Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

Ulkus pepticum ialah suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok ulserativa
saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal duodenum dan
lambung, yang mempunyai patogenesis yang sama-sama melibatkan asam-pepsin. Bentuk
utama ulkus peptikum yang umum adalah ulkus duodeni dan ulkus lambung.
Lambung sebagai lumbung makanan berfungsi menerima makanan/minuman,
menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan ke dalam duodenum. Lambung
dilindungi dari faktor-faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barier, epitel lambung. Tetapi
beberapa faktor iritan selain makanan/minuman seperti obat anti inflamasi non steroid
(NSAID), alkohol,dll dapat menimbulkan defek lapisan mukus dan terjadi difusi balik ion
H+, sehingga timbul gastritis akut/ kronik dan tukak gaster.
Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) juga dapat menjadi penyebab
terjadinya ulkus pepticum. NSAID adalah golongan obat yang berkhasiat sebagai pengurang
nyeri (analgesik), penurun panas (antipiretik) dan anti radang (antiinflamasi), contohnya
piroxicam, asam mefenamat, meloxicam, ibuprofen dan aspirin. NSAID dapat menyebabkan
tukak lambung melalui 2 cara, yaitu dengan mengiritasi epitelium lambung secara langsung
dan melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Timbulnya ulkus atau resistensi terhadap
ulserasi bergantung pada keseimbangan faktor agresif dalam hal ini NSAID dengan faktor
yang terdiri dari pertahanan mukosa atau resistensi mukosa terhadap ulserasi. Ulkus peptikum
terjadi jika faktor agresif lebih banyak dari pada faktor pertahanan mukosa lambung atau
duodenum.
Beberapa faktor resiko seperti usia tua (>60 tahun), riwayat pernah menderita tukak,
digunakan bersama-sama dengan steroid, NSAID dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis
NSAID sekaligus dapat mempermudah terjadinya ulkus peptikum. 10% dari ulkus peptikum
yang disebabkan karena NSAID biasanya menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan/perforasi tanpa ada keluhan nyeri sebelumnya.











2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ulkus peptikum secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/sub
mukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan
serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis ulkus peptikum adalah hilangnya
epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter 5mm yang dapat diamati
secara endoskopis atau radiologis
2.2 Anatomi Lambung
Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/lekukan berukuran
mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel-
sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah
cardiac terdiri dari <5 % kelenjar gaster mengandung mukus dan sel-sel endokrin.
Sebagian terbesar kelenjar gaster (75%) terletak di dalam mukosa oksintik
mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan sel enterokromafin.
Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel-sel gastrin)
dan didapati di daerah antrum. Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik, biasanya
didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang tidak
terangsang, punya sitoplasma tubulovesikel dan kanalikuli intraseluler yang berisi
mikrovili ukuran pendek sepanjang permukaan atas/apikal. Enzim H+, K+-ATPase
didapati di daerah membran tubulovesikel. Bila sel diransang membran ini dan
membran apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli intraseluler
apikal yang mengandung mikrovili ukuran panjang.

2.3 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi terjadinya ulkus pepticucum dalam hal ini adalah karena pemakaian
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang berperan sebagai faktor agresif yang
merusak pertahanan mukosa.
Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (acethyl
salcylic acid=ASA) merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam
berbagai keperluan, seperti antipiretik, anti-inflamasi, analgetik, anti-trombotik dan
kemoprevensi kanker kolorektal. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler
dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibanding yang bukan pemakai. Pada pasien usia lanjut penggunaan OAINS/ASA
dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa perdarahan
atau perforasi dari tukak. Pemakaian OAINS/ASA bukan hanya dapat menyebabkan
kerusakan stuktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar
berupa inflamasi, ulserasi atau perforasi.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal karena pemakaian
NSAID adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap
NSAID/ASA yang berifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai
3

tingkat, namun yang paling utama adalah efek NSAID yang menghambat kerja dari
enzim siklooksigenasi (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat
berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah
mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi
immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.
Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenxim siklooksigenasi (COX) yaitu COX-1 dan
COX-2.
a. COX-1 ditemukan terutama dalam gastointestinal, juga dalam ginjal, endotelin, otak
dan trombosit; dan berperan penting dalam pembentuka prostaglandin dari asam
arakidonat. COX-1 merupakan house keeping dalam saluran cerna gastrointestinal.
b. COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam renspon
inflamasi/injuri.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan OAINS
melalui 4 tahan yaitu : menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat, terganggunya
sekresi asam dan proliferasi sel-ssel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan
kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme
koagulasi. Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan vasodilatator
prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan
timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan nekrosis
epitel. Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada
endotel vaskuler gastroduodenal dan mesenterik, dimulai dengan pelepasan protease,
radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel dan endotel. Perlekatan
leukosit PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskuler, iskemia dan berakhir dengan
kerusakan mukosa/tukak peptik. Titik sentral kerusakan mukosa gastroduodenal pada
penggunaan OAINS berada pada kerusakan mikrovaskuler yang merupakan kerja
sama antara COX-1 dan COX-2.
Beberapa faktor resiko yang memudahkan terjadinya ulkus peptik pada penggunaan
OAINS adalah:
1. Umur tua >60 tahun
2. Riwayat tentang adanya tukak peptic sebelumnya
3. Dispepsia kronik
4. Intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya
5. Jenis, dosis dan lamanya penggunaa OAINS
6. Penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan
penggunaan 2 jenis OAINS secara bersamaan
7. Penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh pemakai OAINS
Di dalam organ gastroduodenal juga terdapat beberapa faktor pertahanan mukosa.
Apabila daya tahan mukosa menurun, akan sangat mudah dirusak oleh faktor agresif
seperti H.pylori maupun OAINS yang menyebabkan terjadinya ulkus peptik.
4

Ada 3 faktor pertahan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal
yaitu:
1. Faktor preepitel terdiri dari:
Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam
lambung/pepsin
Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang
terbentuk sebagai respons terhadap ransangan inflamasi.
Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan hidrofobisitas
membran sel dan meningkatkan vikositas mukus
2. Faktor epitel
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi sel-sel yang
sehat ke daerah yang rusak
Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan
mencegah pengasaman sel
Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam
lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar
jaringan
Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida
3. Faktor subepitel
Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksogen dan
bikarbonat ke epitel sel
Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang
meransang reaksi inflamasi jaringan

2.4 Patofisiologi Tukak Peptik

Faktor Asam Lambung No Acid No Ulcer Schwarst 1910; Pengaturan Sekresi
Asam Lambung pada Sel Parietal
Sel parietal/osyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi pepsin dimana HCl dan pepsin
adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH ,4 (sangat agresif terhadap mukosa
lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi
balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster.
Membran plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat
pendukung barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seseorang
dapat mempunyai masa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster
yang letaknya dekat pilorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral
gastritir biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat
lain di lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam.

5

Shay and Sun : Balance Theory 1974
Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam
dan pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor agresif
meningkat atau faktor defensif menurun.

Patofisiologi Ulkus Peptikum karena NSAID
NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofilik,
sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Kerusakan secara sistemik oleh NSAID yaitu kerusakan mukosa terjadi
akibat produksi prostaglandin menurun, NSAID secara bermakna menekan
prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan susbtansi sitoprotektif yang
amat pentung bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini dilakukan dengan cara
menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan
meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbukan
adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses
imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis
tersebut akan merusak mukosa lambung.
2.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis tukak peptik yang disebabkan karena penggunaan NSAID
sama seperti gambaran klinis pasien ulkus peptikum lainnya, biasanya mengeluh
dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa
penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang.
Dispepsia secara klinis dibagi atas: 1). Dispepsia akibat gangguan motilitas;
2). Dispepsia akibat tukak ; 3). Dispepsia akibat refluks ; 4). Dispepsia tidak spesifik.
Pada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah
perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai
sendawa. Pada dispepsia akibat gangguan refluks keluhan yang paling menonjol
berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya
pasien kardiologis.
Pasien tukak peptik memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman disertai muntah. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda
dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster
sebelah kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini
kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi
berupa penetrasi tukak ke organ pankreas. Walaupun demikian rasa sakit saja tidak
dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena dispepsia non ulkus juga bisa
6

menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak daoat digunakan lokasi sakit sebelah
kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat NSAID dan tukak pada usia
lanjut/manusia biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui
komplikasinya berupa perdarahan dan perforasi. Tinja berwarna seperti
tern(melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak. Muntah kadang
timbul pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik
(obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric
outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
2.6 Pemeriksaan Fisik
Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri
ulu hati, di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda
fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Perasaan sangat nyeri,
nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda
peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4-5jam setelah makan
disertai muntah-muntah yang dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa
jam sebelumnya merupakan tanda adanya retensi cairan lambung, dari komplikasi
tukak/gastic outlet obstruction atau stenosis pilorus. Takikardi, syok hipovolemik,
tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada yang spesifik untuk penyakit
tukak gaster.
Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia
fungsional dan dispepia organik seperti tukak peptik, yaitu pada tukak peptik
ditemukan gejala peringatan (alarm symptom) antara lain berupa:
a. Umur >45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
b. Adanya perdarahan hematemesis/melena
c. BB menurun >10%
d. Anoreksia/rasa cepat kenyang
e. Riwayat tukak peptik sebelumnya
f. Muntah yang persisten
g. Anemia
Pemeriksaan fisik. Tidak banyak tanda fisik yang ditemukan selain kemungkinan
adanya nyeri palpasi epigastrium.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan
dalam menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini endoskopi lebih
dipilih untuk memastikan diagnosa. Gambaran endoskopi suatu tukak berupa
crater/kawah dengan batas jelas dan disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari
pinggiran tukak dan nicche. Gambaran endoskopi

2.8 Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan :
1. Pengamatan klinis, dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang
dijumpai, sugesti pasien tukak
7

2. Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi)
3. Hasil biopsi untuk pemerikssaan CLO, histopatologi kuman HP
2.9 Komplikasi Ulkus Pepticum
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya adalah :
Perdarahan : hematemesis/melena dengan tanda syock apabila perdarahan
masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia
defisiensi Fe
Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
Penetrasi tukak yang mengenai pankreas : timbul nyeri tiba-tiba sanpai ke
belakang
Gastric outlet obstruction bila ditemukan gejala mual dan muntah, perut
kembung dan adanya suara deburan (succusion spalsh) sebagai tanda retensi
cairan dan udara, dan berat badan menurun
Keganasan dalam duodenum (walaupun jarang)
2.10 Penatalaksanaan Terapi
Medikamentosa
Penggunaan NSAID terutama yang memblokir kerja COX-1 akan meningkatkan
kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan NSAID pada pasien-
pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus disertai dengan obat-obat
yang dapat menekan produksi asam lambung seperti:
H2 Receptor Antagonis (H2RA)
Berperan dalam menghambat pengaruh histamin sebagai mediator untuk
sekresi asam melalui reseptor histamin-2 pada sel parietal, teteapi kurang
berpengaruh terhadap sekresi asam melalui pengaruh kolinergik atau gastrin
postprandial. Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan seperti:
Cimetidin 2x400mg/hari atau 1x800 mg pada malam hari
Ranitidin diberikan 300 mg sebelum tidur malam hari atau 2x150
mg/hari
Famotidin diberikan 40 mg sebelum tidur malam atau 2x20 mg/hari
Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu dengan penyembuhan sekitar
90%. Efek samping sangat kecil antara lain agranulositosis, pansitopenia,
neutropenia, anemia, trmobositopenia, ginekomasti, konfusi mental khusus
pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pemberian
simetidin.
Proton Pump Inhibitor (PPI) seperti omeprazole, lansoprazole, pantoprazole
rabeprazol, esomesoprazol.
Omeprazole dan lansoprazole obat terlama yang digunakan, keasaman labil
dalam bentuk enterik coated granules, dipecah dalam usus dengah pH 6.
Mekanisme kerjanya adalah memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan
memecah KH ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
8

Efek penekan sekresi asam PPI maksimal 2-6 jam dan lama efek kerja 72-96
jam.
Dosis:
Omeprazole 2 x 20 mg/ standard dosis atau 1 x 40 mg/double dosis
Lansoprazole/Pantoprazole 2 x 40 mg/standars dosis atau 1x60 mg/
double dosis
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pada pasien tukak, mengurangi
aktifitas faktor agresif pepsin dengan pH >4.
Prostaglandin
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi
mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan
dan perbaikan mukosa. Preparat yang sering digunakan adalah misoprostol
dengan dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping
yang timbul adalah diare, mual, muntah dan menimbulkan kontraksi otot
uterus/perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat lain seperti sukralfat 2xx2 gram/hari atau 4x1 gram/hari berfumgsi
menutupi permukaan tukak sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan
garam empedu.
Non Medikamentosa
Istirahat
Diet : makanan, rokok dan alkohol
Obat-obatan seperti NSAID sebaiknya dihindari. Apabila diperlukan dosis
NSAID diturunkan dan dikombinasi dengan ARH2/PPI/Prostaglandin.

2.11 Prognosis
Terapi medikamentosa saja memberi kesembuhan > 85 %
Jika tidak diterapi, penyakit ulkus dapat menimbulkan obstruksi saluran keluar
lambung sebagai akibat peradangan kronis dan jaringan parut
Terdapat risiko transformasi maligna pada ulkus lambung







9


BAB III
KESIMPULAN
Ulkus peptikum secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/sub
mukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa
sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis ulkus peptikum adalah hilangnya epitel
superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter 5mm yang dapat diamati secara
endoskopis atau radiologis. Ulkus peptikum terjadi karena ketidak seimbangan antara faktor
agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa
lambung dan duodenum. Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa faktor pertahanan
mukosa, maka daya tahan mukosa sehingga mudah dirusak oleh faktor agresif.
Salah satu penyebab terjadinya ulkus peptikum adalah karena pemakaian NSAID
(Non Steroid Anti Inflamasi Drugs). NSAID adalah golongan obat yang berkhasiat sebagai
pengurang nyeri (analgesik), penurun panas (antipiretik) dan anti radang (antiinflamasi),
contohnya piroxicam, asam mefenamat, meloxicam, ibuprofen dan aspirin. NSAID merusak
mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara
topikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping
ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Kerusakan secara sistemik oleh
NSAID yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun, NSAID
secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan
susbtansi sitoprotektif yang amat pentung bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini
dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion
bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbukan adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh
proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis
tersebut akan merusak mukosa lambung.
Pemeriksaan fisik untuk ulkus peptikum juga tidak banyak ditemukan selain
kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium.
Penatalaksanaan terapi ulkus peptikum ditujukan untuk menghilangkan gejala-gejala
utama seperti nyeri epigastrium, mempercepat penyembuhan ulkus secara sempurna,
mencegah terjadinya komplikasi, dan mencegah terjadinya kekambuhan. Meliputi terapi non
medikamentosa: 1.) Istirahat, dalam hal ini pasien diusahakan untuk mengurangi stress dan
kecemasan; 2.) Diet makanan biasa, lunak, tidak meransang kerusakan mukosa lambung,
merokok dan alkohol; 3.) hindari obat-obatan NSAID. Terapi medikamentosa berupa obat-
obatan golongan H2RA, PPI dan prostaglandin.



10

DAFTAR PUSTAKA
Aru W Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam.2009
Isselbacher, dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam; editor bahasa Indonesia,
Ahmad H. Asdie. Edisi 13. Jakarta : EGC,2000

Anda mungkin juga menyukai