas disebut cerat (drain); potongan semi konduktor antara sumber
dan cerat merupakan kanal (channel). Karena dalam Gambar 8 (a) digunakan bahan-n
pembawa mayoritasnya adalah elektron pita konduksi. Tergantung pada besarnya tegangan
VDD dan resistansi kanal, kita dapatkan sejumlah arus tertentu.
Dengan melekatkan dua daerah-p pada sisi-sisi kanal, kita dapatkan J FET kanal-n seperti
Gambar 8 (b). Tiap-tiap daerah-p disebut sebuah gerbang (gate). J ika kita menghubungkan
suatu kawat luar yang terpisah ke tiap gerbang, kita sebut alat tersebut sebuah J FET gerbang-
ganda. Penggunaan utama dan suatu J FET gerbang ganda adalah dengan sebuah rangkaian
penyampur (mixer). Pada kesempatan kali ini kita mengkonsentrasikan diri pada J FET gerbang
tunggal, suatu alat (device) yang gerbang-gerbangnya dihubungkan di bagian dalam, Gambar
8 (c). Gambar 8 (d) adalah simbol rangkaian dari komponen J FET kanal-n.
Pembiasan JFET
Gambar 9(a) menunjukkan polaritas normal untuk bias suatu J FET kanal-n. Caranya adalah
menggunakan tegangan negatif antara gerbang dan sumber; ini membias reverse gerbang
tersebut. Karena gerbang dibias reverse arus yang mengalir dalam penghubung gerbang
hanyalah suatu arus yang kecil yang dapat diabaikan. Untuk pendekatan pertama, arus
gerbang adalah nol.

Lapisan
Pengosongan




(a) (b)
Gambar 9. Pembiasan normal dari J FET (a) Bias Normal (b) Lapisan pengosongan

Nama efek medan (field effect) dihubungkan dengan lapisan-lapisan pengosongan (depletion
layers) di sekitar tiap sambungan pn. Gambar 9(b) menunjukkan lapisan-lapisan pengosongan
tersebut. Arus dari sumber ke cerat (drain) harus mengalir melalui kanal sempit antara lapisan-
lapisan pengosongan. Ukuran dari lapisan-lapisan pengosongan tersebut menentukan lebar
dari saluran konduksi. Makin negatif tegangan gerbang, saluran konduksi menjadi makin
sempit, karena lapisan-lapisan pengosongan satu sama lain menjadi lebih dekat. Dengan
perkataan lain, tegangan gerbang mengendalikan arus antara sumber dan cerat. Makin negatif
tegangan gerbang, arusnya makin kecil.
Perbedaan kunci antara suatu J FET dan suatu transistor bipolar adalah gerbang dibias reverse
sedangkan basis dibias forward. Perbedaan penting ini berarti J FET bekerja seperti suatu alat
yang tegangannya dikendalikan; secara ideal, tegangan input sendiri mengendalikan arus
output. Hal ini berbeda dari suatu transistor bipolar di mana arus input mengendalikan arus
output.
Kita dapat meringkas bahwa perbedaan besar yang pertama antara J FET dan transistor bipolar
dalam hal resistansinya. Resistansi input dari suatu J FET secara ideal mendekati tak
terhingga. Untuk aproksimasi kedua resistansi tersebut dalam orde mega ohm, tergantung
pada jenis J FET tertentu. Karena itu, dalam penggunaan dimana diperlukan resistansi input
yang tinggi, J FET lebih disukai.
Kurva Cerat ( Drain) JFET
Kurva cerat tampak sangat mirip dengan kurva kolektor. Gambar 10 menunjukkan kurva cerat
untuk suatu J FET yang tipikal. Kurva yang paling atas adalah untuk V
GS
=nol, kondisi gerbang
yang dihubung singkat.











Gambar 10. Set tipikal dari kurva cerat (Drain)
V
GS
=0





V
GS
=-1


V
GS
=-2

V
GS
=-3 V
GS
=-4
4 15 30
V
DS
5,62 mA


2,5 mA

0,625 mA
I
D
10mA

1.4 Rangkaian Penguat Differensial
Penguat diferensial ialah rangkaian penguat sinyal yang berfungsi untuk memperkuat selisih
antara dua sinyal masukan. Terdapat 2 macam sinyal masukan dalam penguat diferensial,
yaitu:
Sinyal Common Mode atau Inphase.
Sinyal Differential Mode atau Antiphase.
Marilah kita lebih dulu membuat dan menganalisa penampilan penguat diferensial dasar ini.
Empat tahanan presisi (1%) dan sebuah op amp membentuk sebuah penguat di-
ferensial, seperti terlihat dalam Gambar 11. Terminal masukannya ada dua, masukan
bertanda (-), dan masukan (+), dihubungkan dengan terminal op amp yang terdekat.
J ika E
1
diganti oleh sebuah hubungan singkat, E
2
menghadapi penguat pembalik
dengan gain sebesar m. Karena itu, tegangan keluaran akibat E
2
adalah mE
2
.
Sekarang misalkan E
2
dihubung-singkatkan. E
1
akan terbagi di antara R dan mR untuk
menerapkan tegangan sebesar E
1
m/(1 + m) pada masukan (+) op amp tersebut.
Tegangan yang terbagi ini menghadapi penguat tak-membalik dengan gain sebesar (m
+ 1). Tegangan keluaran akibat E
1
adalah tegangan yang terbagi, E
1
m/(1 + m), dikali
gain penguat tak-membalik itu, (1 + m), yang memberikan mE
1
. Karena itu, E
1
diperkuat
di keluarannya dengan pengali m menjadi mE
1
. Bila E
1
dan E
2
masing-masing ada di
masukan (+) dan masukan (), maka besarnya V
0
adalah mE
1
mE
2
, atau
V
O
= mE
1
mE
2
= m(E
1
E
2
)
Persamaan diatas memperlihatkan bahwa tegangan keluaran dari penguat diferesial, V
O,

sebanding dengan perbedaan tegangan yang diterapkan ke masukan (+) dan masukan ().
Pengali m disebut gain diferensial dan ditentukan oleh perbandingan tahanannya.










Gambar 11. Penguat diferensial dasar

Contoh 1-1
Dalam Gambar 11, gain diferensial didapatkan dari:

100
1
100
=

= =
k
k
R
mR
m
Carilah V
O
untuk E
1
=10 mV dan
(a) E
2
=10 mV.
(b) E
2
=0 mV.
(c) E
2
= 2OmV.

Penyelesaian.
Dengan Persamaan V
O
= mE
1
mE
2
= m(E
1
E
2
)
Maka (a) V
0
=100 (10 10) mV =0 V.
(b) V
0
=100 (10 0) mV =1,0 V.
(c) V
0
=100.10 ( 20) mV =3 V.

Dari contoh 1-1, bila E
1
=E
2
tegangan keluaran besarnya nol. Untuk mengatakannya dengan
cara lain, bila suatu tegangan bersama (yang sama) diterapkan keterminal-terminal
masukannya, maka V
0
=0. Idealnya, sebuah amplifier diferensial menghilangkan segala reject
(kesalahan) secara komplet pada terminal sinyal input dan hanya memperkuat tegangan
potensialnya saja. Namun pada prakteknya tidak demikian. Ada pendekatan lain, yakni adanya
Common Mode Rejection Ratio (CMRR), dengan persamaan:
CMRR = 20 log (A
D
/ A
CM
)
A
D
=penguatan differensial dan A
CM
=penguatan common-mode.
CMRR adalah rasio antara sinyal penguatan differensial pada input yang melewati amplifier
dengan sinyal penguatan common-mode. Common Mode Rejection Ratio (CMRR) terukur
dalam dB.
Karakteristik Operaional Amplilfier
Parameter Nilai Satuan Keterangan
Tegangan Ofset Masukan 1 - 5 mV
Tegangan yang harus diberikan
antara terminal-terminal masukan
melalui dua resistansi yang sama
untuk memperoleh tegangan
keluaran nol.
Arus Ofset Masukan 20 - 200 nA
Perbedaan arus yang memasuki
dua terminal masukan bila
keluarannya nol.
Arus Bias Masukan 80 - 500 nA Rata-rata dari dua arus masukan
Resistansi Masukan 0,3 - 2 M
Perbandingan perubahan
tegangan masukan terhadap arus
masukan pada salah satu
masukan sementara masukan
yang lain terground.
Ayunan Tegangan Keluaran 10 - 14 V
Ayunan tegangan keluaran
puncak, yang diacukan ke nol,
yang dapat diperoleh tanpa
penjepitan.
Gain Tegangan Keluaran
Open Loop
50000
200.000

Perbandingan ayunan tegangan
keluaran terhadap perubahan
tegangan masukan.
CMRR 70 - 90 dB
Perbandingan antara sinyal
penguatan differensial pada input
yang melewati amplifier dengan
sinyal penguatan common-mode.

