Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bencana yang terus menimpa bangsa ini tentunya dapat diperbaiki dengan proses
waktu yang tertentu, namun bencana akibat rusaknya moral, bagaimana memperbaikinya?
Hampir 50 % remaja perempuan di Indonesia pernah melakukan hubungan seks di luar
nikah. Rata-rata remaja berusia 13-15 tahun telah berhubungan seks dengan pacar mereka
dan hubungan seks itu kebanyakan dilakukan di rumah sendiri. Pernikahan dini hanyalah
merupakan simbol pembahasaan halus dari married by accident pun terpaksa dilakukan
akibat kehamilan di usia muda atau lebih dikenal dengan sebutan kecelakaan yang tidak
diharapkan.
Dan betapa kacaunya apabila sebuah pernikahan yang dibangun dengan landasan
yang sangat rapuh tersebut. Pertengkaran demi pertengkaran nyaris terjadi setiap hari. Ada
sedikit masalah, kabur dari rumah, belum lagi jika kedua orang tua masing-masing ikut
campur dalam permasalahan mereka. Bisa jadi berantakan. Married by Accident hasil
porak poranda pun ternyata ada solusi yang lebih mengerikan yakni abrosi.
Pengguguran bayi tersebut merupakan jalan keluar dari semua masalah yang mereka dapat.
Mereka pun tidak menyadari akan hal ini, karena dengan aborsi tersebut secara tidak
langsung telah membunuh jiwa si calon bayi yang ada di dalam janin dan menurut aturan
pemerintah bahwa aborsi tersebut adalah praktek illegal dan haram hukumnya bagi agama
Islam khususnya.
Permasalahan seks memang menjadi suatu hal yang mengerikan akhir-akhir ini.
Ironisnya, keluarga sebagai benteng pertahanan yang semestinya paling ampuh justru
2

seringkali tidak memberikan kontribusi moral yang signifikan terhadap penanganan
permasalahan tersebut. Orang tua cenderung tidak mau berterus terang kepada anaknya
tentang seks dan permasalahannya, akibatnya terjadilah kecelakaan tersebut.
Oleh karena itulah, karya tulis ini dibuat agar menjadi kejelasan yang sekiranya berguna bagi
para pembaca. Judul karya tulis ini adalah Pandangan Islam Terhadap Pergaulan Bebas
Remaja Indonesia
B. Deskripsi Judul
Karya Tulis dengan judul Pandangan Islam Terhadap Pergaulan Bebas Remaja Indonesia
merupakan sebuah judul yang cukup menarik untuk disimak, dibaca, dan ditelaah oleh
berbagai kalangan khususnya renaja Indonesia. Maka,dalam rangka memberikan pemahaman
awal tentang judul ini, penulis akan mendeskripsikan secara makna pada kata-kata penting
judul tersebut di atas.
Islam : Sebuah agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Rasulullah SAW sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, dimana ada
keselamatan, kesejahteraan, ketenteraman dan kebahagiaan bagi umat
yang memeluknya, yang disebut muslim dengan berpegang teguh pada
AL-Quran sebagai kitab pedoman hidup dan Sunnah (Hadits)
Rasulullah sebagai acuan untuk beribadah, bermuamalah secara vertical
kepada Allah dan horizontal sesama manusia sebagai mahluk ciptaan
Allah Yang Maha Kuasa. Adapun ciri khas salam yang diucapkan,
assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Pergaulan Bebas : Adalah salah satu kebutuhan hidup dari makhluk manusia sebab manusia
adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang
3

lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan
(interpersonal relationship). Pergaulan juga adalah HAM setiap individu
dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak tidak boleh
dibatasi dalam pergaulan, apalagi dengan melakukan diskrriminasi,
sebab hal itu melanggar HAM. Sedangkan bebas, mengandung makna
tidak terbatas pada aturan,disiplin dan etika-etika yang berlaku di dalam
kehidupan bermasyarakat. Pergaulan bebas identik dengan hal-hal yang
negatif; free sex, narkotika, dugem, dan lain-lain.
B. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dan memahami makna pergaulan bebas beserta dampaknya.
2. Menjaga diri agar terhindar dari segala bentuk pergaulan bebas dengan bebas berkarya.
3. Menjadi figur remaja yang bisa diteladani.
C. Rumusan Masalah
Mengingat cakupan permasalahan remaja cukup luas, maka penulis mengkhususkan
pembahasan pada karya tulis ini ke dalam beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Bagaimana seharusnya pergaulan dalam kehidupan remaja?
2. Bagaimana pentingnya sex education dalam pergaulan remaja?
3. Bagaimana Islam menanggapi tentang pergaulan remaja?
4

D. Manfaat Penelitian
Upaya penulis membuat karya tulis mengenai pergaulan bebas ini di dorong oleh rasa peduli
terhadap remaja masa kini yang cenderung begitu mudah mengikuti trend yang tidak sesuai
dengan norma-norma agama dan masyarakat. Adanya liberalisasi budaya barat begitu
mempengaruhi bagi generasi muda khususnya kaum hawa.
Namun tidak lepas dari itu, penulis berpandangan akan pergaulan bebas
khususnya seks sudah sakral di kehidupan remaja. Tak urung, perbuatan itu sering menjadi
kebiasaan tanpa mereka sadari. Dalam pembahasan ini, penulis juga bertujuan agar pihak
terkait yang membaca setidaknya tahu akan bahaya seks dan untuk remaja khususnya supaya
tidak melakukan pergaulan bebas pranikah.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Seks Bebas
Orang tua mana yang tak bergidik mengetahui data tentang perilaku seks bebas
remaja Indonesia masa kini dibawah ini. Seks bebas sungguh telah menjadi hal biasa!
Bagaimana cara menangkalnya? Penelitian di pelbagai negara menemukan bahwa anak
remaja akan terhindar dari keterlibatan dengan seks bebas, jika mereka dapat membicarakan
masalah seks dengan orang tuan. Artinya, orang tua harus menjadi pendidik seksualitas bagi
anak-anaknya! Telah siapkah kita, para orangtua menjadi pendidik seksualitas bagi anak-
anak kita? Bagaimana meluweskan lidah kita agar tak kelu ketika harus bicara saru dengan
anak-anak kita?
Ya, fenomena dan problematika pergaulan ramaja seolah-olah menjadi masalah
yang tidak pernah habis-habisnya untuk dibahas, baik di forum-forum, diskusi-diskusi panel,
seminar ataupun talkshow-talkshow. Hampir setiap tahunnya ada pembahasan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan remaja, dan tentu saja tidak jauh-jauh dari seks, narkotika, dan
pergaulan remaja itu sendiri.
Pergaulan remaja selalu identik dengan hal-hal yang negatif, maka dari itulah
begitu nikmatnya untuk dibahas, sampai-sampai tidak ada penghujung dan akar
permasalahan yang jelas untuk dibahas.
6

Secuil kisah, dapat kita simak berikut ini :
Brak!!! Vera membanting pintu kamarnya dengan keras. Brug! Tas sekolahnya dilempar
ke kasur. Pluk! Seekor cicak terjatuh saking kagetnya ngedenger pintu dibanting. Waaa!!
Kalo ini Vera ngejerit karena cicak itu jatuh tepat di kakinya.
Setelah berjingkrak-jingkrak nggak karuan, badannya pun ikut ambruk menyusul tasnya.
Di sudut matanya terlihat aliran bening air mata. Sedih nih yee? Yaa gitu deh!
Vera sedih bukan lantaran kejatuhan cicak. Bukan juga lantaran nggak diizinin pak RT
jadi peserta lomba panjat pinang. Pelajar kelas dua SMA ini lagi ngambek ama
mamanya. Soalnya mama belon ngijinin doi untuk jalan-jalan ke mal sampe sore
sepulang sekolah; atau minta jatah uang sakunya dijadiin bulanan; atau ikut clubbing di
malam minggu bareng temen-temennya; atau pake baju tang top ngikutin tren; atau
punya temen deket cowok dan masih banyak lagi tren remaja yang pengen Vera ikutin.
Padahal Vera udah udah tujuh belas tahun. Dan temen-temen sebayanya pada bisa
ngikut tren. Kenapa Vera nggak boleh? Makanya dari sepulang sekolah tadi, doi mogok
keluar kamar. Kecuali pas lagi laper, pengen ke toilet, pas mamanya nawarin es krim,
atau pas tukang somay kesenengannya lewat. Yeee? mogok kok banyak kecualinya.
(kisah diadaptasi dari website :studia edisi 257/tahun ke-6 (15 Agustus 2005. kiriman
naskah dari : hafidz341@telkom.net)
Kasus model Vera di atas kayaknya paling sering kita dengar dan mungkin sudah ada dari
kita yang mengalaminya, meskipun belum sweet-seventeen-an. Ya, bisa jadi kita juga pernah
mengalaminya. Di usia yang menginjak remaja, kita sering merasa orang tua belum
memberikan kita kebebasan.Orang tua masih mengganggap kita layaknya anak kemaren sore,
masih bau kencur, masih kecil tidak tahu apa-apa, masih belum bisa paham akan arti hidu
7

dan kehiduan, dan masih banyak masih-masih yang lainnya. Intinya, kata orang tua kita,
kita belum bisa diberi kebebasan.
Setiap jengkal keseharian kita masih diatur oleh orang tua. Dari mulai bangun tidur sampai
tidur lagi. Sementara di luar rumah, alam kebebasan yang mulai banyak digandrungi teman-
teman remaja menggoda kita untuk mencicipinya. Enak kali ya?
Mungkin, saat ini timbul dalam benak kita, mengapa ingin bebas? Memasuki umur belasan
tahun, biasanya remaja mulai merasakan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dari mulai
perubahan fisik sampai non fisik yang meliputi kelabilan emosi, perkembangan jiwa, dan
pembentukan karakter. Tapi tentu saja tidak menggunakan perubahan identitas jadi Ksatria
Baja Hitam atau Sailor Moon. Suara yang pecah, adanya jakun pada cowok, atau mulai
tumbuhnya (maaf) payudara pada cewek menunjukkan adanya perubahan fisik. Tapi untuk
perubahan non fisik, tidak terlalu keliatan. Kita hanya bisa menebak dari gejala yang
ditunjukkan remaja dalam perilakunya. Pakar psikologi bilang, fase ini dikenal dengan proses
pencarian jati diri yang dilalui remaja untuk mengetahui peranan dan kedudukannya dalam
lingkungan sekaligus mengenali dirinya lebih dekat.
Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja biasanya memerlukan kemandirian yang
menurut Sutari Imam Barnadib meliputi: Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi
hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa
bantuan orang lain. Ya, sedikit demi sedikit remaja Indonesia berusaha melepaskan ikatan
psikis dengan orangtua. Mereka ingin dihargai sebagai orang dewasa. Ingin bisa berpikir
secara merdeka; bisa mengambil keputusan sendiri; punya hak untuk menerima atau menolak
masukan dari pihak lain; dan belajar bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.

8

Kita memang setuju, ketika salah satu dari kita ingin bebas dan berkarya tanpa adanya aturan
yang mengekang dan memenjarakan diri kita, apalagi aturan dalam kehidupan di rumah kita.
Permasalahanya begini, bagaimana ketika kebebasan menjadi kebablasan?.Pembaca, setiap
setiap orangtua pasti mengerti kalau suatu saat nanti, mereka harus rela melepaskan anaknya
hidup mandiri. Dan memang bagusnya, proses itu diawali oleh orangtua ketika sang anak
menginjak usia remaja. Namun, pergaulan remaja modern yang kental dengan nuansa
kebebasan bikin sebagian orangtua keberatan untuk memenuhi keinginan anaknya.
Ya, bagaimana tidak, sekarang zaman dimana gencar-gencarnya arus budaya Barat yang
membidik remaja membuat tuntutan kebebasan remaja bergeser menjadi liar dan tak
terkendali. Pola hidup sekuler yang dipraktekkan masyarakat Barat jelas-jelas bertolak
belakang dengan kehidupan kita selaku muslim. Parahnya, gaya hidup sekuler itu makin
populer di mata remaja dan sering kali menjadi acuan dalam perjalanannya mencari identitas
diri. Bahaya kan?
Arus budaya barat yang tidak terkendali, yang mungkin salah satunya karena
kemajuan informasi dan teknologi komunikasi menjadikan remaja-remaja Indonesia yang
pada awal mulanya tidak tahu-menahu tentang budaya pergaulan bebas menjadi lebih leluasa
dan tanpa adanya kontrol dari orang tua (parent control) yang mengakibatkan mereka
terjerumus dalam pergaulan bebas tersebut.
Pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan remaja saat ini. Merajalelanya
seks bebas, hamil di luar nikah, aborsi, perkosaan, pelecehan seksual dan peredaran VCD
porno menjadi perkara yang lumrah di kalangan remaja saat ini. Padahal remaja merupakan
generasi penerus yang akan menerima tongkat estafet kebangkitan umat. Di dalam diri
9

remaja terdapat potensi besar berupa idealisme, sikap kritis dan inovatif yang akan menjadi
penentu berhasil tidaknya kebangkitan sebuah bangsa.
Mendengar dan melihat kenyataan bahwa remaja di negara kita mulai
terperangkap oleh yang namanya kebebasan, terutama kebabasan seks, sungguh hati ini ikut
prihatin dan sedih. Beberapa saat yang lalu kita lihat tayang ditelevisi (TV7) menampilkan
perilaku seks bebas di SLTP. Sungguh sudah sangat parah kerusakan moral di sini. Dan dari
nara sumber (katanya gadis SLTP kelas 3) mengatakan kalau hubungan seks telah dilakukan
sejak kelas 1 SLTP.
Mungkin kejadian ini bisa dicegah kalau pendidikan agama lebih diperbanyak.
Saya lihat di SLTP maupun SLTA pendidikan Agama sangat sedikit. Juga tingkat SLTA
tidak terhitung lagi berapa orang yang telah mekakukan seks bebas. Ditambah lagi para
mahasiswa dan Mahasiswi yang katanya lebih parah lagi. Profesor Wimpie Pangkahila
(2005) seorang seksolog yang juga Guru Besar Universitas Udayana Bali kepada media cetak
GATRA, ia berpendapat bahwa para remaja kini betul-betul tersesat ke jaman baru. Bisa jadi
hal ini dikarenakan pandangan masyarakat kita tentang seks memang telah berubah jauh.
Seks tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral untuk dibicarakan, tapi dianggap sah
untuk dilakukan meskipun tanpa ikatan. Dulu hamil sebelum menikah dianggap kecelakaan
yang memalukan. Sekarang orang menikah dalam keadaan hamil dianggap hal biasa.
Alangkah baiknya, kita mencermati makna perguaulan bebas itu sendiri, Pergaulan bebas
sering dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif seperti seks bebas, narkoba, kehidupan
malam, dan lain-lain. Memang istilah ini diadaptasi dari budaya barat dimana orang bebas
untuk melakukan hal-hal diatas tanpa takut menyalahi norma-norma yang ada dalam
masyarakat. Berbeda dengan budaya timur yang menganggap semua itu adalah hal tabu
10

sehingga sering kali kita mendengar ungkapan jauhi pergaulan bebas.Sebenarnya makna
pergaulan bebas tidak sebatas itu. Kembali teringat pada suatu kisah yang dialami oleh
seorang teman. Kebetulan di restoran itu ada satu keluarga ekspatriat yang juga ingin
bermakan malam bersama. Pada waktu itu teman saya baru mengenal bahasa inggris.
Dia mendengar dengan cermat percakapan yang sedang berlangsung di meja para ekspatriat
tersebut. Salah satu dari mereka masih seumuran dengannya dan dia memanggil ayahnya
dengan kata you. Loh, bukankah you itu artinya kau atau kamu atau anda. Kok sangat
tidak sopan betul anak ini?, begitu pikir teman saya saat itu.
Dan teman saya langsung menanyakan hal ini kepada ayahnya. Dan katanya
orang bule memang begitu, menyebut lawan bicara kalau tidak pake you ya pake nama.
Setelah beranjak dewasa dan sering menonton film-film barat, teman saya juga sering
memperhatikan di film-film itu ada percakapan antara anak-anak dan orang dewasa dengan
kasus yang sama. Kadang-kadang stasiun televisi sampai mengganti kata you dengan kata
ayah misalnya, atau paman untuk menyesuaikan dengan budaya kita. Kasus diatas
merupakan salah satu bentuk dari pergaulan bebas dimana usia bukanlah menjadi pembatas.
Seperti pada film Pay It Forward, Trevor (Haley Joel Osment) memanggil gurunya Mr.
Simonet (Kevin Spacey). Tapi di luar jam sekolah dia memanggilnya Eugene. Menurut
teman saya ini adalah sesuatu yang positif untuk membangun hubungan yang akrab dan baik.
Tanpa adanya batasan usia sehingga yang muda tidak sungkan dengan yang lebih tua dan
yang tua tidak perlu jaim (jaga image) dengan yang muda.
11

BAB III
METODE PENULISAN
A. Metode Penelitian dan Jenis Pendekatan
Pergaulan bebas remaja Indonesia memang sudah seringkali menjadi bahan yang
sangat menarik untuk selalu diangkat ke permukaan, karena masalah remaja itu sendiri tidak
habis untuk selalu dikupas. Lembaga-lembaga pendidikan pun kian banyak yang mulai
mengangkat permasalahan remaja ini menjadi sebuah kurikulum pengajaran di sekolah, tidak
lain dengan bertujuan agar generasi-generasi muda ini bisa mawas diri dan mewaspadai
pergejolakan pergaulan remaja yang semakin hari semakin merosot saja akhlak dan moralnya
di mata bangsa. Permasalahan remaja yakni pergaulan bebas, kini makin sering
diperbincangkan tak hanya kalangan masyarakat dan media namun juga oleh remaja itu
sendiri. Masyarakat dan media pun turut gencar membicarakan dan mencapnya sebagai
kenakalan remaja.Kemirisan, keironisan masyarakat yang memandang, bahwa remaja saat
ini-bisa dibilang-tidak memiliki tata krama dan adab sopan santun yang semestinya menjadi
ciri khas bangs Indonesia yang kental dengan adat ketimuran, banyak slogan-slogan yang
bergaung, gemah, ripah,loh cinawi, ruhui rahayu dan lain sebagainya.
Peranan remaja Indonesia yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa
adalah sebuah harapan dan cita-cita yang besar yang dinanti-nantikan oleh generasi-generasi
tua. Namun realita berkata lain. Hasil riset SYNOTE atas 450 responden di empat kota pada
tahun 2004 lalu membuktikan kalau 44% responden mengaku berhubungan seks pertama kali
pada usia 16 18 tahun. Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks pada usia 13 15
tahun. Sementara itu mereka yang melakukan hubungan seks di rumah mencapai 40%,
disusul mereka yang melakukannya di tempat kos sebanyak 26% dan di hotel 20%.
12


Survei serupa yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN atas
2.880 remaja usia 15 24 tahun di enam kota Jawa Barat pada tahun 2002 lebih
menyedihkan lagi. Sebanyak 39,65% mengaku telah berhubungan seks sebelum menikah.
Alasannya apalagi kalau bukan karena seks identik dengan pergaulan modern!
Ini sungguh menyedihkan! Karena seks bebas sesungguhnya merupakan bagian dari
kehidupan primitif. Seks bebas justru terjadi sebelum agama-agama lahir. Ketika peradaban
semakin maju dan ilmu pengetahuan semakin berkembang, seks bebas terbukti membawa
banyak persoalan. Selain merusak tatanan sosial, seks bebas juga menyebarkan berbagai
penyakit gawat.
Demikian seksolog lainnya Dr. Naek L. Tobing. Pandangan ini sejalan dengan
peringatan Organisasi Kesehatan Dunia WHO yang menilai Indonesia kini telah sampai pada
fase awal epidemi HIV-AIDS. Jika lima tahun lalu satu dari 10 orang diketahui mengidap
penyakit mematikan ini, maka kini satu dari 5 orang diketahui hidup dengan HIV-AIDS.
Masihkah remaja Indonesia bermain-main dengan nasib dan masa depan mereka setelah
mendapat peringatan ini.
Karya tulis dengan judul Pandangan Islam Terhadap Pergaulan Bebas Remaja
Indonesia menggunakan metode penelitian kualitatif, kendatipun di dalamnya terdapat
angka-angka, namun angka tersebut merupakan hasil referensi yang penulis ambil dari
internet ataupun buku-buku yang terkait dengan judul penulisan karya tulis ini.
Tetapi pada dasarnya, karya tulis ini lebih menekankan pada kualitas pembahasan
dengan alur deskripsi permasalahan yang mencuat di kalangan remaja yaitu pergaulan
bebas.Jenis pendekatan dari karya tulis ini sendiri adalah tinjauan pustaka (library reserach)
13

karena lebih banyak mengambil dari referensi daripada melakukan survey langsung di
lapangan.
B. Tehnik Pengambilan & Pengumpulan Data
Pada dasarnya penulis melakukan tehnik pengumpulan data dilakukan dengan
cara menganalisa dari referensi-referensi yang erat kaitannya dengan judul yang dimaksud
tersebut diatas. Baik dari buku ataupun dari referensi website internet.
Setelah diperoleh data yang diinginkan, penulis selanjutnya, menganalisa dan
mengelompokkan data-data terkait dengan rumusan masalah kemudian untuk dipelajari dan
dikembangkan ketatabahasaannya agar menjadi layak untuk dibaca
14

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Prilaku Remaja Indonesia
Tidak bisa dipungkiri, berbicara tentang seks di mana saja adalah topik yang seru dan
heboh. Mungkin kita baru menyadari betapa pentingnya pengetahuan tentang seks karena
banyaknya kasus pergaulan bebas yang muncul di kalangan remaja dewasa ini. Dan kalau
kita berdialog tentang pergaulan bebas, hal ini sebenarnya sudah muncul dari dulu, hanya
saja sekarang ini justru terlihat makin parah. Pergaulan bebas remaja ini bisa juga karena
dipacu dengan semakin canggihnya kemajuan teknologi, juga sekaligus dari faktor
perekonomian global. Namun satu sisi menyatakan bahwa menyalahkan hal itu semua
bukanlah hal yang tepat. Namanya remaja, terutama masa puber (13 tahun ke atas) adalah
masa dimana mereka sedang mencari jati diri dan arti dari hidup. Pada masa-masa pula
remaja memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar. Bisa dibilang karena rasa ingin tahunya
yang besar, semakin dilarang, semakin penasaran dan akhirnya mereka berani untuk
mengambil resiko tanpa pertimbangan terlebih dahulu.
Sebut saja prilaku pacaran ala remaja Indonesia, hampir sebagian besar remaja
Indonesia pernah merasakan yang namanya pacara, dari pacaran yang hanya biasa-biasa saja
tanpa bumbu penyedap sampai pacaran hingga seks di luar nikah.memang sangat ironis
sekali. Remaja sekarang berpendapat, pacaran kalau tidak ciuman tidak sah! Makanya pada
usia pacaran atau cinta monyet mereka tidak malu-malu dan tidak canggung lagi buat
ciuman, tanpa tahu maksud dari ciuman itu sendiri. Dan begitu tahu enaknya ciuman, mereka
malah melangkah melakukan hal-hal yang belum pantas untuk dilakukan. Mereka tidak sadar
dari rasa yang enak tadi, akan muncul masalah baru yang akan merusak masa depan mereka.
15


Belum lagi ada sekelompok remaja yang menganut pergaulan bebas, pada dasarnya ada dua
bentuk prilaku yang bisa muncul pada remaja yang menganut paham pergaulan bebas. Yaitu,
memiliki akhlaq buruk dan perilaku fatamorgana. Keduanya adalah prilaku tidak baik dalam
kehidupan dan harus dihindari.
Tanda-tanda dari memiliki akhlaq yang buruk antara lain adalah memiliki sifat
takabur, hasud, dendam, mudah marah, bohong, ingkar janji, menyia-nyiakan waktu, tidak
punya rasa malu, buruk sangka, penakut dan sebagainya. Sedangkan tanda-tanda dari prilaku
fatamorgana antara lain suka pacaran, seks bebas, narkoba, merokok, minuman keras, gila
mode, lupa aurat, konsumtif, percaya pada astrologi dan lain-lain. Dari kebebasan dalam
pergaulan remaja Indonesia, tentu kita juga harus menjelaskan bahwa kita ada beberapa
akibat kebebasan yang kebablasan hasil jiplakan remaja terhadap budaya barat adalah:
Pertama, free thinker alias bebas berpikir. Remaja merasa punya hak untuk berpikir tanpa
dibatasi oleh norma-norma agama. Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah
yang dihadapi atau cara untuk meraih keinginannya. Tidak ada yang mengontrol saat
benaknya memberikan jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Bisa bunuh diri, nge-
drugs , atau menenggak botol minuman keras. Bisa juga jadi pelaku kriminal ketika benar-
benar butuh uang. Juga tidak ada yang memberikan pengarahan di benaknya saat kebutuhan
nalurinya minta dipenuhi. Demi popularitas dan limpahan harta, harga diri dan kehormatan
rela dipertaruhkan di kontes kecantikan. Ketika pornoaksi bin pornografi yang mudah
ditemui menggedor hasratnya, apa saja bakal dilakukan asalkan terpuaskan. Urusan dosa atau
penjara, tentu saja belakangan.

16

Kedua, permissif alias bebas berbuat. Mau melakukan apa saja di mana saja menjadi prinsip
remaja dalam berbuat. Pokoknya serba boleh. Mulai dari cara berbusana, berdandan,
berbicara, bergaul, atau berperilaku. Bangga jika daya tarik seksualnya disapu setiap mata
lawan jenis yang jelalatan. Antimalu jadi pusat perhatian orang lantaran dandanannya yang
urakan, norak, dan kekurangan bahan. Dan tidak punya rem buat pengendalian tutur katanya.
Ceplas-ceplos bin asal bunyi. Dan semuanya dilakukan tanpa risih dengan mengantongi label
kebebasan berekspresi.
Ketiga, free Sex alias pergaulan bebas. Saat ini, pergaulan bebas antar lawan jenis yang
banyak digandrungi remaja sangat mudah terkontaminasi unsur cinta dan seks. Apalagi
ditambah dengan kampanye teselubung antijomblo yang diopinikan media via sinetron
remaja. Setiap remaja merasa harus punya pacar biar eksis dalam pergaulan. TIdak hanya
sebatas punya pacar, pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk aktif
melakukan aktivitas seksual. Pemicunya, bisa karena nonton vcd porno yang dijual bebas
atau melototin tayangan erotis di televisi. Kurangnya kontrol dari orangtua, sekolah, atau
masyarakat bikin mereka enjoy berpetualang menikmati kepuasan sesaat.
Coba kita bayangkan. Tentu saja orang tua merasa khawatir dengan akibat kebebasan remaja
yang kebablasan seperti dipaparkan di atas. Niat orang tua ngasih kebebasan biar mandiri,
mungkin akan disalahartikan oleh anak remajanya kehilangan harga diri. Makanya kita
pantas ber- husnudzan ama ortu. Kalau ingin dipercaya orang tua, jalin komunikasi dan
tunjukkan bahwa kita kita udah dewasa dan siap belajar mandiri.
Sekarang kita berbicara, bagaimana solusinya, agar remaja Indonesia tidak terjerumus
lebih jauh ke dalam pergaulan yang tidak seharusnya mereka lakukan?

17

Sebagai makhluk sosial, remaja dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang
timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap remaja dituntut untuk
menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek
psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak,
misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau
bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai
perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak
dini maka akan memudahkan remaja dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya
sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan
krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa
remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-
teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai
ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti
sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja
18

yang harus diperhatikan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang
berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki
ketrampilan sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-
hari. Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin
hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat
atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima
kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial
dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu
mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal.
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat
delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial (social skills) kemudian dalam
pengembangan aspek psikososial remaja, maka delapan aspek yang menuntut ketrampilan
sosial remaja harus dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
kondisi yang kondusif. Di bawah ini adalah beberapa saran yang mungkin berguna bagi
pengembangan aspek psikososial remaja:
1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan
pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat
menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak tidak
mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan
ketrampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:
19


a. kurang adanya saling pengertian (low mutual understanding)
b. kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudara
c. kurang mampu berkomunikasi secara sehat
d. kurang mampu mandiri
e. kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara
f. kurang mampu bekerjasama
g. kurang mampu mengadakan hubungan yang baik
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka amatlah penting bagi orangtua untuk
menjaga agar keluarga tetap harmonis. Keharmonisan dalam hal ini tidaklah selalu
identik dengan adanya orangtua utuh (Ayah dan Ibu), sebab dalam banyak kasus orangtua
single terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak.
Hal yang paling penting diperhatikan oleh orangtua adalah menciptakan suasana yang
demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik
dengan orangtua maupun saudara-saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik
antara anak dan orang tua maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi.
Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dsb. hanya
akan memunculkan berbagai konflik yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi
tegang, panas, emosional, sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama
lain menjadi rusak.
2. Lingkungan
Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam
batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial
(tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga(keluarga primer & sekunder),
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan
20

maka sejak dini anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas,
tidak hanya terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja.
3. Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian
seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan
pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting
bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga
orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah
pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan
martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
4. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan
rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga
terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.
5. Pergaulan dengan Lawan Jenis
Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja
seyogyanya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis
kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam
mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting dalam persiapan
berkeluarga maupun berkeluarga.
6. Pendidikan
Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai ketrampilan kepada anak. Salahsatu
ketrampilan tersebut adalah ketrampilan-ketrampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-
21

cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya.
Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar ketrampilan-ketrampilan tersebut tetap
dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap
perkembangannya.
7. Persahabatan dan Solidaritas Kelompok
Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman amatlah besar. Seringkali
remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan
keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan
remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. Dalam hal ini
orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki
pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya.
8. Lapangan Kerja
Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan
sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk
sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai
lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMU mereka mendapat
bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan
kerja dan ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan maka remaja yang terpaksa
tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan dapat menyiapkan untuk
bekerja.
9. Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri.
Untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka sejak awal anak
diajarkan untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia
22

mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif. Agar
anak dan remaja mudah menyesuaikanan diri dengan kelompok, maka tugas orang
tua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima
dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dsb. Dengan cara
ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang
lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi
sehingga mudah diterima oleh orang lain/kelompok.
Selain itu anak harus diajarkan sejak dini untuk dapat memilih prioritas tugas-tugas
yang harus segera diatasi, bukan menunda atau mengalihkan perhatian pada tugas yang lain.
Karena itu sejak awal sebaiknya orang tua atau pendidik telah memberikan bekal agar anak
dapat memilih mana yang penting dan mana yang kurang penting melalui pendidikan
disiplin, tata tertib dan etika.
Pemberian pengetahuan seks mesti di rumah dilakukan sejak dini dan dimulai dengan
perilaku keseharian anak-anak. Ketika masih anak-anak misalnya, berikan pengertian kepada
mereka agar tidak ke luar dari kamar mandi sambil telanjang, menutup pintu kamar mandi
ketika sedang mandi, mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk kamar ortu.
Ketika sudah menginjak bangku SD, remaja putri khususnya, mesti sudah
dipersiapkan menghadapi masa akil balik. Pada usia sekitar 14 tahun, remaja putri maupun
putra rata-rata mulai ingin tahu segala sesuatu tentang lawan jenisnya. Karena hal ini
merupakan proses pendewasaan diri, dan tak bisa dicegah. Di sinilah orang tua mesti mulai
lebih sering mengadakan pendekatan dan memasukkan nilai-nilai moral kepada anak.
Pada saat mereka mulai berpacaran di usia yang sudah cukup, tidak perlu dilarang-
larang. Berpacaran merupakan latihan pendewasaan dan pematangan emosi. Dengan
23

berpacaran mereka bisa merasakan rasa rindu atau rasa memiliki, dan berlatih bagaimana
harus ber-sharing dengan pasangan. Pada masa ini orang tua remaja putri hendaknya
berperan menjadi teman berdiskusi sambil meneliti siapa pacarnya itu.
Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi lebih terbuka antara ortu-anak. Melalui
komunikasi, yang acap kali banyak diabaikan peranannya, orang tua dapat memasukkan hal-
hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya, batas mereka boleh bermesraan dan apa
konsekuensinya kalau batas itu dilanggar. Kepercayaan dari orang tua akan membuat mereka
lebih bertanggung jawab. Berpacaran secara sembunyi-sembunyi akibat tidak diberi
kepercayaan justru tidak menguntungkan. Tentu kita ingat, kasus-kasus kehamilan pranikah
umumnya dilakukan oleh mereka yang back street. Mungkin juga akibat hubungan dengan
orang tua kurang akrab atau orang tua terlalu kaku.
B. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja
Perkembangan pesat dalam bidang ekonomi dan teknologi telah meninggalkan impak
yang mendalam terhadap sosio-budaya informasi serta gaya hidup masyarakat. Isu moral dan
sosial yang banyak diperkatakan kini sebahagian besarnya adalah hasil daripada
perkembangan tersebut. Statistik berkaitan pelbagai gejala keruntuhan moral seperti
ketagihan obat terlarang, pencurian, pelacuran, persetubuhan di luar nikah dan lain-lain lagi
di kalangan remaja telah mendorong pihak berkuasa untuk mencari alternatif terbaik bagi
menghindari mereka daripada terus terjebak di dalam aktiviti keruntuhan moral tersebut.
Untuk menangani gejala yang berkait aspek seksual, maklumat dan pengetahuan yang
tepat berkaitan dengan seksualitas dan reproduksi sangat perlu untuk diterapkan kepada
golongan remaja agar mereka memperolehi pengetahuan yang mampu menjadi benteng
pertahanan diri dari perkara yang boleh merusakkan diri dan masa depan mereka. Sebagai
24

langkah positif, untuk membendung perkara ini, semesetinya dinas pendidikan dan pihak-
pihak terkait lainnya harus mengambil inisiatif memperkenalkan beberapa subjek berkaitan
seksualitas dan reproduktif seperti Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan,
Pendidikan Islam dan Moral, Biologi dan Sains. Kurikulum subjek-subjek tersebut
menyentuh pelbagai topik yang berkaitan dengan kesehatan fisik, seksualitas, reproduksi, dan
aspek moral dan hubungan antara wanita.
Pendidikan seks menjadi salah satu isu yang hangat diperbincangkan oleh semua
lapisan masyarakat melibatkan masyarakat awam, pemerintah, ahli akademik dan lain-lain.
Topik berkaitan konsep dan objektif pendidikan seks merupakan aspek penting untuk
dibincangkan kerana ia perlu dipahami secara jelas dan mendalam sebelum program tersebut
dilaksanakan. Pemahaman tentang konsep dan objektif pendidikan seks amat penting kerana
ia merupakan asas di dalam menentukan kerangka dan hala tuju pelaksanaan program
pendidikan tersebut.
Perkataan seks bermaksud sifat-sifat yang membedakan laki-laki dan perempuan
atau keinginan syahwat. Secara umumnya, perkataan seks memberikan gambaran tentang
suatu keadaan di mana wujudnya hubungan di antara berlainan jenis kelamin yaitu lelaki dan
perempuan. Bagi sebagian masyarakat, perbincangan tentang topik seks dianggap sebagai
tabu atau tidak wajar dibicarakan kerana ia adalah hal yang sangat pribadi atau dianggap
sebagai persoalan dalam selimut. Namun, apabila perkataan seks dikaitkan dengan
pendidikan, ia akan memberi satu maksud yang amat berbeda. Pendidikan seks secara
umumnya merupakan satu proses mendidik yang bersifat pengetahuan (cognitive),
pemahaman yang mendalam (internal cosnsiousness/spiritual/ morality) dan juga jasmani
(physical) kepada golongan sasaran tertentu seperti pelajar sekolah dan juga orang awam
25

tentang amalan kehidupan yang berkaitan dengan hubungan di antara dua jenis kelamin
tersebut. Hal tersebut boleh dilaksanakan penerapannya secara formal atau pun tidak formal.
Pengetahuan seks yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk
mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Misalnya saja, berciuman atau
berenang di kolam renang yang "tercemar" sperma bisa mengakibatkan kehamilan, mimpi
basah dikira mengidap penyakit kotor, kecil hati gara-gara ukuran penis kecil, sering
melakukan onani bisa menimbulkan impotensi.
Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran
kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau
terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini sudah mendekam di tubuh
ratusan orang di Indonesia. Bandingkan dengan temuan Marlene M. Maheu, Ph.D., psikolog
yang berpraktek di Kalifornia, AS, bahwa setiap tahun terdapat 1 dari 18 gadis remaja
Amerika Serikat hamil sebelum nikah dan 1 dari 5 pasien AIDS tertular HIV pada usia
remaja.
Melihat kenyataan itu, pendidikan seks secara intensif sejak dini hingga masa remaja
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi mengingat, "Sebagian besar penularan AIDS terjadi
melalui hubungan seksual," tegas Boyke yang juga pengasuh rubrik konsultasi seks di
majalah dan radio. Kalau tidak, mereka yang kini remaja tidak bisa berbuat banyak saat
memasuki usia produktif di abad XXI mendatang.
Seperti dikutip Boyke, survai oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan,
pendidikan seks bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan, yang
berarti pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit akibat hubungan seks bebas.

26

Disebutkan pula, pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak azasi
manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya sehingga akan
merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Dengan itu diharapkan angka perceraian yang
berdampak kurang baik terhadap anak-anak pun dapat dikurangi.
Hanya yang jadi soal hingga kini, "Pendidikan seks di Indonesia masih mengundang
kontroversi. Masih banyak anggota masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di
rumah maupun di sekolah," tutur dr. Gerard Paat, kolsultan keluarga RS Sint Carolus.
Sekalipun untuk tujuan pendidikan, anggapan tabu untuk berbicara soal seks masih
menancap dalam benak sebagian masyarakat. Akibatnya, anak-anak yang berangkat remaja
jarang yang mendapat bekal pengetahuan seks yang cukup dari ortu (orang tua). Padahal
tidak jarang para remaja sendiri yang berinisiatif bertanya, tapi justru sering disambut dengan
"kemarahan" ortu. "Boro-boro mau ngejelasin soal seks, baru nanya sedikit aja, nyokap (ibu)
sudah mbentak, 'Eh itu tabu, jangan diomongin!'" aku seorang remaja putri.
Bahkan anak-anak yang kedua orang tuanya bekerja rata-rata kehilangan panutan.
"Orang tua yang mestinya menjadi tokoh panutan utama, justru kurang berperan karena
kesibukan mereka sendiri," kata dr. Paat, yang sejak akhir tahun 1960-an memberikan
penyuluhan seks di sekolah dan luar sekolah.
Dampaknya tentu bisa ke mana-mana. Antara lain dalam memilih konsumsi tontonan
di TV yang masih berat dengan tayangan film barat dengan budaya dan gaya hidup yang
berbeda. Kehidupan dunia barat yang digambarkan dalam film ataupun video, menurut
Boyke, sering kali menunjukkan kehidupan seks bebas di kalangan remaja. Tayangan serial
macam Beverly Hills atau Bay Watch, Boyke menyebut contoh, dengan bintang-bintang
27

molek dan tampan itu mudah sekali merasuk ke dalam benak remaja. Sehingga mereka bisa
amat mudah meniru gaya hidup muda-mudi dalam film itu.
"Justru ketika informasi seperti itu tidak bisa kita hindari, peranan orang tua untuk
memberikan pengertian yang benar pada anak-anak menjadi penting," tutur Boyke.
Minimnya pengetahuan seks masih ditambah lagi dengan mudahnya mendapatkan prasarana
untuk melakukan seks bebas seperti di motel, cottage, vila; alat kontrasepsi; lebih mudanya
rata-rata gadis mendapatkan haid (9 - 11 th); serta tertundanya usia perkawinan. Semua itu
juga faktor yang ikut mempengaruhi remaja melakukan kegiatan seks bebas dan kumpul
kebo. Celakanya, "Remaja yang sudah terbiasa mengadakan hubungan seksual akan sulit
menghentikannya," jelas Paat. Itu bukan semata-mata karena faktor ketagihan, tapi terutama
akibat timbulnya persepsi bahwa melakukan hubungan seksual sudah merupakan hal biasa.
Kalau itu sampai terjadi, ortu harus ikut bertanggung jawab. "Orang tualah yang
seharusnya pertama-tama memberikan pengetahuan seks bagi anak-anaknya. Informasi seks
dari teman, film, atau buku, yang hanya setengah-setengah tanpa pengarahan, mudah
menjerumuskan. Apalagi kalau si anak tidak tahu risiko melakukan hubungan seksual
pranikah," kata Boyke.
Menurut Paat, pendidikan seks pasif, karena tanpa komunikasi dua arah semacam itu,
sudah bisa mempengaruhi sikap serta perilaku seseorang. "Dalam pendidikan seks anak tidak
cukup hanya melihat dan mendengar sekali-dua kali, tapi harus dilakukan secara bertahap
dan berkelanjutan," katanya. Sebab itu, pendidikan seks hendaknya menjadi bagian penting
dalam pendidikan di sekolah. Orang tua dan pendidik wajib meluruskan informasi yang tidak
benar disertai penjelasan risiko perilaku seks yang salah. Namun, pendidikan seks di sekolah
mestinya hanya pelengkap pendidikan seks di rumah. Bukan justru menjadi yang utama
28

seperti terjadi selama ini, kendati pendidikan seks di sekolah, menurut beberapa pengamat
tadi, masih belum optimal. Penjelasan yang baik mampu membuka mata mereka betapa
melakukan hubungan seksual pranikah itu tidak ada untungnya. Ini misalnya terbukti ketika
dr. Boyke membagikan kuesioner kepada peserta seminar remaja. Jawaban mereka sebelum
dan sesudah mendengarkan ceramah bertolak belakang. Sebelum seminar, mereka rata-rata
menyetujui hubungan seksual sebelum nikah. Tapi sesudahnya, 90% peserta menyatakan
tidak setuju. Juga terungkap, mereka setuju adanya pendidikan seks, hanya tidak tahu harus
ke mana memperolehnya. Penyampaian materi pendidikan seks di rumah sebaiknya
dilakukan kedua orang tua. "Sebelum usia 10 tahun pendidikan bisa diberikan secara
bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih berperan," kata Paat. Menjelang akil balik, saat
sudah terjadi proses diferensiasi jenis kelamin dan mulai muncul rasa malu (pada wanita
mengalami haid, pertumbuhan payudara, dan pada laki-laki mengalami mimpi basah dan
perubahan suara), sebaiknya ibu memberi penjelasan kepada anak perempuan dan ayah
kepada anak laki-laki. "Sekali waktu boleh diadakan komunikasi silang. Misalnya, kepada
anak perempuannya seorang ayah dapat berdiskusi bagaimana perasaan-perasaan pria bila
jatuh cinta, atau sebaliknya kepada anak laki-lakinya, ibu bisa mengungkapkan bagaimana
perasaan seorang wanita bila didekati pria."
Menjelaskan tentang seks juga tidak perlu secara eksklusif. Itu bisa dilakukan kapan
saja dan di mana saja. Saat sedang sibuk memasak, misalnya, tiba-tiba si anak bertanya
tentang kehamilan. Sang ibu tidak perlu menangguhkan jawaban atau menjanjikan jawaban
akan diberikan panjang lebar di kamar, tapi bisa langsung saat itu juga. Tindakan eksklusif,
menurut Paat, malah membuat si anak bisa berkesimpulan, seks merupakan sesuatu yang luar
29

biasa dan harus dirahasiakan. Padahal pertanyaan seperti itu lumrah dan merupakan bagian
dari kehidupannya.
"Kalau anak kita sama sekali tidak pernah bertanya soal seks, jangan dikira pasti beres. Coba
pancinglah dengan buku," jelas Paat. "Keterangan dalam buku yang kurang jelas bisa
didiskusikan dengan orang tua," tambah Boyke.
Pendidikan seks di sekolah, hendaknya tidak terpisah dari pendidikan pada umumnya,
dan bersifat terpadu. Ia bisa dimasukkan ke dalam pelajaran ilmu biologi, kesehatan, moral
dan etika secara bertahap dan terus menerus. Mereka juga mensyaratkan penekanan pada
pendidikan moral, meski tidak perlu sedetail pendidikan agama, agar pendidikan seks
diterima murid sebagai suatu ilmu yang tidak untuk dipraktekkan sebelum waktunya. Sekali
waktu penyuluhan seks juga perlu diadakan. Misalnya, soal menghadapi masa haid dan
mimpi basah bisa diberikan kepada anak kelas VI SD, proses terjadinya bayi (spermatozoa
bertemu dengan sel telur) mulai diberikan kepada murid SLTP. Selanjutnya masalah
kebebasan seks, alat kontrasepsi sampai hubungan seks (bukan tekniknya) diberikan kepada
anak SLTA. Penjelasan tentang program pendidikan seks yang hendak disampaikan kepada
murid perlu juga diketahui orang tua murid. Maksudnya, agar mereka bisa memberi jawaban
dan tidak terkejut bila tiba-tiba si anak atau remaja bertanya soal seks kepada mereka.
Karena, kadang-kadang ada anak yang dengan begitu bangga bercerita tentang pengetahuan
seks yang baru diberikan di sekolah.
Dr. Paat dan dr. Boyke saling berbeda pendapat dalam soal penyampaian informasi
tentang alat kontrasepsi. "Alat kontrasepsi macam kondom bukan rahasia lagi, karena dapat
dibeli di mana-mana. Yang penting, mereka diberi penjelasan bahwa pemakaian sebelum
menikah merupakan pelanggaran nilai-nilai moral dan agama," kata Paat. Sedangkan Boyke
30

kurang setuju memperkenalkan pemakaiannya kepada remaja, karena khawatir
disalahgunakan. Lebih tepat, kata Paat, kalau tema penyuluhan didasarkan pada pendekatan
pemecahan masalah (problem solving approach), yakni penyuluhan disertai kesempatan
berkonsultasi dengan guru, konsultan psikologi di sekolah, atau guru agama. Pasalnya,
masalah yang dihadapi setiap murid berbeda-beda.
Dalam hal ini Dra. Yulia menganggap penting peran guru bimbingan dan penyuluhan
(BP). Guru-guru ini tak cuma sebagai guru BP, tapi juga mesti tahu soal pendidikan seks.
"Kadang-kadang murid segan bertanya kepada orang tua. Atau, pernah bertanya malah
dimarahi bapak atau ibunya," jelas Yulia. Dengan adanya kesempatan berkonsultasi, si anak
bisa mengutarakan masalah pribadinya.
Selain di sekolah, "Di tingkat RT pun sebetulnya bisa sekali waktu diselenggarakan
ceramah tentang seks bagi para orang tua atau remaja dengan bantuan dokter Puskesmas
untuk mengisi kekosongan itu," kata Boyke.
Usul itu boleh juga. Bagaimanapun pendidikan seks bukan semata-mata tanggung
jawab orang tua dan pendidik, tetapi juga masyarakat
C. Pandangan Islam Terhadap Pergaulan Bebas Remaja Indonesia
Tentunya semua prilaku tersebut sangat tidak baik bila terus menggelayuti kehidupan
kita, sehingga harus dihindari semampu kita. Nah, berkaitan dengan upaya menghindari ini,
Islam menawarkan aturan untuk pergaulan remaja. Pertama, menundukkan pandangan. Islam
mengharuskan baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan agar
terhindar fitnah seksual melalui mata. Menjaga pandangan mempunyai dua arti. Diantaranya,
pandangan lahir, melihat dan menikmati pada bagian-bagian tubuh yang menarik dan
menggairahkan nafsu birahi. Kemudian pandangan bathin , yaitu syahwat yang timbul di
31

dalam hati untuk mengadakan hubungan seksual atau perbuatan lain yang melanggar
kesusilaan setelah melihat bentuk lahir dari lawan jenis seks yang berlawanan. Berkaitan
dengan menundukkan pandangan ini, terdapat dalam Al-Qur'an Surah An-Nur ayat 30-31.
Selanjutnya larangan bersentuh kulit. Islam tidak membenarkan laki-laki dan wanita
bersentuhan kulit. Walaupun dalam hal ini masih terdapat ikhtilaf diantara para ulama. Akan
tetapi jumhur ulama memberikan keputusan untuk tetap tidak ada alasan boleh bersentuhan
antara laki-laki dan perempuan. Kecuali dalam keadaan terpaksa.
"Aturan berikutnya larangan berduaan dengan yang bukan muhrim (Ajnabiyah). QS Al-Isra
32 telah dengan tegas mengatakan, Janganlah kami mendekati zina. Sesungguhnya zina itu
suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk," urainya. Terkahir, larangan ihktilat. Ikhtilat yaitu
campur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Baik dalam pertemuan
resmi maupun tidak resmi. "Jika terpaksa harus bercampur baur, maka sebaiknya dibuat hijab
atau penghalang. (vie)
32

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sobat, kemandirian bagi remaja memang sangat diperlukan untuk mendukung
perkembangan jiwanya. Tapi kita kudu mikir seribu kali kalo remaja dibiarkan
menafsirkan sendiri kebebasan yang dikehendakinya. Jiwanya yang labil sangat mudah
terwarnai oleh lingkungan sekitar. Gelora jiwa mudanya paling gampang terpincut ama
budaya Barat yang steril dari aturan Islam. Makanya kudu ada perhatian agar generasi
muda Islam nggak salah langkah dalam menapaki jalan panjang mencari jati diri.
B. SARAN
Kita sebagai remaja muslim wajib menyadari kalo kebebasan dalam berpikir dan
berperilaku nggak pernah diajarin dalam Islam. Islam ngajarin adanya kehidupan akhirat
yang akan memintai pertanggungjawaban setiap amal perbuatan kita di dunia. Otomatis
ini nyambung dengan tabungan pahala dan dosa yang kita kumpulkan sepanjang hidup di
dunia. Tiket surga bakal kita peroleh kalo pahala kita surplus. Sebaliknya, kita bakal
diceburkan ke dalam neraka seandainya dosa kita yang surplus. Dan pahala itu baru kita
dapetin kalo Allah ridha dengan perbuatan kita. Itu berarti keterikatan dengan aturan
Islam seharusnya jadi standar perbuatan dalam keseharian kita. Kalo udah gini, masa' iya
kita mau melepaskan diri dari aturan Allah demi sebuah kebebasan? Allah Swt.
berfirman:
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)
Sebagai pengingat, kita bisa renungkan firman Allah Swt.:
33

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, (QS al-Mudatsir [74]:
38) . Usia remaja mengharuskan kita belajar untuk bertanggung jawab. Masa depan di
dunia dan akhirat ada di tangan kita. Bukan dalam genggaman orangtua atau uluran
tangan dari seorang teman. Proses pembelajaran itu bisa kita awali dengan mengkaji
Islam dengan giat. Agar keimanan kita terhadap hubungan kehidupan dunia dan akhirat
terpatri dengan kuat. Selain itu, aturan Islam yang komplit juga menawarkan solusi untuk
setiap permasalahan hidup yang kita temui. Pemahaman Islam kayak gini yang akan
membiasakan kita untuk berpikir panjang sebelum berbuat. Hawa nafsu dan godaan setan
mampu kita tundukkan. Sehingga setiap langkah yang kita ambil bisa memberikan
kebaikan. Inilah cerminan dari kedewasaan kita dalam bersikap dan berbuat. Mau dong?
Pasti! Kebebasan berekspresi bagi remaja tidak seharusnya dapet dukungan penuh dari
orangtua dan pihak sekolah. Khawatir kebablasan dan menjerumuskan mereka ke dalam
kemaksiatan. Ortu dan pihak sekolah akan lebih berperan jika bersedia memfasilitasi dan
mengizinkan adanya pengajian yang menjembatani remaja dalam melalui masa
transisinya dengan positif. Dan kekhawatiran akan pengaruh buruk lingkungan akan
sedikit terkurangi. Sebab ketika remaja jauh dari pantauan orangtua dan pengawasan
pihak sekolah, akidah Islam akan menjaganya. Bukankah ini yang kita kehendaki? Mari
kita sama-sama dukung pengajian remaja.





34

DAFTAR PUSTAKA

Martinn,Emily. 2008. Menstruasi kerja dan kelas. United states America.
Mcllhaney, J.S. 2005. Why isnt anyone telling our kids about the other sex?
Mengapa tidak siapapun menceritakan anak tentang bahaya seks bebas?
Mckissic,Freda. 2006. Bagaimana seks mempengaruhi anak anak kita.
Burrows,Lynette. 2005. Seks tidak aman tidak peduli apa kata slogan.
Boyke, 2009. Apa setiap remaja harus tahu tentang seks bebas.

SITUS

http://id.wikipedia.org/wiki/seks
http://www.jesuspowerministries.org
http://www.netdoctor.co.uk
http://www.homepage.blogspot.com
http://www.berita.net/seks







35

Anda mungkin juga menyukai