Anda di halaman 1dari 9

MENGENAL REPO

Mendengar kata REPO mungkin akan terlintas difikiran anda seperti Operasi REPO
yaitu aksi penagihan hutang dijadikan sebuah acara televisi di California AS. Disana
Operasi Repo yang dimaksud adalah suatu cara mengambil kembali kendaraan atau
motor boat milik bank yang dipinjamkan (kreditan) kepada seseorang. Operasi
repossession ini dilakukan apabila seorang nasabah nakal melakukan penunggakan
pembayaran cicilan mobil atau kendaraannya dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. Memang berkaitan dengan hutang piutang tapi buka Operasi REPO
seperti di AS yang saya maksud dan akan dibahas disini...
DEFINISI REPO
Repurchase Agreement (REPO) adalah transaksi penjualan instrumen efek
antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada
tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan
pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu yang telah
disepakati.
REPO juga berfungsi seperti secured loan, dimana pihak pembeli akan
memperoleh instrumen efek sebagai jaminan atas jumlah dana yang
diserahkan kepada pihak penjual. Pada saat yang disepakati, bila
sejumlah dana dibayarkan kembali dari pihak penjual kepada pihak
pembeli, maka instrumen efek tersebut juga dikembalikan dari pihak
pembeli kepada penjual.
Walaupun dari mekanismenya mirip seperti pinjaman, namun dari sudut
pandang hukum, dalam transaksi REPO terjadi perpindahan kepemilikan
atas efek yang ditransaksikan.Instrumen yang biasanya digunakan dalam
transaksi REPO diantaranya adalah Obligasi korporasi, Obligasi Negara
(Surat Utang Negara), SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan Saham.
Pengertian Repo Menurut Bapepam.pdf
Transaksi Repo merupakan salah satu alternatif atau memiliki peluang
investasi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari sisi pembeli (buyer),
dimana mereka akan memperoleh return untuk jangka waktu pendek (short
term) dengan tingkat bunga menarik dan relative aman karena pihak
pembeli akan memegang jaminan berupa asset atau efek milik penjual.
Efek tersebut juga bisa digunakan untuk menghindari terjadinya short
positions. Sedangkan dari sisi penjual, tranasksi Repo merupakan
alternatif sumber pendanaan yang relatif murah (cheap funding cost)
dan aman, dengan cara menyerahkan atau menjaminkan asetnya yang berupa
efek tersebut.
Penyelesaian Transaksi Repo KSEI.pdf.
Dilihat dari jatuh temponya, REPO dapat dibedakan menjadi 3 jenis:

Overnight: jatuh tempo dalam satu hari

Term: jatuh tempo dalam kurun waktu tertentu

Open Repo: tidak ditentukan jatuh temponya.

Yang paling umum adalah Overnight (hanya satu hari) dan Term Repo,
dengan tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan dan disepakati kedua
belah pihak dalam Repurchase Agreement, bisa sampai 1 (satu) bulan
atau lebih.
Sedangkan dilihat
digunakan, yaitu:

dari

transaksinya,

terdapat

metode

yang

biasa

Classic Repo, atau semacam Collateralized Borrowing, dimana dalam


Repo tersebut kepemilikan Efek akan tetap berada pada pihak
Seller/penjual. Efek tersebut tidak dapat ditransfer atau dijual
kembali sebelum tanggal transaksi Repo tersebut jatuh tempo.

Sell/Buy Back Repo, transaksi yang melibatkan suatu transfer efek


dan dana dimana kepemilikan efek tersebut juga berpindah ke pihak
Buyer/pembeli.

Dalam transaksi
pemindahbukuan.

Sell/Buy

Back

Repo,

terdapat

dua

kali

proses

Sebagai contoh; misalkan Broker A bertransaksi Repo jual dengan Bank


B, maka pada tanggal penyelesaian pertama (biasa disebut 1st leg)
terjadi perpindahan efek dari Broker A ke Bank B yang diikuti pula
dengan perpindahan dana dari Bank B ke Broker A. Sedangkan pada
tanggal penyelesaian kedua (biasa disebut 2nd leg yang juga merupakan
jatuh tempo Repo), jumlah dan instrument efek yang sama akan berpindah
dari Bank B ke Broker A yang diikuti dengan perpindahan dana sesuai
dengan kesepakatan dari Broker A ke Bank B. Umumnya, harga pada saat
penebusan lebih tinggi dibandingkan harga penjualan.
Istilah Reverse Repo digunakan untuk menggambarkan kejadian sebaliknya
dari transasksi Repo. Jika penjualan efek dengan perjanjian membeli
kembali disebut transaksi Repo, maka Reverse Repo merupakan pembelian
efek yang ditawarkan dalam transaksi Repo untuk dijual kembali, atau
juga disebut Buy/Sell Back, karena Reverse Repo merupaka transaksi
Repo Jual bila dilihat dari sudut pandang pembeli (buyer).
Dalam pelaksanaan transaksi Repo, terdapat beberapa issue atau kendala
yang dihadapi oleh para pihak, diantaranya adalah:

Dari
aspek
akuntansi,
pedoman
standar
akuntansi
hanya
mengakomodir pencatatan transaksi Repo dengan model Classic Repo,
dimana aset tetap dicatatkan sebagai milik pihak penjual

(seller). Sedangkan berdasarkan metode Sell/Buy Back


sebenarnya terjadi peralihan kepemilikan aset kepada
pembeli (buyer).

Repo,
pihak

Dari aspek hukum, apabila terdapat sengketa antara pihak yang


bertransaksi, ada resiko bahwa pengadilan akan mengkatagorikan
transaksi Sel/Buy Back Repo sebagai transaksi pinjam meminjam
dengan jaminan (collateralized borrowing).

Dari aspek perpajakan, terdapat potensi pengenaan pajak berganda


(dua kali), yaitu pada 1st leg dan pada 2nd leg transaction,
karena seolah-olah transksi tersebut dilakukan dua kali, padahal
transaksi ini merupakan satu rangkaian transaksi Repo.

Transaksi Repo dilakukan para pihak sesuai dengan kesepakatan masingmasing pihak. Agar terdapat standar dan keteraturan dalam perjanjian
atau kesepakatan antar pihak, maka telah ditentukan suatu perjanjian
standar transaksi Repo berupa Master Repurchase Agreement (MRA),
khususnya untuk transaksi Repo atas SUN dan SBI.
Beberapa
hal
yang
perlu
dicantumkan
dalam
MRA
adalah:
Tata cara transaksi, mekanisme pembayaran dan pengalihan aset,
pemeliharaan marjin, bagaimana bila tejadi wanprestasi, pengakhiran
perjanjian, penyelesaian sengketa, dan dilampiri dengan dokumendokumen pendukung.
Sudut Pandang Berbeda Tentang REPO
Repo adalah sebuah cara meminjam uang dengan menggunakan jaminan
obligasi atau saham. Jadi sederhananya kira-kira begini. Sang peminjam
(biasanya perusahaan sekuritas yang terkenal) berjanji kepada pemilik
uang, bahwa uang yang dipinjam akan dikembalikan dengan nilai yang
jauh lebih besar dari bunga bank. Dimana pinjaman tersebut dijamin
dengan memakai saham yang nilainya sama atau bahkan lebih. Seluruh
transaksi ini dilakukan secara legal melalui kontrak yang disebut
Repurchase
agreement
(Repo).
Diatas kertas, proposal ini menjadi sangat menarik bila saham-saham
yang dijaminkan oleh sang peminjam adalah saham-saham yang relatif
terkenal bagus dan liquid (blue chip). Saham-saham yang biasanya
ditawarkan, antara lain saham PT Astra Internasional(ASII), PT Astra
agro
lestari(AALI),
PT
Antam(ANTM),
PT
TelkomTLKM),
PT
Bukit
Asam(PTBA), PT United tractor(UNTR), Bakrie & Brothers Tbk. BNBR)
dll.
Yang lebih membuat tawaran tersebut semakin menarik adalah biasanya sang
peminjam menawarkan bahwa bila nilai jaminannya turun (karena nilai sahamnya
turun), maka sang peminjam berjanji akan langsung menutup kekurangannya
dengan tambahan jaminan saham baru. Sehingga jaminan pinjaman (dalam bentuk
saham ataupun obligasi), akan selalu lebih besar nilainya dari nilai uang yang
dipinjam.
Istilah
ini
disebut
top
up
Jadi kalau dilihat selintas, tawaran Repo ini begitu menarik faktornya adalah :

Karena transaksinya dituangkan dalam kontrak, yang menjamin


pengembalian pinjaman dengan nilai pengembalian diatas bunga bank
(biasanya signifikan diatas)

Kontrak tersebut ditanda-tangani oleh perusahaan sekuritas yang


relatif terkenal dan baik

Pinjaman uang diberi jaminan dengan saham yang bagus dengan nilai
agunan yang jauh diatas jumlah pinjaman.

Nah masalahnya adalah...., saya sebagai orang yang awam mengenai dunia
pasar modal bertanya bagaimana kalau nilai saham tiba-tiba meluncur
turun dengan drastis...???? Tentunya sang peminjam tidak sempat dan
mungkin juga tidak mampu untuk melakukan top-up. Akibatnya, sang
pemilik uang yang saat ini hanya memegang jaminan saham, pasti ingin
sesegera mungkin mencairkan jaminannya karena khawatir uangnya akan
semakin hilang nilainya seperti yang terjadi pada Repo saham BNBR saat
ini atau dikenal dengan istilah Default Notice...
Lalu bagaimana dengan nasib investor lain yang tidak ada hubungannya
dengan kontrak REPO yang niatnya untuk berinvestasi dan menanamkan
uangnya disaham tersebut, tiba-tiba penjaminnya tidak mampu bayar
kemudian sahamnya dijual dalam jumlah besar karna takut rugi lebih
banyak??? tentunya akan berdampak jatuhnya saham tersebut dalam waktu
singkat bukan..!!!
Nah bayangkan bila ini terjadi dalam skala besar dan serempak dibursa
lokal kita...maka ujung-ujungnya bisa mengakibatkan penurunan Indeks
saham yang drastis dan dramatis..
Semoga ada perbaikan kedepannya untuk pasar modal indonesia, kritik
dan saran saya terima

Metrotvnews.com, Jakarta: Bank Indonesia (BI) berencana untuk mengeluarkan kebijakan


moneter baru pada Jumat 14 April ini. Kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral itu
bertujuan agar kebijakan moneter Indonesia bisa berjalan sesuai dengan harapan, utamanya
dalam mendukung laju perekonomian Indonesia di masa-masa yang akan datang.
Sayangnya, BI masih tampak 'malu-malu' untuk membeberkan secara rinci mengenai kebijakan
moneter baru itu. Padahal, informasi mengenai instrumen kebijakan moneter terbaru yang
disiapkan bank sentral ini sudah beredar di kalangan ekonom dan bankir sejak awal pekan.
Namun, BI berkilah kebijakan moneter baru tengah digodok dan dikaji secara mendalam.
Baca juga

Hari Pangan Sedunia dan Sawit Indonesia

Pajak untuk Pemerataan

Ada Apa dengan Harga Gas

Brandconnect 5 Makanan Terlezat Asal Amerika Selain Cheeseburger

Ada dugaan, instrumen baru itu berkaitan dengan penggunaan acuan bunga Reverse Repurchase
Agreement (Repo). Reverse Repo merupakan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN)
dari BI kepada perbankan dengan syarat akan dibeli lagi oleh BI pada jangka waktu tertentu.
Tingkat bunga acuan Repo saat ini di angka 5,5 persen, sedangkan BI rate di 6,75 persen.
Penggunaan acuan Reverse Repo ini diperkirakan akan memiliki dampak positif bagi industri
perbankan, utamanya dalam mendorong penurunan tingkat suku bunga baik tingkat suku bunga
tabungan maupun dampaknya terhadap turunnya tingkat suku bunga pinjaman. Bahkan,
diperkirakan akan memiliki dampak positif bagi banjirnya likuiditas di perbankan Tanah Air.
Artinya, likuiditas yang banjir akan mendorong perbankan menyalurkan kredit lebih optimal
dengan tingkat suku bunga kredit yang lebih rendah dari sebelumnya atau bisa menawarkan
tingkat suku bunga single digit. Pada ujungnya, alur itu akan mampu menggairahkan aktivitas
ekonomi di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, belum diketahui pasti apakah Reverse Repo ini akan menggantikan posisi BI rate
sebagai acuan. Atau mungkin Reverse Repo hanya menjadi pendamping dari acuan yang sudah
ada yakni BI rate. Artinya, Reverse Repo dan BI rate akan bersama-sama menjadi acuan bagi
industri perbankan Indonesia dalam menentukan tingkat suku bunga.
Kendati demikian, perlu diketahui bahwa Reverse Repo memiliki perbedaan yang cukup
mendasar dengan BI rate. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Reverse Repo merupakan
transaksi penjualan SUN dari BI kepada perbankan dengan syarat akan dibeli lagi oleh BI pada
jangka waktu tertentu.
Mengutip laman resmi Bank Indonesia, Reverse Repo Surat Utang Negara dapat dilakukan
setiap hari kerja dan dilakukan dalam rangka kontraksi moneter dengan mekanisme lelang. Ada
beberapa mekanisme transaksi Reverse Repo yakni pertama, dilakukan dengan prinsip penjualan
untuk dibeli kembali (sell and buy back).
Kedua, pada saat first leg, Bank Indonesia memindahkan pencatatan kepemilikan SUN yang
ditransaksikan ke rekening perdagangan surat berharga milik bank. Ketiga, pada saat second leg,
bank wajib menjual kembali SUN ke Bank Indonesia. Sementara itu, suku bunga acuan atau BI
rate adalah tingkat suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur
bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional

kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan
diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit
perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada
umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang
telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan
diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Namun demikian, Reverse Repo ini bukanlah barang baru bagi industri perbankan. Sebab,
beberapa bankir sudah mengetahui secara mendalam apa itu Reverse Repo. Bahkan, beberapa
bankir menyambut baik rencana penggunaan Reverse Repo itu, karena dianggap memberi
dampak positif bagi aktivitas perbankan di Indonesia.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyambut baik jika BI benar-benar
menerbitkan instrumen baru bagi kebijakan moneter. Hal ini akan membuat likuiditas semakin
longgar karena disparitas di Pasar Uang Antara Bank (PUAB) dengan deposito semakin sempit.
"Yang penting deposito turun, kan deposito hubungannya sama likuiditas interbank kita dan
lending facility BI dengan deposito makin sesuai arahnya ke suku bunga rendah. Selama ini ada
disparitas, PUAB bisa empat sampai lima persen tapi deposito tujuh persen," jelas dia.
Sementara itu, CEO Citibank Indonesia Batara Sianturi membenarkan bahwa industri perbankan,
khususnya Citibank Indonesia menyambut positif kebijakan yang akan dikeluarkan oleh BI
mengenai Repo, apalagi akan diumumkan dalam waktu dekat ini. Dukungan itu lantaran akan
memberikan dampak baik terhadap laju ekonomi Tanah Air.
"Dampak ke Citibank dan perbankan lainnya menurut saya positif. Kebijakan tentang single
digit, tentang penurunan BI rate tiga kali sehingga membawa interest rate perbankan lebih rendah
lagi," kata Batara.
Direktur Utama BTN Maryono pun mengungkapkan hal senada dengan kedua bankir
sebelumnya. "Kalau sudah diluncurkan, itu akan memberikan dampak yang positif karena kita
tidak hanya mengacu pada BI rate tapi juga mengacu pada Repo deposito mingguan yang
bunganya lebih rendah. Sehingga ini bisa mendorong bank menurunkan suku bunga," kata
Maryono.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution
menyebut, rencana Bank Indonesia yang akan menggunakan acuan bunga Reverse Repo adalah
hal baik. Tujuannya agar kebijakan moneter yang dijalankan BI sesuai yang diharapkan.

Namun sayangnya, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini enggan bicara lebih jauh mengenai
rencana yang akan dijalankan oleh bank sentral tersebut. Dirinya masih akan menunggu BI
mengumumkan secara resmi instrumen kebijakan moneter baru itu.
"Itu sebenarnya memang BI sedang mengkaji mengenai instrumen kebijakan mereka yang
namanya BI rate itu. Bagaimana kajiannya saya enggak mau cerita dulu biar mereka dulu yang
ngomong," tutup Darmin.
Terlepas dari itu semua, mau tidak mau semua pihak masih harus menunggu secara pasti
penjelasan dari BI mengenai kebijakan moneter baru itu. Apapun itu, tentu ada harapan agar
perekonomian Indonesia bisa membaik dan masyarakat bisa menikmati pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas termasuk didalamnya menikmati tingkat suku bunga single digit.

Ringkasan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia


Peraturan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/ 37 /DPM perihal Transaksi Reverse Repo
:
Surat Utang Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Berlaku : 13 November 2008
Ringkasan :
1. Transaksi Reverse Repo Surat Utang Negara (RR-SUN) adalah transaksi pembelian
bersyarat SUN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban penjualan kembali
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
2. Transaksi RR-SUN dapat dilakukan setiap hari kerja dan dilakukan dalam rangka
kontraksi moneter dengan mekanisme lelang.
3. Mekanisme transaksi RR-SUN sebagai berikut :
a. Dilakukan dengan prinsip penjualan untuk dibeli kembali (sell and buyback).
b. Pada saat first leg, Bank Indonesia memindahkan pencatatan kepemilikan SUN
yang ditransaksikan ke rekening perdagangan surat berharga milik Bank.
c. Pada saat second leg, Bank wajib menjual kembali SUN ke Bank Indonesia.
d. Dalam hal Bank gagal menjual kembali SUN dimaksud, maka SUN yang gagal
dijual kembali oleh Bank diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara
outright (beli putus) oleh Bank.

4. Jangka waktu transaksi RR-SUN dari 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun yang
dinyatakan dalam jumlah hari kalender yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
5. Peserta lelang RR-SUN terdiri dari :
a. Bank yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri; dan/atau
b. Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank.
Peserta lelang RR-SUN berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan tidak sedang
dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Pasar
Terbuka.
6. Reverse Repo Rate (RR-Rate) adalah tingkat suku bunga yang dibayar Bank Indonesia
atas transaksi pembelian SUN oleh Bank secara reverse repo.
7. Rencana lelang RR-SUN diumumkan Bank Indonesia paling lambat sebelum
pelaksanaan lelang melalui BI-SSSS dan/atau Sistem LHBU.
8. Jenis, seri, Haircut dan Harga SUN yang ditransaksikan dalam lelang RR-SUN ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
9. Mekanisme lelang RR-SUN dapat dilakukan melalui :
a. Metode lelang harga tetap (fixed rate tender) Bank Indonesia menentukan RRRate untuk setiap jangka waktu transaksi, atau
b. Metode lelang harga beragam (variable rate tender) Bank mengajukan penawaran
RR-Rate untuk setiap penawaran kuantitas dan jangka waktu transaksi, dengan
kelipatan penawaran RR-Rate sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
10. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap Peserta Lelang (Bank atau Pialang) paling
sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah).
11. Setelmen lelang RR-SUN paling lambat dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
lelang melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan Sistem BI-RTGS.
12. Setelmen lelang RR-SUN dilakukan dengan mekanisme :
a. penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dalam hal hanya 1 (satu) seri
SUN per lelang (specific reverse repo); atau
b. penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net) dalam hal lebih dari 1 (satu)
seri SUN per lelang (general reverse repo).

13. Hasil lelang RR-SUN diumumkan oleh Bank Indonesia segera setelah window time
lelang RR-SUN ditutup.
14. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang RR-SUN dengan
target indikatif atau membatalkan lelang RR-SUN.
15. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SUN dalam 1 (satu) kali
lelang RR-SUN (general reverse repo), maka Bank Indonesia dapat menentukan alokasi
seri dan nominal SUN yang dimenangkan Bank.
16. Dalam hal terjadi kegagalan setelmen pada saat transaksi RR-SUN second leg dan
diberlakukan sebagai transaksi pembelian secara lepas (outright buying), maka :
a. Bank tidak menerima RR-Rate dari Bank Indonesia.
b. Nilai SUN diperhitungkan berdasarkan hasil perkalian dari kuantitas transaksi
yang dimenangkan Bank dengan Harga SUN pada tanggal second leg.
c. Dalam hal Harga SUN pada second leg lebih tinggi daripada Harga SUN first leg,
Bank dibebankan sebesar selisih nilai SUN dan nilai Haircut yang telah diterima.
d. Dalam hal Harga SUN pada second leg sama dengan atau lebih rendah daripada
Harga SUN first leg, Bank dibebankan sebesar nilai Haircut yang telah diterima.
17. Dalam hal terdapat kegagalan setelmen transaksi RR-SUN yang mengakibatkan
pembatalan setelmen transaksi RR-SUN bank dikenakan sanksi OPT.

Anda mungkin juga menyukai