Anda di halaman 1dari 11

source > http://staffsite.gunadarma.ac.

id/agus_dh/

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN


OLEH PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Agus Dharma
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Gunadarma
email : agus_dh@staff.gunadarma.ac.id
website : staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/

1. Pendahuluan
Dewasa

ini

peranan

perusahaan

multinasional

dalam

menciptakan

dan

mengembangkan pola struktur perekonomian modern dan mekanisme pasar yang luas di
berbagai negara makin meningkat. Hal tersebut membuahkan keuntungan-keuntungan yang
tidak hanya dirasakan oleh negara induknya tetapi juga oleh negara-negara dimana
perusahaan multinasional tersebut berada. Secara global dapat dikatakan bahwa adanya
economic trend yang maju akhir-akhir ini tidak dapat dipisahkan dari sumbangan saham yang
diberikan oleh perusahaan-perusahaan multinasional tersebut.
Namun dari keuntungan-keuntungan finansial yang bisa dipetik dari perusahaan
multinasional tersebut juga menimbulkan efek samping yang negatif yang tidak dapat
didiamkan begitu saja. Sifat ambivalen perusahaan multinasional tersebut salah satunya dapat
dilihat dari timbulnya masalah pencemaran lingkungan baik lokal, regional, maupun global.
Kasus masalah pencemaran lingkungan oleh perusahaan multinasional yang menimbulkan
kerugian materi dan korban jiwa sudah banyak terjadi. Contoh menggemparkan yang mewakili
kasus-kasus ini adalah kasus Bhopal di India.
Adanya masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan
multinasional dapat dikaitkan dengan produksi-produksi yang menjadi lahan perusahaan
multinasional tersebut. Produk dari perusahaan multinasional tersebut sebagian besar bersifat
hard material industry seperti industri kimia, industri logam, industri baja dan lain-lain. Seperti
kita ketahui produk-produk semacam itu cenderung menghasilkan limbah yang sangat
potensial dalam pencemaran lingkungan.
Dari data-data yang ada, diketahui bahwa pencemaran lingkungan yang disebabkan
perusahaan multinasional terjadi di hampir seluruh negara-negara berkembang atau negaranegara dunia ke tiga. Hal ini menimbulkan masalah yang pelik bagi negara bersangkutan

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


karena

disamping

harus

mengusahakan

pertumbuhan

ekonomi

negaranya,

mereka

dihadapkan pada masalah pencemaran lingkungan.


Karena perusahaan multinasional melibatkan satu negara dengan negara lainnya maka
hukum internasional yang merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah internasional
dapat menjangkau obyek tersebut dan sangat berkopenten dalam permasalahan ini.
Disamping itu, hukum nasional dimana perusahaan multinasional itu beroperasi tidak kalah
pentingnya dalam penanganan masalah tersebut diatas.

2. Gambaran Umum Perusahaan Multinasional


Sebelum mulai membahas masalah pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional, ada baiknya dibahas mengenai gambaran umum perusahaan
multinasional

itu

sendiri.

Untuk

mengetahui

gambaran

umum

tentang

perusahaan

multinasional maka harus diperhatikan beberapa hal yaitu tentang pengertian perusahaan
multinasional, sejarah timbulnya , ruang lingkup usaha, dan perkembangannya dewasa ini.
Kata multinasional secara harfiah menurut makna kamus berarti berbagai bangsa.
Bila ditelusuri menurut terminologi ekonomi

maka kita akan mendapatkan gambaran

pengertian yang lebih tepat dan lengkap mengenai makna perusahaan multinasional. Secara
umum dapat dikatakan bahwa perusahaan multinasional adalah perusahaaan yang wilayah
beroperasinya meliputi sejumlah negara dan memiliki fasilitas-fasilitas produksi dan servis di
luar negaranya sendiri (Winardi, 1977). Menurut Dunning (1993) perusahaan multinasional
merupakan perusahaan yang berhubungan dengan investasi langsung atau FDI (foreign direct
investment) dan mengorganisasi produksi barang dan jasa dalam lebih dari satu negara.
Menurut Prof. Bermutter, sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai perusahaan
multinasional jika memiliki tiga persyaratan. Persyaratan tersebut adalah terdiri dari
sekelompok perusahaan, mempunyai kendali operasi langsung di berbagai negara yang
berbeda dan mempunyai kecenderungan yang mengarah pada pandangan global, serta
penguasaan perusahaan secara geosentris.
Sebenarnya banyak istilah yang identik dengan istilah multinasional tersebut,
diantaranya adalah Transnasional, International Companies, Multinational Corporation, dan
sebagainya. Karena di banyak literatur masalah ekonomi lebih banyak dipakai istilah
perusahaan multinasional, maka untuk menyeragamkan penulis memakai istilah perusahaan
multinasional.

