Berasal dari kata vulkano atau volcano (Inggris) atau
vulkaan (Italia) atau vulkan (Belanda), berarti
gunung api Gunung api: secara prinsip mengacu pada bukaan atau kaldera, tempat magma dan gas muncul ke permukaan, melalui rekahan yang disebut pipa kepundan Pipa kepundan: rekahan yang menghubungkan dapur magma dan permukaan bumi Magma: batuan cair pijar, bersuhu >800 o C yang bersifat mobile yang berada di dalam bumi Gunung tidak selalu gunung api Gunung api tidak selalu bermorfologi gunung (tinggi) G. T.perahu G. Sunda G. Burangrang Ratu crater Upas crater Old crater Merapi Tua Merapi Muda Kubah lava Merapi Tua G. Bibi G. Batok G. Bromo G. Semeru Tengger caldera floor Volcanic Development & Caldera Filling Gp. Gajahdangak Gp. Panggung Gp. Manyaran Gp. Wuryantoro Gp. Wonodadi Kelompok Gn. Api purba Panggung Massive Tempat terbentuknya magma Tektonisme membentuk: magma dan rekahan tempat keluarnya magma ke permukaan reservoir dan kantong magma di bawah tubuh g.api Rekahan yang menghubungkan reservoir magma dengan permukaan, dilalui magma membentuk gunung api Pada tahap berikutnya tektonisme memicu meningkatkan aktivitas vulkanisme Aktivitas gunung api ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawi magmanya Sifat2 magma ditentukan oleh tatanan tektoniknya Magma toleit encer, kaya Fe-Mg, ultrabasa aliran-banjir lava Magma kalk-alkalin agak kental, kaya Ca-Mg, intermediet: membentuk g.api komposit Magma K-alkalin agak kental-kental, kaya K-Na, intermediet-asam: g.api komposit-tipe kaldera Makin kental magma intensitas aktivitas g.api makin tinggi
SiO 2
(%) Tipe magma Nama batuan Tatanan tektoniknya ~50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt ~60 Intermediet / menengah Andesit Busur kepulauan dan busur magmatik dangkal ~65 Asam / felsik rendah Si Dasit Busur magmatik: lempeng benua dengan dapur magma tengah (B) ~70 Asam / felsik kaya Si Riolit Busur magmatik: segregasi pada lempeng benua dengan dapur magma dalam (A) Terjadi jika magma menembus permukaan bumi melalui suatu bukaan/rekahan (=pipa kepundan), terbentuk secara tektonik Dapat berlangsung secara lelehan (effusif) menghasilkan lava dan letusan (eksplosif) menghasilkan rempah g.api/piroklastika Berdasarkan energi yang memicunya: Erupsi freatik dikontrol oleh tekanan gas dalam pipa kepundan, menghasilkan erupsi eksplosif gas Erupsi magmatik dikontrol oleh tekanan magma dari dapur magma/kantung magma, menghasilkan erupsi efusif Erupsi freatomagmatik dikontrol oleh tekanan gas dan magmatik, menghasilkan erupsi eksplosif bertekanan besar
Sumber: (Frazzetta et al., 1983) tipe freatik : tipe freatik : freatomagmatik : magmatik Tipe erupsi ditentukan dengan didasarkan atas tinggi kolom letusan, jangkauan material letusan dan volume material letusannya Strato (komposit): 1. Fasa pertumbuhan 2. Fasa penghancuran Tipe perisai: Magma encer Pada zona pemekaran lantai samudera Kubah lava: Magma kental Pertumbuhan dan penghancuran kubah lava Pada g.api komposit Pada kondisi yang masih utuh: geomorfologi gunungapi dapat dibagi menjadi 3 fasies, yaitu Fasies Sentral, Fasies Proximal, Fasies Medial dan Fasies Distal, didasarkan pada komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie, 1998) Identifikasi Gunung Api: present (masa kini) and past (fosil gunung api) Masa kini: Bencana geologi: letusan gunung api, semburan gas, hujan asam, lahar, tsunami Sumber daya geologi: kesuburan, bentang alam, energi panas bumi Gunung api purba (fosil gunung api): Bencana geologi: reaktivasi sesar (gempabumi), longsoran/gerakan massa Sumber daya geologi: mineral logam Au, Pb, Hg, Co, Cu, Fe dll; reservoir minyak bumi
Intensitas aktivitas g.api ditentukan oleh karakter masing2 g.api Mafik (M) atau basa non-eskplosif magma encer Intermediet (I) atau sedang eksplosif dan efusif magma agak kental Silisik (S) atau asam eksplosif magma kental Secara tektonik g.api di Indonesia bertipe strato (komposit) Ferari (1995)menentukan durasi dan interval aktivitas g.api: Tipe Kaldera tunggal berdurasi 0,846-3,8 jt tahun, interval erupsi 1467 130751 850000 tahun Tipe strato S-I: 0,6-1,8 jt tahun, interval erupsi 3 309 5300 th Tipe strato I-M: 0,24-1,3 jt tahun, interval 11550 th Tipe monogenetik: 2,987-5,7 jt tahun, interval 0 Tipe perisai: 0,647-6,2 jt tahun Berdasarkan waktu kejadiannya, dibagi menjadi empat golongan, yaitu: Jangka panjang: sekali dalam 100 tahun, contoh: G. Agung (Bali), St. Helens (USA), Pinatubo (Filipina) dan Mt. Unzen di Jepang ---- TIPE STRATO; ERUPSI VULKANIAN-PLINIAN; ILG >5 Jangka menengah: sekali dalam 50 100 tahun, Ct: G. Kie Besi (Maluku Utara)---- TIPE STRATO; ERUPSI VULKANIAN; ILG 4-5 Jangka pendek: sekali dalam 10 50 tahun, ct: G. Kelut (Jawa Timur) dan G. Gamalama (Ternate) --- TIPE STRATO; ERUPSI VULKANIAN-GUGURAN KUBAH LAVA; ILG 3-4 Jangka sangat pendek: sangat sering (sekali dalam <10 tahun), Ct: G. Merapi, G. Semeru, G. Lokon dan G. Karangetang --- TIPE STRATO; ERUPSI TIPE MERAPI; ILG 1-3 Berdasarkan proses kegiatannya, dibagi menjadi dua: Bahaya primer: secara langsung pada saat erupsi/letusan gunungapi. Bahaya sekunder: secara tidak langsung atau setelah kegiatan gunungapi berlalu atau sedang beristirahat. Bahaya Primer Bahaya Sekunder 1. Awan panas 1. Lahar hujan 2. Lontaran/ hujan batu (pijar) 2. Banjir bandang/ galodo 3. Longsoran batuan gunungapi 3. Pencemaran air tanah & permukaan 4. Lahar letusan 5. Aliran lava 4. Kekurangan air bersih dan sehat 6. Hujan abu 7. Tsunami/ gelombang pasang air laut 5. Kelaparan dan penyakit menular 8. Gas beracun 9. Gempa bumi 10. Hentakan udara & petir 11. Deformasi permukaan tanah 12. Anomali geotermal/ letusan freatik 13. Anomali air tanah 14. Lubang letusan baru Awan panas paling berbahaya; mampu bergerak sangat cepat dan bersuhu tinggi --- dapat membunuh, membakar kulit dan menimbulkan kebakaran; jangkauannya pendek awan panas guguran lebih berbahaya dari awan panas letusan karena sangat mendadak dan dapat terjadi kapan saja. Seruakan hidroklastika (base surge) letusan freatik T< dan P >>> -- - dapat mencapai jarak lk. 15 km dari lubang letusan. Makin tinggi intensitas letusan, makin luas jangkauannya; ct: letusan G. Pinatubo (1991) dg ILG ~4 dg awan panas sejauh 22 km dari kawah (Newhall & Punongbayan, 1996). letusan G. Krakatau (1883) dg ILG 6, awan panas mencapai Sumatra sejauh 30 km (Simkin & Fiske, 1983; Bronto, 1983a; Verbeek, 1885). Lahar letusan: sangat mendadak terutama di daerah hilir. Ct: G. Kelut, G. Galunggung dan G. Awu Letusan vertikal menghasilkan lontaran batu (bom/blok g.api) yang masih membara (ballistic projectiles); kecepatan ~300 m/dt , jangkauan ~5 km, menyebar ke segala arah Lontarannya bersifat merusak, memicu kebakaran, mematikan Debris g.api dapat menghasilkan material setebal 30-50 m spi 100 m Jarak longsoran sangat jauh dan sebarannya sangat luas. Ct: di G. Raung menjangkau 79 km dan seluas 100an km 2
G.api tipe strato berpotensi longsor bersekala besar. Sangat jarang terjadi, sehingga pemantauannya belum ada. Lahar adalah aliran debris bertekanan tinggi Lahar letusan dan lahar hujan Lahar letusan: adanya kawah danau ct: G. Kelut dan G. Galunggung Lahar letusan bersuhu tinggi mencapai 200 o di sekitar puncak Kecepatan lahar tinggi Lahar G. Galunggung (1982) berkecepatan 120 km/jam Lahar hujan: saat letusan terjadi hujan, ct: G. Merapi Lahar distalnya (banjir lumpur (gambar bawah) dpt mencapai kecepatan ~60 km/jam Apapun yang dilalui lahar dapat hanyut karenanya Manusia tidak dapat menghindar dari lahar jika berada di lembah sungai, dimana lahar mengalir Lahar letusan G. Kelut (1990) Lahar letusan G. Galunggung (1982) Sekala gempa vulkanik 1SR. Namun, gempa tektonik dapat memicu letusan gunungapi; ct letusan G. Colo di P. Una-una pada tahun 1983. Letusan gunungapi dapat menghasilkan gelombang supersonik: hentakan udara (air shocks) dapat memecahkan kaca jendela dari jarak beberapa kilometer bersamaan dengan lontaran bomb dan blok gunungapi. Letusan gunungapi seringdisertai halilintar; terjadi karena perbedaan muatan listrik antara bahan letusan di dalam kolom erupsi dengan atmosfer. Petir dan perpindahan muatan listrik bertenaga tinggi terjadi hingga beberapa kilometer dan dapat menyebabkan kematian. Gempabumi juga dapat memicu deformasi permukaan tanah (ground deformations) yang membentuk longsoran gravitasi, longsoran dinding kawah dan graben, dan intrusi magma dangkal. Anomali geotermal (geothermal anomalies) menyebabkan pembentukan fumarol/uap baru dapat mematikan tumbuh-tumbuhan, melabilkan lereng dan menyebabkan amblesan. Suatu sistem air tanah dimana gradien panas mendekati titik didih dapat memicu letusan freatik (ct. maar). Muncul sejak 40 ribu tahun lalu Aktivitas eksplosif sejak 10 ribu tahun lalu Komposisi magmatik basalan-andesitan Dari kisaran durasi dan interval aktivitas g.api Ferari (1995): G. Merapi masih sangat muda Jarang menunjukkan aktivitas eksplosif; didominasi oleh pertumbuhan dan guguran kubah lava Bencana yang perlu diwaspadai adalah lahar Struktur bukaan di dalam sistem gunung api Alterasi hidrotermal bawah permukaan Resistensi batuan bawah permukaan Bukaan topografi terendah di kaki kubah lava baru/aktif
Struktur bukaan di dalam sistem gunungapi Alterasi hidrotermal bawah permukaan Resistensi batuan bawah permukaan Bukaan di kaki kubah lava baru/aktif G. Merapi G. Merbabu Dataran Yogyakarta Citra LANDSAT G. Merbabu, G. Merapi, Peg. Kulonprogo, Peg. Selatan dan dataran Yogyakarta G. Merbabu G. Merbabu G. Merapi G. Sumbing Peg. Kulonprogo Peg. Selatan Dataran Yogyakarta Kolom strati- grafi daerah Yogyakarta dan sekitarnya Candi Kedulan bagian selatan Candi Kadisoko: 1950 tyl Aktivitas g.api selalu diawali dengan inflasi (penggelembukan tubuh g. api) dan diakhiri dengan deflasi (pengkerutan) Inflasi dan deflasi membentuk deformasi tubuh g.api Karena aktivitas g.api berlangsung secara berulang2, maka sesar yang ditimbulkan berskala besar Ketika aktivitas g.api telah terhenti (tidak ada suplai magma di pipa kepundan, sesar tsbt terlihat tidak aktif Begitu ada gaya, sesar (deformasi) akan sangat mudah terreaktivasi shg kerusakannya menjadi lebih besar
Naiknya magma ke permukaan menimbulkan inflasi (pembengkakan). Saat kegiatannya kembali menurun terjadi pengkerutan atau deflasi. Proses inflasi dan deflasi tersebut dianalisis untuk mengetahui perkembangan kegiatan gunungapi. Metode yang digunakan adalah: Pemantauan kemagnetan, alat yang digunakan adalah magnetometer --- memantau di permukaan Pemantauan gravitasi, alat yang digunakan gravimeter --- untuk mamantau struktur geologi bawah permukaan. Pemantauan geokimia --- untuk memantau perilaku kimiawi magma yang bergerak ke permukaan. Yang dianalisis: emisi gas di udara dan dalam tanah, air danau kawah, mata air panas, mata air dingin, air sungai berhulu di daerah puncak, dan lain-lain. Analisis kimia unsur mayor, unsur minor atau jarang tanah serta isotop. Salah satu alat untuk mendeteksi gas SO2 di udara adalah COSPEC (Correlation Spectrometer) Tingkat kegiatan gunungapi Tingkat kewaspadaan masyarakat Aktif normal (Tingkat I) Secara visual, kegempaan dan gejala gunungapi memperlihatkan kenormalan Keadaan aman, masyarakat dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan tenang, gunungapi tidak membahayakan. Waspada (Tingkat II) Terjadi peningkatan kegiatan dari data pengamatan visual, pemeriksaan kawah dan kegempaan Masyarakat lebih waspada sambil menunggu perintah lebih lanjut. Pemerintah memberikan penyuluhan, merencanakan pengadaan bahan/ peralatan, usaha penyelamatan dan pengungsian. Siaga (Tingkat III) Terjadi peningkatan yang signifikan: deformasi, gempa vulkanik, guguran dan letusan-letusan kecil Masyarakat siaga diri, penjagaan diperketat, tidak bekerja di dalam lembah atau puncak gunung dan siap mengungsi. Pemda dan instansi terkait mensiagakan sarana dan prasarana penyelamatan dan pengungsian: alat transportasi, sirine/ alarm, barak pengungsian, tenda, alat masal dll. Awas (Tingkat IV) Menjelang letusan utama, letusan awal berupa abu/asap mulai terjadi. Sesuai perintah pimpinan pemda masyarakat di kawasan rawan bencana harus mengungsi. Aparat pemerintah dan instansi terkait membantu memperlancar pengungsian The present volcano: Panas bumi (geotermal) Lahan subur Bentang alam dan udara segar Batuan bahan bangunan (andesit, pasir) Paleo volcano: Sumber daya mineral (emas, tembaga, timah hitam, cobalt, merkuri) Pada g.api berkomposisi mafik (ultra basa): dapat membentuk lapisan laterit nikel Merupakan energi terbarukan ketiga setelah hydroelectric power dan biomass energy. Sumber energi yang bersih, ramah lingkungan Dijumpai di alam sebesar 97%, kebalikan dari NPP yang 65% dan 75% batubara Mineral hasil alterasi hidrotermal mineral sulfida: Au, Hg, Pb, Co, Cu, Fe Mineral hasil alterasi lateritik: Ni, Co, Fe dll