Anda di halaman 1dari 29

TRANSFORMASI BENTUK DALAM UKIRAN

Oleh Widihardjo

RECENT POSTS

CRAFTSMAN vs DESIGNER (PENGRAJIN vs DESAINER)


PENERAPAN KOMPOSISI UKIRAN
TRANSFORMASI BENTUK DALAM UKIRAN
KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN
AESTHETIC COMPOSITION IN CARVING
PRAKTEK BENGKEL (WORKSHOP)
ATBM TIKAR MENDONG
MADE IN CHINA or SERVICED IN CHINA?
SECUIL TENTANG KREATIVITAS
A CREATIVITY GAP IN CRAFT DESIGN TRAINING
DESAIN PRODUK BAMBU & KETAK
DESAIN MEBEL ROTAN MAHASISWA
PELATIHAN PROTOTIPE MEBEL ROTAN
DESIGN TRAINING FOR RURAL INDUSTRY IN INDONESIA
DESAIN PRODUK KERAJINAN DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK DENGAN

CETAK INJEKSI
PEMANFAATAN DAHAN SALAK (SALACCA EDULIS) UNTUK KOMPONEN INTERIOR

DAN KERAJINAN
MENGUKUR KESAN DESAIN

http://apikayu.wordpress.com/tag/ukiran-jepara/

Pelatihan Desain Ukiran Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya
Yogyakarta

1.

Tentang

Dasar

Komposisi

Dalam membuat suatu komposisi bentuk diperlukan pengetahuan dasar tentang prinsip
Organisasi Visual dan Elemen atau Unsur Visual. Dengan memahami karakter dari kedua
aspek di atas dapat dibuat berbagai bentuk komposisi visual yang sesuai dengan tujuan
pembuatan komposisi yang ditetapkan. Baik elemen maupun prinsip visual bisa digunakan
untuk mengolah unsur bentuk baik yang bersumber pada bentuk geometrik yang bersifat
abstrak
maupun
bentuk
organis
yang
bersumber
dari
alam.
Bentuk geometris bersumber dari rekaan pikiran manusia, sehingga karakternya bersifat logis
dan strukturnya bisa diukur dengan alat. Sedangkan bentuk organis yang bersumber dari alam
memiliki karakter yang khas yaitu tumbuh bebas sesuai dengan sifat alam yang memiliki
hukumnya
sendiri.
Kedua sumber bentuk tersebut dengan demikian harus dipahami sifat dan potensinya bila
akan digunakan untuk membuat suatu bentuk transformasi dalam komposisi tertentu.

Prinsip

organisasi

visual

Repetisi

Variasi,

Proporsi,

Transisi,

Penekanan,

Keseimbangan.

Elemen

bisa

dicapai

melalui

Titik,

Garis,

Bidang,

Volume,

Tekstur,

Warna.

cara

ungkap

atau

visual

berbagai

yaitu

pengulangan,

terdiri

atas

Elemen visual ini biasa disebut juga sebagai Elemen Konseptual. Dalam suatu komposisi
antara elemen satu dengan lainnya memiliki ciri-ciri tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa
karakter
posisi
elemennya.
Karakter

hubungan

ini

disebut

Elemen

Relasional

yang

terdiri

atas

Arah

(Direction),

Posisi

(Position),

Ruang

(Space),

Daya

Tarik

(Gravity).

Secara praktik elemen yang terkait meliputi Elemen Praktik yang terdiri atas :

Representation,

Meaning,

Function

mencakup
berisi
yaitu

bentuk

natural

pesan
berkaitan

(alam),
yang
dengan

stilasi

dan

abstrak.

dikandungnya,
nilai

guna.

Komposisi bisa dibuat dengan kesan datar dua dimens ional dan tiga dimensional yang
didasarkan
pada
Prinsip
Organisasi
Ruang,
terdiri
dari
bentuk:

Memusat, komposisi berorientasi pada pusat baik dalam arah menuju atau dari titik
pusat,

Linier,

Radiasi,

Kelompok,

Grid, komposisi yang didasarkan pada bidang yang dihasilkan oleh grid (garis potong
yang
membentuk
bidang).

kompisisi
komposisi

yang
yang

komposisi

berorientasi
mengikuti

pada

arah

terdiri

memutar,

atas

garis

sejajar,

berlapis

sejajar,

susunan

kelompok,

Dengan memahami dan menguasai hal-hal di atas maka suatu komposisi yang baik bisa
dikonsepkan dengan teliti dan bisa dievaluasi hasilnya dengan mudah.

2. Tentang Bentuk Dasar Geometris dan Organis


Sumber bentuk yang dipakai untuk membuat suatu komposisi bisa bersumber dari bentuk
geometris maupun organis. Bentuk geometris adalah bentuk dasar yang dihasilkan oleh
pikiran manusia yang terdiri dari tiga unsur bentuk dasar yaitu : bentuk segi tiga (triangle),
bentuk
segi
empat
(tetragon),
dan
bentuk
lingkaran.
Bentuk ditentukan oleh batas pinggir dari bidang yang seringkali berupa garis. Bentuk
tersebut berdimensi datar dan disebut poligon. Poligon memiliki batas bentuk yang berujud
segi tiga (triangle), segi empat (tetragon), segi lima (pentagon), segi enam (hexagon).

