Anda di halaman 1dari 7

1

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat untuk membuat masakan dengan rasa dan aroma yang lezat
menyebabkan terjadinya peningkatan akan kebutuhan bumbu masak penyedap rasa. Salah satu
bahan utama penyusun bumbu masak penyedap rasa adalah monosodium glutamate (MSG).
MSG adalah garam natrium dari asam glutamat yang mampu berperan sebagai senyawa penguat
rasa (flavor enhancer). MSG berbentuk kristal berwarna putih, memiliki karakteristik tidak
berbau, dan memiliki rasa campuran antara manis dan asin. MSG komersial biasa diperoleh dari
hasil fermentasi pati, gula bit, atau tetes tebu (molasse). MSG mampu menstimulasi reseptor
glutamat pada lidah sehingga diperoleh rasa gurih atau umami.

MSG merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling umum digunakan masyarakat.
Hal ini disebabkan karena MSG mampu berperan efektif dalam meningkatkan kualitas
organoleptik dari suatu bahan pangan (Bellisle, 1999). Food and Drugs Administration (FDA)
mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi, sama
seperti garam, cuka, dan pengembang kue (FDA, 1995). Namun, berbagai penelitian juga
melaporkan adanya efek yang timbul setelah mengkonsumsi MSG. Salah satunya adalah MSGSymptom Complex yang dapat muncul setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG
konsentrasi tinggi. MSG Symptom Complex ditandai dengan rasa terbakar di belakang leher,
lengan, dan dada, hangat di wajah dan pundak, rasa nyeri di dada, sakit kepala, mual, denyut
jantung meningkat, bronchospasme (FDA, 1995).

Masalah kesehatan yang ditimbulkan MSG menyebabkan munculnya berbagai stigma negatif di
kalangan masyarakat yang meragukan aspek keamanan MSG terhadap kesehatan manusia.
Muncul berbagai mitos mengenai efek negatif penggunaan MSG (meskipun belum terbukti
secara ilmiah), antara lain dapat menurunkan tingkat kecerdasan, menyebabkan migrain, ataupun
mengandung unsur babi. Keberadaan berbagai mitos negatif tersebut menyebabkan munculnya
berbagai kekhawatiran masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan yang mengandung
MSG. Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, maka perlu dicari suatu bahan alami yang
mampu berperan efektif sebagai penguat rasa (flavor enhancer), namun memiliki tingkat
penerimaan yang lebih baik daripada MSG.

Spirulina adalah ganggang biru hijau yang kaya akan protein dan memiliki antioksidan yang
tinggi (Henrikson, 2009). Spirulina merupakan mikroalga yang edible sehingga Spirulina aman
untuk dijadikan sebagai bahan pangan maupun komponen bahan pangan. Spirulina memiliki
komposisi nutrisi yang lengkap dan digolongkan sebagai Generally Recognized as Safe (GRAS)
(Ciferri, 1983). Kandungan nutrisi Spirulina yang paling menonjol adalah kandungan protein
yang dapat mencapai konsentrasi 65,40% dari total berat keringnya (Dillon, 1995). Protein yang
dimiliki Spirulina tersusun atas asam amino yang lengkap. Salah satu asam amino penyusun
protein Spirulina adalah asam glutamat.

Spirulina memiliki kandungan asam glutamat yang cukup tinggi. Kandungan asam glutamat
Spirulina mencapai 8,386 gram/100 gram kering (Dillon, 1995), sedangkan mikroalga Chlorella
pyrenoidosa hanya memiliki kandungan asam glutamat sebesar 6,29 gram/100 gram kering
(Steenblock, 1996). Keberadaan asam glutamat alami yang cukup tinggi memungkinkan
Spirulina untuk dimanfaatkan sebagai sumber rasa umami atau gurih. Rasa umami yang dimiliki
Spirulina memiliki karakteristik yang sama dengan rasa yang dihasilkan penyedap rasa
monosodium glutamate. Spirulina juga memiliki rasa dan aroma khas yang berpotensi digunakan
sebagai senyawa flavor. Flavor yang dimiliki Spirulina dihasilkan dari gabungan berbagai
macam senyawa kompleks, antara lain trimetilamina, metiltetrahidrofuran, isoforon, toluene,
diklorobenzena dan vinil heksanol. Senyawa volatil dari Spirulina terdiri dari 49 jenis total
senyawa yang terdiri dari senyawa alkohol, keton, furan, aldehid, senyawa aromatik, olefin,
nitrogen, dan pirazin (Ding Jie, 2010). Berdasarkan karakteristik Spirulina tersebut, maka
Spirulina memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
bumbu masak penyedap rasa.

3
1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Spirulina
Spirulina merupakan organisme sel tunggal yang tergolong dalam Cyanobacteria, memiliki
bentuk filament spiral atau helical dan telah diketahui sejak zaman bangsa Aztec menjadi bahan
pangan (Dilon et al. 1995). Spirulina banyak ditemukan hampir di seluruh perairan laut maupun
payau yang bersifat alkalis (Angka & Suhartono, 2000). Spirulina merupakan salah satu
mikroalga yang telah dinyatakan sebagai dapat dikonsumsi atau merupakan edible
microorganism dan dikategorikan sebaggai GRAS (Generally Recognized as Safe) (Ciferri,
1983). Selama bertahun-tahun berbagai badan internasional telah melaporkan efek toksisitas
yang negatif dari produk-produk Spirulina (Angka dan Suhartono 2000).

Gambar 1. Tepung Spirulina (Sumber:Dokumentasi Pribadi)

Spirulina memiliki komposisi nutrisi yang lengkap, diantaranya mengandung protein, asam
amino, vitamin B kompleks, dan mengandung pigmen alami yang terdiri dari pigmen hijau
(klorofil) dan pigmen biru (fikosianin) (Kozlenko dan Henson, 2007). Selain itu Spirulina juga
mengandung mengandung beberapa makromineral penting seperti P, Na, K, Mg, Ca dan juga
trace element seperti Fe, Mn, Zn, Cu, Ni, Co, C, Pb, dan Cd. Kandungan protein dari Spirulina
bisa mencapai lebih dari 62 persen dari berat keringnya dan tersusun atas asam amino yang
lengkap (asam amino esensial maupun non-esensial). Komposisi nutrisi yang sangat lengkap dari
Spirulina menyebabkan Spirulina sering disebut sebagai Super Food (Challem & Jack, 1981).

4
Tabel 1. Asam Amino pada Spirulina
Asam amino esensial
Kandungan
(g/100g berat kering)
Isoleusin
3,209
Leusin
4,947
Lisin
3,025
Metionin
1,149
Fenilalanin
2,777
Treonin
2,970
Triptofan
0,929
Valin
3,512
Arginin
4,147
Histidin
1,085
Switzer (1980)

Asam amino non


esensial
Alanin
Asam Aspartat
Sistin
Asam glutamat
Glisin
Prolin
Serin
Tirosin

Kandungan
(g/100g berat kering)
4,515
5,793
0,662
8,386
3,099
2,382
2,998
2,584

Spirulina dapat berperan sebagai sumber rasa umami atau gurih karena keberadaan kandungan
glutamat dan garam di dalamnya. Rasa umami atau gurih berasal dari komponen L-glutamate
(suatu asam amino non esensial) yang secara alami berasal dari bahan pangan berprotein
(Yamaguchi, 1979). Spirulina memiliki rasa dan aroma khas yang dihasilkan dari gabungan
berbagai macam senyawa kompleks, antara lain trimetilamina, metiltetrahidrofuran, isoforon,
toluene, diklorobenzena dan vinil heksanol. Senyawa volatil dari Spirulina terdiri dari 49 jenis
total senyawa yang terdiri dari senyawa alkohol, keton, furan, aldehid, senyawa aromatik, olefin,
nitrogen, dan pirazin (Ding Jie, 2010). Spirulina mengandung asam nukleat dalam jumlah yang
cukup tinggi, yaitu 2 -5% dari berat keringnya. Keberadaan asam nukleat dalam Spirulina yang
dikonsumsi secara berlebihan berpotensi untuk menimbulkan Gout Disease (Becker, 1994).

1.2.2. Rasa Umami


Rasa didefiniskan sebagai karakteristik sensori yang diterima oleh indera pengecap manusia
ketika makanan dikonsumsi (Meilgard et al., 1999). Menurut Morton et al. (1981), rasa juga
diartikan sebagai flavor, tetapi lebih tepatnya merupakan sensasi yang dihasilkan oleh makanan
dan komponen kimia lain ketika merangsang reseptor dalam indera pengecap atau perasa pada
lidah. Indra pengecap manusia dapat merasakan lima rasa dasar yaitu manis, asin, asam, pahit,
dan umami. Rasa-rasa dasar tersebut diterima oleh reseptor-reseptor yang terdapat didalam bintilbintil lidah (taste bud). Rasa umami pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jepang
bernama Profesor Ikeda yang telah berhasil mengekstrak suatu komponen glutamat dari rumput
laut kombu (Laminaria japonica) (Ninomiya, 1998). Karateristik umami berbeda dengan empat

5
rasa dasar yang lain, yaitu pahit, manis, asin, dan asam, yaitu berupa sedap, lezat atau enak
(savory) (Loliger, 2000). Rasa umami berasal dari komponen L-glutamate (suatu asam amino
non esensial) yang secara alami terdapat pada bahan pangan kaya protein berprotein seperti keju,
susu, daging, kacang kapri, jamur dan kecap yang merupakan hasil fermentasi (Yamaguchi &
Ninomiya, 2000).

1.2.3. Bumbu Masak Penyedap Rasa


Bumbu masak penyedap rasa dapat digunakan untuk berbagai jenis masakan dan membuat
masakan menjadi lebih enak. Diciptakannya bumbu masak penyedap rasa dalam kemasan
dengan harga ekonomis semakin membuat produk ini digemari konsumen karena kepraktisan
dan kemudahan dalam penggunaan. Bumbu masak penyedap rasa diciptakan dari berbagai
macam bumbu dapur yang dikombinasikan dengan senyawa kimia. Dari semua bahan dasar
penyusun bumbu masak penyedap rasa, monosodium glutamate merupakan salah satu komponen
utama yang memberikan rasa lezat pada makanan. Komisi Penasehat FDA (Food and Drugs
Administration Advisory Committee) dalam Perdana (2003), menyatakan bahwa monosodium
glutamate digolongkan dalam substansi GRAS (Generally Recognized as Safe), yang berarti
monosodium glutamate tidak memberikan efek negatif bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang wajar.

Menurut Eritha (2006), bahan baku yang terdapat pada suatu produk bumbu masak penyedap
rasa secara umum terdiri dari garam, gula, lemak nabati, monosodium glutamate, flavor, lada,
bawang, kunyit, penguat rasa, zat pewarna dan anti gumpal. Garam konsumsi menurut SNI
0140-76 adalah garam yang diperoleh dengan proses penguapan air laut maupun cara lain yang
aman untuk dipergunakan sebagai bahan makanan. Garam memiliki fungsi penguat rasa dan
pengawet, serta memberikan citarasa asin pada masakan. Komposisinya adalah 40 persen
natrium dan 60 pesen klorin. Garam larut dalam air, berukuran kecil dan berbentuk seperti kubus,
transparan seperti kristal, berwarna putih, tidak berbau dan berasa asin. Sedangkan gula (sukrosa)
adalah pemanis yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa, yang berfungsi
memperbaiki tekstur, meningkatkan kekentalan, memberi warna dan memberi rasa manis. Gula
kristal putih (SNI, 01-3140-2001) adalah gula kristal sakarosa kering dari tebu/bit yang dibuat
melalui proses karbonasi atau proses lainnya sehingga langsung dapat dikonsumsi.

6
Monosodium glutamate merupakan garam natrium dari asam glutamat dan merupakan senyawa
penguat rasa (flavor enhancer). Monosodium glutamate murni tidak berbau tetapi memiliki rasa
yang nyata yaitu campuran rasa manis dan asin, berbentuk bubuk kristal berwarna putih, bersifat
sebagai flavor enhancer bila ditambahkan ke dalam bahan makanan. Monosodium glutamate
dapat diperoleh dari hasil fermentasi pati, gula bit, atau tetes tebu (molasse). Monosodium
glutamate menstimulasi reseptor glutamat pada lidah sehingga diperoleh rasa gurih. Sedangkan
senyawa flavor yang digunakan dalam penyedap rasa dapat digolongkan menjadi flavor natural,
flavor semi natural, dan flavor sintetis. Flavor natural adalah flavor yang molekulnya sama
dengan flavor alami, sedangkan flavor semi natural dan flavor sintetis hanya mengandung sedikit
molekul yang sama dengan flavor alaminya. Flavor berfungsi untuk membantu menyelaraskan
rasa dan aroma.

Lada merupakan salah satu rempah-rempah yang biasa digunakan dalam bidang kuliner. Jenis
lada yang digunakan biasanya lada putih yang sudah berbentuk bubuk. Menurut SNI (01-37171995) lada putih bubuk merupakan lada putih (Piper ningrum Linn) yang dihaluskan dan
mempunyai aroma dan rasa khas lada. Sedangkan bawang merah menurut SNI (01-3159-1989),
adalah umbi lapis dari tanaman bawang merah (Allium ascalonicum l.) yang terdiri dari siungsiung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah yang digunakan untuk produksi bumbu
penyedap rasa adalah dalam bentuk bubuk. Bawang putih menurut SNI (01-5180-1992), adalah
umbi dari tanaman bawang putih (Allium sativum l.) yang terdiri dari siung-siung bernas,
kompak dan masih terbungkus oleh kulit luar, bersih dan tidak berjamur. Bawang putih yang
digunakan untuk produksi bumbu penyedap rasa juga dalam bentuk bubuk.

Senyawa penguat rasa (flavor enhancer) merupakan campuran antara IMP (disodium 5-inosinate)
dan GMP (disodium 5-guanilate). Penambahan penguat rasa dapat dikombinasikan dengan
monosodium glutamate sehingga meningkatkan flavor dari suatu makanan. Sedangkan zat
pewarna yang sering digunakan dalam pembuatan bumbu masak penyedap rasa adalah
Tartrazine yang menghasilkan warna kuning. Zat anti-gumpal atau free-flow agents sering
ditambahkan pada bumbu masak penyedap rasa dalam bentuk bubuk atau kristal untuk mencegah
caking lumpy atau aglomerasi. Zat anti-gumpal ditambahkan pada produk dalam bentuk bubuk
untuk mengatasi kendala utama yaitu kelembaban dan kadar air. Zat anti-gumpal yang digunakan

7
dalam produksi bumbu penyedap rasa adalah silika dioksida sintetik. Zat ini digunakan pada
jumlah yang sedikit yaitu sekitar 0.25-1%.

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Spirulina sebagai bumbu masak penyedap rasa
non-MSG

Anda mungkin juga menyukai