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


3. Sejarah Timbulnya Perusahaan Multinasional
Untuk menelusuri secara pasti dan tepat tentan kapan dan perusahaan apa yang
pertama kalinya berstatus sebagai perusahaan multinasional sangatlah sulit. Disamping itu
beberapa literatur yang membahas masalah tersebut mempunyai pandangan yang berbedabeda satu sama lain mengenai hal tersebut.
Menurut Wilhelm (1979), sudah semenjak dahulu para pengusaha melakukan kegiatan
di luar negeri. Sekurang-kurangnya semenjak orang-orang Phoenix menjual gelas kepada
orang-orang sekitar Laut Tengah. Tetapi dari segi perusahaan, beberapa perusahaan dagang
seperti British Company of Merchant Adventures abad ke-16 telah mendahului negara-negara
modern lainnya.
Kalau Wilhelm melihat asal mula perusahaan multinasional sejak abad ke-16, maka
Parthiana (1988) berpendapat hal tersebut dimulai kurang-lebih sekitar abad ke-18.
Menurutnya sekitar abad 18, 19, dan 20 bermunculan perusahaan yang ruang lingkup
operasinya tidak hanya terbatas di dalam wilayah negara dimana perusahaan itu didirikan,
tetapi sudah melintasi batas wilayah negaranya.
Dari tinjauan diatas jelas bahwa sejarah asal mula dari perusahaan multinasional itu
sendiri sudah sangat lama, sejak bebera abad yang lalu. Namun demikian kiprah perusahaan
multinasional tersebut baru sangat terasa sekitar abad 19 sampai sekarang, seiring dengan
arus globalisasi ekonomi yang melanda dunia.

4. Ruang Lingkup Usaha dan Produksi Perusahaan Multinasional


Dari pengertian perusahaan multinasional yang telah diuraikan diatas, kita dapat
mengetahui bahwa ruang lingkup usahanya berada di beberapa negara. Dewasa ini hampir
seluruhnya beroperasi di negara-negara berkembang, bahkan tidak ada satu negarapun yang
terlepas dari pengaruh beroperasinya perusahaan-perusahaan multinasional tersebut,
termasuk di negara-negara komunis (Parthiana, 1988).
Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut kebanyakan beroperasi di negaranegara

berkembang

disebabkan

karena

negara-negara

berkembang

itu

sendiri

menginginkannya untuk meningkatkan ekonomi domestiknya. Disamping itu perusahaan


multinasional

juga

lebih

banyak

mendapatkan

kemudahan-kemudahan,

termasuk

mempolitisir hukum nasional untuk menjalankan usaha di negara berkembang dibanding di


negara-negara lain yang menerapkan peraturan yang begitu ketat sehingga mereka tidak
leluasa bergerak.

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


Adanya modal yang besar, manajemen modern, pemakaian teknologi canggih, dan
beberapa keunggulan lain yang dimilikinya memberikan peluang perusahaan multinasional
untuk berusaha apa saja yang dianggap menguntungkan perusahaan. Kebanyakan primadona
produksi mereka berkisar pada industri-industri berat seperti industri perminyakan, industri
baja, industri mobil, industri kimia, industri tekstil, dan sebagainya.

5. Perkembangan Perusahaan Multinasional Dewasa Ini


Tidak dapat disangkal lagi bahwa peranan perusahaan multinasional dalam dunia
perekonomian dewasa ini begitu penting dan paling menonjol dibandingkan unsur-unsur
penggerak perekonomian dunia lainnya. Menurut hasil studi yang diprakarsai oleh Viennna
Institute mengenai berbagai problem yang menyangkut masalah perkembangan ekonomi,
menunjukan bahwa pengaruh perusahaan multinasional semakin menonjol dikarenakan
kelihaian mereka dalam menyusun rencana dan pengendalian perekonomian dunia sampai
pada suatu tingkat tertentu. Para pakar ekonomi berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan
multinasional tersebut mampu mewujudkan pembagian kerja yang sangat rasional dan logis.
Peranan yang menonjol tersebut dapat dilihat dari kemampuan menguasai produksi
dan mengendalikan distribusi ke seluruh dunia sehingga dapat mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya. Pacuan untuk mengejar keuntungan yang maksimum tersebut telah
mendorong perusahaan multinasional bergerak sedemikian rupa sehingga merusak negaranegara tempat beroperasinya khususnya negara berkembang, terutama untuk menguasai
ekonomi dan memanipulasi kekuatan politik. Adanya kemampuan perusahaan multinasional
melakukan hal-hal tersebut erat hubungannya dengan keunggulan yang dimilikinya jika
dibandingkan

dengan

perusahaan-perusahaan

nasional

dari

negara-negara

tempat

beroperasinya.
Dari perkembangan perusahaan multinasional dalam menjalankan roda ekonomi dunia
dan gampangnya mendapatkan fasilitas-fasilitas di negara berkembang, mendorong beberapa
perusahaan yang berdiri sendiri untuk kemudian bergabung dalam bentuk perusahaan
multinasional

yang

serupa

yang

sudah

ada

sebelumnya.

Adanya

kecenderungan

penggabungan beberapa perusahaan semakin manambah jumlah perusahaan multinasional


yang ada di dunia dan akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih banyak dan lebih
kompleks lagi.
Dunning (1993:6) memperkirakan bahwa di tahun 1988 ada sekitar 20.000 perusahaan
multinasional dengan aset luar negeri sejumlah $ 1,1 triliun dimana ada 300 perusahaan
multinasional terbesar dengan total 70% investasi langsung dan 25% modal. Peningakatan

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


investasi langsung paling menyolok terjadi di akhir tahun 1980-an dan dua per tiganya berasal
dari Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Jerman. Setelah perusahaan multinasional menjadi
bersifat internasional, maka dalam 20 tahun terakhir rata-rata pertumbuhannya mengalami
penurunan.

6. Kasus Pencemaran Lingkungan oleh Perusahaan Multinasional


Seperti telah diuraikan dalam pendahuluan bahwa perusahaan multinasional disamping
bersifat menguntungkan karena dapat memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi
pembangunan ekonomi negara berkembang, tetapi juga dapat membawa akibat negatif
berupa pencemaran lingkungan.
Dari beberapa kasus pencemaran lingkungan yang terjadi, menimbulkan pengaruh
yang sangat fatal baik bagi manusia maupun makhluk lainnya. Kerugian besar yang terjadi
dalam beberapa kasus disebabkan karena efektivitas dari bahan-bahan pencemar yang
dihasilkan dari industri-industri berat sangat potensial untuk menelan korban yang banyak.
Disinilah sifat perusahaan multinasional bertolak belakang dari sifat menguntungkannya.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa kasus nyata yang dapat memberikan gambaran
kebenaran obyektif yang telah diuraikan di atas. Disamping itu, kasus-kasus di bawah ini dapat
mewakili dari beberapa kasus lainnya yang memiliki identifikasi seperti kasus yang diuraikan,
baik kasus-kasus yang terjadi di Indonesia maupun kasus-kasus yang terjadi di luar negeri.
a. Kasus Bhopal, India
Pada tanggal 2 Desember

1984 di India atau tepatnya di kota Bhopal, perusahaan

multinasional yang bernama Union Carbide mengalami kebocoran gas beracun Methyl
Isocyanate (MIC). Gas tersebut kemudian mencemari manusia dan lingkungan di
sekelilingnya sehingga akhirnya menelan korban manusia sebanyak 2.500 orang
meninggal.
Lebih dari 50.000 orang harus dirawat karena menderita kerusakan paru-paru yang cukup
parah dan terancam menjadi buta. Selain itu sekitar 10.000 orang harus diungsikan ke
wilayah lain yang lebih aman (Kumar, 1986).
b. Kasus Managua, Nicaragua
Sebuah perusahaan multinasional Amerika Serikat dengan nama perusahaan Electro
Quimica Penwalt Inc., yang memproduksi bahan kimia berupa Chloralkali, melakukan
pencemaran mercury di danau Managua. Pencemaran tersebut menyebabkan 370 orang
pekerjanya mengalami keracunan mercury dan sepertiga pekerja lainnya mengalami
kerusakan sistem saraf pusat.

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


Kasus ini sempat juga menghebohkan masyarakat Nicaragua sebab perusahaan
multinasional berbendera Amerika Serikat yang beroperasi di Nicaragua sudah sering
melakukan pencemaran lingkungan (Ives, 1985).
c. Kasus Minmata, Jepang
Kasus Minmata yang terjadi di Jepang ini sempat pula menjadi berita aktual berskala
internasional pada masa itu. Pada bulan September 1968 dikeluarkan pengumuman
pemerintah Jepang bahwa Minmata, sebuah danau di kawasan Jepang telah
mengandung methyl mercury compounds, limbah dari perusahaan Minmata Factory of
Chisso Corporation.
Karena masalah pencemaran danau Minmata ini begitu pentingnya sehingga pemerintah
Jepang mengadakan Ministrial Council of Minmata Disease pada bulan Maret 1977, dan
kemudian menetapkan Measures for Minmata Disease pada bulan November 1980
(Hardjasoemantri, 1986).
d. Kasus Tugu Rejo, Indonesia
Perusahaan multinasional Mitshubishi dan Showa Chemicals pada tahun 1976-1979
mencemari lingkungan dan merusak ratusan hektar tambak ikan dan sawah penduduk di
desa Tugu Rejo, Randugarut, Semarang. Perusahaan yang mencemari lingkungan ini
merupakan perusahaan multinasional Jepang yang beroperasi di Indonesia dan banyak
bergerak dalam bidang industri-industri kimia dan logam berat.
Sebenarnya masih banyak lagi kasus-kasus pencemaran lainnya, tetapi yang jelas kita
dapat melihat banyaknya kerugian yang ditimbulkan. Menurut para pakar lingkungan,
beberapa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan multinasional bukan saja
menimbulkan kerugian bagi lingkungan pada waktu terjadinya pencemaran tetapi juga dalam
beberapa tahun kemudian, karena sisa dari pencemaran tersebut masih ada dan berpeluang
untuk mencemari daerah lainnya. Untuk menghilangkan sisa dari pencemaran tersebut
dibutuhkan waktu bertahun-tahun.
Sebagai contoh dalam kasus yang terjadi di Bhopal, India, diduga masih banyak
korban yang terkena kontaminasi pencemaran lingkungan sampai dengan tahun 1990. Rakyat
harus menderita akibat bocornya gas MIC tersebut, meskipun secara langsung maupun tidak
langsung kehidupan rakyat India tidak akan berubah meskipun pabrik tersebut tidak ada di
sana.

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


7. Upaya Hukum Internasional
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan multinasional, efeknya
bukan saja dirasakan oleh satu atau dua negara, tetapi telah meluas sampai ke masyarakat
internasional secara global. Dari beberapa kasus yang ditimbulkan oleh perusahaan
multinasional terhadap lingkungan, maka hukum internasional ditantang untuk mengatasi dan
mengantisipasi masalah tersebut. Hal ini penting agar kondisi ini dapat distabilkan kembali
atau minimal dapat memberikan batasan-batasan dan pengaturan hukum dalam menjalankan
usahanya. Upaya-upaya hukum dari badan-badan yang berkompeten dalam menciptakan
hukum internasional secara formal untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan
yang ditimbulkan oleh perusahaan multinasional dapat diuraikan sebagai berikut.
Beberapa organisasi dan forum internasional seperti United Nation (UN) atau PBB,
Generar Tariff and Trade (GATT), dan Organization for Economic Cooporation and
Development (OECD) telah melakukan langkah-langkah penting terhadap pencegahan ekspor
pencemaran dari negara-negara maju (dalam hal ini adalah negara-negara asal perusahaan
multinasional) ke negara-negara berkembang.
Pada tanggal 17 Desember 1982, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi yang
diberi nama Protection Against Products Harmful to Healt and Environment. Resolusi ini
merupakan salah satu dari resolusi terpenting dalam menanggulangi masalah pencemaran
oleh perusahaan multinasional atau tepatnya resolusi tentang pengawasan terhadap ekspor
pencemaran ke negara berkembang.
Beberapa institusi penting yang juga berkompeten dalam menanggulangi masalah ini
turut aktif langsung mencari pemecahannya. Diantaranya yaitu World Resources Institute yang
mengusulkan agar peran dari United Nation Environment Programme (UNEP) lebih diaktifkan
lagi dalam membantu negara-negara berkembang dalam penyelenggaraan program-program
latihan bagi pekerja dan masyarakat di sekitar lokasi produksi bahan-bahan yang berbahaya
apabila dalam keadaan darurat. Disamping itu UNEP juga diharapkan dapat berperan sebagai
bank data yang menyediakan lokasi mengenai bahan-bahan berbahaya yang ada di dunia.
Di dalam Intl Envl Rep. no. 11 November 1985, dikabarkan bahwa International Labor
Organization (ILO) dan beberapa organ PBB lainnya telah memperlihatkan kiprahnya dalam
menjawab masalah pencemaran oleh perusahaan multinasional dengan melakukan bantuan
bagi negara-negara berkembang guna mencegah kasus-kasus serupa yang pernah terjadi
sebelumnya. Program yang dilakukan oleh ILO tersebut antara lain meliputi Hazard Audit,
konsultasi dengan pemerintah negara berkembang tentang langkah pengamanan dan

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


perencanaan latihan bagi para pekerja pabrik yang mempergunakan atau memproduksi
bahan-bahan berbahaya.
Usaha-usaya untuk menanggulangi masalah pencemaran yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional ternyata bukan hanya dilakukan oleh badan-badan atau orangorang yang secara formal memang bertanggungjawab untuk menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan tersebut, tetapi juga dilakukan oleh beberapa perusahaan
multinasional itu sendiri. Usaha-usaha yang telah dilakukan antara lain adalah pada bulan
November 1984 The World Industry Conference on Environment Management (WICEM) yang
diprakarsai oleh UNEP dan ICC, menghadirkan seluruh eksekutif perusahaan multinasional
guna merumuskan masalah-masalah yang menyangkut tentang pencemaran lingkungan
dalam rangka menuju pada pengelolaan lingkungan yang serasi dan seimbang.
Upaya hukum internasional untuk mengantisipasi masalah pencemaran yang
ditimbulkan oleh perusahaan multinasional belumlah mendapatkan perhatian yang maksimal.
Indikasi dari pernyataan ini dapat dilihat dari kurangnya perjanjian-perjanjian atau konvensikonvensi yang membahas secara khusus dan terperinci mengenai pencemaran dari
perusahaan multinasional. Kalaupun ada hanya terdapat dalam klausul perjanjian atau
konvensi yang tidak mempunyai penekanan khusus atau kurang efektif.
Di sinilah titik lemah utama sehingga saat ini perusahaan-perusahaan multinasional
masih saja sering melakukan pencemaran lingkungan. Titik kelemahan lain yang juga tidak
kalah pentingnya adalah ketegasan dari negara-negara tempat perusahaan multinasional
beroperasi, yang dalam hal ini lebih dikhususkan kepada negara-negara berkembang.
Menyadari bahwa masalah pencemaran lingkungan yang dibuat oleh perusahaan
multinasional merupakan masalah yang kompleks dan perlu penyelesaian yang lebih baik dan
terarah maka diperlukan pengaturan hukum yang pasti, efektif, dan bijaksana untuk semua
pihak. Untuk menciptakan peraturan yang demikian maka ada beberapa hal yang perlu
diinventarisasi,

yang dapat menjadi acuan bagi pembentukkan kaidah-kaidah hukum

internasional yang dibutuhkan dalam masalah ini.


Banyak perusahaan multinasional di negara-negara

berkembang sudah dapat

memaklumi bersama masalah ini secara seksama. Karena itu dalam pembentukkan peraturan
nasional diusahakan seluruh unsur yang terkait dengan negara-negara berkembang tersebut.
Pengalaman-pengalaman yang lalu menunjukan bahwa biasanya dalam pembentukkan
hukum yang lebih banyak berperan justru negara-negara yang tidak terlibat langsung pada
masalah yang sebenarnya

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


Yang perlu juga diperhatikan adalah ketegasan negara-negara berkembang dalam
mengatur perusahaan multinasional di negaranya. Perekonomian dapat berkembang dan
ditingkatkan lewat masuknya perusahaan-perusahaan multinasional, tetapi patut pula diingat
bahwa pembangunan perekonomian akan sia-sia saja apa bila lingkungan di sekelilingnya
tidak mendukung lagi. Oleh karena itu kebijaksanaan pemerintah dalam menerima
perusahaan multinasional haruslah lebih rasional, jangan justru negara-negara dunia ketiga
dapat dijadikan pollution heavens bagi perusahaan-perusahaan multinasional tersebut.
Karena masalah pencemaran lingkungan oleh perusahaan multinasional bukan hanya
merupakan masalah nasional, tetapi merupakan masalah internasional, maka kesadaran
masyarakat internasional untuk melakukan usaha-usaha ke arah penciptaan lingkungan yang
baik. Dalam hal ini penanggulangan pencemaran lingkungan oleh perusahaan multinasional
harus lebih ditingkatkan dan dilakukan secara efektif lewat saran-saran, bantuan-bantuan, dan
lain-lain melalui badan-badan atau lembaga-lembaga masyarakat internasional.
Kurangnya kepastian hukum dan keefektifan dari hukum yang ada memberi peluang
bagi perusahaan multinasional untuk lebih leluasa dan sewenang-wenang dalam melakukan
pencemaran lingkungan. Oleh karena itu hukum yang ada sekarang perlu ditinjau kembali dan
direvisi sedemikian rupa agar lebih efektif dan pasti.

8. P e n u t u p
Untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
perusahaan multinasional memang dibutuhkan kerjasama dengan semua pihak yang
menginginkan terciptanya lingkungan yang seimbang dan serasi dengan kehidupan manusia.
Dalam memecahkan masalah tersebut, kurang bijaksana apabila saling menyalahkan satu
dengan lainnya sebab meskipun perdebatan itu telah sampai pada penemuan siapa yang
salah dan siapa yang benar, tetapi lingkungan yang telah tercemar tetap saja telah tercemar
dan tidak bisa lagi dipakai oleh manusia.
Oleh karena itu yang perlu kita lakukan sekarang adalah bagaimana mencegah dan
mengamankan agar lingkungan tidak tercemar lagi. Untuk menciptakan hal tersebut,
disamping dibutuhkan tanggungjawab moral dari perusahaan-perusahaan multinasional
secara keseluruhan juga diperlukan kesadaran mendasar bagi seluruh rakyat terutama di
negara-negara berkembang tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


Dari penguraian fakta, masalah dan analisa masalah pencemaran lingkungan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional, maka dari tulisan ini dapat ditarik kesimpulan yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
a.

Peranan perusahaan multinasional dewasa ini semakin meningkat yang dalam hal ini
menimbulkan masalah-masalah pencemaran lingkungan yang perlu diantisipasi sedini
mungkin oleh pihak-pihak yang terkait.

b.

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan multinasional kebanyakan


terjadi di negara-negara berkembang tempat mereka mengalokasikan pabrik-pabrik untuk
industri beratnya.

c.

Hukum internasional yang mengatur masalah perusahaan multinasional masih belum


efektif dan berkepastian dalam menangani masalah-masalah ini.

d.

Ada beberapa masalah yang perlu diinventarisasi oleh hukum internasional untuk
membuat aturan-aturan yang lebih baik dari aturan-aturan yang telah ada sebelumnya.
Saran-saran dari penulis dalam rangka menjawab masalah pencemaran yang

dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah sebagai berikut :


a.

Perlu dibuat peraturan yang berskala internasional yang bersifat mengkhususkan diri pada
persoalan pencemaran oleh prusahaan multinasional.

b.

Perlu lebih intensif diadakan dialog-dialog atau pertemuan-pertemuan antar badan-badan


dunia, negara-negara berkembang, dan perusahaan-perusahaan multinasional untuk
memecahkan masalah lingkungan.

Daftar Pustaka

Ansyari, Fuad. Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta, Ghalia


Indonesia, 1976.
Clapham, Michael. Multinational Enterprise and Nation State. London, 1975.
Dunning, John H. (ed.). Multinational Enterprise. New York, Ruskin House Museum Press,
1986.
___________ . Multinational Enterprises in a Global Economy, Workingham: AddisonWesley, 1993.
Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 1986.

10

source > http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/


Ohmae, Kenichi. Bonderless World. Harper Business: Mc.Kinsey & Company Inc., 1990.
Parthiana, Wayan. Perilaku Perusahaan Transnasional dan Pengaruhnya terhadap
Hukum Internasional. Pro Justitia, Edisi IV No.3, 1988.
Waters, Malcolm, Globalization, London: Routledge, 1995.
Wilhelm, Donald. Menuju Dunia Mendatang. Jakarta, UI Press, 1979.

11

Anda mungkin juga menyukai