Bentuk poligon memiliki sifat yang ditentukan oleh garis batas luarnya yang disebut convex
poligon bila garis luarnya menonjol ke arah luar sehingga bentuknya menjadi gemuk.
Sedangkan bila garis luarnya melengkung ke arah dalam disebut concav poligon. Guna dari
bentuk convex dan concav tersebut adalah untuk menghasilkan image dimensi bila digunakan
pada
penggabungan
dua
atau
lebih
bentuknya.
Bentuk poligon terdiri atas dua bentuk reguler dan nonreguler. Bentuk reguler (teratur) terdiri
atas
:

Konstruksi

reguler

segi

tiga,

bujur

sangkar,

lingkaran.

Pembagian ke dalam bidang-bidang yang bisa sama besar atau besar dan kecil
dengan bentuk yang sama, misalnya bujur sangkar dibagi empat bagian, kemudian

bagiannya

dibagi

lagi

lebih

kecil,

dan

seterusnya.

Keseimbangan

simetris,

Penggabungan tessellations yaitu membuat gabungan poligon. Dengan prinsip


tessellations ini bisa dibuat berbagai komposisi, sehingga menghasilkan berbagai
image. Prinsip tesellations ini bisa menghasilkan bentuk puzzle dan pola transisi
bentuk.

Bentuk dasar geometris memiliki karakter dasar yang mengandung nilai yang bersifat
tematis. Segi tiga mengandung nilai arah. Segi empat bersifat statis, kokoh dan kaku.
Lingkaran bersifat memusat, mandiri, labil. Berdasarkan sifat dasar tersebut maka suatu
komposisi
bisa
dirancang
kandungan
nilainya.
Selain bentuk di atas terdapat pola bentuk yang sudah dikenal luas sebagai suatu pola yang
menarik untuk digunakan membuat komposisi yaitu : Mandala, Lattice, dan bentuk
Axonometri.
Bentuk organis yang bersumbar dari alam (bentuk alam) memiliki nilai dan sifat yang sangat
banyak. Bentuk yang ada di alam bisa memiliki karakter yang kuat pada unsur pembentuknya.
Misalnya terdapat bentuk yang dominan pada untuk titik, atau garis, atau juga bidang. Karena
bentuk organis bersifat tumbuh, maka karakter bentuknya tidak bisa dikonstruksikan ke dalam
bentuk geometris. Untuk bisa mengadopsi bentuk alam dibutuhkan kemampuan menganalisis
karakter yang dominan dan kemampuan mengabstraksikan dengan cara menyederhanakan
struktur
dan
bentuknya.
Bentuk organis memiliki sifat yang khas, sehingga bila digunakan untuk membuat komposisi
lebih bisa menghasilkan karakter yang dinamis dan berkesan lebih hidup.
Beberapa karakter yang bisa diambil dari bentuk alam ini antara lain adalah :

Cross Section (potongan melintang) dari suatu benda alam, misalnya buah-buahan
yang dipotong melintang akan menghasilkan suatu pola bentuk yang khas.

Sistim Axial menghasilkan bentuk simetris dlm dimensi bidang maupun garis

Eksplorasi Pola dari bunga, sarang laba-laba, daun dan sebagainya bisa menghasilkan bentuk
yang
menarik.

Sistim

Cabang/pencabangan

misalnya

cabang

daun,

cabang

bunga.

Sistim Cluster/kelompok berupa elemen bentuk yang berkelompok, misalnya kelopak bunga.

Pola Kristal yaitu bentuk runcing yang terdapat pada batuan, pohon yang meninggi,
kerang.
Meander

bentuk

yang

menyerupai

awan.

Dari bentuk di atas bisa diperoleh banyak gagasan untuk menghasilkan suatu komposisi.

3. Tentang Form Generator (Penghasil Bentuk)


Teori tentang form generator digunakan untuk menghasilkan bentuk yang bisa
dijadikan elemen komposisi. Unsur pembentuk elemen ini terdiri dari : tititk
(point), garis (line), bidang (plane), dan volume yang berkaitan dengan ruang.
Titik sebagai elemen awal bisa mengahsilkan Garis dengan cara menggerakannya dari suatu
posisi ke arah lainnya. Garis bila digerakkan dengan mengangkatnya akan
menghasilkan Bidang. Bidang bila diolah dengan cara menyusun dengan mempertemukan
bagian pinggirnya (batas) satu dengan lainnya akan menghasilkan ruang.
Dengan demikian hakekat dari proses membuat suatu bentuk bisa dimulai dari ketiga elemen
tersebut.
Titik

sebagai

elemen

Garis dan arah,


Berfungsi

Menghasilkan

Menghasilkan

Menghasilkan

Menghasilkan

yang

bisa

dilihat

dapat

membagi

menghasilkan

ruang,

bidang

visual,
ruang,

gerakan

dan

gravitasi,
pola.

Garis memiliki karakter bentuk dan kualitas`permukaan, bisa lurus dan melengkung, tipistebal,
solid-terputus-putus.
Garis
juga
bisa
berfungsi
sebagai
:

Pembagi

ruang,

Mendeskripsikan

Merepresentasikan

Membentuk

Sebagai

Sebagai

Menghasilkan

ilusi,

Menghasikan

tone,

Merepresentasikan

alam,

Merepresentasikan

suatu
karakter

nilai
suatu

bentuk,

permukaan

benda,
pola,

notasi
media

sistim
ekspresi

produk

(barcode
pada

buatan

komputer),
karya

seni,

manusia.

Bidang merupakan hamparan bentuk yang merpresentasikan permukaan yang datar (dua
dimensi). Bidang dan bentuk ditentukan oleh batas`pinggir berupa garis atau akhir suatu
bidang. Bentuk datar dikenal sebagai poligon yang memiliki jenis sudut batas tertentu,
sehingga menghasilkan suatu pengertian bentuk, seperti sudut tiga menghasilkan bentuk segi
tiga (triangle), bersudut empat mengahsilakn segi empat atau bujur sangkat (tetragon),
bersudut lima menghasilkan bentuk segi lima (pentagon), bersudut enem menghasilkan
bentuk
segi
enam
(hexagon).
Dengan sifat convex dan concave pada poligon dapat dihasilkan bentuk yang bila
digabungkan
(tessellation)
menghasilkan
image
bentuk
yang
kaya.

Volume (ruang) merupakan suatu konsep yang menjelaskan bidang yang bergerak dan
memiliki arah membentuk ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh bidang-bidang tersebut.
Volume dihasilkan oleh adanya batas-batas bidang yang menghasilkan struktur bentuk tiga
dimensional. Bentuk benda yang dihasilkan bisa bersifat solid ataupun berongga.
Representasi volume bisa dicapai melalui benda tiga dimensional yang riil maupun hanya
berupa kesan visual. Volume yang ditimbulkan oleh kesan visual bisa dikembangkan melalui
gambar
proyeksi
seperti
perspeftif, oblique,danaxonometri.
Dengan membuat susunan bentuk berdasarkan elemen-elemen di atas bisa dihasilkan
beragam bentuk dengan kesan dua dimensional maupun tiga dimensional.

4.

Tentang

Transformasi

Bentuk

Transformasi bentuk merupakan proses perubahan bentuk secara bertahap (gradual) dari suatu
bentuk tertentu atau bentuk struktur atau komposisi ke bentuk lain.
Banyak cara bisa digunakan untuk mengubah suatu bentuk ke bentuk lainnya, antara lain
dengan melakukan penyederhanakan unsur bentuknya atau menonjolkan salah satu bagian
dari
bentuk
dan
merubahnya
secara
bertahap.
Cara

yang

lazim

digunakan

dalam

membuat

transformasi

bentuk

adalah

Melalui asosiasi dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Kemampuan asosiasi ini sangat
tergantung pada daya imaginasi ketika melihat obyek bentuk yang akan
ditransformasikan. Untuk itu diperlukan kemampuan kreatif yang memungkinkan
fleksibilitas
image
bekerja
untuk
melakukan
eksplorasi.

Melalui proses penambahan atau pengurangan dari obyek yang akan ditransformasikan. Cara
ini memerlukan kejelian dalam melihat potensi bagian bentuk obyek yang akan
ditransformasikan, sehingga karakter baru dari bentuk yang akan dihasilkan bisa diperjelas
artinya/maknanya.

Dengan transformasi bentuk suatu bentuk obyek akan berubah menjadi bentuk obyek yang
lain. Dengan melalui perubahan yang bertahap, maka setiap tahapan bentuk yang berubah
akan menimbulkan kesan animatif sehingga tahapan perbahannya bisa dilihat dengan jelas
dan menimbulkan perasaan yang mengalir dari suatu bentuk benda yang memiliki nilai dan
makna tertentu menjadi bentuk benda baru yang bernilai dan bermakna baru pula.
Proses transformasi bentuk bisa dilakukan pada benda atau obyek apapun, baik yang berasal
dari benda di alam maupun benda buatan manusia (produk industri). Transformasi bisa
dilakukan pada unsur atau elemen bentuk visual titik, garis, atau bidang.

Untuk bisa memantau tahapan perubahan bentuk yang ditransformasikan sistim komposisi
yang digunakan harus yang bisa mendukungnya. Bidang komposisi yang biasa digunakan
adalah bidang komposisi yang tebagi dalam bentuk grid. Bidang komposisi dengan grid bisa
disusun sesuai dengan kebutuhan, misalnya bentuk bujur sangkar akan menghasilkan jumlah
grid yang sama pada arah vertikal dan horisontalnya, maupun diagonalnya.

Referensi
Charles Wallschlaeger & Cynthia Busic Snyder, Basic Visual Conceps and
Principles for Artists, Architects, and Designers, Win C Brown Publisher, USA,
1992.
Nicholas Roukes, Design Synectic, Stimulating Dreativity in Design, Davis
Publications,
Worcester,
Massachusetts,
1988.
Wucius Wong, Principles of Form and Design, Van Nostrand Reinhold Company,
New
York,
1993.

