Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN PRODUKSI AKUAKULTUR

PEMANFAATAN HORMON DAN INHIBITOR ENZIM


DALAM PERCEPATAN PEMIJAHAN INDUK IKAN






FAJAR SYUKRON
1310247060















PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemijahan ikan merupakan salah satu aktivitas pembenihan ikan untuk menghasilkan
individu baru. Pemijahan pada ikan dapat berlangsung secara alami, semi alami, maupun
buatan. Pemijahan alami pada ikan berlangsung secara alami tergantung terhadap keberadaan
stimulus lingkungan yang dapat merangsang ikan untuk berkembang biak. Pemijahan semi
alami pada ikan terjadi setelah adanya campur tangan manusia untuk mempercepat
pematangan gonad, seperti induksi hormon ke dalam tubuh induk maupun manipulasi
lingkungan yang dapat memacu ikan untuk berkembang biak. Sedangkan pemijahan buatan
pada ikan hampir sama dengan pemijahan semi alami, namun dalam proses pemijahannya
diatur dan dilakukan oleh manusia. Pemijahan buatan pada ikan amat penting dilakukan guna
memenuhi permintaan benih yang semakin meningkat baik dari segi kualitas, kuantitas,
maupun kontinyuitas. Pemijahan buatan maupun semi alami memerlukan rangsangan
hormonal dalam memacu proses pematangan gonad.
Penelitan-penelitian di bidang budidaya perikanan telah menemukan beberapa jenis
produk hormon yang dapat digunakan untuk mepercepat proses pemijahan pada induk ikan.
Penemuan produk hormon ini didasari pada permintaan konsumen yang semakin tinggi
terhadap ikan, baik ikan konsumsi maupun ikan hias, sehingga produksi benih harus semakin
ditingkatkan sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi. Beberapa jenis produk seperti
ovaprim dan beberapa produk hormon lainnya, dapat mempercepat proses pematangan gonad
dan mempercepat ransangan ovulasi sehingga periode reproduksi dari induk da[at semakin
cepat.

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membahas peranan hormon dan bahan lainnya dalam
mempercepat proses pematangan gonad dan ovulasi pada induk ikan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Perkembangan Gonad dan Oogenesis
Menurut Swanson (2008) reproduksi pada ikan, seperti pada vertebrata tingkat tinggi
diatur oleh sistem endokrin reproduksi yang terdiri dari otak (hypothalamus), kelenjar pituitari
dan gonad. Kelenjar pituitari berperan dalam menginisiasi pematangan reproduksi (puberty),
pemeliharaan reproduksi sperma dan telur pada gonad,merangsang pematangan akhir dan
pengeluaran gamet (spawning). Hormon memegang peran yang sangat kritis dalam proses
reproduksi. Hormon adalah penyampai bahan kimia yang disekresikan ke dalam darah oleh organ
tertentu seperti kelenjar pituitari (Mittelmark 2008). Pada ikan, gonadothropin adalah hormon
pituitari utama yang bertanggung jawab mengatur pematangan seksual dan perkembangan gamet
(Swanson 2008). Secara morfologi tingkat kematangan gonad (TKG) diartikan perubahan bentuk,
ukuran panjang dan berat, warna, diameter telur dan perkembangan isi gonad yang merupakan
suatu tahap tertentu dari perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah.
Perkembangan gonad ikan diawali dari adanya rangsangan lingkungan yang diterima
oleh reseptor otak (hipothalamus). Kemudian hipotalamus melepaskan GnRH yang ditujukan
terhadap kelenjar pituitari untuk mengsekresikan hormon gonadotropin (GTH). GTH terbawa
oleh aliran darah menuju ke gonad. Gambar 1 dibawah ini merupakan mengenai skema
perkembangan oosit yang telah dikemukakan oleh Nagahama et al. (1995).

Gambar 1 Skema perkembangan oosit
Gonadotropin disekresikan oleh hipofisa pada awal vitelogenesis dikenal dengan
GTH I. Hormon ini terbawa aliran darah menuju gonad. Menurut Nagahama (1995), proses
pematangan gonad juga dipengaruhi aktifitas beberapa hormon. Proses steroidogenesis
dimulai dengan pemecahan cholesterol menjadi pregnenolon. Pregnenolon diubah menjadi
progesterone dengan aktifitas dari enzyme 3-hidroxysteroid dehidrogenase (3-HSD).
Kemudian progesteron ini diubah menjadi 17-hidroxyprogesteron oleh enzim 17-
hidroxylase. Selama proses vitelogenin berlangsung, 17-hidroxyprogesteron diubah menjadi
androstenedion dengan bantuan C17-C20 lyase. Androstenedion kemudian diubah menjadi
testoteron. Sintesis testoteron ini dibantu oleh enzyme 17-hydroxysteroid dehidrogenase
(17-HSD). Proses perubahan kolesterol menjadi testoteron terjadi di dalam lapisan teka pada
folikel oosit. Selanjutnya testoteron yang dihasilkan di dalam lapisan teka ini masuk ke dalam
lapisan granulosa.
Di dalam lapisan granulosa testoteron dikonversi menjadi estradiol-17 oleh enzim
aromatase, sehingga selama proses vitelogenesis berlangsung terjadi peningkatan konsentrasi
estradiol-17 di dalam darah tubuh ikan. Dengan adanya peningkatan konsentrasi estradiol-
17, menyebabkan hati mengsintesa vitellogenin yang merupakan bakal kuning telur.
Vitelogenin yang berada dalam aliran darah diakumulasikan di gonad kemudian diserap oleh
oosit. Akibat adanya penyerapan vitellogenin ke dalam oosit menyebabkan ukuran oosit
semakin berkembang dan membesar. Proses penyerapan vitellogenin akan terhenti apabila
telah mencapai ukuran maksimum. Setelah vitellogenesis terhenti, telur berada pada fase
dorman yang menunggu sinyal lingkungan berikutnya untuk memulai tahap pematangan pada
oosit hingga ovulasi.
Pada waktu terjadinya pematangan oosit, sinyal lingkungan yang diterima oleh sistem
saraf pusat lalu diteruskan ke hipothalamus. Dengan adanya sinyal dari sistem saraf pusat
pada hipothalamus, hipothalamus mengsekresikan GnRH yang ditujukan terhadap pituitari.
Kemudian pituitary mengsekresikan GTH II ke dalam aliran darah. GTH II bekerja pada
lapisan teka oosit. Dengan adanya GTH II pada lapisan teka, lapisan teka akan mengsisntesis
17-hydroxyprogesteron yang akan disebarkan ke dalam lapisan granulose pada folikel oosit.
Di dalam lapisan ini, 17-hydroxyprogesteron diubah menjadi 17,20-dihydroxy-4-
pregnen-3-one (17,20-P) dengan bantuan enzyme 20-hydroxysteroid dehydrogenase
(20-HSD). Hormon 17,20-P berperan sebagai Maturation Inducing Hormon (MIS) di
ikan pada umumnya (Nagahama, 1995). Selanjutnya steroid pemicu pematangan akan
merangsang pembentukan Maturation Promoting Factor (MPF) yang akan mendorong inti ke
pinggir dekat dengan mikrofil kemudian melebur. Menurut Yaron (1995) dalam Zairin (2003)
setelah inti melebur (Germinal Vesicle Break Down, GVBD), lapisan folicle akan pecah dan
telur akan dikeluarkan menuju rongga ovari atau lebih dikenal dengan istilah ovulasi. Setelah
telur mengalami ovulasi, telur sudah siap dibuahi oleh sperma karena telah mencapai
kematangan secara fisiologis (Zairin 2003).

