Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

SEDIAAN APUS DARAH





DISUSUN OLEH:
Anis Rachmawati (3415080201)
Fina Lidyana (3415081961)
Kusfebriani (3415081962)
Rani Rahmahdini (3415083253)
R.A Nurhikmah Annisa (3415085035)

KELOMPOK 7

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER 2008


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011

Percobaan 10
SEDIAAN APUS DARAH

A. Tujuan:
1. Mengetahui cara membuat sediaan apus darah
2. Membuat sediaan apus darah
3. Mengetahui cara memeriksa sediaan apus darah
4. Mengetahui gambaran berbagai jenis sel darah
5. Mengetahui cara menghitung jenis sel darah
6. Memeriksa sediaan apus darah

B. Dasar Teori
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur
sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan
untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain.
Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau kapiler dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih
dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan
darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-
Biemsa atau Wright-Giemsa.
Berbagai macam sel darah dapat jelas dibedakan dengan pewarna Pappenheim
pada film darah (pewarna May-Grunwald dan pewarna Giemsa). Struktur nukleus lebih
kurang bersifat sangat basofil dibandingkan sitoplasma, dengan cara tersebut granula
dapat diperhatikan dengan baik (Martoprawiro 1986).
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan
sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume
darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima
liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.
(Evelyn C. Pearce, 2006)
Dalam sediaan apus darah diperlukan pengamatan yang baik untuk
mengidentifikasi jenis sel darah, beberapa sel darah yang perlu diamati yaitu:
Eritrosit, tampak seperti bangunan bundar berwarna merah dengan bagian
tengahnya pucat tersebar di seluruh permukaaan sajian. Lihatlah sajian secara
keseluruhan dengan perbesaran kecil lalu carilah bagian yang selnya agak jarang untuk
mempelajari unsur darah yang lain. Eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan
diameter 7,5 m dengan ketebalan tepi 2 m. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis
dengan ketebalan 1 m. bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran
gas-gas antara sel-sel dan plasma darah. Jumlahnya sekitar 5 juta sel per mm
3
darah.
Sel darah putih (leukosit) warnanya bening, bentuknya lebih besar bila
dibandingkan dengan sel darah merah (eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam
setiap 1mm3 darah terdapat 6000-9000 sel darah putih. Sel ini berisi sebuah inti yang
berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir (granulosit) (Irianto 2004).
Leukosit merupakan sel darah yang berinti yang berfungsi sebagai pertahanan
seluler dan humoral terhadap benda-benda asing. Pada darah normal jumlahnya sekitar
6000-10000 sel/mm
3
.
Sel netrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih. Sel golongan ini
mewarnai dirinya dengan pewarna netral atau campuran pewarna asam dan basa serta
tampak bewara ungu. Seleosinofil hanya sedikit dijumpai pada sel darah putih. Sel ini
menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah, sedangkan sel
basofil menyerap pewarna basa dan menjadi biru (Irianto 2004).
Neutrofil, selnya cukup besar, hampir 1,5 kali ukuran eritrosit. Intinya berlobus
banyak, 2-5 buah; satu sama lain dihubungkan dengan benang kromatin halus.
Kromatin intinya kasar dan padat. Pada sajian darah wanita, kadang dapat dilihat
bangunan kecil mirip palu gendang (drumstick) menonjol dari salah satu lobus intinya
dan berhubungan dengan inti melalui benang kromatin halus. Dapat pula ditemukan
neutrofil muda dengan inti berbentuk batang bengkok, tidak berlobus, yang disebut
neutrofil batang. Sitoplasma neutrofil mengandung granula spesifik halus, berwarna
merah muda. segmen (tembereng) yang merupakan prekursor bagi neutrofil dapat
dijumpai dengan penampakan 2 lobus. Lobus-lobus ini nampak dihubungkan oleh
serabut kromatin halus. Neutrofil dapat melakukan fagositosis, menunjukkan gerakan
amuboid dan kesanggupan hidup dalam keadaan anaerob bermanfaat dalam
memerangi bakteri jahat. Tingginya kadar neutrifil dalam tubuh mengindikasikan tubuh
orang tersebut memilki sistem pertahanan yang kuat
Eosinofil, sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Bentuk inti
umumnya mirip gagang telepon atau kaca mata dengan kromatin yang tidak sepadat
neutrofil. Sitoplasmanya bergranula kasar dengan ukuran yang kurang lebih seragam
dan bewarna merah jingga. Sel ini agak sukar ditemukan karena jumlahnya lebih sedikit
dari neutrofil. Banyaknya jumlah granul membuat sel ini berwarna lebih gelap. Bentuk
inti sel ini merupakan bentuk pada fase eusinofil yang telah dewasa. Granul pada sel ini
mengandung protein yang mampu membunuh cacing seperti Schistosoma.
Basofil, Sel ini ukurannya kurang lebih sama dengan neutrofil. Namun sel ini
agak sukar dicari karena jumlahnya dalam keadaan normal sedikit, bahkan lebih sedikit
dari eosinofil. Bentuk intinya tidak menentu, bahkan sering tidak jelas karena tertutup
granula. Kadang juga terlihat berlobus atau berbentuk batang bengkok. Granula
sitoplasma berwarna biru kehitaman, ukuranya tidak seragam, dan tersebar menutupi
inti.
Limfosit, Ukuran sel ini beragam. Ada yang seperti eritroeit dan ada yang
sebesar neutrofil. Limfosit dengan garis tengah 6-8 mikrometer dikenal sebagai limfosit
kecil. Di dalam peredaran darah, terdapat sedikit limfosit berukuran sedang dan besar
dengan garis tengah mencapai 18 mikrometer. Limfosit yang lebih besar diyakini
sebagai sel yang telah diaktifkan oleh antigen spesifik. Pada sediaan apus darah, anak
inti leukosit tidak terlihat, namun dapat terlihat dengan pulasan khusus dengan
mikroskop elektron. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah, dan berwarna biru muda
pada sediaan yang terpulas. Sitoplasma ini mungkin mengandung granul azurofilik. Inti
selnya kebanyakan bulat atau seperti kacang bogor, atau kadang mirip ginjal. Kromatin
inti amat padat dan bewarna biru gelap. Sitoplasma sel ini relatif sedikit dan berwarna
biru langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil,
yang jika pulasannya baik akan bewarna ungu kemerahan.
Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk
didalam kelenjar limpa dan dalam sum-sum tulang. Sel limfosit ini non granuler dan
tidak mempunyai kemampuan bergerak seperti Amoeba sel (Irianto 2004).
Monosit, merupakan leukosit yang ukurannya paling besar, biasanya ditemukan
dibagian tepi sajian. Intinya mungkin berbentuk seperti ginjal atau tapal kuda. Kromatin
intinya tidak padat bahkan dapat dilihat anak inti. Gambaran kromatin mirip relung-
relung otak. Sitoplasmanya berwarna biru kelabu tanpa granul spesifik. Kadang-kadang
dapat pula ditemukan granula azurofil. Terdapat perbedaan warna sitoplasma dan
gambaran kromatin inti sel ini dengan lemfosit yang besar. Karena peyebaran kromatin
yang halus, inti monosit terpulas lebih terang daripada inti limfosit besar. Sitoplasma
monosit bersifat basofilik dan sering mengandung granul azurofilik yang sangat halus
(lisosom).
Trombosit, unsur darah ini tidak berupa sel namun kepingan sitoplasma. Dalam
sajian tampak sebagai kelompokan kepingan sel diantara eritrosit. Masing-masing
kepingan terlihat terang pada bagian tepinya, yang disebut hialomer. Terasnya(bagian
tengah) terlihat biru gelap mirip inti disebut kromomer atau granulomer.

Nilai normal beberapa komponen sel dalam darah manusia
Sel Sel/mikroLiter
(rata-rata)
Kisaran Normal Persen sel darah
putih total
Leukosit total 9000 4000-11000
Neutrofil 5400 3000-6000 50-70
Eusinofil 275 150-300 1-4
Basofil 35 0-100 0,4
Limfosit 2750 1500-4000 20-40
Monosit 540 300-600 2-8
Eritrosit wanita 4,8x10
6
. . . . . .
Eritrosit pria 5,4x10
6
. . . . . .
Trombosit 300.000 200.000-500.000 . . .


Atlas Hematology : Hematocrit and Smear

C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
Blood lancet atau alat suntik
Object Glass (2 buah)
Deck Glass
Mikroskop
Pipet
Pirng kecil
Bahan:
Darah (kapiler/ kapiler dengan EDTA)
Larutan Giemsa
Alkohol 70%
Metanol
Aquadest
Larutan Buffer

D. CARA KERJA
A. Membuat Sediaan Apus Darah
1. Mengambil darah kapiler dan mencampurkan dengan EDTA, lalu meneteskan
1 tetes darah dengan menggunakan pipet (garis tengah tetesan tidak lebih dari
2 mm). Meletakkan gelas objek tersebut di atas meja dengan tetes darah di
sebelah kanan.
2. Mengambil objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus, memilih yang
bertepi benar-benar rata.
3. Meletakkan kaca penghapus di sebelah kiri tetesan darah dengan tangan
kanan, menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan membiarkannya hingga
darah menyebar ke seluruh sisi kaca tersebut. Menunggu sampai darah
mengenai titik cm dari sudut kaca.
4. Mengatur sudut kaca penghapus antara 30 - 40 dan segera Menggerakkan
kaca ke arah kiri sambil memegangnya dengan sudut. Jangan menekan kaca
pembesar itu ke bawah. Mengusahakan darah telah habis sebelum kaca
penghapus mencapai ujung lain dari gelas objek. Hapusan darah tidak boleh
terlalu tipis atau terlalu tebal. Ketebalan dapat diatur dengan mengubah sudut
antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau
makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan.
Membiarkan sediaan kering di udara.
5. Meletakkan sediaan yang akan dipulas di atas rak tempat memulas dengan
lapisan darah ke atas.
6. Meneteskan methanol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis darah
tertutup seluruhnya. Membiarkan selama 5 menit atau lebih lama.
7. Menuang kelebihan methanol dari kaca.
8. Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan
penyanggah dan membiarkan selama 20 menit. Membilas dengan air suling.
9. Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan mengering pada
udara.

B. Memeriksa Sediaan Apus Darah
1. Meneteskan satu tetes minyak emersi pada bagian sediaan apus yang baik
untuk diperiksa dan menutup dengan kaca penutup (Deck Glass).
2. Melihat sediaan dengan pembesaran lemah (lensa objektif 10x dan lensa
okuler 10x) untuk mendapat gambaran menyeluruh.
3. Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang telah cukup merata, dan jumlah
leukosit dan kelompok trombosit.
4. Selanjutnya melihat dengan lensa objektif 40x dengan pembesaran ini
diberikan penilaian terhadap eritrosit, leukosit, trombosit, dan ke lain-lain yang
ada.
5. Bila diperlukan melakukan penilaian lebih lanjut pada sediaan apus dengan
menggunakan lensa objektif 100x menggunakan minyak emersi dengan
menyingkirkan kaca penutup, mendorongnya ke tepi dan mengangkatnya.
meneteskan 1 tetes minyak emersi pada sediaan apus, menggunakan objektif
yang sesuai.
6. Melakukan penilaian terhadap ukuran, bentuk, warna eritrosit. Penilaian
dilakukan pada daerah pandangan dimana eritrosit terletak saling berdekatan
tetapi tidak saling menumpuk, jangan menilai pada tempat dimana eritrositnya
jarang-jarang.
7. Melakukan penilaian terhadap jumlah, dihitung jenis dan morfologi leukosit.
Saat dilakukan hitung jenis leukosit, sediaan digerakkan sedemikian rupa
sehingga satu lapang pandang tidak dinilai lebih dari satu kali. Mencatat semua
jenis leukosit yang dijumpai. Perlu diingat bahwa kebenaran perihitungan jenis
sel dipengaruhi oleh jumlah total sel yang dihitung, mengikuti hukum Poisson.
Makin banyak leukosit yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi.
Biasanya perhitungan dilakukan atas 100 leukosit.
8. Melakukan penilaian terhadap jumlah dan morfologi trombosit. Dalam keadaan
normal dapat dijumpai 4 8 trombosit per 100 eritrosit.

E. HASIL PENGAMATAN

Gambar hasil pembuatan sediaan apus darah:

Eritrosit perbesaran 100 x 100

Leukosit perbesaran 100 x 100

Trombosit perbesaran 10 x 40
Perbandingan jumlah Eritrosit dan Leukosit berdasarkan perkiraan pandang =
Eritrosit : Leukosit = 99 % : 1 %
F. PEMBAHASAN
Pada kegiatan ini, pengamatan apus darah menggunakan darah kapiler
berasal dari mahasiswa bernama Rafika Nurullita. Sediaan apus darah diwarnai
dengan pewarna Giemsa yang merupakan pewarna khusus darah. Sel darah merah
(eritrosit) akan berwarna merah, sel darah putih (leukosit) akan berwarna transparan
dan ungu pada granulanya serta dan keping darah (trombosit) akan berwarna biru
atau ungu gelap dengan bentuk yang beragam.
Pada sediaan apus darah yang terlihat diperkirakan persentase jumlah
eritrosit dan leukosit sekitar 99 % dan 1 %. Jumlah leukosit dalam darah memang
terhitung sedikit bila dibandingkan dengan eritrosit. Komponen darah terdiri atas
90% plasma dan sisanya sel darah dan sel darah didominasi oleh eritrosit.
Pada sediaan apus darah ini terhitung perbandingan jumlah yang normal
antara eritrosit dan leukosit. Hal ini karena OP dalam keadaan sehat dan normal.
Apabila seseorang dalam keadaan sedang sakit, leukosit dapat meningkat
jumlahnya karena sesuai peranannya sebagai pertahanan terhadap penyakit.
Eritrosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk bulat dan
terlihat dari atas, bagian tengahnya seperti mengalami pelekukan bukan inti sel.
Eritrosinnya berwarna merah dan terlihat banyak mendominasi setiap lapang
pandang mikroskop. Leukosit yang berhasil terlihat pada pengamatan ini berbentuk
bulat dan lebih besar daripada eritrosit dan berinti. Dibagian tengah sel terlihat
granul berwarna ungu lebih gelap dengan berbagai bentuk. Meskipun ditemukan
beragam bentuk leukosit, namun pengamat masih belum dapat menentukan
katagori leukosit tersebut apakah termasuk granulosit atau agranulosit. Hal ini
karena keterbatasan pengamat dan media. Trombosit pada apus darah memiliki
bentuk beragam dan tidak teratur. Ukurannya ada yang kecil dan besar serta
berwarna ungu gelap.

G. KESIMPULAN
Jumlah eritrosit pada darah normal mendominasi hingga 99%. Pada apus darah
terlihat pula eritrosit mendominasi setiap lapang pandang mikroskop. Bentuk eritrosit
terlihat dari atas bulat dengan bagian tengah seperti mengalami pelekukan dan
berwarna merah. Bentuk leukosit bulat dan berukuran lebih besar daripada eritrosit,
dengan bagian tengah lebih ungu dengan beragam bentuk.

H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007.Sel Darah. www.ucmp.berkeley.edu [4 September 2009]
Irianto Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.
Bandung: CV.Yrama Widya.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Martoprawiro Mochmad dkk. 1986. Atlas Histologi Manusia. Ed-5. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai