0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
171 tayangan16 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang merger atau penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Definisi merger, jenis-jenisnya seperti horizontal, vertikal dan konglomerat. Juga alasan perusahaan melakukan merger seperti untuk menghadapi persaingan yang kuat atau memperbesar skala usaha.
Dokumen tersebut membahas tentang merger atau penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Definisi merger, jenis-jenisnya seperti horizontal, vertikal dan konglomerat. Juga alasan perusahaan melakukan merger seperti untuk menghadapi persaingan yang kuat atau memperbesar skala usaha.
Dokumen tersebut membahas tentang merger atau penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Definisi merger, jenis-jenisnya seperti horizontal, vertikal dan konglomerat. Juga alasan perusahaan melakukan merger seperti untuk menghadapi persaingan yang kuat atau memperbesar skala usaha.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Oligopoli dan Konsentrasi: Praktek dan Kebijakan Merger
Adakalanya suatu perusahaan tidak dapat menghadapi pesaing-pesaingnya yang kuat, sehingga posisi perusahaan yang lemah di dalam pasar menjadi terancam. Produsen menghadapi situasi ketidakpastian. Pesaing yang kuat dalam suatu pasar tidak hanya memiliki keunggulan dalam kualitas produk tetapi mereka memiliki modal yang besar untuk melayani sejumlah besar konsumen. Menghadapi situasi yang tidak menguntungkan tersebut perusahaan kecil melakukan strategi agar dapat bertahan di pasar yaitu melalui merger. Pengertian Merger Ada beberapa pengertian mengenai merger: 1. Merger atau amalgamation, merupakan penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan menjadi satu bisnis menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang saham. Merger merupakan satu bentuk pertumbuhan eksternal (external growth) yang meliputi perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi horizontal, vertikal atau konglomerasi. 2. Penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.. 27 Tahun 1988 mendefinisikan merger sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. 4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 menyatakan bahwa merger merupakan suatu proses penggabungan usaha, dengan jalan mengambil alih satu atau lebih perusahaan yang lain. Setelah terjadi pengambilalihan, maka perusahaan yang diambil alih dibubarkan atau dilikuidasi, sehingga eksistensinya sebagai badan hukum lenyap, dengan demikian kegiatan usahanya dilanjutkan oleh perusahaan yang mengambil alih. Dari berbagai pengertian tentang merger di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan yang diambil alih akan lenyap. Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima merger dinamakan surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving firm. Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum atas namanya sendiri. Dari penjelasan di atas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas merger sebagai salah satu strategi perusahaan.
Gambar. Skema Merger Sementara itu menurut Cooyle, Merger dapat di artikan secara luas maupun secara sempit. Dalam pengertian yang luas, merger juga menunjukkan pada setiap bentuk pengambilan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Coyle menjelaskan bahwa suatu pengabungan usaha disebut merger jika : Salah satu perusahaan yang bergabung dapat disebut sebagai perusahaan pengambilan alih perusahaan yang diambil alih. Kedua perusahaan berpartisipasi dalam membentuk struktur manajemen perusahaan hasil pengabungan tersebut. Kedua perusahaan yang bergabung pada umumnya memiliki ukuran yang hampir sama, yang artinya tidak ada dominasi aset antara satu perusahaan atas perusahaan yang lain. Jenis Merger Berdasarkan aktivitas ekonomik, merger dan akuisisi dapat diklasifikasikan dalam lima tipe. 1. Merger Horizontal Merger horizontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan- perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horizontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horizontal ini adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar dapat mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli.
2. Merger Vertikal Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut dapat merger dengan pemasok. Merger vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upward integration).