1.5 Macam-macam Rangkaian Menggunakan Op-Amp
Prinsip Dasar Penguat Operasional
Penguat operasional yang ideal memiliki sifat-sifat :
Open loop Voltage gain : A
V
= ~
Input Impedance : Z
IN
= ~
Output Impedence : Z
OUT
= 0
Input offset Voltage : V
IN
= 0
Input bias current : 0
2
I I
I
B2 B1
B
=
+
=
Input offset current : I
IN
=I
B1
- I
B2
=0

Rangkaian Inverting
Inverting untuk konfigurasi dimana masukan positip menghasikan keluaran negatip atau
masukan negatip menghasilkan keluaran positip. Rangkaian dari penguat operasional inverting
ditunjukan dengan gambar berikut ini:

Rf
R
1
V
OUT
Op-Amp
V
IN
+
-








Gambar 12. Rangkaian Inverting
Bila suatu tegangan DC (+V
IN
)dipasang pada masukan (-) lewat tahanan R
1
, maka arus I akan
mengalir seperti terlihat pada gambar 12. Arus dikendalikan oleh Op-Amp sedemikian rupa
sehingga tegangan jatuh pada R
1
=V
IN
hal ini di mungkinkan karena disini digunakan teori
pengendalian dengan feed-back negatip (Tahanan Rf sebagai elemen feed-back negatip). Bila
tegangan pada input dan +kecil maka Op -Amp akan mengoreksi sedemikian rupa sehingga
selisih V
IN
- dengan V
IN
+sama dengan nol. Dengan demikian berlaku persamaan:

V
IN
= I.R
1
Oleh karena arus I besarnya sama, maka
V
OUT
= -I.Rf.
IN OUT
V
R1
Rf
V =

Gain Op-Amp dengan konfigurasi inverting adalah :

R1
Rf
V
V
A
IN
OUT
= =

tanda negatip disini menyatakan berbalik polaritas atau antara masukan dan keluaran berbalik
fasa 180, bila ditinjau dengan sinyal sinusoida.



Rangkaian Non Inverting
Non-Inverting untuk konfigurasi dimana masukan positip menghasilkan keluaran positip. Atau
masukan negatif menghasilkan keluaran negatif. Seperti halnya pada rangkaian inverting,
disinipun akan ditunjukan rumus gain dari rangkaian ini.


R1
-
RL
IL
+
Vin
Rf





Vout

Gambar 13. Rangkaian Non-Inverting
Tegangan positip V
IN
dihubungkan ke terminal masukan (+) Op-Amp, seperti halnya pada
rangkaian inverting beda tegangan pada masukan (-) dan (+) adalah sama dengan 0(nol),
sehingga tegangan masukan sama dengan tegangan jatuh pada R1 dan tegangan keluaran
akan sama dengan tegangan pada R1 ditambah dengan tegangan pada Rf. Untuk itu berlaku
rumus hubungan antara masukan dan keluaran sebagai berikut:
V
IN
=I.R1
V
OUT
=I(R1 +Rf)

IN OUT
V
R1
Rf R1
V
+
=
Gain Op-Amp
R1
Rf
R1
Rf R1
V
V
IN
OUT
+ =
+
= 1









Rangkaian Voltage Folower

Feedback Negatip
Menyebabkan V
IN
=V
OUT
V
IN
V
OUT
Op-Amp
+
-






Gambar 14. Op-Amp sebagai Voltage Folower
Untuk dapat menganalisa dengan mudah kita berikan harga ekstrim pada rangkaian gambar
13, yaitu dengan mamasang Rf =0 dan Ri =~. Pada kondisi ini (lihat gambar 15) Ri seolah
terputus dan Rf hubung singkat, sehingga didapatkan persamaan:

1
~
0
1
Ri
Rf
1
V
V
IN
OUT
= + = + =












Ri
Rf
V
IN
V
OUT
Op-Amp
+
-
Gambar 15. Voltage Follower (Ri =~, Rf =0)
J adi penguatan tegangan (gain) dari rangkaian ini =1 dan polaritasnya tidak terbalik antara
masukan dan keluaran. Rangkaian ini sering juga disebut dengan rangkaian penyangga
(buffer)





2. Penguat Instrumentasi
2.1 Cara Kerja Rangkaian




Rg







Gambar 16. Penguat Instrumentasi
Penguat instrumentasi adalah salah satu dari penguat-penguat yang paling bermanfaat,
cermat, dan serbaguna yang ada pada saat ini. Penguat ini dibuat dari tiga penguat dan tujuh
tahanan, seperti terlihat dalam Gambar 16. Untuk menyederhanakan analisis rangkaiannya,
catatlah saja bahwa penguat instrumentasi sesungguhnya dibuat dengan menghubungkan
sebuah penguat tersangga ke sebuah penguat diferensial dasar. Op-amp A3 dan empat
tahanan R yang sama membentuk sebuah penguat diferensial dengan gain (penguatan)
sebesar 1. Yang harus digandengkan hanyalah tahanan-tahanan R saja. Tahanan yang
disiapkan R dapat diubah-ubah untuk menyeimbangkan setiap tegangan mode-bersama.
Hanya ada satu tahanan, Rg, yang digunakan untuk menyetel gain sesuai dengan persamaan:

a E E
Vo 2
1
2 1
+ =


di mana
R
Rg
a =
E
1
diterapkan ke masukan (+) dari A2 dan E
2
ke masukan (-) dari A1. V
O
sebanding dengan
perbedaan antara tegangan-tegangan masukan. Ciri-ciri penguat instrumentasi diringkas
sebagai berikut:
1. Gain tegangannya, dari masukan differensial (E1 - E2) ke keluaran berujung tunggal,
disetel oleh satu tahanan.
2. Resistansi masukan dari kedua masukannya sangat tinggi dan tak berubah jika gainnya
berubah.
3. V
O
tidak tergantung pada tegangan bersama E1 maupun E2 (CMRR tinggi).



Contoh 2-1
Dalam Gambar 16, R =25 kOhm dan Rg =50 Ohm. Hitunglah gain tegangannya.
Penyelesaian.
Dari persamaan
500
1
25000
50
= = =
R
Rg
a
Maka 1001 ) 500 2 ( 1
500 / 1
2
1
2
1
2 1
= + = + = + =
a E E
Vo


Contoh 2-2
J ika Rg dalam Gambar 16 dilepas sedemikian rupa sehingga Rg = , berapakah gain
tegangannya?

Penyelesaian.
= a , ,jadi 1
2
1
2 1
=

+ =
E E
Vo


2.2 IC Penguat Instrumentasi
Gambar 17 adalah sebuah contoh rangkaian dari penguat instrumentasi, sebuah penguat
diferensial yang dioptimasikan untuk impedansi input yang tinggi dan CMRR yang tinggi.
Dalam versi penguat instrumentasi yang sederhana ini, sinyal input menggerakkan pengikut
tegangan yang kemudian menggerakkan penguat diferensial. Penguat seperti ini berguna pada
bagian muka dari instrumen ukur karena impedansi inputnya yang tinggi.
Pabrikan (manufacturer) dapat menaruh pengikut tegangan dan penguat differensial pada
sebuah chip tunggal untuk mendapatkan penguat instrumentasi yang terintegrasi. Contoh yang
baik adalah LM102. IC BIFET ini mempunyai J FET pada input, diikuti dengan transistor bipolar.
Ini menghasilkan impedansi input kira-kira 2 X 10
12
dan arus bias input hanya 3 pA. J FET juga
mempunyai derau (noise) yang sangat rendah, karakteristik dasar dari penguat instrumentasi
yang baik. LM102 mempunyai ciri yang menonjol lainnya seperti CMRR yang paling sedikit 110
dB, arus catu yang hanya 1 mA dan resistor luar tunggal untuk mengendalikan penguatan.










Gambar 17. IC LM102-Penguat Instrumentasi


Aplikasi Penguat Instrumentasi pada Rangkaian Transduser
Salah satu aplikasi dari penguat instrumentasi adalah pada rangkaian transduser. Dalam hal ini
transduser adalah alat yang mengubah perubahan lingkungan menjadi perubahan tahanan.
Umpamanya, pada thermistor konfigurasi jembatan Wheatstone, adalah sebuah transduser
yang resistansinya naik bersama kenaikan suhu. Untuk analisa rangkaian, transduser jembatan
Wheatstone dinyatakan oleh sebuah tahanan R ditambah perubahan resistansi R. Perubahan
resistansi tersebut akan mengubah besarnya tegangan. Gambar 18. ada dua transduser yang
akan aktif, 500k+R, dan dua transduser yang pasif sebesar 500k.











Rg
R1
R3
Rf
R4
R5
R6
B
4
R
R
R+R
R+R
-
+
Rangkaian
Transduser
Penguat Instrumentasi
Gambar 18. Aplikasi Penguat Instrumentasi pada Transduser
Pada gambar 18. thermistor mempunyai resistansi sebesar 500k pada suhu 25C (suhu
kamar), dan akan naik sebesar 1k setiap perubahan suhu sebesar 1C. Output tegangan
konfigurasi jembatan pada titik A dan B dihubungkan dengan rangkaian penguat
instrumentasi.J ika kita gunakan R1=R3=R4=R5=R6=Rf=1,8k ,Rg=100. Tegangan catu
pada jembatan sebesar Vs=4V, dan kondisi balance jembatan pada suhu 25C, maka kita bisa
menentukan besarnya Vo pada suhu transduser mencapai 70C dengan penyelesaian
dibawah ini.
Perubahan suhu, T = (70 - 25) = 45 ; jadi perubahan resistansi R = -45 k. Maka
tegangan differensial antara titik A dan B =V
AB
, sebesar :
=V
A
- V
B
=( Vs x
R R R
R R
+ +
+
) ( Vs x
R R R
R
+ +
)
=Vs x
R R R
R
+ +

=Vs x
R R
R
+

2
=4 x


k k
k
45 ) 500 2 (
45
=-188,5 mV
Dengan persamaan =
18
1
1800
100
= = =
R
Rg
a , maka A
V
,
37 ) 18 2 ( 1
18 / 1
2
1
2
1 = + = + = + =
a V V
Vo
B A

J adi tegangan keluaran Vo =V
AB
x A
V
=- 6,975 V


2.3 Chopper (Perajang)
Chopper atau perajang adalah sebuah unit yang terdiri dari saklar elektronik yang dipakai untuk
mengubah isyarat tegangan DC menjadi AC. Saklar tersebut benar-benar merajang DC untuk
menghasilkan gelombang persegi dengan amplitudo (peak-to-peak) yang sebanding dengan
harga tegangan DC dan frekuensi yang ditetapkan oleh frekuensi penggerak saklar. Elemen
saklar biasanya adalah suatu MOSFET mode peninggian karena piranti ini memberikan
performansi terbaik yang berkenaan dengan kecepatan pensaklaran, offset saklar rendah dan
resistansi saat OFF tinggi.
MOSFET dapat dipakai dalam mode deret atau mode shunt atau digabungkan dengan
menggunakan konfigunasi deret-shunt. Mode deret, menggunakan MOSFET pada posisi seri
terhadap input. Mode shunt, menggunakan MOSFET pada posisi parallel terhadap input. Lebih
jelas terlihat gambar dibawah ini.




(a) Copper Mode Deret
Output AC
Input DC







(b) Copper Mode Shunt
Input DC

Isyarat gerbang
Output AC



Chopper Non-Stabilised
Salah satu dari masalah penguatan isyarat DC kecil (kurang dari 1 mV) adalah hanyutan yang
melekat dalam penguat DC itu sendiri. Dalam rangkaian Op-Amp, yang dirangkai sebagai
suatu penguat DC, hanyutannya adalah akibat dari perubahan-perubahan dalam V
IO
(tegangan
offset masukan) dan I
IO
(arus offset masukan) dengan suhu. Offset-offset itu sendiri dapat
ditiadakan, tetapi hanyutan dengan suhu bisa menutupi isyarat yang sedang dikuatkan dan
akan menimbulkan kesalahan-kesalahan besar.
Metoda lain untuk penguatan DC adalah merajang isyarat DC (mode deret-shunt) sehingga
terjadi gelombang persegi dan kemudian menguatkan isyarat AC ini dengan penguat AC
(Gambar 19). Keluaran dari penguat lalu didemodulasi secara sinkron sehingga keluaran dari
sistem menjadi suatu versi masukan DC asli yang sudah dikuatkan.


Karena terkopel AC, penguat ini tidak dapat menambah kesalahan hanyutan apa pun yang
menutupi isyarat DC yang sedang dikuatkan. Namun, lebar-jalur sistem dibatasi oleh frekuensi
penggerakan perajang.

Penggerak
Saklar
Input DC
Chopper
Mode Deret-
Shunt
Penguat AC
Output DC
yang
dikuatkan
Demodulator
Gambar 19. T Chopper Non-Stabilised
T Chopper Stabilised
T Chopper stabilised adalah adalah suatu jenis penguat DC yang menggabungkan hanyutan
rendah dengan lebar-jalur (bandwidth) lebar. Rangkaian biasanya dalam bentuk IC, terdiri atas
dua penguat. Penguat utamanya adalah suatu penguat operasi terkopel langsung yang
disambung sebagai penguat menjungkirkan dengan penguatan tegangan ditetapkan oleh R
1
dan R
2
.

Dengan cara demikian hanyutan
apa pun akan ditiadakan secara
otomatis. Lebar-jalur rangkaian
utama tidak dibatasi oleh frekuensi
penggerakan perajang karena
penguat perajang mempunyai
tugas tunggal yaitu mengurusi
hanyutan. J adi, tercapailah
performansi lebarjalur yang lebar
dikopelkan dengan hanyutan
rendah. Lebar-jalur yang lazim
bisa 10 MHz dengan hanyutan
lebih rendah dari 1V/C.










Gambar 20. T Copper Stabilised

Setiap hanyutan dimasukan dari titik x lalu diumpankan ke penguat chopper. Lebar jalur
perajang dibatasi sedemikian rupa sehingga perajang hanya efektif pada frekuensi-frekuensi
yang bersangkutan dengan hanyutan, yaitu kurang dari 0,05 Hz, dan keluarannya
disambungkan dengan masukan non-inverting di penguat operasi utama.

2.4 Karakteristik Penguat Daya IC Linier
CA3020 dari perusahaan RCA, sebagai sebuah IC monolitik, sebuah penguat daya multi-guna,
multi-fungsi yang dirancang untuk digunakan dalam peralatan komunikasi audio portabel dan
permanen dan sistem pengendali servo. Diagram skema dari CA 3020 ditunjukan oleh Gambar
21; blok diagram fungsionalnya pada Gambar 22. Penguat kopling langsung ini bekerja
sebagai penguat depan, pembalik fasa, pendorong, dan fungsi daya keluaran tanpa
transformator. IC ini dapat bekerja dari sebuah catu daya +3 sampai +9V. Daya keluaran
ditentukan oleh tegangan catu. J angkauan dari keluaran langsungnya adalah dari 35 mW pada
+3V sampai 550mW pada +9V. Sebuah regulator tegangan kompensasi suhu mengijinkan IC
ini untuk beroperasi pada jangkauan suhu 55 sampai 125C.
















Gambar 21. Diagram skema dari penguat audio CA3020 (RCA).

Dioda D
1
, D
2
, dan D
3
yang terhubung seri bersama-sama dengan tahanan R
11
dan R
10

membentuk regulator tegangan. Tegangan catu eksternal dihubungkan diantara terminal 9 dan
12 dan memberikan tegangan yang relatif tetap sebesar 1,4V (pertemuan D
1
dan D
2
) untuk
catu basis dan 2,1V (pertemuan D
1
dan R
11
) untuk kolektornya.
Transistor Q2 dan Q3, bersama-sama dengan tahanan kolektor R
1
dan R
3
, tahanan emitor R
2
,
dan tahanan panjaran basis R
4
, R
5
, R
6
, dan R
7
, membentuk penguat (diferensial) dan pembalik
fasa. Masukan isyarat ac dapat dikopling kapasitor ke terminal 3 atau terminal 10. J ika
diberikan pada terminal 10, Q
1
dioperasikan sebagai sebuah dari Q
2
dan Q
3
. kopling dari Q
2

dan arus maksimum dicapai melalui tahanan emitor tunggal R
2
. Dua isyarat beramplitudo
sama, 180 berbeda fasa, terbentuk pada pasangan Q
2
dan Q
3
. Isyarat-isyarat ini terkopling
langsung ke basis penguat pengikut-emitor Q
4
dan Q
5
. Umpan balik negatif pada Q
2
diberikan
oleh R
5
dan R
7
untuk stabilitas dc dan ac dari Q
2
dan Q
3
. Isyarat tersebut terkopling-langsung
dari emitor Q
4
dan Q
5
pada basis Q
6
dan Q
7
.














Gambar 22. Blok diagram fungsional dari sebuah CA3020. (RCA)

Batas Operasi IC Penguat Daya
CA 3020 adalah sebuah penguat audio penguatan-tinggi. Dalam melaksanakan pengawatan
rangkaian eksternal harus benar-benar diperhatikan untuk menghindari terjadinya osilasi.











Gambar 23. Cara pemasangan yang dianjurkan untuk CA3020.
Tidak ada masalah dalam penggunaan komersial selama panjang kaki dibuat pendek dan
komponen-komponen luar diorientasikan secara unik untuk meminimalkan terjadinya umpan-
balik regeneratif yang tidak diinginkan. Metode yang gambar 23. dapat menghilangkan
ketidakstabilan dan karena itu dianjurkan untuk digunakan sebuah bantalan khusus yang
disiapkan untuk CA 3020 dari sebuah papan terkikis 3 1 in. Terminal pin pada papan ini,
diberi nomor 1 sampai 12 berlawanan dengan arah jarum jam, yang berhubungan dengan kaki
terminal dari CA 3020. Kapasitor dan resistor ditempatkan pada papan dengan konfigurasi
rangkaian khusus. Ujung kaki kapasitor dan resistor dililitkan melingkar pada pin, sehingga
membentuk hubungan kontak yang baik secara mekanis dan kelistrikan. Penempatan dari
komponen disusun untuk menjaga hubungan antar komponen sependek mungkin. Dimana
hubungan dengan komponen luar diperlukan, seperti pada transformator, kaki komponen juga
dibuat
sependek mungkin. Hubungan antara terminal-terminal CA 3020, dimana diperlukan, dilakukan
dengan melilitkan kabel fleksibel telanjang pada terminal-terminal tersebut sebagai
penghubung. Metoda alternatif lainnya adalah menggunakan kemasan IC dual-in-line yang
dapat dipasangkan secara langsung pada papan-racik komersial.
Adapun komponen yang digunakan mempunyai spesifikasi berikut ini:
Resistor : 0,68, 560k, -W
Kapasitor : 0,01F 12V ; 0,1F 12V ; 1F 12V berbentuk miniatur elco
Potensiometer : 5k 2-W
Speaker impedansi : <8
Transformator keluaran timbangan : kelvin 149-18

3. Interface Driver
3.1 Karakteristik IC Interface Driver
IC periferal drivers memiliki banyak situasi variasi pembebanan, tergantung pada aplikasi dan
penerapan. Oleh karena itu seorang teknisi atau engineer harus dapat menginterprestasikan
spesifikasi dari devise secara detail.
Karakteristik Arus dan Tegangan
Gambar 24. menunjukkan karakteristik output sebuah transistor gate TTL ketika ON dan ketika
OFF. Tidak akan ada output para transistor bila I
C
melebihi 1 Amp ketika saat ON, dan
spesifikasi ON ketika V
OL
=0,7V pada 300 mA. Output transistor bisa mencapai lebih dari 30V
tanpa adanya tegangan breaking down, namun akan terjadi beberapa tegangan breakdown
seperti LV
CEO
, BV
CER
dan BV
CES
.
LV
CEO
: tegangan jatuh output transistor, hal ini terjadi ketika keadaan pengukuran open
basis. LV
CEO
terukur bila dilampaui tegangan jatuh BV
CES
dan terjadi pada arus 1
sampai 10 mA pada kurva transistor.
BV
CER
: tegangan jatuh ketika output transistor ditahan oleh beban sebesar 500 Ohm, dan
terjadi jika V
CC
sebesar 0 V.
BV
CES
: tegangan jatuh ketika output transistor bertahan pada tegangan lebih rendah pada
transistor gate TTL , dan terjadi jika V
CC
sebesar 5 V.











Gambar 24. Karakteristik Output saat ON dan OFF

Karakteristik Transfer Pembebanan Induktif dan Kapasitif
Gambar 25. (a) menunjukkan karakteristik transfer switching superimposed operasi DC pada
output transistor untuk beban induktor. Gambar 25. (b) menunjukkan karakteristik transfer
switching superimposed operasi DC pada output transistor untuk beban kapasitor.

(a) (b)








Gambar 25. Karakteristik Output (a) Beban Induktif (b) Beban Kapasitif

Pada kedua contoh beban induktif dan kapasitor tersebut, tegangan beban (V
B
) melebihi
LV
CEO
.
1. Pembebanan induktor : Inisial output transistor saat turn-on, arus pada beban mula-mula 0
mA dan sedikit demi sedikit melintas kekiri menuju (V
OL
) serta
induktor perlahan mulai tercharge hingga mencapai I
OL
sebesar
300mA.
Saat turn-off, arus I
OL
menurun hingga melintasi titik tegangan
beban V
B
, lalu memasuki saat OFF saat melebihi LV
CEO
dengan
arus dan tegangan yang tinggi.
Perputaran arus dan tegangan seperti arah jarum jam.
2. Pembebanan kapasitor : Inisial output transistor saat turn-on, arus pada beban langsung
menunjukkan nilai besar hingga melewati V
B
kekiri sampai pada
pada I
OL
sebesar 300mA.
Saat turn-off, arus I
OL
menurun hingga melintasi titik tegangan
beban V
B
, lalu memasuki saat OFF saat melebihi LV
CEO
dengan
arus dan tegangan yang tinggi.
Perputaran arus dan tegangan seperti berlawanan dengan arah
jarum jam.







3.2 Motor Stepper
Motor stepper dikenal lebih mempunyai banyak kelebihan dari pada motor dc. Hal ini karena
motor stepper lebih luas penggunaan dan aplikasi dalam dunia elektronika dan industri. Seperti
halnya kontruksi robot, yang lebih banyak menggunakan motor stepper dalam kontruksinya.

Dalam bidang automatisasi, animatronics dan kontrol posisi. Dan banyak bidang lain yang
menggunakan motor stepper.
Motor stepper, berjalan pada sekuensi pulsa elektronik yang akan mengatur perputaran motor.
Setiap pulsa elektronik menggerakkan rotor dari motor stepper dengan kenaikan yang tepat.
Pergerakan rotor dari hasil kenaikan tersebut mengacu seperti sebuah langkah (step), hal
inilah mengapa kita namakan motor stepper. Step kenaikan dari rotor membentuk rotasi
(berputar) menjadi sudut yang lebih besar, diatur pada posisi tertentu, sehingga setiap motor
berotasi membentuk perubahan sudut dan bergerak secara linier.
Motor steper dibuat dengan sudut yang bervariasi, dengan acuan step per rotasi. Kita dapat
menemukan dipasaran dengan sudut terkecil (0,12
O
) per step sampai sudut terbesar (22,5
O
)
per step.

Rotor




Stator


Gambar 26. Penampang Motor Stepper
Rotor dan Stator
Stepper motor terbuat dari Magnet permanen dan Elektromagnetik. Magnet permanen yang
kuat, bertugas sebagai tangkai berputar, dinamakan Rotor. Sedang elektromagnet berupa
lilitan yang terletak membentuk lingkaran dan dengan posisi tidak bergerak, dinamakan Stator.
Gambar 26. sebuah stepper motor menunjukkan perbedaan rotor dan stator.

Resolusi / Full-Stepping
Resolusi dari sebuah stepper motor adalah jumlah rotasi sudut per pulsa. Pada contoh gambar
27. rotor berputar 90 per pulsa. Hal ini untuk mempermudah pengertian tentang resolusi,
karena pada kenyataan yang ada dipasaran, resolusinya bisa mencapai 1 per step/pulsa.
Sehingga untuk membentuk satu putaran penuh (1 revolusi) atau 360, akan memerlukan 360
step.












1
2


4






3








Gambar 27. Stepper motor membentuk 1 rotasi penuh
(Full-Stepping) dengan step 1-5
5

Pada contoh diatas, kita membutuhkan 4 step untuk membentuk 1 revolusi (satu putaran).


Half-Stepping
Pengoperasian Half-stepping merupakan dua kali satu resolusi dengan proses pengaktifan dua
buah stator secara bersamaan. Proses tersebut seperti gambar 28. Dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Posisi I, motor mulai bergerak ketika stator atas pada keadaan ON.
b. Posisi II, stator sebelah kanan menjadi ON namun stator atas masih tetap ON. Ketika dua
buah lilitan tersebut sama-sama ON, posisi Rotor menjadi diantara stator atas dan stator
kanan. Sebutan diantara dua posisi stator inilah yang dikenal sebagai Half-stepping.
c. Posisi III, stator atas OFF dan rotor menjadi lengkap 1 step.

Pada contoh gambar 28 hanya dibahas satu kali half-stepping saja, namun tidak menutup
kemungkinan untuk terjadi stator-stator lain yang mempunyai kombinasi seperti yang dijelaskan
diatas.












I II III

Gambar 28. Operasi Half-stepping


Rangkaian Ekivalen Stepper Motor
Gambar 29. menujukkan rangkaian ekivalen dari stepper motor yang sering digunakan. Motor
stepper mempunyai 6 kabel keluaran dari bodynya. Kita dapat melihat dari gambar tersebut
bahwa dua kabel (Kuning dan Coklat) terhubung setengah lilitan koil dengan kabel Putih. Dan
dua kabel yang lain (Biru dan Merah) menjadi pasangan dari lilitan koil dengan kabel Hitam.
Prinsip kerja ini sama dengan Unipolar Empat Fasa stepper motor.
Hal serupa dapat kita asumsikan tentang resistansi dari masing-masing koil. Seperti pada
gambar ada 13 Ohm resistansi di center tap dari kabel kuning dan putih, serta 13 Ohm yang
lain ada resistansi antara kabel putih dan kabel Coklat. Sehingga kita dapat total seluruh
resistansi sebesar 26 Ohm.



Stator 1


Stator 2
Stator 4

Rotor
Kuning
Putih
Coklat
Biru
Hitam
Merah




Stator 3



Gambar 29. Ekivalen elektronika dari stepper motor


Kuning / Biru



Putih / Hitam



Coklat / Merah

Gambar 30. Resistansi dari Motor Stepper

3.3 IC Driver UCN5804 Motor Stepper
Saat ini telah ada dalam satu chip rangkaian pengendali motor stepper. IC ini dapat melakukan
driver cukup baik untuk mengendalikan motor stepper.
Interface driver ini menggunakan dua pasang transistor sebagai penggerak motor yang
terhubung dengan enam kabel keluaran motor.
Susunan kaki dari UCN5804 terlihat dari gambar 31. Keunggulan dari IC tersebut adalah :
1. Maksimum arus output mencapai 1,25 A.
2. Tegangan tahan output mencapai 35 V.
3. Full-step dan Half-step output.
4. Output enable dan control direction.
5. Internal dioda clamp.
6. Power-on Reset.
7. Internal thermal shutdown circuitry.











Gambar 31. Pin UCN5804

Semua input kompatibel untuk macam komponen CMOS dan TTL, dengan demikian kita
langsung menghubungkan kaki input UCN5804 dengan chip controller yang mudah diprogram,
misal komputer, -processor dan -controller.
Bila kita menggunakan stepper motor bervoltase 5 V, resistansi sebesar 13 Ohm, maka arus
yang digunakan untuk menggerakkan motor sebesar 5 V/ 13 Ohm =0,385 A atau 385 mA, hal
ini sudah mencukupi untuk UCN5804 yang mencapai arus output hingga 1,25 A.

Seleksi Posisi Stepper Motor UCN5804
J ika kita menginginkan pengoperasian posisi stepper motor secara system stand-alone, maka
kita membutuhkan sebuah sumber pulsa oscillator. Kita bisa membuat oscillator yang
bervariasi dalam output frekuensi, pada contoh kali ini kita menggunakan 3-posisi frekuensi
oscillator.

3 x 10k
ke STEP INPUT, pin
11 dari UCN5804
Gambar 32. Oscillator 3-posisi frekuensi

Dalam gambar 32. kita menggunakan IC 74C14 hex Schmitt trigger untuk membuat rangkaian
oscillator. Frekuensinya bisa kita atur dengan mengubah nilai tahanan yang terhubung dengan
sebuah switch. Hal ini memudahkan dalam perancangan rangkaian.
Output frekuensi dari rangkaian tersebut menggunakan persamaan:

Sehingga jika kita gunakan C
1
=1 F dan R bernilai 10 kOhm berjumlah 3 kali maka kita
dapatkan frekuensi output f
0
dari 59 Hz sampai 177 Hz. Sebagai catatan bahwa range
frekuensi tersebut untuk menentukan kecepatan terhadap karakteristik torsi dari motor stepper.
Kita juga akan mengontrol arah perputaran motor. Sebuah switch akan kita rangkai ke
DIRECTION, pin 14, seperti terlihat pada gambar 33. Ketika switch terhubung dengan VCC,
maka motor bergerak sesuai dengan arah jarum jam dan ketika switch terhubung dengan
GROUND arah perputaran motor berlawanan arah jarum jam.
Rangkaian lengkap untuk membentuk system motor stepper stand-alone dapat melihat pada
gambar 33.



















UCN5804
Oscillator









Gambar 33. Rangkaian Test Motor Stepper Stand-alone dengan UCN5804

Catatan: pemakaian rx dan ry untuk jenis stepper motor yang digunakan, jika kita
menggunakan jenis stepper motor bertegangan lebih dari 5V atau mempunyai
spesifikasi penggunaan arus yang besar.

3.4 Aplikasi IC Driver Motor Stepper
Dalam dunia industri, sering kita melihat penggunaan motor stepper. Seperti penggerak floppy
disk pada komputer, printer, kontruksi penggerak robot, kamera sekuriti yang bisa bergerak
kekiri dan kekanan serta dalam proses industri sering kita melihat adanya konveyor yang
digerakkan oleh sebuah motor stepper.
Seperti pada rangkaian floppy disk komputer, dimana motor stepper bergerak maju dan
mundur untuk menggerakkan sensor baca berupa laser untuk membaca data yang tersimpan
pada sebuah disket.


4. Rangkaian Komparator
4.1 Window Komparator
Rangkaian dari Gambar 34. dirancang untuk memonitor suatu tegangan masukan dan
menunjukkan kapan tegangan ini menuju ke atas atau ke bawah batas-batas yang telah
ditentukan sebelumnya. Misalnya, suplai daya IC logika untuk TTL harus diatur sampai 4.0 V.
J ika tegangan suplal melebihi 5.5 V, logik tersebut bisa rusak, dan jika tegangan suplai turun di
bawah 4.5 V, logik itu memperlihatkan cara kerja setengah-setengah. Karena itu, batas-batas
untuk suplai daya TTL adalah 4.5 V dan 5.5 V, sehingga namanya detektor jendela. Kadang-
kadang rangkaian ini disebut detektor batas bertepi ganda.
Dalam Gambar 34. tegangan masukan Ei dihubungkan ke masukan () dari pembanding A
dan masukan (+) dari pembanding B. Batas atas V
UT
diterapkan ke masukan (+) dari A,
sedangkan batas bawah diterapkan ke masukan () darii B. Bila Ei terletak di antara V
LT
dan
V
UT
, cahaya/tanda bahayanya mati. Tapi bila Ei

turun di bawah V
LT
atau naik di atas V
UT
,
cahaya/tanda bahayanya hidup untuk menunjukkan bahwa Ei tidak terdapat di antara batas-
batas yang ditetapkan sebelumnya.










Gambar 34. Rangkaian Pembanding J endela

Cara-kerja Rangkaian
Cara-kerja rangkaiannya sebagai berikut. Misalkan bahwa Ei =5 V. Karena Ei lebih besar dari
V
LT
dan lebih kecil dari V
UT
, maka tegangan keluaran dari dua pembanding itu besamya V++
sebab kedua saklar keluarannya terbuka. Lampu/tanda bahayanya mati. Kemudian, misalkan
bahwa Ei

=6.0 V atau Ei > V
UT
. Masukan pada titik 3 dari A lebih positif dari yang di titik 2,
sehingga keluaran A ada pada potensial titik 1 atau ground. Ground ini menyalakan lampunya,
dan V
0
=0 V. Sekarang misalkan bahwa Ei turun ke 4. 0 V atau Ei

< V
LT
. Masukan (+) dari B
lebih kecil dari masukan () nya, sehingga keluaran B menjadi 0 V (tegangan pada titik 1 nya).
Sekali lagi ground ini menyebabkan lampu/tanda bahayanya menyala. Ingat bahwa pemakaian
ini memperlihatkan bahwa titik-titik keluaran dari IC keluarga 311 dapat dihubungkan bersama-
sama dan keluarannya ada di V++ hanya bila keluaran dari tiap pembanding ada di V++.
Bentuk gelombang keluaran dari Rangkaian komparator detektor jendela seperti pada gambar
35.











Gambar 35. Tegangan Ambang-atas dan Ambang-bawah

4.2 Detektor Penyilang-Nol (Zero Crossing Detector)
4.2.1 Detektor Penyilang-Nol Tak-Membalik
Op amp dalam Gambar 36. bekerja sebagai sebuah pembanding. Masukan (+) nya
membandingkan tegangan Ei dengan tegangan acuan yang besarnya 0 V (Vref =0 V). Bila Ei

berada di atas Vret, V
0
menyamai +Vsat. Hal ini disebabkan tegangan pada masukan (+) nya
lebih positif dan tegangan pada masukan () nya, akibatnya V
0
positif.
Polaritas V
0
menunjukkan apakah Ei berada di atas atau di bawah Vref. Peralihan V
0
menunjukkan bila Ei menyilang acuannya dan ke arah mana. Sebagai contoh, bila Vo
menjalani suatu peralihan menuju positif dari -Vsat, ini menunjukkan bahwa Ei tepat menyilang
0 dalam arah positif.








Gambar 36. Zero Crossing Detector Tak-membalik; bila Ei di atas V
REF
, V
O
=+V
SAT

4.2.2 Detektor Penyilang-Nol Pembalik
Masukan () op amp dalam Gambar 37 membandingkan Ei

dengan suatu tegangan acuan
yang besarnya 0 V (Vret =0 V). Rangkaian ini adalah sebuah detektor penyilang-nol pembalik.
Bentuk gelombang V
0
terhadap waktu dan V
0
terhadap Ei

dapat diterangkan dengan ringkasan
berikut:
1. J ika Ei berada di atas Vref, V
0
menyamai Vsat
2. Bila Ei menyilang acuan menuju positif, V
0
menjalani peralihan menuju negatif dari
+Vsat ke -Vsat









Gambar 37. Zero Crossing Detector Membalik; bila Ei di atas V
REF
, V
O
=V
SAT

4.3 Aplikasi Detektor Penyilang-Nol (Zero Crossing Detector)
Rangkaian Pengendali Pengisi-Batere

Relay
Gambar 38. Deteksi tegangan dengan Zero Crossing Detertor
Misalkan bahwa kita ingin memonitor sebuah batere 12V. Bila tegangan batere tersebut turun
di bawah 10,5V, kita ingin menghubungkannya ke sebuah pengisi (charger). Bila tegangan
batere mencapai 13,5 V, kta ingin agar pengisinya terlepas. Karena itu, tegangan ambang
bawah (V
LT
) sebesar 10.5 V dan tegangan ambang atas (V
UT
) sebesar 13,5 V. Marilah kita
gunakan tegangan suplai -V sebagai V
REF
dan memisalkan bahwa ini menyamai -15V.
Selanjutnya, marilah kita misalkan bahwa V
SAT
= 13,0 V. Maka kita bisa menentukan
tegangan histeris (V
H
) dan tegangan tengah (V
CTR
) seperti persamaan dibawah ini:

Catat tegangan tengah (V
CTR
) adalah tegangan nominal dari batere. Secara sembarang kita
pilih tahanan R sebesar harga yang sudah ada yaitu 100 kOhm. Sehingga kita bisa
menentukan harga tahanan mR dengan persamaan ini:
25 , 1
12
15
=

=
V
V
V
V
m
CTR
REF


mR =1,25 x 100 kOhm =125 kOhm
Lalu kita mencari nR dengan persamaan :

nR =8,66 x 100 kOhm =886 kOhm
Rangkaian akhir terlihat dalam Gambar 38. Bila Ei turun di bawah 10,5 V, V
0
menjadi negatif,
melepaskan relay ke kedudukan tertutup biasanya (normally close). Relay tersebut biasanya
merupakan kontak tertutup (NC) yang menghubungkan pengisi ke batere Ei. Dioda D
1
melindungi transistornya terhadap bias balik yang berlebihan bila V
0
=Vsat. Bila baterenya
terisi sampai 13,5 V, V
0
pindak ke +Vsat, yang menghidupkan transistor dan mengoperasikan
relay-nya. Kontak-kontak NC terbuka untuk melepaskan pengisinya. Dioda D
2
melindungi op
amp dan transistor terhadap transien yang diakibatkan oleh runtuhnya medan magnit relay
tersebut.
Gambar bentuk gelombang Vo, terlihat pada gambar 39.

Gambar 39. Bentuk gelombang Vo


5. Solid State Relay (SSR)

5.1 Prinsip Kerja Opto-Coupling (Photo-Coupler)
Opto-coupler adalah komponen yang mengombinasikan sebuah LED dan sebuah detektor foto
dalam suatu kemasan tunggal. Dalam sebuah LED-dioda foto coupler, cahaya dari LED
mengatur arus terbalik pada dioda foto. Dalam kondisi ini, rangkaian yang menggunakan
komponen opto-coupler masukan dan keluaran terisolasi secara kelistrikan. Hal ini kenapa
disebut pula sebagai opto-isolator.
Pada saat ini, istilah komponen opto sudah mulai banyak digunakan dalam aneka pensaklaran
dan isolasi. Komponen ini dapat berupa relay dan tranformer untuk eliminasi nois, konversi
level dan isolasi potensial tinggi. System processor telah banyak menggunakan opto-coupler
untuk I/O interface serta penggunaan lain, karena dari segi fisik paket manufakturing, hanya
dibuat dalam 4 pin (untuk satu kanal) sampai 16 pin (untuk 4 kanal). Pada kali ini kita bahas
opto-coupler buatan NEC semikonduktor seri PS25xx sampai PS86xx.


Sinyal elektro
(collector current)
Sinyal elektro
(forward current)
Output
Input
Sinyal
cahaya
Detector
Emitter









Konfigurasi dari rangkaian opto-coupler terdiri dari:
Emitter : berupa Light Emitting Diode (LED)
Saat ini ada dua macam LED, yaitu:
1. GaAs LED (Gallium Arsenida).
2. GaAlAs LED (Gallium Aluminium Arsenida).

Detektor : berupa Single foto-transistor,
Foto-Darlington-transistor,
Photo-triac,
Photo dioda.





Karakteristik sebuah Opto-coupler
Klasifikasi Symbol Item
V
F
Forward voltage
I
F
Forward current
V
R
Reverse voltage
I
R
Reverse current
C
T
Input kapasitansi
LED
P
D
Power disipasi
BV
CEO
Collector to emitter breakdown volatage
Transistor
I
CEO
Collector to emitter current
CTR Current trasfer rasio
V
CE(SAT)
Colecctor saturation voltage
R
I-O
Isolation resistane
BV Isolation voltage (AC voltage)
C
I-O
Isolation kapasitif
t
ON
Turn-on time
t
OFF
Turn-off time
SOA Safe operation area (DC)
Coupled
SOA Safe operation area (pulse)
Tabel 5.1 Karakteristik Photocoupler
Kontruksi
Gambar 40. menunjukkan perspektif internal dari paket IC photocooupler. Sebuah LED
ditempatkan berhadapan terhadap elemen photo-sensitif (photodarlington atau phototransistor,
dan lain-lain) dengan sebuah epoksi resin light-transmittable diantara kedua elemen tersebut.
Sinyal cahaya yang teremisi oleh LED ditransfer ke elemen photo-sensitif melalui internal
epoksi resin. Untuk menyempurnakan pemotongan cahaya akibat efek cahaya luar, digunakan
epoksi resin hitam diluar resin. Dengan kontruksi seperti pada gambar 40, akan menutup
hubungan antara resin dalam dan resin luar, sehingga photocoupler akan bagus dalam isolasi,
resistansi panas serta tegangan terjaga.






Kolektor
Emitor
Katoda
Gambar 40. Perspektif Internal
Paket IC Photocooupler

Anoda










5.1.1 Karakteristik Utama
5.1.1.1 Rasio Arus Transfer (Current Transfer Ratio =CTR)
Current transfer ratio (CTR) dari sebuah photocoupler adalah harga dari arus output I
C

terhadap harga arus maju I
F
. Dalam persamaan dapat kita tuliskan :
% 100 x
If
Ic
CTR =
CTR adalah parameter ekivalen terhadap faktor penguatan h
FE
arus DC dari sebuah transistor.
CTR merupakan karakteristik terpenting dari photocoupler karena item ini menunjukkan baik
tidaknya sebuah photocoupler dalam isolasi tegangan.


5.1.1.2 Karakteristik CTR terhadap I
F
Gambar 41. menunjukkan karakteristik CTR terhadap I
F
dimana CTR tergantung besarnya arus
maju I
F
.












Gambar 41. Karakteristik CTR terhadap I
F

Ketika arus I
F
sangat rendah atau sangat tinggi terhadap besarnya yang layak, maka CTR akan
mengecil. Dari gambar tersebut kita bisa melihat, bahwa terjadi perubahan CTR menjadi tinggi
ketika arus I
F
sekitar 5mA sampai sekitar 20mA. Dan ditengah-tengah antara 5mA dan 20mA,
CTR pada titik puncak tertinggi. Dengan kata lain bahwa CTR tertinggi akan terjadi pada range
antara arus maju I
F
terendah dan tertinggi.

5.1.1.3 Karakteristik CTR terhadap T
A
(Ambient temperatur)
Karakteristik temperatur CTR adalah seberapa besar total efisiensi cahaya emisi dari LED dan
h
FE
photocoupler dimana efisiensi cahaya berupa temperatur negatif, sedangkan h
FE
berupa
koefisien temperatur positif. Sehingga dapat kita jelaskan kondisi temperatur CTR pada
gambar dibawah ini.

HFE dari
phototransistor
Efisiensi Cahaya
Emisi LED
CTR

= +


T
A T
A T
A

5.1.2 Karakteristik Respons
Karakteristik respon dari photocoupler adalah sama seperti karakteristik respon dari
phototransistor. Persamaan untuk waktu jatuh (t
F
) adalah:
t
F
=R
L
x h
FE
x C
CB


R
L
: Beban resistor
h
FE
: faktor penguatan
C
CB
: Kolektor-basis kapasistansi

J ika R
L
terlalu besar, t
F
menjadi besar sehingga transmisi sinyal menjadi sangat cepat. Untuk
melakukan test dari karakteristik waktu-respon, dapat kita lakukan rangkaian seperti berikut:








Gambar 42. Test Rangkaian untuk Respons-time

Opto-Interupter
Opto-interupter adalah komponen peralatan yang terdiri dari sumber cahaya berupa LED dan
sebuah foto-sensor yang dipisahkan oleh piranti lain, biasanya berupa lempengan yang
berlubang, yang bisa digunakan untuk proses interup karena adanya device berurutan antara
lubang (mewakili logika 1) dan tertutup (mewakili logika 0), atau sebaliknya tergantung dari
aplikasi yang digunakan.
Contoh komponen opto-interupter dapat dilihat pada gambar 43.




A B




Gambar 43. Komponen dasar opto-interupter

Pada LED , akan memancarkan cahaya yang melewati sebuah piringan (disk). Bila pada saat
cahaya menembus lubang piringan A, maka photo-transistor akan teremisi cahaya dan kondisi
transistor B dalam keadaan ON. Maka output perangkat akan OFF. Namun bila cahaya
terhalang oleh piringan, maka transistor akan OFF dan output perlatan menjadi ON.
Bila piringan A berputar terus menerus, maka pada photo-transistor B akan terbentuk seperti
pulsa gelombang kotak. Gambar 44. menunjukkan pola gelombang keluaran dari sensor photo.










Gambar 44. Output gelombang kotak

Kondisi seperti gambar 44. bisa digunakan untuk sinyal interupsi atau menghitung berapa
pulsa yang akan digunakan untuk pengontrolan peralatan lain.


5.2 Aplikasi Opto-Coupling
Optocoupler pada rangkaian dua buah lampu

DC 12V AC 12V
DC 5V
1
1N4001
220



Opto-coupler
4N25
2








Gambar diatas merupakan aplikasi sederhana dari optocoupler sebagai penggerak relay untuk
menghidupkan dua buah lampu secara bergantian.
Cara kerja rangkaian sebagai berikut:
1. Saat piranti switch pada posisi OFF, maka tidak ada arus yang mengalir pada LED
optocoupler 4N25.
2. Sehingga menyebabkan kondisi photo-transistor OFF.

3. Relay tidak terinduksi, sehingga kontak relay tidak berubah posisi karena tidak ada arus
yang mengalir dari VCC DC 12V ke ground.
4. Hal ini mengakibatkan lampu 1 menyala, lampu 2 padam.
5. Ketika switch pada posisi ON, yakni adanya arus sebesar :
I
LED
= mA A
V
7 , 22 0227 , 0
220
5
= =
cukup mengemisi LED optocoupler sehingga memancarkan cahaya.
6. Photo-transistor pada posisi ON, mengakibatkan relay terinduksi sehingga kontaktor
menjadi berubah posisi.
7. Akhirnya lampu 2 menyala dan lampu 1 padam.
Rangkaian ini bermanfaat untuk melindungi atau mengisolasi si pengguna dari tegangan tinggi,
misalnya yang digunakan adalah peralatan bertegangan tinggi.

5.3 Solid State Relay (SSR)
Perbandingan antara solid state relay (SSR) dengan relay konvensional EMR (electromagnetic
relay) terlihat pada:

Input ac
atau dc
Output
SSR (Solid State Relay) LED dioda Photo-transistor, photo-dralington,
light active-SCR,
EMR (Electromagnetic Relay) Lilitan koil Rangkaian kontak ; kontak yang
selalu tertutup (NC) atau terbuka
(NO) tergantung sinyal kontrol
pada peralatan



Gambar 45 Rangkaian input untuk SSR


Gambar 45 menunjukkan penambahan komponen yang komplek sebagai input terhadap opto-
coupler. Transistor Q
1
dan Q
2
serta komponen tahanan berfungsi sebagai rangkaian Schmitt
trigger yang akan mengubah tegangan input gelombang sinus menjadi gelombang kotak pada
kaki emitor Q2. Sinyal gelombang kotak ini akan mengubah kondisi LED menjadi ON dengan
mengatur Q
3
sampai pada tegangan saturasi, atau mengubah kondisi menjadi OFF ketika
mengatur Q
3
menjadi ON. Untuk tegangan yang diberikan, level trigger tertinggi dari rangkaian
input sekitar 4 V. J ika tegangan input ac menjadi positif (positive-going), rangkaian schmitt
trigger mengubah keadaan pada tegangannya. Ketika tegangan input menjadi negatif
(negative-going), bernilai positif namun menurun, rangkaian trigger kembali pada keadaan
untriggered yang bernilai sekitar 1 V.


Gambar 46 menunjukkan keadaan saat LED pada posisi dari A ke B dalam kondisi ON dan
saat OFF pada posisi dari B ke E. Tergantung pada amplitudo gelombang input ac, LED akan
ON maka output peralatan juga akan ON.
Contoh rangkaian relay diatas, menjelaskan dari sinyal ac relay. Namun SSR juga tersedia
untuk input ac atau dc input dan untuk berbagai penggunaan tegangan standart.


Gambar 46 Kondisi SSR saat ON selama periode AB dan OFF selama BE

Output relay dari phototransistor dan LASCR (Light Active SCR) menghasilkan arus yang relatif
kecil, namun dapat digunakan untuk mentrigger daya tinggi dari rangkaian SCR dan TRIAC,
jadi bisa untuk mengontrol beban yang besar. Sebagai contoh sebuah SSR bersama dengan
rectifier jembatan gelombang penuh dapat menggunakan sebuah triac yang bisa diatur, beban
full-wave ac power. Untuk beban ac low-power full-wave, dua buah opto-coupler dengan
output SCR bisa dihubungkan berbelakangan yang berperan sebagai SSR ac, seperti terlihat
pada gambar 47.
Dalam rangkaian ini dua LED terhubung secara seri terhadap sumber kontrol dc dan dua
output SCR yang terhubung parallel. SCR terhubung seri dengan sumber beban ac full-wave.



Gambar 47. Dua opto-coupler output SCR, sebagai relay ac untuk beban ac

Keunggulan SSR
Solid State Relay mempunyai keunggulan yang banyak dibanding dengan EMR, yakni:
1. Tidak ada bagian yang bergerak, yang membuat usang atau patah.
2. Tidak terjadi kontak yang bergetar.
3. Tidak ada interferensi electromagnetik (EMI) ketika terjadi pelepasan energi pada input
(deenergized).
4. Pengoperasian yang cepat (kontak tertutup dalam ukuran mikrodetik lebih cepat dari
milidetik).
5. Tahan terhadap gonjangan, tekanan dan kondisi alam yang jelek.
6. Sensitifitas tinggi (namun menggunakan daya kecil).
7. Isolasi yang bagus dan kopling kapasitif yang kecil antara input dan output.
Kerugian SSR
Kerugian dari SSR antara lain:
1. Bila terjadi tegangan transien yang melampaui batas (spikes) pada tegangan input
akan mengakibatkan kerusakan komponen SSR.
2. Kontak output tidak terbuat dari metal ke metal seperti EMR, sehingga ada tegangan
drop (sekitar 1V) yang terjadi pada SSR ketika terjadi kontak.
3. Adanya leakage arus yang kecil pada SSR ketika kondisi OFF yang menyebabkan
resistansi yang rendah saat kontak open, tidak seperti pada EMR.
4. Dapat rusak akibat radiasi nuklir, dan
5. Harganya mahal.


Aplikasi rangkaian lengkap SSR dapat dilihat pada rangkaian dibawah ini:


AC 220V plug

H11C6





Gambar 48. Aplikasi SSR

Aplikasi sederhana ini (Gambar 48) menggunakan IC H11C6 sebagai SSR dalam pengontrolan
lampu 60W. Selama S1 tidak aktif, meskipun S2 aktif maka lampu tidak akan menyala.

5.4 Saklar Analog Solid State
SCR (Silicon Controlled Rectifier )adalah salah satu keluarga komponen saklar analog yang
solid state yang khusus dan dapat digunakan sebagai saklar pengontrol elektronik yang
sederhana serta pada penggunaan lainnya. SCR dapat bekerja selama waktu bagian positip
dari sumber gelombang sinus (lihat Gambar 49). Karena karakteristik tersebut, maka SCR
banyak digunakan untuk pengatur daya.




(a) Konduksi penuh ( 180
o
) (b) Konduksi 90




(c) Konduksi 45

Gambar 49. SCR dapat dibuat bekerja pada beberapa titik dari setengah gelombang positip

SINAR TERANG



Pada Gambar 50. terlihat SCR akan
konduksi dan dalam waktu yang cepat
akan dapat menyalurkan sedikit daya ke
beban. J adi SCR dapat digunakan
sebagai pengatur panas, pengatur
kecepatan motor, dan pengatur las.


SINAR SEDANG




SINAR REDUP



Gambar 50. Sudut konduksi yang rendah menyalurkan sedikit daya

SCR mempunyai kerugian yang besar yaitu hanya dapat konduksi pada setengah gelombang
input karena SCR adalah suatu penyearah. Akibatnya output tidak pernah menghasilkan daya
lebih dari 50% daya maksimum suatu sumber ac. Kadang-kadang kerugian ini dapat menjadi
suatu keuntungan. Biasanya digunakan pada motor-motor ac yang mempunyai tenaga putaran
yang besar dan dapat mengatur kecepatan serta SCR dapat mengubah daya ac menjadi dc
maka tidak diperlukan lagi penyearah yang lain.
SCR selain menyearahkan juga pada waktu yang sama akan mengontrol daya atau kecepatan.

Seperti transistor, SCR juga mempunyai 3 terminal yaitu anoda, katoda dan gate (lihat Gambar
51) dan termasuk komponen 4 lapis yang mempunyai 3 junction PN. Bila anoda dan katoda
mendapat bias maju (forward biased) sebuah junction (yang di tengah) akan mendapat bias
mundur (reverse biased), maka SCR tidak akan konduksi sampai junction ini tembus
(overcome) oleh tegangan yang diberikan. Titik dimana SCR mulai konduk disebut tegangan
tembus maju (forward breakover voltage) =V
BRF

Karakteristik tegangan arus dari SCR pada gate terbuka dapat dilihat pada gambar 52.


GATE
ANODA
N
P
N
P
GATE
KATODA
ANODA




KATODA
( a )



( b )

Gambar 51. (a) Simbol rangkaian SCR (b) Penyajian bentuk 4 lapis


VF
VR
ARUS NAIK TINGGI
HOLDING
CURRENT
ARUS ARAH MAJ U
TEGANGAN BREAK
OVER ARAH MAJ U
ARUS ARAH MUNDUR
TURUNYA ARUS
ARAH MUNDUR
TEGANGAN
PUNCAK
ARAH MUNDUR
IF
IR







Gambar 52. Karakteristik V - I dari SCR dengan gate terbuka

Bias maju dari junction gatekatoda lebih rendah dari tegangan tembus maju, karena itu sedikit
tegangan yang diperlukan untuk membuat SCR bekerja. Arus gate mengatur tegangan tembus
maju yang akan menyebabkan SCR konduksi (lihat Gambar 53).



I
G3
>I
G2 I
G2
>I
G1 I
G1
>I
G0
I
G0
=0
V
BRF3
V
BRF2 V
BRF1
V
BRF0
I
F




V
F

Gambar 53. Pengaruh arus gate pada kondisi tegangan tembus maju
( forward voltage breakover )

Ingat bahwa bila arus gate membesar maka SCR menjadi seperti dioda silikon dan bila SCR
dalam bekerja akan bersifat sebagai dioda dengan bias maju. Dalam kondisi konduk SCR
mempunyai resistansi yang sangat rendah dan tegangan jatuh yang kecil sehingga tegangan
sumber dapat disalurkan ke beban. SCR akan terus konduksi sampai polaritas sumber
membalik (reverse) atau arus menurun lebih kecil dari arus yang dibutuhkan untuk tetap
konduksi (holding current). Selama SCR konduksi, arus gate dapat dihentikan tanpa adanya
pengaruh pada kerja SCR.

Pengontrol Fasa SCR
Mengontrol dengan SCR sering dikerjakan dengan menggunakan suatu arus ac pada gate.
Fasanya akan bergeser dengan pemberian polaritas tegangan katoda. Dengan menggunakan

suatu pergeseran fasa seperti pada Gambar 54, gate dapat memberikan arus kerja pada setiap
titik pada setengah gelombang sinus positip. Dengan cara ini begitu arus gate diberikan maka
SCR akan konduksi. J adi SCR akan bekerja pada setiap saat selama setengah gelombang,
maka SCR tepat waktu untuk menyalurkan daya ke beban yang dikontrol. Kontrol beban
dikerjakan dengan berbagai perioda (duty cycle).












Gambar 54. SCR mengontrol pergeseran fasa
1,5 V DIHUBUNGKAN
KEGATE
MEMBERIKAN ARUS
GATE AGAR SCR
MULAI BEKERJ A
BEBAN
MENERIMA ARUS
MENDEKATI 150
0
V
BEBAN
RANGKAIAN
PHASE SHIFT
dc
MOTOR
TEGANGAN
SUMBER
SCR
V
GATE
V
SUMBER

J ika suatu motor berputar lebih cepat atau pemanas menjadi lebih panas, maka harus di-
berikan arus untuk waktu yang lebih lama . SCR tetap akan bekerja lebih lama.
J ika SCR tidak dibuat untuk konduksi sampai akhir perioda, maka sedikit daya yang sampai ke
beban. Perioda kerja SCR yang lebih rendah berarti kecepatan motor lebih lambat, sedikit
panas dan seterusnya .

Karakteristik SCR.
Kemampuan SCR menangani daya mulai dari 1 A sampai beberapa ratus ampere . Bentuk fisik
SCR bervariasi dari yang seperti transistor sampai yang besar seperti yang terlihat pada
Gambar 55. ( bolt-on stud types )











Gambar 55. Suatu stud-mounted SCR , GE type C20


Spesifikasi SCR
Tj = suhu junction
V
ROM
= tegangan puncak balik ( peak reverse voltage ) saat gate terbuka
I
H
= holding current
PFV = tegangan puncak maju ( peak forwar voltage ) saat gate terbuka
I
F
= arus maju efektif
V
GRm
= tegangan puncak gate balik
P
Gav
= disipasi daya gate rata-rata
T
GT
=waktu mulai kerja waktu yang dibutuhkan

SCR untuk mencapai konduksi penuh setelah arus gate mengalir.




5.5 Relay DIL






Gambar 56. IC Analog Switch
IC MAX4502 adalah contoh saklar SPST (single-pole/single-throw), satu input-satu output,
yang dalam keadaan biasa selalu tertutup (normally Close-NC pada pin 8). IC ini terdiri dari
switch analog CMOS yang bisa dioperasikan dengan tegangan tunggal +2V sampai +12V.
Switch tersebut bisa untuk sinyal analog.

Dengan digital input (pin 6) sebagai kontrol pengaktifan switch, hanya memerlukan tegangan
0,8V untuk logika 0 dan 2,4V untuk logika 1 sehingga bisa kompatibel digunakan model IC
TTL maupun CMOS.









Timing Diagram Test Circuit
Gambar 57. Rangkaian Test dan Timing Diagram

Pada rangkaian test diatas menunjukkan pola kerja dari MAX4502 saat V
IN
kita beri sinyal
untuk mengontrol operasi switch, maka saat kondisi 50% sinyal input mau menjadi 1, output
V
OUT
mulai menurun ketika t
OFF
hingga mencapai 90 %. Hal ini karena adanya rangkaian RC
yang menunda. Dan berarti kondisi saklar menjadi terbuka (disconnect). Ketika V
IN
akan
menjadi 0, maka V
OUT
berlahan menjadi aktif setelah melewati t
ON
.
Sinyal ini bisa kita perhatikan dengan osiloskop, karena perubahan sinyal yang cepat.
Adapun fitur dari MAX4502 adalah :
1. Paket DIL (Dual In Line ) yang mudah digunakan.
2. Tegangan tunggal mulai +2V hingga +12V.
3. Resistansi saat ON sebesar 250 Ohm.
4. Arus bocor yang kecil saat Off sebesar 1nA hingga 10 nA.
5. Arus bocor yang kecil saat On sebesar 2nA hingga 20 nA.
6. Kecepatan saklar: t
ON
=50ns, t
OFF
=75 ns.
7. Kompatible dengan logika rangkaian TTL atau CMOS.


Gambar chip internal dari MAX4502













Batas penggunaan saklar solid state dan relay DIL

Item Saklar Solid State Relay DIL
Operasi Catu Daya AC dan DC DC +2 V - +12V
Komponen Dasar SCR CMOS
Penggunaan Motor ac dan dc Frekuensi 20MHz
250MHz
Rangkaian Komponen tunggal IC 8-pin
Kemampuan Daya Min. 1 Ampere
ratusan Ampere
Max. 20 mA

Anda mungkin juga menyukai