Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun
hewan, merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari
pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi. (tugasbiologi.com) Pengertian imunitas
sendiri adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi.
Reproduksi adalah suatu proses biologis dimana individu organisme baru di
produksi. Reproduksi sendiri adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan
oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagian hasil dari
suatu proses reproduksi oleh pendahulunya.
Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen
penginvasi dan untuk menghilangkan penyakit. Sistem imun diklasifikasikan sebagai
sistem imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon / sistem
non-spesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/ sistem
spesifik, bertanggung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan. Sistem imun
terbagi menjadi dua cabang yaitu imunitas humoral, yang merukan fungsi protektif
imunisasi dapat ditemukan pada humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya
berkaitan dengan sel.
Reproduksi wanita ialah merupakan bagian-bagian tubuh pada wanita yang
berfungsi dalam proses melanjutkan keturunan. Bagian- bagian Organ reproduksi
wanita adalah; fallopii(saluran telur), ovarium (indung telur), uterus (rahim),
cervix(leher rahim), Vagina(lubang senggama), mulut vagina, klitoris, bibir vagina,
vulva, tulang kemaluan, rambut pubis, kandung kencing, uretra, selaput darah
(hymen).
Imunologi reproduksi mengacu pada bidang kedokteran yang mempelajari
interaksi (atau tidak adanya mereka) antara sistem kekebalan tubuh dan komponen
yang berhubungan dengan sistem reproduksi , seperti toleransi kekebalan tubuh
ibu terhadap janin, atau interaksi imunologi melintasi penghalang darah-testis.
Konsep ini telah digunakan oleh klinik kesuburan untuk menjelaskan masalah
kesuburan , berulang keguguran dan komplikasi kehamilan diamati ketika negara ini
toleransi imunologi tidak berhasil dicapai. Hal ini jelas bahwa bagi janin untuk
menghindari pengakuan kekebalan tubuh dan menyerang oleh sistem kekebalan tubuh
ibu, respon imun maternal harus tumpul, stimulus antigen janin harus ditekan, atau,
seperti yang paling mungkin, keduanya harus terjadi.
Kulit dan mukosa organ genitalia dilapisi oleh lapisan epitelial yang memisahkan
tubuh dengan lingkungan. Untuk melewati lapisan kulit epidermis, patogen harus
mampu menembus lapisan epitel berkeratin yang keras dan untuk menembus mukosa
patogen akan dihambat oleh mucus yang tebal. Jika mikroorganisme mampu
menembus pertahanan lapisan pertama, patogen akan dihadangi oleh sistem imun
bawaan yang responnya cepat, melibatkan epitel dan sel residen. Pertahanan lapisan
ketiga dilakukan oleh sistem imun adaptif yang dimediasi oleh limfosit dan sel
penyaji antigen. Sistem ini berkerja lebih lambat dibandingkan sistem imun bawaan,
tetapi sangat spesifik, berlangsung lama dan efektif.

B. Tujuan Penulis
1. Menjelaskan Imunologi Reproduksi Pada Wanita
2. Menjelaskan Sistem Imun Reproduksi Wanita
3. Mejelaskan Komponen dalam Sistem Immun
4. Menjelaskan Sistem Imun Bawaan atau non-spesifik
5. Menjelaskan Sistem imun adaptif atau Spesifik
6. Mejelaskan sistem imunitas seluler pada mukosa wanita
7. Menjelaskan sistem imunitas humoral pada mukosa wanita

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu Imunologi Reproduksi Pada Wanita?
2. Apa itu Sistem Imun Reproduksi Wanita?
3. Apa saja Komponen dalam Sistem Immun?
4. Bagaimana Sistem Imun Bawaan atau non-spesifik??
5. Bagaimana Sistem imun adaptif atau Spesifik?
6. Bagaimana sistem imunitas seluler pada mukosa wanita?
7. Bagaimana sistem imunitas humoral pada mukosa wanita?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Imunologi Reproduksi Pada Wanita
Seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang imunologi merupakan ilmu
yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia terhadap pengaruh biologis luar
dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini
mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit serta
menghancurkan zat-zat asing yang lain dan memusnakan mereka dari sel organisme
yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Pada manusia,
kekebalan reproduksi wanita di perthankan oleh tiga lapisan, Pertahanan lapis
pertama adalah kulit dan mukosa; lapis kedua oleh sistem imun bawaan (innate
immunity) dan ke tiga oleh sistem imun adaptif (adaptive immunity).
Mekanisme yang tepat yang terlibat dalam keberhasilan nyata dari janin sebagai
allograft hanya sebagian dipahami. Beberapa hipotesis telah diusulkan, yang masing-
masing didukung oleh penyelidikan ilmiah yang cukup besar. Mekanisme yang
menghubungkan berbagai hipotesis dan banyak sinyal dan faktor-faktor yang tidak
diketahui yang memulai dan mengatur sistem secara kesluruhan tetap tidak jelas.
Hipotesis dasar tetap bahwa terdapat dua hambatan fisik dan humoral penolakan
kekebalan tubuh janin. Pandangan yang agak sederhana ini tetap substansial
tertandingi. Namun, pemahaman kita pada tingkat molekuler telah berkembang. Hal
ini jelas bahwa bagi janin untuk menghindari pengakuan kekebalan tubuh dan
menyerang oleh sistem kekebalan tubuh ibu, respon imun maternal harus tumpul,
stimulus antigen janin harus ditekan, atau sperti yang paling mungkin keduanya harus
terjadi.
Dalam penolakan allograft manusia yang normal, limfosit T memainkan peran
utama dalam pengakuan dan sitolisis sel antigen-bantalan asing. Peran ini terutama
dilakukan oleh limfosit T sitotoksik (CTL). Allograft janin harus dilindungi terhadap
sel efektor. Hal ini dapat terjadi dengan berbagai mekanisme seperti, peraturan ibu
dari allograft janin, rahim sebagai sebuah situs untuk reaktivitas imun, cabang
alloantigen unit fetoplasenta dan berperan imunologi untuk plasenta, pertukaran ibu
janin komponen seluler dan humoral, konsekuensi imunologi dari berbagai zat
plasenta berlalu, respon imun maternal selama kehamilan, kekebalan anti mikroba
janin ibu, dan kekebalan aborsi spontan berulang.
Kulit dan mukosa organ genitalia dilapisi oleh lapisan epitelial yang memisahkan
tubuh dengan lingkungan. Untuk melewati lapisan kulit epidermis, patogen harus
mampu menembus lapisan epitel berkeratin yang keras; dan untuk menembus mukosa
patogen akan dihambat oleh mucus (mucus) yang tebal. Jika mikroorganisme mampu
menembus pertahanan lapis pertama, patogen akan dihadang oleh sistem imun
bawaan yang responnya cepat, melibatkan epitel dan sel residen. Pertahanan lapis
ketiga dilakukan oleh sistem imun adaptif yang dimediasi oleh limfosit dan sel
penyaji antigen; sistem ini bekerja lebih lambat dibanding sistem imun bawaan, tetapi
sangat spesifik, berlangsung lama, dan efektif.
Vagina merupakan pintu masuk traktus genitalis wanita. Porsio serviks atau
ektoserviks struktur dan imunologinya sama dengan vagina; sedangkan permukaan
lumen vagina dilapisi epitel skuamosa non-keratinisasi dan memproduksi suatu
glikoprotein hidrofilik yang disebut glikokaliks. Proliferasi dan maturasi sel epithelial
dipengaruhi regulasi hormonal; pada saat kadar estrogen mencapai puncak,
ketebalannya maksimum dan sel-selnya mensekresi glikogen yang akan
dimetabolisme oleh laktobasili menjadi asam laktat sehingga pH vagina dalam
kondisi asam (pH 3,5-5) yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
mikroorganisme pathogen, termasuk HIV dan Chlamydia trachomatis.
Trauma fisik dan kimiawi serta infeksi ulseratif dapat menyebabkan rusaknya
epitel sehingga merupakan jalan masuk mikroorganisme patogen. Rusaknya lapisan
epitelial dan kondisi ektopi serviks merupakan faktor risiko utama transmisi infeksi
menular seksual dan HIV.
Epitelial mukosa strukturnya tidak inert. Setiap hari akan terjadi pergantian lapis
permukaan; pergantian lapis epitel usus halus manusia sekitar > 1011 sel/hari, tetapi
pada traktus genitalis tidak diketahui. Luruhnya sel bercampur sekresi mukus akan
membawa mikroorganisme dan pathogen lain keluar dari organ genitalia dan
peristiwa ini merupakan mekanisme pembersihan diri.
Selain sebagai pertahanan fisik, sel-sel epitelial juga memproduksi sejumlah faktor
imun bawaan , seperti kemokin dan sitokin yang akan mengawali respon imun
bawaan dan adaptif.

B. Sistem Reproduksi wanita
Sistem reproduksi wanita terdiri dari genital internal (dua ovarium, dan dua
induk/tuba uterine, uterus, vagina) dan genital ekstenal ( mons veneris, labia mayora,
labio minora, klitoris, vestibulum dan hiemen). Fungsinya adalah menghasilkan
gamet wanita, menyediakan tempat untuk fertilisasi dan mempertahankan embrio
selama berkembang lengkapnya melalui tahap fetal sampai melahirkan, selain itu
sistem ini pun menghasilkan hormone seks steroid yang mengantur prgan-organ
reproduksi dan mempengaruhi organ lain dalam tubuh.
Anatomi organ reproduksi wanita cukup rumit karena terdapat dua percabangan
indung telur. Pada wanita normal, setiap bulan kedua indung telur ini bergantian
menghasilkan sel telur dan apabila tidak dibuahi, maka akan menjadi menstruasi. Di
dalam organ reproduksi wanita juga beberapa kelenjar yang mempunyai peran
masing-masing. Bagi anda yang ingin mengetahui lebih lengkap anatomi Organ
Reproduksi Wanita dan Fungsinya, silahkan cermati penjelasan dibawah ini:
1. Rahim
Rahim (uterus) adalah Organ Reproduksi Wanita yang paling utama dengan
salah satu ujungnya adalah tabung falopian (tuba fallopi) dan ujung yang lainnya
adalah leher rahim (serviks). Rahim terletak di pelvis dan dorsal ke kandung
kemih dan ventral ke rectum. Alat Reproduksi ini ditahan oleh beberapa ligament.
Di dalam rahim banyak terdapat otot dan lapisan permanen jaringan otot yang
paling dalam disebut endometrium. Ketika wanita tidak dalam kondisi hamil,
rahim hanya berukuran beberapa centimeter. Rahim berfungsi menerima
pembuahan ovum yang tertanam ke dalamendometrium dan mendapatkan
makanan dari pembuluh darah. Ovum yang dibuahi tersebut akan berkembang
menjadi embrio dan selanjutnya menjadi fetus dan terus berkembang hingga
kelahiran setelah berusia Sembilan bulan. Pemasangan KB Spiraluntuk mencegah
kehamilan juga didalam rahim.
2. Indung Telur (Ovarium)
Organ Reproduksi ini berupa kelenjar kelamin yang dimiliki oleh wanita dan
berjumlah dua buah. Fungsi Ovarium adalah memproduksi sel telur dan
mengeluarkan hormon peptide dan steroid seperti progesteron dan estrogen.
Kedua hormon tersebut akan mempersiapkan dinding rahim untuk implantasi
telur yang telah dibuahi sel sperma.. Hormon progesteron dan estrogen juga
berperan memberikan sinyal pada kelenjar hipotalamus dan pituari untuk
mengatur siklus menstruasi. Sel telur yang telah berovulasi akan masuk ke tuba
fallopi dan bergerak menuju rahim. Dan apabila ada sperma yang masuk, sel telur
akan melakukan implantasi pada dinding uterus dan terjadilah proses kehamilan.
3. Tuba Fallopi
Tuba fallopi (tabung falopi) adalah dua buah saluran halus yang
menghubungkan ovarium dengan rahim. Tuba falopi pada manusia adalah
memiliki panjang antara 7 hingga 14 cm. Ketika sel telur berkembang di dalam
ovarium, ia akan diselimuti oleh folikel ovarium. Dan Apabila sel telur matang,
maka folikel dan dinding ovarium akan runtuh dan menyebabkan sel telur pindah
memasuki tuba fallopi dan berlanjut ke dalam rahim dengan bantuan cilia.
4. Leher Rahim (Serviks)
Leher rahim (serviks) adalah bagian dari Anatomi Organ Reproduksi
Wanita yang terletak di bagian bawah rahim. Fungsi Leher Rahim (Serviks)
adalah membantu perjalanan sperma dari vagina menuju ke rahim. Leher rahim
juga mengeluarkan beberapa jenis lendir dengan tugas yang berbeda-beda dan
berada di daerah yang berbeda-beda.
5. Vagina
Vagina adalah organ reproduksi wanita yang paling luar, berbentuk tabung
dan menjadi penghubung rahim ke bagian luar tubuh. Alat Reproduksi dapat
menghasilkan berbagai macam sekresi, seperti cairan endometrial, keringat,
oviductal, skene pada vulva, cervical mucus dan lain-lain. Sekresi pada dinding
vagina berfungsi untuk meningkatkan gairah seksual pada wanita.
Ekosistem antara bakteri baik (95%) dan bakteri jahat (5%) di vagina yang tidak
seimbang disebabkan oleh diabetes mellitus, kontrasepsi oral, darah haid, antibiotika,
douching, cairan sperma, dan gangguan hormon seperti pubertas, kehamilan atau
menopause. Gangguan tersebut dapat menyebabkan infeksi dan tentu berbahaya
untuk wanita. Berbeda dengan vagina dan ektoserviks, endoserviks dilapisi oleh sel
epitel kolumner simpleks yang memproduksi mukus yang akan membasahi dan
melindungi epitel. Setiap hari serviks memproduksi sekitar 20-60 mg mucus yang
akan melindungi serviks dan vagina dari patogen dan mencegah sperma maupun
patogen masuk ke dalam uterus. Mukus serviks terdiri atas air (9098%),bahan
organic, ion inorganic, protein plasma, immunoglobulin sekretori, enzim, molekul
bakterisidal dan bakteriostatik. Yang termasuk molekul Bakteriostatik antara lain
lisosim, laktoferin, zinc, dan defensin.
Mucus terbentuk dari musin, sejumlah glikoprotein yang mengandung domain
serine dan threonine. Lebih dari 80% massa molekul musin terbentuk dari kompleks
oligosakarida. Sedikitnya ada 18 gen musin yang berhasil dikloning, dan berdasarkan
data sequencing.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lipopolisakarida bakteri dan beberapa
protease hospes dapat meningkatkan ekspresi gen musin; sedangkan beberapa
glikosidase, proteinase, dan glikofosfatase yang diproduksi organisme pathogen dapat
mendegradasi musin. Sebagai alat pertahanan tubuh, Serabut-serabut musin hanya
mampu memerangkap partikel berukuran sekitar 30 nm, sehingga HPV (55 nm) dan
HIV (180 nm) tidak mampu diatasi oleh musin. Untuk kondisi tersebut, diperlukan
bantuan antibodi, terutama polivalen IgA dan IgM yang mampu mengaglutinasi
pathogen.

C. Komponen Dalam Sistem Imun
Komponen utama dalam sistem imun selain yang telah disebutkan, adalah sel
darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit.
Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, leukosit terbagi atas beberapa bagian
yaitu:
a. Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu basofil,
asidofil/eosinofil dan neutrofil.
b. Agranular, tidak memiliki bintik-bintik. Leukosit agranular yaitu monosit dan
limfosit.
Selain itu, ada juga sel sederhana makrofag, yang biasanya berasal dari monosit.
Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara memakannya.
Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaanya tertempel reseptor antigen
yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga sel pemuncul antigen ( antigen
presenting cells). Saat antigen memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan diri
pada antigen dan memunculkannya dihadapan limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen
yang disebut MCH (Major Histocompability complex) dan dikenal sebagai molekul
MHC. MHC 1 menghadirkan antigen dihadapan limfosit T pembunuh dan MHC 2
menghadirkan Ag dihadapan limfosit T pembantu. Limfosit berperan utama dalam
respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu limfosit B dan
limfosit T.

D. Sistem Imun Bawaan atau non spesifik
Sistem imun bawaan merupakan imunitas yang ada sejak lahir, imunitas bawaan
ini merupakan lini pertahanan pertama dan berkerja segera terhadap invasi
mikroorganisme atau antigen yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun bawaan
meliputi seperti fisik mekanik, biokimia, humoral dan seluler. Sistem imun fisik
mekanik terdiri dari kulit, selaput lender, sillia, rambut hidung, batuk bersin. Sistem
imun biokimia terdiri dari HCL, Asam lemak, lizosim, spermin, laktoferin dan
mukus.
Pengenalan imun bawaan prinsipnya dimediasi oleh reseptor selular yang dikenal
sebagai patternrecognition Receptor (PRR). Reseptor pengenalan pola (PRRs) adalah
bagian primitif dari sistem kekebalan tubuh . Mereka adalah protein diekspresikan
oleh sel dari sistem kekebalan tubuh bawaanuntuk mengidentifikasi pola-pola
molekuler patogen terkait (PAMPs), yang berhubungan dengan mikroba patogen atau
stres selular, serta pola molekul kerusakan terkait (meredam ), yang berhubungan
dengan komponen sel dilepaskan selama kerusakan sel. Mereka juga disebut patogen
reseptor pengakuan atau primitif reseptor pengenalan pola karena mereka berevolusi
sebelum bagian lain dari sistem kekebalan tubuh, terutama sebelum kekebalan
adaptif . Molekul tersebut mendeteksi mikroorganisme virulen melalui pengenalan
protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme yang disebut pathogen associated
molecular pattern (PAMP). PRR yang berperan pada pertahanan alami terhadap
infeksi menular seksual antara lain C.type lectins, Toll-like receptors (TLR), NOD-
like receptors (NOD), dan RNA helicases. Sedangkan PAMP yang berperan antara
lain: RNA rantai ganda yang dimilki oleh virus, unmethylated CpG DNA yang
ditemukan pada bakteri, lipopolisakarida yang diproduksi bakteri gram negatif, asam
teikoat pada bakteri gram positif, dan manoserik oligosakarida yang ditemukan pada
bakteri, mannose, fucose, Nacetyl glucosamine, -glucans, dan flagelin.




E. Sistem Imun Adaptif atau Spesifik
Sistem imun adaptif berbeda dengan sistem imun bawaan. Sistem imun
adaptif berlangsung tanpa bantuan non spesifik. Sistem imun adaptif terdiri dari dua
bentuk yaitu sistem imun humoral dan sistem imun spesifik.
1. Imunitas Humoral
Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah,
yang disebut antibodi. Antibodi dihasilakan oleh sel B limfosit. Mekanisme imunitas
ini ditunjukkan untuk benda asing yang berada di luar sel (berada di caiaran atau
jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut, kemudian akan
memprodusksi antibodi.
2. Imunitas Seluler
Sel-sel epitelial mengekspresikan sejumlah PRR termasuk TLR (Toll-like
receptor), nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptor,
komplemen serta reseptor immunoglobulin. Saat teraktivasi oleh patogen atau
produknya, sel-sel tersebut akan melepaskan beberapa kemokin seperti IL-8,
RANTES, MIP-1a dan , serta SDF1, yang akan merekrut sel imun yang lain untuk
menuju daerah yang terinfeksi. Dilepaskan pula sejumlah sitokin proinflamasi seperti
IL-1a dan TNF-a, yang akan mengaktivasi lekosit, dan beberapa sitokin seperti IL-6,
IL-15, TGF-, dan G-CSF yang mempengaruhi.
Deferensiasi dan regulasi respon limfosit T dan B. Sel epitelial juga
mengekspresikan molekul adesi seperti e-cadherin, ICAM-1, dan LFA-3 yang
penting untuk perlekatan lekosit. Sel epitelial mukosa juga mampu mengekspresikan
molekul MHC klas II dan CD1d, yang diduga dapat mempresentasikan peptida dan
glikolipid antigen pada sel-sel imun residen. Berbagai tipe sel epitelial pada traktus
genitalis laki-laki dan perempuan mengekspresikan sejumlah PRR yang berbeda, dan
memproduksi berbagai kemokin dan sitokin setelah teraktivasi. Sel-sel epitelial juga
kaya akan peptida antimikrobial seperti, b-defensins, HD-5 dan 6, hCAP-18, dan
SLPI. Dapat dikatakan bahwa sel-sel epitelial traktus genitalis merupakan penjaga
gawang (gatekeeper) baik imun bawaan maupun adaptif.
Sel-sel fagositik merupakan komponen utama pada sistem imun bawaan level
selular, dan semua jenis sel fagosit, termasuk makrofag, netrofil, eosinofil, sel mast,
sel natural killer (NK), sel epithelial dan sel dendritik (DC) berada pada jaringan
mukosa. Sebagian diantaranya berkembang membentuk karakteristik khusus
tergantung lokasinya; misal sel mast pada mukosa dan makrofag pada lamina propria.

F. Sistem imun seluler pada mukosa wanita
Imunitas seluler merupakan kunci pertahanan melawan patogen intraseluler
seperti C. Trachomatis dan virus yang menginfeksi traktus genitalis, tetapi masih
sedikit yang diketahui tentang perannya di daerah tersebut. Sejumlah sel penyaji dan
sel efektor dijumpai pada mukosa genital pria dan wanita. Sel dendritik menunjukkan
fungsi yang sama pada lamina propria. Setlah teraktivasi, sel tersebut akan bermigrasi
ke limfonodi regeional dan mempresentasikan antigen pada sel T naif untuk
menghasilkan respon imun seluler.

G. Sistem imun humoral pada wanita
Imunitas humoral dimediasi oleh Ab yang di produksi oleh sel plasma. Setelah
terstimulasi antigen, sel B yang berada di limfonodi dan lien, mengalami diferensiasi
menjadi sel B memori.IgA terutama muncul pada jaringan mukosa limfoid dan lebih
menyukai kembali ke daerah efektor mukosa dimana IgG bergerak ke sumsum tulang
daerah imflamasi. IgA yang di produksi sel plasma ditemukan dalam jumlah besar di
endoserviks uretra penis. Pada bagian besar sekresi mukosa, konsentrasi igA lebih
banyka dari pada IgG maupin IgM, terutama pda endoserviks dan penile uretra, tetapi
pada semen dan cairan vagina didominasi oleh IgG.
IgM berperan penting pada proteksi permukaan mukosa karena IgA resisten
terhadap proteolitik. Antibodi IgA mampu mengaglutinasi bakteri, tetapi tidak
memiliki kemampuan bakterisidal. Antibodi IgA mengaktivasi komplemen jalur
alternatib=ve sehingga transformasi menjadi kompleks litik.









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imunologi reproduksi mengacu pada bidang kedokteran yang mempelajari
interaksi (atau tidak adanya mereka) antara sistem kekebalan tubuh dan
komponen yang berhubungan dengan sistem reproduksi , seperti toleransi
kekebalan tubuh ibu terhadap janin. Dalam penolakan allograft manusia yang
normal, limfosit T memainkan peran utama dalam pengakuan dan sitolisis sel
antigen-bantalan asing. Peran ini terutama dilakukan oleh limfosit T sitotoksik
(CTL). Allograft janin harus dilindungi terhadap sel efektor.
Kulit dan mukosa organ genitalia dilapisi oleh lapisan epitelial yang
memisahkan tubuh dengan lingkungan. Untuk melewati lapisan kulit epidermis,
patogen harus mampu menembus lapisan epitel berkeratin yang keras dan untuk
menembus mukosa patogen akan dihambat oleh mucus yang tebal. Jika
mikroorganisme mampu menembus pertahanan lapisan pertama, patogen akan
dihadangi oleh sistem imun bawaan yang responnya cepat, melibatkan epitel dan
sel residen. Pertahanan lapisan ketiga dilakukan oleh sistem imun adaptif yang
dimediasi oleh limfosit dan sel penyaji antigen. Sistem ini berkerja lebih lambat
dibandingkan sistem imun bawaan, tetapi sangat spesifik, berlangsung lama dan
efektif.

Daftar Pustaka

P.Stite, Daniel dan Abba I. Terr. 1991. Basic Human Immunology.
America : Appleton & Lange
J. Heffner, Linda dan Danny J. Schust. 2006. At a Glance Sistem
Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
Anderson, DJ. Genitourinary Immune Defense. Dalam : Holmes KK,
Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts
DH, editor: SexuallyTransmitted Diseases, 4rd

Anda mungkin juga menyukai