Anda di halaman 1dari 9

REPURCHASE AGREEMENT

Menurut Wirjono Prodjodikoro, istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat
yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini
berarti bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan
uang tunai atau negotiable instruments (Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 34).
Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit,
atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk
yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004)
Surat Berharga / waarde papier / negotiable instrument adalah :Sebuah dokumen yang
diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah
uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk
membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut , baik pihak yang diberikan surat
berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan.
Contoh : Cek, wesel, Saham, Obligasi, dan lain-lain. Salah satu bentuk surat berharga adalah
Repurchase Agreement (Repo)
Repurchase Agreement (REPO) adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua
belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di
kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu
yang telah disepakati. Perihal mengenai Repo diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/2/DPM Tanggal 31 Januari 2008 Perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan
Bank Indonesia di Pasar Sekunder sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Pasar Terbuka.
REPO juga berfungsi seperti secured loan, dimana pihak pembeli akan memperoleh
instrumen efek sebagai jaminan atas jumlah dana yang diserahkan kepada pihak penjual. Pada
saat yang disepakati, bila sejumlah dana dibayarkan kembali dari pihak penjual kepada pihak
pembeli, maka instrumen efek tersebut juga dikembalikan dari pihak pembeli kepada
penjual. Walaupun dari mekanismenya mirip seperti pinjaman, namun dari sudut pandang
hukum, dalam transaksi REPO terjadi perpindahan kepemilikan atas efek yang ditransaksikan.
Instrumen yang biasanya digunakan dalam transaksi REPO diantaranya adalah Obligasi
korporasi, Obligasi Negara (Surat Utang Negara), SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan Saham.
Transaksi Repo merupakan salah satu alternatif atau memiliki peluang investasi
keuangan. Hal ini dapat dilihat dari sisi pembeli (buyer), dimana mereka akan memperoleh
return untuk jangka waktu pendek (short term) dengan tingkat bunga menarik dan relative aman
karena pihak pembeli akan memegang jaminan berupa asset atau efek milik penjual. Efek
tersebut juga bisa digunakan untuk menghindari terjadinya short positions. Sedangkan dari sisi
penjual, tranasksi Repo merupakan alternatif sumber pendanaan yang relatif murah (cheap
funding cost) dan aman, dengan cara menyerahkan atau menjaminkan asetnya yang berupa efek
tersebut. Dilihat dari jatuh temponya, REPO dapat dibedakan menjadi 3 jenis :
Overnight : jatuh tempo dalam satu hari
Term : jatuh tempo dalam kurun waktu tertentu
Open Repo : tidak ditentukan jatuh temponya.
Yang paling umum adalah Overnight (hanya satu hari) dan Term Repo, dengan tanggal
jatuh tempo yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak dalam Repurchase
Agreement, bisa sampai 1 (satu) bulan atau lebih.
Dalam transaksi Repo, umumnya nilai transaksi Repo akan berada di bawah nilai
jaminannya. Salah satu yang mempengaruhi nilai transaksi Repo ini tentunya adalah
jenis jaminannya. Sebagai contoh, untuk untuk Repo Obligasi misalnya, nilai transaksi
Reponya bisa berkisar di sekitar 70% dari nilai obligasinya. Jika nilai Obligasi yang dijaminkan
Rp 1 milyar, maka nilai uang yang bisa dipinjam sebesar Rp 700 juta. Sebaliknya untuk Repo
Saham, nilai Reponya mungkin akan berkisar sebesar 50% dari nilai saham yang dijaminkan.
Jika nilai saham yang dijaminkan adalah Rp 1 milyar, maka uang yang akan dipinjamkan hanya
sebesar Rp 500 juta. Hal ini tentunya wajar, karena harga obligasi biasanya lebih stabil dan
pergerakannya tidak terlalu fluktuatif dibandingkan dengan harga saham.
Hal lain yang akan mempengaruhi nilai transaksi Repo tentunya juga
adalahkualitas dari barang jaminannya. Jika kita menjaminkan saham Coca-Cola misalnya,
nilai yang bisa kita dapatkan tentunya akan lebih tinggi dibandingkan dengan saham PT. Antah
Berantah.
Sedangkan dilihat dari transaksinya, terdapat 2 metode yang biasa digunakan, yaitu :
Classic Repo, atau semacam Collateralized Borrowing, dimana dalam Repo tersebut
kepemilikan Efek akan tetap berada pada pihak Seller/penjual. Efek tersebut tidak dapat
ditransfer atau dijual kembali sebelum tanggal transaksi Repo tersebut jatuh tempo.
Sell/Buy Back Repo, transaksi yang melibatkan suatu transfer efek dan dana dimana
kepemilikan efek tersebut juga berpindah ke pihak Buyer/pembeli.
Dalam Sell & Buyback REPO, terjadi perpindahan Efek dan dana antara kedua belah
pihak, baik pada tahap pertama (1st leg) maupun pada tahap kedua (2nd leg). Sedangkan dalam
Collateralized Borrowing REPO, terdapat perpindahan dana, namun posisi Efek tidak berpindah
kepemilikan, hanya dilakukan pemblokiran balance Efek di rekening pemilik Efek.
Kedua jenis REPO ini dapat dilakukan terhadap jenis Efek Bersifat Ekuitas (saham,
HMETD, waran, ETF), maupun Efek Bersifat Utang (Obligasi Korporasi, Obligasi Negara, ORI,
Medium Term Notes, Promissory Notes, dan lain-lain). Pembedaan berdasarkan jenis Efek ini
disebabkan karena detail data yang harus di-input untuk masing-masing jenis Efek berbeda
1
.

Selain itu juga terdapat istilah Reverse Repo yang digunakan untuk menggambarkan
kejadian sebaliknya dari transasksi Repo. Jika penjualan efek dengan perjanjian membeli
kembali disebut transaksi Repo, maka Reverse Repo merupakan pembelian efek yang ditawarkan
dalam transaksi Repo untuk dijual kembali, atau juga disebut Buy/Sell Back, karena Reverse
Repo merupaka transaksi Repo Jual bila dilihat dari sudut pandang pembeli (buyer).
Dalam pelaksanaan transaksi Repo, terdapat beberapa issue atau kendala yang dihadapi oleh para
pihak, diantaranya adalah :
Dari aspek akuntansi, pedoman standar akuntansi hanya mengakomodir pencatatan
transaksi Repo dengan model Classic Repo, dimana aset tetap dicatatkan sebagai milik
pihak penjual (seller). Sedangkan berdasarkan metode Sell/Buy Back Repo, sebenarnya
terjadi peralihan kepemilikan aset kepada pihak pembeli (buyer).
Dari aspek hukum, apabila terdapat sengketa antara pihak yang bertransaksi, ada resiko
bahwa pengadilan akan mengkatagorikan transaksi Sel/Buy Back Repo sebagai transaksi
pinjam meminjam dengan jaminan (collateralized borrowing).
Dari aspek perpajakan, terdapat potensi pengenaan pajak berganda (dua kali), yaitu pada
1st leg dan pada 2nd leg transaction, karena seolah-olah transksi tersebut dilakukan dua
kali, padahal transaksi ini merupakan satu rangkaian transaksi Repo.
PROSES KEPEMILIKAN REPO
Hal-hal yang perlu diketahui dalam transaksi dan kepemilikan Repo, yaitu
2
:
A. Dalam melakukan transaksi Repo, terdapat dua jenis syarat :
1. Persyaratan Umum
a. Jangka waktu Repo adalah 1 (satu) hari

1
KSEI, FOKUS : Fasilitas Instruksi Penyelesaian Transaksi REPO,
[http://www.ksei.co.id/_contents/I_Fokuss/Edisi%202010/Fokuss%20Ed5-2010-FINAL.pdf], diakses pada tanggal 18 Oktober
2014
2
http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/se_100208.aspx, diakses pada tanggal 18 Oktober 2014
b. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back
c. Tingkat bunga atas transaksi Repo (Repo rate) sebesar BI-Rate yang berlaku pada
tanggal transaksi ditambah marjin 300 (tiga ratus) basis points.
2. Persyaratan dan nilai Surat Berharga
a. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah Surat Berharga dalam bentuk SBI
dan/atau SUN milik Bank sebagaimana tercatat dalam Rekening Perdagangan pada
sarana BI-SSSS (Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System)
b. Surat Berharga yang dapat direpokan memiliki sisa jangka 2 hari kerja untuk SBI
dan SPN atau 10 hari kerja untuk ON termasuk ORI dan ZCB terhitung dari tanggal
transaksi Repo jatuh waktu.
c. Surat Berharga yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal transaksi
d. Bank Indonesia menetapkan nilai jual Surat Berharga berdasarkan nominal dan
harga sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
e. Untuk menentukan nilai setelmen Penjualan Repo, Bank Indonesia menetapkan
besarnya Hair Cut masing-masing jenis Surat Berharga.
f. Harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam transaksi first leg sama dengan
harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan transaksi second leg.

B. Pengajuan Transaksi Repo
a. Window time transaksi Repo ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul
17.00 WIB pada setiap hari kerja.
b. Dalam hal transaksi Repo dilakukan pada 1 hari kerja sebelum hari libur, maka
tanggal transaksi Repo jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya.
c. Jumlah hari dalam perhitungan Repo rate yang harus dibayar oleh Bank dihitung
berdasarkan hari kalender.
C. Setelmen
a. Setelmen transaksi Repo melalui sarana BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross)
b. Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut :
a) Untuk SBI, SPN dan ZCB, yaitu: Nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan x (harga Hair Cut)
b) Untuk ON termasuk ORI, yaitu : {Nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan x (harga Hair Cut)} + Nilai atas Accrued Interest ON yang
direpokan.
c. Nilai setelmen second leg dihitung dengan cara : Nilai setelmen first leg + Nilai atas
bunga transaksi Repo
d. Setelmen SBI Repo terdiri dari setelmen penjualan SBI (first leg) dan setelmen
pembelian kembali (second leg). Bank wajib memiliki saldo SBI yang mencukupi
pada saat transaksi first leg dan wajib memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi
pada tanggal transaksi second leg.
e. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Bank dikenakan sanksi
OPT.
f. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal transaksi second leg,
atas Surat berharga yang direpokan dilakukan penyelesaian sebagai berikut :
a) Pelunasan seri SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis
melalui sarana BI-SSSS; dan/atau
b) Memperlakukan seri SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai
transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui sarana BI-SSSS.
D. Bank yang tidak memenuhi kewajiban dikenakan sanksi OPT berupa :
a. Teguran tertulis, dan
b. Kewajiban membayar sebesar 1
0
/
00
(satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang
dinyatakan batal atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan/atau
c. Penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam
hal Bank dikenakan sanksi teguran tertulis karena pembatalan transaksi kegiatan OPT
untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

KEPEMILIKAN REPO

Transaksi Repo dilakukan para pihak sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
Supaya terdapat standar dan keteraturan pada perjanjian atau kesepakatan antar pihak, maka
telah ditentukan suatu perjanjian standar transaksi Repo berupa Master Repurchase Agreement
(MRA), khususnya untuk transaksi Repo atas SUN dan SBI.
Beberapa hal yang perlu tercantum pada MRA yaitu : Tata cara transaksi, mekanisme
pembayaran dan pengalihan aset, pemeliharaan marjin, bagaimana bila tejadi wanprestasi,
pengakhiran perjanjian, penyelesaian sengketa, dan dilampiri dengan dokumen-dokumen
pendukung. Ilustrasi transaksi (kepemilikan) Repo (selama 10 hari), yaitu
3
:





3
Transaksi REPO (Repurchase Agreement) dan Reverse REPO, Februari 2014, [http://bankernote.com/transaksi-repo-
repurchase-agreement-dan-reverse-repo/], diakses pada tanggal 18 Oktober 2014
Tahap I. 1 April 2005 Tahap II. 10 April2005


1. Tata Cara Transaksi
Transaksi dapat disepakati secara lisan maupun tulisan atas inisiatif salah satu pihak, baik
sebagai Pembeli atau Penjual. Kesepakatan transaksi ini wajib dituangkan dalam Konfirmasi
tertulis (sesuai formulir yang telah ditentukan), dan Konfirmasi merupakan bukti utama dalam
transaksi yang bersangkutan. Penjual wajib mengalihkan Surat Berharga kepada pembeli dan
pembeli wajib membayar sejumlah tertentu ditambah bunga yang terhutang kepada penjual pada
Tanggal Pembelian, pembeli wajib mengalihkan kembali Surat Berharga Ekuivalen kepada
penjual dan penjual wajib menyerahkan sejumlah uang sesuai kesepakatan pada Tanggal
Pembelian kembali.
2. Pemeliharaan Margin
Pemintaan Transfer Marjin dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain jika dianggap perlu.
Pembayaran margin dilakukan secara tunai, dan pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu
tertentu. Pembayaran Marjin Tunai menjadi hutang dari pihak yang menerima pembayaran
terhadap pihak yang melakukan pembayaran.
3. Pembayaran dan Pengalihan
Segala pembayaran dilakukan melalui sistem BI-RTGS (BI- Real Time Gross Settlement), dan
penyerahan Surat Berharga dilakukan BI-SSSS (BI- Scripless Securities Settlement System).
Pembayaran dan penyerahan dilakukan secara Delivery versus Payment (DvP), atau secara Free
of Payment (FoP) apabila para pihak sepakat dan dapat dilaksanakan. Penyelesaian dilakukan
secara per transaksi, namun apabila sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sudah memungkinkan
penyelesaian transaksi dilakukan secara netting.
4. Kejadian Wanprestasi
Hal-hal yang dianggap sebagai Kejadian Wanprestasi yaitu:
gagal bayar
gagal serah (sesuai dengan pilihan para pihak)
gagal membayar suatu jumlah kerugian atas transaksi pengganti oleh pihak lain
gagal melakukan pemeliharaan Marjin, adanya kejadian kepailitan
adanya pernyataan atau jaminan palsu, pengakuan tidak mau atau tidak dapat melakukan
kewajiban-kewajibannya
izin atau keanggotaan dicabut oleh pihak berwenang, gagal melakukan kewajiban lainnya
dalam jangka waktu 7 hari
cross default dengan perjanjian lain (sesuai dengan pilihan para pihak)
cross default dengan pihak lain (sesuai dengan pilihan para pihak)
Dengan adanya Kejadian Wanprestasi maka Tanggal Pembelian kembali langsung terjadi pada
saat kejadian tersebut atau saat pemberitahun. Pihak Yang Tidak Wanprestasi akan menetapkan
Nilai Pasar Wanprestasi atas semua transaksi sejak Tanggal Pembelian Kembali sampai dengan
hari kelima setelah Kejadian Wanprestasi. Pihak Yang Wanprestasi diwajibkan membayar denda
sebesar dua kali Repo Rate atau lebih sesuai kesepakatan para pihak. Transaksi Repo menjadi
batal jika Kejadian Wanprestasi terjadi sebelum Tanggal Pembelian. Apabila Kejadian
Wanprestasi terjadi setelah Tanggal Pembelian, maka transaksi yang batal adalah transaksi
pembelian kembali, dan transaksi sebelumnya tetap sah dan mengikat para pihak. Apabila gagal
serah bukan merupakan Kejadian Wanprestasi, maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
pihak yang mempunyai Eksposur Bersih dapat minta pihak lain membayar Marjin Tunai, para
pihak dapat menentukan tanggal lain untuk penyerahan Surat Berharga, Penjual wajib membayar
sejumlah tertentu kepada pembeli yang merupakan selisih antara Harga Pembelian Kembali
dengan Harga Pembelian.
Instruksi penyelesaian transaksi Repo ini harus di input oleh kedua belah pihak dengan
data yang sama sesuai dengan kesepakatan. Dengan menggunakan instruksi penyelesaian
transaksi Repo ini (DREPO dan RREPO), kedua pihak tidak perlu melakukan input untuk proses
2
nd
leg, karena secara otomatis, sistem C-BEST akan membuat instruksi (REVDREPO dan
REVRREPO) segera setelah proses 1
st
leg settled. Kedua belah pihak hanya perlu melakukan
monitoring dan menyiapkan efek atau dana untuk proses 2
nd
leg tersebut. Sistem KSEI akan
melakukan proses penyelesaian hingga batas akhir waktu penyelesaian (Cut-off-Time).
Untuk Repo dengan nilai penyelesaian transaksi >0, settlement window dari pukul 06.00-
15.00 WIB. Sedangkan untuk Repo dengan nilai penyelesaian transaksi =0 (Free of Payment),
dapat diproses dari pukul 06.00-17.00 WIB. Apabila terjadi kegagalan proses hingga batas waktu
ini karena efek atau dana kurang, maka transaksi Repo tersebut akan hangus (overdue) dan tidak
dilanjutkan pada keesokan harinya. Pemegang Rekening dapat melanjutkan dengan
menggunakan fasilitas OTC di C-BEST.
Untuk mengantisipasi adanya perubahan data-data penyelesaian transaksi Repo, sistem
C-BEST memungkinkan untuk dilakukan perubahan sepanjang instruksi tersebut masih dalam
status failed atau ready for positioning (menunggu jatuh tempo). Data transaksi Repo yang dapat
diubah adalah
4
:
Jumlah efek (dapat berkurang atau bertambah)
Nilai transaksi (dapat berkurang atau bertambah, juga bisa diisi =0)
Tanggal penyelesaian (dapat maju atau mundur)
Contoh tata cara kepemilikan SBI REPO dengan Bank Indonesia, yaitu :
A. Pada hari transaksi SBI Repo, Bank mengajukan permohonan transaksi SBI Repo melalui
RMDS atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili kepada Bagian OPU dari pukul 15.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
B. Permohonan transaksi SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas dilakukan oleh:
1. Kantor Pusat Bank:
a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI;
b. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI namun tidak memiliki kantor
cabang di wilayah kerja KPBI.
2. Kantor Cabang Bank yang berada di wilayah kerja KPBI, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja KBI sebagaimana yang telah ditunjuk dalam transaksi Lelang SBI dan
tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud.
C. Pengajuan transaksi SBI Repo Bank wajib ditegaskan dengan penyampaian Surat
Permohonan Pemindahan Registrasi-SBI Repo dengan Bank Indonesia (SPPR-SBI Repo)
selambat-lambatnya sampai dengan pukul 17.00 WIB dengan menggunakan Formulir BER-
12 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10.
D. SPPR-SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan kepada:
1. Central Registry oleh:
a. kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI;
b. kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI sebagaimana dimaksud dalam butir b.2).
2. Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
KBI dan tidak memiliki kantor
E. Dalam hal data dalam formulir SPPR-SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak
lengkap dan atau salah, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank untuk
dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat-lambatnya
pukul 17.30 WIB. Permohonan transaksi SBI Repo yang tidak dilengkapi dengan SPPR-SBI
Repo yang disyaratkan dinyatakan batal.
F. Bank Indonesia akan memproses permohonan transaksi SBI Repo segera setelah Bank
melengkapi permohonannya.

4
KSEI, FOKUS : Fasilitas Instruksi Penyelesaian Transaksi REPO,
[http://www.ksei.co.id/_contents/I_Fokuss/Edisi%202010/Fokuss%20Ed5-2010-FINAL.pdf], diakses pada tanggal 18 Oktober
2014
G. Bank wajib memenuhi tata cara pengajuan transaksi SBI Repo sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan e.
H. Dalam hal Bank tidak memenuhi tata cara sebagaimana dimaksud dalam huruf g maka
pengajuan transaksi SBI Repo oleh Bank dinyatakan batal.
I. Pemberitahuan persetujuan atau penolakan atas pengajuan SBI REPO disampaikan kepada
bank oleh bagian OPU selambat-lambatnya pukul 18.00 WIB melalui sarana RMDS atau
telepon yang ditegaskan dengan faksimili.
PIHAK-PIHAK YANG TERLIBHAT DALAM REPO
Sebelum transaksi Repo terjadi akan dibuat dulu ketentuan-ketentuan yang disepakati oleh
pihak-pihak yang terlibat. Secara sederhana instrumen yang terlibat dalam transaksi Repo ada 5
hal :
1. Seller (pihak yang butuh dana)
2. Buyer (pihak yang meminjamkan dana)
3. Nilai Repo (Jumlah uang yang akan dipinjamkan)
4. Instrumen Efek (yang dijadikan jaminan, bisa berupa SUN, Obligasi Korporasi, SBI, atau
Saham)
5. Bunga (besarnya imbalan bagi pihak yang meminjamkan dana)

Pihak-pihak yang terlibat di dalam transaksi REPO adalah :
1. Penjual, yaitu pihak (orang atau institusi) yang memiliki dan menguasai Saham yang
akan dijual kepada Pembeli. Dalam hal ini Perusahaan Efek dapat bertindak sebagai
penjual apabila ia memerlukan modal dengan cara menggunakan inventori Efek saham
yang dimilikinya. Perusahaan Efek yang melakukan Transaksi Repo maka orang yang
menandatangani harus berhak dan berwenang untuk mewakili Perusahaan Efek.
2. Pembeli (investor REPO) yaitu pihak (orang atau institusi) yang memiliki dana. Untuk
dapat melakukan transaksi Efek, Pembeli diwajibkan menjadi nasabah di salah satu
Perusahaan Efek atau pada Arranger. Hal ini dalam rangka memenuhi syarat good
corporate governance dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your
customer).
3. Arranger, yaitu Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Pembeli dan Penjual dalam
melakukan transaksi Repo untuk mengadministrasikan Transaksi Repo, seperti
melakukan perpindahan saham dari Sub Rekening Penjual ke Sub Rekening Pembeli
yang ada pada Arranger.

Anda mungkin juga menyukai