Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PEWARNAAN BAKTERI ( PEWARNAAN GRAM )

Laporan pewarnaan gram


A.
Tujuan
Mengetahui bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
B.
Dasar Teori
Pewarnaan pada bakteri dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan. Dis
ebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai orga
nisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sed
erhana karena sitoplasamanya bersifat basofilik (suka dengan basa). Zat-zat warn
a yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan pewa
rnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna b
asa yang biasa digunakan untuk pewarnaan sederhana ialah metilen biru, kristal v
iolet, dan karbol fuehsin yang mana pewarnaan sederhana ini dibagi lagi menjadi
dua jenis pewarnaan.
a.
pewarnaan asam
Merupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya un
tuk melihat bentuk sel. Adapun zat warna yang dipakai dalam pewarnaan positif ad
alah metilen biru dan air furksin.
b.
Pewarnaan Basa
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri te
tapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorg
anisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentuka
n morfologi dan ukuran sel. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
2. Pewarnaan Diferensial (Gram)
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spe
sies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif dan gram negatif, be
rdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berda
sarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853 1938) yang mengembangk
an teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Kl
ebsiella pneumoniae. Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahank
an zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan me
mpertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara
bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (co
unterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram nega
tif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklas
ifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mer
eka.
a. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil u
ngu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan warna u
ngu gelap setelah dicuci dengan alcohol, sementara bakteri gram negative tidak.
b. Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sew
aktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di ba
wah mikroskop, sedangkan bakteri gram negative akan berwarna merah muda. Perbeda
an klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan
struktur dinding sel bakteri (Aditya,2010)
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipop
osakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai
dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dindi

ng sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet,
pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dindi
ng sel tetap menahan warna biru (Fitria, 2009).
Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terla
lu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi
terlalu pendek (Fitria, 2009).
Perbedaan relatif sifat bakteri gram positif dan gram negatif.
Sifat
Bakteri garam (+)
Bakteri gram negatif(-)
Komposisi dinding sel
Kandungan lipid rendah (1-4%)
Kandungan lipid tinggi
Ketahanan terhadap penisilin
Lebih sensitif
Lebih tahan
Penghambatan oleh pewarna basa (VK)
Lebih dihambat
Kurang dihambat
Kebutuhan nutrisi
Kebanyakan spesies relatif kompleks
Relatif sederhana
Ketahanaa terhadap
perlakuan fisik
Lebih tahan
Kurang tahan
(Manurung, 2010).
Pewarnaan tahan asam yang umum digunakan adalah pewarnaan Zieh
Neelson dengan pe
warna utama karbol fuksin dengan pemanasan dan pewarna tandingan metilen blue Lo
effler. Perlakuan panas tersebut diganti dengan penggunaan pembasah yaitu suatu
deterjen untuk mengurangi tegangan permukaan lemak, untuk menjamin penetrasi. Pe
warna yang mengandung pembasah ini disebut pewarna Kinyoun (Purwoko, 2010).
Sekali sitoplasma terwarnai, maka sel-sel organisme seperti mikobakteri menahan
zat warna tersebut dengan erat, artinya tidak terpucatkan sekalipun oleh zat yan
g bersifat keras seperti asam alkohol (yaitu 3% HCL dalam etanol 95%). Alkohol a
sam ini merupakan pemucat yang sangat intensif dan jangan dikelirukan dengan alk
ohol-aseton yang banyak digunakan dalam prosedur pewarnaan Gram. Kondisi pewarna
an ini, organisme yang dapat menahan zat warna itu dikatakan tahan asam dan tamp
ak merah. Bakteri biasa yang dindingnya tidak bersifat terlampau lipoidal, pewar
na karbol fuksin yang mewarnai sel dapat dengan mudah dipucatkan oleh alkohol-as
am dan karenanya dikatakan tak tahan asam. Tercucinya karbol fuksin dapat dipera
gakan oleh terserapnya pewarna tandingan biru metilen oleh sel, sehingga bakteri
tersebut tampak biru (Hadioetomo, 1993).
Pewarnaan Ziehl Neelsen. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permuk

aan sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tida
k sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian dibiarkan dingin
selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang men
galir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3% (hydrochloric acid-ethanol)
dituang pada sediaan dan dibiarkan 2-4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir
selama 1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1% dituan
g sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu larutan dibuang dan d
icuci dengan air mengalir (Karuniawati, 2005).
4. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur khusus atau
tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul, flagel dsb. Contoh pewarnaan
khusus :Pewarnaan Endospora Anggota dari genus Clostridium, Desulfomaculatum, d
an Bacillus adalah bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya. End
ospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersi
fat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas, keri
ng, dingin, radiasi, dan bahan kimia. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora ad
alah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jel
as. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan da
n tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewa
rnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (Aditya, 2010)
a. Pewarnaan kapsul
Pewarnaan ini menggunakan larutan kristal violet panas, lalu larutan tembaga sul
fat sebagai pembilasan menghasilkan warna biru pucat pada kapsul, karena jika pe
mbilasan dengan air dapat melarutkan kapsul. Garam tembaga juga memberi warna pa
da latar belakang yang berwana biru gelap.
b. Pewarnaan spora
Dinding spora relatif tidak permeable, namun zat warna bias menembusnya dengan c
ara memanaskan preparat.
c. Pewarnaan flagel
Pewarnaan flagel dengan memberi suspensi koloid garam asam tanat yang tidak stab
il, sehingga terbentuk presipitat tebal pada dinding sel dan flagel.
d. Pewarnaan nucleoid
Pewarnaan nucleoid menggunakan pewarna fuelgen yang khusus untuk DNA (Rudi, 2010
).

A.
NO

Alat dan Bahan

Alat
Jumlah
Bahan
1
Jarum ose
1
Biakan murni B. cereus dan E.colipada medium NA yang berumur 24 jam
2

Pembakar spirtus
1
Aquades steril
3
Kaca preparat
1
Larutan hucker s crystal violet
4
Pipet tetes
1
Larutan mordan lugol iodine
5
Mikroskop
1
Larutan alkohol 96%
6
Gelas kimia
3
Larutan safranin
7
Kaca objek
1
8
Tabung reaksi
1

B.
Kaca Objek
Cara Kerja
Dibersihkan dengan menggunakan alkohol
Dikeringkan dengan cara dianging-anginkan pada api
Kaca objek yang telah steril
Ditetesi aquades
Jarum ose

Dibakar sampai merah


Dicelupkan pada alkohol
Jarum ose yang steril
Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada api
Sampel e.coli dan Bacillus

Diambil menggunakan jarum ose (medianya jangan sampai terambil).


Disimpan di atas kaca objek
Aduk pelan-pelan sampai tercampur dengan aquades yang telah ada pada kaca obj
ek
Kaca objek yang telah berisi sampel
Dikeringkan dengan cara dipanaskan di atas api kecil.
Ditetesi violet sampai sampel bakteri terendam (diamkan selama 1 menit)
Dicuci dengan air yang mengalir
Ditetesi lugol sampai sampel bakteri terendam (diamkan selama 1 menit)
Dicuci dengan air yang mengalir
Ditetesi alkohol 96% ( diamkan selama 45 detik)
Dicuci dengan air yang mengalir
Ditetesi safranin sampai sampel bakteri terendam (diamkan selama 1 menit)
Dicuci dengan air yang mengalir
Dikeringkan pada udara terbuka
Hasil
Diamati dibawah mikrosko

A. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


Tabel pengamatan
Gambar 1. Fiksasi
Sumber : dokumentasi Pribadi
Bakteri yang telah di ambil kemudian di simpan pada kaca objek yang dicampur den
gan setetes aquades. Setelah itu difiksasi di atas api sampai kering. Pemanasan
tidak boleh terlalu panas karena bisa merusak sel bakteri.
Gambar 2. Pada saat ditetesi violet
Sumber : dokumentasi pribadi
Setelah difiksasi, sampel ditetesi violet. Sampai bakteri terendam. Lalu biarkan
selama 1 menit. Setelah itu, cuci di air yang mengalir. Hasilnya terdapat warna
ungu pada kaca objek.
Gambar 3. Penambahan lugol
Sumber : dokumentasi pribadi
Kemudian bakteri ditetesi lugol sampai terendam lalu biarkan 1 menit dan cuci di
air yang mengalir. Setelah dicuci, kaca objek tetap berwarna ungu akibat dari t
etesan violet.
Gambar 4. Saat ditetesi alkohol 96%
Sumber : dokumentasi pribadi
Setelah ditetesi lugol dan dicuci, bakteri ditetesi alkohol 96% dan dibiarkan se
lama 45 detik. Setelah itu, cuci di air yang mengalir. Setelah dicuci, warna ung
u pada kaca objek menghilang akibat penambahan dari alkohol.

Gambar 5. Pada saat ditetesi safranin


Sumber : dokumentasi pribadi
Setelah warna ungu pada bakteri hilang, kemudian bakteri ditetesi safranin sampa
i terendam dan biarkan selama 1 menit. Kemudian cuci di air yang mengalir. Hasil
nya, bakteri yang dihasilkan berwarna merah muda.
Gambar 6. Hasil pewarnaan
Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 7. Hasil pengamatan pada mikroskop (pembesaran 40x10)


Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar B. cereus pada pembesaran 16x10
Sumber : Purna,2012.laporan praktikum mikrobiologi
Pewarnaan Gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banya
k digunakan dalam laboratorium mikrobiologi, karena merupakan tahapan penting da
lam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya
lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada m
embran sel bakteri. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua
yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel y
ang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dindi
ng sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel (Manurung, 2010).
Penambahan violet pada bakteri. Kristal violet merupakan reagen yang berwarna un
gu. Kristal violet ini merupakan pewarna primer (utama) yang akan memberi warna
pada mikroorganisme target. Kristal violet bersifat basa sehingga mampu berikata
n dengan sel mikroorganisme yang bersifat asam. Dengan perlakuan seperti itu, se
l mikroorganisme yang transparan akan terlihat berwarna (ungu). Pemberian krista
l violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan
respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada str
uktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein
dan gram negatif mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding sel
nya tipis. Kristal violet yang diteteskan didiamkan selama 1 menit bertujuan aga
r cat atau pewarna ini dapat melekat sempurna pada dinding sel bakteri.
Penambahan lugol pada bakteri. Lugol merupakan pewarna Mordan, yaitu pewarna ya
ng berfungsi memfiksasi pewarna primer yang diserap mikroorganisme target atau m
engintensifkan warna utama. Pemberian lugol pada pengecatan Gram dimaksudkan unt
uk memperkuat pengikatan warna oleh bakteri. Kompleks zat lugol terperangkap ant
ara dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penying
kiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alkoho
l memungkinkan hilang dari sel. Lugol yang diteteskan didiamkan selama 1 menit
bertujuan agar pengikatan warna oleh bakteri menjadi semakin lebih kuat.
Selanjutnya, 1 tetes alkohol 96% diteteskan di atas objek glass tersebut kemudia
n didiamkan selama 45 detik. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga w
arnanya hilang. Etanol 95% merupakan solven organik yang berfungsi untuk membila
s (mencuci) atau melunturkan kelebihan zat warna pada sel bakteri (mikroorganism
e). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bila kom
ponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan b
ila komponen dinding sel tidak kuat menelan warna dasar, maka warna akan tercuci
. Pemberian alkohol pada pengecatan ini dapat mengakibatkan terjadinya dua kemun
gkinan yaitu mikroorganisme (bakteri) akan tetap berwarna ungu atau bakteri menj
adi tidak berwarna. Pemberian alkohol 96% juga menyebabkan terekstraksi lipid se
hingga memperbesar permeabilitas dinding sel.

Selanjutnya diteteskan 1 tetes safranin di atas kaca objek tersebut kemudian did
iamkan selama 1 menit. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnany
a hilang. Safranin merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Zat ini be
rfungsi untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama setel
ah perlakuan dengan alkohol. Dengan kata lain, safranin memberikan warna pada mi
kroorganisme non target serta menghabiskan sisa-sisa cat atau pewarna. Pewarnaan
safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bak
teri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidras
i dengan perlakuan alkohol, pori
pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan mem
bran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna u
ngu.
Pemberian reagen atau pewarna yang berganti dari satu pewarna ke pewarna lain de
ngan waktu yang telah ditentukan disebabkan karena zat-zat warna tersebut dapat
berikatan dengan komponen dinding sel bakteri dalam waktu singkat. Karena itulah
rentang waktu pemberian zat warna yang satu ke yang lainnya tidak lama sehingga
proses identifikasi bakteri berlangsung cepat.
Setiap akhir pemberian reagen atau pewarna, selalu dilakukan pembilasan terhadap
kaca objekdengan menggunakan air. pembilasan ini bertujuan untuk mengurangi kel
ebihan setiap zat warna yang sedang diberikan. Setiap akhir pembilasan pada masi
ng-masing reagen, perlu dilakukan penyerapan air bilasan dari air dengan menggun
akan kertas tissu agar aquades tidak tercampur dengan reagen atau pewarna baru y
ang akan diberikan. Setelah pembilasan terakhir, gelas benda dikeringkan dan dia
mati di bawah mikroskop. Jika terbentuk warna ungu maka termasuk golongan bakter
i gram positif , dan jika terbentuk warna merah atau merah muda maka termasuk go
longan bakteri gram negatif.
B.
Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa, bakteri e.coli yang berwarna merah m
erupakan gram negatif dan bacillus yang berwarna ungu merupakan gram positif.

Daftar Pustaka
Aditya,Mushoffa.2010.Teknik Pewarnaan Bakteri.
http://mushoffaditya.blogspot.com/2010/01/teknik-pewarnaan-bakteri.html. 11 Nove
mber 2010
Fitria, Bayu. 2009. Pewarnaan Gram (Gram positif dan Gram Negatif).http://biobak
teri.wordpress.com/2009/06/07/7-pewarnaan-gram-gram-positif-dan-gram-negatif. 11
November 2010.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Gramedia.
Karuniawati, Risdiyani, S. Nilawati, Prawoto, Y. Rosana, B. Alisyahbana, I. Parw
ati, Wia Melia, dan T.M. Sudiro. 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen
dan Fluorokrom sebagai Metode Pewarna Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikros
kopik Sputum. Makara Kesehatan Vol. 9 No. 1.
Manurung, Pebrin.2010.Pengamatan Bentuk Bakteri.
http://pebrinmanurung.blogspot.com/2010/10/pengamatan-bentuk-bakteri.html. 11 No
vember 2010.
Purwoko, Tjahjadi. dkk. 2010. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Mikr
obiologi UNS.
Diposkan 25th October 2013 oleh Alex Kimia

0 Tambahkan komentar
Chemistry by Alex P.I.P
Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis
REGENERASI KAKI JALAN UDANG
PANAS | AZAS BLACK | LATEN | SENSIBLE
CONTOH SOAL PANAS | KALOR | LATEN | SENSIBLE
SIFAT KOLIGATIF | FRAKSI MOL
MOLALITAS DAN FRAKSI MOL
Dasar NERACA MASSA dan ENERGI | TEKNIK KIMIA
PROSES AIR DEMINERAL / AIR DEMIN
1
UJI TOTAL SUSPENDED SOLID / TSS SECARA SNI
KONSTANTA GAS
LAPORAN REFRAKTOMETER
LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH MENGGUNAKAN JARTEST
DASAR TEORI PENENTUAN VARIABEL DAN LOGIKA PROSES BERPENGENDALI | PRAKTIKUM PENGE
NDALIAN PROSES
Perancangan Alat Dalam Proses Pembuatan Etanol Dari Tetes | DESIGN PERANCANGAN A
LAT
ROTARY EVAPORATOR DAN PRINSIP KERJANYA
EVAPORATOR DAN MACAM-MACAMNYA (rotary evaporator)
KESETIMBANGAN UAP CAIR
RUMUS-RUMUS HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET KALSIUM PROPIONAT DALAM MENGHAMBAT KONTAMINASI KAPANG
SYNCEPHALASTRUM RACEMOSUM PADA DODOL
TITRASI GRAVIMETRI
GRAVIMETRI
FERMENTASI ALKOHOL
MACAM-MACAM HASIL FERMENTASI
FERMENTASI TAPE SINGKONG
TUGAS BAHASA INGGRIS Food additive | PAK HERU
TUGAS BAHASA INGGRIS FOOD Preservation | PAK HERU
TUGAS BAHASA INGGRIS TENTANG INTERVIEW KERJA | PAK HERU
FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR DENGAN BAHAN AKTIF EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia
galanga L.Swartz.)
PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN
1
LAPORAN TEKANAN SUATU ZAT CAIR | THERMODINAMIKA
LAPORAN TENTANG PANAS SPESIFIK | THERMODINAMIKA
JUAL DETERGEN
CSTR
LAPORAN TEKNIK KIMIA KENAIKAN TITIK DIDIH
Laporan KESETIMBANGAN UAP CAIR | Politeknik Negeri Malang | Teknik Kimia
REAKTOR ALIR TANGKI BERPENGADUK | TRK | Teknik Reaksi Kimia
PERCOBAAN ENZIM AMILASE DAN FAKTOR-FAKTORNYA
MACAM - MACAM PENGUJIAN ENZIM
UJI AKTIVASI ENZIM | UJI IOD DAN UJI BENEDICT
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROLISIS LARUTAN | KOROSI
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROLISIS | KOROSI
LAPORAN PRAKTIKUM REDOKS DAN ELEKTROKIMIA | KOROSI
LAPORAN SEL VOLTA | KOROSI
LAPORAN SEMENTARA SEL VOLTA
PEMBAHASAN LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN IODOFORM
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PEMBUATAN IODOFORM
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN ATAU AI PENENTUAN KADAR BESI DENGAN UV-VIS
DASAR TEORI LAPORAN EKSTRAKSI CAIR-CAIR
LAPORAN PRAKTIKUM EKSTRAKSI CAIR

LAPORAN PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN


LAPORAN PRAKTIKUM ANGKA PENYABUNAN | KIMIA ORGANIK
REGENERASI KAKI JALAN UDANG
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Setiap hewan mempunyai kemampuan hidup yang bervariasi antara makhluk yang satu
dengan yang lainnya. Masing-masimg dari mahkluk hidup tersebut akan tumbuh dan b
erkembang dari bentuk atau sususnan yang sederhana menjadi susunan yang lebih ko
mpleks. Selain memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang mahkluk hidup juga
memiliki kemampuan untuk menumbuhkan dan memperbaiki bagian tubuh yang rusak, l
epas, terpisah, hilang ataupun mati dengan cara memperbaiki sel, jaringan atau b
agian tubuh yang rusak tadi sehingga menjadi individu baru yang lengkap atau kem
bali seperti semula. Kemampuan tersebut disebut sebagai regenerasi.
Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau
lepas. Daya regenerasi paling besar pada echinodermata dan platyhelminthes yang
dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna. Ya
ng terkenal tinggi dayanya adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crust
acea, dan Urodela. Aves dan Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas ke
pada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali.
Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal sedikit dan terbatas pada
bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada mamalia daya itu paling kecil,
terbatas pada penyembuhan luka. Karena masih rendahnya pengetahuan para mahasis
wa biologi tentang regenerasi, maka karya ilmiah ini dibuat dengan tujuan agar m
ahasiswa mengetahui proses dan lama waktu hewan beregenerasi.
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka disini ada beberapa masalah ya
ng akan menjadi objek pembahasan dalam karya ilmiah ini, antara lai :
1. Apakah perbedaan media air seperti air sumur dan air hujan dapat berpengaruh
dalam proses regenerasi kaki jalan pada udang air tawar?
2. Pada udang tingkat apakah yang paling cepat beregenerasi?
3. Apakah dalam waktu 10 hari udang air tawar dapat beregenerasi sempurna?
I.3 Hipotesis Penelitian
Air sumur sangat berpengaruh dalam proses regenerasi pada kaki jalan udang. Seda
ngkan udang yang berada di air hujan, proses regenerasinya lambat, karena air hu
jan tersebut mengandung asam yang bisa membuat udang air tawar tersebut mati.
I.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk
:
1. Mengetahui pengaruh air sumur dan air hujan terhadap proses regenerasi kaki j
alan pada udang air tawar.
2. Mengetahui tingkatan udang yang paling cepat beregenerasi.
3. Mengetahui lama waktu proses regenerasi kaki jalan pada udang air tawar.
I.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar:
1. Dapat mengetahui pengaruh air sumur dan air hujan terhadap proses regenerasi
kaki jalan pada udang air tawar.
2. Dapat mengetahui tingkatan udang yang paling cepat beregenerasi .
3. Dapat mengetahui lama waktu proses regenerasi kaki jalan pada udang air tawar
.

II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Regenerasi
Regenerasi ialah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali seperti
semula. Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang ru
sak atau lepas. Kerusakan itu bervariasi. Ada yang ringan, seperti luka dan mema
r ada yang sedang, yang menyebabkan ujung sebagian tubuh terbuang, dan ada yang
berat yang menyebabkan suatu bagian besar tubuh terbuang. Menurut Balinsky (1981
), suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur
atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja k
arena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan
penelitian atau experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat
dapat muncul kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut
sebagai regenerasi (Balinsky, 1981).
II.2 Daya Regenerasi
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada yang r
endah sekali dayanya. Hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan d
aya regenerasinya belum terungkap secara jelas. Daya regenerasi paling besar pad
a echinodermata dan platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh
menjadi individu baru yang sempurna.
Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal sedikit dan terbatas pada b
agian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Vertebrata, dibandingkan dengan Ever
tebrata, terendah daya regenerasinya. Pada Evertebrata yang terkenal tinggi daya
nya adalah Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Pada
vertebrata yaitu Aves dan Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kep
ada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali.
Kelas reptil (diwakili oleh cicak) dan kelas insecta (diwakili oleh kecoa) memil
iki daya regenerasi yang rendah, biasanya terbatas pada bagian ekor atau kaki ya
ng lepas atau rusak. Hydra dapat dipotong-potong sampai kecil sekali dan 1/200 b
agian dari tubuhnya yang asli dapat beregenerasi jadi individu baru yang utuh. P
ada Hydroid polyp, ada proses regenerasi yang terus-menerus, disebut regenerasi f
isiologis . Tentakel dan dasarnya sekalian pada waktu tertentu dilepaskan, dibuang
lalu tumbuh lagi yang baru dari bawah.
Setelah Coelenterata menyusul Platyhelminthes, hewan yang paling tinggi daya reg
enerasinya. Contoh Planaria yang mampu beregenerasi dari 1/300 fragmen tubuhnya
menjadi individu yang utuh. Pada Annelida daya regenerasinya terbatas. Jika tubu
h dipotong-potong, setiap potongan dapat tumbuh menjadi individu baru yang utuh,
tapi segmennya tidak selengkap semula. Alat genitalia tak ikut beregenerasi. Ji
ka potongan tak mengandung genitalia asli individu baru yang berasal dari situ t
ak bergenitalia. Hirudinea (pacet dan lintah) tidak beregenerasi. Nematoda juga
tidak.
Mollusca dayanya kecil saja. Mata yang lepas asal ada batangnya, masih bisa bere
generasi. Tapi kalau tak ada batang itu, tak mampu. Sebagian kepala atau kaki ju
ga dapat beregenerasi.
Pada Arthropoda terbatas pada anggota. Crustacea tergolong yang tinggi dayanya d
i dalam phylum ini, baik tingkat larva maupun dewasa. Pada Insecta terbatas pada
waktu larva saja. Melepaskan sendiri ruas-ruas kaki biasa pada beberapa laba-la
ba dan kepiting, untuk melepaskan diri dari tangkapan musuh. Melepaskan bagian t

ubuh secara natural ini untuk diregenerasi lagi nanti disebut autotomy, artinya
memotong-motong diri sendiri. Echinodermata tinggi juga daya regenerasinya. Seek
or bintang laut kalau dicincang oleh nelayan lalu dilemparkan lagi ke laut (kare
na marah dan menganggap saingan mendapat ikan lokan), tiap cincangan kecil dapat
lagi tumbuh jadi individu baru. Sedangkan pada Holothuroidea (teripang), seseka
li waktu kadang dilepaskan sendiri alat-alat dalam lewat anus keluar, seperti al
at pernapasan dan saluran pencernaan. Nanti dapat diganti dengan yang baru.
Di kalangan sub-phylum Vertebrata yang tertinggi daya regenerasinya ialah Urodel
a. Hewan ini banyak dipakai dalam regenarsi eksperimentil. Anggota tubuh, insang
, ekor, rahang, mata, dapat tumbuh kembali kalau lepas atau terpotong. Pada Anur
a regenerasinya terbatas pada tingkat larva, dan hanya pada anggota dan ekor. Ya
ng dewasa tak bisa beregenerasi sama sekali. Reptilia hanya terbatas pada ekor,
yang seperti kepiting juga untuk melepaskan diri dari tanggapan musuh, ekor dibi
arkan lepas.
Jadi nampak jelas di sini, kedudukan sistematik tak punya hubungan linier dengan
daya regenerasi. Nematoda lebih rendah kedudukan sistematik dari Annelida; begi
tu juga Pisces terhadap Anura dan Urodela. Tapi kelompok pertama hampir tak ada
regenerasinya.Pada Aves, daya regenerasi hanya pada sebagian kecil paruh. Mammal
ia daya regenerasinya terbatas pada jaringan, tidak sampai tingkat alat. Regener
asi jaringan sering setara dengan penyembuhan luka. Luka di kulit yang besar, ja
ringan ikat baru agak beda dengan dermis asli, karena banyak sekali kolagennya,
disebut parut. Jaringan yang tinggi daya regenerasinya pada Mammalia ialah tulan
g dan jaringan ikat; disusul oleh otot dan sel hati. Kerusakan atau patahan besa
r pada tulang dapat dikembalikan seperti asli, terutama pada anggota. Setiap cel
ah yang terbentuk oleh trauma (benturan) segera diisi jaringan ikat. Jaringan ya
ng tak mampu beregenerasi, seperti otot jantung, di celah yang luka diisi oleh j
aringan ikat membentuk parut. Alat dalam dapat beregenerasi. Hati dapat diangkat
sebagian dan yang hilang dapat ditumbuhkan kembali, meski tidak seutuh semula.
Tendo juga mampu beregenerasi (Balinsky, 1981).
II.3 Proses Regenerasi
Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setelah
dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja.
Namun tidak demikian dengan bangsa avertebrata dan reptilia tertentu, kemampuan
untuk memperbaiki dirinya sangat menakjubkan hingga dia mencapai dewasa. Proses
regenerasi dapat terjadi pada tingkat sel maupun tingkat organ. Regenerasi sel y
aitu proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk mengisi ruang
tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Sedangkan Regenerasi
organ dapat diartikan sebagai kemampuan tubuh suatu organisme untuk menggantikan
bagian tubuh yang rusak baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja (karen
a kecelakaan) dengan bagian tubuh yang baru dengan bentuk yang sama persis denga
n sebelumnya.
Proses regenerasi ini secara mendasar tidak ada perusakan jaringan otot, akibatn
ya tidak ada pelepasan sel-sel otot. Sumber utama sel-sel untuk beregenerasi ada
lah berasal dari ependima dan dari berbagai macam jaringan ikat yang menyusun se
ptum otot, dermis, jaringan lemak, periosteum dan mungkin juga osteosit vertebra
e. Sumber sel untuk regenerasi pada reptile berasal dari beberapa sumber yaitu e
pendima dan berbagai jaringan ikat (Manylov, 1994).
Studi regenerasi mengungkapkan bahwa sel-sel dewasa dari jaringan tertentu yang
telah berdiferensiasi misalnya epidermis, mensintesis dan menghasilkan zat yang
secara aktif menghambat mitosis-sel-sel muda dari jaringan yang sama, zat ini di
sebut kolona. Stadium permulaan dari regenerasi tidak ada sel-sel dewasa sehingg
a tidak ada penghambatan pembelahan sel. Jaringan dari struktur yang mengalami r
egenerasi berdiferensiasi, mulailah produksi kolona dan agaknya secara berangsur
-angsur menghentikan pertunbuhan struktur tersebut. Regenerasi melalui beberapa
tahapan, yaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang
bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawa
h scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka

telah tertutup oleh kulit.


3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda ke
mbali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tula
ng dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Ser
at jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensias
i. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat.
Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti memb
esar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat
ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel difer
ensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di din
ding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi m
embentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara seren
tak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besa
r yang maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferas
i sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhka
n alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagia
n yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang se
rupa dengan asalnya (Manylov, 1994).
II.4 Faktor Yang Merangsang Terjadinya Regenerasi
Kemampuan untuk melakukan regenerasi dari masing-masing hewan sangat tergantung
pada hewan itu sendiri, derajat diferensiasi dari sel-selnya atau stadium ontoge
nesis yang dialami oleh hewan yang bersangkutan atau faktor-faktor lainnya. Kema
mpuan regenerasi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana hewan i
tu berada.
Laju kecepatan regenerasi secara alami dipengaruhi atau sangat tergantung pada s
uhu lingkungan, seperti halnya yang terjadi pada kebanyakan proses biologi lainn
ya. Peningkatan suhu sampai ke titik tertentu dapat meningkatkan proses regenera
si. Pada Planaria torva misalnya, regenerasi masih dapat terjadi pada suhu 3C. Da
ri enam individu yang dipelihara pada suhu ini, hanya satu yang mampu beregenera
si dengan membentuk kepala baru yang abnormal, dan matanya baru terbentuk dengan
lengkap setelah enam bulan. Regenerasi tercepat terjadi pada suhu 29,7C. Pada su
hu ini kepala akan terbentuk dalam waktu 4,6 hari. Pada suhu 31,5C kepala baru te
rbentuk 8,5 hari kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa suhu 31,5C terlalu tinggi un
tuk regenerasi. Suhu 32C mengakibatkan kematian.
Makanan ternyata tidak terlalu mempengaruhi proses regenerasi. Meskipun seekor h
ewan sedang berpuasa, ia tetap dapat melakukan regenerasi dengan menggunakan bah
an-bahan yang telah ada di dalam tubuhnya sendiri. Pada kasus yang berbeda-beda
misalnya tikus dapat melakukan regenerasi hati, salamander meregenerasi kaki-kak
inya, hydra atau planaria meregenerasi bagian-bagian tubuhnya yang hilang. Pemua
saan hewan-hewan tersebut tidak menghentikan kegiatan regenerasi yang harus terj
adi. Apabila seekor Planaria tidak memperoleh makanan dalam kurun waktu yang lam
a, hewan itu dapat melakukan metabolisme dari tubuhnya sendiri. Sebagai akibatny
a sudah barang tentu hewan itu akan mengalami pengecilan (kurus). Dalam kondisi
ini Planaria masih tetap dapat melakukan regenerasi, meskipun ukurannya menjadi
jauh lebih kecil.
Sistem saraf tampaknya memiliki pengaruh spesifik terhadap proses regenerasi. Pa
da amfibia, regenerasi pada tahap awal tidak akan dapat terjadi tanpa kehadiran
saraf pada bagian yang luka. Apabila saraf-saraf yang berada pada luka dari kaki
kadal air ikut rusak selama pemotongan, maka proses regenerasi akan terhenti, d
an blastema mungkin tidak tumbuh atau bahkan mengalami resorpsi. Tampaknya saraf
memberi pengaruh pada saat awal regenerasi, dan begitu proses regenerasi mencap
ai tahap diferensiasi, maka pengaruh saraf tidak diperlukan lagi. Artinya regene
rasi berjalan terus meskipun saraf yang ada pada jaringan itu dihilangkan (Balin
sky, 1981).
II.5 Regenerasi Kaki Jalan Udang Air Tawar (Crustacea)

Hewan ini pada umumnya hidup di perairan baik di air danau, laut, maupun sungai.
Crustacea mempunyai rangka luar dari kitin yang mungkin menjadi keras karena me
ngandung kapur. Crustacea sering juga disebut hewan bercangkang. Untuk mempelaja
ri macam-macam Crustacea.Crustacea mempunyai dua pasang antena. Pada umumnya, Cr
ustacea mempunyai kaki satu pasang pada tiap ruas tubuh. Pada udang dan kepiting
terdapat 5 pasang kaki jalan. Kaki selain digunakan untuk berjalan, juga dapat
digunakan untuk berenang atau menempel di dasar perairan. Kepala mungkin bergabu
ng dengan dada membentuk kepala-dada atau sefalotoraks. Ukuran Crustacea sangat
bervariasi, dari ukuran plankton yang sangat kecil sampai sejenis kepiting (kepi
ting laba-laba) yang hidup di dasar laut dengan panjang kakinya kira-kira 3,5 m.
Udang laut yang sangat besar dapat mencapai berat lebih dari 10 kg.Di alam, Cru
stacea mempunyai peran yang cukup penting. Sebagian besar zooplankton di laut da
n samudra adalah Crustacea. Hewan ini terdapat di laut mulai dari pantai sampai
laut yang dalam. Crustacea juga mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting, kar
ena beberapa jenis tertentu merupakan bahan makanan yang baik bagi manusia, yait
u mengandung banyak protein. Selain itu, juga banyak yang hidup sebagai zooplank
ton yang menjadi sumber makanan bagi beberapa jenis ikan.
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air
tawar. Ciri-ciri crustacea adalah sebagai berikut:
? Struktur Tubuh
Tubuh Crustacea bersegmen (beruas) dan terdiri atas sefalotoraks
(kepala dan dada menjadi satu) serta abdomen (perut). Bagian anterior
(ujung depan) tubuh besar dan lebih lebar, sedangkan posterior (ujung
belakang)nya sempit. Pada bagian kepala terdapat beberapa alat mulut, yaitu:
a. Dua pasang antena
b. Satu pasang mandibula, untuk menggigit mangsanya
c. Satu pasang maksilla
d. Satu pasang maksilliped
Maksilla dan maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan
menghantarkan makanan ke mulut. Alat gerak berupa kaki (satu pasang
setiap ruas pada abdomen) dan berfungsi untuk berenang, merangkak atau
menempel di dasar perairan.
? Sistem Organ
a. Sistem Pencernaan
Makanan Crustacea berupa bangkai hewan-hewan kecil dan tumbuhan.
Alat pencernaan berupa mulut terletak pada bagian anterior tubuhnya, sedangkan e
sophagus, lambung, usus dan anus terletak bagian posterior. Hewan ini memiliki k
elenjar pencernaan atau hati yang terletak di kepala dada di kedua sisi abdomen.
Sisa pencernaan selain dibuang melalui anus, juga dibuang melalui alat ekskresi
disebut kelenjar hijau yang terletak didalam kepala.
b. Sistem Saraf
Susunan saraf Crustacea adalah tangga tali. Ganglion otak
berhubungan dengan alat indera yaitu antena (alat peraba), statocyst
(alat keseimbangan), dan mata majemuk (facet) yang bertangkai.
c. Sistem Peredaran Darah
Sistem peredaran darah Crustacea disebut peredaran darah terbuka.
Artinya darah beredar tanpa melalui pembuluh darah. Darah tidak
mengandung hemoglobin, melainkan hemosianin yang daya ikatnya terhadap O2 (oksig
en) rendah.
Gambar 2.1 Struktur dalam Crustacea
d. Sistem Pernafasan
Pada umumnya Crustacea bernafas dengan insang. Kecuali
Crustacea yang bertubuh sangat kecil bernafas dengan seluruh
permukaan tubuhnya.
e. Alat Reproduksi
Alat reproduksi pada umumnya terpisah, kecuali pada beberapa
Crustacea rendah. Alat kelamin betina terdapat pada pasangan
kaki ketiga. Sedangkan alat kelamin jantan terdapat pada pasangan kaki
kelima. Pembuahan terjadi secara eksternal (di luar tubuh).

Dalam pertumbuhannya, udang mengalami ekdisis atau pergantian


kulit. Udang dewasa melakukan ekdisis dua kali setahun, sedangkan udang
yang masih muda mengalami ekdisis dua minggu sekali. Selain itu udang
mampu melakukan autotomi (pemutusan sebagian anggota tubuhnya). Misalnya:
udang akan memutuskan sebagian pangkal kakinya, bila kita menangkap udang
pada bagian kakinya. Kemudian kaki tersebut akan tumbuh kembali melalui
proses regenerasi.
Gambar 2.2 Struktur luar Crustacea
Semua golongan arthropoda, termasuk udang mengalami proses pergantian kulit atau
molting secara periodik, sehingga ukuran tubuhnya bertambah besar. Agar udang b
isa tumbuh menjadi besar, secara periodik akan melepaskan jaringan penghubung an
tara epidermis dan kutikula ekstraseluler, segera melepaskan diri dari kutikula
(cangkang), menyerap air untuk memperbesar tubuh dan eksoskeleleton yang baru da
n selanjutnya terjadi proses pengerasan dengan mineral-mineral dan protein. Pros
es molting ini menghasilkan peningkatan ukuran tubuh (pertumbuhan) secara diskon
tinyu dan secara berkala. Ketika molting, tubuh udang menyerap air dan bertambah
besar, kemudian terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran t
ubuh udang tetap sampai pada siklus molting berikutnya.
Dalam kondisi molting, udang sangat rentan terhadap serangan udang-udang lainnya
, karena disamping kondisinya masih sangat lemah, kulit luarnya belum mengeras,
udang pada saat molting mengeluarkan cairan molting yang mengandung asam amino,
enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton yang baunya san
gat merangsang nafsu makan udang. Hal tersebut bisa membangkitkan sifat kanibali
sme udang yang sehat.
Ekdisis (proses molting) merupakan suatu rangkaian proses yang sangat kompleks y
ang dimulai beberapa hari atau bahkan beberapa minggu sebelumnya. Pada dasarnya
setiap jaringan terlibat dalam persiapan untuk molting yang akan datang, yaitu :
1. Cadangan lemak dalam jaringan hepatopankreas dimobilisasi.
2. Pembelahan sel meningkat.
3. Diproduksi mRNA yang baru, diikuti oleh sintesis senyawa protein baru.
4. Terjadi perubahan tingkah-laku.
Proses yang rumit ini melibatkan kordinasi sistem hormonal dalam tubuh udang. Si
klus molting berlangsung melalui beberapa tahapan. Pada beberapa spesies, masing
-masing mempunyai tahapan dan definisi sendiri-sendiri. Pada udang ada 4 tahapan
, yaitu:
? Postmolt
Postmolt adalah tahapan beberapa saat setelah proses eksuviasi (penanggalan ekso
skeleton yang lama). Pada tahapan ini terjadi pengembangan eksoskeleton yang dis
ebabkan oleh meningkatnya volume hemolymph akibat terserapnya air ke dalam tubuh
. Air terserap melalui epidermis, insang dan usus. Setelah beberapa jam atau har
i (tergantung pada panjangnya siklus molting), eksoskeleton yang baru akan menge
ras.
? Intermolt
Pada tahapan ini, eksoskeleton menjadi semakin keras karena adanya deposisi mine
ral dan protein. Eksoskeleton (cangkang) udang relatif lebih tipis dan lunak dib
andingkan dengan kepiting dan lobster.
? Early Premolt
Pada tahapan early premolt (premolt awal) mulai terbentuk epicuticle baru di baw
ah lapisan endocuticle. Tahapan premolt dimulai dengan suatu peningkatan konsent
rasi hormon molting dalam hemolymph (darah).
? Late Premolt
Pada tahapan premolt akhir terbentuk lagi lapisan exocuticle baru di bawah lapis
an epicuticle baru yang terbentuk pada tahapan early premolt. Kemudian diikuti d
engan pemisahan cangkang lama dengan cangkang yang baru terbentuk. Eksoskeleton
(cangkang) lama akan terserap sebagian dan cadangan energi dimobilisasi dari hep
atopankreas. Ecdysis (pemisahan cangkang) sebagai suatu tahapan hanya berlangsun
g beberapa menit saja, dimulai dengan membukanya cangkang lama pada jaringan pen
ghubung bagian dorsal antara thorax dengan abdomen, dan selesai ketika udang mel
epaskan diri dari cangkangnya yang lama. Siklus molting dikendalikan oleh hormon

molting yang dihasilkan oleh kelenjar molting yang terdapat di dalam ruang ante
rior branchium, dan disebut Y
organ (Anonim, 2005).

III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses praktikum ini yaitu :
1. Toples kecil
2. 4 ekor udang air tawar
3. Air hujan
4. Air sumur
5. Makanan udang
6. Penggaris
III.2 Prosedur Kerja
Langkah kerja yang harus dilakukan yaitu :
1. Disediakan 2 buah toples
2. Diisikan air sumur ke toples I dan air hujan ke toples II
3. Dipatahkan salah satu kaki jalan udang pada setiap udang yang akan digunakan
4. Dimasukkan 2 ekor udang ke toples I dan 2 ekor udang ke toples 2
5. Diamati proses regenerasinya setiap hari
6. Dicatat berapa panjang pertumbuhan kakinya setiap hari

IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
VI.1 Hasil Penelitian
Hari Panjang kaki sebelum dan sesudah pemotongan (cm) Pertambahan Panjang
(cm)
Pertama
19-12-2010
Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A : 1 cm
Udang B : 1,5 cm Udang B : 1 cm Dalam air hujan
Udang A : 1 cm

Udang B : 1 cm
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,1 cm
Udang B : 1,1 cm
Kedua
20-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1 cm
Udang B : 1 cm
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,1 cm
Udang B : 1,1 cm
Ketiga
21-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,15 cm
Udang B : 1,14 cm
Keempat
22-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,17 cm
Udang B : 1,16 cm
Kelima
23-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,2 cm
Udang B : 1,19 cm
Keenam

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

24-12-2010 Dalam air hujan


Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,23 cm
Udang B : 1,21 cm
Ketujuh
25-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,25 cm
Udang B : 1,23 cm
Kedelapan
26-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,26 cm
Udang B : 1,25 cm
Kesembilan
27-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,6 cm Udang A :
Udang B : 1,6 cm Udang B :
Udang A : 1,28 cm
Udang B : 1,27 cm
Kesepuluh
28-12-2010 Dalam air hujan
Sebelum Sesudah
Udang A : 1,5 cm Udang A :
Udang B : 1,5 cm Udang B :
Udang A : 1,05 cm (mati)
Udang B : 1,04 cm (mati)
Dalam air sumur
Sebelum Sesudah

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

1,1 cm
1,1 cm Dalam air sumur

1 cm
1 cm Dalam air hujan

Udang
Udang
Udang
Udang

A
B
A
B

:
:
:
:

1,6 cm Udang A : 1,1 cm


1,6 cm Udang B : 1,1 cm Dalam air sumur
1,3 cm
1,29 cm

IV.2 Pembahasan
Udang pada umumnya hidup di perairan baik di air danau, laut, maupun sungai. Uda
ng mempunyai rangka luar dari kitin yang mungkin menjadi keras karena mengandung
kapur. Udang sering juga disebut hewan bercangkang.Udang mempunyai dua pasang a
ntena. Pada umumnya, Udang mempunyai kaki satu pasang pada tiap ruas tubuh. Pada
udang terdapat 5 pasang kaki jalan. Kaki selain digunakan untuk berjalan, juga
dapat digunakan untuk berenang atau menempel di dasar perairan. Kepala mungkin b
ergabung dengan dada membentuk kepala-dada atau sefalotoraks. Ukuran Udang sanga
t bervariasi, dari ukuran plankton yang sangat kecil sampai sejenis kepiting (ke
piting laba-laba) yang hidup di dasar laut dengan panjang kakinya kira-kira 3,5
m. Udang laut yang sangat besar dapat mencapai berat lebih dari 10 kg.
Dalam pertumbuhannya, udang mengalami ekdisis atau pergantian
kulit. Udang dewasa melakukan ekdisis dua kali setahun, sedangkan udang
yang masih muda mengalami ekdisis dua minggu sekali. Selain itu udang
mampu melakukan autotomi (pemutusan sebagian anggota tubuhnya). Misalnya:
udang akan memutuskan sebagian pangkal kakinya, bila kita menangkap udang
pada bagian kakinya. Kemudian kaki tersebut akan tumbuh kembali melalui
proses regenerasi.
Dari praktikum yang saya lakukan ini, ternyata udang tidak dapat bertahan lama h
idup di air hujan dan udang juga tidak mau makan. Pada hari ketiga, udang terseb
ut mati. Sehingga kaki udang tersebut tidak dapat beregenerasi. Hal ini bisa ter
jadi dikarenakan air hujan mengandung asam, sehingga udang air tawar tidak bisa
hidup di air hujan tersebut. Berbeda dengan udang yang diletakkan di air sumur,
udang dapat hidup sehat dan makannya juga banyak. Tetapi faktor banyaknya makana
n tidak mempengaruhi dalam proses regenerasi kaki udang. Udang dapat beregeneras
i meskipun tanpa diberi makanan. Dari hari ke hari, kaki udang yang patah terus
tumbuh atau beregenerasi. Namun, waktu 10 hari tidak cukup bagi udang untuk bere
generasi atau menumbuhkan kembali kakinya yang patah. Karena proses regenerasi u
dang berlangsung sangat lama. Regenerasi udang dapat berlangsung cepat jika udan
g di biarkan hidup di alam bebas, sehingga gerak udang tidak terbatas dan mendap
atkan suhu yang sesuai.
Selain beregenerasi, udang yang diletakkan pada air sumur juga melakukan ekdisis
atau pergantian kulit. Dalam waktu seminggu udang tersebut melakukan pergantian
kulit sebanyak 2 kali. Awalnya udang terbaring seperti udang mati, setelah itu
kulit beserta kakinya lepas dan muncul kulit dan kakinya yang baru. Setelah perg
antian kulit selesai, udang itu masih terdiam dan belum dapat bergerak lincah. T
etapi beberapa lama kemudian udang itu kembali berjalan dengan lincah kesana kem
ari.

V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini, yaitu :
? Regenerasi ialah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali sepert
i semula.
? Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme.
? Proses regenerasi yang efektif adalah pada masa embrio hingga masa bayi, setel
ah dewasa kemampuan regenerasi ini terbatas pada sel atau jaringan tertentu saja
.
? Udang mampu melakukan autotomi (pemutusan sebagian anggota tubuhnya). Misalnya
: udang akan memutuskan sebagian pangkal kakinya, bila kita menangkap udang pada
bagian kakinya. Kemudian kaki tersebut akan tumbuh kembali melalui proses regen
erasi.
? Udang tidak dapat bertahan lama hidup di air hujan dan udang juga tidak mau ma
kan. Pada hari ketiga, udang tersebut mati. Sehingga kaki udang tersebut tidak d
apat beregenerasi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan air hujan mengandung asam, s
ehingga udang air tawar tidak bisa hidup di air hujan tersebut. Berbeda dengan u
dang yang diletakkan di air sumur, udang dapat hidup sehat dan makannya juga ban
yak.
? Udang tergolong yang tinggi dayanya di dalam phylum Arthrophoda, baik tingkat
larva maupun dewasa.
? Waktu 10 hari tidak cukup bagi udang untuk beregenerasi dengan sempurna.
V.2 SARAN
Agar regenerasi dapat berlangsung dengan sempurna dan udang dapat bertahan hidup
pada praktikum ini, maka disarankan untuk :
? Meletakkan udang air tawar di air tawar, seperti air sumur, air sungai, air ko
lam, dll.
? Menggunakan udang yang masih bayi atau masih kecil, karena pada saat hewan mas
ih bayi, daya regenerasinya masih tinggi. Meskipun udang dewasa juga mampu bereg
enerasi.
? Menambah jangka waktu peneletian, hingga udang dapat beregenerasi dengan sempu
rna.
Diposkan 10th September 2014 oleh Alex Kimia
0 Tambahkan komentar
Memuat
ALEX PEPSEGA INDRA PUTRA. Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai