Anda di halaman 1dari 13

HALAMAN JUDUL

PROPOSAL SKRIPSI

Usulan Penelitian untuk Skripsi


Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Oleh
Khonita Khoerun Nisa
071001800059

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI

Usulan Penelitian untuk Skripsi


Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Oleh
Khonita Khoerun Nisa
071001800059

Foto
2x3

Pembimbing Utama

Cahaya Rosyidan, S.Si, M.Sc.


NIK :

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Perminyakan

Ir. Onnie Ridaliani, M.T.


NIK : 2027/Usakti

2
BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan berisi penjelasan secara singkat mengenai hal yang


melatarbelakangi masalah yang diangkat penulis serta maksud dan tujuan
dilakukannya penelitian terkait masalah tersebut.
I.1 Latar belakang
Pemboran adalah suatu teknis pembuatan lubang dengan aman hingga
menembus lapisan yang produktif untuk diekspolitasi[ CITATION Muh18 \l 1033
]. Kegiatan pemboran harus dilakukan secara efektif dan efisien agar sumur dapat
berproduksi dengan baik. Berhasilnya suatu kegiatan pemboran sumur bergantung
pada performance jenis lumpur yang digunakan, yang mana cost efektif-
performance pemboran ditentukan oleh kinerja dari lumpur pemboran tersebut.
Sehingga mendesain system lumpur yang baik merupakan suatu hal yang penting
dalam pelaksaan pengeboran [ CITATION Abd17 \l 1033 ].
Pada operasional pemboran, lumpur pemboran merupakan bahan yang
krusial untuk menentukan keberhasilan operasi dengan biaya yang
optimal[ CITATION Jur16 \l 1033 ]. Lumpur pemboran diharuskan memiliki
kemampuan mengangkat serbuk bor (cutting) dari dasar sumur menuju
permukaan dengan baik. Metode yang digunakan untuk menentukan kemampuan
pengangkatan serbuk bor dengan baik antara lain adalah cutting carrying index
(CCI) dan Cutting Capacity Annulus (CCA). Penggunaan lumpur pemboran
(drilling fluid) menjadi salah satu indikator penting yang harus diperhatikan saat
suatu pengeboran berlangsung karena menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan operasi dengan biaya yang optimal. Fungsi utama dari lumpur
pemboran yaitu dapat digunakan untuk membersihkan serbuk bor (cutting) yang
tertinggal dibawah bit dan membawanya ke permukaan, serta untuk menjaga
tekanan hidrostatik tetap diatas tekanan formasi agar mencegah fluida formasi
tidak naik ke permukaan[ CITATION Apr20 \l 1033 ]. Terdapat beberapa
indikator yang berpengaruh dalam lumpur dapat menahan serbuk bor (cutting)
sering kali masalah yang timbul pada saat pemboran berhubungan dengan jenis
lumpur yang digunakan, apabila mud weight dari lumpur yang dipompakan tidak
sesuai dengan karakteristik lubang bor hal ini dapat membentuk mud cake di

1
sekitar lubang bor. Oleh karena itu, system lumpur yang belum optimal dan jenis
serta komposisi penyusun lumpur yang tidak sesuai dengan formasi akan
mengakibatkan sistem pengangkatan serbuk bor (cutting) tidak berjalan dengan
baik. Dengan tujuan mempercepat operasi pemboran yang berlangsung sehingga
dapat menghemat biaya, maka dibutuhkan perencanaan dan kontrol yang baik
pada sistem pengeboran lumpur yang digunakan.
Evaluasi dengan Metode yang digunakan untuk menentukan kemampuan
pengangkatan serbuk bor dengan baik antara lain adalah cutting carrying index
dan Cutting Capacity Annulus, serta mengevaluasi komposisi jenis lumpur KCL
Polymer dan Synthetic Oil Base Mud yang digunakan serta sifat-sifat fisik dari
lumpur tersebut. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari metode evaluasi
cutting ini adalah densitas, viskositas lumpur, plastic viscosity dan yield point
[ CITATION Kar20 \l 1033 ]. Pada penggunaan sistem lumpur trayek 8 ½ inci
formasi karbonat oleh karena itulah maka pada sumur-sumur dilapangan Z
menggunakan system lumpur KCL Polymer. Lumpur KCL Polymer adalah
lumpur non disperse dan lumpur ini cocok buat formasi non reaktif sedangkan
Lumpur system Synthetic Oil Base Mud adalah lumpur disperse dan lumpur ini
cocok untuk formasi shale reaktif. Cutting carrying index (CCI) merupakan
parameter kemampuan dari lumpur pemboran mengangkat dan membersihkan
lubang bor dari cutting hasil pemboran. Nilai CCI yang dianggap ideal adalah ≥ 1
sedangkan nilai Cutting concentration Annulus (CCA) yang ideal adalah <5%
[ CITATION Abd17 \l 1033 ].
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah dijelaskan, terdapat
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang penelitian yang ada, terdapat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan metode CCI (Cutting Carrying Index) dan CCA
(Cutting concentration Annulus) dapat mengetahui kefektifan
pengangkatan cutting dalam pengeboran?
2. Sifat Fisik apa saja yang berpengaruh pada proses pengangkatan
cutting?

2
3. Apakah penggunaan system lumpur KCL dan Synthetic Oil Base Mud
efektif dalam proses pengangkatan cutting?
4. Bagaimana keberhasilan sistem lumpur KCL polymer pada proses
penganggkatan cutting dengan menggunkaan metode CCI dan CCA?
5. Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan system
lumpur yang digunakan?
6. Dalam pengangkatan cutting parameter apa saja yang perlu
diperhatikan?
I.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dari sistem
lumpur pemboran dalam mengangkat cutting serta pencegahan dari masalah yang
mungkin timbul di kemudian hari.
Dengan maksud tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dapat mengetahui keefektifan penggunaan metode CCI (Cutting
Carrying Index) dan CCA (Cutting concentration Annulus) dalam
mengevaluasi pengangkatan cutting,
2. Mengetahui sifat fisik yang berpengaruh dalam pengangkatan cutting,
3. Mengetahui penggunaan keefektifan sistem lumpur KCL dan Synthetic
Oil Base Mud dalam pengangkatan cutting,
4. Mengetahui bagaimana keberhasilan sistem lumpur KCL Polymer pada
proses penganggkatan cutting dengan menggunkaan metode CCI dan
CCA,
5. Mengetahui faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan system
lumpur pemboran,
6. Mengetahui parameter yang diperlukan pada saat pengangkatan cutting.
I.4 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan dari masalah yang sedang
dibahas agar tidak melebar dan dapat lebih terfokus, maka dalam penelitian ini,
akan dibahas evaluasi sistem lumpur KCL dan Synthetic Oil Base Mud sedangkan
pada pengangkatan cutting dapat digunakan metode CCI (Cutting Carrying Index)
dan CCA (Cutting concentration Annulus) pada trayek 8 ½ inci.

3
I.5 Manfaat Penelitian
Beberapaa manfaat dari penelitian berikut adalah:
1. Dari segi akademis, diharapkan dapat menjadi tambahan acuan dalam
menambah wawasan serta membantu untuk memahami mengenai
pengaruh dari sistem lumpur KCL dan Synthetic Oil Base Mud dalam
proses pengangkatan serbuk bor (cutting).
2. Dari segi praktis, diharapkan dengan adanya evaluasi penggunaan
sistem lumpur dapat menjadi masukan untuk menentukan sistem lumpur
pemboran yang digunakan.
3. Dari segi ekonomi, diharapkan dengan pemilihan jenis lumpur yang
tepat dan metode evaluasi yang sesuai nantinya dapat memenimalisir
biaya yang dikeluarkan selama kegiatan pemboran berlangsung.

4
BAB II TINJUAN UMUM

Sebuah kegiatan pengeboran (Drilling) dapat diartikan sebagai usaha yang


dilakukan dalam membuat lubang dimana lubang yang dibuat harus dapat
dipastikan aman sampai menembus lapisan formasi yang dituju, lapisan formasi
yang dimaksud ialah lapisan formasi yang kaya akan kandungan hidrokarbon.
II.1 Fungsi Lumpur Pemboran
Lumpur pemboran merupakan unsur yang terpenting dalam suatu operasi
pemboran, pada saat pemboran tidak menggunakan lumpur akan menimbulkan
berbagai masalah yang dapat menghambat aktifitas pemboran.
Dimana pengeluaran harus sesuai dengan perencanaan dan effisiensi jika
dilakukan penggunaan lumpur dengan fungsi yang dibutuhkan. Dengan demikian
diperoleh penggunaan lumpur yang efisien dan ekonomis agar fungsi lumpur
dapat berjalan secara optimal. Fungsi dari lumpur pemboran tersebut adalah:
II.1.1 Mengangkat Serbuk Bor (Cutting) ke Permukaan
Agar proses dari pemboran memperoleh hasil yang efektif, maka cutting
harus segera diangkat dari lubang sumur. Apabila cutting tidak segera
disirkulasikan ke permukaan maka dapat menjadi penyebab bit balling atau
melekatnya cutting pada pahat bor yang berakibat pada menurunnya efektifitas
dari pemboran, dengan kata lain mengangkut cutting ke permukaan merupakan
fungsi vital dari drilling fluid.
II.1.2 Menahan Serbuk Bor Selama Sirkulasi Dihentikan
Sifat untuk menahan cutting dalam lumpur yang digunakan merupakan hal
yang penting karena berperan sebagai penahan serbuk bor sehingga mencegah
turunnya serbuk bor ke dasar lubang atau menumpuk di anulus yang mana jika hal
tersebut terjadi maka dapat menimbulkan permasalahan seperti rangkaian bor
yang terjepit. Faktor yang berperan penting dalam menahan serbuk bor ketika
sirkulasi dihentikan ialah sifat rheology berupa gel strength. Nilai atau besar daya
dari gel strength perlu diperhatikan dimana tidak boleh terlalu tinggi, hal ini
dikarenakan pada saat lumpur hendak dialirkan Kembali tidak membutuhkan
tekanan awal yang besar
II.1.3 Menjaga dan Mengimbangi Tekanan Formasi

5
Lumpur pemboran berfungsi mengontrol tekanan formasi dengan
menggunakan tekanan hidrostatik dari drilling fluid. Dimana saat pemboran
berlangsung, tekanan hidrostatik yang diberikan oleh drilling fluid harus cukup
untuk mencegah masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur.
II.1.4 Mendinginkan Dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Bor
Dalam menjaga ketahanan bit dari gesekan pada saat mengebor formasi
dan drilling assembly ketika berputar ke sisi lubang, maka diperlukan cairan yang
melumasi bit dan drilling assembly agar tidak panas dan terbakar. Friksi atau gaya
gesek dapat timbul pada bit dan daerah antara drill string dan lubang bor ketika
operasi pemboran berlangsung. Konduksi formasi umumnya kecil sehingga sukar
menghilangkan panas yang ditimbulkan, tetapi dengan adanya aliran lumpur akan
cukup membantu untuk mengurangi faktor gesekan dari pipa dan pahat bor serta
dapat mendinginkan rangkaian yang panas.
II.1.5 Menahan sebagai Berat Rangkaian Pemboran dan Casing
Pada dasarnya perlengkapan rig yang ada dipermukaan akan menahan
beban dari seluruh rangkaian yang ada dibawahnya, sehingga dengan adanya
lumpur akan membantu dalam menahan rangkaian dan casing di lubang yang
lebih dalam. Efek daya apung cairan pengeboran tentu berperan penting dalam
menahan berat dari rangkaian bor karena cairan pemboran akan memberikan
bouyancy effect yang sama dengan berat volume cairan yang dipindahkan. Efek
dari bouyancy yang lebih besar akan diperoleh ketika densitas dari cairan
pemboran juga meningkat.
II.1.6 Mengantarkan Daya Hidrolika ke Bit
Lumpur pemboran atau Drilling Fluid dapat menjadi sebuah media untuk
menghantarkan tenaga hidrolika dari permukaan sampai ke dasar lubang dengan
tujuan untuk membersihkan lubang dan mengangkat potongan serbuk bor
(cutting). Daya hidrolika dari lumpur harus ditentukan pada saat pembuatan
program pengeboran sehingga dapat dihitung laju sirkulasi dari lumpur dan
tekanan di permukaan agar nantinya lebih optimal dalam pengangkatan cutting
dan pembersihan lubang bor.
II.1.7 Mencegah dan Menghambat Laju Korosi
Peralatan pemboran yang digunakan hampir seluruhnya terbuat dari bahan

6
yang korosif, sehingga dibutuhkan cara-cara untuk menghambat serta mencegah
korosi tersebut. Korosi dapat terjadi akibat adanya gas-gas yang terlarut seperti
O2, CO2, H2S dan juga pH turut memengaruhi, dimana pH dari lumpur yang
terlalu rendah atau adanya garam-garam. Agar dapat mencegah hal tersebut, maka
lumpur pemboran perlu untuk ditambahkan bahan-bahan untuk mencegah
terjadinya korosi
II.1.8 Media Data Logging
Diharapkan semua fungsi lumpur diatas dapat berjalan sesuai dengan
kondisi formasi yang akan dibor, karena program pemboran dikatakan berhasil
jika fungsi lumpur bisa memberikan hasil optimum dan dapat mengatasi segala
kendala selama proses pemboran dengan biaya yang seekonomis mungkin
II.2 Sifat Fisik Lumpur Pemboran
Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran.
Lumpur pemboran sendiri mempunyai beberapa sifat fisik yang juga berpengaruh
terhadap kinerja dari lumpur itu sendiri. Agar semua fungsi dari lumpur bor dapat
berjalan dengan baik, sifat-sifat lumpur bor. Agar semua fungsi dari lumpur bor
dapat berjalan dengan baik, sifat-sifat lumpur bor harus dijaga dan selalu diamati
secara teliti dan berkesinambungan dalam setiap tahap operasi pemboran. Untuk
mempermudah pengertian, maka terdapat empat fisik lumpur pemboran, yaitu
density (berat jenis), viskositas, Plastic Viscosity, dan Yield Point. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa sifat-sifat geologi dari suatu daerah turut berpengaruh
dalam penentuan jenis lumpur yang harus digunakan. (Rubiandini, R., 2012).
II.2.1 Densitas
Mud weight atau densitas akan memberikan tekanan hydostatis kepada
lumpur yang diperlukan untuk mengimbangi tekanan formasi agar tidak terjadi
blow-out ataupun hilang sirkulasi. Karena lumpur bor juga berlaku sebagai
penahan tekanan formasi, dan adanya density lumpur yang terlalu besar akan
menyebabkan hilang lumpur ke formasi, maka densitynya perlu disesuaikan
dengan keadaan formasi – formasi yang ada didaerah setempat. Maka dalam hal
ini diperlukan density yang diatur sebaik-baiknya. Densitas dari lumpur juga
dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur bor dalam psi/ft. Tetapi di
lapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per gallon) yang diukur dengan

7
menggunakan alat yang disebut dengan mud balance. (Rubiandini, R., 2012).
Masukin rumus
II.2.2 Viskositas
Viskositas didefenisikan sebagai tahanan fluida terhadap aliran atau
gerakan. Semakin kental lumpur bor, maka kemampuan pengangkatan serbuk bor
akan semakin baik. Istilah thick mud digunakan untuk lumpur dengan viscositas
yang tinggi (kental), dan sebaliknya istilah thin mud digunakan untuk lumpur
dengan viskositas yang rendah (lebih encer). Viskositas yang besar akan
mengurangi kemungkinan untuk terjadinya tubulensi sehingga kemampuan
drilling fluid dalam pembersihan cutting akan menurun sehingga mengakibatkan
penurunan laju pada pemboran, sehingga perlu diukur secara periodic nilai dari
viscosity dengan menggunakan alat marsh funnel. (Rubiandini, R., 2010)
(Nugrahanti, A., 1992).
II.2.3 Plastic viscosity
Plastic Viscosity merupakan sebuah tahanan terhadap aliran yang
diakibatkan oleh gesekan antara sesama benda padat di dalam lubang bor. Plastic
Viscosity sendiri bergantung pada konsentrasi dari padatan, dalam hal ini
penentuan harga shear rate dan shear stresss yang diperoleh dari penyimpangan
skala penunjuk (dial reading) dan kecepatan rotasi (RPM) dari alat fann VG
viscometer ikut berpengaruh. Harga shear stress dalam (dyne/cm3 ) dan shear rate
dalam (sec-1 ) 13 nantinya akan diolah dengan perhitungan untuk mendapat harga
apparent viscosity dalam satuan centipoise (cp). (Rubiandini, R., 2012).
𝑃𝑉 = 𝜃600 − 𝜃300 ……………………………………………………………..
(II.4)
II.2.4 Yield point
Yield point merupakan kesukaran dari fluida untuk bergerak akibat adanya
kekuatan tarik-menarik antara partikel lumpur yang dihasilkan oleh energi positif
dan negatif pada permukaan lumpur saat proses sirkulasi berlangsung. Besarnya
yield point dapat dilihat dari ukuran kekuatan dari lumpur dalam bentuk gel
hingga dapat membawa serbuk bor (cutting) ke permukaan. (Rabia, H., 1985).
𝑌𝑃 = 𝜃300 – 𝑃𝑉……………………………………………………………….(II.5)

8
II.3 Tipe-tipe Lumpur Pemboran
Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap
lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan,
kerja ulang) kita mengenal type/sistem lumpur yang berbeda-beda pula seperti:
II.3.1 Sistem Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed).
Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk permukaan dan sumur dangkal
dengan treatment yang sangat terbatas. Lumpur KCl-POLIMER merupakan
lumpur non disperse, dimana proses hidrasi dan dispersi dari formasi shale yang
dibor harus dijaga atau dipertahankan semaksimal mungkin. Lumpur KCl polimer
merupakan sistem lumpur yang paling umum digunakan dalam pemboram dan
lumpur non disperse yang biasanya lebih murah.
II.3.2 Sistem Lumpur Terdispersi
untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis yang lebih
tinggi atau kondisi lubang yang problematis. System lumpur Sythetic Oil Base
Mud adalah disperse mud dan biasanya berbiaya lebih mahal. Oil Base Mud.
Untuk mengebor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan sistem
lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.
II.4 Pembersihan Cutting di Dasar Lubang
Keefektifan dari hole cleaning turut berpengaruh pada keefektifan dari
suatu kegiatan pemboran, sehingga keefektifan hole cleaning didasarkan pada
kemampuan dari drilling fluid (lumpur) untuk menahan serta dapat membawa
cutting ke permukaan dengan annular velocity yang cukup. (Rabia, H., 2002).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk operan hole cleaning adalah
Cutting Carrying Index (CCI) dan Cutting concentration Annulus (CCA). Cari
paper menggunakan metode ini.
II.4.1 CCI (Cutting Carrying Index)
CCI (Cutting Carrying Index) merupakan hubungan empiris dari data
aktual yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan. Langkah dalam
melakukan perhitungan CCI (Cutting Carrying Index) yang pertama yaitu
menentukan nilai n 32 dan Kcci dari nilai Plastic Viscosity (PV) dan Yield Point
(YP). Kemudian untuk laju alir minimum, hole size dan OD dari pipe berfungsi
untuk menentukan nilai annular velocity sehingga nantinya nilai annular velocity

9
dan nilai mud weigth yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai
CCI (Cutting Carrying Index). Peran lain dari nilai Annular Velocity yaitu dapat
mencegah terakumulasinya cutting di annulus, maksudnya adalah nilai CCI yang
telah diperoleh dari akumulasi tersebut nantinya akan dibandingkan dengan dasar,
apabila nilai CCI lebih besar dari satu maka cutting terangkat dengan sempurna.
Namun, Apabila nilai CCI kurang dari satu maka cutting mengendap.
(Rubiandini, R., 2010). Nilai CCI sangat berpengaruh terhadap nilai annulus
velocity atau kecepatan yang ada pada anulus lubang bor, sedangkan nilai berat
jenis berpengaruh pada bahan yang ditambahkan pada lumpur. Besar berat jenis
bertambah saat ada bagian cutting yang tercampur dengan lumpur sehingga berat
jenis lumpur bertambah. Untuk memperoleh hubungan empiris dari data aktual
maka dilakukan perhitungan dengan persamaan sebagai berikut:
(DrillingFormulas, 2011).
𝐶𝐶𝐼 = 𝐾 𝑥 𝑉𝑎𝑛𝑛 𝑥 𝑀𝑊 400000 ……………………………………(II.46)
Keterangan:
CCI : Cutting Carrying Index
K : Konstanta Power Law
Vann : Kecepatan Annular, ft/min
MW : Densitas Lumpur (Mud Weight), ppg
1. Kontasta Power Law (K) dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini
(DrillingFormulas, 2011):
𝐾 = (511) (1−𝑛) (𝑃𝑉 + 𝑌𝑃)………………………….……………… (II.47)
Keterangan:
K : Konstanta Power Law
PV : Plastic Vescosity, cp
YP : Yield Point, lb/100ft2
n : Index Kelakuan Aliran.
2. Index kelakuan aliran (n) dapat ditentukkan dengan persamaan berikut:
𝑛 = 3,322 log 2𝑃𝑉+𝑌𝑃 𝑃𝑉+𝑌𝑃 ………………………………………(II.48)
Keterangan:
n : Index Kelakuan Aliran
PV : Plastic Viscosity, cp

10
YP : Yield Point, lb/100ft2
Cutting Carrying Index (CCI) dapat menggambarkan hole cleaning yaitu
berdasarkan parameter berikut (DrillingFormulas, 2011):
1. CCI ≤ 0,5 maka hole cleaning buruk dan hole problem mungkin terjadi.
2. CCI ≥ 1 maka mengindikasikan hole cleaning yang baik

II.4.2 CCA (Cutting Concentration Annulus)


Cutting concentration in annulus merupakan metode yang efektif yang
dapat mengidentifikasi berapa bayak cutting yang dihasilkan yang dapat muat di
annulus. Limt dari CCA adalah dalam range 5% - 8%. Jika nilai CCA melebihi
dari pada limit yang telah ditentukan dapat menyebabkan permasalahan dalam
pemboran. (Al Rubaii, 2018). Mitchel (1955) mengembangkan persamaan untuk
menghitung konsentrasi cutting di annulus dengan menggunakan transport ratio

……………………………………………………(II.49)
Keterangan :
ROP = Rate of penetration, ft/jam
GPM = Flow rate (gal/min)
OH = Ukuran lubang bor (m)

…………………………………… …………….....(II.50)
Keterangan :
Vs = Kecepatan slip
Vcrit = Kecepatan kritikal

………………………………………..(II.51)
Keterangan :
OD pipa= outside diamer pipa, inch
Hole size = diameter lubang bot
ROP = Laju penembusan, ft/hr

11

Anda mungkin juga menyukai