Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

FISIKA DASAR II



DisusunOleh :

Nama : Hizkia Aharon P.
Nim : 1301186

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS
BUMI
BALIKPAPAN
2013
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
Lampiran soal
Daftar pustaka








BAB I
HUKUM KIRCHOFF
Di peralatan listrik, kita sudah biasa menjumpai serangkaian listrik yang
bercabang-cabang. Untuk menghitung besarnya arus listrik yang mengalir pada setiap
cabang yang dihasilkan oleh sumber arus listrik. Gustav Kirchhoff (1824-1887)
mengemukakan dua aturan hukum yang dapat digunakan untuk membantu
perhitungan tersebut. Hukum Kirchoff I disebut hukum titik cabang dan Hukum
Kirchhoff II disebut hukum loop.

Gambar 1.1. Foto Robert Gustav Kirchoff
1.1. Hukum kirchoff I

Di pertengahan abad 19 Gustav Robert Kirchoff (1824 1887) menemukan
cara untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian di
kenal dengan Hukum Kirchoff I.

Hukum I Kirchoff berbunyi :
jumlah kuat arus listrik yang masuk titik percabangan sama dengan jumlah
kuat arus listrik yang meninggalkan titik percabangan.



Gambar 1.2. Persamaan kuat arus listrik

Bila digambarkan dalam bentuk rangkaian bercabang maka akan diperoleh
sebagai berikut:


Gambar 1.3. rumus kuat arus pada rangkaian bercabang
Muatan listrik yang mengalir melalui rangkaian listrik bersifat kekal artinya
muatan listrik yang mengalir ke titik percabangan dalam suatu rangkaian
besarnya sama dengan muatan listrik yang keluar dari titik percabangan itu.
Perhatikan Gambar berikut.
Muatan Q
1
, Q
2
dan Q
5
menuju titik percabangan P dan muatan Q
3
dan Q
4

keluar dari titik percabangan P. Secara umum muatan listrik bersifat kekal, maka
jumlah muatan listrik yang masuk percabangan P sama dengan jumlah muatan
listrik yang keluar dari titik percabangan P. Dalam hal ini berlaku persamaan:

Gambar 1.4. persamaan muatan listrik
Jika muatan mengalir selama selang waktu t, kuat arus yang terjadi:

Gambar 1.5. persamaan muatan dengan waktu

Bagaimanakah penerapan Hukum I Kirchoff pada rangkaian listrik?

Gambar 1.6. J umlah muatan yang masuk
maupun yang keluar percabangan P tiap satuan waktu sama
Hukum I Kirchoff yang membahas kuat arus yang mengalir pada rangkaian
listrik dapat diterapkan pada rangkaian listrik tak bercabang (seri) maupun
rangkaian listrik bercabang (paralel).


1.2. Hokum Kirchoff II

Hukum Kirchoff secara keseluruhan ada 2, setelah yang diatas dijelaskan tentang
hukum beliau yang ke I. Hukum Kirchoff II dipakai untuk menentukan kuat arus
yang mengalir pada rangkaian bercabang dalam keadaan tertutup (saklar dalam
keadaan tertutup). Perhatikan gambar berikut!

Gambar 1.7. Rangkaian tertutup

Hukum Kirchoff 2 berbunyi: "Dalam rangkaian tertutup, Jumlah aljabbar
GGL (E) dan jumlah penurunan potensial sama dengan nol". Maksud dari jumlah
penurunan potensial sama dengan nol adalah tidak ada energi listrik yang hilang
dalam rangkaian tersebut, atau dalam arti semua energi listrik bisa digunakan atau
diserap.

Dari gambar diatas kuat arus yang mengalir dapat ditentukan dengan menggunakan
beberapa aturan sebagai berikut:
1) Tentukan arah putaran arusnya untuk masing-masing loop
2) Arus yang searah dengan arah perumpamaan dianggap positif
3) Arus yang mengalir dari kutub negatif ke kutup positif di dalam elemen dianggap
positif
4) Pada loop dari satu titik cabang ke titik cabang berikutnya kuat arusnya sama
5) Jika hasil perhitungan kuat arus positif maka arah perumpamaannya benar, bila
negatif berarti arah arus berlawanan dengan arah pada perumpamaan.





BAB II
HUKUM OHM

2.1. Pengertian dan bunyi Hukum Ohm

Gambar 2.1
Hukum Ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang
mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda
potensial yang diterapkan kepadanya atau juga menyatakan bahwa besar arus
yang mengalir pada suatu konduktor pada suhu tetap sebanding dengan beda
potensial antara kedua ujung-ujung konduktor.Sebuah benda penghantar
dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinyatidak bergantung
terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya.
Walaupun pernyataan ini tidak selalu berlaku untuk semua jenis penghantar,
namun istilah "hukum" tetap digunakan dengan alasan sejarah. Hukum ini
dicetuskan oleh Georg Simon Ohm, seorang fisikawan dari Jerman pada
tahun 1825 dan dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul The Galvanic
Circuit Investigated Mathematically pada tahun 1827.

Ada 2 bunyi hukum Ohm yaitu :
1. Besarnya arus listrik yang mengalir sebanding dengan besarnya beda
potensial (Tegangan). Untuk sementara tegangan dan beda potensial
dianggap sama walau sebenarnya kedua secara konsep berbeda. Secara
matematika di tuliskan I V atau V I, Untuk menghilangkan
kesebandingan ini maka perlu ditambahkan sebuah konstanta yang
kemudian di kenal dengan Hambatan (R) sehingga persamaannya menjadi
V = I.R. Dimana V adalah tegangan (volt), I adalah kuat arus (A) dan R
adalah hambatan (Ohm).
2. Perbandingan antara tegangan dengan kuat arus merupakan suatu bilangan
konstan yang disebut hambatan listrik. Secara matematika di tuliskan V/I
= R atau dituliskan V = I.R.

Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan:

Gambar 2.2
dimana I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam
satuan Ampere, Vadalah tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung
penghantar dalam satuan volt, dan Radalah nilai hambatan listrik (resistansi)
yang terdapat pada suatu penghantar dalam satuanohm.


Fungsi utama hukum Ohm adalah digunakan untuk mengetahui
hubungan tegangan dan kuat arus serta dapat digunakan untuk menentukan
suatu hambatan beban listrik tanpa menggunakan Ohmmeter. Kesimpulan
akhir hukum Ohm adalah semakin besar sumber tegangan maka semakin
besar arus yang dihasilkan. Kemudian konsep yang sering salah pada siswa
adalah hambatan listrik dipengaruhi oleh besar tegangan dan arus listrik.
Konsep ini salah, besar kecilnya hambatan listrik tidak dipengaruhi oleh besar
tegangan dan arus listrik tetapi dipengaruhi oleh panjang penampang, luas
penampang dan jenis bahan.


2.2. Konsep Hambatan Listrik

Misalkan kita punya sebatang kawat, maka didalam kawat itu
sebenarnya punya jutaan elektron yang bergerak secara acak dengan kelajuan
10 pangkat 5 m/s. Ketika kawat ini tidak kita hubungkan dengan sumber
tegangan maka elektron akan bergerak disekitar tempat nya saja, dia tidak
akan bisa jauh-jauh dari tempatnya semula. Hal ini disebabkan karena
disekitarnya berdesak desakan dengan elektron lain dan juga ada pengaruh
gaya ikat inti. Bagaimana jika kawat tersebut kita hubungkan dengan sumber
tegangan maka elektron mulai mengalir dengan kelajuan 1 mm/s. Menurut
para ahli energi yang diperoleh dari sumber tegangan digunakan elektron
untuk berpindah, dan saat berpindah elektron juga mengeluarkan energi.
Dalam perjalanannya elektron juga mendapat halangan elektron elektron
yang lain. Besarnya halangan yang dialami elektron inilah yang disebut
dengan hambatan listrik suatu benda.
Seperti penjelasan awal tadi hambatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
panjang, luas dan jenis bahan. Hambatan berbading lurus dengan panjang
benda, semakin panjang maka semakin besar hambatan suatu benda.
Hambatan juga berbading terbalik dengan luas penampang benda, semakin
luas penampangnya maka semakin kecil hambatannya.. Inilah alasan mengapa
kabel tiang listrik dibuat besar-besar, tujuannya adalah untuk memperkecil
hambatan sehingga tegangan bisa mengalir dengan mudah. Hambatan juga
berbanding lurus dengan jenis benda (hambatan jenis) semakin besar
hambatan jenisnya maka semakin besar hambatan benda itu. Secara
matematika dapat dituliskan :


Gambar 2.3 persamaan hambatan

dimana adalah hambatan jenis (ohm/m), L adalah panjang benda (m) dan A
adalah luas penampang (m kuadrat) biasanya luas penampang bentuknya
lingkaran.


2.3. Rangkaian Resistor Seri dan Paralel

Untuk menghitung resistansi total pada resistor yang disusun secara
seri dan paralel memerlukan suatu perhitungan matematika yang tidak terlalu
sulit. Jika menghitung resistansi total pada resistor seri dapat dilakukan cara
menjumlahkan secara langsung seluruh resistor yang terhubung seri
sedangkan pada resistor paralel membutuhkan perhitungan khusus.
1) Untuk rangkaian resistor seri :

Gambar 2.4 rangkaian resistor seri

2) Untuk rangkaian resistor paralel:

Gambar 2.5 rangkaian resistor paralel

















BAB III
LISTRIK MAGNET
3.1. Pengertian Listrik magnet

Pada pelajaran listrik telah dikaji bahwa jika sebuah muatan diletakkan dalam
medan listrik, ia mengalami gaya listrik dan energi listriknya dapat dipakai
sebagai tenaga gerak untuk berpindah tempat. Hal yang sama terjadi pada
magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi
perubahan dalam ruang ini, yaitu pada setiap titik dalam ruang akan terdapat
medan magnetik.
Arah medan magnetik di suatu titik didefinisikan sebagai arah yang
ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik
tersebut. Perhatikan Gambar 3.1a.



(a) (b)
Gambar 3.1. (a) Arah medan magnet, (b) Garis-garis medan magnet
Sama seperti medan listrik, medan magnetikpun dapat digambarkan dalam bentuk
garis-garis khayal yang disebut garis medan magnetik. Garis medan magnetik dapat
digambarkan dengan pertolongan sebuah kompas. Untuk menunjukkan garis medan
magnet yang disebabkan oleh sebuah magnet batang, dilakukan dengan jarum
kompas. Arah medan magnetik di suatu titik pada garis medan ini ditunjukkan
dengan arah garis singgung di titik tersebut. Gambar 3.1(b) menunjukkan garis-garis
medan magnetik.
Selama bertahun-tahun Hans Cristian Oersted, seorang guru fisika dari
Denmark, mempercayai ada suatu hubungan antara kelistrikan dan kemagnetan,
namun dia tidak dapat membuktikan secara eksperimen. Baru pada tahun 1820 dia
akhirnya Oersted mengamati bahwa ketika sebuah kompas diletakkan dekat kawat
berarus, jarum kompas tersebut menyimpang atau bergerak, segera setelah arus
mengalir melalui kawat tersebut. Ketika arah arus tersebut dibalik, jarum kompas
tersebut bergerak dengan arah sebaliknya. Jika tidak ada arus listrik mengalir melalui
kawat tersebut, jarum kompas tersebut tetap diam. Karena sebuah jarum kompas
hanya disimpangkan oleh suatu medan magnet, Oersted menyimpulkan bahwa suatu
arus listrik menghasilkan suatu medan magnet.


Gambar 3.2. Arus yang mengalir melalui sebuah kawat akan menimbulkan medan
magnet
Perhatikan Gambar 3.2, ketika kompas-kompas kecil tersebut diletakkan di sekitar
penghantar lurus yang tidak dialiri arus listrik, jarum-jarum kompas tersebut sejajar
(semuanya menunjuk ke satu arah). Keadaan ini memperlihatkan bahwa jarum
kompas tersebut hanya dipengaruhi oleh medan magnet Bumi. Dengan demikian
suatu arus listrik yang mengalir melalui sebuah kawat menimbulkan medan magnet
yang arahnya bergantung pada arah arus listrik tersebut. Garis gaya magnet yang
dihasilkan oleh arus dalam sebuah kawat lurus berbentuk lingkaran dengan kawat
berada di pusat lingkaran.
Oersted mengamati bahwa ketika sebuah kompas diletakkan dekat kawat
berarus, jarum kompas tersebut menyimpang atau bergerak, segera setelah arus
mengalir melalui kawat tersebut. Ketika arah arus tersebut dibalik, jarum kompas
tersebut bergerak dengan arah sebaliknya. Jika tidak ada arus listrik mengalir melalui
kawat tersebut, jarum kompas tersebut tetap diam. Karena sebuah jarum kompas
hanya disimpangkan oleh suatu medan magnet, Oersted menyimpulkan bahwa suatu
arus listrik menghasilkan suatu medan magnet..
3.2. Hukum Biot Savart
Sebuah kawat apabila dialiri oleh arus listrik akan menghasilkan medan
magnet yang garis-garis gayanya berupa lingkaran-lingkaran yang berada di
sekitar kawat tersebut. Arah dari garis-garis gaya magnet ditentukan dengan
kaidah tangan kanan (apabila kita menggenggam tangan kanan ibu jari sebagai
arah arus listrik sedang keempat jari yang lain merupakan arah medan magnet)
Apabila sebuah jarum kompas ditempatkan disekitar kawat berarus ( lihat
gambar), maka jarum kompas akan mengarah sedemikian sehinga selalu
mengikuti arah medan magnet. Kuat medan magnet di suatu titik di sekitar
kawat berarus listrik disebut induksi magnet (B).
Besar Induksi maget (B) oleh Biot dan Savart dinyatakan :
Berbanding lurus dengan arus listrik (I)
Berbanding lurus dengan panjang elemen kawat penghantar ()
Berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik itu ke elemen kawat
penghantar
Berbanding lurus dengan sinus sudut antara arah arus dan garis penghubung
titik itu ke elemen kawat penghantar

3.3. Medan magnet di sekitar kawat lurus berarus listrik
Di sekitar kawat yang berarus listrik terdapat medan yang dapat
mempengaruhi posisi magnet lain. Magnet jarum kompas dapat menyimpang
dari posisi normalnya bila dipengaruhi oleh medan magnet. Percobaan ini
pertama kali dilakukan oleh Oersted pada tahun 1820. Untuk melihat model
percobaan ini lihat bagian kerja ilmiah. Berdasarkan percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa arus listrik (muatan yang bergerak) dapat menimbulkan
medan magnetik.
Pada pembahasan listrik statis telah dibahas bahwa muatan listrik statis tidak
berinteraksi dengan batang magnet. Penemuan Oersted telah membuka wawasan
baru mengenai hubungan listrik dan magnet, yaitu bahwa suatu muatan listrik
dapat berinteraksi dengan magnet ketika muatan itu bergerak. Penemuan ini
membangkitkan kembali teori tentang muatan magnet, yaitu bahwa magnet
terdiri dari muatan listrik. Ampere mengusulkan bahwa sesungguhnya batang
magnet yang statis (diam) itu terdiri dari muatan-muatan listrik yang senantiasa
bergerak dan kemagnetan itu adalah suatu fenomena. Konsep muatan magnet
dari Ampere ini akan kita bahas nanti (lihat konsep Ampere).
3.4. Arah Medan Magnetik Akibat Kawat Berarus
Arah medan magnetik yang disebabkan oleh kawat berarus dapat ditentukan
dengan 2 cara:
3.4.1. Dengan menggunakan jarum kompas

Suatu jarum kompas yang ditempatkan dalam suatu medan magnetik akan
mensejajarkan dirinya dengan garis medan magnetik. Kutub utaranya akan
menunjukkan arah medan magnetik di titik itu.(Perhatikan Gambar 3.3.a).

Gambar 3.3.a Gambar 3.3.b

Sekarang amati jarum sebuah kompas yang digerakkan pada titik sekitar
kawat berarus. Jarum kompas tampak bergerak sesuai dengan arah garis
singgung lingkaran yang berpusat pada kawat.(Perhatikan Gambar 3.3.b).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa arah garis medan magnetik akibat
kawat berarus adalah sejajar garis singgung lingkaran-lingkaran yang
berpusat pada kawat dengan arahnya ditunjukkan oleh kutub utara kompas.

3.4.2 Dengan aturan tangan kanan
Genggam kawat dengan tangan kanan Anda sedemikian
sehingga ibu jari Anda menunjukkan arah arus. Arah putaran
genggaman keempat jari Anda menunjukkan arah medan magnetik.
Perhatikan Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Aturan kaidah tangan kanan

3.5. Medan magnet di sekitar kawawt melingkar berarus listrik
Besar dan arah medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dapat
ditentukan dengan rumus :


Gambar 3.5.medan magnet di kawat melingkar

Keterangan:
BP = Induksi magnet di P pada sumbu kawat melingkar dalam tesla ( T)
I = kuat arus pada kawat dalam ampere ( A )
a = jari-jari kawat melingkar dalam meter ( m )
r = jarak P ke lingkaran kawat dalam meter ( m )
= sudut antara sumbu kawat dan garis hubung P ke titik pada lingkaran
kawat dalam derajad ()
x = jarak titik P ke pusat lingkaran dalam mater ( m )
dimana
Besarnya medan magnet di pusat kawat melingkar dapat dihitung

B = Medan magnet dalam tesla ( T )
o = permeabilitas ruang hampa = 4 . 10 -7 Wb/amp. m
I = Kuat arus listrik dalam ampere ( A )
a = jarak titik P dari kawat dalam meter (m)
= jari-jari lingkaran yang dibuat
Arah ditentukan dengan kaidah tangan kanan. Sebuah kawat melingkar
berada pada sebuah bidang mendatar dengan dialiri arus listrik. Apabila kawat
melingkar tersebut dialiri arus listrik dengan arah tertentu maka disumbu pusat
lingkaran akan muncul medan magnet dengan arah tertentu. Arah medan magnet
ini ditentukan dengan kaidah tangan kanan.
Dengan aturan sebagai berikut:
Apabila tangan kanan kita menggenggam maka arah ibu jari menunjukkan arah
medan magnet sedangkan keempat jari yang lain menunjukkan arah arus listrik
Keterangan gambar :


3.6. Medan magnet pada selonoida
Sebuah kawat dibentuk seperti spiral yang selanjutnya disebut kumparan ,
apabila dialiri arus listrik maka akan berfungsi seperti magnet batang. Kumparan
ini disebut dengan Solenida. Besarnya medan magnet disumbu pusat (titik O)
Solenoida dapat dihitung

Bo = medan magnet pada pusat solenoida dalam tesla ( T )
0 = permeabilitas ruang hampa = 4 . 10
-7
Wb/amp. M
I = kuat arus listrik dalam ampere ( A )
N = jumlah lilitan dalam solenoida
L = panjang solenoida dalam meter ( m )

Dengan arah medan magnet ditentukan dengan kaidah tangan kanan. Arah
arus menentukan arah medan magnet pada Solenoida.

Gambar 3.6.
Besarnya medan magnet di ujung Solenida (titik P) dapat dihitung:


BP = Medan magnet diujung Solenoida dalam tesla ( T )
N = jumlah lilitan pada Solenoida dalam lilitan
I = kuat arus listrik dalam ampere ( A )
L = Panjang Solenoida dalam meter ( m )










BAB IV
RESONASI BUNYI

4.1. Resonasi
Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena ada benda lain
yang bergetar dan memiliki frekuensi yang sama atau kelipatan bilangan bulat
dari frekuensi itu. Resonansi sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, resonansi bunyi pada kolom udara dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan bunyi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat berbagai
macam alat musik. Alat musik pada umumnya dibuat berlubang agar terjadi
resonansi udara sehingga suara alat musik tersebut menjadi nyaring. Contoh alat
musik itu antara lain: seruling, kendang, beduk, ketipung dan sebagainya.
Resonansi sangat penting di dalam dunia musik. Dawai tidak dapat
menghasilkan nada yang nyaring tanpa adanya kotak resonansi. Pada gitar
terdapat kotak atau ruang udara tempat udara ikut bergetar apabila senar gitar
dipetik. Udara di dalam kotak ini bergerak dengan frekuensi yang sama dengan
yang dihasilkan oleh senar gitar. Udara yang mengisi tabung gamelan juga akan
ikut bergetar jika lempengan logam pada gamelan tersebut dipukul. Tanpa
adanya tabung kolom udara di bawah lempengan logamnya, Anda tidak dapat
mendengar nyaringnya bunyi gamelan tersebut. Reonansi juga dipahami untuk
mengukur kecepatan perambatan bunyi di udara. Untuk mengetahui proses
resonansi, kita tinjau dua garputala yang saling beresonansi seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Dua garputala yang saling beresonansi

Jika garputala dipukul, garputala tersebut akan bergetar. Frekuensi bunyi yang
dihasilkan bergantung pada bentuk, besar, dan bahan garputala tersebut.
4.1.1. RESONASI PADA KOLOM UDARA
Apabila pada kolom udara yang terletak di atas permukaan air
digetarkan sebuah garputala, molekul-molekul di dalam udara tersebut
akan bergetar. Perhatikan Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Sebuah kolom udara di atas permukaan
air digetarkan oleh sebuah garputala
Syarat terjadinya reronansi, yaitu:
(a) pada permukaan air harus terbentuk simpul gelombang;
(b) pada ujung tabung bagian atas merupakan perut gelombang.
Peristiwa resonansi terjadi sesuai dengan getaran udara pada pipa organa
tertutup. Jadi, resonansi petama akan terjadi jika panjang kolom udara di atas air
, resonansi ke dua , resonansi ke tiga 5/4 , dan seterusnya.
Kolom udara pada percobaan penentuan resonansi di atas berfungsi sebagai
tabung resonator. Peristiwa resonansi ini dapat dipakai untuk mengukur
kecepatan perambatan bunyi di udara. Agar dapat terjadi resonansi, panjang
kolom udaranya adalah l = (2n-1) dengan n = 1, 2, 3, . . .
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditentukan bahwa resonansi bertuturutan
dapat Anda dengar apabila suatu resonansi dengan resonansi berikutnya
memiliki jarak l = . Jika frekuensi garputala diketahui, cepat rambat
gelombang bunyi di udara dapat diperoleh melalui hubungan:
v= f ....................................................(4.1.)
Peristiwa resonansi juga dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya, gelas piala bertangkai bisa pecah bila diletakkan didekat
penyanyi yang sedang menyanyi. Hal ini terjadi karena gelas memiliki frekuensi
alami yang sama dengan suara penyanyi sehingga gelas mengalami resonansi
dan mengakibatkan pecahnya gelas tersebut. Peristiwa resonansi juga dapat
menyebabkan runtuhnya jembatan gantung jika frekuensi hentakan kaki serentak
orang yang berbaris di atas jembatan gantung sama dengan frekuensi alami
jembatan sehingga jembatan akan berayun hebat dan dapat menyebabkan
runtuhnya jembatan.

4.2 Gelombang Bunyi pada Dawai atau Senar
Anda tentu pernah melihat orang memainkan gitar. Pada senar atau dawai pada
gitar kedua ujungnya terikat dan jika digetarkan akan membentuk suatu
gelombang stasioner. Getaran ini akan menghasilkan bunyi dengan nada tertentu,
tergantung pada jumlah gelombang yang terbentuk pada dawai tersebut. Pola
gelombang stasioner ketika terjadi nada dasar (harmonik pertama), nada atas
pertama (harmonik kedua) dan nada atas kedua (harmonik ke tiga) ditunjukkan
pada Gambar 3.6.

Gambar 4.3. Pola Panjang Gelombang pada Dawai.

Frekuensi nada yang dihasilkan tergantung pada pola gelombang yang terbentuk.
Secara umum, ketiga panjang gelombang di atas dapat dinyatakan dengan
persamaan :

(4.2
)

Dengan demikian, frekuensi nada yang dihasilkan dawai memenuhi persamaan

(4.2
)

Dengan demikian, frekuensi nada yang dihasilkan dawai memenuhi
persamaan :

(4.3
)

Keterangan :
v : Cepat rambat gelombang pada dawai (m/s)
f
n

: Frekuensi nada ke-n (Hz)

n

: Panjang gelombang ke-n
L : Panjang dawai
n : Bilangan yang menyatakan nada dasar, nada atas ke-1, dst. (0, 1,
2, ...)
4.2.1. Pola gelombang pada Dawai
Contoh pemanfaatan dawai ini adalah gitar. Pernahkah kalian bermain
gitar? Apa yang terjadi saat dawai itu dipetik? Jika ada dawai yang terikat kedua
ujungnya, maka saat terpetik dapat terjadi pola-pola gelombang seperti pada
Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Pola gelombang pada dawai

Kemungkinan pertama terjadi seperti pada Gambar 4.4(a). Pola ini disebut
nada dasar (n = 0). Pada gelombang stasionernya terjadi 2 simpul dan 1 perut
dan memenuhi l = 1/2. Jika dipetik di tengah dawai, maka akan terbentuk pola
gelombang seperti Gambar 4.4.(b). Ada 3 simpul dan 2 perut. Pola ini
dinamakan nada atas pertama (n =1) dan berlaku l = . Sedangkan pada Gambar
4.4.(c) dinamakan nada atas kedua, l = 3/2. Jika pola gelombangnya
digambarkan terus, maka setiap kenaikan satu nada akan bertambah
gelombang lagi. Sifat dawai ini dapat dituliskan seperti berikut.
Pola gelombang dawai nada ,
n = 0, 1, 2, ...
panjang, l = , , 3/2, ....
Bagaimana jika ingin menghitung frekuensi nadanya? Sesuai sifat
gelombang, pada bunyi juga berlaku hubungan v = f. Panjang gelombang
dapat ditentukan, v dapat ditentukan dari hukum Melde, v = . Dengan
demikian, pada nada dasar dapat berlaku:
l=1/2; = 2l
.........................................(4.4)

4.3. Pipa Organa
Pipa organa merupakan sejenis alat musik tiup. Bisa dicontohkan sebagai
seruling bambu. Anda tentu pernah melihat bahwa ada dua jenis seruling bambu.
Demikian juga dengan karakteristik pipa organa. Ada pipa organa terbuka (kedua
ujungnya terbuka) dan pipa organa tertutup (salah satu ujungnya tertutup).
Pipa organa merupakan semua pipa yang berongga di dalamnya, bahkan Anda
dapat membuatnya dari pipa paralon. Pipa organa ini ada dua jenis yaitu pipa
organa terbuka berarti kedua ujungnya terbuka dan pipa organa tertutup berarti
salah satu ujungnya tertutup dan ujung lain terbuka. Kedua jenis pipa ini
memiliki pola gelombang yang berbeda.

4.3.1. Pipa Organa Terbuka

Jika pipa organa ditiup, maka udara-udara dalam pipa akan bergetar
sehingga menghasilkan bunyi. Gelombang yang terjadi merupakan
gelombang longitudinal. Kolom udara dapat beresonansi, artinya dapat
bergetar. Kenyataan ini digunakan pada alat musik yang dinamakan
Organa, baik organa dengan pipa tertutup maupun pipa terbuka. Pola
gelombang untuk nada dasar ditunjukkan pada Gambar 3.7. Panjang
kolom udara (pipa) sama dengan (jarak antara perut berdekatan).

Gambar: 4.5.Pipa Organa Terbuka
Dengan demikian L = atau
1
= 2L
Dan frekuensi nada dasar adalah
f
1
= (4.5)
Pada resonansi berikutnya dengan panjang gelombang
2
disebut
nada atas pertama, ditunjukkan pada Gambar 3.7b. Ini terjadi dengan
menyisipkan sebuah simpul, sehingga terjai 3 perut dan 2 simpul.
Panjang pipa sama dengan
2.
Dengan demikian, L =
2
atau
2
= L
Dan frekuensi nada atas kesatu ini adalah
f
2
= (4.6)
Tampaknya persamaan frekuensi untuk pipa organa terbuka sama
dengan persamaan frekuensi untuk tali yang terikat kedua ujungnya. Oleh
karena itu, persamaan umum frekuensi alami atau frekuensi resonansi
pipa organa harus sama dengan persamaan umum untuk tali yang terikat
kedua ujungnya, yaitu
............................................................(4.6)
Dengan v = cepat rambat bunyi dalam kolom udara dan n = 1, 2, 3, . . . .
Jadi, pada pipa organa terbuka semua harmonik (ganjil dan genap)
muncul, dan frekuensi harmonik merupakan kelipatan bulat dari
harmonik kesatunya. Flute dan rekorder adalah contoh instrumen yang
berprilaku seperti pipa organa terbuka dengan semua harmonik muncul.


4.3.2. Pipa Organa Tertutup

Jika ujung pipa organa tertutup, maka pipa organa itu disebut pipa
organa tertutup. Pada ujung pipa tertutup, udara tidak bebas bergerak,
sehingga pada ujung pipa selalu terjadi simpul. Tiga keadaan resonansi di
dalam pipa organa tertutup ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 4.6.Pipa Organa Tertutup
Pola gelombang untuk nada dasar ditunjukkan pada gambar 3.8a,
yaitu terjadi 1 perut dan 1 simpul. Panjang pipa sama dengan (jarak
antara simpul dan perut berdekatan). Dengan demikian, atau
1
=
4L, dan frekuensi nada dasar adalah
.......................................(4.7)
Pola resonansi berikutnya dengan panjang gelombang
3
disebut nada
atas pertama, ditunjukkan pada gambar 3.8b. Ini terjadi dengan
menyisipkan sebuah simpul, sehingga terjadi 2 perut dan 2 simpul.
Panjang simpul sama dengan . Dengan demikian, atau
, dan frekuensi nada atas kesatu ini adalah
.....................................(4.8)
Perhatikan bahwa frekuensi ini sama dengan tiga kali frekuensi nada
dasar. Selanjutnya akan Anda peroleh bahwa frekuensi nada atas kedua,
yang getarannya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8c adalah
(4.9)
Tampak bahwa pada kasus pipa organa tertutup hanya harmonik-
harmonik ganjil yang muncul. Harmonik kesatu, f
1
, harmonik ketiga f
3
=
3f
1
, harmonik kelima f
5
= 5f
1
, dan seterusnya. Secara umum, frekuensi-
frekuensi alami pipa organa tertutup ini dinyatakan oleh :
.............................(4.10)
Alat musik yang termasuk keluarga klarinet merupakan contoh pipa
organa tertutup dengan harmonik ganjil untuk nada-nada rendah
4.4. Efek Doppler
Fenomena perubahan frekuensi karena pengaruh gerak relatif antara sumber
bunyi dan pendengar, pertama kali diamati oleh Christian Doppler. Jika antara
sumber bunyi dan pendengar tidak ada gerakan relatif, maka frekuensi sumber
bunyi dan frekuensi bunyi yang didengar oleh seseorang adalah sama. Namun,
jika antara sumber bunyi dan si pendengar ada gerak relatif, ternyata antara
frekuensi sumber bunyi dan frekuensi bunyi yang didengar tidaklah sama. Suatu
contoh, misalnya ketika Anda naik bis dan berpapasan dengan bis lain yang
sedang membunyikan klakson, maka akan terdengar suara yang lebih tinggi,
berarti frekuensinya lebih besar dan sebaliknya ketika bis menjauhi anda, bunyi
klakson terdengar lebih rendah, karena frekuensi bunyi yang didengar berkurang.
Peristiwa ini dinamakan Efek Doppler.
Jadi, Effek Doppler adalah peristiwa berubahnya harga frekuensi bunyi yang
diterima oleh pendengar (P) dari frekuensi suatu sumber bunyi (S) apabila terjadi
gerakan relatif antara P dan S. Oleh Doppler dirumuskan sebagai :
.........................................................(4.11)
Dengan :
f
P
adalah frekuensi yang didengar oleh pendengar.
f
S
adalah frekuensi yang dipancarkan oleh sumber bunyi.
v
P
adalah kecepatan pendengar.
v
S
adalah kecepatan sumber bunyi.
v adalah kecepatan bunyi di udara.

Tanda + untuk v
P
dipakai bila pendengar bergerak mendekati sumber bunyi.
Tanda - untuk v
P
dipakai bila pendengar bergerak menjauhi sumber bunyi.
Tanda + untuk v
S
dipakai bila sumber bunyi bergerak menjauhi pendengar.
Tanda - untuk v
S
dipakai bila sumber bunyi bergerak mendekati pendengar
4.4.1. Pengaruh Angin
Persamaan (3.24) untuk efek Doppler diperoleh dengan mengabaikan
kecepatan angin v
w
. Jika kecepatan angin cukup berarti sehingga tak dapat
diabaikan, maka kecepatan angin v
w
harus dimasukkan ke dalam
persamaan efek Doppler. Dengan demikian efek Doppler dengan
memasukkan pengaruh angin adalah
....................................(4.12)
Perjanjian tanda untuk v
w
sama seperti v
p
dan v
s
yaitu positif jika
searah dengan arah dari sumber ke pendengar.

4.5. Intensitas dan Taraf Intensitas Bunyi
4.5.1. Intensitas
Intensitas didefinisikan sebagai energi yang dipindahkan tiap satuan luas
tiap satuan waktu. Karena energi tiap satuan waktu kita ketahui sebagai
pengertian daya, maka intensitas bisa dikatakan juga daya tiap satuan luas.
Secara matematis :

(4
.13)
Keterangan :
I : Intensitas bunyi (W/m
2
)
P : Energi tiap waktu atau daya (W)
A : Luas (m
2
)

Jika sumber bunyi memancarkan ke segala arah sama besar (isotropik),
luas yang dimaksud sama dengan luas permukaan bola, yaitu :

(4
.14)
Sehingga, persamaan (3.21) dapat kita modifikasi menjadi :

(4
.15)
Persamaan 3.23 tersebut menunjukkan bahwa intensitas bunyi yang
didengar di suatu titik (tempat) berbanding terbalik dengan kuadrat
jaraknya.
Intensitas bunyi terendah yang umumnya didengar manusia memiliki nilai
10
-12
W/m
2
. Biasanya disebut sebagai intensitas ambang (I
0
). Jangkauan
intensitas bunyi ini sangat lebar berkaitan dengan kuat bunyi, sehingga
secara tidak langsung kuat bunyi sebanding dengan intensitasnya.

4.5.2. Taraf Intensitas Bunyi
Hubungan antara kuat bunyi dan intensitas bunyi diberikan oleh
Alexander Graham Bell dengan mendefiniskannya sebagai taraf intensitas
bunyi. Taraf Intensitas Bunyi adalah logaritma perbandingan intensitas
bunyi terhadap intensitas ambang. Secara matematis, taraf intensitas bunyi
didefinisikan sebagai :

(4
.16)
Keterangan :
T
I
: Taraf intensitas bunyi (desiBell disingkat dB)
I : Intensitas bunyi (W/m
2
)
I
0

: Intensitas ambang pendengaran manusia (10
-
12
W/m
2


Untuk n buah sumber bunyi identik, misalnya ada n sirine yang
dinyalakan bersama-sama, maka besarnya taraf intensitas bunyi
dinyatakan sebagai :

(4
.17)
TI
1
adalah taraf intensitas bunyi untuk satu buah sumber.
Jika didengar di dua titik yang jaraknya berbeda, besar intensitas bunyi di
titik ke-2 bisa dinyatakan sebagai :

(4
.18)

4.6. Aplikasi Gelombang Bunyi
a. Aplikasi ultrasonic
Gelombang ultrasonik dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan
antara lain:
1) Kacamata tunanetra, dilengkapi dengan alat pengirim dan penerima
ultrasonik memanfaatkan pengiriman dan penerimaan ultrasonik.
Perhatikan bentuk kaca tuna netra pada gambar berikut.

Gambar 4.7. kaca mata tunanetra

2) Mengukur kedalaman laut, untuk menentukan kedalaman laut (d) jika
diketahui cepat rambat bunyi (v) dan selang waktu (t), pengiriman dan
penerimaan pulsa adalah :
(4.19)

Gambar 4.8. pemancaran dan penerimaan gelombang
Ultrasonic oleh kapal

3) Alat kedokteran, misalnya pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Sebagai contoh, scaning ultrasonic dilakukan dengan menggerak-gerakan
probe di sekitar kulit perut ibu yang hamil akan menampilkan gambar
sebuah janin di layar monitor. Dengan mengamati gambar janin, dokter
dapat memonitor pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan janin.
Tidak seperti pemeriksaan dengan sinar X, pemeriksaan ultrasonik adalah
aman (tak berisiko), baik bagi ibu maupun janinnya karena pemerikasaan
atau pengujian dengan ultrasonic tidak merusak material yang dilewati,
maka disebutlah pengujian ultrasonic adalah pengujian tak merusak (non
destructive testing, disingkat NDT). Tehnik scanning ultrasonic juga
digunakan untuk memeriksa hati (apakah ada indikasi kanker hati atau
tidak) dan otak. Pembuatan perangkat ultrasound untuk menghilangkan
jaringan otak yang rusak tanpa harus melakukan operasi bedah otak.
Dengan cara ini, pasien tidak perlu menjalani pembedahan otak yang
berisiko tinggi. Penghilangan jaringan otak yang rusak bisa dilakukan
tanpa harus memotong dan menjahit kulit kepala atau sampai melubangi
tengkorak kepala.
b. Manfaat cepat rambat bunyi dalam kehidupan sehari-hari
1) Cepat rambat gelombang bunyi juga dimanfaatkan oleh para nelayan
untuk mengetahui siang dan malam.
2) Pada malam hari kita mendengar suara lebih jelas daripada siang hari
karena kerapatan udara pada malam hari lebih rapat dibandingkan dengan
siang hari.

c. Manfaat resonasi
Pemanfaatan resonansi pada alat musik seperti seruling, kendang, beduk dan
lainnya.
d. Manfaat pemantulan bunyi
1) Menentukan kedalamaan laut
Pada dinding kapal bagian bawah dipasang sebuah sumber getaran
(osilator). Di dekat osilator dipasang alat penerima getaran (hidrofon).
Jika waktu getaran (bunyi) merambat (t) sekonuntuk menempuh jarak
bolak-balik yaiu 2 L meter, maka cepat rambat dapat dihitung sebagai
berikut.
(4.20)
Di mana:
v = cepat rambat bunyi (m/s)
L = dalamnya laut (m)
t = waktu (t)

2) Melakukan survey gofisika
mendeteksi, menentukan lokasi dan mengklasifikasikan gangguan di
bumi atau untuk menginformasikan struktur bumi, mendeteksi lapisan
batuan yang mengandung endapan minyak
3) Prinsip pemantulan ultrasonik dapat digunakan untuk mengukur
ketebalan pelat logam, pipa dan pembungkus logam yang mudah korosi
(karat).

4) Mendeteksi retak-retak pada struktur logam
Untuk mendeteksi retak dalam struktur logam atau beton digunakan
scanning ultrasonic inilah yang digunakan untuk memeriksa retak-retak
tersembunyi pada bagian-bagian pesawat terbang, yang nanti bisa
membahayakan penerbangan pesawat. Dalam pemerikasaan rutin,
bagian-bagian penting dari pesawat di-scaning secara ultrasonic. Jika ada
retakan dalam logam, pantulan ultrasonic dari retakan akan dapat
dideteksi. Retakan ini kemudian diperiksa dan segera diatasi sebelum
pesawat diperkenankan terbang.




BAB V
KALORIMETER
5.1. Pengertian Kalorimeter

Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Kalorimeter
umumnya digunakan untuk menentukan kalor jenis suatu zat. Kalor jenis suatu
zat dapat di hitung dengan menggunakan massa air dingin, massa bahan contoh,
massa kalorimeter, dan mengukur suhu air dan bahan contoh sebelum dan
sesudah percobaan.
Ada beberapa jenis kalorimeter, yaitu:
1. Kalorimeter alumunium
2. Kalorimeter elektrik

Kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu calorimeter sebesar 10
o
C pada
air dengan massa 1 gram disebut tetapan calorimeter. Dalam proses ini berlaku
Azas Black, yaitu:
Q
lepas
= Q
teriima
Q
air panas
= Q
air dingin
+ Q
kalorimeter
m
1
c (Tp-Tc) = m
2
c (Tc-Td) + C (Tc Td)
(5.1)
Keterangan:
m
1
= massa air panas
m
2
= massa air dingin
c = kalor jenis air
C = kapasotas kalor
Tc = suhu air panas
Tp = suhu air campuran
Td = suhu air dingin
Sedang hubungan kuantitatif antara kalor dan bentuk lain energi disebut
termodinamika. Termodinamika dapat didefinisikan sebagai cabang kimia yang
menangani hubungan kalor, kerja, dan bentuk lain energi dengan kesetimbangan
dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan.
Hukum pertama termodinamika menghubungkan perubahan energi dalam suatu
proses termodinamika dengan jumlah kerja yang dilakukan pada sistem dan
jumlah kalor yang dipindahkan ke sistem (Keenan, 1980).
Hukum kedua termodinamika yaitu membahas tentang reaksi spontan dan tidak
spontan. Proses spontan yaitu reaksi yang berlangsung tanpa pengaruh luar.
Sedangkan reaksi tidak spontan tidak terjadi tanpa bantuan luar.
Hukum ketiga termodinamika menyatakan bahwa entropi dari Kristal sempurna
murni pada suhu nol mutlak ialah nol. Kristal sempurna murni pada suhu nol
mutlak menunjukan keteraturan tertinggi yang dimungkinkan dalam sistem
termodinamika. Jika suhu ditingkatkan sedikit di atas 0 K, entropi meningkat.
Entropi mutlak selalu mempunyai nilai positif.

Kalor jenis dapat diperoleh dari hubungan massa zat (m), kalor jenis zat (c) dan
perubahan suhu (T ), yang dinyatakan dalam persamaan berikut:

Q = m.c. T

Keterangan:
Q = Jumlah kalor (joule)
m = massa zat (gram)
c = kalor jenis
T = peruubahan suhu ( T
akhir
T
awal
)
Kalorimeter adalah jenis zat dalam pengukuran panas dari reaksi kimia atau
perubahan fisik. Kalorimetri termasuk penggunaan kalorimeter. Kata kalormetri
berasal dari bahasa latin yaitu calor, yang berarti panas. Kalorimetri tidak langsung
(indirect calorimetry) menghitung panas pada makhluk hidup yang memproduksi
karbon dioksida dan buangan nitrogen (ammonia, untuk organisme perairan, urea,
untuk organisme darat) atau konsumsi oksigen. Lavoisier (1780) menyatakan
bahwa produksi panas dapat diperkirakan dari konsumsi oksigen dengan
menggunakan regresi acak. Hal ini membenarkan teori energi dinamik.
Pengeluaran panas oleh makhluk hidup ditempatkan di dalam kalorimeter untuk
dilakukan langsung, di mana makhluk hidup ditempatkan di dalam kalorimeter
untuk dilakukan pengukuran. Jika benda atau sistem diisolasi dari alam, maka
temperatur harus tetap konstan. Jika energi masuk atau keluar, temperatur akan
berubah. Energi akan berpindah dari satu tempat ke tempat yang disebut dengan
panas dan kalorimetri mengukur perubahan suatu tersebut. Bersamaan dengan
kapasitas dengan kapasitas panasnya, untuk menghitung perpindahan panas.
Kalor adalah berbentuk energi yang menyebabkan suatu zat memiliki suhu. Jika
zat menerima kalor, maka zat itu akan mengalami suhu hingga tingkat tertentu
sehingga zat tersebut akan mengalami perubahan wujud, seperti perubahan wujud
dari padat menjadi cair. Sebaliknya jika suatu zat mengalami perubahan wujud dari
cair menjadi padat maka zat tersebut akan melepaskan sejumlah kalor. Dalam
Sistem Internasional (SI) satuan untuk kalor dinyatakan dalam satuan kalori (kal),
kilokalori (kkal), atau joule (J) dan kilojoule (kj).
1 kilokalori= 1000 kalori
1 kilojoule= 1000 joule
1 kalori = 4,18 joule
(5.2)

1 kalori adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 gram air
sehingga suhunya naik sebesar 1
o
C atau 1K. jumlah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu 1
o
C atau 1K dari 1 gram zat disebut kalor jenis Q=m.c. T,
satuan untuk kalor jenis adalah joule pergram perderajat Celcius (Jg
-1o
C
-1
) atau
joule pergram per Kelvin (Jg
-1o
K
-1
) (Petrucci, 1987).

5.2. Cara kerja
Sebelum zat-zat pereaksi di reaksikan di dalam calorimeter, terlebih dahulu
suhunya di ukur, dan usahakan agar masing-masing pereaksi ini memiliki suhu
yang sama. Setelah suhunya diukur kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam
calorimeter sambil diaduk agar zat-zat bereaksi dengan baik, kemudian suhu
akhir diukur.
Jika reaksi dalam calorimeter berlangsung secara eksoterm maka kalor yang
timbul akan dibebeaskan ke dalam larutan itu sehingga suhu larutan akan naik,
dan jika reaksi dalam kalorimeter berlangsung secara endoterm maka reaksi itu
akan menyerap kalor dari larutan itu sendiri, sehingga suhu larutan akan turun.
Besarnya kalor yang diserap atau dibebaskan reaksi itu adalah sebanding dengan
perubahan suhu dan massa larutan, jadi:
Q
reaksi
= m
larutan
. c
larutan
. T
(5.3)
Kalorimetri yang lebih teliti adalah yang lebih terisolasi serta
memperhitungkan kalor yang diserap oleh perangkat kalorimeter (wadah,
pengaduk, termometer). Jumlah kalor yang diserap/dibebaskan kalorimeter dapat
ditentukan jika kapasiatas kalor dari kalorimeter diketahui. Dalam hal ini jumlah
kalor yang dibebaskan /diserap oleh reaksi sama dengan jumlah kalor yang
diserap/dibebaskan oleh kalorimeter ditambah dengan jumlah kalor yang
diserap/dibebaskan oleh larutan di dalam kalorimeter. Oleh karena energi tidak
dapat dimusnahkan atau diciptakan, maka
Q
reaksi
= (-Q
kalorimeter
- Q
larutan
)
(5.4)
Kalorimeter sederhana
Pengukuran kalor reaksi, setara kalor reaksi pembakaran dapat dilakukan
dengan menggunakan kalorimeter pada tekanan tetap yaitu dengan kalorimeter
sederhana yang dibuat dan gelas stirofoam. Kalorimeter ini biasanya dipakai
untuk mengukur kalor reaksi yang reaksinya berlangsung dalam fase larutan
(misalnya reaksi netralisasi asam-basa/netralisasi, pelarutan dan pengendapan)
(Syukri, 1999).

Anda mungkin juga menyukai