3. Merger Konglomerat Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda.
Selain itu juga terdapat beberapa dasar klasifikasi untuk merger dan: Klasifikasi berdasarkan pola. Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang aka diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu: Mothership Merger. Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi. Platform Merger. Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam platform merger hardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi Berdasarkan Metode Pembiayaan. Metode pembiayaan adalah cara pembayaran transaksi merger dan akuisisi antara pengakuisisi dengan yang diakuisisi. Klasifikasi dalam metode ini terdiri dari kas, hutang, saham atau kombinasi ketiganya. Klasifikasi Berdasarkan Objek Pajak Klasifikasi merger dan akuisisi atas dikenakan atau tidaknya pajak didasarkan pada media transaksi yang dipakai. Jika pembayaran dilakukan dengan kas berarti transaksi tersebut merupakan objek pajak. Sebaliknya jika transaksi dilakukan dengan 100% saham maka transaksi tersebut tidak kena pajak. Terdapat tiga bentuk merger yang terkena pajak dan enam bentuk merger yang tidak kena pajak, yaitu: a. Terkena pajak 1. Merger kedepan (forward merger). Merger kedepan merupakan merger yang melibatkan uang kas sebagai media pembayaran sehingga merger tipe ini merupakan transaksi yang kena pajak. 2. Merger kebalikan (reverse merger). Merger kebalikan adalah merger dimana pemilik saham hasil merger adalah pemilik saham yang dimerger, sehingga pada merger ini terdapat perubahan kepemilikan perusahaan hasil merger. 3. Merger melalui perusahaan anak (subsidiary merger) Merger melalui perusahaan anak atau merger segitiga (triangular merger) adalah merger yang dilakukan oleh perusahaan induk dengan melibatkan perusahaan anak. 4. Merger segitiga berbalikan (triangular reverse merger) Merger segitiga kebalikan adalah merger yang (1) dilakukan antara perusahaan target dengan perusahaan induk melalui perusahaan anak, (2) setelah merger, perusahaan anak dibubarkan dan perusahaan target dipertahankan hidup serta menjadi anak perusahaan induk. b. Bebas pajak 1. Reorganisasi Tipe A/ Merger berdasarkan Statuta (statutory merger); 2. Reorganisasi hibrid segitiga (hybrid triangular merger); 3. Reorganisasi tipe B (acquisition of stock for voting stock); 4. Reorganisasi tipe B segitiga (triangular acquisition of stock for voting stock); 5. Reorganisasi tipe C (acquisition property for voting stock); 6. Reorganisasi tipe C (special-case acquisition property for voting stock).
Alasan Melakukan Merger Perusahaan mengambil kebijakan untuk merger didasarkan pada berbagai alasan atau motif. Motif utama di balik merger perseroan menurut Eugene F. Brigham yaitu: 1. Sinergi (synergy) Kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil penjumlahan bagian-bagiannya. Merger yang bersifat sinergistik, nilai perusahaan setelah merger lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger. 2. Pertimbangan pajak Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya sejumlah merger. Misalnya, perusahaan yang menguntungkan dan termasuk dalam kelompok tarif pajak tertinggi dapat mengambil alih perusahaan yang memiliki akumulasi kerugian yang besar. Kerugian tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan tidak ditahan untuk digunakan di masa depan. Merger juga dapat dipilih sebagai cara untuk meminimalkan pajak dan menggunakan kas yang berlebih. 3. Pembelian aktiva di bawah biaya pengganti Kadang-kadang perusahaan diambil alih karena nilai pengganti (replacement value) aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri. Nilai sebenarnya dari setiap perusahaan adalah fungsi daya menghasilkan laba masa depannya, bukan biaya untuk mengganti aktivanya. Jadi akuisisi harus berdasarkan nilai ekonomi dari aktiva yang diakuisisi bukan atas biaya penggantinya. 4. Diversifikasi Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada perusahaan milik keluarga biasanya pemilik tidak mau menjual sebagian saham yang dimilikinya untuk melakukan diversifikasi karena akan memperkecil kepemilikan dan mengakibatkan kewajiban pajak yang besar atas keuntungan modal. Jadi merger dapat menjadi jalan terbaik untuk mengadakan diversifikasi perorangan. 5. Insentif pribadi manajer Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi pribadi daripada analisis ekonomi. Tidak ada eksekutif yang akan mengakui bahwa egonya merupakan alasan utama dibalik suatu merger, akan tetapi ego memegang peranan penting dalam banyak merger. 6. Nilai pecahan Para analis mengestimasi nilai pemecahan suatu perusahaan, yang merupakan nilai masing-masing bagian dari perusahaan itu jika dijual terpisah. Jika nilai ini lebih tinggi dari nilai pasar berjalan perusahaan, maka seorang spesialis pengambil alihan dapat mengakuisisi perusahaan itu pada atau bahkan diatas nilai pasar berjalannya, dijual secara sepotong- sepotong dan menghasilkan laba yang besar. I Putu Gede Ary Suta berpendapat bahwa sebenarnya ada empat alasan ekonomis dalam melakukan merger dan akuisisi, yaitu: 1. Keuntungan dari segi operasional (operation advantage) Tindakan untuk melakukan takeover maupun merger karena alasan skala ekonomis yang kemungkinan dapat tercapai. Alasan yang paling sering diungkapkan sebagai pembenaran. Skala ekonomis (economic of scale) adalah situasi dimana perusahaan dapat melakukan penurunan dalam beban rata-rata untuk memproduksi dan menjual suatu jenis produk dengan semakin meningkatnya volume produksi. 2. Keuntungan dari segi finansial (financial advantage). Perusahaan hasil merger dapat memeroleh manfaat dipasar uang maupun pasar modal karena meningkatnya ukuran (size), termasuk efisiensi. Melalui merger perusahaan akan lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas untuk memperoleh pinjaman. Hal itu dapat menurunkan biaya modal perusahaan yang selanjutnya dapat meningkatkan perolehan dana lebih tinggi melalui penerbitan surat berharga melalui pasar modal dengan biaya emisi rendah karena perusahaan yang lebih besar floating cost-nya jauh lebih rendah. 3. Tingkat pertumbuhan Melalui merger dan akuisisi perusahaan dapat mengakselerasi tingkat pertumbuhan dibandingkan melalui ekspansi eksternal. Di samping itu usaha untuk melakukan ekspansi pada jenis pasaran produk baru atau membeli fasilitas produksi dalam rangka meningkatkan produk yang sudah ada, dapat dilakukan lebih cepat dan biaya serta risiko yang lebih rendah. 4. Diversifikasi Melalui merger dan akuisisi dapat dilakukan diversifikasi atas kegiatan usaha perusahaan. Dengan demikian dapat dijaga perolehan tingkat keuntungan agar tidak berfluktuatif.
Segi Positif dan Negatif dari Merger Penggabungan badan usaha menurut memiliki segi positif dan segi negatif. Segi positif dari penggabungan usaha adalah sebagai berikut : 1. Dengan skala usaha yang relatif besar, konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan economies of scale. 2. Dengan melaksanakan diversifikasi setiap perusahaan yang berada dibawah kepemilikan konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan eksternal economies karena terbukanya peluang untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya akan mendatangkan laba yang memuaskan. 3. Dengan melakukan diversifikasi usaha dan ditunjang dengan skala usaha yang relatif besar, dapat meningkatkan profesionalisme dan mempercepat penguasaan alih teknologi. 4. Dengan efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi pada gilirannya dapat meningkatkan ekspor, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja serta mendukung industrialisasi. 5. Bargaining position yang lebih kuat. 6. Dari segi manajemen, sentralisasi pengambilan keputusan mengandung aspek positif seperti pengambilan keputusan yang cenderung lebih cepat, berpandangan jauh kedepan dan berwawasan luas. Kemudian segi-segi negatif yang terdapat dalam penggabungan usaha, yaitu: 1. Apabila penggabungan usaha tidak dibatasi dalam jenis dan skala usahanya, maka cenderung dapat menimbulkan free fight liberalism, yang pada akhirnya bermuara pada struktur pasar baru yang monopolistis. 2. Sentralisasi pengambilan keputusan dapat dimanfaatkan untuk melakukan manipulasi pelaporan hasil usaha, pelaporan kekayaan perusahaan maupun manipulasi melalui transfer pricing. Cara ini sering disebut conglomerate game. 3. Integrasi Horizontal dengan tujuan mengurangi jumlah pesaing maupun vertikal dengan tujuan membatasi kemampuan pesaing melalui penguasaan sejumlah mata rantai produksi dari hulu sampai hilir dapat berdampak kepada melemahnya mekanisme pasar yang menjurus kepada monopoli. 4. Dengan adanya sentralisasi pengambilan keputusan, maka kepentingan tiap perusahaan anak disubordinasikan pada kepentingan perusahaan induk yang pada gilirannya dapat berdampak negatif dan destruktif, seperti peluang yang semakin besar dan mudah untuk membentuk semacam trust dan kartel. Kondisi ini juga memungkinkan terbentuknya community of interest di antara konglomerat yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional. 5. Kecenderungan timbulnya praktek reprocity yakni penciptaan kondisi yang memungkinkan kesepakatan sejumlah perusahaan yang tergabung, untuk saling membeli barang dan jasa yang dihasilkan masing-masing perusahaan tersebut tanpa mempertimbangkan keadaan pasaran, sehingga membatasi atau meniadakan akses pasar bagi pesaing. Apabila kondisi ini semakin berkembang maka dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi terutama terdesaknya usaha-usaha kecil dan menengah.
Kebijakan Antitrust Dilema Kekuasaan Perusahaan Kekuasaan perusahaan yang salah satunya dicapai melalui merger mengacu pada kemampuan perusahaan untuk mempengaruhi pemerintah, perekonomian, maupun masyarakat luas berdasarkan sumber daya organisasi yang dimiliki. Bagi perusahaan-perusahaan dengan aset yang besar maka uang tidak menjadi masalah, dan sebagai mana sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuasaan terkadang ditentukan oleh uang. Dengan uang yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dapat berkontribusi mendanai kampanye politik dengan harapan imbal balik yang tidak kecil, dan dengan demikian akan mengungkung bagi pihak pemerintah terkait saat berkuasa. Perusahaan- perusahaan itu mendominasi tidak hanya mengutamakan pembuatan produk dan pelayanan, tetapi juga semakin luas merambah ke kegiatan sektor publik seperti pendidikan, penegakan hukum, dan penyediaan layanan sosial. Kekuatan dari perusahaan akan sangat berdampak buruk jika tidak digunakan dengan baik. Namun dilema yang sebenarnya bukan pada kekuasaan yang timbul dari kekuasaan perusahaan, akan tetapi adalah pada bagaimana perusahaan akan menggunakan kekuasaannya tersebut. Kekuasaan perusahaan tersebut dapat berdampak positif maupun negatif tergantung pada kebijakan yang diambil eksekutifnya dan regulasi yang ditetapkan untuk mengatur dan menetapkan sanksi atas pelanggaran yang terjadi. Antitrust untuk pengertian yang sepadan dengan istilah anti monopoli atau istilah dominasi yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah monopoli. Di samping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu kekuatan pasar. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar. Intervensi pemerintah dalam pasar monopoli dan oligopoly bertujuan untuk mempengaruhi harga, jumlah yang diproduksi, dan distribusi pendapatan dari kegiatan ekonomi. Intervensi itu dilaksanakan melalui 2 cara, yaitu: Peraturan (regulation) dan Undang-undang anti-monopoli. Antitrust law merupakan undang-undang yang mengatur tentang praktik bisnis yang tidak kompetitif dan tidak adil. Istilah antitrust diambil dari kata trust yang berarti penggabungan sekelompok perusahaan untuk membagi-bagi pasar dan membatasi persaingan. Istilah trust juga dikenal dengan kartel. Tujuan utama undang-undang antitrust di antaranya: a. Melindungi dan menjaga kelangsungan kompetisi b. Melindungi konsumen dengan melarang praktek bisnis yang curang dan tidak adil c. Melindungi praktek bisnis kecil dari tekanan ekonomi oleh perusahaan- perusahaan besar d. Menjaga kelangsungan nilai-nilai dan kebiasaan kehidupan kota kecil Tujuan-tujuan ini akan tercapai manakala terdapat kebebasan masyarakat dalam memilih produk-produk yang hendak dikonsumsinya. Bentuk-bentuk pilihan masyarakat itu diwujudkan dalam keunggulan harga (price), kualitas (quality), ketepatan penyerahan (delivery), dan layanan (service). Berbagai keunggulan yang dituntut masyarakat tersebut akan mengarahkan produsen menjadi lebih efisien dalam menjalankan usahanya. Undang-undang lahir karena ada kebutuhan, yang bisa berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Amerika, Eropa, maupun Asia mempunyai alasan yang berbeda sewaktu melahirkan ataupun mengubah undang-undang anti-monopoli.
Regulasi Antitrust di Amerika Di Amerika terdapat regulasi yang mengatur tentang kegiatan monopoli yang dikenal sebagai Sherman Act pada tahun 1980. Undang-undang ini melarang setiap bentuk praktek monopoli atas suatu produk atau pemasaran barang dan atau jasa yang menghambat perdagangan (barrier trade) dalam kegiatan bisnis dan melindungi usaha kecil yang lemah. Sherman Act merupakan pencetus pertama dari undang-undang antitrust, peraturan ini terdiri dari tiga poin: a. Melarang kontrak, kombinasi, atau konspirasi yang dapat mengendalikan perdagangan b. Melarang terjadinya monopoli dan segala usaha untuk memonopoli perdagangan c. Menyediakan pelaksanaan hukum oleh departemen kehakiman dan mengotorisasi hukuman jika terjadi pelanggaran. Larangan praktek monopoli dalam The Sherman Act ditekankan pada penguasaan produksi dan pemasaran atas barang/jasa satu pelaku atau kelompok pelaku usaha dengan unsur larangan monopoli ini, yakni possesion of monopoly power in relevant market; willfull acquisition or maintenance of that power. Artinya, kekuasaan atas monopoli merupakan hal yang penting dalam pemasaran, karena keinginan pengambilalihan atau menjaga agar kekuasaan tersebut tetap ada agar tidak ada persaingan pihak lain. Tahun 1914 muncul Clayton Act sebagai penyempurnaan untuk memperjelas ambiguitas dan ketidakpastian dari Sherman Act. Clayton Act terdiri dari: a. Melarang terjadinya diskriminasi harga oleh penjual b. Melarang suatu pihak melakukan pembelian barang/jasa yang tidak diperlukan demi memperoleh barang/jasa lain yang diinginkan c. Melarang perusahaan untuk melakukan merger yang dapat memicu terjadinya monopoli d. Melarang adanya direktorat yang sama pada perusahaan yang saling bersaing Pada tahun 1976 Kongres Amerika Serikat membentuk peraturan baru dan terpisah yang disebut Antitrust Impovements Act untuk memperkuat peran pemerintah dalam penerapan ketiga undang-undang sebelumnya. Peraturan ini: a. Mensyaratkan perusahaan-perusahaan untuk menyampaikan kepada Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan jika akan melakukan merger dan akuisisi. b. Memperluas kekuatan pemeriksaan Departemen Kehakiman dalam bidang antitrust. c. Memberi otorisasi kepada pengacara umum di 50 negara bagian untuk menuntut perusahaan-perusahaan yang melakukan pengaturan harga dan untuk memperbaiki kerugian yang dialami konsumen. Regulasi Antitrust di Indonesia Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-undang Anti Monopoli). Tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat, mencegah praktek monopoli dan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Ada beberapa ketentuan mengenai larangan terhadap beberapa hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut, ialah mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Larangan melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. b. Larangan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Selain itu terdapat, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 2004 Undang-undang ini sebagian mengatur tentang program penguatan institusi pasar. Di mana pasar dalam kaitan ini diuraikan sebagai suatu entitas kelembagaan ekonomi yang merupakan interaksi ekonomi di antara pelaku pasar, institusi pasar, dan perangkat peraturan yang bekerja dalam mekanisme suatu pasar. Mekanisme pasar yang berkeadilan ditandai oleh peran serta penuh oleh rakyat dan kesempatan yang sama dalam mengakses sumber-sumber ekonomi. Kedua prinsip tersebut diharapkan dapat bermuara pada alokasi sumber daya yang efisien, transparan, dan hubungan yang saling menguntungkan di antara pelaku usaha. Ketidaksempurnaan pasar secara umum ditandai oleh kesenjangan kemampuan dan kesempatan di antara para pelaku pasar dan pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok pihak dan dalam penguasaan faktor produksi dan mata rantai usaha yang terjadi baik melalui integrasi vertikal maupun horizontal. Untuk mengawasi pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 (UU Antimonopoli) dibentuk suatu komisi. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU No. 5 Tahun1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No 75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Tugas dan wewenang dari KPPU sendiri diatur Pasal 35 & 36 UU No. 5/1999, antara lain adalah melakukan penilaian terhadap semua perjanjian dan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 35 UU No.5 Tahun 1999 menentukan bahwa tugas tugas KPPU terdiri dari: 1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha. 4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36. 5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5/1999. 7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.