2.2 Penggunaan Hormon dalam Pemijahan Ikan
Menurut Rottmann et al. (1991) dalam Saleh (2009), reproduksi pada ikan diatur oleh
mekanisme internal yaitu ikan dan eksternal yaitu faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor
lingkungan memicu mekanisme internal untuk bekerja. Mekanisme internal yang mengontrol
proses reproduksi pada ikan adalah rantai otak, hypothalamus, pituitari dan gonad. Hormon
dalam teknologi pemijahan buatan mempengaruhi rangakaian mekanisme pada beberapa
tingkatan dengan mempercepat dan menghambat suatu proses. Bahan utama yang digunakan
dalam pemijahan buatan antara lain :
1. Ekstrak pituitari dan Gonadotropin murni untuk merangsang ovarium dan testes
2. LHRH Analogs (LHRHa) tunggal atau dikombinasikan dengan Anti-dopamin yang
meningkatkan potensi LHRH untuk merangsang pituitari.
3. Steroid untuk merangsang sel gamet secara langsung.
Menurut Chakroff (1976) dalam Saleh (2009) pemijahan buatan diartikan sebagai
upaya untuk membuat ikan menghasilkan telur dan sperma ketika mereka tidak dapat
melakukannya sacara alami. Pemijahan buatan dilakukan ketika kondisi kolam tidak dapat
membuat mendukung terjadinya pemijahan alami atau ketika ikan tidak siap memijah ketika
pembudidaya menginginkannya untuk memijah.
Ovaprim adalah merk dagang dari hormon yang mengandung 20 g analog salmon
gonadotropin hormon (sGnRH-a) (D arg, Trp, Leu, Pro Net), LHRH dan 10 mg domperidon
sejenis anti-dopamin, per mililiter (Nandesha et al 1990 dalam Prasetya 2002). Anti-dopamin
adalah bahan kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin sedangkan dopamin adalah
bahan kimia yang menghambat pelepasan hormon dari pituitari dan juga menghambat
pituitari dalam merespon penyuntikan LHRHa. Anti dopamin yang terkandung dalam
ovaprim berfungsi untuk memblok dopamin sehingga menstomilasi sekresi gonadotropin
(Harker 1992 dalam Prasetya 2002). Ovaprim terdiri dari sGnRH. sGnRH umum terdapat
pada sebagian besar ikan bertulang keras sehingga bisa digunakan untuk ikan salmon, catfish,
dll. Ovaprim memiliki fungsi antara lain (Anonimous 2009) :
1. Menekan musim pemijahan
2. Mengatur kematangan gonad selama musim pemijahan normal
3. Merangsang produksi sperma pada jantan untuk periode waktu yang lama dan volume
yang lebih banyak
4. Lebih aman dengan hasil yang dapat diprediksi
5. Merangsang pematangan gonad sebelum musim pemijahan normal
6. Memaksimalkan potensi reproduksi
7. Mempertahankan materi genetik pada beberapa ikan yang terancam punah
8. Mempersingkat periode pemijahan
Di Indonesia, khususnya di sentra-sentra pembenihan ikan, ovaprim-c sering
digunakan sebagai hormon perangsang pemijahan pada ikan. Dalam merangsang ikan
memijah, pemakaian ovaprim-c lebih efektif daripada implantasi ekstrak hipofisa. Dosis
pemakaian dari ovaprim-c sebesar 0,5 ml/kg untuk ikan konsumsi dan 0,7 ml/kg untuk ikan
hias. Menurut Sumantri (2006), penyuntikkan ovaprim-c dengan dosis 0,15 ml/kg merupakan
dosis yang efektif untuk merangsang pemijahan pada ikan lele dumbo.
Enzim aromatase yang ada pada otak ikan maupun gonad berfungsi mengkonversi
hormon androgen menjadi esterogen. Adapun aromatase inhibitor adalah bahan kimia yang
mampu menghambat atau menghentikan kerja enzim aromatase sehingga menghambat
produksi hormon esterogen yang ada di otak maupun gonad (Sumantri 2006). Penyuntikan
aromatase inhibitor diharapkan mampu menghambat kerja enzim aromatase dalam mengubah
testosteron menjadi estradiol-17 pada lapisan sel granulosa. Hal ini menyebabkan
konsentrasi hormon estradiol-17 dalam darah menurun sehingga menghambat hati untuk
mensintesis vitelogenin maka proses viteligenesis terhenti. Hal ini merupakan sinyal balik
bagi hipofisa untuk memproduksi GTH II yang berperan dalam proses pematangan akhir
(final maturation). Afonso et al. (1999) dalam Hakim (2010) mengatakan bahwa pemberian
AI sebesar 10 mg/kg pada induk coho salmon siap pijah menghasilkan waktu ovulasi pada
hari ke-10 yaitu sebesar 67% dengan fertilitas 85%. Kestemont (1988) dalam Novianto
(2004) menyatakan bahwa kombinasi antara LHRH-a dan pimodize dapat menyebabkan
tingginya GtH yang disekresikan dan keberadaannya dalam plasma darah lebih lama.
Keberadaan AI dalam darah yang mengalir di sistem organ reproduksi mampu
menghambat enzim aromatase dalam mengkonversi testosteron menjadi estradiol-17.
Sehingga dengan adanya peningkatan konsentrasi AI di dalam darah, konsentrasi estradiol-
17 akan mengalami penurunan. Penurunan estradiol-17 dapat menghambat vitellogenesis,
dimana hormon ini berfungsi sebagai stimulus yang diteruskan ke hati, sehingga di hati
terjadi sintesa vitellogenin atau bakal kuning telur. Vitellogenin ini akan dialirkan ke dalam
darah dan akan terserap ke dalam oosit. Menurut Afonso et al (1999) dalam Hakim (2010),
aromatase inhibitor Fadrozole mampu mereduksi biosintesis estradiol-17 selama proses
vitellogenesis.
Terhambatnya mekanisme vitellogenesis akan mengakibatkan mundurnya waktu sel
telur untuk memasuki tahap pematangan akhir. Tahap pematangan akhir pada telur
berlangsung setelah vitellogenesis terhenti dan gonad mengirimkan feedback negatif terhadap
hipothalamus dan hipofisa untuk menghentikan sekresi GTH I. Ketika GTH I terhenti, sistem
saraf pusat menunggu sinyal lingkungan yang akan diteruskan ke hipothalamus untuk
mengsekresikan GnRH yang ditujukan terhadap pituitari sehingga pituitary mengsekresikan
GTH II.
Penelitian Novianto (2004) tentang pemberian ovaprim pada induk ikan Sumatra
(Puntius tetrazona) menunjukkan bahwa pemberian ovaprim pada induk ikan Sumatra dapat
meningkatkan keberhasilan pemijahan dari induk ikan Sumatra. Pemberian ovaprim juga
dapat mempercepat waktu ovulasi sehingga induk ikan lebih cepat memijah. Tingkat
keberhasilan pemijahan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat keberhasilan pemijahan induk ikan Sumatra

Ket: X : Ovaprim 0,3 ml/ kg bobot ikan
Y : Ovaprim 0,5 ml/ kg bobot ikan
Z : Ovaprim 0,7 ml/ kg bobot ikan
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ovaprim yang diberikan,
maka waktu ovulasi yang dihasilkan semakin cepat. Pemberian dosis ovaprim sebesar
0,7 ml/ kg bobot ikan dapat menghasilkan waktu pemijahan hingga kali dari waktu
pemijahan tanpa penyuntikan ovaprim. Hasil penelitian ini tentu sangat membantu para
pembudidaya karena dengan penyuntikan ovaprim, periode pemijahan akan semakin singkat
dan jumlah periode pemijahan per tahun akan semakin besar.
Penelitian Hakim (2010) tentang kombinasi penggunaan ovaprim dan aromatase
inhibitor menunjukkan hasil spawning rate dari kombinasi ovaprim dan aromatase inhibitor
dapat menandingi hasil yang ditunjukkan dari penggunaan ovaprim pada induk ikan sumatra.
Penggunaan aromatase inhibitor bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pembudidaya
pada ovaprim yang umum digunakan untuk merangsang pemijahan pada induk ikan.
Keberhasilan pemijahan ikan sumatra dengan kombinasi ovaprim dan aromatase inhibitor
disajikan pada Tabel 2 dan perbandingan spawning rate disajikan pada Gambar 2
Tabel 2. Tingkat keberhasilan memijah pada ikan Sumatra

Ket: Ovaprim : 100% Ovaprim
Spawnprime A1 : 75% Ovaprim & 25% Aromatase Inhibitor
Spawnprime A2 : 50% Ovaprim & 50% Aromatase Inhibitor
Spawnprime A3 : 25% Ovaprim & 75% Aromatase Inhibitor
Kontrol AI : 100% Aromatase Inhibitor
Aquades : Tanpa Hormon








Gambar 2 Spawning rate perlakuan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, penyuntikkan AI yang dikombinasikan
dengan ovaprim (Spawnprime A) dengan dosis suntik Spawnprime A sama seperti dosis
suntik ovaprim, Spawnprime A1 dan A2 dapat merangsang pemijahan dengan tingkat
keberhasilan memijah 75% dan 63% dalam kurun waktu yang tidak jauh berbeda dengan
kontrol ovaprim. Keberadaan AI di dalam sistem organ reproduksi berpengaruh nyata
terhadap proses perkembangan gonad pada ikan Sumatra (P<0,05).
Ovaprim yang terkandung pada Spawnprime A1 (75%) dan A2 (50%) mampu
merangsang pituitari mengsekresikan GTH II. Adanya keberadaan AI di dalam Spawnprime
A1 dan A2 berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dan waktu induk memijah setelah
Spawnprime A diinduksikan ke dalam tubuh induk (P<0,05). Mekanisme kerja AI yang
diinduksikan secara bersamaan dengan ovaprim diduga menimbulkan efek lebih awal
terhadap proses pematangan gonad pada ikan daripada ovaprim. Keberadaan AI hingga 50%
di dalam sistem reproduksi ikan diduga mampu menghambat vitellogenesis pada ikan.
Sehingga, proporsi ovaprim sebanyak 50% mampu merangsang pituitary untuk
mengsekresikan GTH II dan menghambat hipothalamus mengsekresikan senyawa dopamine
(Hakim 2010).

BAB III
KESIMPULAN
Pemanfaatan hormon yang terkandung pada ovaprim mampu merangsang percepatan
waktu ovulasi dan spawning rate. Peningkatan ini dapat membantu pembudidaya untuk
meningkatkan produksi benih sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar akan pasokan
ikan, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Ketergantungan pembudidaya pada ovaprim
dapat dikurangi dengan menkombinasikan ovaprim dengan aromatase inhibitor yang mampu
mempercepat proses release GTH II sehingga proses ovulasi berlangsung lebih cepat.
Keberhasilan pengkombinasian ovaprim dan aromatase inhibitor dapat menjadi alternatif
metode bagi pembudidaya untuk meerangsang pemijahan pada induk ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim FN. 2010. Efektifitas kombinasi aromatase inhibitor dan ovaprim dalam merangsang
pemijahan ikan sumatra Puntius tetrazona. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nagahama Yoshitaka., Michiyasu Yoshikuni, Masakane Yamashita, Toshinobu Takumoto,
and Yoshinao Katsu. 1995. Regulation of Oocyte Growth and Maturation in Fish.
Tokyo: Academic Press, Inc.
Novianto E. 2004. Evaluasi penyuntikan ovaprim-c dengan dosis yang berbeda kepada ikan
sumatra Puntius tetrazona. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Prasetya T. 2002. Pengaruh pemberian hormon LHRH-a terhadap perkembanga diameter
telur ikan botia Botia macracabthus Bleeker. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Saleh R. 2009. Efektivitas kombinasi aromatase inhibitor, anti-dopamin dan ovaprim dalam
mempercepat pematangan gonad dan ovulasi pada ikan sumatra Puntius tetrazona.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sumantri D. 2006. Efektifitas ovaprim, dan aromatase inhibitor dalam mempercepat
pemijahan pada ikan lele dumbo Clarias Sp. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Swanson P. 2008. Endocrine Regulation of Reproduction. www.northwestfishery.noaa.gov
[22 Mei 2014].
Zairin, M. Jr. 2003. Endokrinologi dan Perannya bagi Masa Depan Perikanan Indonesia.
Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi dan Endokrinologi Hewan Air, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai