Anda di halaman 1dari 14

Memahami Geometri dan Gerakan Piston

Kita semua tahu bahwa motor kita bisa jalan karena ada sesuatu yang memutarnya, yaitu crankshaft.
Sedangkan crankshaft bisa berputar karena ada torsi yang diberikan oleh con-rod (stang seher) yang
menyalurkan gaya dorong akibat ledakan di ruang bakar/silinder. Jadi intinya kalau kita ingin memulai
memahami apa yang terjadi di mesin motor kita, maka pertama2 adalah memahami gerakan piston naik
turun yang seirama dengan perputaran crankshaft.
Sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa mesin 4-tak, melakukan siklus kerja dengan 4 langkah yang
meliputi 2 siklus mesin/crankshaft. Supaya ingat kembali, inilah siklus mesin 4-tak

4 langkah tersebut adalah ; hisap, tekan, bakar/ledakkan dan buang. Jadi kinerja dari mesin 4-tak ini benar2
tergantung dari gerakan pistonnya. Nah sekarang mari kita pelan2 membahas gerakan piston ini.Gerkan
piston dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu :
1. Sudut crankshaft ()
2. Panjang stang seher (L)
3. Radius bandul/crankshaft ( a =Stroke / 2)
Secara sederhana digambarkan pada gambar berikut
Jadi piston naik-turun di dalam
silinder, sepanjang S (stroke-nya). Akan tetapi selama proses naik dan turun kecepatannya tidak seragam.
Mulai dengan mencari hubungan antara nilai S dengan . Yang pertama dicari adalah ketinggina piston
relatif terhadap BDC/bottom death center (titik mati bawah) yang persamaanny adalah

Jadi saat =0 , tinggi piston adalah L+a, dan saat =180 tinggi piston adalah L-a. Dan selisih antara posisi
piston tertinggi (TDC) dan piston terendah (BDC) = (L+a) (L-a) = 2a =stroke.
Gerakan naik turunnya dapat dilihat dalam grafik berikut, misalnya stroke = 100 mm.

Grafik gerakan naik turunnya piston ini erat kaitannya dengan parameter piston speed, yang merupakan hasil
dari turunan pertama persamaan di atas terhadap waktu ( ds/dt).
Dari persamaan di atas bisa diperoleh persamaan volume silinder dan luas permukaan silinder. Volume
silinder diperoleh dengan mengalikan volume = (stroke s) x luas piston, luas piston = pi x bore^2 / 4. Jika
bore = 85 mm, L = 150 mm dan a = 50 mm, maka grafik volumenya seperti ini.

Persamaan volume ini erat kaitannya dengan volumetrik efisiensi, torsi dan power yang dihasilkan mesin.
Karena volume dari grafik tersebut menyiratkan volume campuran udara+bbm yang akan dibakar.
Juga bisa peroleh luas permukaan silinder dengan mengalikan (stroke -s) dengan keliling piston, A= (stroke
-s) x (2 pi x bore). Dan grafiknya seperti ini

Grafik dari luas permukaan silinder ini erat kaitannya dengan gaya gesek antara silinder dan ring piston serta
besarnya transferpanas yang terjadi pada dinding silinder.


















Memprediksi Besarnya Gaya Gesek Antara Piston
dan Silinder

Dalam artikel yang lalu telah dijelaskan mengenai adanya batasan kerja engine, yang sering disebut piston
speed. Dan memang gaya gesek yang ada disekitar piston, ring piston dan dinding silinder ini cukup besar.
Perhatikan gambar berikut

Lumayan besar 7 % dari total yang dihasilkan proses pembakaran. Misalkan power on crank 12.5 hp,
sementara power tsb merupakan 25 % tangan yang dihasilkan proses pembakaran, maka power yang
gunakan untuk melawan gaya gesek piston dan silinder sebesar 3.5 hp. Gede juga ya, bisa buan njalanin
mesin kompressor ukuran besar.
Paling tidak ada 3 komponen gesekan penyebab rugi2 tersebut yaitu:
1. Gaya gesek karena tegangan ring pisto
2. Efek tekanan gas bakar dari belakang ring piston
3. Efek gaya menyamping akibat posisi crank offset
Mari kita bahas satu demi satu
Gaya gesek karena tegangan ring piston
Gaya ini timbul karena tegangan ring piston secara normal terhadap dinding silinder, perhitungan kasar dari
gaya gesek bagian ini sebagai berikut
Misalkan ukuran bore x stroke = 57 x 58.7 dan terdapat 3 ring piston (2 ring kompresi dan 1 ring oli), tebal
ring 1.15 mm = 0.00115 m
maka area kontak antara ring dan silinder adalah = 3 x tebal ring x pi x bore = 3 x 0.00115 x 3.14159 x 57
/1000000 =0.000618043 m2,
jika tegangan radial ring piston = 75000 N/m2, maka gaya radial ring piston adalah = 0.000618043 m2 x
75000 N/m2 = 46.353 N
Jika koefisien gesek antara ring piston dan silinder = 0.2 maka, gaya yang harus dikeluarkan untuk melawan
gaya gesek tersebut adalah = 0.2 x 46.353 N = 9.27 N
Jika mesin berputar 8500 rpm = 141.67 rps, maka piston akan bergerak dengan kecepatan = 2 x rps x stroke
= 2 x 141.67 rps x 0.0587 = 16.6317 m/s
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk melawan gaya gesek ini adalah = gaya gesek x piston speed =
9.27 N x 16.6317 m/s = 154.186 Nm/s = 154.186 watt
Efek tekanan gas bakar dari belakang ring piston
Gas pembakaran akan masuk ke ring-gap dan memberikan tekanan pada ring piston ke arah luar. Tekanan
ini akan meningkatkan kualitas penutupan celah, akan tetapi meningkatkan gesekan (lihat artikel). Jika di
asumsikan tekanan ruang bakar saat peak power = 12.1 bar = 1210000 N, maka peningkatan tekanan akibat
gas tersebut adalah = tebal ring x pi x bore x tekanan gas = 0.0015 x pi x 0.057 x 121000 = 249.28 N
Dengan variabel yang sama maka usaha untuk melawan gaya gesek ini adalah = 3 ring x stroke x koeff
gesek x 249.28 x rps = 3 x 0.0587 x 0.2 x 249.28 N x 141.67 rps = 621.884 watt
Efek gaya menyamping akibat posisi crank offset
Mengenai besarnya gaya gesek akibat posisi crank offset, sudah pernah ane tulis di artikel ini. Dan untuk
konstruksi engine di atas, besarnya gaya gesek akibat gaya menyampingnya adalah sbb :
Misalnya :
1. Keff gesek antara ring piston dan silinder = 0.2
2. rpm = 8500
3. tekanan dalam ruang bakar = 1210000 N
4. bore x stroke = 57 mm x 58.7 mm
5. sudut conrod =20
F = tekanan ruang bakar x luas piston /(1 + (1/(koeff gesek x tangen (20))))
= 121000 x 3.14 x (0.057/2) x (0.057/2) / (1 + (1/(0.2 x 3 x 0.364))) = 209.68 N
W = F x stroke x rpm/60 x 0.5 = 209.68 N x 0.0578 x 8500/60 x 0.5 = 871.83 watt
Jadi daya gesek totalnya adalah = 154.186 watt + 621.884 watt + 871.83 watt = 1647.9 watt = 2.2 hp
Hitungan ini adalah perkiraan kasar, dan nilainya berubah terhadap perubahan rpm. Koefisien gesek juga
tidak tetap, tetapi merupakan fungsi dari rpm. Dari perhitungan2 ini dapat disimpulkan bahwa besarnya
kerugian akibat gesekan pada piston ditentukan oleh :
1. Ketebalan ring piston, semakin tipis, semakin kecil gesekannya
2. Ukuran bore dan stroke, semakin kecil bore dan stroke nya gesekan semakin kecil
3. Tekanan ruang bakar, semakin besar tekanan ruang bakar, gesekan semakin besar.
4. Rpm, semakin tinggi rpm, gesekan semakin besar.
Jadi jika ingin mengoptimalkan power output di sumbu crankshaft, maka faktor2 di atas harus dikurangi.
Untuk performance maka hal bisa dilakukan adalah menipiskan ring piston, memperkecil koefisien gesek,
dan pencari perbandingan antara bore x stroke agar nilai dari pi x bore x stroke minimum, untuk volume (cc)
yang diinginkan.



















Pengaruh Panjang Con Rod (Stang Seher)
Terhadap Performa Engine


Selain perbandingan kompresi (CR/compression ratio), perbandingan bore-stroke (bore stroke ratio) yang
menentukan karakter engine, ternyata masih ada satu lagi yaitu perbandingan panjang stang seher terhadap
stroke (rod length ratio). Untuk memahaminya ada baiknya kita melihat geometri dari jantungnya mesin
yaitu silinder, piston, stang seher dan bandul (crankshaft).

Seperti yang pernah ane bahas mengenai pergerakan naik-turunnya piston, pada artikel terdahulu, bahwa
salah satu variabel penentunya adalah panjang conrod (L atau l )

Karena itu baik kecepatan piston juga tergantung dari panjang conrod nya, karena merupakan turunan
pertama

dan akselerasinya merupakan turunan kedua.

Kemudian jika digambarkan dalam bentuk grafik untuk perbandingan (L/r)=panjang conrod : radius
crankshaft (stroke/2) = 2, 4 8 dan 20 (hanya untuk simulasi), sehingga diperoleh grafik2 berikut



Dari grafik2 tersebut bahwa semakin panjang conrod-nya (L/r), maka engine akan memiliki keuntungan :
1. Menyediakan waktu yang lebih lama bagi piston di dekat TMA , sehingg mampu mempertahankan
kondisi kompresi tinggi dalam waktu yang lebih lama. Hal ini menjadikan pembakaran yang lebih
baik, tekanan silinder lebih tinggi setelah beberapa derajat TMA, dan suhu yang lebih tinggi dalam
ruang pembakaran, sehingga sangat cocok untuk mengail torsi di putaran menengah sampai atas.
2. Karena sudut berkurang, stres pada dinding silinder juga berkurang, sehingga gesekan juga
berkurang.
3. Untuk tinggi dek clearence yang sama, dapat menggunakan piston yang lebih pendek, sehingga
piston lebih ringan, dan umumnya memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi pada rpm
maksimum.
Kerugiannya juga ada
1. Efisiensi volumetrik menjadi rendah pada rpm rendah sampai menengah, karena kecepatan aliran
udara berkurang.
2. Tidak praktis, karena terkait dengan panjangnya silinder blok, kamprat dll.
Sedangkan untuk L/r yang lebih pendek, memiliki sifat sebaliknya. Karena sifatnya yang menguntungkan di
rpm tinggi, maka beberpa mesin balap, memiliki con-rod yang panjang. Perhatikan Mesin r1 2011, dengan
bore yang cukup besar, dan stroke yang kecil, panjang silindernya mengindikasikan ukuran conrod yang
panjang.









Mengapa Hasil Ukur Dyno Berlainan ???..Inilah
Alasannya

Sudah menjadi rahasia umum bahwa motor yang sama jika diukur dengan mesin dyno yang berbeda
dipastikan akan menghasilkan grafik torsi dan power yang berbeda. Jangan beda dyno, motor sama, dyno
sama, running 10 x saja hasilnya beda2, nah biasanya diambil yang terbaik, untuk ditampilkan di media
masa sebagai konsumsi publik.
Artinya dalam pengukuran performa dengan dengan menggunakan mesin dyno, selalu ada kemungkinan
error, yang mana kontribusi error bisa terjadi minimal di beberapa bagian ini, yaitu :
1. Operatornya
2. Instalasi motor ke mesin dynonya
3. Sensor putarannya
4. Perhitungan di komputernya
5. Dan kalibrasinya.
Lho kok banyak yang menyebabkan error ??? Mari kita bahas, prinsip kerja dasar mesin dyno dalam
mengukur performa dari sepeda motor / kendaraan kita.Jika kita mengukur torsi dan power langsung dari
sumbu crankshaft kemudian dikopel ke sumbu dyno model eddy current (generator) maka hasil pengukuran
akan lebih presisi, karena terhindar dari rugi slip kopling, rugi2 dirantai dan slip antara ban dan tabung/roller
dyno. Dan dari dyno model generator ini langsung keluar tegangan dan arus yang langsung bisa dihitung
dengan presisi berapa watt power dari mesin tersebut. Berikut ini tampilannya


Dengan mempertimbangkan sisi kepraktisan, maka dibuatlah dyno model inersia seperti yang biasa kita lihat

Model dyno seperti ini yang akan kita bahas. Berdasarkan bentuk fisik dan prosedur pengukurannya maka
ada kemungkinan2 yang menyebabkan hasil pengukuran berbeda, yaitu :
1. Terkait dengan operator pada proses running di dyno, proses ngegas dan dll , bisa mengakibatkan
perolehan hasil yg berbeda
2. Proses instalasi, berupa pemasukan data ke komputer, penempatan ban di drum/roller, tekanan ban,
bobot yang sesuai untuk menekan ban ke drum, penentuan suhu dan kelembapan ruang sesuai std,
dll.
Berdasarkan prinsip kerjanya, pada dyno model inersia perbedaan hasil pengukuran dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Dengan memahami prinsip kerjanya kita akan memahami faktor2 apa saja yang
menyebabkan perbedaan hasil perhitungan performa tsb. Berikut ini prinsip kerjanya.
Torsi roda tersalurkan ke drum sehingga drum berputar, nah perubahan kecepatan putar inilah yang menjadi
basis pengukuran performa motor. Berikut ini perhitungannya
1. Berat drum besi pejal misalnya = 10 pound
2. Jari2 drum = 8 inchi
3. Momen inersia = (berat drum/2)*(jari2 drum (feet))^2/32.16 = (10/2)*(8*0.08333/2)^2/32.16 =
0.017275 pound-feet-det2
4. Misalnya dalam satu detik terjadi peningkatan rpm dari 4000 ke 6000 rpm, berarti akselerasi
putarannya = (6000-4000)/1 detik = 2000 rpm/detik
5. Torsi = momen inersia x akselerasi putaran / 9.551 = 0.017275 * 2000 /9.551 = 3.617364 pound-feet.
6. Power = torsi*rpm rata2 /5252 = 3.617364*(4000+6000)/2/5252 = 3.443797 hp. Silahkan nanti yang
mau membuat mesin dyno jenis ini, satuan2nya dikonversi ke satua metrik (m-k-s)
Dari prinsip kerja ini dapat ditelusuri, di bagian mana saja akan terjadi penyimpangan, yaitu :
1. Kesalahan dalam mengukur beratnya dan dimensi drum, hal ini bisa disebabkan karena pembulatan2
perhitungan dan ketidak homogenan masa drum. Semakin besar daya yang akan diukur, drum harus
semakin berat.
2. Pengukuran rpm dilakukan dengan menggunakan counter pada mikrokontroler, kemampuan
mikrokontroler sangat mempengaruhi kepresisian dalam menukur rpm dan semua performa yg
diukur.
3. Kalibrasi akhir mungkin tidak dilakukan secara periodik. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan
kalibrator standar internasional /nasional (KAN), sehingga diketahui error/koreksi yang harus
ditambahkan dalam hasil pengukuran.
Demikian ulasan singkat, mengenai mesin ukur performa motor dyno model inersia, mulai dari prinsip kerja
sampai dengan kelemahan2nya sehingga, yang mana bisa menimbulkan deviasi pengukuran, seperti yang
sering kita lihat di media masa.
Selain dari itu jika ada bro2 yang berminat bikin sendiri mesin dyno model inersia ini dengan menggunakan
prinsip kerja di atas, maka dapat dibuat dengan bahan2 yang ada disekiling kita. Pembuatannya minimal 4
buah pekerjaan :
1. Merancang sasis dan drum
2. Merancang sensor2 dan mikrokontroler
3. Membuat program interface di komputer, bisa dengan delphi, c++ dll
4. Kalibrasi

Anda mungkin juga menyukai