Anda di halaman 1dari 107

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Praktek lapangan merupakan salah satu media yang dapat membantu
mahasiswa dalam menjawab tuntutan peningkatan sumber daya manusia. Selama
melakukan praktek lapangan mahasiswa akan melihat dan merasakan kondisi
dunia kerja dan industri yang sebenarnya. Hal ini akan bermanfaat sekali karena
ilmu-ilmu yang didapat selama perkuliahan akan dapat lebih dikuasai dan
dihayati, sehingga nantinya ketika masuk dalam dunia kerja ilmu yang didapat
akan lebih mudah diaplikasikan.
Dalam praktek lapangan mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan
pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah dan praktikum. Serta mampu
menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di lapangan sehingga semua
permasalahan yang akan ditemui di lapangan dapat ditelaah secara ilmiah sesuai
dengan bekal yang diperoleh dari kegiatan akademik tersebut.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan
kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan
pangan serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Masalah keamanan pangan
pada saat ini sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, serta menjadi
sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam
bidang pangan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya minat konsumen
terhadap produk yang bernilai Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemenuhan
produk yang bernilai ASUH dapat dilakukan salah satunya dengan menerapkan
Good Manufacturing Practices (GMP). Selain penerapan GMP, suatu perusahaan
yang bergerak dalam bidang pangan juga dituntut untuk meminimumkan limbah
yang dihasilkan oleh industri tersebut. Diantaranya dengan menerapkan Produksi
Bersih (PROBER) pada proses pengolahan limbahnya. Sehingga limbah yang
dihasilkan dapat diminimalisir dengan memanfaatkannya kembali atau digunakan
kembali untuk membantu kegiatan produksi.
Unit Usaha Cinta Manis merupakan salah satu dari 27 unit usaha PTPN
VII (Persero) yang bergerak di bidang Perkebunan Tebu dan Pabrik Gula yang
terletak di 6 (enam) Kecamatan yaitu: Indralaya Kota, Indralaya Selatan, Tanjung
Batu, Payaraman, Lubuk Keliat, Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, dan
Provinsi Sumsel.
Dengan Unit Usaha Cinta Manis ini mahasiswa diharapakan dapat
mengartikulasikan pengetahuan yang didapat di perkuliahan dan pengetahuan
baru di lapangan. Unit Usaha Cinta Manis di PTPN VII (Persero) ini sangat
relevan dengan bidang agroindustri dan sesuai dengan ilmu yang didapat
diperkuliahan.






2

Tujuan
Secara umum tujuan Praktik Lapangan adalah :
a. Tujuan Instruksional:
1) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa
melalui latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai
dengan bidang keahliannya.
2) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,
merumuskan, dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang
keahliannya di lapangan secara sistematis dan interdisiplin.
b. Tujuan Institusional
Memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi
Pertanian IPB dengan masyarakat, dan mendapatkan masukan bagi penyusunan
kurikulum dan peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai dengan kemajuan
Iptek dan kebutuhan masyarakat pengguna.
Adapun tujuan khusus dari kegiatan Praktek Lapangan ini yaitu :
1. Mempelajari penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) dan
PROBER (Produksi Bersih) di PTPN VII (Persero) UNIT USAHA
CINTA MANIS.
2. Menganalisis, melakukan observasi, dan memberikan solusi terhadap
masalah yang ada dalam industri berdasarkan disiplin ilmu yang
dipelajari dan jika diperlukan akan ditindak lanjuti melalui penelitian.
3. Memperoleh pengalaman kerja yang sesuai dengan profesi dan
pengetahuan yang diterima di bangku kuliah, terutama sesuai dengan
topik yang diangkat.


Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktik lapang dilaksanakan di PTPN VII (Persero) Unit Usaha Cinta
Manis yang berlokasi di Desa Ketiau, Kec. Lubuk Keliat, Kab. Ogan Ilir,
Prov. Sumatera Selatan. Kegiatan Praktik Lapangan ini dilaksanakan selama
40 hari kerja efektif terhitung dari tanggal 24 Juni 2013 sampai dengan
tanggal 2 Agustus 2013. Praktik lapang dilaksanakan setiap hari senin-
minggu dimulai dari pukul 07.00-12.00 dan 14.00-16.00 WIB.


Metode Praktik Lapang
Metode pelakasanaan Praktik Lapangan di PTPN VII (Persero) Unit Usaha
Cinta Manis terdiri dari :
1. Penjelasan singkat
Penjelasan singkat dari pembimbing lapangan atau wakil dari Unit Usaha
Cinta Manis. Hal ini bertujuan untuk memberikan wacana awal serta
peraturan yang berlaku terkait dengan pelaksanaan PL di Unit Usaha Cinta
Manis.

3

2. Pengamatan di Lapangan
Dilakukan dengan mengamati secara langsung terhadap proses produksi
dari bahan baku hingga menjadi produk yang dihasilkan.
3. Kerja Mandiri dan Kerja Terbimbing
Dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja dan mempelajari
kesesuaian antara teori dengan praktik di lapangan mengenai hal yang
berkenaan dengan proses produksi pada Unit Usaha Cinta Manis serta hal-
hal lain yang terkait.
4. Wawancara dan Diskusi dengan Pihak Terkait
Kegiatan wawancara ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi
dan data primer yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari.
Wawancara dilakukan untuk menjelaskan dan mengklarifikasi serta
menerangkan masalah-masalah teknis yang ada di lapangan yang berguna
untuk mendapatkan informasi tambahan. Dimana wawancara ini
dilakukan terhadap pihak pihak terkait dengan topik yang ada.
5. Studi Pustaka
Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan
kegiatan yang dilakukan dan membandingkan dengan situasi yang terjadi
di lapangan.
6. Pengolahan dan Analisa Data
Dilakukan dengan mengolah data yang didapat dari Praktik Lapangan
kemudian dilakukan analisis berdasarkan data yang diperoleh sehingga
menghasilkan informasi yang dapat dimanfaatkan.
7. Perumusan dan Penulisan Laporan
Kegiatan ini dilakukan setelah data yang diperoleh dianalisis dan
dirumuskan yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.


KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII adalah
salah satu BUMN yang bergerak dalam sektor perkebunan yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari
1996 dan Akte Notaris Harun Kamil, SH No.40 tanggal 11 Maret 1996 dan
berkantor pusat di Bandar Lampung. PTPN VII (Persero) terdiri dari 3 provinsi
yaitu Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
4

Gambar 1 Sebaran wilayah Unit Usaha PTPN VII (Persero)

PTPN VII (Persero) merupakan gabungan dari beberapa PT yang
dihimpun menjadi satu kesatuan, yang terdiri dari PT Perkebunan X (Persero), PT
Perkebunan XXXI (Persero), Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero)
di Kabupaten Lahat, dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero)
di Provinsi Bengkulu.
PTPN VII (Persero) terbentuk dalam beberapa kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 59 Tahun 1978 dilakukan studi kelayakan
oleh Victories Mill Company dari Filipina. Kemudian SK. Menteri Pertanian No.
688/Kpts/Org/8/1981 menyebutkan bahwa proyek PG. Cinta Manis dikelola oleh
PTP. XXI-XXII (Persero). Selanjutnya pada tanggal 20 Oktober 1989 dikeluarkan
Peraturan Pemerintah RI No 15 Tahun 1989 bahwa PG. Cinta Manis dan PG.
Bunga Mayang dilepas dari PTP. XXI-XXII (Persero) menjadi PTP. XXXI
(Persero). Pada tanggal 2 Mei 1994, SK. Menkeu RI No. 149/KMK/016/1994
menyebutkan adanya penggabungan PTP menjadi PTPN, sehingga pada tanggal
11 Maret 1996 dikeluarkan SK. Menkeu RI No. 257/KMK.016/1996 dan No.
166/KMK.016/1996 bahwa PTP. X (Persero), PTP. XXXI (Persero), PTP. XIII
(Persero) di Bengkulu dan PTP. XI di wilayah Lahat yang digabung menjadi
PTPN VII (Persero) dengan Akte Notaris Harun Kamil SH No. 40 tanggal 11
Maret 1996.
PTPN VII (Persero) mengolah 4 komoditas utama yang terdapat pada
masing-masing lokasi atau wilayah unit usahanya yang terdiri dari: kelapa sawit,
karet, teh, dan tebu (gula). Berikut merupakan tabel komoditas yang diolah oleh
PTPN VII berserta lokasi, dan produk yang dihasilkan serta kapasitasnya.







5

Tabel 1 Komoditas dan sebaran lokasi pengolahannya di wilayah PTPN
VII (Persero)
Komoditas Lokasi Produk Kapasitas
(ton)
Lampung Sumsel Bengkulu
Kelapa
Sawit

PPKS 2 4 1 7 CPO/inti
sawit
261
ton/jam
PPIS 1 1 - 2 Minyak inti
sawit
Bungkil inti
sawit
100
ton/hari
Karet
Pabrik RSS 2 1 1 4 RSS 35 ton/hari
Pabrik SIR 4 3 1 8 SIR 260
ton/hari
Teh
Pabrik teh - 1 - 1 BOP, dust,
bochea,
broken mix
80 ton
pucuk
basah/hari
Gula
Pabrik gula 1 1 - 2 Gula SHS
dan tetes
7.000
TCD
5.500
TCD
TOTAL 10 11 3
Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

Pabrik Gula Cinta Manis merupakan salah satu dari 2 pabrik gula yang
dimiliki oleh PTPN VII (Persero). Pabrik Gula Cinta Manis berdiri pada tahun
1982 dan dioperasikan pada tahun 1984 dengan kemampuan produksi 5.500 TCD.
Menggunakan proses sulfitasi dan mengahasilkan produk berupa Gula Kristal
Putih (GKP).

Lokasi Perusahaan
Unit Usaha Cinta Manis terletak di Desa Ketiau Kec. Lubuk Keliat Kab.
Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan dengan kantor direksi berada di Lampung.
Memiliki lahan di 6 (enam) Kecamatan yaitu : Indralaya Kota, Indralaya Selatan,
Tanjung Batu, Payaraman, Lubuk Keliat, dan Rambang Kuang pada Kabupaten
Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Unit Usaha Cinta Manis memiliki luas lahan
20.263,09 Ha, yang terdiri dari lokasi I dengan luas lahan 6.512,42 Ha (HGU
No.01/95), lokasi II dengan luas lahan 8.866,77 Ha (PBT No.35/2003), dan lokasi
III dengan luas lahan 4.883,92 Ha (PBT No.28/1998). Uraian ke 3 lokasi lahan
Unit Usaha Cinta Manis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
6

Tabel 2 Uraian lahan Unit Usaha Cinta Manis
No Urian Rayon (Ha) Jumlah
I/II III/IV/V VI
1 Kebun tebu giling
& bibit
4.917,95 6.133,68 3.416.68 14.448.3
2 Kantor, pabrik,
perumahan
70.31 131.88 34.44 236.6
3 Jalan 253.92 351.09 158.50 763.5
4 Rawa, rendahan 1.311.23 2.270.099 1.274.32 4.855.6
Total Area (Ha) 6.512.42 8.866.75 4.883.92 20.263.09
Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013
Tujuan Perusahaan
Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII menjadi
perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa sawit, teh dan tebu yang
tangguh serta berkarakter global.
1. Tangguh berarti daya saing prima melalui peningkatan
produktivitas, mutu, skala ekonomi, dan dukungan industri hilir.
2. Karakter global berarti berkarakteristik yaitu perusahaan berkelas
dunia, proses bisnis dan kinerja prima, serta menghasilkan produk
berstandar internasional.
b. Misi :
1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu
dengan menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan
yang efektif serta ramah lingkungan.
2. Mengembangkan usaha industri yang terintegrasi dengan bisnis
inti (karet, kelapa sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan
teknologi terbarukan.
3. Mengembangkan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi.
4. Membangun tata kelola usaha yang efektif.
5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk
mewujudkan daya saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan.

Rencana Strategis Perusahaan
Melaksanakan pembangunan dan pengembangan agribisnis sektor
perkebunan sesuai prinsip perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh
berkesinambungan dalam skala usaha yang ekonomis.
Menjadi perusahaan yang berkemampulabaan (profitable), makmur
(wealth) dan berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat berperan lebih jauh
dalam akselerasi pembangunan regional dan nasional.
7

Sistem Manajemen Perusahaan
Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam suatu perusahaan atau industri wajib memiliki struktur organisasi
dan ketenagakerjaan yang jelas, karena hal ini akan menunjukkan hubungan antar
karyawan di suatu bagian dengan bagian yang lain agar jelas kedudukan,
wewenang, dan tanggung jawab masing-masing, sehingga dapat teratur dan
terorganisir dengan baik. Berikut struktur organisasi pada Unit Usaha Cinta
Manis.

Gambar 2 Struktur organisasi PTPN VII (Persero) Unit Usaha Cinta Manis

Pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis PTPN VII (Persero) dibagi menjadi
2 yaitu pekerja tetap dan pekerja kampenye dengan jumlah yang berbeda dengan
uraian seperti tabel dibawah ini.

Tabel 3 Uraian jumlah pekerja Unit Usaha Cinta Manis
No Uraian/Status Hub. Kerja Jumlah
Orang
1 PEKERJA TETAP
a. Golongan I-II 618
b. Golongan III-IV 85
2 PEKERJA KAMPANYE 489
TOTAL 1.192
Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013

8

Tenaga kerja tetap pada Unit Usaha Cinta Manis dibagi menjadi 2
berdasarkan golongannya, yaitu golongan I-II dan golongan III-IV. Karyawan
pekerja tetap maupun pekerja kampanye ini dibagi menjadi 2 tipe, yaitu shift dan
non-shift. Berikut adalah tabel jadwal kerja karyawan Unit Usaha Cinta Manis :
Tabel 4 Jadwal kerja karyawan shift dan non-shift Unit Usaha Cinta Manis
Tipe Shift Waktu Kerja
Pagi 06:00 14:00
Siang 14:00 22:00
Malam 22:00 06:00
Tipe Non-Shift Waktu Kerja
Senin Jumat 07:00 12:00 dan 14:00 16:00
Sabtu 07:00 13:00
Sumber : Tata usaha Unit Usaha Cinta Manis, 2013
Fasilitas Perusahaan
Unit Usaha Cinta Manis senantiasa berusaha untuk memenuhi
kesejahteraan karyawannya dengan menyediakan berbagai fasilitas yaitu :
1. Pemberian gaji karyawan sesuai dengan jabatan, golongan dan
prestasi kerja karyawan
2. Pemberian tunjangan, baik tunjangan hari raya maupun tunjangan
hari tua
3. Klinik kesehatan untuk karyawan
4. Perumahan untuk karyawan
5. Koperasi karyawan yang menyediakan bahan pokok untuk
kebutuhan sehari-hari bagi karyawan dengan harga yang terjangkau
dan mempermudah dalam sistem pembayarannya.
6. Sarana pendidikan, tempat ibadah, sarana olahraga (lapangan
basket, sepak bola, voli, bulu tangkis, tenis dll) serta gedung
pertemuan/gedung serbaguna
7. Asuransi jiwa berupa Jamsostek untuk hari tua dan lain-lain
Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi gula kristal putih yang dapat dihasilkan pada Unit
Usaha Cinta Manis sebesar 200 ton per hari, dengan rendemen gula sebesar 7,2
%. Dalam tiap panen dan giling Unit Usaha Cinta Manis dapat melakukan
penggilingan tebu hingga 4.500 ton tiap harinya.


9

Produk
Unit Usaha Cinta Manis memiliki dua jenis produk yang dapat
dihasilkan, produk tersebut adalah produk utama dan produk samping. Produk
utama yang dihasilkan Unit Usaha Cinta Manis adalah berupa gula kristal putih
(GKP) dengan HK sekitar 99% dan besar butiran kristal 0,9 1,1 mm. Sedangkan
produk sampingan yang dihasilkan Unit Usaha Cinta Manis adalah berupa tetes
tebu atau Molase dengan HK sekitar 33% yang akan diekspor ke luar negeri,
kemudian ada ampas sisa tebu atau Bagas yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar boiler dan campuran kompos, kemudian yang terakhir adalah abu dan
blotong atau filter cakeyang digunakan untuk bahan campuran pupuk kompos.


UNIT-UNIT OPERASI PRODUKSI
Proses produksi gula merupakan aktivitas utama yang berlangsung di PG
Unit Usaha Cinta Manis. Aktivitas ini merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengolah nira dari tebu menjadi gula kristal putih (GKP) dengan menggunakan
proses pemurnian sulfitasi. Secara umum proses produksi dimulai dari
penebangan bahan baku berupa tebu di lahan tebu. Selanjutnya, nira dalam tebu
akan diekstrak dan diolah dengan melewati serangkaian stasiun pendahuluan dan
stasiun pengolahan, diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)
2. Stasiun Mill (Gilingan)
3. Stasiun Pemurnian
4. Stasiun Evaporator (Penguapan)
5. Stasiun Kristalisasi (Masakan)
6. Stasiun Finishing (Penyelesaian)
7. Sugar Bin dan Storage

Hingga saat ini, tepatnya pada musim giling tahun 2013, PG Unit Usaha
Cinta Manis memiliki kapasitas produksi 5.500 TCD GKP. Berdasarkan
keterangan dari perusahaan, kapasitas produksi ini telah dimulai pada tahun 2010
sebagai upaya Revitalisasi PG Unit Usaha Cinta Manis PTPN VII (Persero).
Kemudian untuk kelancaran operasional pada bagian pengolahan terdapat juga
bagian-bagian pendukung, antara lain :
1. Power House
2. Instrument
3. Work Shop (Besali)
4. Boiler
5. Water Treatment

10

75 m
75 m
50 m
50 m
25 m
25 m Juring
Faktor Penentu Waktu Giling dan Mutu Tebu
Suatu industri atau perusahaan gula sebelum melakukan proses giling atau
produksi gula dari tebu, harus memiliki faktor penentu waktu giling. Begitu juga
dengan Unit Usaha Cinta Manis, yang memiliki faktor penentu waktu giling
diantaranya ditentukan oleh bagian tanaman dan laboratorium (Trichogramma)
berupa Faktor Kemasakan (FK) mencapai 20-30% dari 100% kemasakan, nilai
rendemen, Koefisien Peningkatan (KP), dan Koefisien Daya Tahan (KDT) serta
kesiapan pabrik oleh bagian teknik.
Analisa diatas terkait dengan analisa mutu tebu. Analisa mutu tebu
dilakukan pada tebu sampel. Tebu sampel diperoleh dengan cara pengambilan
sampel. Pengambilan sampel tebu dilakukan dengan menghitung 25 meter (juring)
kedalam petak dan 25 meter horizontal, maka ditemukan titik pengambilan
sampel. Sampel diambil sebanyak 10 batang per petak selama 2 minggu sekali/1
periode.
Gambar 3 Titik pengambilan sampel tebu

Dimulai dari analisa kemasakan tebu. Analisa kemasakan tebu dilakukan
ketika tebu telah berumur diatas 8,5 bulan. Analisa kemasakan tebu bertujuan
untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dan potensi rendemen serta sebagai
dasar untuk petak-petak yang akan diaplikasikan Zat Pemacu Kemasakan (ZPK)
dan juga untuk penentuan jadwal tebang. Dengan rumus sebagai berikut :





Untuk tebu sampel yang telah diambil, dilakukan analisa brix dan analisa
pol yang sebelumnya dilakukan analisa tingkat keperahan tebu sampel. Tingkat
keperahan tebu diperoleh dari hasil bagi berat nira per berat tebu.
Selanjutnya dilakukan analisa brix dengan menggunakan tabung brix yang
di isi dengan nira hasil gilingan sampel tebu, maka diperoleh nilai brix nya.
Kemudian analisa pol dilakukan dengan alat polari meter, dimana nira terlebih
dahulu disaring dan dicampur asam asetat serta aquades. Larutan nira yang telah
tercampur, dituang dalam tabung polari meter dan diperoleh nilai pol dari nira
sampel tebu. Masing-masing analisa brix dan pol dilakukan pada nira tebu sampel
11

bagian atas, tengah, dan bawah. Nilai hasil analisa brix dan pol digunakan untuk
memperoleh nilai Harkat Kemurnian (HK) sebagai nilai pembagi pada koefisien
daya tahan (KDT) dan rendemen (%). Rendemen diperoleh dari perkalian kualitas
tebu dengan kuantitas tebu. Kualitas tebu berupa pol 0,4 (Brix pol) dan
kuantitas tebu berupa Faktor Perah.





(a) (b)

Gambar 4 (a) Nira tebu sampel (b) Polari meter

Setelah dilakukan beberapa uji diatas, dapat ditentukan bahwa tebu telah
siap tebang dengan jadwal tebang yang diperoleh dari analisa kemasakan tebu
setiap petak sebagai bahan baku pembuatan gula kristal putih (GKP). Maka
diperoleh waktu giling/proses produksi gula pada PG Unit Usaha Cinta Manis.

Rangkaian Operasi Produksi
Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)
Stasiun timbangan dan cane yard merupakan stasiun pendahuluan pada
semua pabrik gula. Pada pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3
timbangan yang terdapat pada stasiun timbangan. Dari ke 3 timbangan tersebut
memiliki kegunaan dan fungsinya masing-masing dengan spesifikasi yang
berbeda-beda. Timbangan 1 dan 2 merupakan timbangan Bruto yang mempunyai
kapasitas 60 ton. Digunakan untuk menimbang tebu dan bahan tambahan (umum)
seperti kapur, asam phosfat, sulfur dll yang akan masuk dalam cane yard atau pun
pabrik. Kemudian timbangan 3 merupakan timbangan Netto yang mempunyai
kapasitas 20 ton. Digunakan untuk menimbang truk atau alat transportasi lain
yang akan keluar dari cane yard atau pabrik.










12










(a) (b)

Gambar 5 (a) Timbangan bruto (b) Timbangan netto

Sebelum kendaraan pengangkut tebu masuk dalam stasiun timbangan,
kendaraan pengangkut di semprot terlebih dahulu pada bagian bawah kendaraan
menggunakan air guna mengurangi kotoran (tanah) yang akan ikut tertimbang dan
masuk dalam cane yard. Kendaraan pengangkut tebu ditimbang (bruto) dengan
tanpa pengendara di dalamnya guna menghindari penambahan berat pada
timbangan tebu yang dibawa. Berat tebu yang tertimbang secara otomatis masuk
dalam komputer yang telah diatur sebagai alat pencatat hasil timbangan berserta
kode kendaraan pengangkut dengan satuan kwintal. Untuk bahan tambahan
(umum) yang masuk, tertimbang dengan satuan kg. Setelah ditimbang maka
kendaraan pengangkut tebu masuk dalam cane yard untuk melakukan
pembongkaran tebu yang telah diangkut. Jika telah selesai maka kendaraan
pengangkut tebu kembali pada stasiun timbangan untuk ditimbang (netto) berat
kendaraan yang digunakan. Dengan sistem yang sama, maka diperoleh berat
kendaraan pengangkut tanpa tebu (kosong). Hasil yang diperoleh digunakan untuk
pembagi berat kotor tebu yang telah tertimbang dan tercatat. Sehingga diperoleh
berat bersih tebu yang dibawa dan masuk oleh kendaraan pengangkut tersebut.
Semua bahan yang melewati stasiun timbangan akan ditimbang terlebih dahulu
kecuali gula. Dalam stasiun timbangan semua data hasil timbangan akan direkap
per jam/per harinya.
Pada setiap kendaraan pengangkut yang membongkar muatan tebunya
pada cane yard, diambil 2 ikat tebu oleh petugas pada cane yard. Tebu yang
diambil digunakan untuk analisa Trash (%). Analisa trash terdiri dari Sogolan
(tebu ruas 10 ruas), Pucuk Tebu, Daduk (daun tebu), Tebu Mati, dan Tanah.
Pada Unit Usaha Cinta Manis toleransi trash maximal 5% pada setiap kendaraan
pengangkut. Jika lebih maka kendaraan pengangkut tersebut dikenakan pinalty
berupa pengurangan bobot tebu yang telah dibawa yaitu:

Berat Tebu x (% Trash Kendaraan Pengangkut Max % Trash)

Pada cane yard Unit Usaha Cinta Manis menggunakan sistem FIFO dalam
proses kerjanya. Dimana tebu yang pertama masuk maka akan pertama pula di
giling. Cane yard Unit Usaha Cinta Manis memiliki kapasitas 8000-9000 ton
tebu. Dalam cane yard terdapat tiga alat untuk membantu memasukkan tebu
kedalam meja gilingan tebu yaitu Cane Lifter, Tipler, dan Cane Stacker
(grounded) yang dioperasikan oleh operator. Cane lifter merupakan alat pembantu
13

untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang diangkut oleh NCT.
Kemudian tipler, yang digunakan untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan
tebu tebu yang diangkut oleh truk besar maupun kecil. Pada Unit Usaha Cinta
Manis terdapat 3 tipler yang digunakan. Dua tipler besar yang dapat digunakan
untuk truk besar dan kecil serta satu tipler kecil yang digunakan untuk truk kecil.
Selanjutnya cane stacker atau grounded dapat digunakan oleh truk besar, truk
kecil, dan NCT.










(a) (b) (c)

Gambar 6 (a) Cane lifter (b) Tipler (c) Grounded

Terdapat 3 jenis potongan tebu yang masuk dalam cane yard yaitu
Manual, dimana tebu ditebang dan diangkut ke atas kendaraan pengangkut oleh
penebang secara manual dengan daya tahan tebu maksimal 30 jam pada cane
yard. Selanjutnya Semi Mekanis, dimana tebu ditebang oleh penebang dan
diangkut oleh mesin/traktor ke dalam kendaraan pengangkut dengan daya tahan
tebu maksimal 30 jam. Dan yang terakhir adalah dengan cara Mekanis, dimana
tebu di tebang dan diangkut oleh mesin/traktor dengan panjang potongan tebu 20 -
30 cm. Tebu hasil tebangan secara mekanis harus langsung digiling tanpa
menunggu terlebih dahulu pada cane yard karena lebih mudah rusak. Selain dari 3
jenis potongan tebu diatas, biasanya terdapat tebu bakar yang masuk pada cane
yard. Tebu bakar ada, karena adanya unsur ketidaksengajaan seperti terbakar dan
lain-lain. Tebu bakar juga memiliki waktu maksimum pada cane yard yaitu tidak
lebih dari 24 jam. Jika lebih maka tebu bakar akan rusak karena mikroba dan
jamur.
Cane yard merupakan aspek penting dalam kelancaran proses produksi
gula pada Unit Usaha Cinta Manis. Hal ini disebabkan karena pada cane yard
terdapat stok bahan baku/ tebu yang diatur jumlahnya sesuai dengan kapasitas
pabrik. Ada kalanya stok bahan baku/tebu pada cane yard dilebihkan guna
menangulangi terjadinya keterlambatan penebangan tebu dan pengangkutan tebu
menuju cane yard/pabrik. Sehingga pabrik tetap dapat berproduksi dan tidak
berhenti beroperasi. Cane yard beroperasi selama 24 jam dengan 3 kali sift
sebanyak 6 jam.




14

Stasiun Mill (Gilingan)
Tebu yang telah mengalami bongkar muat dari kendaraan pengangkut
pada cane yard, selanjutnya akan mengalami 2 proses, yaitu penumpukan sebagai
proses transisi dalam kegiatan pengantrian sebelum masuk pada meja tebu atau
langsung dimasukkan ke meja tebu tanpa proses penumpukan. Hal ini dilakukan
tergantung kondisi yang terjadi pada stasiun Mill (Gilingan).
Tebu yang telah masuk pada meja tebu akan di bawa oleh cane carrier
yang dijalankan oleh operator menuju ke mesin pemotong tebu (cane preparation)
dengan nilai Preparation Indeks (PI) 85%.
Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3 tahap pemotongan tebu (cane
preparation) menjadi beberapa ukuran. Tahap pertama, pemotongan
menggunakan mesin Cane Cutter I dengan hasil potongan tebu 30 cm. Kemudian
masuk dalam mesin Cane Cutter II dengan hasil potongan tebu 10 cm. Dan yang
terakhir menggunakan Semi Hammer Shredder (SHS) dengan hasil potongan 2,5
cm. Pemotongan bertahap ini bertujuan untuk mempermudah mesin giling untuk
menggiling potongan tebu sehingga mudah terekstrasi dan meminimumkan energi
yang digunakan untuk mesin penggiling tebu.


(a) (b)

Gambar 7 . (a) Hasil potongan Cane preparation (b) Cane carrier mini

Hasil potongan tebu pada mesin pemotong kemudian dibawa oleh cane
carrier mini dari cane preparation menuju mesin penggiling untuk digiling dan
menghasilkan nira mentah. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 mesin giling
dalam proses pemerahan nira. Gilingan 1 dan 5 yang terdiri dari 5 roda penggiling
dan gilingan 2,3, dan 4 terdiri dari 4 roda penggiling. Adanya perbedaan jumlah
roda penggiling ini memiliki fungsi yang berbeda. Pada gilingan 1 diharapkan
tebu yang digiling sebanyak mungkin nira keluar dari potongan tebu, sedangkan
pada gilingan 5 diharapkan sekering mungkin ampas tebu yang dihasilkan dari
gilingan. Gilingan 2, 3, dan 4 mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk
mengektraksi nira dari potongan tebu sisa gilingan 1.

15


(a) (b)
Gambar 8 (a) Roda penggiling (b) Air imbibisi
Pada proses penggilingan, ditambahkan Air Imbibisi dengan suhu 70-90C
sebanyak 30% berat tebu pada gilingan 5 yang bertujuan untuk mempermudah
pengeluaran nira yang tersisa pada potongan tebu yang digiling serta mencegah
terjadinya inversi (kerusakan) karena banyak nya mikroba yang mati pada suhu
tinggi. Namun penambahan air imbibisi dengan suhu tinggi (>90C) juga
mempunyai kekurangan yaitu dapat menyebabkan kerusakan sukrosa dan
melarutkan bahan-bahan non gula dalam nira (seperti zat lilin dll). Selain itu pada
gilingan 1 dan 5 terdapat proses penambahan bahan-bahan tambahan berupa
enzim amilase untuk mendegradasi amilum yang dihasilkan dari nira tebu hasil
gilingan sebanyak 20-25 ppm dan bioinsektisida serta susu kapur dengan
kekentalan 3Be. Larutnya bahan non gula (zat lilin) akan mengakibatkan roda
penggiling terjadi slip karena licin terlapisi oleh zat lilin. Potongan tebu yang
masuk pada gilingan 1 akan menghasilkan nira gilingan 1 dan ampas gilingan 1
yang akan diteruskan sebagai bahan baku pada gilingan 2. Ampas pada gilingan 2
akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 3. Ampas gilingan 3 akan diteruskan
sebagai bahan baku gilingan 4. Ampas gilingan 4 akan diteruskan sebagai bahan
baku gilingan 5 dan ampas gilingan 5 akan diangkut menuju stasiun Boiler
dengan menggunakan bagasse carrier. Sebagian dari jumlah bagasse yang
dihasilkan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler yang terdiri dari tiga
unit dapur dan sebagian lagi digunakan untuk bahan pencampur nira kotor pada
stasiun pemurnian. Diharapkan ampas yang dihasilkan mengandung pol < 2% dan
Zat Kering Ampas mencapai 49-50%. Nira hasil gilingan 5 dipompa dan
dimasukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 4. Nira hasil
gilingan 4 dipompa dan di masukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada
gilingan 3. Serta nira hasil gilingan 3 di pompa dan dimasukkan kembali sebagai
pembasah ampas tebu pada gilingan 2. Sehingga semua nira hasil gilingan
terkumpul pada tangki pengumpulan nira gilingan 1 dan 2.









16













Gambar 9 Alur penggilingan

Nira yang telah terkumpul dalam tangki penampung, dipompa menuju
Rotary Chvs. Rotary Chvs berfungsi untuk memisahkan nira dengan ampas yang
terbawa oleh nira. Nira yang telah tersaring dipompa menuju stasiun pemurnian.
Sedangkan ampas yang tersaring dimasukkan pada gilingan 2 untuk di giling
kembali.
Stasiun mill (Gilingan) diharapkan dapat menghasilkan pol extraction
sebesar 93%. Untuk mencapai target maka dibutuhkan energi yang besar untuk
menjalankan mesin gilingan tersebut.


Stasiun Pemurnian
Unit pemurnian ialah suatu unit proses yang bertujuan untuk memisahkan
bahan-bahan bukan gula baik yang terlarut maupun yang tidak larut kecuali gula
reduksi tanpa merusak gula. Nira hasil perahan pada unit mill bersifat keruh dan
bewarna cokelat karena adanya bahan terlarut maupun yang tidak terlarut. Proses
pemurnian nira yang digunakan pada Unit Usaha Cinta Manis ialah proses
sulfitasi dengan sistem penambahan susu kapur dan sulfitasi dengan sistem
penambahan gas SO
2
. Tahap yang dilakukan pada proses pemurnian meliputi
penimbangan nira mentah + penambahan asam phosfat, pemanasan I, defekasi
(pre liming dan second liming), sulfitasi, pemanasan II, pembuangan gas terlarut,
pemisahan nira (jernih dan kotor), serta pembuangan blotong. Parameter yang
mempengaruhi pada proses pemurnian ialah nilai Harkat Kemurnian (brix dan
pol) serta pol blotong (%).
Nira mentah dari stasiun mill memiliki kadar kapur sebesar 320-360
dengan HK 780 ditimbang menggunakan timbangan nira dengan kapasitas
maksimum 5 ton yang memiliki suhu 40C. Prinsip kerja dari timbangan nira
seperti bandul sederhana. Dimana larutan nira akan masuk pada tabung nira
kosong. Ketika tabung nira penuh maka tabung akan turun karena berat nira yang
tertampung. Kemudian nira yang telah di timbang masuk dalam tangki
penampung WJT (weight juice tank) dan ditambahkan asam phosfat yang telah
dilarutkan dengan air (pengenceran 20 kali). Penambahan asam phosfat bertujuan
untuk meningkatkan kandungan asam phosfat dalam cairan nira. Nira mentah dari
stasiun mill memiliki kandungan asam phosfat sebesar 250 ppm. Sehingga perlu
nira
nira
nira
a
imbibisi
Screenter
Tangki
penampung
CP
Ampas Nira (Ke stasiun Pemurnian)
ampas
17

ditambahkan larutan phosfat untuk meningkatkan kandungan phosfat sebanyak
30-50 ppm dalam nira agar mencapai 300 ppm.


Gambar 10 Timbangan nira

Larutan nira yang telah tercampur dengan asam phosfat dipompa menuju
juice heater I atau pemanas I dengan suhu 75C. Sumber panas yang digunakan
pada pemanas I adalah uap yang dihasilkan dari proses penguapan atau evaporasi.
Panas dialirkan dengan sistem Heat Exchanger secara konduksi dan konveksi
(Shell & tube heat exchanger) pada nira sehingga nira memperoleh panas dengan
suhu 75C. Pemanasan akan disertai dengan uap air. Maka air yang tidak
digunakan pada pemanas I (kondensat) akan dialirkan kembali untuk digunakan
dalam proses selanjutnya dan mengandung sedikit amoniak. Pada Unit Usaha
Cinta Manis terdapat 4 juice heater yang digunakan dalam pemanas I. Tujuan
dilakukan pemanasan pendahuluan dengan suhu 75C adalah untuk mendukung
proses penggumpalan koloid pada proses defekasi.


Gambar 11 Juice heater

Setelah proses pemanasan I, nira dipompa menuju tangki proses defekasi
(penambahan susu kapur) dengan melalui 2 tahap, yaitu pre liming dan second
liming. Kapur dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebelum di pompa dan
dimasukkan pada tabung pre liming dan second liming oleh operator melalui alat
pengatur pH. Larutan susu kapur ini memiliki konsentrasi mencapai 6,0-8,0 Be
dengan tujuan untuk membantu proses pengendapan koloid pada nira mentah.
Pada pre liming, pH nira dinaikkan menjadi 7,0-7,2 selama 3 menit, sedangkan
pada second liming pH nira dinaikkan menjadi 8,5-10,5 selama 30 detik agar tidak
terjadi perubahan warna pada nira. Kebutuhan kapur dalam proses defekasi ini
mencapai 1,2-1,4 kg/ ton tebu.

18


(a) (b)

Gambar 12 (a) Pre liming dan Second liming (b) Sulfur tower

Nira dari second liming menuju sulfur tower untuk melalui proses sulfitasi.
Proses sulfitasi adalah proses penambahan gas SO
2
pada nira, yang dihasilkan dari
proses pembakaran sulfur dengan menggunakan Rotary SulfurFurnance (RSF)
pada suhu < 400C. Proses sulfitasi ini menggunakan metode Counter Current
guna memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna. Nira disemprotkan
langsung dari atas tabung sulfur tower agar kontak langsung dengan gas SO
2
dari
bawah sulfur tower melalui 9 tray yang terdapat pada sulfur tower. Gas yang tidak
bereaksi dengan nira maka akan dikeluarkan melalui saluran pembuangan.
Semakin cepat gas yang dikeluarkan, maka semakin baik pula nira yang
dihasilkan dari proses sulfitasi. Nira yang telah tersulfitasi memiliki pH 7,0
(netral) dan selanjutnya ditampung pada tangki penampungan (drawing tank).
Kebutuhan sulfur/belerang untuk proses sulfitasi sebanyak 40 kg/100 ton tebu.
Kemudian nira yang tertampung pada drawing tank dipompakan kembali
menuju pemanas II (juice heater II) dengan suhu mencapai 105-110C guna
proses pemanasan lanjut. Pemanasan lanjut ini berfungsi untuk membantu proses
pengendapan. Proses pemanasan II berlangsung selama 30 detik dengan jumlah
juice heater sebanyak 3 buah. Uap panas yang digunakan pada pemanas II berasal
dari uap nira hasil proses penguapan pada evaporator. Nira hasil pemanasan II
dialirkan pada flash tank yang berguna untuk memisahkan gas yang larut dalam
nira, guna mempermudah proses pengendepan pada Clarifier. Prinsip kerja flash
tank adalah dengan sistem turbulen dan defleksi. Dimana cairan nira ditabrakkan
secara flash pada sebuah deflektor sehingga gas akan naik dan keluar melalui
lubang pembuangan. Nira dari flash tank memiliki suhu 100C.


19


(a) (b)

Gambar 13 (a) Flash tank (b) Feed box

Selanjutnya nira dialirkan pada feed box dan second box menuju Single
Tray Clarifier (STC). Main box digunakan untuk melihat sampel nira yang
mengendap pada STC. Pada tangki STC, nira mengalami proses pengendapan
dengan adanya penambahan flokulan. Flokulan berfungsi untuk menyelubungi
koloid yang ada pada nira agar lebih kompak dan mudah mengendap. Nira
jernih/nira encer hasil pengendapan secara perlahan keluar dari STC dan masuk
dalam pemanas III (juice heater III) guna melalui proses penguapan (evaporasi)
dengan HK sebesar 825 dan suhu 95C serta memiliki kandungan kapur 480-520.
Sedangkan nira kotor dari STC bagian bawah dipompakan menuju mud mixer
(cyclon) dengan penambahan ampas halus/bagasecylo. Nira kotor dan ampas
halus dicampur hingga homogen yang selanjutnya dialirkan pada Rotary Vakum
Filter (RVF).


Gambar 14 Rotary vacuum filter

Prinsip kerja RVF yaitu menggunakan sistem vakum guna memisahkan
nira tapis dengan blotong. Sistem vakum yang digunakan melalui dua tahap yaitu
low vakum, digunakan untuk menarik blotong agar menempel pada permukaan
RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vakum yang digunakan untuk
mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam blotong dengan entalpi
sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang berada diatas RVF
berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada RVF menghasilkan
blotong dan nira tapis. Blotong kemudian dibawa menggunakan belt conveyor
menuju tempat penampungan blotong yang nantinya akan diangkut oleh truk
penampung.


20

Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 rotary vakum filter yang masing-
masing memiliki ketebalan blotong mencapai 0,5-1,0 cm. Selain blotong hasil
pemisahan dari RVF berupa nira tapis dengan HK sebesar 621 yang di pompakan
kembali menuju timbangan nira dan bercampur kembali dengan nira mentah yang
berasal dari stasiun mill.


Stasiun Evaporator (Penguapan)
Evaporator merupakan alat utama yang digunakan dalam stasiun
penguapan. Tujuan proses penguapan ialah untuk menguapkan air yang berada
didalam nira encer atau nira jernih. Nira encer dari stasiun pemurnian (juice
heater III) dipompa ke bejana penguapan/evaporator yang bekerja secara paralel
dan seri. Proses penguapan nira encer pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan
sistem Quadruple Effect, artinya dengan satu kali diberikan uap pemanas
mengalami empat kali proses penguapan. Dimana setiap 1 kg uap yang diberikan
untuk penguapan, maka dapat menguapkan 4 kg air yang terdapat pada nira encer.
Selain itu pemilihan sistem quadruple effect oleh Unit Usaha Cinta Manis
mempunyai maksud untuk menjaga kestabilan pasokan uap untuk evaporator dan
ketergantungan vakum yang digunakan sesuai dengan kapasitas uap yang dapat
dihasilkan oleh stasiun boiler dan lain-lain.


Gambar 15 Evaporator

Unit Usaha Cinta Manis mempunyai 8 buah evaporator yang dibagi
menjadi 4 badan penguap yang terdiri dari Badan Penguap I (evaporator 1A, 1C,
dan 1D), Badan Penguap II (evaporator 1B dan 2), Badan Penguap III
(evaporator 3 dan 4), dan Badan Penguap IV (evaporator 5) yang mempunyai luas
penampang 1500 (5 buah evaporator) dan 1200 (3 buah evaporator).
Nira encer dari juice heater III dengan konsentrasi 11brix masuk pada
badan penguap I secara paralel pada evaporator 1A, 1C, 1D kemudian melalui
pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap bekas secara tak langsung dari
stasiun mill dan power house yang ditampung dalam LPSH dengan tekanan
bejana 0,8-1,0 kg/cm
3
dan luas penampang 1500 m
2
LP. Disini nira mendidih pada
suhu 120C.
Kemudian nira dari badan penguap I mengalir ke badan penguap II secara
seri pada evaporator 1B dan 2. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan
uap nira badan penguap I secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 80-100C
dengan tekanan bejana 1,033 kg/cm
3
dan luas penampang 1500 m
2
LP. Selain itu
uap nira yang dihasilkan olah badan penguap I untuk memanaskan nira pada
21

badan penguap II, juga digunakan untuk juice heater II dan stasiun
masakan/proses.
Nira badan penguap II mengalir ke badan penguap III secara seri pada
evaporator 3 dan 4. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap nira
badan penguap II secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 70C dengan
tekanan bejana 0,734 kg/cm
3
, dan luas penampang 1200 m
2
LP serta memiliki
tekanan vakum 15 cmHg pada evaporator 4. Uap nira hasil badan penguap II yang
digunakan untuk memanaskan nira badan penguap III, juga digunakan untuk juice
heater I pada stasiun pemurnian.
Selanjutnya nira dari badan penguap III mengalirkan ke badan penguap IV
secara seri pada evaporator 5. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan
uap nira badan penguap III secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 65C
dengan tekanan bejana 0,259 kg/cm
3
, dan luas penampang 1200 m
2
LP serta
memiliki tekanan vakum 64cmHg pada evaporator 5. Nira badan penguap IV
dikeluarkan melalui kondensor. Pada kondensor terdapat suatu alat yang disebut
ver clicker yang berfungsi sebagai sistem screen dengan memerangkap uap yang
mengandung gula. Nira yang keluar dari badan IV disebut nira kental. Nira kental
adalah nira yang mengandumg zat kering terlarut (brix) 64 brix.


(a) (b)

Gambar 16 (a) Kondensor (b) Sulfur tower

Nira kental yang warnanya gelap sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun
kristalisasi, dipucatkan dahulu warnanya dengan proses sulfitasi nira kental. Yaitu
dengan menghembuskan gas SO
2
sehingga mencapai pH 5,6-5,8. Gas SO
2
dapat
menyerap warna supaya dihasilkan gula yang putih. Nira kental yang telah
tersulfitasi kemudian dialirkan ke reaction tank dan tangki aerasi. Nira kental
yang dihasilkan akan berbuih dan dipisahkan pada alat yang disebut Talo Dora.
Pada talo dora nira kental dipisahkan dari busa dengan pompa berpengaduk
sehingga busa akan muncul kepermukaan dan terpisah masuk dalam tangki
penampungan busa nira kental (penambahan flokulan kationik).







22








Gambar 17 Talo dora

Flokulan ditambahkan kembali pada talo dora untuk membantu proses
pemisahan busa yang tersisa dari proses sulfitasi dan lainnya dengan cara
dilarutkan dalam air. Busa (scum) nira kental yang tertampung pada tangki
selanjutnya dipompa kembali menuju tangki nira mentah dan nira kental akan
dialirkan menuju stasiun masakan untuk diproses lebih lanjut.
















Gambar 18 Skema proses penguapan

Setiap evaporator menghasilkan uap dan air. Air yang dihasilkan
dikeluarkan melalui tangki air kondensat. Air kondensat diuji pada setiap jam nya
untuk mengetahui kandungan gula yang terdapat didalamnya. Air kondensat yang
mengandung gula maka akan digunakan untuk kebutuhan proses. Sedangkan air
kondensat yang tidak mengandung gula digunakan untuk air kebutuhan stasiun
boiler.








Gambar 19 Tangki kondensat

1 C 1 D
1 A 1 B 2 3 4 5
NIRA ENCER
UB
KONDENSAT
PP 2 & MASAKAN
PP 1
NK
KONDENSOR
23

Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya
dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan dilakukan
skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap dilakukan
untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal dalam
evaporator pada saat proses penguapan dengan air serta bahan asam (Karmand).
Skrap dibagi menjadi 2 jenis yaitu skrap cepat dan lambat. Skrap cepat hanya
membutuhkan waktu 1 hari dalam proses pembersihannya, sedangkan skrap
lambat membutuhkan waktu lebih dari 1 hari dan tergantung banyaknya kotoran
yang ada dalam evaporator. Bila tidak dilakukan skrap secara rutin maka akan
mempengaruhi proses penguapan nira pada evaporator.


Stasiun Kristalisasi (Masakan)
Zat gula yang terlarut didalam nira kental yang sudah dipucatkan, diolah
lebih lanjut di bagian kristalisasi atau dimasak dengan cara bertingkat. Tujuan
dari proses kristalisasi adalah agar kristal gula nantinya mudah dipisahkan dari
kotorannya dalam putaran sehingga diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan
mengubah gula serta larutan menjadi kristal, sehingga pengambilan gula dapat
diperoleh semaksimal mungkin dan sisa gula dalam tetes seminimal mungkin.
Tingkat masakan yang biasa dilakukan di Unit Usaha Cinta Manis adalah
A, C, dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan desain
calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau uap nira.
Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum pan untuk
masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan C
(vacuum pan C), dan 3 vacuum pan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).
Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin
tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Setiap vacuum pan berukuran 60 m
3

dengan kapasitas yang digunakan maksimal 80% ukuran vacuum pan.


Gambar 20 Vacuum pan

Proses pada stasiun masakan berawal dari pembuatan bibit kristal pada
masakan D3, melalui penambahan fondan dan umpan utama bagi masakan D3
adalah stroop A. Jumlah stroop A yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil dari masakan D3 merupakan massecuite yang telah mengandung butiran-
butiran kristal yang nantinya akan diperbesar pada masakan D1. Sebelum
dijadikan sebagai bibitan bagi vacuum pan masakan lain, maka butiran-butiran
kristal disimpan dalam Receiver D (70C) dan dialirkan pada Crystallizer untuk
proses pengkristalan lebih lanjut dengan cara didinginkan dan dipanaskan secara
24

bergantian (50-62C) yang kemudian masuk Reheater untuk dipanaskan kembali
dengan suhu 55C. Setelah dipanaskan, butiran-butiran kristal nira kental
kemudian masuk dalam putaran LGF D dan menghasilkan gula D1(masakan D1)
dengan HK 91 dan tetes dengan HK 33. Hasil masakan D1 (gula D1) akan
mengalami putaran pada stasiun putaran 2 dan menghasilkan magma D dengan
HK 93.


(a) (b)

Gambar 21 (a) Receiver (b) Crystallizer

Untuk masakan D, umpan yang ditambahkan berupa stroop A (HK 68) dan
fondan, untuk vacuum pan D2 serta stroop C (HK 55) dan hasil dari vacuum pan
D2 untuk vacuum pan D1. Selanjutnya tekanan vacuum pan dinaikkan dari
kondisi normal hingga 62 cmHg. Kemudian dimasak hingga terbentuk butiran-
butiran kristal yang di ikuti dengan penambahan hasil vakum pan D1. Selanjutnya
dilakukan proses pemanasan dengan suhu 100-110C pada calandria dan
pemanasan dengan suhu > 70C pada badan vacuum pan selama 3-4 jam. Proses
pemasakan pada masakan D dihentikan ketika terbentuk butiran-butiran kristal
dengan ukuran 0,3 mm. Masakan D mempunyai konsentrasi zat kering terlarut
97brix dan HK 58-60.
Kemudian untuk masakan C, umpan yang ditambahkan berupa stroop A
dan masakan dari gula D2 berupa magma D. Umpan yang telah bercampur
kemudian mengalami proses pemasakan berlangsung dengan suhu 100-110C
pada calandria dan pemanasan dengan suhu > 70C pada vacuum pan serta
tekanan 62 cmHg selama 2-3 jam. Selanjutnya butiran-butiran kristal masuk
dalam receiver C dan feed mixer C agar bahan lebih homogen. Setelah homogen
hasil masakan C akan mengalami proses putaran stasiun putaran LGF C sehingga
menghasilkan stroop C dan gula C(HK 94). Masakan C mempunyai konsentrasi
zat kering terlarut 94brix dan HK 74-75. Proses pemasakan pada vacuum pan C
dihentikan ketika telah terbentuk butiran-butiran kristal dengan ukuran 0,6 mm.
Terakhir adalah masakan A, umpan yang ditambahkan adalah hasil gula C,
nira kental, dan klare SHS (HK 96) hasil dari proses putaran II pada masakan A
serta nira kental. Proses pada masakan A diawali dengan menarik magma C.
Selanjutnya ditambahkan nira kental (HK 80) serta klare SHS. Selanjutnya
dilakukan proses pemasakan hingga terbentuk butiran-butiran kristal dengan
ukuran 0,9-1,1 mm. Lama waktu memasak 1-2 jam, maka setelah itu hasil
masakan dialirkan ke receiver A, feed mixer A, serta stasiun putaran HGF (fore
worker) menghasilkan stroop A dan gula A (HK 98) serta stasiun putaran HGF
(after worker) untuk mendapatkan klare SHS dan GKP (Gula Kristal Putih).
Masakan A mempunyai konsentrasi zat kering terlarut 93brix dan HK >84.
25


Stasiun Finishing (Penyelesaian)
Stasiun penyelesaian/putaran merupakan bagian yang berfungsi untuk
memisahkan kristal gula dari larutannya baik stroop maupun molasses (tetes).
Berdasarkan fungsinya, stasiun penyelesaian/putaran dibagi dalam dua kelompok,
yaitu HGF (High Grade Centrifugal) dan LGF (Low Grade Centrifugal). Prinsip
kerja HGF dan LGF adalah denga menggunakan gaya centrifugal. Dengan adanya
gaya centrifugal maka stroop/molasses akan terlempar ke dinding (screen) yang
memiliki ukuran lubang lebih kecil dari ukuran kristal sehingga kristal akan
tertahan pada screen dan stroop/molasses akan menerobos lubang screen menuju
penampung untuk diproses ulang diunit kristalisasi, karena di dalamnya masih
terkandung gula. Masquite merupakan kristal gula yang bercampur dengan larutan
induknya. Untuk lebih menyempurnakan pemisahan kristal-stroop/molasses
ditambahkan air siraman berupa air panas dan untuk putaran produk atau HGF A
(curing A) diberikan steam untuk membantu pengeringan gula (kristal).


(a) (b)

Gambar 22 (a) High grade centrifugal (b) Low grade centrifugal

Bagian utama dari HGF/LGF adalah sebuah basket yang berbentuk
silinder dan dirancang sedemikian rupa sehingga dengan adanya gaya centrifugal
akibat perputarannya maka akan membuat mascuite yang masuk ke alat putaran
ini akan mendapat gaya tekan ke dinding basket tersebut. Untuk mengeluarkan
stroop/molasses dari dalam basket, pada dinding basket diberi lubang-lubang yang
berderet sejajar. Untuk menahan agar kristal gula tidak ikut keluar bersama
stroop/molasses, pada dinding dalam basket diberi lapisan saringan. Lapisan
saringan ini ada yang satu lapis, yaitu: saringan working screen, adalah saringan
sesungguhnya dimana gula dan stroop/molasses dipisahkan pada saringan ini.


(a) (b)

Gambar 23 (a) Basket HGF (b) Basket LGF
26


Bagian stasiun penyelesaian, terdiri dari beberapa bagian yaitu: palung
pendingin masakan (receiver & crystallizer), pemutaran gula (HGF & LGF),
pengeringan dan pendinginan gula, pengemasan dan penggudangan gula, serta
penampungan tetes. Dari hasil proses kristalisasi, baik pola masakan A, C, dan D
yang berupa kristal bercampur larutan induk (mascuite) A, C, dan D akan
mengalami urutan proses sebagai berikut:
Yang pertama adalah pendinginan masakan. Pendinginan masakan
berlangsung pada Receiver, dimana mascuite A, C, dan D yang sudah jadi
kemudian diturunkan ke masing-masing palung pendingin sesuai dengan tempat
yang telah disediakan. Mascuite A dan C akan mengalami pendinginan selama 1-2
jam, sedangkan untuk mascuite D akan mengalami pendinginan selama 11-12
jam. Proses pendinginan masakan bertujuan agar molekul sukrosa didalam larutan
induk dapat menempel lagi pada inti kristal yang ada, sehingga sisa sukrosa/gula
yang ada pada larutan induk seminimal mungkin.
Terutama pada masakan D dengan HK yang cukup rendah 58-60%
dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk proses kristalisasi lanjutan pada palung
pendingin. Larutan induk pada masakan D disebut tetes, yang diharapkan
mengandung sukrosa/gula serendah mungkin dengan HK 32-33% sukrosa. Oleh
karena itu, pada proses pendinginan masakan D memerlukan perlakuan khusus
yaitu: masakan D diturunkan terlebih dahulu ke palung penampungan. Dari
palung penampungan secara bertahap diturunkan pada palung kristalisasi
sebanyak 6 unit. Palung kristalisasi unit 1 sampai dengan unit 5 dilengkapi dengan
elemen air dingin agar terjadi penurunan suhu massecuite secara perlahan dengan
rincian suhu yaitu sebagai berikut: palung unit 1 (63C), palung unit 2 (59C),
palung unit 3 (56C), palung unit 4 (53C), dan palung unit 5 (50C). Pada palung
kristalisasi unit 6 dilengkapi dengan elemen air panas agar suhu mascuite naik
menjadi 54C untuk persiapan pemutaran.
Alat pemutar gula/putaran dibagi menjadi 2 tipe yaitu kontinue berupa
Low Grade Centrifugal (LGF), dibagi menjadi 2 jenis yaitu LGF untuk
massecuite C dan LGF untuk massecuite D. LGF untuk pemutaran mascuite C
yang diturunkan dari receiver C, akan menghasilkan gula C/magma C (HK 94)
dan stroop C (HK 55). LGF untuk pemutaran massecuite D yang diturunkan dari
crystallizer, akan menghasilkan gula D/magma D(HK 93) dan tetes (HK 33).
Kemudian diputar pada LGF D2 yang hasilnya berupa gula D2 dan klare D.
Kemudian alat pemutar discontinue berupa High Grade Centrifugal
(HGF), dimana dalam satu siklus terputus proses kerjanya terdiri dari: pengisian
(0-500 rpm), penyiraman (500-1000 rpm), dan pengsteaman serta penyekrapan
(1000-1500 rpm). HGF dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: HGF fore worker dan HGF
after worker. HGF fore worker berfungsi untuk memutar mascuite A dari receiver
A, dan menghasilkan gula A/magma A (HK 98) serta stroop A(HK 68).
Sedangkan HGF after worker berfungsi untuk memutar magma A hasil dari
putaran HGF fore worker, dan menghasilkan gula SHS dan klare SHS (HK 96).
Tetes dari putaran mascuite D kondisinya sangat pekat atau kental,
berwarna hitam, mengandung zat kering terlarut 90%, sukrosa 27% tercampur
dalam bentuk senyawa organik dan an organik sehingga mudah terjadi reaksi
fermentasi yang dapat menyebabkan suhu menjadi tinggi serta mudah terbakar.
Untuk mengendalikan kenaikan suhu, biasanya tangki penampungan tetes hanya
27

berisi 50% agar adanya sirkulasi pada tanngki tetes. Unit Usaha Cinta Manis
memiliki 4 unit tangki penampung tetes dengan kapasitas masing-masing yaitu, 2
unit tangki dengan kapasitas 4000 ton, 1 unit tangki dengan kapasitas 2000 ton
dan 1 unit tangki pelayanan dengan kapasitas 150 ton.
Selanjutnya adalah pengeringan dan pendinginan gula produk. Gula
produk/gula SHS setelah turun dari HGF after worker kondisinya masih cukup
basah atau kadar airnya 2% maka perlu dilakukan proses pengeringan dan
pendinginan agar kadar air turun menjadi 0,02 %. Prinsip kerja proses
pengeringan dan pendinginan gula adalah gula SHS dilewatkan terlebih dahulu
pada Grashopper Conveyor (talang getar). Kemudian gula SHS memasuki unit
pengeringan dan pendingin dimana gula dihembuskan udara panas dengan suhu
70C. Selanjutnya dihembuskan udara dingin supaya suhu gula turun menjadi 38-
40C.


(a) (b)

Gambar 24 (a) Pengeringan & pendinginan (b) Talang getar

Setelah mengalami proses pengeringan dan pendinginan kemudian gula
dilewatkan saringan getar dengan alat vibrating screen untuk sortasi. Sortasi ini
dilakukan berdasarkan ukuran dari gula yang dihasilkan. Ada 3 jenis ukuran gula,
yaitu normal dengan diameter 1mm dan halus serta kasar. Gula halus dan kasar
dilebur kembali dan dikembalikan kebagian masakan.
Gula yang telah tersaring dan tersortasi di vibrating screen kemudian
dibawa menggunakan belt conveyor menuju ke sugar bin (penampungan gula).
Pada sugar bin, gula ditimbang dengan kapasitas 50 kg per karung, dan dijahit
serta ditumpuk dalam gudang gula.


Sugar Bin dan Storage
Gula produksi hasil putaran A melalui sugar conveyor dikirim menuju unit
pegepakan. Gula yang memenenuhi standar pengeringan dan ukuran kristalnya,
ditampung di dalam sugar bind, temperatur gula yang masuk ke dalam karung
penegepakan harus kurang dari 40
0
C. Bila temperatur terlalu tinggi akan
menyebabkan perubahan kualitas gula selama dalam penyimpanan.
Cara kerja penimbangan dan penegepakan gula antara lain dilakukan dalam satu
rangkaian alat terdiri dari timbangan, mesin jahit, dan belt conveyor.
Penimbangan dan pengepakan dikerjakan oleh 4 orang yang masing-masing
bertugas sebagai berikut, satu orang bertugas menyiapkan karung (kantung
pengemas), satu orang memposisikan karung pada mulut timbangan (dari sugar
28

bind) untuk pengisian gula, satu orang bertugas menjahit, dan satu orang bertugas
memutus benang dan membetulkan posisi karung jika salah pada belt conveyor.


Gambar 25 Proses penimbangan & pengepakan

Adapun syarat karung yang digunakan antara lain bertipe circular tanpa
jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP Departemen Perindustrian, bebas dari
cacat, karung yang telah terisi gula dijahit dengan mesin jahit, karung plastik
kemasan gula pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari
plastik polietilen, dan karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri.
Alat penimbang bekerja otomatis, bila karung dimasukkan dalam penjapit
dan switch disentuh maka pintu timbangan akan membuka dan gula yang sudah
tertimbang secara otomatis akan turun masuk ke dalam karung dengan berat 50 kg
netto. Karung yang telah terisi gula akan jatuh di atas belt conveyor mesin jahit
menuju mesin jahit untuk dijahit. Dari mesin jahit, gula dalam karung jatuh ke
belt conveyor untuk diangkut ke gudang gula.
Mesin timbangan ini memiliki torelansi 0,02 kg yang artinya bila
penimbangan lebih atau kurang dari 0,03 kg dari berat 50 kg netto maka power
kontrol akan menunjukkan error, sehingga petugas akan melihat bila penimbangan
salah dan perlu diperbaiki oleh petugas instrument. Adapun printer akan mencatat
jumlah penimbangan setiap 10 karung secara otomatis.
Kapasitas pengepakan dalam satu rangkaian alat timbangan dan mesin
penjahit adalah kurang lebih 11 - 12 karung per menit atau tergantung dari jumlah
gula yang dihasilkan. Diambil contoh sebanyak 0,5 kg gula untuk dianalisa di
laboratorium. Fungsi atau maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna, kadar
air, temperatur, dan kandungan belerang dari gula tersebut apakah memenuhi
standar sebagai gula produksi. Gula yang telah di kemas dalam karung kemudian
dialirkan melalui belt conveyor menuju gudang penyimpanan gula. Unit Usaha
Cinta Manis memiliki 2 gudang penyimpanan dengan panjang dan lebar masing-
masing gudang adalah 100 x 25 meter. Gudang ini memiliki kapasitas 10.000 ton
dengan tinggi tumpukan 50 karung.


Gambar 26 Proses penggudangan

29


Bagian Pendukung (Utilitas)
Water Treatment
Unit Usaha Cinta Manis dalam memproduksi gula kristal putih (GKP)
membutuhkan air guna mencukupi kebutuhan air untuk kegiatan proses produksi
dan kebutuhan sehari-hari bagi semua karyawannya. Water treatment ini
dilakukan sistem reuse, recycle dan recovery dalam pelaksanaannya pada
sebagian air yang digunakan dalam proses produksi GKP. Ada beberapa sistem
pengadaan air untuk mencukupi kebutuhan Unit Usaha Cinta Manis dalam
kegiatan industrinya yaitu Air Sungai dan Air Jatuhan (Kondensor).
Air sungai merupakan salah satu sumber air yang digunakan oleh Unit
Usaha Cinta Manis dalam mencukupi kebutuhan air dalam kegiatan proses dan
kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan karyawannya. Air sungai ini diperoleh dari
Sungai Ogan yang merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Sumatera
Selatan dan terletak pada Kabupaten Ogan Ilir. Air sungai ini ditarik
menggunakan pompa besar menuju pabrik tempat berlangsungnya proses water
treatment melalui pipa-pipa besar yang ditanam dalam tanah. Air yang telah
terpompa pada water treatment kemudian dialirkan menuju bak-bak beton dengan
ukuran yang berbeda guna mengendapkan kotoran seperti pasir, lumpur, dan lain-
lain yang terbawa oleh air. Selain itu, terdapat pemberian bahan kimia seperti
Tawas untuk membantu proses pengendapan dan penjernihan air. Setelah itu, air
yang telah memperoleh perlakuan ini disaring menggunakan alat saring. Alat
saring ini berjumlah 3 buah dengan komponen didalamnya terdiri dari batu krikil,
pasir, dan lain-lain untuk proses penyaringan lanjut. Air yang tersaring kemudian
digunakan untuk kebutuhan air imbibisi pada stasiun mill dan stasiun boiler serta
untuk kebutuhan sehari-hari karyawan Unit Usaha Cinta Manis.


(a) (b)

Gambar 27 (a) Bak-bak pengendapan (b) Alat penyaring air

Air yang digunakan selanjutnya adalah air jatuhan (kondensor). Air
jatuhan merupakan air yang diperoleh dari stasiun evaporasi (evaporator) dan
kristalisasi (vacuum pan) hasil dari proses vakum. Proses vakum terjadi, dimana
air dialirkan dengan kuat dari atas kondensor guna menciptakan kondisi vakum
pada evaporator dan vacuum pan sehingga uap panas terperangkap pada air yang
telah dialirkan tersebut. Air tersebut menjadi panas karena menangkap panas yang
dihasilkan oleh uap evaporator dan vacuum pan. Kemudian air yang panas ini
30

dialirkan melalui parit-parit khusus menuju ke rawa dan dipompakan ke cooling
tower serta springer poud. Pada rawa tersebut terdapat pompa yang berfungsi
menarik kembali air di rawa untuk di digunakan kembali sebagai air injeksi pada
kondensor evaporator dan vacuum pan.


Gambar 28 Cooling tower


Boiler
Pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis untuk menjalankan semua proses
kegiatan produksinya atau giling membutuhkan sumber tenaga berupa tenaga uap.
Tenaga uap ini diperoleh dari 3 unit boiler atau ketel yang masing-masing ketel
memiliki kapasitas 60 ton/jam dengan merek Yoshimine. Ketel berfungsi sebagai
pembangkit tenaga uap bertekanan menengah yaitu 22 kg/cm
2
. Bahan bakar yang
digunakan oleh ke 3 unit boiler adalah ampas sisa penggilingan pada stasiun mill
atau bagasse, kayu, bungkil kelapa sawit maupun residu. Uap yang dihasilkan
memiliki suhu 325C.
Sedangkan sumber air yang digunakan untuk pengisian ketel berupa air
embun atau air kondensat dari uap bekas pada pemanasan pendahuluan maupun
evaporator. Jika kebutuhan air kondensat tidak mencukupi maka digunakan air
dari water treatment. Air tersebut tidak boleh mengandung gula.
Uap dari ketel kemudian di distribusikan ke 4 bagian yaitu bagian ketel,
bagian listrik, bagian gilingan, dan bagian bagian pengolahan. Pada bagian ketel
digunakan untuk penggerak turbin penghisap dan penghembusan udara
pembakaran berupa Induce Fan dan Force Draf Fan. Kemudian bagian listrik
digunakan untuk penggerak turbin generator. Selanjutnya bagian gilingan
digunakan untuk penggerak turbin gilingan 1-5, untuk penggerak cane cutter 1,
cane cutter 2, dan semi hammer shredder. Dan yang terakhir digunakan pada
pengolahan yaitu pada putaran.








31



















Gambar 29 Skema produksi uap ketel


Work Shop (Besali)
Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat bagian Work Shop yang berfungsi
sebagai pelayanan umum pabrik dan pembuatan spare part tertentu yang meliputi
pekerjaan-pekerjaan antara lain, pembubutan, skrap, pengeboran, pengerolan, dan
las listrik. Work shop memiliki mesin atau alat pendukung kegiatannya berupa 4
unit mesin bubut, 1 unit mesin bor, 2 unit mesin skrap, plasma cutting, mesin roll
plate dan las listrik.


Power House(Pembangkit Tenaga Listrik)
Power house merupakan salah satu elemen penting guna menyediakan
energi pada suatu industri terutama pabrik gula yang berfungsi sebagai
pembangkit listrik (generator). Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2 jenis generator
yaitu, Diesel Generator dan Turbin Generator.
Diesel generator pada Unit Usaha Cinta Manis digunakan sebagai
pembangkit tenaga listrik pada saat pabrik tidak menggiling tebu, sehingga
menggunakan bahan bakar berupa bahan bakar solar. Pada Unit Usaha Cinta
Manis terdapat 4 unit diesel generator yang dapat menghasilkan tenaga listrik
masing-masing sebesar 300 KVA sebanyak 3 unit dan sebesar 1000 KVA
sebanyak 1 unit.

I
60
II
60
III
60 TURBIN GENERATOR I/II
TURBIN MILL
TURBIN HDHS
TURBIN CC I
TURBIN CC II LPSH
UAP BARU
UAP BEKAS
AIR EMBUN
KETEL PROSES
32


(a) (b)

Gambar 30 (a) Diesel generator (b) Turbin generator

Selain diesel generator, juga terdapat Turbin Generator yang digunakan
oleh Unit Usaha Cinta Manis sebagai pembangkit tenaga listrik. Turbin generator
digunakan pada masa giling karena digerakkan dengan tenaga uap yang memiliki
tekanan 18 kg/cm
2
. Terdapat 2 unit turbin generator yang dapat menghasilkan
tenaga listrik masing-masing sebesar 4500 KVA.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh diesel generator dan turbin generator
ditampung dalam 2 unit High Tension Distributor A dan B. Tenaga listrik yang
telah tertampung kemudian disuplai ke seluruh area pabrik untuk kelangsungan
proses produksi serta keperluan utility sebesar 3250 KVA dan untuk kebutuhan
tenaga listrik perumahan Unit Usaha Cinta Manis sebesar 550 KVA.















Gambar 31 Skema pemakaian tenaga listrik


I nstrument (Unit Pengontrolan)
Pada setiap industri terdapat mesin atau alat yang digunakan sebagai
pendukung untuk menjalankan proses produksi baik secara otomatis maupun semi
otomatis. Mesin atau alat tersebut tentunya membutuhkan pengontrolan agar
mesin atau alat tersebut bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Pada Unit Usaha
Cinta Manis pengontrolan ini dilakukan oleh suatu unit pengontrolan yang disebut
dengan Instrument.
DIESEL GENERATOR
A B
4500 KVA 4500 KVA
Pabrik 3250
KVA
Perumahan
550 KVA
300
KVA
300
KVA
300
KVA
1000
KVA
TURBIN GENERATOR
HIGH TENSION DISTRIBUTOR
33

Instrument berfungsi sebagai bagian pelayanan peralatan kontrol automatis
maupun semi atomatis dengan sistem pneumatik lop udara dari kompressor dan
elektrik dengan tegangan (voltage) 220/110. Fungsi dari kontrol pneumatik ini di
distribusikan untuk bagian ketel, bagian mill, dan bagian boiling. Bagian ketel
meliputi flow meter, level, temperatur, tekanan. Untuk bagian mill meliputi flow
meter, belt, mini carier, serta bagian boiling meliputi flow meter, level, density,
tekanan, dan pH meter. Untuk kontrol elektrik dengan tegangan 110 volt
digunakan pada boiler untuk panel kontrol dan tegangan 220 volt digunakan pada
boiling untuk high grade fugal, pH meter, dan level.
Untuk memenuhi keakuratan peralatan instrumentasi maka secara berkala
dilakukan kalibrasi untuk alat-alat kontrol yang terdiri dari kontroller, transmitter,
kontrol valve, G.O motor, manometer, dan pressure switch.


PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH
Sumber dan Jenis Limbah
Unit Usaha Cinta Manis mempunyai kapasitas produksi 5.500 TCD gula
kristal putih (GKP) setiap harinya. Tebu yang di giling tidak semuanya
menghasilkan gula kristal putih, namun terdapat produk sampingan atau limbah
yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan jika tidak
diolah dan dimanajemen dengan baik. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat
beberapa kelompok limbah yang dihasilkan, berupa limbah padat, limbah cair,
limbah gas dan LB3.


Limbah Padat
Limbah padat merupakan salah satu kelompok limbah yang dihasilkan
pada Unit Usaha Cinta Manis. Limbah padat ini berupa bagas (ampas tebu),
bagase+pasir, blotong, dan abu. Bagas merupakan ampas tebu sisa penggilingan
pada stasiun mill. Bagas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada stasiun
boiler, dan juga sebagai campuran nira kotor sebelum dilakukan proses vakum
pada rotary vacuum filter (RVF) di stasiun pemurnian. Sedangkan bagase+pasir
juga merupakan ampas tebu sisa penggilingan (terikut) pada stasiun mill namun
mengandung pasir yang berlebih karena terjadi kelalaian dalam proses
penebangan tebu secara mekanis sehingga banyak pasir dan tanah yang terbawa
serta ikut tergiling. Bagas+pasir ini tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar
pada stasiun boiler karena dapat membuat trip/terhentinya stasiun boiler yang
disebabkan kandungan pasir yang berlebih. Sehingga bagas+pasir ini hanya
ditimbun pada areal lahan tebu saja. Limbah padat yang lain berupa blotong
sebagai hasil samping dari proses pemurnian nira yang ditampung dalam truk dan
langsung dikirim ke areal lahan tebu yang nantinya digunakan sebagai campuran
untuk pupuk kompos. Dan yang terakhir adalah limbah padat berupa abu sisa dari
pembakaran bagas pada stasiun boiler yang dialirkan dan ditampung pada truk-
truk pembawa abu sisa pembakaran ini. Abu sisa pembakaran ini, nantinya
34

digunakan sebagai bahan campuran bersama blotong dalam pembuatan pupuk
kompos dan akan dikirim ke areal lahan tebu.

Limbah Cair
Dalam berlangsungnya proses kegiatan produksi gula pada Unit Usaha
Cinta Manis akan menghasilkan limbah cair sebagai hasil sampingannya. Limbah
cair tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : limbah cair tercemar dan limbah
cair tidak tercemar.
Limbah cair tercemar merupakan limbah cair yang mengandung nira
maupun bahan kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan. Limbah cair
tercemar ini terdiri dari :
1. Percikan minyak pelumas mesin yang tercecer (oli, minyak bahan
bakar dan lain-lain)
2. Percikan nira dari setiap stasiun proses
3. Air pembersihan juice heater
4. Campuran air dan karmand (soda) sisa skrapan evaporator
5. Air sisa siraman untuk membersihkan lantai pabrik dll.
Kemudian limbah cair tidak tercemar merupakan limbah cair yang tidak
mengandung nira dan bahan kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan
Unit Usaha Cinta Manis. Limbah cair tidak tercemar ini terdiri dari :
1. Air kondensor/air jatuhan dari evaporator
2. Air kondensor/air jatuhan dari vacuum pan
3. Air pendingin yang tidak dikembalikan pada alur proses dll.


Limbah Gas
Setiap proses produksi, terutama produksi gula tentu memiliki hasil
buangan berupa gas. Gas tersebut dihasilkan karena sumber panas yang digunakan
berupa steam, air panas, pembakaran ampas dan lainnya guna mendukung
kelancaran proses produksi gula. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 8
sumber limbah gas yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan terdiri dari
: 2 cerobong stasiun boiler, 2 sulfur tank pada stasiun pemurnian, dan 4 generator
setting (genset).
Pada stasiun boiler terdapat hasil buangan gas terbanyak diantara hasil
buangan gas pada stasiun lain, karena pada stasiun boiler terjadi proses
pembakaran ampas guna menghasilkan energi panas/steam yang digunakan untuk
menjalankan semua mesin dan proses produksi gula serta sebagai salah satu kunci
tetap berjalannya proses giling. Gas hasil buangan stasiun boiler mengandung
bahan-bahan berbahaya bagi lingkungan diantaranya yaitu CO
2
, CO, NO
2
, SO
2
,
NH
3
, dan H
2
S. Selanjutnya sulfur tank pada stasiun pemurnian juga andil alih
dalam penghasil buangan gas berupa SO
2
yang berbahaya bagi lingkungan jika
melebihi batas ketentuan. Dan gas yang dihasilkan dari mesin genset guna
mendukung suplai energi listrik pada Unit Usaha Cinta Manis.



35

LB3 (Limbah Bahan, Berbahaya, dan Beracun)
LB3 merupakan salah satu kelompok limbah yang juga dihasilkan oleh
Unit Usaha Cinta Manis. Limbah ini termasuk limbah berbahaya dan beracun,
serta sebagian dari kelompok limbah ini tidak dapat didaur ulang secara mandiri
oleh Unit Usaha Cinta Manis. LB3 ini terdiri dari, aki bekas dari kendaraan
seperti traktor dan truk yang digunakan dalam pabrik, oli bekas sisa
pembongkaran mesin, pompa, kendaraan bermotor yang terjatuh/bocor, kertas
saring bekas dari laboratorium, dan bola lampu rusak yang sebelumnya digunakan
sebagai penerangan dalam pabrik.


Kebisingan dan Getaran
Kebisingan dan getaran tidak akan pernah bisa terlepas dari proses
produksi pada suatu industri, khususnya pada pabrik gula. Kebisingan dan getaran
ini ditimbulakan karena aktivitas mesin-mesin yang sedang berkerja sehingga
menghasilkan suara bising yang dapat menimbulkan pencemaran udara pada
lingkungan. Pada Unit Usaha Cinta Manis kebisingan ini diantaranya berasal dari
dapur pembakaran pada stasiun boiler, mesin penggiling pada stasiun mill, RVF
pada stasiun pemurnian, evaporator, HGF pada stasiun putaran hingga kegiatan
pada stasiun ketel, turbin, dan lain-lain.
Kebisingan ini memiliki frekuensi yang berbeda dengan frekuensi
pendengaran manusia sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
pendengaran. Sehingga dibutuhkan alat pelindung K3 yang sesuai dengan
kebisingan/polusi yang ditimbulkan. Selain itu terdapat getaran yang ditimbulkan
oleh mesin-mesin yang dalam aktivitasnya dapat menghasilkan getaran seperti
talang getar, vibrating screen dan peralatan lain yang dapat menimbulkan getaran.
Getaran ini dapat menggangu aktivitas produksi sehingga perlu dilakukan
pengecekan pada mesin/alat agar sesuai dan tidak melebihi ketentuan.


Proses Penanganan dan Pengolahan Limbah
Limbah-limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula pada Unit Usaha
Cinta Manis tidak dibuang begitu saja ke lingkungan. Limbah ini masih di proses
untuk dilakukan penanganan dan pengolahan lanjutan agar aman ketika dilepas
atau dibuang kelingkungan serta tidak menyebabkan pencemaran. Di dalam
lingkungan pabrik juga dilakukan penanganan dan pengolahan limbah cair untuk
memudahkan IPAL Unit Usaha Cinta Manis untuk mengolah limbah cair yang
dihasilkan oleh pabrik. Berikut adalah sumber limbah setiap stasiun dan proses
pennganannya :



36

Tabel 5. Sumber limbah dan (SOP) penanganan limbah pada Unit Usaha
Cinta Manis
No Sumber Pencemaran Jenis
Limbah
Nama Limbah Penanggulangan
1 Mill/Gilingan 1. Cair











2. Padat

3. Gas

1. Bocoran/
tumpahan nira
gilingan

2. Pelumas







Ampas

Uap/ bocoran

Dipompa dan
dikembalikan ke tangki
nira

1. Ditampung pada drum
yang sudah disediakan
2. Yang luber ke limbah
ditangkap pada oil trap
setiap pagi dikuras dan
dibawa ke bagasse
house

Untuk bahan bakar boiler

Dibuang ke udara bebas

2



























Pemurnian



























1. Padat





2. Cair














3. Gas/ua
p





1. Blotong


2. Kotoran Kapur


1. Air Jatuhan






2. Air Kondensat







Gas sisa bejana
sulfitator





1. Ditampung dengan
truk.
2. Dikirim ke lahan
sebagai pupuk organik
Penimbunan jalan

1. Disirkulasi ke cooling
tower sebagai air
injeksi
2. Disirkulasi ke Spray
Pond sebagai air
injeksi

1. Dikembalikan ke
tangki penampung
2. Dimanfaatkan untuk
pengencer/cucian di
St.Pemurnian, St.
Masakan, St. Puteran
dan St. Gilingan

1. Mengatur pembakaran
SO di rotary sulfur
furnance
2. Pembakaran SO
dimatikan jika tidak
giling

37

No Sumber Pencemaran

Jenis
Limbah
Nama Limbah

Penanggulangan
3 Evaporator 1. Padat





2. Cair



















3. Gas/ua
p

Kerak pipa nira





1. Air Kondensat













2. Air jatuhan





1. Kelebihan uap

2. Gas amoniak

1. Di skrap
2. Di kemas dalam
karung
3. Di buang di
penampungan

Di kembalikan ke tangki
penampung
a. Air yang tidak
mengandung gula
untuk air mengisi
Boiler
b. Air yang
mengandung gula
untuk
pengencer/cucian
St.Pemurnian,
Masakan, Puteran
dan Mill.

1. Disirkulasi ke cooling
tower sebagai air
injeksi
2. Disirkulasi ke rawa
sebagai air injeksi

Dibuang ke udara

Dibuang ke kondensor

4















Masakan















1. Cair













2. Gas/ua
p
1. Air Konden








2. Air Jatuhan




Gas Amoniak

Dikembalikan ke tangki
penampung
a. Untuk air pengisi
Boiler
b. Untuk air cucian
St.Pemurnian,
Masakan, Puteran
dan Mill

1. Disirkulasikan cooling
tower dan Spray Pond
sebagai air injeksi
2. Disirkulasikan ke rawa
sebagai air injeksi
Dibuang ke Udara

38

No

Sumber Limbah

Jenis
Limbah
Nama Limbah Penanggulangan
5 Puteran 1. Padat

2. Cair

Ceceran Gula

Bocoran

Dibersihkan dan dilebur

1. Ditampung di check
Dam
2. Ditampung ke tangki
nira kental

6 In House Keeping Padat &
Cair

1. Nira



2. Endapan Pasir




3. Oli

Pengecekan dan
penggantian packing
pompa

1. Pembersihan bak
penangkap pasir
2. Pengemasan dan
pembuangan pasir

1. Mengambil oli pada oil
trap
2. Oli ditampung dalam
drum, sebagai pelumas
gear meminimalkan
pemakaian air cucian

7






















Boiler






















1. Gas








2. Padat







3. Cair





Gas Buang
(asap cerobong)







Abu







Air Boiler
Blowdown




1. Dibuatkan cerobong
asap dengan ketinggian
30 meter
2. Partikel abunya
disaring dengan DUST
COLLECTOR
3. Uap dari safety valve
dibuang ke udara bebas

1. Dibuang dilokasi yang
telah disediakan (untuk
menutup rumput di
lahan dan
emplasement)
2. Untuk campuran
kompos dari blotong

Dialirkan ke rawa
melalui pendingin alami
untuk air injeksi
(recycling)


39

No Sumber Limbah Jenis
Limbah
Nama Limbah Penanggulangan

8



Power House

Cair

Pelumas


1. Ditangkap di oil trap
2. Ditampung di drum
untuk digunakan
sebagai pelumas gear
dan rantai

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis


Limbah Padat
Unit Usaha Cinta Manis sebagai pabrik penghasil gula kristal putih tentu
memiliki limbah padat sebagai hasil samping dalam proses produksinya. Limbah
padat yang dihasilkan tidak dibiarkan begitu saja sehingga dapat mencemari
lingkungan sekitar. Namun limbah padat yang dihasilkan berupa abu boiler dan
blotong dilakukan penumpukan sebagai tahap pengolahan menjadi bahan-bahan
pembuatan pupuk kompos yang nantinya akan digunakan untuk pupuk tebu pada
musim tanam tiba. Selain itu terdapat limbah padat lain dihasilkan yaitu sebagai
berikut:

1. Ampas Tebu atau Bagasse
Ampas tebu atau bagasse merupakan hasil samping dari proses
penggilingan tebu pada stasiun mill. Unit Usaha Cinta Manis setiap
harinya mampu melakukan penggilingan tebu sebanyak 4500 TCD. Dari
4500 ton penggilingan tebu dihasilkan nira sekitar 87,5 % dan 12,5 %
merupakan sabut atau ampas tebu. Semua nira yang terekstrak masuk
dalam tangki penampungan gilingan I dan II untuk dilakukan proses
selanjutnya. Ampas dikeluarkan melaluli gilingan V yang kemudian
dibawa ke gudang ampas untuk ditimbun dan digunakan sebagai bahan
bakar boiler. Air dalam boiler atau ketel dipanaskan dengan menggunakan
bahan bakar ampas yang berfungsi untuk menghasilkan steam atau uap
baru yang digunakan untuk menggerakkan turbin generator I dan II, turbin
mill, turbin SHS, turbin CC I dan turbin CC II. Turbin generator I dan II
yang digerakkan oleh steam atau uap dari stasiun boiler akan
menghasilkan tenaga listrik yang masing-masing turbin memiliki daya
4500 KVA. Tenaga listrik yang dihasilkan nantinya digunakan untuk
keperluan pabrik dengan daya 3250 KVA dan perumahan karyawan
sebesar 550 KVA. Selain itu sebagian ampas atau bagasse halus yang
dihasilkan digunakan sebagai campuran nira kotor pada cyclon untuk
proses pemisahan nira tapis dan blotong pada rotary vacuum filter (RVF).
Total ampas tebu yang dihasilkan 32,23 % Ton tebu.

2. Blotong
Blotong merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses pemisahan
nira tapis dengan filtratnya pada stasiun pemurnian. Blotong tersusun dari
40

ampas halus yang dicampurkan pada cyclon dengan endapan kotoran nira
pada saat proses pemurnian. Proses pemisahan nira tapis dan blotong
dilakukan dengan menggunakan Rotary Vacuum Filter (RVF). RSF
berbentuk drum yang permukaan berfungsi sebagai alat saring atau filter.
Sistem vacuum yang digunakan melalui dua tahap yaitu low vacuum,
digunakan untuk menarik blotong agar menempel pada permukaan RVF
dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vacuum yang digunakan untuk
mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam blotong dengan
entalpi sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang berada
diatas RVF berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada
RVF ini menghasilkan blotong dan nira tapis. Secara otomatis blotong
terpotong dan jatuh yang kemudian dibawa menggunakan belt conveyor
menuju tempat penampungan blotong yang nantinya akan diangkut oleh
truk penampung. Blotong kemudian dibawa ketempat penimbunan blotong
yang nantinya akan diolah menjadi pupuk karena dalam blotong terdapat
unsur N sebesar 1,04 %, P
2
O
5
sebesar 6,142 % maupun K
2
O sebesar 0,485
%. Namun blotong tidak dapat langsung diolah atau digunakan. Hal ini
disebabkan blotong yang baru dihasilkan juga mengandung sulfit yang
dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu blotong di diamkan terlebih
dahulu agar sulfit mengalami oksidasi menjadi sulfat yang tidak
mencemari lingkungan. Jumlah blotong yang dihasilkan 4,78 % ton tebu
yang digiling dengan poll blotong 3,65 %.

3. Abu
Abu merupakan limbah padat yang dihasilkan dari sisa pembakaran pada
stasiun boiler. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 unit boiler atau ketel
yang masing-masing ketel memiliki kapasitas 60 ton/jam dengan hasil
samping berupa abu, pasir dan air siraman sebagai limbahnya. Abu yang
dihasilkan akan melalui dust collector yaitu berfungsi sebagai alat untuk
penangkap debu abu sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
karena terbawa ke udara. Abu dan pasir kemudian langsung jatuh pada
rantai-rantai pembawa abu dan pasir yang disertai dengan siraman air pada
rantai agar abu dan pasir memadat dan dapat dibawa menggunakan belt
conveyor untuk ditampung pada truk-truk pengangkut abu. Selanjutnya
abu dibawa menuju lahan untuk ditimbun dan digunakan sebagai
campuran dengan blotong (1:3) dalam pembuatan pupuk kompos. Abu
yang dihasilkan 0,86 % Ton tebu.


Gambar 32 . Truk pengangkut abu boiler


41



4. Jatuhan Batang dan Daun Tebu
Jatuhan batang atau daun tebu merupakan limbah yang sering dijumpai
pada sekitar meja tebu. Jatuhan batang tersebut dikumpulkan secara
manual oleh tenaga kerja maupun menggunakan traktor yang kemudian
dimasukkan kembali ke meja tebu untuk diproses pada stasiun
pendahuluan. Sedangkan patahan batang tebu dan daun tebu yang terdapat
di bawah meja tebu serta sisa uji trash dikumpulkan dan ditumpuk pada
satu tempat penampungan.


Gambar 33 . Jatuhan batang dan daun tebu

5. Limbah Domestik
Limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas rumah
tangga dan produksi pabrik. Limbah domestik ini berupa botol air mineral,
bungkus rokok maupun puntung rokok. Limbah-limbah ini ditanggulangi
dengan cara yang sederhana yaitu dengan penyediaan tempat sampah.
Tempat sampah yang telah terisi penuh kemudian dibawa pada tempat
pembuangan akhir.


Limbah Cair
Selain limbah padat, dalam melakukan proses produksinya Unit Usaha
Cinta Manis juga menghasilkan limbah cair sebagai hasil sampingnya. Limbah
cair merupakan salah satu jenis limbah dalam jumlah banyak yang dihasilkan.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mencegah dan mengurangi terbentuknya
limbah cair. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan penerapan good hause
keeping yang baik. Pada Unit Usaha Cinta Manis penerapan good hause keeping
telah dilakukan namun belum maksimal. Hal ini disebabkan karena sumber daya
manusia atau sebagian karyawan belum mengerti akan pentingnya meminimalisir
limbah cair yang dihasilkan. Sehingga Unit Usaha Cinta Manis melakukan
pengolahan limbah cair yang dihasilkan dengan beberapa cara yaitu Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), penerapan sistem water treatment dan
pemanfaatan kembali, penerapan pemisahan oli dengan kolam Oil Trap serta
monitor aliran parit limbah cair pada lingkungan pabrik. Alir proses limbah cair
dapat dilihat pada Lampiran 1.

42

1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Penanganan limbah cair di Unit Usaha Cinta Manis melalui Unit
Pengolahan Limbah (UPL) pada IPAL dilakukan dengan sistem Lagoon
yaitu sistem pengurai (degradasi) bahan organik yang tidak hanya
mengandalkan pada jumlah mikroba, melainkan lebih bertumpu pada
waktu tinggal (Retention time). Alasan menggunakan sistem ini karena
memiliki lahan limbah yang cukup luas dan pengawasan lebih sederhana,
sesuai keputusan Bupati Ogan Ilir No: 388/Kep/PELH/2009 tentang izin
pembuangan limbah cair. Instalasi Pengolahan Air Limbah Unit Usaha
Cinta Manis dilakukan pada kolam-kolam yang sengaja dibuat dengan
fungsi yang berbeda-beda untuk proses pengolahan limbah cair. Secara
umum terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan minyak, pengendapan
berdasarkan gravitasi, perlakuan anaerob, dan perlakuan aerob dengan
pemberian udara. Beberapa pembagian kolam ini mempunyai total volume
kolam 57.605 m
3
. Kolam ini terdiri dari titik inlet, oil trap I, kolam
penyangga, oil trap II, kolam pengendap, kolam anaerob, kolam fakultatif,
kolam aerob, kolam uji, dan titik outlet. Kolam-kolam tersebut memiliki
volume yang berbeda-beda. Oil trap I memiliki volume 3 m
3
, kolam
penyangga memiliki volume 1.172 m
3
, oil trap II memiliki volume 113 m
3
,
kolam pengendap terdiri dari 3 kolam yang memiliki volume yang
berbeda-beda secara berturut-turut 205 m
3
, 185 m
3
, dan 253 m
3
, kemudian
kolam anaerob yang terdiri dari 3 kolam dengan volume yang berbeda
secara berturut yaitu 7.500 m
3
, 17.800 m
3
, dan 7.100 m
3
, selanjutnya
terdapat 2 kolam fakultatif dengan volume masing-masing 8.767 m
3
dan
4.317 m
3
, serta kolam aerob mempunyai volume 9.189 m3 dengan
penambahan oksigen secara aerasi, dan terakhir kolam uji dengan volume
1.000 m
3
. Layout atau Flow Sheet IPAL UU Cinta Manis dapat dilihat
pada Lampiran 2. Diharapkan air limbah yang telah melalui proses IPAL
memiliki pH yang netral agar dapat dilepas atau dialirkan ke lingkungan.
Jika tidak maka dalam proses IPAL perlu ditambahkan kapur pada kolam
inlet agar pH air menjadi netral. Selain itu air dikatakan telah layak untuk
dilepas dilingkungan jika ikan dapat hidup pada kolam uji.


(a) (b)

Gambar 34 (a) IPAL Unit Usaha Cinta Manis (b) Kolam aerob




43

Tabel 6 Unit pengolahan limbah cair Unit Usaha Cinta Manis
N
o
Nama Kolam Jumlah
Kolam
Ukuran Waktu
Tinggal
Fungsi Perlakuan
1 OIL TRAP I

1 Buah

(3,00 x
1,00 x
1,00) = 3
M

4,27 mnt

Menangkap oli

Setiap hari
olinya diambil
dan dibuang ke
bagasse house.

2 PENYANGGA

1 Buah

(33,00 x
22,20 x 1,60)
= 1172,16 M

1,16
Hari

Mengendapkan
lumpur sebelum
masuk kolam
pengandap &
homogenitas
beban
pencemaran


Setiap 3 bulan
lumpur diambil
/ dikeruk

3 OIL TRAP II

1 Buah

(10,50 x 6,50
x 1,65) =
112,61 M

2,67
Jam

Menangkap oli
yang masih
lolos

Setiap 7 hari
diambil olinya

4 PENGENDAP

3 Buah

(21,00 x 6,50
x 1,50) =
204,75 M
(19,00 x 6,50
x 1,50) =
185,25 M
(26,50 x 6,50
x 1,47) =
253,21 M
Jumlah =
643,21 M

15,26
Jam

Mengendapkan
lumpur dan
prndinginan

1. Setiap giling
lumpurnya
dikeruk
2. Pada
inputnya
dibutuhkan
susu kapur

5 ANAEROB

3 Buah

(125,00 x
15,00 x 2,00)
= 3750,00 M
(125,00 x
35,60 x 2,00)
= 8900,00 M
(125,00 x
14,20 x 2,00)
= 3550,00 M

16,02 Hari

Untuk
menguraikan
limbah dengan
kandungan
bahan organik
tinggi

Setiap selesai
giling
lumpurnya
dikeruk pada
kolam yang
mengalami
pendangkalan.

6




FAKULTATIF




2 Buah




Jumlah =
16200 M

(89,00 x
49,50 x 1,99)
12,94 Hari




Penyeseuaian
bakteri dari
anaerob menuju
aerob

Pemberian
kapur untuk
naikkan pH
pada
Kolam outlet
44

N
o



Nama Kolam Jumlah
Kolam
Ukuran


= 8766,95 M

Waktu
Tinggal
Fungsi Perlakuan


Anaerob yang
menuju ke
Kolam
Fakultatif.

7 AEROB

1 Buah

(89,00 x
24,50 x 1,98)
= 4317,39 M
Jumlah =
13084,34 M

9,09 Hari

Menguraikan
bahan organik
dengan bakteri
aerob

Dipasang
aerator Turbo
Jet Aerator
MTO5
sebanyak 6 unit.

8 KOLAM UJI

1 Buah

(89,00 x
59,00 x 1,75)
= 9189,25 M



Tdak
Beraturan
= 1000,00
M
23,73
Jam
Menguji
kualitas limbah
yang keluar
UPLC
Diambil
sampelnya
secara periodik
1. Setiap hari
check PH
outlet
2. Satu minggu
sekali
dianalisa lab
UU
3. Tiga bulan
sekali
dianalisis lab
Bapeda TK I
Palembang

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Sampel air limbah setiap satu bulan sekali dilaporkan ke provinsi untuk
diuji pH, COD, BOD, sulfida, minyak lemak, dan TSS. Berikut tabel hasil uji
yang diperoleh dari sampel air limbah Unit Usaha Cinta Manis berdasarkan
peraturan menteri lingkungan hidup No. 5 tahun 2010 dengan perameter yaitu:











45

Tabel 7 Pengujian limbah cair PG Cinta Manis (Juni 2012)
No Parameter Satuan
Kadar
Maksimal
(Permen LH)
Hasil Analisis Kolam
Uji
1 pH Unit 6,0-9,0 7,2
2 BOD mg/l 60 20,5
3 COD mg/l 100 46,7
4 TSS mg/l 50 4,5
5 Minyak dan Lemak mg/l 5 2,5
6 Sulfida (H
2
S) mg/l 0,5 0,002
Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

2. Penerapan Sistem Water Treatment dan Pemanfaatan Kembali (Reuse)
Unit Usaha Cinta Manis dalam melaksanakan proses produksi nya
menggunakan steam atau uap untuk memanaskan bejana pemanas pada
juice heater, evaporator, dan vacuum pan yang akan menghasilkan air
kondensat atau pun air kondensor (air jatuhan). Air ini masih memiliki
suhu yang panas sehingga perlu dilakukan sistem sirkulasi pendinginan
agar nantinya memiliki suhu yang normal dan dapat dimanfaatkan kembali
sebagai air boiler maupun air jatuhan. Sistem sirkulasi pendinginan ini
dilakukan oleh unit Water Treatment Unit Usaha Cinta Manis. Pada unit
ini pendinginan air kondensor atau air jatuhan dilakukan dengan
mengalirkan air tersebut ke rawa untuk proses pendinginan secara alami.
Kemudian air pada rawa dipompa kembali menuju cooling water dan
springer pound untuk proses pendinginan lanjutan agar tercapai suhu yang
baik digunakan sebagai air jatuhan. Dengan dilakukannya proses sirkulasi
pendinginan dan pemanfaatan kembali air kondensor dapat menghemat
penggunaan air sumber untuk kegiatan produksi. Selain itu dengan sistem
ini menghindari peningkatan debit air pada unit IPAL karena aliran parit
yang terpisah.

3. Penerapan Pemisahan Oli dengan Kolam Oil Trap
Sebagian besar alat atau mesin-mesin yang digunakan dalam proses
produksi menggunakan oli atau minyak pelumas guna memperlancar
sistem penggerak pada mesin atau alat agar dapat bekerja dengan optimal.
Namun pada sebagian alat atau mesin tersebut sistem penggeraknya tidak
tertutup sehingga dapat menimbulkan tumpahan oli atau minyak pelumas
menjadi LB3. Tumpahan oli atau minyak pelumas ini nantinya dibersihkan
dengan cara menyemprotkan air dan mengalirkannya ke aliran parit yang
menuju IPAL. Agar lebih mudah dilakukannya treatment pada IPAL maka
oli atau tumpahan minyak pelumas yang bercampur dengan air dipisahkan
terlebih dahulu pada kolam Oil Trap. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2
unit kolam oil trap. Oli atau minyak pelumas yang bercampur dengan air
mengalir pada parit menuju ke kolam oil trap dengan ukuran PLT (3x1x1)
m dan volume 3 m
3
. Oli dan air dipisahkan dengan prinsip gaya gravitasi
dimana air memiliki massa jenis yang lebih berat dibandingkan dengan oli.
Sehingga oli terletak di atas permukaan dan air dibawah. Kemudian oli
46

tertahan pada oil trap dan air terus mengalir menuju ke unit IPAL. Oli
yang tertahan pada oil trap kemudian diambil secara manual oleh tenaga
kerja yang kemudian ditampung dalam tangki kusus penampungan oli
bekas pada gudang LB3. Sebagian oli yang ditampung digunakan kembali
untuk minyak pelumas mesin-mesin produksi dan sebagian besarnya di
ambil secara teratur oleh kontraktor pihak ke tiga dari kantor pusat untuk
diolah kembali.

4. Monitor Aliran Parit Limbah Cair pada Pabrik
Parit merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pendukung
pengolahan limbah cair. Karena parit merupakan tempat pembuangan
limbah cair dari setiap stasiun produksi yang dapat dibuat dalam pabrik.
Pada Unit Usaha Cinta Manis parit limbah cair dibagi menjadi 2 bagian
yaitu, parit limbah cair tecemar dan parit limbah cair tidak tercemar. Parit
limbah cair tercemar merupakan parit-parit yang digunakan untuk
mengalirkan limbah cair yang terdapat pada setiap stasiun proses yang
rentan terhadap cemaran seperti tumpahan nira, susu kapur, oli bekas, air
pembersih lantai pabrik, air sisa skrapan juice heater, evaporator, air
pembuangan laboratorium serta semua air yang mengandung gula dan
bahan kimia lainnya. Limbah cair tercemar ini dialirkan melalui parit
limbah tercemar menuju ke unit IPAL untuk dilakukan treatment dan tidak
membahayakan jika dilepas pada lingkungan. Selanjutnya parit limbah cair
tidak tercemar merupakan parit-parit yang digunakan untuk mengalirkan
limbah cair yang terdapat pada setiap stasiun pemurnian, evaporator dan
kristalisasi yang menghasilkan air kondensat, air kondensor atau air
jatuhan yang tidak mengandung gula dan bahan kimia lainnya. Limbah
cair ini dialirkan melalui parit limbah tidak tercemar menuju rawa yang
nantinya akan dipompakan kembali menuju ke cooling water dan springer
pound untuk didinginkan serta digunakan kembali. Pengecekan parit
limbah cair tercemar dan tidak tercemar pada Unit Usaha Cinta Manis
dilakukan secara teratur berupa pembuangan tanah atau kotoran yang
mengendap pada parit-parit. Sehingga aliran limbah cair pada parit tetap
lancar dan tidak meluap kepermukaan.


Limbah Gas
Unit Usaha Cinta Manis memiliki beberapa sumber gas yang dapat
mecemari lingkungan jika tidak dilakukan penanganan dan uji keamanan gas yang
dihasilkannya. Sumber limbah gas ini terdiri dari 2 cerobong boiler, 2 cerobong
sulfur tank, dan 4 cerobong generator setting (Genset) dengan penyempurnaan
gas scrubber. Penanganan limbah gas pada cerobong boiler dilakukan dengan
penggunaan alat dust collector yang terpasang didalam tabung pemisah abu, pasir,
dan gas sisa pembakaran yang berbentuk seperti cyclone. Dust collector berfungsi
untuk menangkap debu pembakaran yang terdiri dari abu dan pasir yang dihisap
oleh Induce Fan sehingga jatuh pada rantai dan tidak terbawa oleh gas
pembakaran yang di lepas atau dihembus ke udara oleh Force Draf Fan. Selain itu
didalam tabung pemisah ini dilengkapi dengan alat pengihasap debu pembakaran.
47

Partikel debu seperti abu dan pasir yang memiliki berat lebih besar dibandingkan
gas pembakaran akan jatuh pada dust collector sehingga gas pembakaran yang
dilepas tidak mencemari lingkungan dan mengurangi penurunan kualitas udara
serta partikulat.
Debu pembakaran yang berupa abu dan pasir yang jatuh pada rantai
kemudian diberi air siraman yang berfungsi untuk menggumpalkan abu dan pasir
sehingga dapat dibawa menuju belt conveyor yang akan ditampung oleh truk
penampung. Analisa udara emisi Unit Usaha Cinta Manis dapat dilihat pada
Lampiran 3.


(a) (b)

Gambar 35 (a) Cerobong boiler (b) Cerobong genset

Selain itu juga dilakukan uji keamanan gas buang atau yang dihasilkan
secara berkala yaitu 2 kali uji dalam 1 tahun. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur khusus cemaran gas atau udara. Pada setiap cerobong
pembuangan gas pada boiler, sulfur tank, dan generator setting terdapat lubang
untuk memasukkan alat tersebut guna mengambil sampel gas buang yang
dihasilkan. Sehingga dapat terukur cemaran gas yang dihasilkan. Hasil analisa
udara emisi, ambient dibuat oleh instansi yang berwenang. Laporan hasil analisa
tersebut dilaporkan setiap 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali dalam bentuk laporan
RKL-RPL ke : Asdep Pengendalian Pencemaran Agroindustri Kementerian
Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Provinsi, Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten, Kantor Distrik dan Bagian Pengolahan. Berikut metode dan
hasil analisa sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 6 tahun
2012, Kep. 50/MEN-LH/1996, SNI 19-7117-11 2005.












48

Tabel 8 Data kualitas udara ambient Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)
No Parameter Lokasi Baku Mutu Lingkungan
PP. No. 41 Tahun 1999 1 2 3
1 Sulfur dioksida
(SO2)
12 22 20 365 ug/Nm
3

2 Karbon monoksida
(CO)
223 610 235 10.000 ug/Nm
3

3 Nitrogen dioksida
(NO2)
27 27 17 150 ug/Nm
3

4 Oksidan (O3) ttd ttd Ttd 235 ug/Nm
3

5 Hidro carbon (HC) ttd ttd Ttd 160 ug/Nm
3

6 Debu (TSP) 64 148 78 230 ug/Nm
3

7 Plumbum (Pb) ttd ttd Ttd 2 ug/Nm
3

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Keterangan :
a. Titik 1 200 meter dari Pabrik arah tenggara/depan Mess UU Cinta Manis
(Ambient)
S : 03 26 23,1 E : 104 40 05,9
b. Titik 2 200 meter dari Pabrik arah utara/halaman Stasiun Pompa Rawa
(Kawasan Industri)
S : 03 26 04,2 E : 104 40 59,4
c. Titik 3 300 meter dari Pabrik/Perumahan Karyawan (Ambient)
S : 03 26 19,1 E : 104 40 53,4


LB3 (Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun)
Semua mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi
maupun pendukung (utilitas) Unit Usaha Cinta Manis tidak terlepas dari
penggunaan oli atau minyak pelumas yang digunakan untuk menjalankan mesin
atau peralatan juga memperlancar sistem gerak pada mesin dan peralatan tersebut.
Sehingga dapat menghasilkan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
berupa oli atau minyak pelumas bekas. Selain itu terdapat LB3 lain yang
dihasilkan yaitu ACU bekas, lampu bekas, kertas saring dan lain-lain. Pada Unit
Usaha Cinta Manis pengelolaan LB3 mencakup kegiatan produksi, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan LB3.
Selain itu penanganan LB3 juga dilakukan dengan penyediaan Tempat
Penyimpanan Sementara (TPS) LB3 yang berfungsi untuk tempat penyimpanan
sementara LB3 (maksimal 90 hari) dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang telah
berlaku dan telah mendapat izin dari Badan Lingkungan Daerah. Limbah B3 yang
telah terkumpul pada TPS secara berkala diambil oleh kontraktor pihak ke tiga
yang telah mendapat izin dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dari pusat.

49

1. Oli Bekas
Oli bekas merupakan salah satu LB3 yang dihasilkan dari tumpahan oli
atau minyak pelumas mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses
produksi. Tumpahan oli atau minyak pelumas ini bercampur dengan air
sehingga harus dipisahkan dalam kolam pemisah atau oil trap. Oli bekas
yang telah terpisah ditampung dari sumbernya dengan menggunakan
wadah jerigen atau ember. Kemudian ukur volume oli bekas (liter) yang
dihasilkan dengan menggunakan alat takar. Oli bekas tersebut kemudian
dibawa ke Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3. Dipastikan
tidak ada oli bekas yang tercecer selama membawa oli bekas dari sumber
ke TPS limbah B3. Jika ada ceceran oli bekas, segera bersihkan dengan
kain majun, pasir atau serbuk gergaji. Masukkan oli bekas yang sudah
diketahui volumenya ke kemasan drum di dalam TPS limbah B3.
Sebelumnya dipastikan drum yang digunakan dalam kondisi baik, tidak
bocor, berkarat atau rusak. Drum disimpan selalu dalam kondisi tertutup
rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau
pengambilan limbah didalamnya. Beri simbol mudah terbakar dan label
pada kemasan drum oli bekas. Selanjutnya catat volume oli bekas yang
masuk ke TPS limbah B3 pada log book limbah B3 harian. Aktivitas
pengelolaan oli bekas dicatat selama periode 3 (tiga) bulan pada neraca
limbah B3 untuk dilaporkan ke Asdep Pengelolaan B3 dan limbah B3
Manufaktur dan agroindustri Kementerian Lingkungan Hidup dalam
bentuk laporan RKL-RPL. Periksa kondisi kemasan limbah B3 setiap
seminggu sekali dan catat pada monitoring pemeriksaan kondisi kemasan.
Sehingga oli bekas dapat ditangani dengan baik.

2. Accu, Kertas Saring (Pb-Acetat) dan Lampu TL Bekas
Selain oli bekas, terdapat LB3 yang dihasilkan oleh mesin dan peralatan
berupa accu bekas. Accu bekas juga diperoleh dari kendaraan dan traktor
yang digunakan untuk kegiatan atau aktivitas di pabrik. Selain itu terdapat
LB3 berupa kertas saring yang dihasilkan dari sisa proses uji dalam
laboratorium dan lampu TL bekas yang digunakan untuk penerangan
dalam pabrik dan lingkungan sekitar. Penanganan dilakukan dengan
mengambil accu, kertas saring (Pb Acetat) atau lampu TL bekas dari
sumbernya dan bawa ke TPS limbah B3. Limbah B3 tersebut kemudian di
masukkan ke dalam kemasan masing-masing sesuai jenis dan
karakteristiknya. Selanjutnya diberi simbol dan label pada masing-masing
kemasan sesuai jenis dan karakteristiknya. Kemudian pada logbook limbah
B3 harian dicatat tanggal masuknya ke TPS limbah B3. Setiap jenis dan
karakteristik limbah B3 harus dipisahkan dengan jelas penempatannya di
TPS. Catat aktivitas pengelolaan accu, kertas saring dan lampu TL bekas
selama periode 3 (tiga) bulan pada neraca limbah B3 untuk dilaporkan ke
Asdep Pengelolaan B3 dan limbah B3 Manufaktur dan agroindustri
Kementerian Lingkungan Hidup dalam bentuk laporan RKL-RPL. Dan
terakhir periksa kondisi kemasan limbah B3 setiap seminggu sekali dan
catat pada monitoring pemeriksaan kondisi kemasan.


50

3. Pengelolaan TPS LB3
Tempat penyimpanan sementara LB3 merupakan salah satu sarana
pengolahan LB3 yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis. Pengelolaan
TPS LB3 juga dilakukan dengan pembersihan secara teratur pada areal
sekitarnya. Pemasangan simbol berbahaya, tanda peringatan, SOP
tanggap darurat, SOP penyimpanan, APAR, sarana P3K, lonceng, eye
washer, dan posisi geografis lokasi TPS limbah B3 berupa titik koordinat
dengan media plang juga dilakukan. Pemisahan/pengelompokkan setiap
kemasan penampung limbah B3 sesuai dengan jenis dan karakteristiknya
juga dilakukan serta selalu memastikan agar izin penyimpanan sementara
limbah B3 tidak habis berlakunya sehingga LB3 yang terdapat dalam TPS
tidak menimbulkan cemaran bagi lingkungan.


Gambar 36 TPS LB3 Unit Usaha Cinta Manis

Kebisingan dan Getaran
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi tentu
menghasilkan suara yang dapat menyebabkan kebisingan jika berlebihan.
Sehingga dapat mengganggu jalannya aktivitas karyawan dalam bekerja. Pada
Unit Usaha Cinta Manis terdapat beberapa sumber kebisingan diantaranya yaitu
stasiun mill. kebisingan ini dihasilkan oleh turbin penggerak roll-roll gilingan
pada stasiun mill. Tingkat kebisingan ini masih dalam batas aman untuk
pendengaran. Namun Unit Usaha Cinta Manis tetap menerapkan prinsip K3 untuk
menghindari kecelakan kerja akibat kebisingan yang dihasilkan dengan
memberikan peraturan pada karyawannya untuk menggunakan ear protector pada
stasiun kerja yang menghasilkan kebisingan.
Selain itu mesin dan peralatan produksi juga dapat menimbulkan getaran
yang dihasilkan dari proses kerjanya. Apabila getaran yang ditimbulkan tidak
ditangani dengan baik maka akan menyebabkan ketidaknyamanan karyawan
dalam bekerja. Pada Unit Usaha Cinta Manis, pabrik terdiri dari 3 hingga 4 lantai
diatas permukaan tanah, hampir semua lantainya terbuat dari besi yang di gabung
menjadi satu kesatuan. Kecuali pada lantai dasar yang memiliki lantai terbuat dari
semen atau ubin. Terdapat beberapa mesin dan peralatan yang dapat menimbulkan
getaran namun tetap dalam batas aman, yaitu vibrating screen dan grasshopper
conveyor pada stasiun penyelesaian. Grasshopper conveyor terletak pada lantai
dasar yang lantainya terbuat dari ubin sehingga tidak menimbulkan getaran yang
begitu tinggi. Sedangkan vibrating screen terletak pada lantai 3 yang terpisah dan
jauh dari stasiun kerja lainnya sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi
51

karyawan yang bekerja. Selain itu juga dilakukan uji kebisingan dan getaran
sesuai dengan data pada tabel berikut.

Tabel 9 Data kebisingan ambient Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)
No Parameter Lokasi Kep. 48/MEN-LH/11/1996
1 2 3 BML
Pemukiman
BML Kawasan
Industri
1 Kebisingan 45,5 52,8 47,7 55 dBA 70 dBA
Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Tabel 10 Data getaran/vibrasi Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)
No Parameter Lokasi Kep.49/MENLH/11/1996
1 2 3
1 Getaran/Vibrasi 0,1 0,1 0,1 4 m/dt
2

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Keterangan :
a. Titik 1 200 meter dari Pabrik arah tenggara/depan Mess UU Cinta Manis
(Ambient)
S : 03 26 23,1 E : 104 40 05,9
b. Titik 2 200 meter dari Pabrik arah utara/halaman Stasiun Pompa Rawa
(Kawasan Industri)
S : 03 26 04,2 E : 104 40 59,4
c. Titik 3 300 meter dari Pabrik/Perumahan Karyawan (Ambient)
S : 03 26 19,1 E : 104 40 53,4


PEMBAHASAN


Good Manufacturing Practices (GMP)
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi
industri pangan, bagaimana cara berproduksi makanan dan minuman yang baik.
GMP merupakan prasarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh
sertifikat sistem HCCP (Hazard Analysis Critical Control Points). GMP telah
menjadi pedoman penuntun bagi produsen makanan dan minuman dengan tujuan
untuk meningkatkan mutu hasil produksinya, dan dengan demikian masyarakat
dapat dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran
makanan yang telah memenuhi syarat.
Good Manufactoring Practices (GMP) merupakan suatu metode atau cara
berproduksi yang baik dan benar dalam rangka menghasilkan produk dengan
mutu yang baik sesuai dengan harapan. Penilaian GMP suatu perusahaan dapat
dilakukan dengan audit GMP yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

52

GMP meliputi delapan persyaratan yaitu :
1. Persyaratan bahan baku
2. Persyaratan bahan pembantu dan tambahan (food additives)
3. Persyaratan produk akhir
4. Persyaratan penanganan
5. Persyaratan pengolahan
6. Persyaratan pengemasan
7. Persyaratan penyimpanan
8. Persyaratan pengangkuatan dan distribusi.


Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan persyaratan
dasar yang ditetapkan untuk penerapan HACCP. Penerapan program persyaratan
dasar ini harus didokumentasikan dalam Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPO
Sanitasi) atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). SSOP adalah
prosedur tertulis dimana proses pembuatan pangan harus diproduksi dalam
kondisi dan cara yang saniter. Sanitasi dalam prakteknya, meliputi kegiatan-
kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk
pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik termasuk lingkungannya, serta kesehatan
pekerja. Program sanitasi harus terencana, paksaan aktif dan dapat diawasi secara
efektif. Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP karena berisi
tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan
GMP dapat dimonitor, dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain,
verifikasi, dan dokumentasi.
Delapan faktor penting yang harus dicakup pada pelaksanaan penyusunan
SSOP adalah keamanan air; keadaan dan kebersihan permukaan yang kontak
dengan makanan; pencegahan kontaminasi silang; fasilitas kebersihan;
pencegahan adulterasi; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa dan
bahan berbahaya; kesehatan pekerja; serta pencegahan hama.


Keamanan Air
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan
keamaan air adalah: suplai air aman untuk air yang kontak dengan makanan atau
dengan permukaan yang kontak dengan makanan, suplai air aman untuk
pembuatan susu, serta tidak ada kontaminasi silang antara lain yang dapat
diminum dengan air yang tidak dapat diminum.


Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan
Sanitasi peralatan termasuk kedalam sanitas permukaan yang kontak
dengan makanan. Permukaan yang kontak dengan makanan tidak boleh
mengandung toksik, tidak menyerap, tahan karat, inert (tidak bereaksi), dan
53

mudah dibersihkan. Langkah-langkah pembersihan dan sanitasi, yang mencakup
jenis dan konsentrasi pembersih atau sanitaiser, harus dicantumkan.


Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang yang sering terjadi banyak diakibatkan oleh praktek-
praktek pekerja yang tidak saniter. Oleh karena itu, pekerja harus mengetahui cara
mencegah kontaminasi silang, memisahkan bahan mentah dengan produk. Tata
letak industri harus dapat mencegah kontaminasi silang. Selain itu juga harus
dijamin adanya pemisahan dan perlindungan produk selama penyimpanan,
pembersihan, dan sanitasi daerah penanganan atau pengolahan pangan serta
peralatan ditangani dengan baik.


Fasilitas Kebersihan
Kebersihan adalah salah satu faktor penting dalam pemeliharaan sanitasi.
Oleh karena itu, perusahaan harus menjamin kelengkapan dan kondisi kebersihan
fasilitas cuci tangan, fasilitas sanitasi tangan serta toilet.


Pencegahan Adultrasi
Tindakan ini ditujukan untuk menjamin bahwa pangan, pengemas pangan,
dan permukaan yang kontak dengan makanan terlindung dari berbagai cemaran
mikrobiologi, kimia, dan fisik, termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa
pembersih, sanitaiser, kondensat dan cipratan dari lantai.


Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya
Tindakan ini mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang digunakan pada
bahanbahan kimia yang digunakan, baik untuk proses produksi maupun
pembersihan, desinfeksi dan sebagainya.

Kesehatan Pekerja
Suatu industri pangan harus menjamin pengelolaan pekerja, terutama yang
didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit serta luka yang mungkin menjadi
sumber cemaran mikroba.

Pencegahan Hama
Pencegahan hama ditujukan untuk menjamin bahwa tidak ada hama di
fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, serta
penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama.
54



Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)


Bangunan
Bangunan pabrik Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari ruang proses dan
ruang pelengkap. Ruang proses merupakan ruangan untuk berlangsungnya proses
produksi, sedangkan ruangan pelengkap merupakan ruangan yang digunakan
untuk keperluan administrasi, laboratorium, dan servis (kamar mandi, toilet, ruang
mencuci dll). Tata letak mesin satu dengan mesin lain terdapat space sehingga
memudahkan dalam pembersihan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan
pekerja, serta alat mudah diawasi. Bila pengawasan mudah dilakukan maka jika
terdapat produksi yang tidak berjalan dengan efektif dapat segera dilakukan
evaluasi dan perbaikan. Jarak antar peralatan dapat disesuaikan dengan jenis
resiko yang dapat ditimbulkan dari mesin tersebut.
Misalnya dapur pembakaran boiler memiliki jarak yang lebih jauh dari
mesin lain jika dibandingkan dengan mesin gilingan atau mesin proses lainnya.
Hal ini dikarenakan dapur pembakaran boiler menimbulkan panas yang tinggi
sehingga memiliki resiko yang lebih besar dari pada mesin gilingan atau mesin
proses lainnya karena tidak mengeluarkan panas yang berlebih.
Peletakan peralatan dalam ruang proses produksi gula kristal putih di Unit
Usaha Cinta Manis ini telah efektif. Hal ini dapat dilihat dari aliran proses setiap
stasiun yang telah tepat. Produk akhir yaitu gula kristal putih terletak paling
belakang atau akhir dari seluruh proses yang langsung menuju sugar bin untuk
pengemasan dan penggudangan sehingga saat keluar pabrik tidak melewati tahap
proses sebelumnya. Pengaturan proses yang demikian untuk menghindari adanya
cross contamination. Namun pada ruang administrasi atau kantor terdapat ruang
dapur yang bersebelahan langsung dengan kamar mandi sehingga berpotensi
menimbulkan kontaminasi silang. Sebaiknya ruang dapur dipindah dan kamar
mandi selalu dibersihkan setiap hari.














Gambar 37 Diagram alir aktivitas produksi UU CIMA
S.
PENDA
HULUA
MEJA
TEBU
S. MILL
S.EVAP
ORATO
R
S.
BOILER
S.
PEMUR
NIAN
S.
PUTER
AN
S.
KRISTA
LISASI
POWER
HOUSE
GUD.
AMPAS
INSTRU
MENT
WATER TREATMENT
S.
PENYEL
ESAIAN
GUDANG
GULA
KANTO
R
TANG
KI
TETES
IPAL
BESALI
55



Fasilitas Sanitasi
Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2 sumber air yang digunakan dalam
kegiatan proses produksi nya yaitu, air sungai yang telah di treatment pada bagian
water treatment dan air jatuhan atau kondensor yang telah disirkulasi melalui
pendinginan pada cooling tower dan springer pound.
Selanjutnya untuk pengolahan limbah Unit Usaha Cinta Manis memiliki
Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) untuk pengolahan limbah cair dengan
jumlah kolam Oil Trap 1 unit, kolam pengendap 4 unit, kolam anaerob 3 unit,
kolam aerob 3 unit, kolam uji 1 unit dan aerator dengan jumlah 6 unit. Untuk
limbah bahan berbahaya dan beracun disimpan dalam 1 unit gudang khusus.
Selain itu untuk limbah padat yang dihasilkan berupa blotong dan abu sisa
pembakaran boiler di tumpuk pada satu tempat dilahan untuk diolah menjadi
pupuk kompos.

Alat Produksi
Alat dan mesin yang digunakan di pabrik Unit Usaha Cinta Manis dibuat
sesuai dengan persyaratan teknik. Alat dan mesin dirancang sesuai dengan
kebutuhan proses dan disesuaikan dengan kondisi bangunan serta karyawan
sehingga pada penggunaannya dapat menunjang kelancaran proses produksi. Alat
dan mesin dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan guna proses
pembersihan. Berikut jenis-jenis alat dan mesin yang digunakan pada setiap
stasiun pada Unit Usaha Cinta Manis :

A. Cane Yard
1. Cane Lifter
Berfungsi sebagai alat penuang tebu yang diangkut atau dibawa oleh
NCT (traktor) kedalam meja tebu serta dijalankan oleh operator. Alat
ini berbentuk seperti lift yang menarik sisi kiri NCT ke atas sehinga
tebu terbongkar pada sisi kanan NCT dan masuk dalam meja tebu. NCT
memiliki kapasitas 4 ton tebu. NCT ini merupakan sub kontrak antara
kontraktor dan Unit Usaha Cinta Manis dengan jumlah 24 unit. Selain
itu NCT juga dapat mengurangi biaya angkut karena digunakan untuk
mengangkut tebu semi mekanis yang diangkut oleh traktor, bukan
buruh angkut. Namun NCT memiliki kekurangan yaitu kurang
efisiennya dalam pembongkaran tebu oleh cane lifter dibandingkan
dengan alat-alat lain pada cane yard. Hal ini disebabkan karena banyak
tebu yang terjatuh saat pembongkaran kedalam meja tebu. Sehingga
tebu-tebu yang terjatuh terlindas oleh NCT lain yang melakukan
pembongkaran selanjutnya.

2. Truck Tipper
Berfungsi sebagai alat penuang tebu yang diangkut atau dibawa oleh
truk kecil maupun besar. Alat ini berbentuk seperti pendorong ke atas
dengan sudut 45 yang menggunakan pompa hidrolik untuk proses
56

pendorongannya serta dijalankan oleh operator. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki 3 unit truck tipper, 2 unit untuk truk besar atau kecil
dan 1 unit untuk truk kecil. Truk besar memiliki kapasitas angkut 9
ton tebu dan truk kecil memiliki kapasitas 7 ton tebu. Truck tipper
memiliki tingkat efisien yang lebih baik diantara alat-alat cane yard lain
dalam proses pembongkaran tebu ke meja tebu. Karena tebu yang
dibongkar 99 % masuk dalam meja tebu. Namun disisi lain truk tipper
memiliki kekurangan dalam bentuk pengantrian pembongkaran karena
membutuhkan cukup waktu dalam prosesnya.

3. Cane Stacker (Grounded)
Berfungsi sebagai alat pendorong tebu pada cane yard hasil tumpukan
atau pembongkaran tebu oleh truk kecil, truk besar maupun NCT yang
dijalankan oleh operator. Alat ini berupa traktor yang memiliki penjepit
tebu yang cukup besar pada bagian depannya. Sehingga dapat menjepit
dan mendorong tebu masuk dalam meja tebu. Unit Usaha Cinta Manis
memiliki 1 unit grounded dan 3 unit cane stacker. Grounded memiliki
kekurangan dalam proses kerjanya, dimana saat mendorong tebu pada
cane yard menuju ke meja tebu terdapat tanah, pasir, daun tebu atau
kotoran lain yang terbawa dan masuk dalam meja tebu. Tanah, pasir
atau kotoran lain yang terbawa dan masuk dalam penggilingan nantinya
akan mempengaruhi kualitas ampas yang dihasilkan oleh stasiun mill.
Karena ampas yang banyak mengandung tanah atau pasir dapat
membuat pembakaran dalam boiler kurang baik maupun menyebabkan
kerusakan pada boiler.

B. Stasiun Mill
1. Cane Cutter I
Berfungsi untuk memotong-motong tebu yang pertama masuk pada
stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu sepanjang 10
cm. Cane cutter I memiliki panjang rotor 1980 mm dengan diameter
rotor 1500 mm. Selain itu memiliki jumlah pisau 40 buah dengan jarak
antar pisau 520 mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan
kekuatan 298 kw. Pengecekan dan pembersihan secara berkala harus
dilakukan pada cane cutter I agar dapat menghasilkan potongan tebu
sesuai dengan stadar. Hal ini dapat dilihat dengan pengujian nilai PI
(preparation indeks) dari potongan tebu yang dihasilkan. Semakin
tinggi nilai PI maka cane cutter I bekerja dengan maksimal. Jika nilai
PI menurun maka cane cutter I telah mengalami penurunan kinerja
yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu telah tumpulnya
pisau-pisau pemotong tebu pada cane cutter I. Sehingga dibutuhkan
penggantian secara berkala pada pisau-pisau cane cutter I agar selalu
dapat menghasilkan potongan sesuai standar.

2. Cane Cutter II
Berfungsi untuk memotong-motong tebu hasil potongan cane cutter I
pada stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu sepanjang
5 cm. Cane cutter II memiliki panjang dan diameter rotor yang sama
57

dengan cane cutter I. Namun terdapat perbedaan pada jarak antar pisau
yaitu 120 mm dengan jumlah pisau yang sama. Cane cutter II
digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 500 hp. Pengecekan
dan pembersihan secara berkala harus selalu dilakukan untuk menjaga
nilai PI yang dihasilkan dengan mengganti secara teratur pisau-pisau
yang telah tumpul.

3. Semi Hammer Shredder
Berfungsi untuk memotong dan menumbuk tebu hasil potongan cane
cutter II pada stasiun pendahuluan agar menghasilkan potongan tebu
sepanjang 2,5 cm. Semi hummer shredder memiliki panjang dan
diameter yang sama dengan CC I dan CC II. Memiliki jumlah pisau
sebanyak 64 buah dengan jarak antar hummer dan unfill 30 mm yang
digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 800 ph. Pada SHS
juga diperlukan adanya pengecekan dan pembersiahan secara berkala
agar menghasilkan nilai PI > 85 %.

4. Roll Gilingan
Berfungsi untuk menggiling potongan-potongan tebu dari stasiun
pendahuluan yang berupa serat-serat tebu agar nira dalam serat dapat
terperah. Sehingga dihasilkan nira mentah serta ampas sebagai bahan
bakar boiler dengan pol rendah dan zat kering tinggi. Pada Unit Usaha
Cinta Manis terdapat 5 set mill tandem dengan dilengkapi roll-roll
pengumpan. Unit pressure feeder terdapat pada mill no. I dan V, serta
unit four roll pada mill no. II, III, dan IV. Masing-masing roll gilingan
memiliki panjang 1980 mm dengan diameter 1000 mm. Dengan tinggi
grove 47 mm dan jarak antar grove 52 mm. Bahan shaft dibuat dari baja
ASSAB 705. Setiap mesin gilingan digerakkan oleh turbin penggerak
merek SNM dengan daya 650 hp dan memiliki suhu 325C. Serta
mempunyai inlet pressure 18 kg/cm
2
dan back pressure 1,0 kg/cm
2

dengan rated speed 4500 rpm. Pada gilingan V terdapat penambahan air
imbibisi dengan suhu 70-90C yang berfungsi untuk melarutkan nira
atau kandungan gula yang masih tersisa pada ampas tebu. Jika suhu air
imbibisi > 90C maka akan menyebabkan terjadinya reduksi pada gula
atau sukrosa dalam serat tebu dan melarutkan senyawa-senyawa lain
seperti zat lilin dll. Zat lilin yang terlarut akan menyebabkan roll
gilingan licin sehingga terjadi slip. Maka dibutuhkan pengecekan
berkala baik pada roll gilingan maupun air imbibisi yang diberikan.

C. Stasiun Pemurnian
1. Sand Catcher
Berfungsi untuk memisahkan atau menangkap kotoran pada nira
mentah seperti pasir dan ampas. Terdiri dari 2 bagian yaitu bak pasir
dan cyclon. Bak pasir mempunyai penjang 3000 mm dan lebar 1488
mm. Dengan tinggi 2000 mm dan volume 8,9 m
3
. Selanjutnya cyclon
memiliki diameter 800 mm dengan tinggi total 3135 mm.


58

2. Timbangan Nira Mentah
Berfungsi untuk mengetahui berat nira mentah dengan menimbang nira
mentah dari stasiun mill. Timbangan nira mentah ini memiliki kapasitas
5 ton dengan akurasi 1/200 yang terbuat dari mild steel . Sehingga
dibutuhkan pembersihan secara berkala agar tidak terjadi karatan pada
timbangan yang dapat menyebabkan kontaminasi pada nira mentah.

3. Juice Heater I
Berfungsi untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada
defekator dan sulfitasi pada temperatur tertentu. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki juice heater I sebanyak 3 unit dengan luas permukaan
240 m
2
. Sirkulasi sebanyak 16 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes
3994 mm. Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm
dengan panjang 3994 mm. Nira mentah dipanaskan sampai temperatur
75C. Juice heater menggunakan sistem pemanasan heat exchanger
berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang menghantarkan panas
secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan secara berkala
dilakukan pada setiap juice heater agar proses pemanasan dapat
berjalan dengan maksimal.

4. Pre Liming Tank
Berfungsi untuk menaikkan pH pada nira mentah menjadi 7,0-7,2.
Memiliki diameter 2600 mm dengan tinggi 3500 mm serta diameter
P.jiwa 1900 mm. Membutuhkan waktu proses selama 3 menit dengan
putaran 165 rpm. Pada proses ini dilakukan pemberian susu kapur untuk
menaikkan pH nira mentah. Pemberian susu kapur dilakukan melalui
alat pengontrol pH yang dikedalikan oleh seorang operator. Sehingga
dibutuhkan pengawasan khusus oleh operator agar pH yang diharapkan
tercapai.

5. Secondary Liming Tank
Berfungsi untuk menaikkan pH pada nira mentah menjadi 8,5-10,5.
Memiliki diameter 1500 mm dengan tinggi 2000 mm serta diameter
P.jiwa 1100 mm. Membutuhkan waktu proses selama 15 detik dengan
putaran 165 rpm. Pada proses ini dilakukan pemberian susu kapur untuk
menaikkan pH nira mentah seperti halnya dengan pre liming yang di
kontrol melalui alat pengontrol pH yang dikedalikan oleh seorang
operator yang sama. Sehingga dibutuhkan pengawasan khusus oleh
operator agar pH yang diharapkan tercapai.

6. Rotary Sulfur Furnance
Berfungsi untuk membakar belerang untuk memperoleh gas SO
2
.
Memiliki panjang 2400 mm dan diameter 1000 mm. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki 2 unit RSF yang digunakan dalam pembakaran
belerang. Menggunakan bahan berupa besi yang dilengkapi dengan air
siraman untuk menurunkan suhu RSF agar tetap dapat dikontrol.


59


7. Lime Slicker
Berfungsi untuk mereaksikan pembutan susu kapur dan sebagai tempat
pemadaman kapur. Kapur yang tidak bereaksi akan tertahan dalam lime
sliker. Memiliki diameter 1250 mm dan panjang 5000 mm. Digerakkan
oleh motor dengan daya 2,2 kW dan putaran 6 rpm. Alat ini berbentuk
silinder yang horizontal dengan kemiringan 5o, dimana air dan kapur
dimasukkan dari daerah yang lebih tinggi. Lime sliker ini diputar
dengan kecepatan diatas. Air yang digunakan adalah air kondensat
dengan suhu sekitar 80oC. Sebelum dikirim ke tangki penampungan,
susu kapur dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang terbawa dalam
kapur pada bak clasifier dengan menggunakan sistem penggaruk. Susu
kapur kemudian ditampung pada tangki penampungan yang berjumlah
dua tangki dan selanjutnya dipompakan ke tangki pengenceran.

8. Cake Bunker
Berfungsi untuk menampung menampung blotong yang dihasilkan
Rotary Vacuum Filter dan dibawa truk ke lahan. Memiliki kapasitas 20
m
3
dengan lebar 3500 mm, panjang 4000 mm dan tinggi 4550 mm.
Sehingga sisa proses filter dapat tertampung dan tidak jatuh atau
tumpah.

9. Sulfitator Nira Mentah
Berfungsi untuk memucatkan nira dengan menggunakan gas SO
2
sehingga pH nira menjadi netral. Memiliki tinggi 7200 mm dan
diameter 1000 mm dengan prinsip aliran kontak counter current guna
memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna. Gas SO
2

dialirkan dari bawah sedangkan nira mentah dialirkan dari atas dan
turun melalui 9 tray yang terdapat dalam RSF. Gas SO
2
yang tidak
bereaksi langsung dibuang ke udara.

10. Juice Heater II
Berfungsi untuk mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada
defekator dan sulfitasi pada temperatur tertentu. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki juice heater II sebanyak 4 unit dengan luas permukaan
240 m
2
. Sirkulasi sebanyak 16 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes
3994 mm. Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm
dengan panjang 3994 mm. Nira mentah dipanaskan sampai temperatur
110C. Juice heater II juga menggunakan sistem pemanasan heat
exchanger berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang
menghantarkan panas secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan
secara berkala dilakukan pada setiap juice heater agar proses
pemanasan dapat berjalan dengan maksimal.

11. Single Tray Clarifier
Berfungsi untuk menjernihkan nira melalui pengendapan kotoran.
Memiliki kapasitas sebesar 470 m3 dengan diameter 10360 mm dan
tinggi 5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5 kW. Dilakukan
60

penambahan flokulan untuk membuat kotoran menjadi kompak
sehingga mudah untuk mengendap. Pengendapan dilakukan pada
kondisi yang tenang agar proses pemisahan antara nira jernih dan nira
kotor dapat berjalan dengan maksimal.

12. Rotary Vacuum Filter
Berfungsi untuk memisahkan antara nira tapis dan blotong. Memiliki
filter area 52 m
2
dengan diameter drum 3050 mm dan panjang drum
5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5 kW. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki RVF sebanyak 3 unit. Sistem vakum yang digunakan
melalui dua tahap yaitu low vakum, digunakan untuk menarik blotong
agar menempel pada permukaan RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan
high vakum yang digunakan untuk mengurangi kadar air serta gula yang
terkandung dalam blotong dengan entalpi sebesar 35-40. RVF
dilengkapi dengan siraman air yang berada diatas RVF berfungsi untuk
mengurangi jumlah pol dari blotong.

D. Stasiun Evaporator
1. Evaporator
Berfungsi untuk menguapkan air yang terkandung dalam nira encer atau
jernih sebanyak-banyaknya dengan menggunakan uap bekas atau uap
nira yang diberikan secara paralel maupun seri secara tidak langsung
melalui pipa-pipa calandria. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 8 unit
evaporator dengan menggunakan sistem quadruple effect. Dimana
setiap 1 kali pemberian uap panas dapat menguapkan sebanyak 4 kg
air. Lima unit evaporator memiliki luas penampang 1500 LP dan tiga
unit evaporator memiliki luas penampang 1200 LP dengan diameter
badan masing-masing 4300 mm. Setiap badan evaporator memiliki
suhu yang berbeda. Badan 1-4 memiliki suhu secara berurutan yaitu
120C, 80-100C, 70C, dan 65C. Setiap unit evaporator dilakukan
pembersihan atau yang disebut dengan skrap secara teratur untuk
membersihkan kotoran atau kerak yang terdapat dalam evaporator.
Skrap dilakukan secara bergantian dengan mengunakan karmand pada
evaporator agar proses penguapan dapat berjalan maksimal. Proses
penguapan maksimal dapat ditandai dengan brix nira kental yang
dihasilkan adalah 60-64 %.

E. Stasiun Kristalisasi
1. Vacuum Pan
Berfungsi untuk membentuk kristal gula pada nira kental dengan
menguapkan nira hingga lewat jenuh. Unit Usaha Cinta Manis
menggunakan sistem masak ACD. Terdiri dari 8 unit vacuum pan, 3
unit vacuum pan A, 1 unit vacuum pan C, dan 3 unit vacuum pan D.
Setiap vacuum pan memiliki diameter pan 5000 mm dengan diameter
pan pemanas 101,6 mm OD. Tinggi pan pemanas 986 mm dengan luas
penampang 280 m
3
. Selain itu setiap vacuum pan mempunyai volume
50 m
3
dengan suhu calandria dan suhu badan pan secara berurutan 100-
110C dan 70C. Setiap vacuum pan A, C dan D memiliki waktu masak
61

yang berbeda-beda. Masakan A memiliki waktu masak 1,5-2 jam,
masakan C 2-3 jam dan masakan D 4-6 jam. Proses masak dapat
dihentikan ketika telah tercapai suatu ukuran kristal yang telah
ditentukan pada setiap masakan.

2. Peti Penampungan
Berfungsi untuk menampung nira kental, klare SHS, stroop A, C, dan
D. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit peti penampungan yang
terdiri dari 1 unit peti klare SHS, 3 unit peti nira kental, 2 unit peti
stroop A, 2 unit peti stroop C dan 1 unit peti stroop D. Pengontrolan
secara berkala selalu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan berupa
tumpahnya nira kental atau isi peti yang lainnya karena pengisian yang
berlebihan.

F. Stasiun Penyelesaian
1. Receiver
Berfungsi sebagai palung penampung hasil masakan A,C dan D.
Mempunyai bentuk setengah lingkaran dengan dilengkapi pengaduk
yang memanjang dan digerakkan oleh motor penggerak. Unit Usaha
Cinta Manis setiap masakan memiliki masing-masing receiver, yaitu
receiver A, receiver C, dan receiver D. Pada receiver hasil setiap
masakan memiliki suhu 70C. Selain itu setiap receiver memiliki lama
waktu proses yang berbeda. Receiver A 1-2 jam, receiver C 2-3 jam dan
receiver D 3-4 jam. Pengontrolan secara berkala harus selalu dilakukan
untuk mengetahui volume hasil masakan agar tidak terjadi kesalahan
berupa tumpah nya hasil masakan karena receiver ini tidak berpenutup.


2. Chrystallizer
Berfungsi sebagai palung pendingin hasil masakan dari receiver D
untuk proses kristalisasi lanjutan. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 7
unit crystallizer. Crystallizer 1-6 dilengkapi dengan air dingin agar
terjadi penurunan suhu masecuite secara perlahan. Secara berurutan
suhu diturunkan dari 65C, 63C, 59C, 56C, 53C dan 50C. Air dingin
dialirkan dalam pipa-pipa yang terdapat dalam crystallizer. Pada
crystallizer 7 dilengkapi dengan elemen air panas agar suhu massecuite
naik menjadi 55C untuk persiapan proses pemutaran.

3. Low Grade Fugal
Berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan stroop. Unit Usaha
Cinta Manis memiliki 2 bagian LGF yaitu LGF C dan LGF D. LGF C
terdiri dari 4 unit dengan diameter 1100 mm dan kecepatan putaran
1500 rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x2,7 mm dan
digerakan motor dengan daya 55 kW. Sedangkan LGF D terdiri dari 8
unit dengan diameter 1100 mm dan kecepatan putaran 2000 rpm serta
kemiringan 30. Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x27 mm dan
digerakkan motor dengan daya 55 kW. Untuk memisahkan kristal gula
dan stroop LGF menggunakan basket dengan bentuk kerucut. Bahan
62

yang masuk dalam LGF secara kontinyu kemudian diputar sehingga
menghasilkan kristal gula yang telah terpisah dari stroop nya.

4. High Grade Fugal
Berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan stroop pada hasil
masakan A. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit HGF yang terdiri
dari 4 unit HGF foreworker dan 5 unit HGF afterworker. Memiliki
diameter 1320 mm dengan tinggi 800 mm dan kecepatan putar 950
rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 796x2135 mm dan digerakan
oleh motor dengan daya 75 kW serta mempunyai kapasitas 650 kg.
Pada HGF terdapat satu siklus terputus dalam proses kerjanya yang
terdiri dari: pengisian bahan kedalam HGF (0-500 rpm), kemudian
dilakukan penyiraman bahan menggunakan air panas (500-1000 rpm),
dan dilakukan pengsteaman pada bahan serta penyekrapan (1000-1500
rpm).

5. Grasshopper Conveyor
Berfungsi untuk membawa gula kristal putih basah hasil proses HGF
menuju ke proses pendinginan dan pengeringan gula kristal putih.
Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan panjang 16000mm dan lebar 750
mm. Dengan tebal 250 mm dan daya motor sebesar 3,7 kW. Perlu
adanya pengawasan pada daerah persambungan di sugar conveyor HGF
dengan grasshopper conveyor karena sebagian gula terhenti dan
terjatuh. Sehingga dapat menyebabkan loses pada gula yang dihasilkan.


6. Sugar Elevator
Berfungsi untuk membawa gula kristal putih dari proses pengeringan
dan pendinginan menuju ke vibrating screen. Memiliki kapasitas 25
ton/jam dengan lebar 750 mm dan tebal 1050 mm. Mempunyai tinggi
5600 mm dan digerakkan oleh motor dengan daya 2,2 kW.

7. Vibrating Screen
Berfungsi untuk menyaring kristal-kristal gula dengan ukuran tertentu.
Memiliki kapasitas 12,5 ton/jam dengan lebar screen 900 mm dan
panjang screen 3000 mm. Screen mempunyai ukuran antara 9-23 mesh
yang digerakkan dengan daya motor 2,2 kW. Unit Usaha Cinta Manis
memiliki 2 unit vibrating screen. Dimana gula kristal putih dilewatkan
pada vibrating screen yang bergetar menuju ke saringan gula yang
memiliki ukuran diatas sehingga dihasilkan gula kristal dengan ukuran
yang sama.

8. Sugar Conveyor
Berfungsi untuk membawa gula krital putih yang telah tersaring pada
vibrating screen menuju sugar bin atau tempat penumpukan gula kristal
putih. Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan lebar belt 600 mm dan
panjang 35000 mm. Digerakkan dengan daya motor 5,5 kW. Pada
sugar conveyor banyak terdapat gula kristal putih yang terjatuh karena
63

jumlah gula kristal putih yang dihasilkan dari vibrating screen melebihi
kapasitas sugar conveyor. Sehingga dibutuhkan solusi berupa
melakukan penampungan pada daerah sugar conveyor dan vibrating
screen sehingga tidak banyak gula yang terbuang.

9. Sugar Bin
Berfungsi untuk menampung atau menumpuk gula sebelum
dilakukannya pengemasan dan penggudangan gula. Memiliki kapasitas
200 ton dengan lebar 6000 mm dan panjang 35000 mm serta tinggi
4000 mm.

10. Dryer and Cooler
Berfungsi dalam proses pengeringan dan pendinginan gula hingga gula
memiliki kadar air sesuai yang ditentukan. Menggunakan tipe
Horizontal Vibrating Flow Type dengan kapasitas 20 ton/jam dan
memiliki panjang 11500 mm dan lebar 1500 mm yang digerakkan oleh
motor dengan daya 3,7 kW.


Bahan
Setiap bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan telah mengalami
proses pengecekan berupa dilakukannya uji trash untuk tebu dan kadar atau dosis
yang baik digunakan untuk bahan tambahan (kapur, belerang, flokulan, asam
phosfat). Sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan jika bahan-bahan tersebut
terkandung dalam produk yang dihasilkan. Selain itu bahan tambahan yang
digunakan harus mempunyai fungsi yang jelas dalam proses agar tidak
menggunakan bahan yang tidak bermanfaat dalam proses.

1. Tebu
Tebu merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan
gula kristal putih. Pada Unit Usaha Cinta Manis tanaman tebu yang
berumur 12 bulan (1 tahun) dengan budidaya dan perawatan kebun yang
baik akan menghasilkan rendemen tebu yang optimal 7% - 12% dengan
nilai trash (kotoran sabut) 5%. Bagian LITBANG mulai bulan maret B
melakukan analisis pendahuluan dari contoh-contoh tebu tiap petak kebun
yang bertujuan untuk mengetahui umur tebu, rendemen sementara dan
tingkat kemasakan tebu. Berdasarkan data analisis pendahuluan kemudian
bagian Tebang Muat Angkut (TMA) menyusun jadwal tebang sebagai
penetapan awal giling. Tebu layak giling yang siap ditebang dan digiling
harus BSM (bersih, segar, manis). Bersih artinya batang tebu bebas dari
kotoran daduk (daun tebu), sogolan, tanah, dan benda-benda asing dengan
ketentuan trash 5%. Segar artinya tebu hijau dengan waktu tunggu
(retensi) 24 jam. Manis artinya mencapai rendemen optimal 7% - 12%
dengan harkat kemurnian nira berkisar 75,0%-85%. Batang tebu memiliki
beberapa komponen penyusun diantaranya yaitu nira 87,5%, sabut 12,5%.
Sedangkan komponen penyusun nira terdiri dari 14% sukrosa, 70% air,
2%-5% zat organik, 3%-10% zat an organik, 5%-10%, 0,5%-1,5% lemak,
64

zat warna dan getah. Dalam musim giling, retensi antara tebang dan di
giling sangat menjadi faktor penting untuk dijaga dan dipertahankan agar
tidak lebih dari 24 jam.

2. Asam Phospat
Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira
mentah di tangki nira tertimbang pada unit operasi purifikasi. Tujuan
pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat
pada nira mentah, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah
terbentuk endapan Kalsium Phospat (endapan inti) yang dapat menyerap
warna. Pada Unit Usaha Cinta Manis asam phosfat ditambahkan pada nira
mentah karena kandungan phosfat dalam tebu yang tidak mencapai 300-
350 ppm. Kandungan phosfat dalam tebu 250 ppm. Maka dibutuhkan
sekitar 50-100 ppm penambahan phosfat dalam nira mentah. Phosfat
dialirkan secara kontinyu kedalam weight juice tank (WJT) yang
sebelumnya dilarutkan dengan air. Phosfat berfungsi untuk membantu
proses penggumpalan kotoran pada nira mentah.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
P
2
O
5
+ 3 H
2
O 2H
2
OPO
4

2H
2
OPO
4
+ 3 Ca(OH)
2
Ca
3
(PO
4
)
2
+ 6 H
2
O

3. Susu Kapur
Adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan nira, mencegah
terbentuknya inversi gula, menaikkan pH dan membentuk endapan kotoran
dalam nira. Pada Unit Usaha Cinta Manis, kapur diperoleh dengan cara
membeli dari luar atau distributor kapur dengan kadar CaO harus lebih
dari 90%. Pada penggunaannya kapur diubah terlebih dahulu menjadi
susu kapur yang dibuat dengan cara menambahkan air pada kapur . Reaksi
yang terjadi yaitu:

CaO
(s)
+ H
2
O
(l)
Ca(OH)
2(l)
+ kalori

Proses pembuatan susu kapur di Unit Usaha Cinta Manis dilaksanakan
pada unit pembuatan susu kapur (lime warehouse), yaitu dengan
memasukkan kapur ke dalam tempat pemadaman kapur (lime sliker). Alat
ini berbentuk silinder yang horizontal dengan kemiringan 5
o
, dimana air
dan kapur dimasukkan dari daerah yang lebih tinggi. Lime sliker ini
diputar dengan kecepatan 5 sampai 8 rpm. Air yang digunakan adalah air
kondensat dengan suhu sekitar 80
o
C. Sebelum dikirim ke tangki
penampungan, susu kapur dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang
terbawa dalam kapur pada bak clasifier dengan menggunakan sistem
penggaruk. Batu kapur yang tidak bereaksi tertahan oleh limesliker dan
secara periodik dibuang lewat manhole yang tersedia. Susu kapur
kemudian ditampung pada tangki penampungan yang berjumlah dua
tangki dan selanjutnya dipompakan ke tangki pengenceran. Pada tiap
tangki dilengkapi dengan pengaduk untuk mencegah agar emulsi kapur
65

tidak mengendap dan mengeras. Kapur yang diberikan pada proses
klarifikasi yaitu 1-1,8 ton per 100 ton tebu

4. Belerang (Sulfur)
Adalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi purifikasi.
Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir
kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada
nira. Sulfur atau belerang yang digunakan di Unit Usaha Cinta Manis
berbentuk padat dengan kemurnian >85%. Dalam penggunaannya belerang
ini dibakar dengan menggunakan alat rotaryburner untuk menghasilkan
gas SO
2
. Reaksi yang terjadi adalah:

S (s) + O
2
(g) SO
2
(g) + Energi

Proses tersebut berlangsung pada suhu >600C. Bila suhu pembakaran
dibiarkan terus meningkat, maka gas yang dihasilkan bukan gas SO
2

melainkan gas SO
3
. Gas ini sangat tidak dikehendaki dalam proses
pemurnian karena akan membentuk garam sulfat yang bersifat asam.
Sulfur yang digunakan sebanyak 100 kg per jam.

5. Flokulan
Adalah bahan pembantu yang digunakan di unit operasi purifikasi. Tujuan
pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna mempercepat proses
pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan
berlangsung lebih cepat dan untuk meningkatkan densitas nira kotor
sehingga akan lebih mudah untuk disaring. Bila pemberian flokulan
berlebih, maka dampak yang timbul adalah terjadinya penghambatan
proses pada rotary vacuum filter kemudian membuat material di boiling
dan masecuite menjadi lebih viscous. Dari segi ekonomi proses akan
membutuhkan biaya yang tinggi karena harga flokulan yang mahal.
Pemberian flokulan di Unit Usaha Cinta manis 0,1 % berat tebu.

6. Enzim
Enzim merupakan protein katalitik. Enzim terdiri dari satu atau beberapa
gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.
Pada proses penggilingan tebu di stasiun mill, dibutuhkan bahan tambahan
untuk membantu mengekstrak sukrosa dan zat-zat lain dalam tebu. Bahan
tambahan ini berupa enzim yaitu enzim amilase dan enzim sakarase.
Enzim amilase berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan pada amilum
sehingga tidak terbentuk kristal palsu pada saat kristalisasi serta korosi
pada vacuum pan, sedangkan enzim dekstran sakarase berfungsi untuk
memecah dekstran yang terdapat pada serat-serat tebu. Enzim-enzim ini
pada Unit Usaha Cinta Manis ditambahkan pada stasiun mill di gilingan 1
dan 5. Dengan jumlah total yang diberikan 20-25 ppm.



66

Produk Akhir
Unit Usaha Cinta Manis menggunakan SNI sebagai acuan standar
produknya. Untuk gula kristal putih (GKP) SNI 01-3140-2001. Setiap produk
akhir yang akan dipasarkan diambil contoh sebanyak 0,5 kg gula untuk dianalisa
di laboratorium. Fungsi atau maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna,
kadar air, temperatur, dan kandungan belerang dari gula tersebut apakah
memenuhi standar sebagai gula produksi. Prosedur pemeriksaan dilakukan dengan
cara, pengambilan secara sampling untuk setiap produk yang siap dipasarkan.
Agar produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh pembeli.

Tabel 11 Spesifikasi GKP SNI 01-3140-2001
Kriteria Satuan GKP SNI 01-3140-2001
GKP 1 GKP 2 GKP 3
Warna larutan
(ICUMSA)
IU Maks. 250 Maks. 350 Maks. 450
Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2 0,8-1,2
Susut pengeringan % b/b Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,20
Polarisasi (Z
20C)
Z Min. 99,6 Min. 99,5 Min. 99,4
Gula pereduksi - Maks. 0,10 Maks. 0,15 Maks. 0,20
Abu % b/b Maks. 0,10 Maks. 0,15 Maks. 0,20
Bahan asing tidak
larur
- Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5
Belerang dioksida
(SO
2
)
mg/kg Maks. 30 Maks. 30 Maks. 30
Timbal (Pb) - Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2
Tembaga (Cu) - Maks. 2 Maks. 2 Maks. 2
Arsen (As) - Maks. 1 Maks. 1 Maks. 2
Sumber : SNI 01-3140-2001


Laboratorium
Labortorium merupakan pusat pengolahan data-data produksi yang
dikumpulkan melalui buku-buku pembantu dan buku induk. Laboratorium Unit
Usaha Cinta Manis terdapat data-data produksi yang berisi hasil analisis,
parameter-parameter operasional dan hasil-hasil penimbangan maupun
pengukuran selama kegiatan giling, diantaranya yaitu :

Data analisis yang meliputi:
1. Tebu (polarisasi, brix, trash)
2. Nira (polarisasi, brix)
3. Gula (polarisasi, brix, warna, diameter kristal)
4. Tetes (polarisasi, brix)
5. Ampas (polarisasi, zat kering)
6. Blotong (polarisasi, zat kering)
67

7. Air ketel (zat kering, TDS, P
2
O
5
, CaO, MgO, pH)
8. Limbah (COD, BOD)
9. Bahan pembantu proses (kapur, belerang, flokulan)

Parameter operasional meliputi:
1. Pengamatan suhu
2. Pengamatan tekanan
3. pH
4. Putaran roll gilingan

Penimbangan maupun pengukuran meliputi:
1. Berat tebu, nira mentah, blotong, gula, tetes
2. Pemakaian air imbibisi (mill)
3. Steam flow ketel
4. Pemakaian daya listrik (Kwh)
5. Pemakaian bahan bakar pembantu (residu)

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap yang terdiri dari:
1. Data setiap jam
2. Data tiap 8 jam
3. Data tiap 24 jam

Tujuan dari melakukan analisis ini adalah untuk mengendalikan mutu tubu
sebagai bahan baku, nira sebagai bahan yang diolah dan gula sebagai produk yang
dihasilkan. Selain itu terdapat pengendalian juga yang dilakukan pada produk
samping dari proses pembuatan gula putih kristal ini seperti blotong, ampas dan
tetes yang harus memiliki poll, brix dan zat kering yang minimum.
Pengolahan data dan laporan, semua datanya dalam buku pembantu
dikumpulkan dalam buku induk. Data dikumpulkan 24 jam dijumlah dan dirata-
rata, yang hasilnya dibuat untuk perhitungan nilai efisiensi dan produksi. Setelah
data diolah kemudian dibuat laporan harian dan laporan 15 harian (1 periode).


Karyawan
Menurut Holah dan Taylor (2003), pekerja merupakan sumber dan vektor
perpindahan mikroorganisme dan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi
pada produk pangan. Manusia sehat merupakan sumber potensial mikroba-
mikroba seperti S. aurens, Salmonella, C. Perfrigens, dan Streptokoki. Mikroba
pathogen yang terdapat pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang
ditularkan dari makanan (Jenie, 1988).
Karyawan yang bekerja pada proses pengolahan harus memakai pakaian
proses yang meliputi, pakaian proses, sarung tangan, masker, kerudung untuk
perempuan, dan hair net. Selain itu juga harus menjaga keselamatan saat bekerja.
Pekerja juga dilarang melakukan tindakan yang dapat mengontaminasi produk
seperti meludah saat proses produksi berlangsung.
Dalam unit proses pengolahan ini masih saja ditemui karyawan yang tidak
menggunakan alat pelindung diri, dan bercanda saat produksi berlangsung.
68

Kegiatan seperti ini dapat meningkatkan resiko kontaminasi silang. Ketegasan
pimpinan atau sinder proses produksi dalam mengawasi higiene karyawannya
menjadi sangat penting, karena kesadaran karyawan yang masih kurang baik.
Pelatihan GMP yang dilakukan secara berkala dan pengawasan yang ketat dapat
meningkatkan kesadaran karyawan untuk lebih menjaga higienitasnya.


Kemasan
Gula kristal putih pada Unit Usaha Cinta Manis dikemas menggunakan
karung dengan kapasitas 50 kg produk. Karung ini berbahan plastik yang didesain
untuk dapat melindungi dan mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh
dari luar. Kemasan gula mempunyai dua jenis kemasan, yaitu kemasan primer
berupa kantung plastik dan kemasan sekunder berupa karung plastik. Karung yang
digunakan bertipe circular tanpa jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP
Departemen Perindustrian, bebas dari cacat, bersih, karung plastik kemasan gula
pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari plastik polietilen,
karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri dan telah memiliki identitas
berupa nama serta logo pabrik atau perusahaan yang telah memproduksi. Karung
yang telah terisi gula kemudian dijahit dengan mesin jahit agar tidak tumpah dan
terjaga dari pengaruh luar.


Penyimpanan atau Penggudangan
Gudang penyimpanan pada Unit Usaha Cinta Manis digunakan untuk
menyimpan produk atau gula kristal putih yang telah dikemas dalam karung. Gula
dalam karung disimpan pada suhu ruang 27C. Tidak kontak dengan lantai
menggunakan pallet juga diberi jarak dengan dinding. Terdapat sirkulasi udara
pada bagian atas gudang. Sistem penyimpanan menerapkan sistem FIFO (First in
First Out). Gudang dipelihara dan dibersihkan secara berkala.
Kondisi penyimpanan akan sangat menentukan kualitas produk yang
dihasilkan. Pada bahan, kondisi penyimpanan dengan perubahan suhu yang
ekstrim akan menyebabkan kerusakan pada bahan. Kondisi ini akan sangat
merugikan bagi pelaku usaha. Kondisi suhu penyimpanan berpengaruh terhadap
jumlah total mikroba dikarenakan suhu mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan kelembaban udara yang rendah dapat
mempercepat terjadinya proses transpirasi sehingga dapat menyebabkan susut
bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Begitu pula halnya dengan ruang
penyimpanan produk, suhu dan kelembaban harus dijaga seoptimal mungkin
untuk mempertahankan umur simpan produk.


Pemeliharaan
Pemeliharaan bangunan, mesin dan peralatan, dalam hal ini sanitasi, di
Unit Usaha Cinta Manis dilakukan secara teratur saat sebelum, selama, dan
sesudah proses berlangsung sehingga mesin, peralatan dan ruangan proses selalu
69

dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Terutama pada mesin atau
peralatan yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan proses seperti juice heater,
evaporator, vacuum pan karena rentan kotor sehingga dapat mempengaruhi
produk yang dihasilkan sehingga dilakukan penyekrapan secara teratur. Selain itu
pembersihan lantai pabrik atau ruang proses secara teratur dengan
menyemprotkan air juga dilakukan pada nira, oli bekas atau pelumas serta air sisa
skrapan yang tumpah karena dapat menyebabkan bahaya baik pada pekerja dan
produk yang dihasilkan berupa kontaminasi silang.
Untuk limbah cair Unit Usaha Cinta Manis memiliki water treatment dan
IPAL untuk mengolahnya agar dapat di gunakan dan dimanfaatkan kembali.
Sedangkan untuk limbah padat berupa abu, blotong dan daun tebu kering
ditumpuk dalam satu tempat khusus untuk diolah menjadi pupuk kompos. Dan
LB3 disimpan dalam gudang khusus LB3 agar tidak membahayakan lingkungan.


Penerapan Sanitation Standard Operating Prosedures (SSOP)
Sanitasi adalah keadaan untuk menciptakan dan menjaga kondisi yang
sehat dan higienis. Sanitasi merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan
program Good Manufacturing Practices (GMP). Penerapan sanitasi dalam
industri restoran sangat penting karena dalam restoran rentan terjadi kontaminasi
silang selama pengolahan dan penjualan, kontaminasi dari tenaga/karyawan
pengolah, kesalahan thermo potensial dan proses pemasakan (Panebianco et al.,
2004).


Keamanan Air
Pada umumnya, air yang digunakan dalam pengolahan pangan dapat
dikelompokkan menjadi air pengolahan, air minum, dan air pembersih. Air
pengolahan adalah air yang digunakan dalam proses pengolahan tetapi tidak
dicampurkan langsung dalam formulasi makanan jadi. Air minum adalah air yang
dicampurkan ke dalam produk dan menjadi bagian dari produk akhir. Air
pembersih adalah air untuk keperluan sanitasi (Thaheer, 2005).
Sebagian besar industri pangan mengelompokkan air yang digunakan
menjadi air pengolahan dan air minum. Air pengolahan digunakan untuk
membersihkan peralatan dan keperluan sanitasi lainnya, juga untuk memproduksi
steam yang tidak kontak langsung dengan produk. Air minum digunakan untuk
formulasi produk, membuat es, membuat glazing, atau memproduksi steam yang
kontak langsung dengan produk. Kualitas air untuk kelompok air pengolahan
dapat menggunakan standar air bersih, sedangkan kualitas air untuk kelompok air
minum harus memenuhi standar air minum. Air minum harus bersih dan jernih,
tidak berwarna, dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau
kekeruhan serta air minum harus tampak menarik dan menyenangkan untuk
diminum. Acuan yang dapat digunakan untuk memeriksa kualitas air bersih
maupun air minum dapat menggunakan peraturan Menteri Kesehatan RI No.
70

416/Menkes/Per/IX/1990. Standar lain yang dapat dijadikan acuan untuk air
minum adalah SNI 01-3553-1996.
Untuk menghasilkan kualitas air dengan standar air minum, dibutuhkan
tahap-tahap pengolahan yang ketat. Pemurnian air meliputi penyaringan air,
penghilangan padatan tersuspensi dengan koagulan atau filter, disinfeksi air
dengan menggunakan bahan kimia (klorin/tawas) atau fisik (ozon, ultraviolet),
dan pelunakan air dengan menggunakan lime soda atau resin penukar ion.
Unit Usaha Cinta Manis memiliki unit pengolahan air atau water treatment
yang terdiri dari cooling tower, springer pound, bak-bak pengendapan kotoran
dan 3 unit alat penyaringan air. Air berasal dari sungai yang dipompa menuju
water treatment untuk dilakukan treatment dengan cara diendapkan pada bak-bak
pengendapan kemudian ditambahkan bahan kimia berupa tawas untuk
mempermudah penggumpalan kotoran. Setelah diendapkan air kemudian disaring
menggunakan alat penyaring. Air yang telah tersaring kemudian digunakan untuk
kebutuhan perumahan, air imbibisi pada stasiun mill dan kebutuhan air boiler.
Selain itu terdapat sumber air yang berasal dari air jatuhan atau kodensor yang
terlebih dahulu dilakukan sirkulasi dan dialirkan ke rawa. Air dirawa kemudian
dipompakan menuju cooling water dan springer pound untuk di dinginkan dan
digunakan kembali sebagai air proses. Pengujian secara teratur dilakukan secara
laboratorium. Hal yang diuji berupa kandungan gula dalam air. Jika dalam air
terdapat kandungan gula maka air di utamakan untuk kebutuhan proses atau
masakan, namun jika tidak mengandung gula maka air digunakan untuk
kebutuhan boiler.


Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk produksi sebagian besar
terbuat dari bahan mild steel dan stainless steel yang tahan korosif. Alat-alat
tersebut masih dalam kondisi baik dan layak pakai. Kebersihan alat cukup terjaga
saat digunakan. Mesin dicek kondisinya secara berkala. Pembersihan pada alat
dilakukan pada bagian dalam dan luar alat. Bagian dalam alat dibersihkan dengan
cara penyekrapan sedangkan pada bagian luar alat pembersihan dilakukan dengan
mengelap badan alat menggunakan kain/lap majun yang telah dibasahi. Namun
belum semua alat dilakukan pembersihan pada bagian dalam dan luar secara
teratur.


Pencegahan Kontaminasi Silang
Unit Usaha Cinta Manis telah melakukan beberapa usaha untuk mencegah
kontaminasi silang. Setiap karyawan diwajibkan mengenakan seragam kerja yang
telah diberikan. Khusus untuk ruang laboratorium, semua pekerja diberikan jas
lab. Namun terdapat ketidakpatuhan pada aturan, dimana jas lab yang diberikan
tidak digunakan. Karyawan tidak diperkenankan meludah, bercanda maupun
melakukan aktivitas lain yang dapat mencemari bahan baku atau proses. Dan
hendaknya peraturan lebih ditegaskan lagi.
71



Fasilitas Kebersihan
Kebersihan personil yang harus senantiasa diperhatikan yaitu
membersihkan rambut, mandi, cuci tangan, dan membersihkan kuku. Rambut
yang kotor dan berminyak akan berpotensi menjadi tempat tumbuhnya bakteri dan
spora kapang. Kebersihan badan personil dapat tercium dari bau. Perilaku
karyawan yang bersih dan sehat sangat menunjang kebersihan produk yang
dihasilkan (Thaheer, 2005).
Fasilitas kebersihan yang disediakan oleh Unit Usaha Cinta Manis adalah
fasilitas mencuci tangan bagi karyawan yang terletak pada setiap stasiun
pengolahan atau proses. Fasilitas mencuci tangan tersebut berupa wastafel.
Tersedia toilet untuk kebutuhan karyawan maupun tamu pada kantor, dan titik
pertemuan antar stasiun pengolahan atau proses. Penyediaan tempat sampah perlu
diperhatikan oleh Unit Usaha Cinta Manis, karena tempat sampah adalah sumber
cemaran yang tinggi sehingga desain dan penempatannya harus baik. Desain
tempat sampah yang dianjurkan adalah tempat sampah yang dapat tertutup rapat
dan memiliki pijakan kaki sebagai alat pembuka tutup dan sebaiknya tempat
sampah diletakkan pada area yang tidak dapat menimbulkan cemaran terhadap
proses produksi. Pada stasiun proses hanya terdapat beberapa tempat sampah yang
berada pada stasiun tertentu, contohnya pada stasiun pemurnian. Dan semua
tempat sampah dalam lingkungan proses tidak berpenutup. Hendaknya dilakukan
penambahan tempat sampah berpenutup pada setiap stasiun pengolahan atau
proses.


Pencegahan Adulterasi
SSOP perlindungan bahan makanan dari cemaran (adulteran) mencakup
prosedur-prosedur yang lazim digunakan untuk mencegah tercampurnya bahan-
bahan nonpangan ke dalam produk pangan yang dihasilkan, permukaan yang
kontak dengan makanan. Pencemaran makanan merupakan masalah yang perlu
diatasi terutama pencemaran yang disebabkan oleh benda-benda asing (fisik)
seperti tumpahan oli, minyak pelumas, kayu, atau batu serta pencemaran yang
berasal dari udara yang misalnya karena adanya penumpukkan sampah dan gas
buang dari proses pengolahan. Pencemaran dapat juga disebabkan oleh faktor
biologis, fisik, dan kimia. Kontaminasi biologi dapat berasal dari bakteri, jamur,
dan virus, sedangkan kontaminasi kimia dapat berasal dari pupuk, pestisida,
logam berat, dan lainnya.
Unit Usaha Cinta Manis belum sepenuhnya mengenal pencegahan
adultrasi. Tumpahan oli atau minyak yang digunakan untuk pelumas mesin
produksi pada lantai atau permukaan mesin produksi masih terjadi. Sehingga
dapat menyebabkan pencemaran pada produk yang dibuat jika tumpahan oli atau
minyak pelumas tercampur dengan bahan.


72


Penggunaan Senyawa dan Bahan Berbahaya
Pelabelan bahan pangan dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi
jenis produk, tanggal penerimaan, dan tanggal kadaluarsa produk sehingga
pemisahan terhadap bahan pangan dan bahan yang berbahaya (bahan kimia
misalnya) lebih mudah dilakukan. Sistem pelabelan juga berfungsi untuk
memudahkan dalam proses pengontrolan. Unit Usaha Cinta Manis belum
sepenuhnya menerapkan pelabelan pada bahan-bahan kimia. Namun, untuk
bahan-bahan kimia Unit Usaha Cinta Manis menyediakan tempat atau gudang
khusus yang lumayan jauh dari tempat berlangsungnya produksi seperti gudang
kapur, gudang belerang dll.

Kesehatan Pekerja
Unit Usaha Cinta Manis telah menetapkan kebijakan bahwa karyawan
yang sakit dan mengalami luka yang cukup besar atau parah dapat dipulangkan
dan beristirahat di rumah agar tidak mengakibatkan kontaminasi mikrobiologis
terhadap produk ataupun menularkan penyakit kepada karyawan lainnya.
Disediakan klinik untuk semua karyawan Unit Usaha Cinta Manis yang sakit dan
luka sedang maupun parah. Serta disediakan ambulance jika dibutuhkan untuk
merujuk karyawan yang mengalami kecelakaan kerja dan harus dibawa kerumah
sakit yang lebih besar agar memperoleh penanganan yang maksimal.

Pencegahan Hama
Keberadaan hama merupakan suatu ancaman yang perlu mendapat
perhatian penuh karena dapat membahayakan kesehatan dan dapat
mengkontaminasi produk secara langsung maupun tidak langsung. Pada Unit
Usaha Cinta Manis, pencegahan hama dilakukan pada bahan baku yaitu tebu dan
produk yaitu gula kristal putih. Pencegahan hama terhadap tebu selalu dilakukan
untuk menekan angka kerusakan tebu. Salah satu cara yang dilakukan yaitu
penyemprotan hama dengan obat pembunuh hama. Hal ini dilakukan selama
proses perawatan tanaman tebu.
Pada umumnya untuk produk gula kristal putih mempunyai hama berupa
semut. Namun hal ini tidak terjadi pada proses penggudangan gula di Unit Usaha
Cinta Manis. hal ini dikarenakan tidak adanya gula yang tumpah atau tercecer
sehingga dapat mengundang semut untuk datang. Proses penimbangan gula
menggunakan alat automatis dengan mulut kerucut yang tidak menyebabkan gula
terjatuh. Kemudian gula dikemas dalam karung dengan bahan plastik yang
didalamnya dilapisi kantung dengan bahan polietilen. Karung kemudian dijahit
agar gula tidak tumpah serta menghindari serangan hama dari luar. Sehingga tidak
ada rongga untuk semut masuk dalam karung tersebut. Selain itu dalam proses
penggudangan, lantai gudang dilapisi dengan pallet dengan tujuan agar tumpukan
73

karung tidak kotak langsung dengan lantai. Gudang juga dilakukan pembersiahan
secara berkala.

Produksi Bersih
Perkembangan pembangunan disamping meningkatkan kesejahteraan
manusia juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Industrialisasi dan urbanisasi yang cepat di banyak negara juga telah
mengakibatkan pencemaran yang serius. Untuk mengatasi pencemaran yang
dihasilkan, saat ini industri telah menitik beratkan pada pengolahan limbah
sebagai pengelolaan lingkungan pada proses tahap akhir (end-of-pipe).
Pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan
kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Akibat terbatasnya daya
dukung lingkungan alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin
meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah
pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Metode ini
menitik beratkan pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Namun pada kenyataannya upaya
mengolah limbah tersebut tidak memecahkan permasalahan yang ada.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut,
karena dalam prakteknya pendekatan melalui pengolahan limbah menghadapi
berbagai kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah masih rendahnya
penegakan hukum dan peraturan, masih lemahnya perangkat peraturan yang
tersedia, serta masih rendahnya tingkat kesadaran. Oleh karena itu timbul
pemikiran perlunya konsep pencegahan pencemaran, yang akhirnya menuju
kepada Produksi Bersih. Produksi bersih adalah alternatif untuk strategi
manajemen lingkungan.
Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air
dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan
produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah pencegahan pencemaran
seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah produksi bersih.
Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang menekankan pendekatan bisnis
yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.
Metode pendekatan produksi bersih lebih ditekankan pada tindakan
pencegahan terhadap timbulnya bahan pencemar (polutan) baik yang bersifat cair,
gas maupun padatan dengan memperhatikan operasional proses produksi serta
meningkatkan pemahaman terhadap daur hidup suatu produk yang dihasilkan.
Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya
pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan
bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan
melihat sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk
dan transportasi sampai ke konsumen dan produk menjadi limbah. Pendekatan
pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep produksi bersih melalui
peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan daya saing.
74

Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah
pencegahan, terpadu, terus-menerus dan mengurangi risiko. Dalam strategi
pengelolaan lingkungan melalui pendekatan produksi bersih, segala upaya
dilakukan untuk mencegah atau menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan
dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya aspek yang terlibat
seperti sumber daya manusia, teknik teknologi, finansial, manajerial dan
lingkungan. Strategi produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan
lingkungan secara terus-menerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target
pengelolaan lingkungan bukan merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi
input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko
dalam produksi bersih dimaksudkan dalam arti risiko keamanan, kesehatan,
manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya alam dan biaya perbaikan
atau pemulihan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk
mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan
pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan
dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta
memperkuat daya saing produk di pasar internasional.
Produksi Bersih dapat dijadikan sebuah model pengelolaan lingkungan
dengan mengedepankan efisiensi yang tinggi pada sebuah industri, sehingga
timbulan/hasil limbah dari sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan
Produksi Bersih akan menguntungkan industri karena dapat menekan biaya
produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik.
Penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri dapat digunakan sebagai
pendekatan untuk mewujudkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan.
Menurut Indrasti dan Fauzi (2009), prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih
adalah :
1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi
serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta
mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari
atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan
lingkungan serta risikonya terhadap manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap
proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul
analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak
terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia
(industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di
kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan
aspek lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur
standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-
kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi,
kalaupun terjadi seringkaliwaktu yang diperlukan untuk pengembalian
modal investasi relatif singkat.
75

5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan
sendiri dan peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada
pengaturan secara command control. Jadi, pelaksanaan program produksi
bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi
lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

Penerapan produksi bersih dapat dilakukan dalam lima bagian yaitu Good
house-keeping, perubahan material input, perubahan teknologi, perubahan produk,
dan on-site reuse. Kelima bagian tersebut secara langsung akan berpengaruh
kepada proses produksi di industri mancakup peningkatan efisiensi dan efektivitas
pemakaian sumberdaya dan mengurangi penggunaan bahan berbahaya sehingga
limbah dan polusi yang dihasilkan bisa diminimalkan. Produksi bersih juga dapat
dijelaskan secara ringkas sebagai metode reduce, reuse, dan recycle.
Menurut UNEP (1999), pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan
pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination,
Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) atau juga disebut 5R adalah :
1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai
produk.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus
dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :
a. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada
proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami
betul analisis daur hidup produk.
b. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa
adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari
semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha.
3. Reduce(pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya.
4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang
memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan
fisika, kimia atau biologi.
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk
memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula
melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.
6. Recovery/Reclaim(pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil
bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu
limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau
tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.

Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun
perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan
Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih
menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R
berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan
pengelolaan limbah.
Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan
pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan :
76

1. Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi
bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu
untuk dilakukan pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu
lingkungan.
2. Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa
limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu
dilakukan penanganan khusus.

Berdasarkan pengertian sebagaimana yang disebutkan di atas maka
beberapa hal yang dianggap penting dalam pengelolaan lingkungan adalah
tindakan pencegahan pencemaran, proses produksi, produk yang dihasilkan baik
jasa maupun produk manufaktur, peningkatan efektifitas dan efisiensi serta
mengurangi terjadinya risiko. Sehingga perlu adanya perubahan paradigma pihak
manajemen perusahaan untuk lebih bertanggung jawab pada lingkungan dan
mengevaluasi teknologi yang digunakan dalam kegiatan proses produksinya. Pada
sektor manufaktur, produksi bersih dapat diartikan dengan meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan baku, bahan tambah, energi, dan sumber daya lainnya,
menghindari pemakaian bahan-bahan berbahaya dan beracun, mereduksi jumlah
dan tingkat bahaya dari semua limbah sebelum meninggalkan proses produksi.
Sedangkan pada sektor jasa, produksi bersih adalah mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan ke dalam perancangan dan produk layanan jasa.



Kajian Penerapan Produksi Bersih
Unit Usaha Cinta Manis merupakan industri atau pabrik yang bergerak
dalam bidang produksi gula kristal putih (GPK). Setiap tahapan proses produksi
gula kristal putih, membutuhkan input berupa bahan baku yaitu berupa tebu dan
diproses menghasilkan output berupa produk yaitu gula kristal putih serta hasil
sampingan atau limbah. Limbah yang dihasilkan bermacam-macam baik berupa
limbah padat, limbah cair, gas, LB3 maupun kebisingan dan getaran. Jika limbah-
limbah tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan mempengaruhi
produktifitas dari Unit Usaha Cinta Manis serta pencintraan perusahaan oleh
lingkungan sekitar karena limbah-limbah yang telah dihasilkan.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang dapat digunakan untuk
mencegah, memanagement, dan mengolah limbah yang dihasilkan yaitu dengan
produksi bersih. Proses produksi bersih pada Unit Usaha Cinta Manis dapat
diterapkan melalui efisiensi pemakaian bahan baku, bahan tambahan, energi, dan
sumber daya lainnya. Selain itu dapat pula didasarkan pada diagram alir proses
atau neraca massa pada setiap stasiun pendahuluan, stasiun pengolahan hingga
pendukung proses serta memanfaatkan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada
Lampiran 5. Sehingga dapat memaksimalkan produktivitas pada Unit Usaha Cinta
Manis.
Produksi bersih ini dapat dilakukan dengan strategi 1E4R (Elimination,
Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) ataupun dengan Good house-keeping,
77

perubahan material input, perubahan teknologi, perubahan produk, serta on-site
reuse.

Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)
Unit timbangan dan cane yard merupakan tempat awal dimana tebu masuk
ke pabrik, dan selanjutnya tebu ditumpuk pada halaman tebu atau langsung masuk
dalam meja tebu. Tebu yang masuk dalam pabrik terlebih dahulu dilakukan uji
TRASH dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak satu ikat tebu atau
berat tebu sebanyak 30 kg dari setiap kendaraan pengangkut tebu yang masuk.
Tebu hasil tebangan yang dibawa truk pengangkut tebu masuk kedalam
cane yard biasanya menghasilkan limbah berupa tanah, daduk atau daun tebu,
pucuk tebu, sogolan dan limbah dari sisa hasil uji trash. Limbah lain yang sering
dijumpai juga ada berupa tebu yang terlindas dan tercecer pada cane yard serta oli
dan gas buang dari kendaraan pengangkut tebu.

Penerapan produksi bersih pada stasiun timbangan dan cane yard berupa :
1. Limbah tebu yang terjatuh dan tercecer dari truk pengangkut sehingga
terlindas oleh kendaran pengangkut lain dapat diminimalisir dengan
penerapan good hause keeping yaitu memberikan training atau pelatihan
kepada pekerja agar dapat bekerja dengan lebih teliti dan peka terhadap
lingkungan sekitarnya. Tebu yang terjatuh dan tercecer ini di bersihkan
secara manual dengan menggunakan tenaga pekerja sehingga dapat
dimanfaatkan kembali dengan memasukkannya ke meja tebu untuk
digiling.
2. Limbah tebu yang telah selesai digunakan sebagai sampel uji trash berupa
batang tebu dapat dimanfaatkan dan dikumpulkan kembali untuk ditumpuk
pada cane yard yang nantinya akan ikut digiling.
3. Limbah tebu yang telah selesai digunakan sebagai sampel uji trash berupa
daduk (daun tebu), sogolan, dan pucuk tebu dikumpulkan pada satu tempat
yang nantinya akan dibawa dan ditimbun dilahan untuk dijadikan pupuk
kompos.
4. Limbah cair berupa air digunakan untuk menyemprot kendaraan
pengangkut tebu agar mengurangi kotoran (tanah) yang akan masuk
timbangan dan cane yard dapat dimanfaatkan kembali dengan prinsip
reuse. Dimana limbah cair tersebut dialirkan melalui parit dengan aliran
yang baik menuju ke unit water treatment untuk di treatment dan dapat
digunakan kembali.
5. Limbah gas dari kendaraan pengangkut tebu dapat diminimalisir dengan
penerapan prinsip reduction yaitu dengan melakukan perawatan secara
berkala kendaraan pengangkut yang digunakan, agar gas yang dihasilkan
lebih rendah dan bersih.
6. LB3 berupa oli bekas kendaraan pengangkut tebu yang terjatuh dan
tercecer pada cane yard dapat diminimalisir dengan melakukan perawatan
pada kendaraan pengangkut serta menutup bagian kendaraan yang terbuka
dan dapat meneteskan oli pada timbangan dan cane yard.
78

7. Memberikan penjelasan kepada pengendara kendaraan pengangkut tebu
pentingnya uji trash, agar limbah seperti tanah, daduk, sogolan, dan pucuk
tebu tidak terbawa masuk pada timbangan dan cane yard agar menghindari
penambahan jumlah berat pada timbangan serta memperbanyak kotoran
yang masuk dalam proses pengolahan sehingga dapat mengurangi mutu
produk.


Stasiun Mill
Tebu setelah ditumpuk dan disusun pada cane yard secara bertahap dan
sesuai urutan (FIFO) kemudian diumpankan melalui meja tebu maupun tipler,
secara kontinyu tebu-tebu tersebut akan melalui alat-alat pendahuluan. Tebu yang
telah terpotong melalui alat-alat pendahuluan kemudian masuk dalam mesin
penggiling. Mesin penggiling (mill) berfungsi untuk memerah nira sebanyak-
banyaknya sehingga nantinya dihasilkan pol ampas < 2%. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki 5 unit gilingan dengan kapasitas giling 4.500 ton per hari.
Jika terjadi kerusakan atau perbaikan pada stasiun mill, maka akan terjadi
proses menunggu pada tebu-tebu yang ada di cane yard. Semakin lama waktu
tunggu maka semakin menurun rendemen gula yang terdapat dalam tebu.
Sehingga nantinya akan menghasilkan rendemen gula yang rendah.
Pada stasiun mill terdapat limbah yang dihasilkan, berupa limbah padat
yaitu ampas tebu (bagase), daun tebu, dan potongan tebu yang tercecer. Limbah
cair berupa air untuk membersihkan tanah dan daun tebu pada sekitar tipler, serta
LB3 berupa tumpahan oli mesin dan kendaraan pabrik.

Penerapan produksi bersih pada proses penggilingan dapat berupa :
1. Penerapan prinsip recycle digunakan untuk limbah padat berupa daun dan
patahan tebu yang terdapat pada bawah meja tebu. Daun dan patahan tebu
dikumpulkan pada traktor penampung kemudian dibawa ketempat
penimbunan untuk dijadikan pupuk kompos. Hal ini menunjukkan bahwa
limbah padat berupa daun dan patahan tebu dapat dimanfaatkan kembali
sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Selain itu terdapat limbah padat
lain berupa serat-serat tebu yang telah terpotong pada alat-alat
pendahuluan dan terjatuh dari cane elevator sebaiknya dikumpulkan dan
dimasukkan kembali pada tempatnya agar tidak mengurangi rendemen
gula yang dihasilkan.
2. Perubahan teknologi yang dilakukan yaitu dengan menutup pipa tempat
mengalirnya nira mentah menuju ke tangki penampungan nira mentah
pada setiap gilingan (1-5). Dengan menggunakan pipa yang tertutup
menghindari terjadi kontaminasi kotoran seperti tanah, debu, ampas, serta
minyak pelumas dan air pendingin mesin gilingan yang terjatuh pada pipa
aliran nira mentah. Sehingga hanya sedikit menggunakan bahan pembantu
untuk memisahkan kotoran pada nira mentah di stasiun pemurnian.
3. Lantai disekitar tipler terdapat banyak tanah dan debu. Lantai dibersihkan
menggunakan air dengan cara disemprotkan dan dialirkan menuju ke parit
79

agar tanah serta debu tidak masuk dan terbawa dalam mini cane carrier.
Limbah cair ini dialirkan menuju IPAL agar dapat di treatment dan
dimanfaatkan kembali.
4. Perubahan teknologi yang dilakukan yaitu dengan menutup rapat cane
elevator pada masing-masing mesin penggilingan 1-5. Dengan menutup
rapat cane elevator maka tidak akan ada ampas tebu yang terbuang karena
keluar dari cane elevator yang tidak tertutup rapat. Ketika serat tebu yang
akan digiling dalam jumlah yang banyak maka ampas tebu pada cane
elevator pun banyak, sehingga akan keluar dari cane elevator dan
terbuang. Hal ini dapat mengakibatkan banyak loses pada ampas tebu.
5. Penerapan sistem K3 berupa pemakaian alat pelindung seperti helm dan
ear protaction pada stasiun mill harus di tingkatkan untuk mengurangi
resiko terjadinya kecelakaan kerja bagi pekerja karena tingkat bahaya yang
tinggi karena getaran dan kebisingan yang ditimbulkan.
6. Pembuatan penampungan atau aliran yang baik untuk sisa air pendingin
mesin gilingan dan tumpahan air imbibisi agar tidak menggenang pada
lantai-lantai mesin giling yang dapat membuat lantai menjadi licin dan
berlumut. Dengan pembuatan penampungan yang dialirkan dengan baik ke
parit maka sisa air pendingin dan tumpahan air imbibisi dapat di treatment
dan dimanfaatkan kembali untuk keperluan stasiun mill.
7. Pembuatan penutup pada setiap rantai penggerak mesin giling agar tidak
tercecer dan terjatuh oli bekas sebagai minyak pelumas di lantai serta
aliran parit. Jika telah masuk dalam aliran parit maka air dan oli bekas
akan dipisahkan pada kolam khusus pemisah oli dengan luas 2x1 meter.
Proses pemisahan ini menggunakan prinsip berat dari masing masing
bahan yaitu air dan oli. Oli yang mempunyai berat lebih ringan dari pada
air akan tertahan pada kolam pemisah oli dan air trus mengalir menuju
IPAL untuk dilakukan treatment. Oli yang tertahan pada kolam pemisah
maka akan disaring dan dikumpulkan dalam tangki penampungan oli
bekas yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai minyak pelumas mesin.
8. Pelatihan pada pekerja tentang pentingnya menjaga sanitasi penggilingan
dan lingkungan sekitar seperti pembersihan menggunakan air panas pada
saat sebelum dan sesudah proses pengilingan. Jika tidak dilakukan proses
sanitasi maka mikroba akan mudah mereduksi nira karena masih memiliki
pH dimana mikroba dapat hidup. Hal ini juga dapat dicegah dengan
pemberian susu kapur yang mempunyai kekentalan 3Be agar pH nira naik
dan terjadinya reduksi gula dapat dihindari.


Stasiun Pemurnian
Proses ini bertujuan untuk mengolah nira mentah dari stasiun mill menjadi
nira jernih dengan HK 78 dan memisahkan bahan pengotor dalam bentuk
blotong dengan pol sebesar 3,65 %. Pada stasiun pemurnian terdiri dari beberapa
proses diantaranya yaitu, penimbangan nira mentah, pemberian asam phospat,
pemanasan pendahuluan I, defekasi atau penambahan susu kapur, sulfitasi,
80

pemanasan pendahuluan II, proses pengendapan dengan penambahan flokulan dan
pemisahan blotong serta nira tapis.
Dari beberapa tahap proses diatas terdapat hasil samping berupa limbah,
seperti pada proses pemanasan pendahuluan yaitu menghasilkan air kondensat,
pada proses sulfitasi menghasilkan limbah gas SO
2
yang tidak ikut bereaksi dan
proses pemisahan pada RVF menghasilkan blotong.

Penerapan produksi bersih pada stasiun pemurnian berupa :
1. Lantai pada stasiun pemurnian dibersihkan dengan menyemprotkan air
pada lantai agar tetesan nira dari bocoran pipa dan jatuhan blotong dari
belt conveyor tidak mengotori serta membuat lantai menjadi licin. Maka
dihasilkan air sisa penyemprotan lantai yang limbahnya dapat
diminimalisir dengan melakukan pembersihan kering sehingga dapat
mengurangi limbah cair pada IPAL agar debit air tidak meningkat.
2. Tumpahan kapur atau susu kapur dari tangki defekator jatuh dilantai dapat
dilakukan penerapan good house keeping dengan membersihkan lantai
secara berkala agar lantai tidak licin dan korosif.
3. Penerapan prinsip recycle pada blotong yang dihasilkan dari proses
penyaringan menggunakan RVF. Blotong ditampung dalam truk
pengangkut dan dibawa untuk ditimbun dilahan yang nantinya digunakan
sebagai pupuk kompos.
4. Penerapan prinsip reuse pada air kondensat hasil samping dari pemanas
pendahuluan I dan II. Limbah cair berupa air kondensat ini tidak dibuang
melainkan disirkulasi dan didinginkan kembali melalui cooling water
tower sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai air kondensor atau air
jatuhan.
5. Limbah gas yang dihasilkan berupa gas SO
2
dilakukan uji 2 kali setiap
tahunnya agar kadar SO
2
diudara tidak melebihi batas yang ditentukan.
Serta penggunaan alat pelindung berupa masker bagi pekerja agar tidak
menghirup gas SO
2
yang berbahaya untuk pernafasan.
6. Penerapan good house keeping pada air yang digunakan untuk skrapan
juice heater dengan menggunakan air secukupnya agar tidak menyebabkan
pemborosan air yang digunakan dan menyebabkan peningkatan debit air
pada IPAL.
7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung
seperti ear protaction pada stasiun pemurnian untuk mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan tinggi yang
ditimbulkan.
8. Perbaikan teknologi dilakukan pada roda penggerak mesin yang terbuka
agar dibuat tertutup. Sehingga tidak adanya minyak pelumas atau oli yang
tercecer pada lantai.
9. Pengarahan kepada tenaga kerja yang bekerja pada stasiun pemurnian agar
dapat menjaga kebersihan dan membuang sampah seperti botol mineral,
bungkus rokok dan puntung rokok pada tempatnya. Sehingga tidak
menimbulkan limbah domestik pada lingkungan kerja.



81

Stasiun Evaporator
Stasiun evaporator memiliki tujuan untuk menguapkan air sebanyak-
banyaknya yang berada di dalam nira encer atau nira jernih sehingga
menghasilkan nira kental dengan brix 64%. Nira encer dari stasiun pemurnian
dipompa ke bejana penguapan atau badan penguapan yang bekerja secara paralel
dan seri. Sistem penguapan yang digunakan oleh Unit Usaha Cinta Manis adalah
Quadruple Effect yaitu sistem penguapan dengan pengoperasian 4 unit badan
penguapan dengan prinsip efisiensi penggunaan uap dari stasiun boiler.
Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya
dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan dilakukan
skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap dilakukan
untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal (kerak) dalam
evaporator pada saat proses penguapan dengan menggunakan air serta bahan asam
basa (Karmand).
Pada stasiun ini terdapat limbah yang dihasilkan berupa air jatuhan
kondensor, kotoran (kerak) evaporator, air+karmand sisa skrapan evaporator dan
air kondensat.

Penerapan produksi bersih dalam proses penguapan ini dapat berupa :
1. Penerapan prinsip reuse dilakukan pada air jatuhan kondensor akan
menghasilkan limbah cair berupa air panas yang akan dialirkan melalui
parit menuju ke rawa. Air di rawa kemudian dipompakan kembali menuju
cooling tower dan springer roud agar dapat digunakan kembali sebagai air
injeksi atau ke evaporator.
2. Proses penyekrapan pada evaporator akan menghasilkan limbah cair
berupa air+karmand serta sedikit kotoran atau kerak evaporator. Limbah
bekas skrapan ini kemudian disemprot menggunakan air agar mengalir
menuju parit. Parit-parit ini akan terhubung dengan instalasi pengolahan
air limbah. Maka limbah tersebut akan di treatment pada IPAL yang
nantinya air tersebut dapat digunakan kembali untuk kebutuhan pabrik.
3. Perubahan teknologi pada stasiun evaporator ini yaitu dengan penambahan
2 unit evaporator. Pada awalnya dari 6 unit dan sekarang menjadi 8 unit
evaporator dengan kapasitas 1500 m
2
LP serta berbahan stainless stell.
Dengan demikian dapat mempersingkat waktu proses penguapan dengan
volume yang lebih besar sehingga dapat meminimumkan biaya produksi
dan tahan lama.
4. Memberikan pelatihan dan pengarahan kepada pekerja di stasiun
evaporator agar mengetahui dan mengerti akan proses penguapan yang
baik dari segi pengontrolan serta pengaturan suhu evaporator agar tidak
terjadi proses browning yang berlebihan sehingga menghasilkan nira
kental dengan maksimal.
5. Melakukan penyekrapan secara teratur pada evaporator agar kotoran atau
kerak evaporator tidak menumpuk dalam evaporator yang dapat
mengganggu proses penguapan sehingga nira kental yang dihasilkan tidak
maksimal.
82

6. Limbah cair berupa air kondensat juga dihasilkan pada stasiun evaporator.
Penerapan prinsip recycle pada air kondensat ini dimulai dengan pengujian
kandungan gula pada air di laboratorium. Jika hasil uji air mengandung
gula maka air kondensat ini akan digunakan untuk kebutuhan proses atau
masakan. Jika tidak maka air tersebut digunakan untuk kebutuhan stasiun
boiler.
7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja skrapan berupa pemakaian alat
pelindung saat melakukan penyekrapan evaporator dan memberi
keterangan skrap setiap valve steam atau nira agar tidak dibuka untuk
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja karena kelalaian yang
dilakukan.
8. Pemberian tempat khusus untuk sampah-sampah domestik (puntung rokok,
botol mineral dll) yang dihasilkan oleh pekerja agar dapat meminimum
limbah domestik yang dihasilkan pada stasiun evaporator.


Stasiun Kristalisasi
Nira kental hasil dari proses penguapan, pada stasiun kristalisasi ini akan
mengalami proses pengkristalan. Yang nantinya bertujuan untuk mempermudah
proses pemisahan antara kristal gula dari kotoran melalui pemutaran sehingga
diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan sisa gula dalam tetes yang seminimal
mungkin.
Tingkat masakan yang biasa dilakukan pada Unit Usaha Cinta Manis
adalah A, C, dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan
desain calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau
uap nira. Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum
pan untuk masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan
C (vacuum pan C), dan 3 masakan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).
Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin
tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Beberapa limbah yang dihasilkan
pada proses kristalisasi ini berupa air jatuhan atau air kondensor, tumpahan
stroop, klare, nira kental, dan lain-lain.

Penerapan produksi bersih dalam proses kristalisasi ini dapat berupa :
1. Penerapan good house keeping untuk meminimalisir tumpahan nira kental,
klare, stroop dan magma pada peti penyimpanan sementara serta bocoran
valve pada seed vesel dengan membuat tempat penampungan yang
nantinya dapat ditampung dan dikembalikan pada seed vesel. Sehingga
tidak banyak bahan yang hilang dan terbuang menjadi limbah.
2. Perubahan teknologi yang dilakukan pada stasiun kristalisasi terdapat pada
peti penampung sementara klare, nira kental dan stroop serta receiver dan
crystallizer agar dibuat tertutup sehingga bahan terhindar dari kontaminasi
kotoran yang terdapat pada atap atau lantai pabrik. Sehingga menghasilkan
produk dengan mutu yang baik.
3. Limbah cair berupa air+butiran kristal gula pada bak penampungan air di
sogokan. Dapat dilakukan reuse dengan mengalirkan limbah cair tersebut
83

pada IPAL untuk di treatment agar dapat dimanfaatkan kembali. Selain itu
agar menggunakan air pada sogokan dengan secukupnya agar tidak
dihasilkan limbah cair yang menggenang pada bak penampung air di
sogokan.
4. Penerapan prinsip reuse juga dilakukan pada air jatuhan kondensor akan
menghasilkan limbah cair berupa air panas yang akan dialirkan melalui
parit menuju ke rawa. Setelah dingin air di rawa kemudian dipompakan
kembali menuju cooling tower dan springer pound agar dapat digunakan
kembali sebagai air pendingin atau air jatuhan pada vacuum pan.
5. Pelatihan dan pengarahan kepada pekerja pada stasiun kristalisasi agar
mengetahui dan mengerti akan proses masakan yang baik dari segi
pengontrolan volume bahan dalam vacuum pan, bahan-bahan yang harus
dimasukan, lama waktu pemasakan, serta besar kecilnya ukuran kristal
pada masing-masing masakan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses
pemasakan yang dapat mengakibatkan loses karena nira kental tidak dapat
mengkristal.
6. Perubahan teknologi pada gear penggerak magma tank/seed vesel agar
memiliki penutup dan penampung minyak pelumas atau oli bekas agar
LB3 tersebut tidak tercecer pada lantai stasiun kristalisasi yang dapat
membuat lantai menjadi licin dan menyebabkan kecelakaan kerja.
7. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung
seperti ear protactor pada stasiun kristalisasi untuk mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan tinggi yang
ditimbulkan oleh vacuum pan.


Stasiun Finishing (Penyelesaian)
Dari hasil kristalisasi, baik pola masak A, C, dan D yang berupa kristal
larutan induknya disebut massecuite A, C, dan D akan mengalami urutan proses
pada stasiun penyelesaian berupa pendinginan masakan, pemutaran gula,
pengeringan dan pendinginan, serta pengemasan dan penimbunan gula.
Gula kristal putih dihasilkan pada proses pemutaran gula. Selain itu
terdapat molase atau tetes tebu sebagai produk samping dari proses putaran gula.
Karena proses putaran berfungsi untuk memisahkan gula dengan larutannya.
Limbah lainya berupa air pendingin mesin, tumpahan massecuite pada feed mixer,
butiran-butiran gula yang terjatuh dari vibrating screen dan tumpahan air panas
untuk siraman pada proses putaran.

Penerapan produksi bersih pada stasiun penyelesaian dapat berupa :
1. Perlakuan pengecekan dan pengontrolan pada feed mixer secara teratur
agar tidak terjadi kebocoran masecuite karena roda pemutar feed mixer
yang haus. Sehingga kehilangan gula dapat dihindarkan.
2. Perlakuan pengecekan dan pembersihan secara berkala pada mesin-mesin
putaran dari tumpahan masecuite dan bahan lain yang menempel agar
tidak menimbulkan kontaminasi. Serta mengurangi resiko terjadinya karat
84

pada mesin-mesin putaran yang akan membutuhkan biaya tambahan dalam
proses perbaikan.
3. Perubahan teknologi pada gear dan rantai penggerak feed mixer agar
memiliki penutup dan penampung minyak pelumas atau oli bekas agar
LB3 tersebut tidak tercecer pada lantai yang dapat membuat lantai menjadi
licin dan menyebabkan kecelakaan kerja.
4. Pelatihan dan pengarahan kepada pekerja proses putaran agar lebih teliti
dalam segi pengontrolan volume bahan atau massecuite dalam feed mixer.
Agar tidak terjadi kelebihan kapasitas massecuite dalam feed mixer yang
mengakibatkan loses karena massecuite tumpah. Sehingga mengurangi
rendemen gula.
5. Pelatihan terhadap pekerja di proses putaran agar dapat mengurangi atau
mempertahankan harkat kemurnian (HK) tetes atau molase sehingga tidak
menyebabkan penurunan rendemen gula kristal putih yang dihasilkan.
Dengan HK tetes yang ideal adalah sebesar 33 %, apabila lebih dari 33 %
akan mempengaruhi banyaknya rendemen gula kristal putih yang
dihasilkan.
6. Penerapan sistem K3 kepada pekerja berupa pemakaian alat pelindung
seperti ear protactor pada proses putaran untuk mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan kerja karena tingkat kebisingan dan getaran yang
tinggi ditimbulkan oleh High Grade Sentrifugal.
7. Perlakuan good house keeping berupa pemberian tempat penampungan
(alas karung) untuk kristal gula yang tercecer pada sekitar grashopper
conveyor dan vibrating screen. Kristal gula yang tertampung akan
dikembalikan pada proses agar tidak mengurangi rendemen gula yang
dihasilkan.
8. Perubahan teknologi yang digunakan pada proses putaran ini yaitu
penambahan 2 unit mesin BMA atau High Grade Sentrifugal yang
dioperasikan secara otomatis dan memiliki muatan kapasitas yang lebih
besar sehingga dapat memuat gula kristal putih lebih banyak serta dapat
meminimumkan tenaga kerja karena dapat dioperasikan secara otomatis.
9. Menjaga kebersihan pada lingkungan proses penyelesaian agar dapat
mempertahankan mutu ataupun meningkatkan mutu gula kristal putih yang
dihasilkan.
10. Air pendingin yang dihasilkan dapat dilakukan reuse dengan mengalirkan
limbah cair tersebut ke rawa untuk diturunkan suhunya dan di pompakan
cooling tower serta springer pound. Sehingga dapat dihunakan kembali
sebagai air jatuhan untuk kondensor.


Sanitasi
Sanitasi industri pangan merupakan usaha-usaha untuk mencegah penyakit
dengan menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor dalam pengolahan
pangan yang berperan dalam pemindahan penyakit (dan bahaya lainya) sejak
penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk
akhir sampai distribusi (Kasmidjo, 1999).
85

Sanitasi pangan merupakan hal yang sangat penting dalam industri
pengolahan hasil makanan karena dapat mempengaruhi produk akhir yang
dihasilkan. Sanitasi diperlukan mulai dari bahan baku sampai dengan produk
akhir atau produk siap dikonsumsi sehingga dihasilkan produk akhir yang terjaga
keamanannya (Jennie, 1998).
Menurut Soekarto (1990), Sanitasi berpengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap mutu pangan dan daya awet produk serta nama baik atau citra
perusahaan. Dalam praktek di industri pangan tindakan sanitasi pangan meliputi:
pengendalian pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik. Pengendalian
pencemaran mencakup pembuangan limbah atau sampah dan menjauhi pencemar.
Pembersihan dilakukan dengan pencucian untuk menghilangkan kotoran yang
menempel supaya bersih, sedangkan tindakan aseptik dilakukan dengan
pembersihan peralatan atau sarana untuk menghindari mikroba.
Sanitasi pabrik merupakan satu hal yang penting dalam industri dan harus
diperhatikan dengan baik. Sanitasi meliputi sanitasi bahan baku, sanitasi
bangunan dan lingkungan, sanitasi peralatan, sanitasi ruangan dan sanitasi
pekerja. Apabila kondisi lingkungan bersih, peralatan terjaga baik maka pekerja
akan merasa nyaman dalam bekerja (Kasmidjo, 1999). Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan sanitasi di lingkungan pabrik Unit
Usaha Cinta Manis meliputi aspek sebagai berikut:


Sanitasi Bahan Baku
Sanitasi bahan baku, merupakan tindakan penjagaan kebersihan pada
bahan baku yang sangat besar pengaruhnya pada mutu produksi.
Adanya SOP yang digunakan sebagai pedoman tata cara penebangan tebu
yang baik dan benar. Agar tidak adanya kesalahan dalam penebangan tebu yang
dapat mengurangi rendemen tebu. Sanitasi tebu ini sangat erat kaitannya dengan
uji trash yang terdiri dari sogolan, pucuk, daduk, tebu mati dan tanah. Dimana
semuanya tidak lebih dari 5 % berat tebu yang di angkut.
Sanitasi tebu yang baik tidak akan menebang tebu dengan ruas < 10 ruas,
tidak ada pucuk tebu pada tebu yang ditebang, tebu bersih dari daun tebu atau
daduk, serta tidak adanya tanah yang terbawa ketika proses penebangan dan
pengangkutan berlangsung.


Sanitasi Bangunan
Sanitasi bangunan dan lingkungan, yaitu tindakan penjagaan kebersihan
bangunan sekitar tempat pengolahan dan lingkungan.
Pada dasarnya suatu bangunan memiliki fungsi sebagai pelindung segala
sesuatu yang ada didalamnya. Seperti pada bangunan pabrik Unit Usaha Cinta
Manis berfungsi untuk melindungi pekerja, bahan, mesin, peralatan dan semua
yang ada di dalamnya dari cuaca panas, dingin serta faktor dari luar lainnya.
Berikut berbagai macam bentuk sanitasi bangunan pada Unit Usaha Cinta Manis
adalah :

86

1. Lantai
Lantai pabrik Unit Usaha Cinta Manis terbuat dari 2 bahan yaitu semen
dan besi. Pada lantai dasar, lantai pabrik terbuat dari semen dengan
permukaan yang halus namun tidak licin dan dilapisi cat diatasnya. Pada
lantai 1-3, lantai pabrik terbuat dari besi yang kokoh dengan dilapisi cat
diatas permukaannya. Pengecatan lantai besi dilakukan agar melindungi
lantai dari bahaya korosif atau berkarat. Namun bangunan lain selain
pabrik pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan lantai ubin atau
keramik.

2. Dinding
Unit Usaha Cinta Manis sebagian besar memiliki dinding pabrik dengan
bahan seng. Bahan seng ini dipilih karena kokoh, tahan terhadap hujan,
dan cahaya matahari dengan dilapisi cat pada permukaannya. Namun
bangunan lain selain pabrik pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan
dinding batu bata atau tembok beton. Pada bagian belakang pabrik
dinding-dinding seng telah mengalami korosi dan berkarat. Karena dinding
seng bagian belakang pabrik sering terkena gas, uap dan asap yang
dihasilkan oleh pabrik.

3. Atap
Atap merupakan salah satu komponen penting dalam suatu bangunan.
Pabrik Unit Usaha Cinta Manis menggunakan bahan seng sebagai atapnya.
Dengan ketinggian yang telah disesuaikan terhadap tinggi bangunan
pabrik, mesin-mesin serta peralatan yang digunakan didalam pabrik
sehingga tidak mengganggu jalannya proses.

4. Penerangan
Sumber penerangan pada pabrik Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari bola
lampu atau lampu dengan berbagai macam watt yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Untuk tempat yang membutuhkan penerangan yang tinggi
maka diberikan lampu dengan watt yang sesuai begitu juga sebaliknya.
Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja
karena penerangan yang berlebihan dapat menyilaukan mata dan
kekurangan penerangan dapat membuat mata menjadi lelah. Jika terjadi
kerusakan pada lampu maka segera diganti sesuai dengan kebutuhan
penerangannya.

5. Ventilasi
Unit Usaha Cinta Manis memiliki ventilasi yang di desain sesuai dengan
kebutuhan udara agar dapat bersirkulasi dengan baik dan benar. Sirkulasi
udara dibutuhkan agar kondisi udara dalam pabrik terutama pada bagian-
bagian pengolahan yang menghasilkan panas, dimana panas tersebut dapat
bersikulasi dengan udara baru yang lebih segar .



87

Sanitasi Mesin dan Peralatan
Sanitasi mesin dan peralatan, yaitu tindakan penjagaan kebersihan
terhadap mesin dan peralatan pengolahan. Pengaturan tata letak alat dan mesin
pada Unit Usaha Cinta Manis sudah dilakukan dengan baik. Pengaturan tata letak
alat dilakukan dengan memberi jarak antar alat sehingga memudahkan
pengawasan dan pembersihan. Kondisi alat dan mesinnya sebagian kotor karena
tumpahan minyak pelumas atau tumpahan nira sehingga membuat debu dan
kotoran mudah menempel, hal ini menunjukkan bahwa alat dan mesin harus
dibersihkan secara berkala dan teratur. Mesin dan peralatan yang digunakan pada
Unit Usaha Cinta Manis adalah mesin-mesin yang sudah berteknologi tinggi
dengan berbahan mild steel dan stailessteel sehingga tidak mudah berkarat dan
sebagian lagi berbahan besi yang mudah berkarat.


Sanitasi Produk
Unit Usaha Cinta Manis menghasilkan produk berupa Gula Kristal Putih
(GKP). Gula ini dikemas dalam karung yang terlapisi plastik didalamnya dengan
isi 50 kg gula setiap karungnya. Karung yang telah terisi gula kemudian dijahit
pada sisi atasnya. Selanjutnya gula-gula tersebut ditumpuk dalam gudang tidak
lebih dari 50 tumpukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kerusakan karung gula karena tumpukan yang berlebihan serta menjaga jarak
tumpukan dengan atap gudang.
Pada gudang terdapat ventilasi udara yang berfungsi untuk menjaga suhu
dan udara dalam gudang tetap kering dan tidak lembab. Jika suhu terlalu tinggi
maka gula akan menggumpal atau keras dan jika suhu terlalu rendah maka gula
akan mencair. Pallet juga digunakan sebagai dasar lantai tumpukan dalam
penggudangan agar menghindari gula dari hama atau kotoran dalam gudang.


Sanitasi Pekerja
Sanitasi pekerja, yaitu penjagaan kebersihan terutama pada pekerja yang
bersentuhan langsung dengan bahan, karena pekerja merupakan salah satu faktor
pembawa kontaminasi tehadap produk.
Pekerja merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan
produktivitas dan mutu suatu produk dalam industri terutama industri makanan.
Maka semua pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis harus tetap terjaga
kebersihannya. Untuk menjaga kebersihan pekerja pada Unit Usaha Cinta Manis,
menggunakan pakaian khusus untuk bekerja berupa seragam kerja, kemudian pada
setiap stasiun kerja terdapat tempat cuci tangan bagi pekerja. Selain itu terdapat
toilet pada titik-titik pertemuan antar stasiun. Hal ini bertujuan untuk
mengefisienkan penggunaan toilet tersebut.
Pekerja yang menjalankan aktivitasnya didalam pabrik, tentu berhubungan
langsung dengan mesin-mesin, peralatan, bahan baku, maupun bahan tambahan
yang dapat membahayakan pekerja. Untuk itu, selain dilakukan sanitasi,
dibutuhkan pula penerapan K3 dan standar hygiene.
88

Dalam industri makanan, penerapan standar hygiene yang tinggi perlu
dilakukan dalam mengolah makanan agar mampu memproduksi makanan yang
aman untuk dikonsumsi. Aman artinya bebas dari hal-hal yang membahayakan,
merugikan, dan bebas dari kerusakan.

PENUTUP
Kesimpulan
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi
industri pangan, bagaimana cara berproduksi makanan dan minuman yang baik.
Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) dalam suatu industri pangan
sangat diperlukan untuk menjamin keamanan dan kebersihan produk yang
dihasilkan sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen. GMP meliputi lokasi,
bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk
akhir, laboratorium, karyawan, wadah dan pembungkus, label, penyimpanan,
pemeliharaan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan GMP dan sanitasi di
Unit Usaha Cinta Manis masih harus ditingkatkan lagi. Umumnya kekurangan
dalam pelaksanaan GMP adalah pada kesadaran karyawan untuk mematuhi
prinsip GMP dan SSOP. Beberapa persentase kesesuaian terhadap standar yang
masih rendah diantaranya lingkungan 9,75%, bangunan 37,66%, fasilitas sanitasi
2,16%, proses pengolahan 8,40%, laboratorium 8,67%, penyimpanan 30,08%.
Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan GMP dan SSOP
menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Selain itu pada pelaksanaan suatu proses produksi dalam suatu industri
dituntut bagaimana agar industri tersebut dapat mengefisienkan pemakaian
sumber daya dan juga meminimasi serta menangani limbah yang dihasilkan agar
tidak mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu dibutuhkan sistem
manajemen lingkungan industri berupa produksi bersih untuk mengefisienkan
limbah hasil produksi dari suatu industri.
Unit Usaha Cinta Manis merupakan perusahaan atau industri pangan yang
memproduksi gula kristal putih memiliki strategi dalam melaksanakan
penanganan dan pengolahan limbah yang dihasilkan pada setiap rangkaian stasiun
operasi produksi. Rangkaian proses produksi Unit Usaha Cinta Manis terdiri dari
7 stasiun operasi produksi yaitu, stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman
Tebu), stasiun Mill (Gilingan), stasiun Pemurnian, stasiun Evaporator
(Penguapan), stasiun Kristalisasi (Masakan), stasiun Finishing (Penyelesaian)
serta Sugar Bin dan Storage. Limbah yang dihasilkan dari setiap stasiun operasi
produksi memperoleh penanganan dan pengolahan yang cukup baik oleh Unit
Usaha Cinta Manis dengan strategi pencegahan pencemaran (Elemination) serta
strategi daur ulang (Recycle). Strategi pencegahan ditekankan pada aspek
pengurangan sumber pencemaran yang dapat dilakukan melalui beberapa
alternatif yaitu penerapan in hause keeping dalam pabrik, menghilangkan sumber
pencemaran yang seharusnya tidak ada, seperti perbaikan kebocoran pipa,
kebocoran pompa dan lainnya, mencegah masuknya bahan proses yang bukan
limbah kedalam saluran, misalnya tumpahan nira masakan atau tetes
89

dikembalikan ke proses, serta meningkatkan efisiensi alat seperti efisiensi ketel
bahan bakar ampas dapat mengurangi jumlah debu terbakar yang tidak sempurna.
Kemudian strategi daur ulang yang ditekankan pada aspek pemanfaatan kembali
yang dilakukan dalam pabrik maupun diluar pabrik, contohnya pemanfaatan
limbah pabrik yaitu pemanfaatan ampas sebagai bahan bakar ketel/boiler, Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada hasil pemisahan oli dari limbah dapat
digunakan untuk pelumas mesin-mesin produksi dan water treatment pada air
jatuhan jatuhan atau kondensor untuk digunakan kembali sebagai air ketel/boiler.
Sedangkan contoh pemanfaatan diluar pabrik antara lain penggunaan blotong
ddan abu dengan perbandingan 3:1 sebagai pupuk organik untuk dikembalikan ke
kebun. Dari hasil uji mengenai kualitas keluaran limbah yang dihasilkan diperoleh
hasil bahwa Unit Usaha Cinta Manis telah melakukan pengolahan limbahnya
dengan cukup baik karena dari baku mutu limbah yang ditetapkan pemerintah,
Unit Usaha Cinta Manis telah memenuhi standar baku mutu keluaran limbahnya
(padat, cair dan gas). Penerapan produksi bersih yang telah dilakukan oleh Unit
Usaha Cinta Manis telah terbukti dapat meminimalisasi limbah dengan cukup
baik.


Saran
Penerapan GMP bukan merupakan tanggung jawab suatu perusahaan atau
perorangan, tetapi lebih merupakan tanggung jawab seluruh anggota perusahaan.
Diharapkan di masa mendatang Unit Usaha Cinta Manis dapat melengkapi
fasilitas sanitasi terutama tempat pencucian tangan dan toilet, melakukan
pembersihan secara berkala yang disertai dengan pemantauan terutama ruang dan
peralatan produksi, memberikan pelatihan dan pembinaan kepada karyawan
tentang pentingnya sanitasi dan higiene, dan menyusun dokumen prosedur-
prosedur GMP serta SSOP. Untuk penerapan produksi bersih dari awal
penanganan bahan baku hingga dihasilkan produk harus dilakukan secara terus-
menerus agar dapat dihasilkan produksi yang ramah lingkungan. Pemahaman
mengenai produksi bersih serta sanitasi pada tiap karyawan yang bekerja pada
Unit Usaha Cinta Manis perlu ditingkatkan agar dapat menjaga lingkungan
industri sehingga dapat menghemat biaya produksi dan dihasilkan produk yang
bersih dengan rendemen yang tinggi. Selain itu, upaya pengelolaan lingkungan
yang terdiri dari limbah padat, limbah cair, limbah udara, dan LB3 harus lebih
ditingkatkan agar dapat menuju ISO 14001 mengenai sistem manajemen
lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing perusahaan.






90

DAFTAR PUSTAKA


BSN.2001.Spesifikasi Gula Kristal Putih SNI 01-3140-2001. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.

Holah. JT, Taylor. 2003. Personal Hygiene. In: Lelieveld (ed). Hygiene in Food
Processing. Boca Raton, Boston: CRC Press., pp 209-332.

Indrasti, N.S. dan Fauzi, A.M. 2009. Produksi Bersih. IPB Press. Bogor.

Jenie, B.S.L., Rahayu, W. P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Kanisius, Yogyakarta

Jennie, Betty Sri Laksmmi, 1998. Sanitasi dalam Industri Pangan. IPB Press.
Bogor.

Kasmidjo, R. B. 1999. Sanitasi, Penanganan Limbah dan Lingkungan : Konsep
Penanganan Limbah. Jurusan TPHP FTP UGM. Yogyakarta

Panebianco A., G. Ziino, M. Gallo and A. Giuffrida. 2004. Application of
Monitoring Score System to Catering Industry. In : F.J.M. Smulders, J.
D.C. (Eds). Safety Assurance During Processing. Netherlands:
Wageningen Academic Publishers.

Soekarto, Soewarno T.1990. Dasar-dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi
Mutu Pangan.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Thaheer, H., 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.

UNEP. 1999. Pollution, Prevention and Abatemant Hanbook: Toward Cleaner
Production. Washington.











91


















92

Lampiran 1 Diagram alir proses pengolahan limbah cair UU Cinta Manis
93

Lampiran 2 Layout/flow sheet IPAL Unit Usaha Cinta Manis
94

Lampiran 3 Analisa udara emisi Unit Usaha Cinta Manis

ANALISA UDARA EMISI UNIT USAHA CINTA MANIS



BME : Baku Mutu Emisi (Kep 13/MEN-LH/1995)

Hasil Analisis Pengujian Emisi (Boiler) Unit Usaha Cinta Manis (April2013)
No. Parameter Satuan Boiler
1&2
Boiler 3 Metode Baku
Mutu
1 Partikulat mg/m
3
78,29 73,18 Isokinetik 250
2 Sulfur dioksida
(SO
2
)
mg/m
3
23,17 22,45 Titirimetri 600
3 Nitrogen
dioksida (NO
2
)
mg/m
3
62,45 61,57 Kalorimetri 800
4 Opasitas % 16 16 Visual 30
Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Hasil Analisis Pengujian Emisi Sumber Tidak Bergerak (Genset) Unit Usaha
Cinta Manis (April 2013)
No. Parameter Satuan Gen
01
Gen
02
Gen
03
Gen 04
A
Gen 04
B
Baku
Mutu
1 CO mg/m
3
198 195 197 169 169 600
2 CL
2
mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 10
3 HCL mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 5
4 HF mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 10
5 NO
2
mg/m
3
89,47 83,46 82,39 82,39 82,38 1.000
6 Opasitas % 15 15 15 15 15 35
7 Partikulat mg/m
3
92,19 87,14 85,47 78,64 78,63 350
8 SO
2
mg/m
3
47,55 45,27 44,32 44,37 44,37 800
9 H
2
S mg/m
3
0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 35
10 Hg mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 5
11 As mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 8
12 Sb mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 8
13 Cd mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 8
14 Zn mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 50
15 Pb mg/m
3
ttd ttd ttd ttd ttd 12
95

Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis

Hasil Analisis Pengujian Emisi Sumber Tidak Bergerak (Cerobong Belerang)
Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)
No Cerobong
Belerang
Parameter Satuan Hasil Baku Mutu
1 Nira Kental Sulfur dioksida (SO
2
) mg/m
3
231,29 800
Total Sulfur tereduksi
(H
2
S)
mg/m
3
1,2 35
2 Nira Mentah Sulfur dioksida (SO
2
) mg/m
3
232,47 800
Total Sulfur tereduksi
(H
2
S)
mg/m
3
1,3 35
Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis


Data Emisi Sumber Bergerak Unit Usaha Cinta Manis (April 2013)
Sumber : Bagian LH dan K3 Unit Usaha Cinta Manis






No Objek Hasil Parameter Opasitas (% HSU) sesuai Permenneg-
Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006
1 Pick Up L 200 10 Opasitas
(%)
70
2 Pick Up 10 Opasitas
(%)
70
3 Exavator Grab
Loader
8 Opasitas
(%)
40
4 Cane Stacker 966
H
9 Opasitas
(%)
40
5 Traktor Tarik 10 Opasitas
(%)
40
96

Lampiran 4 Form audit GMP

FORM AUDIT GMP

No Persyaratan Good Manufacturing Practices (GMP)
Penilaian

0 1 2 3 4

A. LINGKUNGAN

1 Halaman pabrik terpelihara dengan baik (tidak terdapat rumput liar, semak-semak, dll)

2 Tidak terdapat genangan air maupun banjir

3 Tidak terdapat parit yang tersumbat didalam lingkungan pabrik

4 Tidak ada tumpukan barang bekas yang tidak terpakai



5 Tidak ada tumpukan sampah

6 Tidak terdapat polusi dari luar pabrik yang dapat mencemari pabrik

7 Tidak terdapat barang bekas diluar area pabrik yang dapat mencemari pabrik

8 Tidak terdapat rumah atau area tinggal yang berpotensi mencemari pabrik

9 Tidak terdapat industri lain yang dapat mencemari pabrik

10 Kondisi jalanan luar dan dalam pabrik dalam kondisi baik

11 Saluran pembuangan air sekitar pabrik berfungsi baik

SUB TOTAL 4 12 20


B. BANGUNAN

B.1 Desain dan tata letak ruangan

1 Ruangan pokok sesuai jenis peralatan, jenis kapasitas produksi, dan jumlah karyawan

2 Tata letak ruangan pokok sesuai proses

3 Ruangan pelengkap cukup luas sesuai jumlah karyawan

97

4 Tata letak ruangan pelengkap sesuai urutan kegiatan



B.2 Lantai

1 Lapisan resin epoxy di ruangan pokok dalam kondisi baik (tidak terkelupas)

2 Lantai yang terbuat dari keramik tidak pecah/retak

3 Saluran pembuangan berfungsi baik

4 Lantai tidak licin



B.3 Dinding

1 Cat tidak terkelupas

2 Permukaan bagian dalam halus dan rata



B.4 Atap

1 Tidak bocor

2 Tidak pecah



B.5 Langit-langit

1 Tidak terkelupas

2 Tidak berlubang

3 Tidak retak



B.6 Pintu

1 Tidak pecah/tidak rusak

2 selalu ditutup jika tidak dipakai

98



B.7 Jendela

1 Tidak pecah/tidak rusak

2 Selalu ditutup jika tidak di pakai



B.8 Penerangan

1 Pelindung lampu tidak pecah

2 Lampu berfungsi baik

3 Cahaya cukup terang (tidak remang-remang)



B.9 Ventilasi dan Pegatur suhu

1 Dapat mengontrol suhu dan bau

2 Berfungsi baik

3 Kasa dalam keadaan bersih dan tidak bolong (ventilasi)



B.10 Toilet

1 Ruangan dalam keadaan bersih



2 Ruangan dalam keadaan rapi

3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest,serangga)

4 Suhu dan kelembaban normal

5 Cahaya cukup

6 Tempat sampah bertutup

7 Tersedia sarana cuci tangan (wastafel, air mengalir, sabun)

8 Terdapat tanda peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet

99

9 Pintu toilet selalu ditutup

10 WC berfungsi baik

11 Toilet tidak tergenang air



B.11 Ruang cuci tangan

1 Ruang dalam keadaan bersih

2 Ruang dalam keadaan rapi

3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga)

4 Suhu dan kelembaban normal

5 Cahaya cukup

6 Tempat sampah bertutup

7 Tersedia handsoap & alkohol dalam jumlah sesuai karyawan

8 Handryer berfungsi dengan baik



B.12 Ruang pencucian alat & Wadah

1 Ruang dalam keadaan bersih

2 Ruang dalam keadaan rapi

3 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga)

4 Suhu dan kelembaban normal

5 Cahaya cukup

6 Tempat sampah bertutup

7 Ketersediaan bahan dan alat pembersih, air panas dan dingin

SUB TOTAL 0 6 18 51 64


100

C. FASILITAS SANITASI

C.1 Sarana Penyediaan Air

1 Sumber air, pipa pengaliran, penampugan dalam kondisi baik

2 Kualitas air memenuhi syarat air bersih

SUB TOTAL 8


D. ALAT PRODUKSI

1 Permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang, tidak mengelupas dll

2 Tidak mengontaminasi (mikroba, logam, minyak pelumas, dan bahan bakar lain)

3 Jadwal pembersihan dilaksanakan dengan baik

SUB TOTAL 2 6


E. PROSES PENGOLAHAN

1 Bahan tambahan tidak melebihi batas, sesuai SNI

2 Proses pengolahan mempunyai protokol yang memuat ;

a. Jenis bahan

b. jumlah seluruh bahan untuk 1 kali pengolahan

c. Tahap-tahap proses pengolahan

d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan

e. Faktor-faktor yang perlu diawasi

f. Cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir

3 Jika ada pengubahan formula dasar segera diumumkan

SUB TOTAL 3 28


101

F. PRODUK AKHIR

1 Produk akhir memenuhi standar mutu (SNI/persyaratan pelanggan)

SUB TOTAL 4


G. LABORATORIUM

1 Produk akhir selalu diperiksakan ke laboratorium

2 Protokol pemeriksaan lengkap mencakup ;

a. Nama makanan

b. tanggal pengambilan contoh

c. Jumlah contoh yang diambil

d. Kode produksi

e. Jenis pemeriksaan

f. Kesimpulan pemeriksaan

g. Nama pemeriksa

SUB TOTAL 32


H. PENYIMPANAN

H.1 Gudang Bahan Tambahan

1 Kondisi bersih dan rapi

2 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga)

3 Penerangan cukup

4 Terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai

5 Ventilasi berfungsi baik

6 Bahan-bahan disimpan sesuai label

102

7 Bahan yang disimpan memiliki data ;

a. Nama bahan

b. Tanggal terima

c. Asal bahan

d. Jumlah penerimaan digudang

8 Stock bahan diatur dengan FIFO

9 Bahan sesuai spesifikasi

SUB TOTAL 2 3 40


H.2 GUDANG PRODUK AKHIR

1 Kondisi bersih dan rapi

2 Tidak terdapat hewan (kucing, anjing, pest, serangga)

3 Penerangan cukup

4 Terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai

5 Ventilasi berfungsi baik

6 Produk akhir disimpan dengan ketentuan berikut ;

a. Jarak makanan ke lantai minimal 15 cm

b. jarak makanan ke dinding minimal 5 cm

c. Jarak makanan ke langit-langit minimal 60 cm

7 Produk akhir yang disimpan dicatat ;

a. Nama produk

b. tanggal terima

c. Tujuan pengiriman

d. Jumlah pengiriman di gudang

103

e. Tanggal pengiriman

f. Sisa akhir

g. Tanggal pemeriksaan QC

h. Hasil pemeriksaan QC

8 Stock produk akhir diatur dengan FIFO

SUB TOTAL 6 60

TOTAL 0 6 26 81 256 369


KETERANGAN :


1. Kriteria Penilaian :


Nilai 0 : penyimpangan yang terjadi > 75 %


Nilai 1 : penyimpangan yang terjadi 51 - 75 %


Nilai 2 : penyimpangan yang terjadi 26 - 50 %


Nilai 3 : penyimpangan yang terjadi 1 - 25 %


Nilai 4 : peyimpangan yang terjadi 0 %


2. Tingkat keparahan kondisi GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluruhan :


Kritis : 0 177


Berat : 178 354


Sedang : 355 531


Ringan : 532 708






104

Lampiran 5 Diagram alir dan neraca massa

DIAGRAM ALIR DAN NERACA MASSA
(MATERI AL BALANCE)

Satuan = Ton/Jam

Data berdasarkan :
a. Laporan kilat periode ke IV (16/06 2013 - 30/06 2013) = 15 Hari
- Satu Periode : 15 Hari
- Satu Hari : 24 jam
- Jam Berhenti selama Satu Periode : 23 jam
- Total Jam : 337 jam
- Tebu Digiling (ton) : 64.705,10
- Ton Gula (ton) : 4.532,90
- Jumlah Tetes (ton)/% ton tebu : 3.3003,50/4,64
- Ampas % Tebu : 31,95 %
- Jumlah Floculant (Kg)/konsentrasi (ppm) : 7,740/(4 ppm/ton nira)
- Jumlah Phospat (Kg)/konsentrasi (ppm) : 38,255/ 100
- % pol blotong : 5,43
b. Standar Prosedur Operasi
- Air imbibisi (%/ ton tebu) : 30
- Brix Nira Mentah (%) : 11
- Brix Nira Nira Kental (%) : 60-64
- Brix Masakan A (%) : 92-93
- Brix Masakan C (%) : 94-95
- Brix Masakan D (%) : 97-98
c. Hasil Analisis Laboratorium
- Brix Klare SHS : 73
- Brix Magma C : 84
- Brix Stroop A : 81
- Brix Magma D II : 86
- Brix Stroop C : 83
- Brix Klare D : 80
d. Asumsi Lainnya (Normal Giling)
- Enzim : 64 ml / menit
- Nira Tapis : Diabaikan
- Fondan : Diabaikan
- Air Siraman ( PG. Jatitujuh, Majalengka) : 7 %/ton tebu
- Jumlah Kapur/konsentrasi : (1,2 kg/ton tebu)/6 %
105

- Bagassilo (ton/jam) : Blotong-% pol blotong- air
siraman
- Jumlah Klare SHS (% Nira Kental) : 22,22
- Jumlah Magma C (% Nira Kental) : 22,22
- Jumlah Magma D II (% stroop A) : 33,33
- Jumlah Klared D (% stroop C) : 33,33
- Kadar air gula SHS basah : 2 %
- Kadar air gula SHS Kering : 1 %
- Jumlah tidak lolos Vibrating Screen : 0,1 % ton gula SHS Kering


1. Stasiun Gilingan












2. Stasiun Pemurnian














STASIUN
PENGGILINGAN
Tebu
192

Air Imbibisi
57,6

Enzim
0,00384

Nira Mentah
188,26

Ampas
61,34

STASIUN PEMURNIAN
Nira Mentah
188,26

Susu Kapur
3,84

Asam Phospat
1,1

Nira Jernih
192,71

Nira Tapis

Blotong
9,78

Bagassilo
7,72
Floculant
0,029
Air Siraman
1,54
106

3. Stasiun Evaporator













= 157,34

4. Stasiun Masakan dan Putaran





















STASIUN PENGUAPAN
Nira Jernih
192,71

Nira Kental
35,37
Air
157,34
37,16

11,86
17,95

Klare D
3,37

Gula D I
2,96

MASAKAN A
Nira Kental
35,37

Klare SHS
7,85

HGF I

HGF I

MASAKAN C
Stroop A
15,71

MASAKAN D
LGF C

LGF D I

LGF D II

Magma D
II
5,24

Tetes
8,90

Magma C
7,85

Stroop C
10,10

Gula A
21,45
Gula SHS Basah
13,60

Kondensat A
10,37

Kondensat D
1,61
Kondensat C
3,00
107

= 10,37 ton/jam
(

) = 3,00 ton/jam

= 1,61 ton/jam

5. Stasiun Putaran dan Penyelesain



STASIUN PENYELESAIN
Gula SHS Basah
13,60
Gula SHS Kering
13,45
Air
0,137
Gula Kasar/halus
0,013

Anda mungkin juga menyukai