Anda di halaman 1dari 8

Universitas Gadjah Mada

VII. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN BAKU MUTU LINGKUNGAN


A. Peraturan Perundang-Undangan
Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan
masalah lingkungan hidup, pencemaran lingkungan dan pengendalian pencemaran air
antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun;
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-51/MENLH/10/ 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri;
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-52/MENLH/10/ 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Hotel;
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-58/MENLH/12/ 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit;
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-39/MENLH/8/ 1996
tentang Daftar Jenis Usaha atau Kegiatan Wajib AMDAL;
8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3;
9. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah B3;
10. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
Universitas Gadjah Mada

B. Baku Mutu Lingkungan
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa baku mutu lingkungan hidup adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Baku mutu adalah besaran, kadar dan deskripsi parameter-parameter, kategori
kimia anorganik, kimia organik, biologik, fisik dan radioaktif yang digunakan sebagai
persyaratan bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan menurut
peruntukannya, dan telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam
mendiskusikan masalah baku mutu air tidak dapat lepas dari masalah kualitas air dan
peruntukan air. Mutu air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
tertentu sumber air. Kriteria mutu air digunakan sebagai dasar utama dalam
penentuan baku mutu air. Baku mutu air yang berlaku harus dilaksanakan dengan
semaksimal mungkin untuk melindungi lingkungan hidup.
Dalam pengelolaan mutu air dikenal dua macam baku mutu air yaitu baku mutu
aliran (stream standard) dan baku mutu limbah (efluent standard):
1. Baku mutu aliran: adalah baku mutu yang diterapkan pada air dalam badan air
dengan mengingat peruntukan air dan kemampuan swa penahiran (self
purification) air.
2. Baku mutu limbah: adalah baku mutu yang diterapkan pada limbah sebelum
limbah dibuang ke badan air dengan mengingat peruntukan air dan kemampuan
swa penahiran air pada badan air tempat limbah tersebut dibuang.
Ditinjau dari fungsinya, baku mutu air mempunyai fungsi ganda, yaitu: di satu
pihak merupakan tingkat mutu air yang diinginkan bagi suatu peruntukan, dan di lain
pihak merupakan arahan serta pedoman bagi langkah-langkah pengendalian
pencemaran air. Walaupun sekarang ini teknologi alat pengukur dan pemantau
kualitas air sudah sangat maju dan kualitas sumberdaya manusia yang melakukan
pengukuran dan pemantauan kualitas air juga sudah cukup
Universitas Gadjah Mada

baik, tetapi dalam penentuan baku mutu aliran masih terdapat beberapa kelemahan
antara lain dalam penentuan tersebut:
1. tidak memperhitungkan swa penahiran;
2. tidak memperhitungkan sifat sinergistik dan antagonistik zat pencemar;
3. kurang mempertimbangkan sifat akumulatif dan karsinogeniknya.
B.1. Peruntukan air
Berdasarkan peruntukannya yang berhubungan dengan kriteria mutu air di
Indonesia terdapat empat golongan air:
a) Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b) Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air minum.
c) Golongan C: air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
d) Golongan D: air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian serta dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan dan industri pembangkit
tenaga listrik.
B.2. Penentuan baku mutu air
Baku mutu air ditetapkan oleh suatu negara atau daerah. Baku mutu air di
Indonesia disusun dengan berpedoman pada Kep. Men. KLH Nomor: 02/
MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Dengan
keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor: 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Lingkungan, maka penyusunan baku mutu Iingkungan kemudian
mengacu pada Peraturan Pemerintah tersebut.
Baku mutu lingkungan pada umumnya disusun dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. identifikasi penggunaan sumberdaya atau media ambien yang harus dilindungi;
2. merumuskan formulasi kriteria dengan menggunakan kumpulan dan pengolahan
informasi ilmiah;
3. merumuskan baku mutu ambien dari hasil penyusunan kriteria;
Universitas Gadjah Mada

4. merumuskan baku mutu limbah yang boleh dilepas ke dalam lingkungan;
5. membentuk program pemantauan dan pengumpulan berbagai informasi guna
penyempurnaan atau perbaikan data dan juga sebagai umpan batik.
B.3. Baku mutu Iimbah
Oleh karena baku mutu air pada sumber air guna suatu peruntukan terkait juga
dengan baku mutu limbah, maka dapat disesuaikan antara peruntukan air sumber air
dengan baku mutu limbah.
Peruntukan air Baku mutu limbah
Golongan A
Golongan B
Golongan C
Golongan D



Golongan I
Golongan II
Golongan III

Jika suatu sumber air atau badan air diperuntukkan sebagai Golongan A, maka
sama sekali dilarang membuang Iimbah ke dalam badan air tersebut. Jika suatu
sumber air diperuntukkan sebagai Golongan B, maka limbah yang boleh dibuang ke
dalamnya harus memenuhi baku mutu limbah I. Jika suatu sumber air diperuntukkan
sebagai Golongan C, maka Iimbah yang boleh dibuang ke dalamnya harus memenuhi
baku mutu limbah II.
C. Beban Pencemaran
Selain baku mutu limbah yang berdasarkan atas besaran konsentrasi parameter,
juga diberlakukan ketetapan tentang beban pencemaran maksimum yang
diperbolehkan. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor: Kep-51/ MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan
Industri.
C.1. Debit Iimbah cair maksimum
Penetapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui
penetapan debit limbah cair maksimum, sebagaimana tercantum pada Lampiran
Universitas Gadjah Mada

Ad s.d. A.XXI dan Lampiran B.1 s.d. B.XXI untuk masing-masing industri, didasarkan
pada tingkat produksi bulanan yang sebenarnya. Rumus yang digunakan yaitu:
DM = Dm x Pb
Keterangan:
DM = debit Iimbah cair maksimum yang dibolehkan bagi industri yang
bersangkutan, dinyatakan dalam m
3
/bulan
Dm = debit Iimbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam ketentuan
pada Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI yang sesuai
dengan industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m
3
Iimbah cair
per satuan produk
Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan
produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I s.d.
A.XXI dan Lam-piran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang
bersangkutan.
Debit Iimbah cair yang sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut:
DA = Dp x H
Keterangan:
DA = debit Iimbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam m
3
/bulan
Dp = hasil pengukuran debit limbah cair, dinyatakan dalam m
3
/hari
H = jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan.
Penilaian debit: nilai DA tidak boleh Iebih besar daripada nilai DM.
C.2. Beban pencemaran
Penerapan baku mutu Iimbah cair pada pembuangan limbah cair melalui
penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran
A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk masing-masing jenis industri,
didasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam aliran Iimbah cair.
Perhitungan yang digunakan yaitu:
Universitas Gadjah Mada

a. BPM = (CM)j x Dm x f
Keterangan:
BPM = beban pencemaran maksimum per satuan produk, dinyatakan
dalam kg parameter per satuan produk
(CM)j = kadar maksimum unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I
Dm = debit limbah cair maksimum sebagaimana tercantum dalam
ketentuan Lampiran A.I s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI yang
sesuai dengan industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam m
3

Iimbah cair per satuan produk
f = faktor konversi = 1/1000.
Perhitungan beban pencemaran maksimum sebenarnya:
BPA = (CA)j x DA/Pb x f
Keterangan:
BPA = beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg parameter
per satuan produk
(CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I
DA = debit Iimbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam m
3
/bulan
Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan
produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I
s.d. A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang
bersangkutan
f = faktor konversi = 1/1000.
b. BPMi = BPM x Pb/H
Keterangan:
BPMi = beban pencemaran maksimum per hari yang dibolehkan bagi
industri yang bersangkutan, dinyatakan dalam kg parameter per hari
Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan, dinyatakan dalam satuan
produk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran A.I s.d.
A.XXI dan Lampiran B.I s.d. B.XXI untuk jenis industri yang
bersangkutan
H = jumlah hari kerja pada bulan yang bersangkutan.
Universitas Gadjah Mada

Beban pencemaran sebenarnya per hari dihitung dengan cara sebagai berikut:
BPAi = (CA)j x Dp x f
Keterangan:
BPAi = beban pencemaran sebenarnya per hari, dinyatakan dalam kg
parameter per hari
(CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar j, dinyatakan dalam mg/I
Dp = hasil pengukuran debit Iimbah cair, dinyatakan dalam m
3
/hari
f = faktor konversi = 1/1000.
Penilaian beban pencemaran:
BPA tidak boleh Iebih besar daripada BPM dan BPAi tidak boleh Iebih besar daripada
BPMi.
Contoh perhitungan:
Industri minyak sawit (CPO) memproduksi 10.000 ton minyak sawit per bulan. Hari
kerja 30 hari. Debit Iimbah terukur 500 m
3
/hari. BOD terukur 90 mg/I. Dalam baku mutu
Iimbah cair untuk industri minyak sawit (Lamp. B.IV Kep. Men. LH No. Kep-
51/MENLH/I0/1995) ditetapkan debit limbah maksimum sebesar 2,5 m
3
/ton produk
minyak sawit.
Debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan: DM
= Dm x Pb
= 2,5 x 10.000 x 1 m
3
/bulan = 25.000 m
3
/bulan
Debit Iimbah cair sebenarnya: DA
= Dp x H
= 500 x 30 x 1 m
3
/bulan = 15.000 m
3
/bulan
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa debit Iimbah cair sebenarnya masih Iebih
kecil daripada debit Iimbah cair maksimum yang diperbolehkan.
Universitas Gadjah Mada

Beban pencemaran maksimum:
BPM = (CM)j x Dm x f
= 100 x 2,5 x 1/1000 = 0,25
Beban pencemaran sebenarnya:
BPA = (CA)j x DA/Pb x f
= 90 x (15.000 : 10.00Q) x 1/1000
= 90 x 1,5 x 1/1000 = 0,135
Beban pencemaran maksimum per hari:
BPMi = BPM x Pb/H
= 0,25 x 10.000/30 = 83,3 kg/hari
Beban pencemaran sebenarnya per hari:
BPAi = (CA)j x Dp x f
= 90 x 500 x 1/1000 = 45 kg/hari
Terlihat bahwa beban pencemaran sebenarnya per hari (BPAi) Iebih rendah daripada
beban pencemaran maksimum per hari (BPMi).

Anda mungkin juga menyukai