June 13, 2012Categories: SAINS DESAIN | Tags: desain ukiran, kompoisi desain, komposisi
ukiran, ornamen ukiran, tradisi ukir, ukir kayu, ukiran jepara | 1 Comment

KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN


Elemen Visual pada Ornamen oleh Aji Koswara

Pelatihan Desain dan Ukir Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya
Yogyakarta.

PENDAHULUAN
1.

Ornamen ukiran di desain untuk memberikan keindahan tertentu pada suatu barang
atau produk, walaupun demikian secara estetis keberadaannya pada benda atau produk
harus ditempatkan sebagai satu keseluruhan dari keseluruhan suatu produk, bukan
sesuatu yang ditempelkan atau ditambahkan. Ornamen ukiran menjadi elemen yang
bersama-sama dengan elemen lainnya memberi kontribusi pada baik buruknya suatu
produk. Kegiatan merancang ornamen merupakan bagian dari keseluruhan kegiatan
merancang suatu produk. Kedudukan ornamen yang demikian menyebabkan ornamen
ukiran tidak saja hanya untuk memperidah suatu produk tetapi juga digunakan untuk
menyampaikan
tema
atau
bahkan
makna-makna
simbolis
tertentu.
Keberadaan keduanya penting, khususnya karena konteks pembelajaran ini
menempatkan gagasan-gagasan kreatif sebagai dasar untuk dapat mendesain ornamen
ukiran pada suatu benda atau produk tertentu. Pemahaman yang mendalam tentang
keberadaan keduanya diperlukan untuk dapat melihat, mempelajari dan memahami dan
menghargai karya-karya ukiran para Mpu, para ahli yang mumpuni di berbagai negara,
serta para pengukir yang telah menghasilkan karya-karya ukir yang secara signifikan
diakui keindahan karyanya sebagai gaya ukiran adiluhung yang mencitrakan perajin dan
asal
atau
sejarah
keberadaannya.

2.

TUJUAN

PEMBELAJARAN

Setelah selesai mengikuti pembelajaran atau pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan
memiliki pengetahuan dan pemahaman serta dapat membuat desain unsur-unsur visual
ukiran, motif ukiran dan Ornamen ukiran pada suatu komposisi ukiran yang memiliki
nilai
estetis.

3.

PENDEKATAN

PEMBELAJARAN

Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran individual,


sehingga peserta didik dituntut untuk mengembangkan daya kreatifitasnya, sehingga
tidak saja dapat mengetahui dan memahami pengetahuan yang disampaikan, tetapi dia
juga dituntut untuk dapat merealisasikannya, berupa gambar-gambar rancangan
komposisi
ukiran.
1.

SALING
ORNAMEN

HUBUNGAN

ANTARA

ELEMEN

VISUAL,

MOTIF DAN
UKIRAN.

Pertanyaan mendasar yang menjadi pedoman dalam runtutan pembelajaran ini meliputi
(1) Apa sajakah yang dimaksud dengan elemen visual ukiran?, (2) Bagaimanakah
persamaan dan perbedaan antara elemen visual ukiran dengan elemen visual ornamen?,
(3) Bagaimankah saling hubungan antara elemen visual, motif dan ornamen ukiran? dan
yang ke (4) Bagaimanakah dasar penyusunan komposisi estetik pada ukiran?.

D.1

Elemen

Visual

Ukiran

Elemen visual ukiran terdiri dari: Titik, Garis, Bidang. Tekstur, Warna, Volume/Bentuk
dan Bayangan . Elemen elemen visual itu tidak selalu muncul pada setiap ukiran dan
kemunculannya sangat tergantung pada rancangan ukiran yang ingin ditampilkan. Elemen
garis, bidang dan tekstur merupakan elemen yang selalu ada pada setiap ukiran. Ukiran
dibentuk oleh pahat ukir yang membagi-bagi bidang dengan raut bentuk garis dan
sekaligus bidang, serta jejak pahat ukir memberikan tekstur tertentu pada permukaan kayu
serta menghadirkan volume cekung, cembung dan datar bahkan lubang yang tembus.

Gambar

No:

D/1

Elemen-Elemen Visual Garis, Bidang & Ruang.Motif Ukiran Jepara pada Pintu Lama
Mesjid
Jepara
(Digambar
kembali
oleh:
Aji.K
2010)
D.2

Motif

Ukiran

Motif ukiran dibentuk oleh sebagian atau seluruh elemen visual ukiran. Motif
adalah suatu konfigurasi elemen visual yang disusun menjadi satu kesatuan yang
menjadi suatu tema tertentu ketika diterapkan menjadi suatu ornamen. Misalnya motif
tumbuhan, motif sulur-suluran atau motif bunga seperti pada motif Jepara di bawah
ini.

Gambar No: D/2 Motif Bunga ( A, B) pada ukiran Jepara klasik


Digambar

oleh

Aji.K

(2010)

Motif-motif di atas menunjukan citarasa estetik perajinnya yang tinggi, tampak di sini
kemampuan menghadirkan ukiran bunga yang terkesan benar-benar 3 dimensi
(gambar B) dengan proporsi persepektifis yang dibuat dengan cermat.

Gambar
Elemen

garis

No:
dan

bentukan

Volume/Bentuk

D/3
Ukiran

I.

(Aji.K

:2010)

Perbedaan tinggi rendah dan bentuk permukaan hasil pahat ukir akan membentuk
volume tertentu. Motif di sulur-suluran(Gambar No B/3), seakan menggambarkan
satu sekuen, yang sekuen berikutnya merupakan pengulangan serta penyesuaian arah
dan gerak motif dengan produk yang di desain dengan mengunakan ornamen ukiran
tertentu. Pada motif semacam ini terbuka peluang pengayaan ornamen dengan
menambahkan raut visual lainnya, jika dianggap akan memberi nilai tambah pada
estetika produk.Motif di atas dibuat dengan memakai elemen visual garis, walaupun
demikian ruang-ruang diantara garis membentu bidang baru. Tampak di sini bidang
daun dan bidang dasar (lemahan). Daun dibentuk cekung dan ada perbedaan
tinggi antara daun dan dasar ukiran sehngga membentuk volume.

Gambar
Elemen

No:
garis

dan

bentukan

Volume/Bentuk

D/4
.

(Aji.K

:2010)

Pada gambar no B/4 tampak elemen garis sangat dominan, ini artinya bahwa
rancangan ukiran bisa menghadirkan penguatan-penguatan penggunaan elemen
visualnya. Motif ukiran dengan posisi simetris seperti ini berbeda pengembangannya
dengan motif suluran pada gambar B/3. Posisinya yang simetris menyiratkan
beberapa hal. Pertama: motif ini bida menjadi ornamen langsung jika dipergunakan
seperti apa yang tampak sekarang. Misalnya pada Headboard tempat tidur, laci meja
atau bidang-bidang lain yang cenderung simetris. Kedua, jika motif ini dipergunakan
pada bidang lain yang berbeda dari yang pertama, maka motif ini jika diperlukan
akan dapat diperpanjang ke arah kiri dan kekanan, tetapi kedudukannya tetap
simetris. Masalah yang harus dihadapi adalah pengembangan desainnya, karena pada
waktu memperpanjang ke kiri dan ke kanan. Motif yang sudah ada (B/4) mengikat
kita untuk menghadirkan ornamen ukiran yang utuh secara estetis.

Gambar

No:

D/5

Elemen Garis dan Bentukan Volume pada Gaya Ukiran Bali Klasik. (Digambar
kembali oleh Aji.K dari sumber Risalah Perkembangan Seni ukir jepara 1979 ,
2010)
Pada gaya ukiran klasik Bali, tampak elemen garis yang sangat lentur dan luwes,
proporsi bidang-bidang yang dirancang memperlihatkan kepekaan dan cita rasa
estetis tinggi akan komposisi garis dan bidang yang membentuk ruang tiga dimensi.
Gaya ukiran klasik lainnya yang memiliki keindahan yang sama terkenalnya antara
lain: Gaya ukiran Pajajaran, Jepara, Surakarta, Jogyakarta, Madura, Pekalongan,
Majapahit, dan Mataram. Di Kalimantan, Sumatera, Papua , Toraja serta daerahdaerah lainya terdapat gaya ukiran yang keindahannya merupakan representasi dari
budaya masyarakatnya dengan cita rasa estetik dan keterampilan tangan perajinnya
yang sangat tinggi.Misalnya motif ukiran suku Dayak yang sangat unik, juga motif
ukiran Toraja dengan bentuk geometris yang kaya makna, juga ukiran Minangkabau
yang kaya warna dan ukiran dari Sumatera Utara dan Aceh Darusalam.
Sebaran kegiatan mengukir yang sangat luas juga diikuti dengan sebutan-sebutan
gaya ukiran yang banyak pula. Motif Meander, Motif-Tumpal, Motif -Swastika,
Motif Berlian, motif Bunga-Cengkeh, Motif-Awan, Motif-Karang (Cirebon), MotifKawung, Motif Roset, begitu pula nama nama motif berdasarkan nama

binatang,buah-buahan, tumbuhan atau binatang, misalnya motif burung merak,


Keberadaan Motif Ukiran klasik tampak kuat terkait erat dengan budaya kerajaan
pada masanya. Budaya Keraton atau Kerajaan telah melahirkan gaya-gaya ukiran
yang mencerminkan keagungan kerajaan pada masanya. Perkembangan seperti ini
memberi tantangan baru bagi para perajin masa kini untuk menghadirkan ukiran yang
sesuai
dengan
semangat
zaman,
masa
kini.

Gambar
Sketsa

No:
Gagasan

Motif

Radial

D/6
(Aji.

2010)

Motif dengan pola Radial atau memusat seperti ini cenderung berdiri sendiri, artinya
motif yang dibuat bisa langsung menjadi ornamen. Perhatian harus ditekankan pada
kecenderungan motif menjadi terkesan statis, sehingga setiap elemen visual yang
membentuknya di desain untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sifata statis
tersebut. Studi di atas mencoba mengeliminir ke statisan dengan memberi gerak
yang dinamis pada elemen visual garisnya. Walaupun demikian tidak semua motif
harus memperlihatkan karakter yang dinamis, sebagian justru membuat motif yang
sebaliknya. Statis dan dinamis nya suatu motif ditentukan oleh kebutuhannya,
yaitu
untuk
produk
yang
bagaimanakah
motif
ini
direncanakan.
D.3

Ornamen

Kata Ornamen atau Ragam-Hias ukiran mencirikan bahwa elemen visual-motif


ukiran sudah diterapkan pada suatu produk. Ornamen ukiran secara estetis tidak
berdiri sendiri, ukiran telah menjadi bagian utuh dari suatu produk yang desain ukiran
dan penempatannya telah dipilih atau dirancang secara saling keterkaitan dengan
elemen-elemen visual suatu produk. Di bawah ini contoh ornamen dengan gaya ukir
Jepara yang terdapat pada bagian atas sebuah lemari pakaian di Jepara.

Gambar
Ornamen

No:
Ukiran

pada

sebuah

Digambar

D/7
Lemari

Pakaian

oleh:

di

Jepara

Aji.K(2010)

Ornamen ukiran sulur-suluran ini menggunakan motif daun, konfigurasinya sudah di


rancang untuk di tempatkan di atas sebuah lemari. Rancangan Ornamen ukiran dan
rancangan lemari pakaian dilakukan sebagai satu keutuhan proses desain. Ornamen
ukiran memberi kontribusi estetis yang bermakna pada penampilan sebuah lemari
pakaian.

Gambar
Elemen
D.4

No:
Ukiran

Pada

sebuah

Hubungan

Unsur

Visual,

D/8
panel

Motif

kayu
dan

(Aji.K

2010)

Ornamen

Ukiran

Unsur-unsur visual pada suatu Ornamen terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari
unsur visual Ukiran. Ornamen yang diterapkan pada suatu produk merupakan salinghubungan antara Elemen-elemen visual, motif Ornamen dan jenis dan fungsi barang
atau produk. Saling hubungan itu dapat digambarkan pada diagram di bawah ini:
UNSUR VISUAL

MOTIF

ORNAMEN

UKIRAN

Satu entity dari


Titik, Garis,
Bidang.

Susunan
keseluruhan

Volume, Bentuk,
Pola,
Komponen,
Bayangan

atau sebagian
Unsur
Visual

Konfigurasi motif-motif disusun menjadi


entity baru yang merupakan bagian dari
suatu produk

Karakteristik

Raut Bentuk Estetis,

Pengembangan kualitas

visual

Makna/Simbolik

Estetis& Penerapannya

Visualisasi raut bentuk dengan menggunakan Pahat ukir pada bidang kayu
Cekung-Cembung

Bulat-Persegi

Geometris-Organis

Lurus-Lengkung

Tembus-Tak tembus

2 Dimensi-3Dimensi

Dangkal-Dalam

Simetris-Asimetris

Halus-Kasar dst

Diagram
Saling

No:
Hubungan

antara

Elemen

Visual,

D/1
Motif

dan

Ornamen

Ukiran

Diagram tersebut lebih memberi kejelasan tentang pengertian-pengertian unsur


visual ukiran, motif ukiran dan ornamen ukiran. Unsur visual yang sifatnya bisa alami
dan bisa buatan pada ukiran adalah tekstur kayu, dan berikutnya akan dibahas secara

ringkas
1.

kayu

sebagai

bahan

baku

ukiran.

KARAKTERISTIK KAYU DAN MENGENAL RAGAM PERMUKAAN


SERTA
RUANG
UKIRAN
Kayu sebagai bahan alami jenisnya sangat banyak dan tiap kayu memiliki
karakteristik teknis dan penampilan visual yang berbeda.Sebagian dan yang sering
kita kenal misalnya kayu jati, mahoni, sonokeling, bangkirai, resak, dstnya. Hasil
penelitian para ahli bidang kayu menunjukan bahwa kayu digolongkan pada empat
tingkat berdasarkan keawetan, kekuatan dan penggunaannya. Kayu tingkat I,
misalnya kayu Jati, bangkirai, Sonokeling, Belian dan sebgaianya. Kayu tingkat dua
misalanya. Misalnya Rasamala, Walikukun, Sonokembang, Kayu kelas III misalnya
Kamper, Puspa, Mahoni, Keruwing sedangkan Kayu kelas IV misalnya meranti,
Suren
dan
Durian.
Keindahan kayu dari sudut pandang sebagai bahan ukiran adalah: (a) secara
visual berkaitan dengan tekstur dan penampilan serat-sertanya, (b) secara teknis
mengukir berkaitan dengan kemudahan teknik pembentukannya yang menggunakan
pahat ukir dan yang terakhir (c) daya tahan terhadap hama perusak kayu. Kayu jati
selama ini memang meiliki karakteristik seperti itu sehingga banyak digunakan oleh
para perajin ukiran. Walaupun demikian, jika kekurangan yang ada pada satu jenis
kayu dapat diatasi, maka banyak pilihan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat ukiran. Kayu mahoni misalnya, penampilan serat dan warnanya
bagus sekali, juga dapat dikerjakan dengan mudah dan hasilnya baik, tetapi kayu ini
sering dimakan hama (bubuk) sehngga membentuk bolong-bolong atau lubang kecil
pada permukaan kayu. Kayu mahoni banyak menjadi banyak digunakan ukiran
setelah mengalami proses pengawetan terlebih dahulu. Tidak semua kayu baik
sebagai bahan ukiran , karena karakterik kekerasannya tidak baik atau sulit untuk
diukir,
atau
kayunya
terlalu
lunak.
Unsur visual ukiran pada kayu, terdiri (a) unsur visual alami yang diakibatkan
oleh jenis dan sifat-sifat kayu, seperti ragam arah, besaran serat kayu dan warna alami
kayu, serta (b) titik, garis, bidang, tekstur dan volume yang pembentukannya
dilakukan dengan menggunakan pahat ukir. Pemilihan, dan pembuatan motif ukiran
dan kemudian motif dirancang menjadi ornamen.. Jejak pahat ukir wujud visualnya
bergantung pada bentuk pisau pahat ukir yang jumlahnya rata-rata sampai 36 mata
pahat ukir. Jejak yang dihasilkan oleh pahat ukir itulah yang kita sebt sebagai ukiran.
Secara teknis terbuka kemungkinan untuk membuat beragam jejak pahat ukir pada
bidang
kayu.

Gambar-gambar berikut memperlihatkan jejak pahat ukiran yang selama ini banyak
digunakan
para
perajin

Gambar
Tekstur

No:
dan

permukaan

kayu

E/1
Hasil

Ukiran

(Aji.K.20010).

Ragam bentuk permukaan pada hasil ukiran sangat beragam tergantung pada
rancangannya. Permukaan ukiran bisa datar, cekung dan atau cembung dengan
tekstur yang beragam pula: halus kasar, bergaris-garis atau titik-titik sejauh yang
diinginkan perancangnya dan aspek teknis yang bisa dicapai oleh pahat ukir.
Pengetahuan kayu sebagai bahan baku ukiran dan ragam pahat ukir yang jumlahnya
banyak serta keterampilan memilih dan menggunakannya merupakan aspek teknis
yang
diperlukan
oleh
seorang
praktisi
ukiran.
1.

KOMPOSISI

ESTETIK

UKIRAN

Komposisi estetik ukiran merupakan tahap penyusunan dari elemen-elemen visual ukiran
dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip desain sebagai acuan dalam memilih,

menggubah

dan

menentukan

komposisi

yang

akan

dibuat.

Prinsip-prinsip Desain ukiran terdiri dari : (1) Proporsi, (2) Keseimbangan, (3) Irama, (4)
Kesatuan.,
Harmoni.
F.1 Proporsi pada ukiran sangat kompleks, karena proporsi
memperbandingkan tidak saja panjang, lebar dan kedalaman ukiran sebagai
suatu produk, tetapi pada saat yang sama juga memperbandingkan kualitas
dan jumlah bidang cekung dan cembung serta bidang datar, juga garis-garis
yang dibentuk oleh torehan pahat ukir yang halus, lentur atau kaku.
Perbandingan yang lain adalah kedalaman ruang tak tembus dengan ruang
tembus. Estetika ukiran merupakan perbandingan satu elemen dengan elemen
lainnya
secara
menyeluruh.
Untuk lebih merasakan prinsip proporsi pada komposisi estetik ukiran
gambar-gambar ukiran ini mencoba lebih menjelaskan hal tersebut sebagai
berikut:
Proporsi dilihat dan diperbandingkan hubungan dimensional antara,
pertama: antara X-X1 dengan Y-Y1 yang merupakan dimensi panjang dan
lebar ujung setangkai daun. Kedua, hal yang serupa dilakukan antara A1, A2
dan A3 yang merupakan bidang daun dan arah-gerak daun. Ketiga, antara
arah dan besaran garis-garis torehan: lentur, kaku, halus yang terdapat pada
motif daun G1, G2 dan G3 dan keempat: Komposisi dari keluasan,
kelengkungan
atau
kedataran
bidang-bidang
PQRS.
Estetika komposisi ukiran dibentuk oleh keterpaduan permainan
ketiganya. Pada Estetika , termasuk estetika pada komposisi ukiran sifat
subyektifitas berperan dalam menentukan estetik atau kurang estetiknya
suatu komposisi ukiran. Latihan membuat komposisi ukiran, mengamati
komposisi ukiran baik melalui literatur/buku atau dengan kesenangan
dalam melihat beragam ukiran kesemuanya akan memberi wawasan
estetik yang berguna dalam menilai estetik tidaknya suatu komposisi
ukiran.

Gambar

No:

F/1

Komposisi

Estetik

pada

sebuah

Ukiran

F.2 Keseimbangan adalah ukuran yang dapat bersifat teknis, tetapi jugayang
bersifat rasa dalam melihat dan merasakan ada tidaknya keseimbangan pada
sebuah komposisi ukiran. Apakah komposisi ukiran itu seimbang atau kurang
seimbang?. Gambar berikut bisa digunakan untuk lebih menjelaskan prinsip
keseimbangan
pada
komposisi
ukiran.

Gambar

No:
Komposisi

(Digambar

Ukiran

Motif
Aji.K

F/2
Daun

dan

Bunga.
2010)

Dua buah pola komposisi, yang satu komposisi dengan pola simetris dan pola
komposisi
asimetris.
Adakah
keseimbangan
pada
keduanya?.
F.3 Irama pada karya ukir dapat berupa pengulangan raut bentuk, atau garisgaris torehan atau ruang atau relung yang dapat membawa si penglihat pada
titik
perhatian
yang
menjadi
sentral
dari
sebuah
ukiran.
Irama pada sebuah ukiran biasanya sangat mudah ditangkap oleh indera
mata.

Gambar
Arah

No:

dan

(Digambar

Gerak
dari

motif
ukiran

F/3
ukiran

oleh:

yang

Ritmis.

Aji.K

2010)

Melakukan analisis gerakan dari elemenyang ada pada ukiran dan melihat,
mengamati arah dan gerak yang sama, kemudian berubah dan kembali pada
arah dan gerak semula merupakan ciri adanya irama pada komposisi ukiran.
Keberadaannya tidak hanya dapat dirasakan tetapi sekaligus dapat dirasakan,
seperti
tampak
pada
komposisi
ukiran
di
atas.
F.4 Kesatuan atau dengan kata lain Harmoni sebenarnya merupakan
akumulasi dari terjadinya saling hubungan dari berbagai elemen yang dapat
dilihat
dan
dirasakan
keberadaannya
secara
utuh.
1.

TUGAS

LATIHAN

Membuat gambar kerja maupun membuat gambar sketsa sekarang telah dipermudah
dengan bantuan teknologi komputer. Walaupun demikian, keterampilan menggambar
dengan tangan tetap dibutuhkan, bahkan tetap merupakan dasar keahlian yang sangat
mendukung profesi perancang ukiran. Tugas latihan pertama merupakan latihan untuk
meningkatkan
keahlian
menggambar
dengan
tangan.
G.1 Goreskanlah alat gambar yang dipegang bapak dan selama menggoreskan
alat gambar bapak berusaha mengendalikan arah dan gerakan tangan dengan

santai

untuk

menggambar

apa

yang

ada

pada

pikiran

bapak.

G.2 Semua peserta memiliki pengalaman dengan kegiatan menggambar dan


membuat ukiran. Buatlah beragam garis dan bidang yang mengingatkan bahwa
arah, gerak dari garis dan bentuk bidang tersebut bisa ada pada sebuah ukiran.
Gambar yang diminta bukan gambar ukiran hanya mencoba mengingat esensi
dari
elemen
visual
garis
dan
bidang.
G.3 Semua peserta tidak saja pernah membuat gambar komposisi ukiran tetapi
juga membuat ukirannya. Cobalah mengingatnya dan buatlah gambar
sketsanya semirip mungkin dengan ukiran yang pernah ada .
G.4 Gambarlah arah dan gerak motif ukiran di atas (E3) dengan garis panah.
G.5 Di bawah ini ada contoh studi sketsa perpektif suatu motif tertentu mulai
dari sudut pandang frontal menjadi berbgai sudut pandang.

Gambar
Studi

No:
Sketsa

perspektif

G/1
Motif

Ukiran

Tugasnya
adalah:
pertama tentukan satu motif dan gambarkan pada sisi yang paling kiri kemudian
secara berturut-turut gerakanlah motif itu dan gambarkan pada kotak-kotak
berikutnya.

1.

PENUTUP
Hand out ini menyajikan gambaran ringkas mengenai pembelajaran berbagai ringkas
mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan elemen visual dan ornamen.
Pembahasan, diskusi dan praktek mendesain selama pelatihan akan memperkaya
bahan ajar yang disampaikan pada sesi ini Pelatihan mencoba untuk menyegarkan
pengetahuan tentang sesuatu yang selama ini dekat, bahkan mengenalnya dengan
baik, yaitu elemen visual dalam ukiran, yang lebih khusus lagi dilihat dari aspek
komposisi
estetik
pada
ukiran.
Materi pelatihan merupakan materi teori dan praktek, maka diharapkan pemahaman
pengetahuan teoritis yang telah disampaikan akan dapat terbaca pada sketsa atau
gambar
dari
tugas-tugas
yang
diberikan.
Pelatihan ini juga bisa jadi merupakan awal kerja keras dan penuh ketekunan karena
untuk menghasilkan ornaman ukiran pada suatu produk yang baik, membutuhkan
pengetahuan, keterampilan dan perencanaan yang baik seperti yang kita lakukan
bersama
hari
ini.
DAFTAR

PUSTAKA

Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak
dipublikasikan.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976).Risalah dan
Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten
Daerah
Tingkat
II
Jepara.
Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir
Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.
The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design.Singapore: The
Pepin
Press.

June 13, 2012Categories: PELATIHAN DESAIN | Tags: cara ukir, cukil kayu, desain ukir, komposisi
ukiran, ngukir kayu, ornamen ukir, produk ukiran, teknik ukir tradisional, ukiran indonesia, ukiran
jepara, ukiran kayu | Leave a comment

Anda mungkin juga menyukai