Anda di halaman 1dari 8

PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001

Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001


IATMI 2001-01
APLIKASI PEMBORAN SIDETRACK
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI COILED TUBING PADA FORMASI SHALE
Andi Eka Prasetia, Harry Budihardjo
Jurusan Teknik Perminyakan UPNVeteran Yogyakarta,
E-mail: andi.spe.upn@petroleum.org, harry_hb@jtmupn.org
Kata kunci : Torsi, Sidetrack, Tool face, Bit balling, Visplex, BHA.
ABSTRAK
Pemboran Sidetrack menggunakan teknologi coiled tubing (Coiled Tubing Drilling) Merupakan hal yang baru dalam dunia
perminyakan, terutama di Indonesia. Sidetrack merupakan awal pertama pada pemboran berarah dan horizontal pada open hole
maupun cased hole untuk menghindari fishing dan daerah objective lain yang jauh dari target. Alasan digunakanya CTD dikarenakan
bisa dilakukan pada underbalance, lebih ekonomis dan praktis, ramah lingkungan serta mudah pengoperasianya. Sifat dasar shale
seperti mudah mengembang menimbulkan masalah yang berdampak luas pada jalannya operasi pemboran seperti penyimpangan arah
dan sulitnya pengangkatan cutting serta tidak efefctifnya laju penembusan. Untuk itu diperlukanya analisa pada factor formasi, Weight
on Bit (WOB) dan modifikasi Bottom Hole Assembly (BHA) serta desain lumpur pemboran.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada waktu pemboran sidetrack
menggunakan coiled tubing yang dilakukan pada formasi shale serta analisanya sehinga sebagai acuan untuk pemboran berikutnya.
Untuk lebih komprehensif di sajikan pula kasus pemboran sidetrack menggunakan coiled tubing pada sumur X dilapangan Y di
Laut Jawa, Indonesia.
Kesimpulan secara garis besar pada makalah ini adalah Mengetahui sifat- sifat shale sangat menentukan sekali dalam
pertimbangan penentuan Bottom Hole Assembly ( BHA ) dan juga desain lumpur untuk kelancaran operasi pemboran, Sebagai contoh
untuk empertahankan laju penembusan dibutuhkan jenis bit yang memiliki kekuatan penetrasi tinggi pada formasi lunak untuk itu Poly
Diamond Crystaline (PDC ) bit diganti dengan Thermally Sterable Polycrystalline ( TSP ) dengan perbesaran motor. Keunggulan
coiled tubing drilling dibanding jenis pemboran lain yaitu dapat di lakukan dalam kondisi underbalance, hemat waktu dan tempat,
ramah lingkungan sehingga perkembanganya akan menjadi teknologi pemboran yang mempunyai prospek cerah
1. PENDAHULUAN
Teknologi Coiled Tubing merupakan hal yang baru dibidang
teknologi pemboran. Teknologi ini mulai dikenalkan di
Indonesia ada tahun 1996. Perkembangan selanjutnya,
dikembangkan oleh ARII pada tahun 1997 untuk pemboran
(pilot project) pada sumur sumur yang telah mengalami
penurunan produksi. Pengertian dari coiled tubing adalah
suatu tubing yang dapat digulung terbuat dari campuran baja
dan carbon secara kontinyu. Pada operasi pemboran
menggunakan coiled tubing, drill pipe tidak digunakan seperti
pada pemboran konvensional (rotary drilling). Pemboran
mengunakan coiled tubing mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya; dapat digunakan pada kondisi underbalance
sehingga dapat meminimalkan kerusakan formasi akibat
invasi dari filtrat lumpur kedalam formasi, Coiled Tubing
Unit (CTU) merupakan peralatan kompak sehingga tidak
memerlukan tempat yang luas dan mudah dalam
pengangkutanya, mengurangi waktu cabut pasang pipa
( Round trip ) karena pada coiled tubing merupakan tubing
string yang kontinyu. Keuntungan keuntungan yang telah
disebutkan diatas mendorong pengembangan untuk aplikasi
coiled tubing terutama dalam pemboran sidetrack yang
merupakan langkah pertama bagi sebagian besar operasi
pemboran berarah dan horisontal pada sumur terbuka maupun
yang telah bercasing. Pekerjaan sidetrack juga sering
digunakan untuk menghindari pekerjaan fishing yang
berlarut- larut atau membor daerah obyektif lain yang
berlokasi jauh dari daerah target awal.
Menjaga agar lubang bor tetap stabil adalah suatu tantangan
yang besar saat melakukan pemboran sumur. Ketidakstabilan
lubang bor disebabkan oleh perubahan radikal dari gaya
gaya mekanik dan kondisi kimia serta fisika lapisan batuan
saat di bor.
2. DASAR TEORI
2.1. Coiled Tubing Drilling
Pemboran menggunakan cara konvensional maupun dengan
coiled tubing pada pronsipnya adalah sama. Sedikit perbedaan
dan merupakan keistimewaan dari CT adalah contnue string,
sehinga tidak memerlukan round trip (cabut dan pasang
pipa ).
Suatu hal yang mendorong dilakukanya CTD adalah diameter
tubing yang memungkinkan memerikan hydraulic horse
power yang cukup . Energi ini diperoleh dari downhole motor
untuk memberikan laju alir cukup bagi pembersihan lubang,
sedangkan gaya dorong dari injektor head dan berat rangkaian
CT akan memberikan weight on bit (WOB) yang diperlukan
dalam pelaksanaan pemboran.
Keuntungan Coiled Tubing Driling.
CTD merupakan konsep yang telah lama ada, konsep tersebut
banyak dirasakan menguntungkan setelah beberapa kali
dilakukan pekerjaan lapangan, keuntungan tersebut
diantarannya :
Pemboran melalui tubing
Pemboran ini dapat dilakukan tanpa mencabut tubing.
Sumur yang ada dapat disidetrack tanpa harus mencabut
tubing. Pekerjaan ini cukup dengan cara memasukkan
coiled ke dalam tubing.
Pemboran dilakukan secara underbalance
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
Pemboran dilakukan dengan cara underbalance sehinga
dapat meningkatkan laju penetrasi dan mengurangi
kerusakan formasi.
Bersifat ringan dan mudah dipindahkan.
Tingkat keamanan tinggi.
CTD dilakukan melalui annular preventer (striper)
sehinga Blow Out Preventer (BOP) mudah ditutup selama
stripping maupun snubing.
Mengurangi dampak lingkungan
Unitnya berukuran kecil dibanding dengan unit pemboran
konvensional, maka tingkat kebisingan lebih rendah serta
cutting yang dihasilkan lebih sedikit.
Lebih ekonomis dalam operasional.
Bila diperhitungkan dari segi waktu, biaya kebutuhan
fluida pemboran, pengangkutan menara serta operasi yang
akan dilaksanakan maka coiled tubing drilling dapat
dirasakan lebih murah dan lebih menguntungkan.
Prinsip kerja Coiled Tubing Driling (CTD)
Secara umum prinsip kerja CTD adalah sama dengan
pemboran konvensional. Perbedaanya adalah pada tubing
yang saling menyambung dan seluruh rangkaian tidak dapat
berputar. Fungsi kerja alat serta susunanya berbeda sesuai
dengan fungsi dan operasi yang dikerjakan. Dalam melakukan
operasi menggunakan CTD perlu diketahui pertimbangan dan
batasan pemakainya.
Pertimbangan pemakaian CTD
Kelurusan Lubang
Kekurangan dari operasi CTD adalah fleksibilitas yang
diberikan pada CT. kelurusan lubang dipengaruhi oleh
jenis formasi yang ditembus. Hal yang perlu diperhatikan
dalah pendesainan Bottom Hole Assembly (BHA) yang
sesuai sehingga berat pada bit dapat dioptimumkan untuk
menghasilkan laju penembusan ( ROP ) yang tinggi.
Pembersihan Lubang
Pembersihan cutting pada pemboran CTD sering menjadi
masalah. Hidrolika lumpur pada CTD sangat rendah
dikarenakan diameternya yang sangat kecil. Sehinga
diperlukan lumpur jenis visplex untuk mengimbangi
kesulitan pengangkatan cutting dipermukaan. Lumpur
visplex mempunyai sifat dapat bersifat gel pada saat
operasi behenti dan kembali seperti semula saat pemboran
berlangsung lagi.
Tekanan
Tekanan merupakan parameter yang paling penting,
sehinga penganalisan dan test tekanan merupakan hal
yang utama dalam operasi pemboran karena dengan
mengetahui data-data tekanan dapat diketahui
performance dari sumur yang kita bor. Kemampuan untuk
membor underbalance merupakan keuntungan karena
disamping hanya diperlukan satu orang untuk mengontrol
laju penembusan, BOP dan chooke hidraulic dari remote
console operator ditambahkan lagi tidak pelu adanya
orang berdiri diatas wellhead.
Biaya
Biaya pemakaian CT pada operasi pemboran relatif lebih
tinggi karena menggunakan peralatan yang khusus tetapi
penghematan biaya yang potensial tergantung pada
pembesaran operasi yaitu untuk lokasi yang sulit
dijangkau dan beberapa kondisi sumur yang khusus, CTD
merupakan alternatif yang lebih murah.
Batasan Batasan dan Kekurangan CTD
Batasan dan kerugian CTD dapat di kategorikan menjadi
beberapa faktor sebagai berikut :
Faktor Diameter
Pada beberapa aplikasi pemboran dengan slimhole sangat
menguntungkan tetapi kendalanya adalah ketidak
mampuan dalam membuat diameer yang lebih besar.
Faktor Rotasi
Karena coiled tubing tidak dapat berputar pengaturan arah
pada directional drilling harus digunakan downhole tools.
Fator Kelelahan CT
Meskipun kelelahan CT dapat dimonitor tetapi sulit dalam
meramalkan ketepatan kelelahan CT yang digunakan
selama operasi pemboran.
Peralatan CTD
Peralatan dalam operasi CTD dibagi menjadi dua kategori
peralatan dipermukaan dan dibawah permukaan, untuk
peralatan dipermukaan akan kami munculkan secara singkat
dan lebih ditekankan untuk peralatan bawah permukaan
sebagai acuan untuk penyelesaian studi kasus yang
menyangkut masalah modifikasi BHA untuk mengantisipasi
masalah masalah pemboran. Peralatan coiled tubing atau
yang lebih dikenal sebagai Coiled Tubing Unit (CTU) dapat
dilihat di Gambar-1.
Peralatan dipermukaan
Untuk peralatan dipermukaan terdiri dari: substructure, CT
String, Injector head (Untuk mendorong CT masuk ke sumur
dan menahan berat CT ), reel ( sebagai tempat CT ), Peralatan
pengontrol sumur, Mud tanks dan peralatan treatment,
Peralatan pompa dan peralatan pemisah gas dalam lumpur.
Peralatan dibawah Permukaan
Peralatan dibawah permukaan adalah bit dan downhole motor.
Bit
Jenis bit yang digunakan dalam operasi CTD adalah drag
bit. Karena jenis ini mempunyai diameter kurang dari 6.
Ada dua jenis drag bit yaitu Polly Diamond Compact
(PDC ) bit dan Thermally Steerable Polyrystalline (
TSP) bit. Jenis bit ini laju penetrasinya tinggi dan berat bit
rendah jika digunakan downhole motor berkecepatan
tingi. Laju pemboran sebesar 5 60 ft perjam pada
formasi sangat keras dan menengah. Jenis bit ini juga
menghasilkan getaran yang sangat kecil sehinga
memperpajang umur peralatan downhole. Jenis TSP bit
sering digunakan untuk build up section pada pemboran
berarah dengan menggunakan CTD. Keistimewaan TSP
bit adalah torsi yang rendah, hal ini sangat
menguntungkan karena dapat membantu saat pengarahan
lubang (face orientation). Sedangkan PDC bit digunakan
untuk pemboran non build work ada CTD. Kelemahan
PDC bit jika digunakan pada pemboran non-build work ,
kelemahan yang lain jika digunakan pada build up
section adalah torsi yang terlalu tinggi sehinga dapat
mengganggu alat pengarah ( orienting tools ) dan
mengurangi umur CT, selain itu juga menghasilkan
getaran yang tingi pada rangkaian.
Downhole Motor
Ada tiga jenis Downhole Motor yaitu Turbin, Vane Motor
dan Positive Displacement Motor (PDM). Jenis motor
yang digunakan dalam operasi CTD adalah PDM karena
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
sangat efisien dalam operasinya karena dapat mengubah
Hidraulic Horse Power dari fluida pemboran ( Volume
dan tekanan) menjadi mechanic Horse Power (torque and
RPM). PDM motor tersedia dalam berbagai ukuran
khususnya berdiameter kecil.
2.2. Pemboran Sidetrack
Teknik pemboran sidetrack yang dimaksud adalah prosedur
membelokkan arah dari lubang yang telah dibor semula pada
kedalaman tertentu ke arah yang berbeda. Pemboran lubang
baru tersebut dapat dilakukan dengan teknik pemboran
berarah yang lazim maupun teknik pemboran horizontal.
Pemboran sidetrack dapat dilakukan dalam kondisi cased hole
maupun open hole, syaratnya diameter lubang mempunyai
ukuran yang tepat untuk dapat dilewati peralatan pemboran
berarah. Pada pemboran sidetrack biasanya sudah ada lubang
yang dibor secara vertikal untuk mencari ketebalan formasi
yang produktif kemudian dilakukan sidetrack lalu dilakukan
pemboran horisontal.
Perbedaan pemboran sidetrack pada sumur openhole dan
cased hole adalah pemotongan bagian casing dengan
menggiling (milling) lubang melalui sisi casing. Perbedaan
lain adalah pada plugging back, prosedur dan beberapa
peralatan. Berikut akan dijelaskan mengenai pemboran
sidetrack pada cased hole sebagai dasar pembahasan studi
kasus.
Peralatan Pemboran Sidetrack
Dalam pelaksanaanya peralatan pemboran secara garis besar
dapat dibedakan menjadi : rangkaian Botom Hole Asembly
(BHA), peralatan survey dan peralatan pemuatan window.
Rangkaian BHA terdiri dari bit, reamer, peralatan survey, drill
colar, down hole motor, bent sub, heavyweight drill pipe.
Peralatan survey terdiri dari single shot instrument, magnetic
multi shot, dan gyroscop. Sedangkan Peralatan pembuatan
casing window didominasi oleh penggunaan whipstock.
Sebagai pembuat lubang.
Pemboran Sidetrack Pada Cased Hole
Pada dasarnya pemboran sidetrack pada lubang berselubung
terdiri dari tiga metode, yaitu :
Sidetracking melalui bagian casing yang dikikis
( Milled ).
Whipstocking melalui bagian casing yang dikikis
(Milled ).
Whipstocking melalui jendela casing.
Setiap metode mepunyai keuntungan dan kerugian.
Pengukuran direkam dengan satu dari tiga sistem pengukuran
untuk orientasi tergantung pada tipe sidetrack. Metode yang
paling banyak digunakan didasarkan atas pertimbangan
kedalaman ukuran casing dan kondisi lubang. Lubang sumur
bercasing disurvey untuk melokalisir posisi titik kick off jika
diperlukan. Operasi pemboran sidetrack pada lubang
berselubung (Gambar-2) seringkali menghadapi resiko tinggi
dibandingkan dengan lubang terbuka (open hole ). Operasi
pemboran sidetrack akan lebih sulit dalam lubang kecil dan
menghabiskan banyak waktu karena menyangkut prosedur
yang rumit dan kebutuhan untuk membuka bagian casing atau
membuat lubang melaluinya. Rangkaian pipa bor akan
bergesekan dengan lubang yang dikikis ( milled ) pada casing
dan kasus yang terburuk yang akan terjadi yaitu rangkaian
pipa bor akan terjepit. Peralatan khusus yang sering
digunakan dalam tipe pemboran ini adalah casing
cutter/section mill dan whipstock, tapi peralatan whipsock
dapat menyebabkan problem selanjutnya dan meningkatkan
biaya operasi.
Terdapat resiko pada pergerakan dan perputaran whipstock
selama operasi pemboran sidetrack ataupun dalam pembran
berdeviasi setelah sidetrack. Penggunaan whipstock pada
operasi sidetrack umumnya menghabiskan banyak waktu,
meliputi beragam tips dan peralatan yang seluruhnya
meningkatkan resiko kegagalan. Frekuensi kerumitan masalah
ketika operasi sidetrack dengan mengunakan whipstock
merupakan pertimbangan untuk melakukan pemboran ulang
kecuali pada deviasi yang sederhana. Dalam melakukan
operasi pemboran sidetrack dengan whipstock harus didukung
dengan alasan yang kuat dan hal itu merupakan pendekatan
yang terbaik., alternatif satu-satunya yaitu alasan
keekonomian. Operasi pemboran sidetrack melalui bagian
casing yang dikikis ( miled ) merupakan prosedur operasi
sidetrack yang paling umum dilakukan dan beresiko rendah.
Pada saat ini melakukan pemboran kembali pada sumur
vertikal yang produksinya mulai menurun dengan teknik
pemboran horisontal sangat sering dilakukan sehinga
dibutuhkan operasi pemboran sidetrack.
Sebelum melakukan operasi pemboran sidetrack biasanya
membuat plug terlebih dahulu dibagian bawah lubang casing
yang akan dikikis ( milled ), tergantung pada kondisi formasi
dimana daerah casing yang akan ditembus. Semen yang
digunakan sebagai penahan adalah semen yang biasanya
digunakan sebagai plugging.
Umumnya pengikisan casing dimulai pada titik sekitar 20 ft
diatas kedalaman casing yang diproyeksikan akan disidetrack.
Sekitar 40 60 ft dari casing, dikikis dan dipindahkan. Bagian
bawah plug ditempatkan sedikitnya 50 100 ft dibawah dari
bagian casing yang dikikis. Setelah mengeras maka kelebihan
semen di bor sehinga bagian atas plug ( titik kick off) berada
disekiar 200 ft dibawah bagian atas dari daerah pengikisan
casing.
Sub pengukuran Measured While Driling (MWD)
dihubungkan dalam rangkaian motor sidetrack. Langkah
selanjutnya adalah mengukur dan merekam koreksi tool face,
perbedaan siku antara indikator magnet. Orientasi selesai
dengan diputarya rangkaian pipa bor menuju arah toolface
dengan arah yang telah dikoreksi. Kemudian putaran ditahan,
swivel dikunci pada travelling block jika kelly tidak
digunakan. Rangkaian pipa bor diturunkan perlahan kemudian
pemboran sidetrack segera dimulai.
Pengukuran yang tepat diambil secara periodik untuk
verifkasi dengan membuat rangkaian pipa bor sampai menjadi
berhenti sesaat. Putaran bit dan tenaga putar reaktif dapat
diabaikan, ketika peralatan MWD memerikan arah yang tepat
pada tool face. Kemudian pemboran dilanjutkan sampai
lubang sumur baru hasil sidetrack berada pada arah yang tepat
dan mempunyai kurva naik tetap kemudian dilanjutkan
pemboran berarah atau horisontal.
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
2.3. Shale Problem
Shale merupakan batuan yang terbentuk dari silt dan clay
yang diendapkan di lingkungan cekungan dasar laut dan
menghasilkan formasi yang berupa struktur berlapis lapis.
Pengendapan ini terjadi dalam waktu yang lama dalam
berbagai tingkat temperatur, komposisi yang bervariasi
sebagai fungsi geologi dan lingkungan laut merata saat
pengendapan. Clay merupakan bagian terbesar dari shale
sehingga kalau membahas masalah shale lebih sering
mengunakan istilah clay. Mineral clay memiliki sifat yang
sangat berpengaruh terhadap shale problem yaitu hidrasi (
penerapan air ), aktivasi (perubahan anion atau kation
tertentu), Flokulasi dan dispersi.
Mineral penyusun shale terbesar yaitu smectite /
monmorinolite (Mg2Al10 Si24)60(OH)13(NaCa)) adalah
merupakan clay yang sensitive terhadap air yang terbentuk
dari dua silica tetrahedral dan alumina tetrahedral. Sangat
peka terhadap air sehingga dapat menurunkan permeabilitas.
Pengembangan clay dalam air akan menyebabkan
penyumbatan pori.
Penyebab Shale Problem
Penyebab shale problem menurut J.L.Lumnus dan J.J. Azar
(1986) dapat diklasifisikasikan sbb :
1. Hidrasi dan Swelling Clay.
Sifat mineral clay yang menyebabkan terjadinya
pengembangan (swelling) adalah kemampuan menyerap
anion atau kation tertentu dan merubah ke anion dan
katiuon lain dengan pereaksi suatu ion dalam air ( Ionic
Exchange Capacity/IEC). Bila permukaan clay
bersentuhan dengan air maka plat plat clay akan
terpisah adan kationya akan terlepas. Air yang bersifat
polar ( terdapat kation maupun anion) maka air akan
diikat oleh kation kation maupun plat plat clay
akibatnya volume clay akan mengembang.
2. Dispersi Clay.
Terjadinya pemisahan yang cepat pada permukaan
shale/clay karena kekuatan dari ikatan partikel pada saat
disentuh air menurun. Pemisahan ini berhubungan dengan
terjadinya hidrasi clay yang mengakibatkan
pengembangan.
3. Tekanan yang tinggi pada shale.
Lapisan shale memiliki tekanan yang cukup besar
terhadap tekanan fluida pemboran sehingga terjadi
perbedaan tekanan yang mengakibatkan shale gugur dan
jatuh kedalam lubang bor dan terjadi pengendapan atau
pengumpulan pada lubang akan menimbulkan jepitan
pada rangkaian pipa bor.
4. Terdapatnya selang waktu yang terlewat pada kondisi
lubang bor terbuka.
Sumur yang terbuka dengan selang waktu yang cukup
lama akan menimbulkan masalah karena kontaminasi
antara shale/clay dengan lumpur akan menjadi lama.
5. Aksi erosif dan mekanik.
Adanya kegiatan wash down akan mengakibatkan
shale/clay yang sedang ditembus gugur dan jatuh
kelubang sumur.
Jenis Shale Problem.
Beberapa jenis shale problem yang sering dijumpai
dilapangan selama operasi pemboran, yaitu :
1. Swelling Clay.
Terjadinya saat pemboran menembus lapisan shale yang
sangat reaktif dengan air dimana shale membentuk
lempengan terhidrasi ( menghisap air ) menyebabkan
diameter menjadi besar. Mekanisme terjadinya didahuli
dengan hidrasi permukaan dan diakhiri dengan swelling
osmotic.
2. Pressure Shale.
Pada proses pengendapanya akan terendapkan pula batu
pasir diantar endapan shale, sehingga terjadi penekanan
lapisan shale oleh batuan yang terendapkan diatasnya (
overburden pressue ). Akibatnya dari lapisan shale
tinmbul tekanan yang disebut tekanan potensial untuk
mengimbangi tekanan lapisan batuan. Pada saat shale
ditembus dalam pemboran, dimana lapisan shale yang
terdapat disana bertekanan relatif tinggi bahkan dapat
menyamai tekanan overburden akan mengakibatkan
dinding lubang bor runtuh.
3. Sloughing Shale
Berhubungan dengan sifat fisik atau mekanik dimana
shale tidak bersifat reaktif terhadap air tetapi terdapat
pada retakan dan mudah runtuh karena tekanan pada
lapisan shale tinggi sehingga terdapat tekanan hidrostatik
lebih besar dari tekanan formasi dari sloughing dapat
terjadi.
4. Heaving Shale
Adalah terbongkarnya shale dari formasi. Shale bersifat
lunak dan agak keras dengan clay yang kandungan
bentonite ekivalen (MBT) tinggio dapat muncul dari
terjadinya sloughing.
5. Tight Hole.
Akibat terbentuknya clay colloid pada lapisan shale yang
mepunyai kemampuan hidrasi yang relatif besarakan
mengakibatkan terjadinya pemuaian pada shale (
umumnya shale bentonit) dan akan membuat penyempitan
lubang sumur. Juga membuat gambo ( serbuk bor
berupa clay swelling ) pada lubang sumur. Umumnya
memiliki tingkat plastisitas tinggi dengan MBT tinggi.
Shale Problem dan pengaruhnya terhadap operasi pemboran
menggunakan CTD.
Pemboran menggunakan CTD, pada saat sirkulasi Lumpur
system aliran didalam coiled tubing string merupakan aliran
turbulen untuk memberikan daya dorong yang besar terhadap
motor dan bit dalam penghancuran batuan yang dibor dan
berubah menjadi aliran laminar diannulus sehingga tidak
merusak mud cake pada dinding lubang bor. Untuk
menentukan system aliran tersebut digunakan Reynold
Number (Nre), diaman Nre . 300 adalah turbulen dan
Nre,2000 adalah laminar, diantaranya merupakan transisi.
Dalam proses pemboran berlangsung bit yang dipakai selalu
menggerus batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehinga
semakin banyak cutting yang dihasilkan dan menumpuk.
Supaya tidak terjadi masalah pipa terjepit maka cutting harus
diangkat dengan baik. Kendala yang timbul dalam system
pengangkatan pada pemboran dengan CTD adalah ruang di
annulus yang kecil yang disebabkan oleh kecilnya lubang bor
yang diperoleh dari pemboran CTD, sehingga pengaruh
kecepatan kritis dan kecepatan slip sangat besar, apalagi bila
pemboran sampai pada kedalaman yang relatif dalam dimana
dibutukan kecepatan alir pemompaan oleh pompa di
permukaan lebih besar sehingga pengaruh kecepatan slip dan
kecepatan kritis juga akan lebih besar lagi. Hal ini
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
berpengaruh pada kecepatan cutting untuk dapat bergerak
naik secara alamiah akan dihambat oleh gaya gravitasi dan
berat cutting tersebut akan turun kembali ( mengendap
). Dimana kecepatan kritis dipengaruhi oleh sifat lumpur itu
sendiri, seperti viskositas lumpur dalam hal ini berpengaruh
terhadap besar viskositsa plastiknya, gel strength, yield point
dan densitas lumpur itu sendiri.
Dalam pemilihan desain lumpur atau fluida pemboran
didasarkan pada kemampuan fluida tersebut untuk
membersihkan lubang bor. Selain itu fluida pemboran harus
dapat memperkecil pengaruh kerusakan formasi dan mampu
menjaga kestabilan lubang bor.
Dalam operasi pemboran coiled tubing pada formasi shale
digunakan lumpur jenis visplex yang diproduksi oleh PT..
Dowel Schlumberger. Lumpur jenis visplex mempunyai
kelebihan kelebihan yaitu transport cutting yang baik dan
penimbunan cutting pada pemboran horisontal, lumpur lebih
cepat menjadi gel sehingga menurunkan kehilangan tekanan,
menurunkan torsi dan drag serta viskositas yang lebih kecil
saat laju penembusan bit besar, tidak menimbulkan kerusakan
pada reservoir.
Dilihat dari keterbatasan pemakaian CT terutama pada
aplikasinya pada formasi shale yang begitu sensitive, dari
keelastisan CT maka akan mempersulit pengontrolan arah dan
bentuk lubang bor, Penembusan pada formasi shale juga
membutuhkan desain bit yang khusus, misalnya penggunan
drag bit untuk jenis PDC atau TSP, harus dipilih mana yang
lebih sesuai dengan kondisi masalah yang dihadapi.
3. STUDI KASUS
3.1. Kondisi Sumur X dilapangan Y
Status sumur ini ditutup sementara dikarenakan adanya
kerusakan mekanik pada tubing. Tubing telah dilakukan
penyemenan. Semen retainer diset pada kedalaman 5882 ft
sampai top semen 5807 ft. Pada semen ini tidak terdapat
tubing diatas semen plug. Pemboran sidetrack pada sumur ini
dilakukan pada kedalaman 5665 ft hingga mencapai target
kedalaman 6535 ft. Pekerjaan yang dilakukan adalah
membuat window terlebih dahulu baru dilakukan pemboran
berarah. Bottom Hole Assembly (BHA) yang digunakan
dibagi dalam dua operasi yaitu pembuatan window dan
operasi pemboran berarah.
3.2. Formasi Pada SumurX dilapangan Y
Bagian atas formasi pada sumur X lapangan Y
adalah terbentuk dari endapan pantai, sedangkan pada bagian
bawah terbentuk dari endapan delta dan lagoon. Batuan
formasi diatas terdiri dari shale dan gamping sedang pada
bagian bawah terdiri dari shale, batubara, pasir non gluconitik
serta sisa bahan pembentuk minyak bumi didalam lapisan
pasir.
3.3. Pembuatan Window Dengan Menggunakan Coiled
Tubing Drilling
Untuk membuat window pada casing digunakan rangkaian
BHA I sebagai berikut : 4 Mud Motor, Whipstock
running tool, Starter mill. Rangkaian drillstring dimasukkan
sampai kedalaman 5671 ft menggunakan CT 2 3/8 untuk
menset whipstock. Kemudian mensirkulasikan Lumpur
Visplex denagn berat jenis 8,6 ppg dan pemboran dimulai
perlahan lahan dari kedalaman 5645 ft 5645.8 ft selama
4.5 jam.
Pemboran dilanjutkan lagi setelah mengganti ke BHA II
sebagai berikut : 6 1/8 Window Mill, 4 3/4 Mud Motor, 5
Join 4 3/4 DC, Cross Over, Check Valve, Hidraulic
Disconnect, dan sirkulai Sub. Dilakukan Pemboran dari
kedalaman 5646,8 ft sampai kedalaman 5647,2 ft selama 5,5
jam. Kemudian pemboran dihentikan karena ada masalah
dengan mud motornya. Dicoba untuk memaksimalkan kerja
motordengan mengganti peralatan pemboran tetapi tidak
berhasil. Rangkaian drill string diangkat untuk kedalaman
5656 ft selama 13 jam. Pemboran dihentikan karena pada
kedalaman 5656 ft tidak ada kemajuan. Langkah selanjutnya
drillstring diangkat untuk mengganti ke BHA III sebagai
berikut : 6 1/8 Window Mill, 6 1/8 Water Mellon Mill, 4
3/4 mud Motor, Joint 4 Drill Collar. Rangkaian BHA
diturunkan sampai kedalaman 5651,5 ft dan pemboran
dimulai sampai kedalaman 5665 ft selama 6 jam yang makin
lama WOB bertambah besar. Rangkaian drill string diganti
dengan rangkaian BHA IV sebagai berikut : 6 1/8 Window
Mill, 2 Joint 6 1/8Water Mellon Mill, 4 Mud Motor, 5
Joint 4 Drill Collar, Cross Over, Check Valve, Circulating
Sub, Hidraulic Disconnect. Rangkaian BHA tersebut
dimasukan sampai kedalaman 5652 ft dan Pembuatan window
sudah selesai drill string diangkat untuk selanjutnya pemboran
berarah dilaksanakan.
3.4. Pemboran Berarah menggunakan CTD
Pertama kali rangkaian BHA V disusun sebagai berikut : 6
1/8 Str- 1 Bit, 3 1/2 Power Pack Motor dengan sudut 1.5 0,
Universal Bottom Hole Orienting Sub, 3 1/16 monel Drill
Coillar, Orientor, Check Valve, Circulating Sub, Hidraulic
Disconnect, NRJ Oriented UBHO. Rangkaian disambung
dengan CT 2 3/8 dan diturunkan pada kedalaman terakhir
5669.5 ft kemudian ditarik kembali sampai kedalaman 5640 ft
untuk mencoba survey dengan MWD, ternyata tidak ada
sinyal yang keluar. Kemudian dicoba untuk menaik-turunkan
rangkaian drill string selama beberapa lama, memompakan air
laut 5 barel dan kemudian diganti dengan lumpur jenis
visplex. Setelah selesai dicoba lagi mengamnbil survey, tetapi
MWD tidak juga bekerja. Pemboran dilanjutkan kembali dari
5669.6 ft sampai kedalaman 5673 ft dan dilakukan
pengambilan survey tetapi MWD tidak bekerja juga. Drill
string diangkat sambil memompakan 1.5 bpm Lumpur untuk
memperbaiki MWD. MWD diangkat dan ditemukan kotoran
serpih besi yang menyumbat aliran pada pulser MWD.
Pemboran dilanjutkan lagi dengan mengganti MWD dan BHA
yang diugunakan sama sampai kedalaman 5766 ft dan pada
kedalamnan 5766 ft dan pada kedalaman tertentu dilakukan
wiper trip. Ketika pemboran berlangsung diantara kedalaman
5766 ft sampai 5793 ft terjadi pengecilan ROP, diduga bit
mengalami bit balling ( bit tertutup sticky formasi sehingga
penembusan tidak effektif). Kemudian dilakukan wiper trip
sampai kedalaman 5770 ft dan memompakan air laut 5 barel,
kemudian menurunkan sampai kedalaman 5793 ft. Pemboran
dilanjutkan sampai kedalaman 5804 ft dan diketahui bahwa
mud motor tidak bekerja.
Setelah dilakukan pengambilan survey, drill string diangkat
untuk mengetahui kerusakan yang ada. Ternyata bit tidak
dapat berputar dan perlu diganti dengan bit lain dengna
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
ukuran yang sama. Pemboran dilanjutkan kembali
menggunakan BHA VI sebagai berikut : 6 1/8 Str- 3 PDC
Bit, New 3 1/2 power Pack Motor dengan sudut 1.150,
Universal Bottom Hole Orienting Sub, 3 1/16 monel DC,
New Orientor, Check valve, Circulating Sub, Hidraulic
Disconnect, NRJ oriented UBHO. Rangkaian drill string
tersebut dimasukkan kedalam lunbang sampai kedalaman
5803 ft, pemboran dilanjutkan sampai kedalaman 5818 ft. Pda
sat pemboran berlangsung ROP makin menurun, dilakukan
wiper trip sampai kedalaman 5660 ft. Kemudian drill string
dicabut dengan annulus diisi dengan Lumpur dengan berat
Lumpur 8.65 ppg. Kemudian BHA VII diganti dengan
susunan BHA VIII sbb : 6 1/8 str-1 Bit, 4 Motor A-4.75
x P denagn sudut 0.78 0, UBHO sub, 3 MWD Monel,
Orientor, 10 Joint 3 DP, Check valve, Circulating Sub,
hydraulic disconnect.
Pemboran dilanjutkan dari kedalaman 5809 ft sampai dengan
kedalaman 5965 ft dengan beberapa dilakukan orienting tool
face, wiper trip dan pengambilan survey. Mencoba untuk
mengarahkan tool face kekiri secara berangsur-angsur menuju
-1350, diperkirakan adanya putaran torsi reaksi pada coiled
tubing. Menarik kembali drill string pada kedalaman 5900 ft
untuk melepaskan putaran pada CT dilanjutkan dengan
pengambilan survey dan kemudian masuk kembali sampai
mencapai kedalaman 6128.7 ft sambil memompakan 70 bbl
lumpur visplex dengan 2 % IDLUBE ( lubricant), kemudian
menarik kembali drillstring pada kedalaman 6112 ft untuk
dilakukan pengambilan survey.
Setelah melakukan wash down dan oriental tool face
pemboran dilanjutkan sampai kedalaman 6204.8 feet, saat
berlangsungnya pemboran ini ROP makin mengecil,
diperkirakan bit tidak bekerja tidak baik. Kemudian menarik
kembali rangkaian drill srting sampai kedalaman 6195 feet,
memompa 10 bbl caustic soda, air dan dicampur dengan 35
bbl Lumpur selama jam pompa dihentikan dan drill string
ditarik sampai kedalaman 5961 feet. Dilanjutkan dengan
melakukan washing down sampai kedalaman 6204.8 feet
kemudian dilanjutkan pemboran sampai kedalaman 6449 feet
diikuti dengan melakukan beberapa kali orienting tool face,
pengambilan survey dan sekali reamed down dari kedalaman
6412 feet sampai dengan 6436 feet.
Dilihat dari ROP yang mulai mengecil kembali dan untuk
mengatasinya dilakukakan wiper trip sampai kedalaman 6432
feet. Kemudian pemboran dilanjutkan kembali sampai
dengan tool depth yaitu true vertical depth 5678 ffet dan
measurement depth 6535 feet, survey dilakukan beberapa saat
dan seterusnya dilakukan back reamed ke window pada
kedalaman 5660 feet dan pompa dimatikan.
4. DISKUSI
Sumur X pada lapangan Y merupakan sumur yang
ditutup sementara karena terjadi kerusakan mekanik pada
sistem komplesi sehingga diupayakan dibuka kembali dengan
pemboran sidetrack menggunakan teknologi coiled tubing
drilling. Pada pemboran ini diperlukan suatu lumpur untuk
mengangkat cutting dengan baik sampai ke permukaan dan
cepat mengagar dan juga cepat memecah jika diberi
penekanan sedikit. Jenis lumpur ini memang diperlukan untuk
pemboran berarah karena lintasan pemboran pada titik KOP
atau sedut dimana dimulainya pembelokan pemboran; tempat
dimana cutting akian berkumpul sehingga menjepit rangkaian
pipa bor. Jenis lumpur yang digunanan adalah visplex seperti
yang dijelaskan pada dasar teori. Jenis lumpur visplex
digunakan untuk pemboran berinklinasi tinggi dan untuk
membor formasi lemah seperti shale.
Pada Operasi window miling terjadi pergantain BHA karena
alasan tertentu pada intinya adanya BHA untuk mengatasi
masalah mud motor. Sedang diskusi kita akan berfokus di
operasi pemboran sidetrack pada formasi shale dan masalah
yang dihadapi serta analisanya.
Pada operasi pemboran sidetrack terjadi tiga kali pergantian
susunan BHA, masalah yang timbul disebabkan karena
keadaan formasi yang ditembus berupa shale.Perubahan BHA
V ke VI dikarenakan:
MWD tidak dapat bekerja dengan baik karena pulser
MWD tertujtup oleh serpihan metal akibat dari operasi
pembuatan window, dimana masih terdapat serpihan
metal pada Lumpur bor.
Terjadinya bit balling dimana bit tertutup oleh sticky
formasi yang ditembus sehingga laju penembusan
terhambat karene tidak menembus formasi secara effektif
pada kedalaman 5766 5793 ft.
Penanggulangan untuk permasalahan MWD yang rusak
adalah dengan mensirkulasikan Lumpur kembali untuk
pembersihan lubang bor dari serpihan logam yang tertinggal
selama operasi pembuatan milling window, MWD diganti
dengan MWD yang baru karena kerusakan pada pulser.
Penanggulangan masalah bit balling adalah dengan mengganti
TSP dengan jenis PDC. Jenis TSP kurang dapat
membersihkan cutting yang ada di bit pada formasi shale
sehingga bit tertutup sticky formasi dan terjadilah bit balling.
Penggantian jenis bit PDC dengan TSP diharapkan dapat
menanggulangi masalah tersebut. Jumlah nozzle yang lebih
banyak pada jenis PDC dibanding dengan jenis TSP akan
dapat membersihkan cutting lebih baik jika menembus
formasi shale sehingga dengan jenis jenis Lumpur yang sama
diharapkan pengangkatan cutting lebih baik, dan masalah bit
balling akan teratasi. Tetapi bit jenis PDC mempunyai laju
penembusan rendah jika menembus formasi lunak dibanding
jenis TSP juga jenis PDC ini memberikan torsi yang besar
jika digunakan pada build up section.
Pada rangkaian BHA VI terjadi penurunan ROP maka diambil
langkah mengambil kembali PDC dengan jenis TSP dan
merubah motor dengan ukuran yang lebih besar 4 type
A75 XP, serta menambahkan 10 joint 3 DP @13,30 lb/ft.
Perubahan tersebut diharapkan akan membantu weight
transfer ke BHA sehingga laju penembusan akan semakin
baik dan terbukti dengan hasil:
Total ROP BHA V : 11, 6 ft /hr.
Total ROP BHA VI : 3,5 ft/hr.
Total ROP BHA VII : 13 ft/hr.
Formasi shale sangat mepengaruhi terhadap pemboran
menggunakan coiled tubing. Ketika ROP menurun pada
kedalaman 5982 ft arah tool face berlawanan dengan arah
pemboran yang diinginkan, kejadian tersebut dikarenakan CT
orienter mengalami reaction torque oleh formasi shale saat
dibor. Pada formasi shale ini rangkaian CT 2 3/8 harus
menahan torsi yang besar dan hal tersebut mengakibatkan
rangkaian ikut berputar karena besarnya torsi sedangkan
karakteristik CT 2 3/8 dan motor 4 hanya mampu bekerja
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
pada batasnya dan tidak mampu menahan torsi yang
berlebihan. Tool face mengalami perubahan arah yaitu
berlawanan arah dengan yang diharapkan. Permasalahan ini
diatasi dengan menarik CT kepermukaan sehingga terjadi
torque release dan kemudian arah toll face dikoreksi sesuai
dengan arah yang diinginkan. Usaha tersebut berhasil
sehingga CTD dapat mengebor sampai target 5665 ft TVD
atau 6535 ft MD dengan arah azimuth 2446, 77 N+/S- dan
1771,73 E+/W-., dimana target perencanaan adalah
kedalaman 5555,2 s/d 5689,8 ft untuk TVD, 6413,0 s/d
6571,8 ft untuk MD. Sedang arah azimuth yang diharapkan
adalah 2440,96 s/d 2475,6 N=/S- dan 1758,29 s/d
1833,01 W+/E-.
5. KESIMPULAN
1. Formasi shale adalah formasi yang lunak dan mudah
terjadi swelling sehingga jika dilakukan pemboran
sidetrack menggunakan teknologi CTD akan mempunyai
permasalahan diantaranya :
Kesulitan pengangkatan cutting akibat kecilnya
diameter CT string.
Bit balling, karena pembersihan cutting tidak
seimbang dengan cutting yang dihasilkan oleh
dominasi shale.
Kesulitan pengarahan tool face dikarenakan shale
mempunyai torque ( torsi ) yang besar.
2. Pemilihan bit jenis TSP dengan pembesaran ukuran
motor dan penambahan DP untuk peningkatan WOB
merupakan alternatif untuk memperbesar laju
penembusan dan perbaikan pengangkatan cutting.
3. Bit balling dapat diatasi dengan optimasi pembersihan
cutting yang meliputi modifikasi BHA dan lumpur
pemboran.
4. Permasalahan perubahan arah tool face yang berlawanan
ini diatasi dengan menarik CT kepermukaan sehingga
terjadi torque release dan kemudian arah tool face
dikoreksi sesuai dengan arah yang diinginkan
5. Pemboran menggunakan teknologi coiled tubing,
khususnya sidetrack, merupakan teknologi baru dibidang
pemboran karena pemboran ini dilakukan pada kondisi
underbalance. Menghemat waktu dan tempat sehingga
merupakan teknologi pemboran alternatif yang
mempunyai masa depan yang cerah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, R, Bailay. (1990), Field Evaluation Optimization
Sidetracking tools methods, Petroleum Engineer
International, The Magazine of Drilling and production
Technology.
2. Alexander Sas Jawarossky. (1991),. Coiled Tubing
Operations and Service part 2, Word Oil Magazine,
December.
3. Harry. Budiharjo dan Donika Rokhim. (2000), Teknologi
Coiled Tubing dan contoh aplikasinya di lapangan, April,.
Buletin Teknologi Mineral, FTM, UPNVeteran
Yogyakarta. hal 52 56.
4. Leising. L.J and Newman K.R. (1992). Coiled Tubing
Drilling Society of Petroleum Engineers Inc.
5. Leising L.J., Hearn D.D. (1995).Rike E.A., and Doremus
D.M., Sidetracking Technology for Coiled Tubing
Drilling, Society of petroleum Engineers Inc.
6. Nur Suhascaryo dan Victor. (1998 ),. Studi Laboratorium
Lumpur pemboran Sistem Visplex Bentonit Indoben,
Mei,. Buletin Teknologi Mineral, FTM, UPNVeteran
Yogyakarta. Hal 16 18.
7. Rabia, H. (1985).,Oil Well Drilling Engineering Principle
and Practise, University of Newcastle Upon Tyne,
Graham and Trotman Inc.
8. William. W. King,.(1994), Proper Bit Selection Improves
ROP in Coiled Tubing Drilling , Oil and Gas Journal,
April, 18.
9. ______________,(1996) Coiled Tubing Client School
Manual, Dowel Schlumberger, Maret- April, Jakarta.
10. Situs terkait : www.icota.com ( International Coiled
Tubing Association ), www.hub.slb.com ( Schlumberger
Presentation Files ).
KONVERSI SATUAN METRIK KE SI.
lbf x 4.448222 E + 00 = N
Ft x 2,831685 E-02 = m3
In x 2,54* E + 01 = mm
* Faktor Konversi adalah exact.
Aplikasi Pemboran Sidetrack Menggunakan Teknologi Coiled Tubing pada Formasi Shale Andi Eka, Harry Budiharjo
IATMI 2001-01
Gambar-1
Peralatan Coiled Tubing ( Coiled Tubing Unit )
( Alexander Sas jawaworsky, 1991 )
Gambar-2
Operasi pemboran sidetrack pada lubang berselubung
(Adam, R., bailay, 1990)

Anda mungkin juga menyukai