Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Adanya perjanjian kerjasama secara global untuk mengadakan daerah pasar bebas (AFTA)
mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini adalah Multi-National Corporations
(MNCs) untuk berinvestasi ke negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek
Sumber Daya Manusia dan bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara,
khususnya Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNCs di Indonesia, tidak serta merta hanya
membawa dampak yang positif. Berbagai macam dampak negatif turut serta hadir sebagai
konsekuensi kehadiran MNCs tersebut, baik pada dimensi pekerja maupun pada dimensi
lingkungan hidup. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kehadiran
MNCs tersebut terhadap dimensi buruh (pekerja) dan lingkungan hidup. Hasil temuan yang ingin
disampaikan pada tulisan ini adalah bahwa dengan kehadiran MNCs, tidak berarti negara
berkembang dengan otomatis akan mendapatkan keuntungan di segala dimensi, akan tetapi ada
dimensi lain yang justru tereksploitasi, seperti pada dimensi SDM dan lingkungan
hidup.Berkembangnya Perusahaan Multi Nasional disuatu Negara sangatlah berpengaruh
terhadap Ekonomi Negara itu sendiri dimana pengangguran akan berkurang sehingga pendapatan
Negara itu sendiri otomatis akan bertambah. Dalam rangka membantu perubahan terhadap
Negara khususnya Indonesia perkembangan perusahaan multi Nasional merupakan prioritas
utama dalam pembangunan Negara.maka pembangunan ini memerlukan konsep yang sangat
bagus agar tuuan-tujuan tercapai semua.Dengan demikian unsure pemerintahan merupakan hal
yang penting sebelum mengarah kepada perusahaan itu sendiri
PERUSAHAAN MULTINASIONAL

A.   PENGERTIAN PERUSAHAAN MULTINASIONAL


Perusahaan multinasional yaitu suatu perusahaan yang berbasis di satu negara (negara induk)
akan  tetapi pesusahaan itu memiliki kegiatan produksi ataupun pemasaran cabang di negara –
negara lain (negara cabang).
Di beberapa dekade akhir abad ke-20, transformasi pesat dunia industri mengambil
bentuknya yang baru. Kemajuan mencolok ilmu dan teknologi, sebagai mesin penggerak suatu
masyarakat, dunia mendapatkan pengaruhnya dari berbagai sudut. Perekonomian adalah salah
satu bidang yang mengalami berbagai perubahan mencolok di masa-masa tersebut. Yang pasti,
munculnya berbagai perusahaan multinasional, hingga batas tertentu, membuka peluang bagi
globalisasi ekonomi.
Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada abad kesembilan belas di Negara-negara maju
banyak bersumber dari dari pergerakan modal internasional yang cukup deras pada waktu itu.
Mobiltas faktor-faktor produksi yang terjadi antar Negara mencapai titik puncaknya dengan
hadirnya perusahaan-perusahaan  multinasional. Mungkin perkembangan yang terpenting dalam
hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua dasawarsa terakhir ini adalah lonjakan
mengagumkan kekuatan dan pengaruh perusahaan-perusahaan raksasa  multinasional. Merekalah
penyalur utama aneka factor produksi, mulai dari modal, tenaga kerja dan teknologi produksi,
semuanya dalam skala besar-besaran, dari satu Negara ke Negara lainnya.

Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara dunia ketiga, mereka menjalankan berbagai


macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya
dengan perangkat teori-teori perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi
keuntungannya. Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti IBM, Ford, Exxon, Philips, Hitachi,
British Petroleum, Renault, Volkswagen, dan Coca-Cola, telah sedemikan rupa mendunia dalam
operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh
produksi internasional itu kepada penduduk setempat dan pihak asing menjadi semakin sulit
dilakukan

Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau
konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan
atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal
(reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang
antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai
investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi
atas penggunaan teknologi tinggi. Sebagian besar FDI ini merupakan kepemilikan penuh atau
hampir penuh dari sebuah perusahaan. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki
bersama (joint ventures) dan aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures
yang melibatkan tiga pihak atau lebih biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘) dan biasanya
dibentuk untuk proyek tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek pekerjaan umum yang
melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian dan sumberdaya.

Multinational Corporations atau MNC adalah perusahaan yang beroperasi di dua atau lebih
negara. MNC menjadi fenomena yang dominan dalam hubungan internasional saat ini terkait
dengan adanya globalisasi perdagangan dan perkembangan perekonomian dunia. Dalam hal
perkembangan perekonomian domestik suatu negara, MNC memiliki pengaruh yang signifikan
sebab keberadaan MNC pada suatu negara menjadi salah satu penyumbang pajak tertinggi bagi
pendapatan suatu negara sekaligus bagi perkembangan ekonominya. MNC adalah bentuk
korporasi baru yang tidak dapat di hindari sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya
globalisasi itu sendiri. MNC merupakan wujud dari perdagangan modern dimana profit
merupakan orientasi utama dari keberadaan setiap MNC di suatu negara.

Ciri – ciri perusahaan multinasional antara lain :


1. Lingkup kegiatan income generating (perolehan pendapatan) perusahaan multinasional
melampau batas- batas Negara.
2. Perdagangan dalam perusahaan multinasional kebanyakan terjadi di dalam lingkup perusahaan
itu sendiri, walaupun antarnegara.
3. Control terhadap pemakaian teknologi dan modal sangat diutamakan mengingat kedua factor
tersebut merupakan keuntungan kompetitif perusahaan multinasional.
4. Pengembangan system managemen dan distribusi yang melintasi batas-batas Negara, terutama
system modal ventura, lisensi dan franchise.

Karakter Perusahaan Multinasional


Perusahaan multinasional biasanya memiliki ciri – ciri :

1.  Membentuk cabang – cabang di luar negeri 


2. Visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi suatu barang bersifat global
(mendunia), jadi perusaan tersebut membuat atau menghasilkan barang yang dapat
digunakan di semua negara.
3.   Lebih cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur.
4. Menempatkan cabang pada negara – negara maju.

          Kehadiran anak perusahaan bagi negara cabang banyak memberikan keuntungan untuk
negara tersebut diantaranya pemberian pajak untuk perusahaan tersebut yang cukup besar. Tidak
hanya itu, dengan adanya suatu anak perusahaan dinegara lain, berarti sedikit membantu
membuka peluang kerja bagi penduduk yang belum kerja dinegara tersebut.

 Bekerja di Perusahaan Multinasional

Terbukanya perusahaan multinasional disambut baik dengan penduduk negara tersebut, karena
perusahaan muktinasional memiliki banayak keuntungan di bandingkan dengan perusahaan
lainnya, di antaranya sebagai berikut :

1. Jaringan kerja yang luas

          Perusahaan multinasional mempunyai jaringan pekerjaan yang luas, perusahaan tersebut
tidak hanya berkembang pada satu negara saja, akan tetapi banyak. Oleh sebab itu, peluang
untuk ke luar negeri besar untuk pelatihan ataupun penambahan pekerja dinegara lainnya

    2.       Pendapatan yang lebih tinggi

          Hal ini yang membuat banyak orang memilih perusahaan multinasional, karena
perusahaan multinasional menawarkan gaji yang lebih tinggi di bandingkan dengan perusahaan
lainnya. Tidak hanya gaji, perusahaan ini pun memiliki fasilitas yang lebih di bandingkan dengan
perusahaan swasta ataupun nasional lainnya. 

    3.       Deskiripsi pekerjaan lebih jelas

          Dekskripsi pekerjaan yang diberikan perusahaan multinasioanal lebih jelas atau tidak
tumpang tindih sehingga kita merasa nyaman dalam pekerjaan kita

 Persyaratan Agar di Terima di Perusahaan Multinasioanal

   Persyaratan umum sebenarnya sama dengan perusahaan lainnya yakni kemampuan teknis
sesuai bidangnya maupun kompetensi pendukung yang dimiliki dari seorang calon karyawan.
Bedanya, perusahaan multinasional juga akan melihat kompetensi non teknis sebagai bagian
penting dalam proses perekrutan karena akan menentukan apakah seseorang akan sesuai di
organisasi tersebut dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Terkait penguasaan
bahasa asing, pada perusahaan multinasional akan menjadi nilai tambah dan hampir menjadi
sesuatu yang wajib meskipun nantinya keahlian berbahasa bisa terus diasah ketika sudah bekerja.

 Bagaimana proses seleksi yang dilakukan?

   Proses seleksi tentu saja relatif lebih ketat dan persaingan antar kandidat juga cukup berat.
Hal bisa dimaklumi karena yang mendaftar juga merupakan orang-orang terbaik dari berbagai
perguruan tinggi bergengsi dalam dan luar negeri. Walaupun demikian, lulusan Indonesia
memiliki kualitas yang baik dan tak jarang memenangkan persaingan dibandingkan kandidat
yang pernah kuliah di luar negeri. Salah satu proses seleksi yang ada adalah Focus Group
Discussion di mana para kandidat diberi sebuah persoalan dan diminta untuk menyelesaikan
dengan interaksi antar individu dalam sebuah grup.

 Apa saja yang harus dipersiapkan oleh seorang mahasiswa agar siap melamar di
perusahaan multinasional?

   Pertama tentu saja harus menguasai bidang ilmu yang dipelajari dengan baik. Jika kuliah di
Teknik Mesin, kuasailah bidang tersebut dengan baik. Jika kuliah di Ekonomi, kuasai pula
bidang tersebut dengan baik. Selain pengetahuan yang sesuai dengan jurusan yang dijalani,
seorang mahasiswa harus memanfaatkan waktu untuk belajar hal-hal lain seperti kemampuan
berkomunikasi, menyampaikan sebuah ide atau pendapat, menganalisa sebuah permasalahan,
menggunakan common sense untuk mengatasi persoalan, memiliki energi dan komitmen yang
kuat dalam bekerja, serta memiliki kedewasaan yang matang secara pribadi, kemampuan
berorganisasi baik memimpin maupun dipimpin. Jika kualitas diri seperti itu dimiliki dan secara
fungsional bidang yang dipelajari juga dikuasai dengan baik, maka akan banyak perusahaan yang
mencari.

Perusahaan-Perusahaan Multinasiona
Perusahaan Multinasional telah memainkan peranan yang sangat penting dalam

menjalankan kebijakan dan aturan baik di tingkat national maupun internasional. Di negara-

negara berkembang, hampir setiap aspek dari kehidupan komunitas telah terkena dampak dari

operasi Perusahaan Multinasional. Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang

berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini

memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki

sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan

multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka

dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang

sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi

masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah

dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan

fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi

lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik

regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan

pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang

memadai.

Perusahaan multinasional pada dasarnya adalah sebuah perusahaan raksasa yang menjalankan,

memiliki serta mengendalikan operasi bisnis atau kegiatan-kegiatan usahanya di lebih dari satu

Negara. Perusahaan multinasional ini umumnya berupa perusahaan yang dikelola oleh lebih dari

sebuah negara, dan oleh karena kekuatan ekonominya yang besar, ia mampu mempengaruhi

kebijakan-kebijakan perekonomian suatu negara dengan sangat luas.


Dari sudut pandang sejarah, model perusahaan seperti ini mulai bermunculan sejak

dekade 50. perusahaan-perusahaan multinasional, terutama di AS, semakin aktif di beberapa

bidang, setelah terpengaruh oleh kondisi perekonomian di zaman itu. Dengan memanfaatkan

sistem transportasi dan komunikasi internasional yang semakin modern, demikian pula karena

adanya “celah” antara hubungan Eropa dan Jepang, perusahaan-perusahaan ini menemukan

peluang untuk menjual produk-produk mereka ke luar batas-batas AS. Tak lama kemudian,

perusahaan-perusahaan Eropa mengikuti jejak langkah mereka ini, sehingga menjadi semakin

luaslah keberadaan perusahaan-perusahaan multinasional ini.

Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di banyak


negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor,
pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di
mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar
memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam
politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga
sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik. Karena
jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus
berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak
pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat
berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada
PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar
pekerja dan lingkungan yang memadai.

Terdapat dua karakteristik pokok dari perusahaan multinasional, yakni ukuran mereka
yang sangat besar dan kenyataan bahwa operasi bisnis mereka yang tersebar ke seluruh dunia itu
cenderung dikelola secara terpusat oleh para pemimpinnya di kantor pusatnya yang
berkedudukan di Negara asal. Ukuran mereka yang sedemikian besar tentu memberikan
kekuatan ekonomi (dan terkadang juga kekuatan politik) yang sangat besar, sehingga mereka
merupakan kekuatan utama (sekitar 40%) yang menyebabkan berlangsungnya globalisasi
perdagangan duniua secara pesat. Dengan kekuatan yang begitu besar, merekalah yang
sebenarnya seringkali mendominasi aneka komoditi dagang di Negara-negara berkembang
(tembakau, mie, bubur gandum instant, dsb).

Dari gambaran ini, maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan ekonomi (dan
terkadang politik) yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaa multinasional tersebut, apalagi jika
dibandingkan dengan pemerintahan di Negara-negara berkembang di mana mereka menjalankan
bisnisnya. Kekuatan mereka ini juga ditunjang lagi oleh posisi oligopolitik yang mereka
genggam dalam perekonomian domestic atau bahkan internasional pada sektor atau jenis-jenis
produk yang mereka jalankan.

 CONTOH – CONTOH PERUSAHAAN MULTINASIONAL YANG ADA DI


INDONESIA 

1.  DUNKIN DONUTS

          Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke Indonesia melalui Penanaman Modal Asing
Langsungnya dengan membuka perusahaan pertamanya di Jakarta. Dunkin’ Donuts sebelumnya
juga telah membuka cabang-cabangnya (franchise) di berbagai negara, seperti negara-negara di
Eropa.  Dunkin’Donuts pada mulanya tumbuh dan berkembang di kota Boston, Amerika Serikat
pada tahun 1940 (dengan nama awal Open Kettle). Kemudian perusahaan ini terus tumbuh dan
berkembang hingga akhirnya pada tahun 1970, Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi
perusahaan dengan merek internasional. Kemudian pada tahun 1983 perusahaan Dunkin’Donuts
dibeli oleh Domecq Sekutu (Allied Domecq) yang juga membawahi Togo’s dan Baskin Robins.
Di bawah  Allied Domecq, perluasan pasar Dunkin’Donuts secara internasional semakin
diintensifkan. Hingga akhirnya gerai Dunkin’Donuts tersebar tidak hanya di benua Amerika saja,
tetapi juga meluas ke benua-benua seperti  Eropa dan Asia. Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts
mulai merambah pasarnya pada tahun 1985 dengan gerai pertama didirikan di Jalan Hayam
Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts dipegang
oleh Dunkin’ Donuts Indonesia[10]. Saat pertama kali Dunkin’Donuts membuka gerai
pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi keras dari masyarakat yang
menentang perusahaan tersebut untuk masuk. Masyarakat cenderung menganggap positif atas
upaya perusahaan tersebut dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka  justru cenderung
merasa senang atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.

2.       LEVI’S JEAN 

Sebuah kisah menggambarkan sejarah  celana jeans yang telah diciptakan oleh Levi Strauss
tahun 1880 ini, delapan tahun setelah jeans masuk ke Amerika Serikat (AS) tahun 1872. Jeans
Levis pertama kali dibuat di Genoa, Italia tahun 1560-an. Kain celana ini biasa dipakai oleh
angkatan laut. Orang Prancis menyebut celana ini dengan sebutan  “bleu de Génes”, yang berarti
biru Genoa. Meski tekstil ini pertama kali diproduksi dan dipakai di Eropa, tetapi sebagai
fashion, jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss, seorang pemuda berusia dua puluh tahunan
yang mengadu peruntungannya ke San Francisco sebagai pedagang pakaian. Ketika itu, AS
sedang dilanda demam emas. Levi Strauss & Co. adalah produsen pakaian Amerika Serikat yang
didirikan pada tahun 1853 oleh Levi Strauss. Perusahaan ini bersifat internasional dengan 3
divisi geografis Levi Strauss North Americas, bermarkas di San Francisco, Levi Strauss Europe,
dengan markas di Kota Brusel dan Levi Strauss Asia Pacific, markas di Singapura. Jumlah
karyawan perusahaan Levi Strauss & Co.  sampai saat ini telah mencapai sekitar 8.850 di seluruh
dunia.
3.       EPSON
Awalnya EPSON yang ada saat ini memang bukan berasal dari Indonesia. Produk asal
Jepang ini menjadikan Indonesia menjadi pusat produksinya didunia. Epson sesungguhnya
berawal dari usaha jam merek Seiko. Ya, merek jam yang selama ini kita kenal itu merupakan
cikal bakal berdirinya EPSON. Boleh dibilang EPSON adalah anak kandung Seiko. Didirikan
Hisao Yamazaki pada 1942, Seiko berada di bawah bendera Daiwa Kogyo. Kala itu, Seiko amat
terkenal akan keunggulannya dalam teknologi presisi kinetiknya. Teknologi ini sangat
memperhatikan detail, ketepatan, serta keakuratan secara mekanis dan berulang. Sebuah
teknologi yang mencerminkan gaya hidup orang Jepang.

4.       KFC
KFC (dulu dikenal dengan nama Kentucky Fried Chicken) adalah suatu merek dagang
waralaba dari Yum! Brands, Inc., yang bermarkas di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat.
Didirikan oleh Col. Harland Sanders, KFC dikenal terutama karena ayam gorengnya, yang biasa
disajikan dalam bucket. Col. Sanders mulai menjual ayam gorengnya di pom bensin miliknya
pada tahun 1939 di Corbin, Kentucky yang selanjutnya pindah ke sebuah motel. Ia menutup
usahanya pada akhir 1940-an sewaktu jalan tol Interstate melalui kotanya. Pada awal 1950-an, ia
mulai berkeliling Amerika Serikat dan bertemu dengan Pete Harman di Salt Lake City, Utah, dan
pada tahun 1952 bersama-sama mendirikan restoran Kentucky Fried Chicken yang pertama di
dunia (restoran pertamanya tidak menggunakan nama tersebut). Sanders menjual seluruh
waralaba KFC pada tahun 1964 senilai 2 juta USD, yang sejak itu telah dijual kembali sebanyak
tiga kali. Pemilik terakhir adalah PepsiCo, yang menggabungkannya ke dalam divisi perusahaan
Tricon Global Restaurants yang sekarang dikenal sebagai Yum! Brands, Inc. Pada tahun 1997,
Tricon terpisah dari PepsiCo.  Di Indonesia, pemegang hak waralaba tunggal KFC adalah PT.
Fastfood Indonesia, Tbk (IDX: FAST) yang didirikan oleh Kelompok Usaha Gelael pada tahun
1978, dan terdaftar sebagai perusahaan publik sejak tahun 1994. Restoran KFC pertama di
Indonesia dibuka pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta.

 5.       LG
Didirikan pada 1947, Lucky  Chemical Industrial Co. (sekarang disebut LG Chemical),
adalah merupakan perusahaan kimia pertama di Korea. Perusahaan ini merupakan sebuah kerja
sama antara keluarga Koo dan Heo, yang telah memiliki bisnis yang saling bersaing satu sama
lain untuk beberapa generasi. Grup ini memperluas ke peralatan rumah tangga pada 1958 di
bawah nama Goldstar Electronics Co. GeumSung being Planet Venus)(sekarang disebut LG
Electronics), yang merupakan perusahaan elektronik pertama di negara tersebut.  LG Indonesia
didirikan pada 15 Desember 1990 yang berpusat di Gedung Garuda Indonesia. LG Indonesia
juga sebagai sponsor resmi Persija Jakarta

6.       BLACKBERRY
Berawal dari perusahaan kecil dengan modal hasil pinjaman, RIM berkembang menjadi
perusahaan yang paling di kagumi dan di hormati dai Kanada. Kisah sukses perusahaan dengan
nama lengkap Research In Motion Ltd, berawal dari keinginan seorang pemuda yang di drop out
dari kampusnya untuk membuktikan diri. Adalah seorang yunani bernama Mike Lazardis yang
berimigrasi dari Turki ke Kanada pada th 1967. Usianya yang ke 23 Lazardis mendapat
kenyataan pahit karena di keluarkan dari Universitas Waterloo, dimana dia mendalami teknik
elektro. Lazardis mendapat pinjaman modal usaha dari teman dan keluarganya. Dengan modal
tersebut, Lazarsis dan dua temannya mendirikan RIM di Waterloo,Ontario Kanada th 1984.
BlackBerry pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada pertengahan Desember 2004 oleh
operator Indosat dan perusahaan Starhub. Perusahaan Starhub merupakan pengejewantahan dari
RIM yang merupakan rekan utama BlackBerry.

D. Dampak perusahaan multinasional

Dewasa ini kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional di bidang ekonomi dan


politik dunia, terasa sangat mencolok. Perusahaan-perusahaan multinasional yang “menancapkan
kukunya” juga tentu saja memberikan implikasi kepada, saya sebut sebagai, Negara yang
di’ekspansi’nya, baik dampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak positif pertama
yang paling sering disebut-sebut sebagai sumbangan positif penanaman modal asing ini adalah,
peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat investasi
yang ditargetkan dengan jumlah actual “tabungan domestik” yang dapat dimobilisasikan.
Dampak positif kedua adalah, dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan
multinasional dan ikut serta secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri,
pemerintah Negara-negara berkembang berharap bahwa mereka akan dapat turut
memobilisasikan sumber-sumber financial dalam rangka membiayai proyek-proyek
pembangunan secara lebih baik.

Dampak positif ketiga adalah, perusahaan multinasional tersebut tidak hanya akan
menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik baru saja kepada Negara-negara miskin
yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber
daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman
dan kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti dapat
dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestic

Dampak positif keempat adalah, perusahaan multinasional juga berguna untuk


mendidik para manajer local agar mengetahui strategi dalam rangka membuat relasi dengan
bank-bank luar negeri, mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-
jaringan pemasaran sampai ke tingkat internasional. Dampak positif kelima adalah, perusahaan
multinasional akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai sangat maju dan
maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi sekaligus memperkenalkan mesin-
mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara dun ia ketiga.

Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam pelaksanaan kegiatan
ekonominya, perusahaan multinasional juga mempunyai dampak negatif yang terjadi pada
Negara tamu. Pada umumnya pasar yang menjadi sasaran pemasaran perusahaan multinasional
ini memang adalah Negara-negara yang notabenenya adalah Negara-negara yang sedang
berkembang atau Negara-negara dunia ketiga. Hal ini mereka lakukan karena Negara-negara
dunia ketiga ini dinilai belum mempunyai perlindungan yang baik atau belum mempunyai
“kekuatan” yang cukup untuk menolak “kekuatan” daripada perusahaan-perusahaan raksasa
multinasional ini sehingga bukan tidak mungkin mereka bisa melakukan intervensi terhadap
pemerintahan yang dilangsungkan oleh Negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain
Negara-negara ini menghadapi dilema di mana sebagian besar negara terlalu lemah untuk
menerapkan prinsip aturan hukum, dan juga perusahaan-perusahaan raksasa ini sangat kuat
menjalankan kepentingan ekonomi untuk keuntungan mereka sendiri.

Kemudian kita juga harus menyadari bahwa perusahaan-perusahaan mutinasional ini


tidak tertarik untuk menunjang usaha pembangunan suatu Negara. Perhatian mereka hanya
tertuju kepada upaya maksimalisasi keuntungan atau tingkat hasil financial atas setiap sen modal
yang mereka tanamkan. Perusahaan-perusahaan multi nasional ini senantiasa mencari peluang
ekonomi yang paling menguntungkan, dan mereka tidak bisa diharapkan untuk memberi
perhatiam kepada soal-soal kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan lonjakan pengangguran.
Pada umumnya, perusahaan-perusahaan multinasional hanya sedikit memperkerjakan tenaga-
tenaga setempat. Operasi mereka cenderung terpusat di sector modern yang mampu
menghasilkan keuntungan yang maksimal yaitu di daerah perkotaan.

Selain tidak bisa diharapkan untuk ikut membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan di
Negara tuan rumah, mereka bahkan seringkali memberi pengaruh negative terhadap tingkat
upah rata-rata, karena mereka biasanya memberikan gaji dan aneka tunjangan
kesejahteraan yang jauh lebih tinggi ketimbang gaji gaji rata-rata kepada para
karyawannya, baik itu yang berasal dari Negara setempat atau yang didatangkan dari
Negara-negara lain. Di atas telah dikatakan bahwa keuatan mereka juga ditunjang oleh posisi
oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestik atau bahkan internasional
pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka geluti. Hal ini bertolak berlakang dari keyataan
bahwa mereka cenderung beroperasi di pasar-pasar yang dikuasai oleh beberapa penjual dan
pembeli saja. Situasi seperti ini memberi mereka kemampuan serta kesempatan yang sangat
besar untuk secara sepihak menentukan harga-harga dan laba yang mereka kehendaki,
bersekongkol dengan perusahaan lainnya dalam membagi daerah operasinya serta sekaligus
untuk mencegah atau membatasi masuknya perusahaan-perusahaan baru yang nantinya
dikhawatirkan akan menjadi saingan mereka.

Hal-hal tersebut mereka upayakan dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki
dalam penguasaan teknologi-teknologi baru yang paling canggih dan efisien, keahlian-keahlian
khusus, diferensiasi produk, serta berbagai kegiatan periklanan secara gencar dan besar-besaran
untuk mempengaruhi, kalau perlu mengubah, selera dan minat konsumen. Kemudian walaupun
dampak-dampak awal (berjangka awal) dari penanaman modal perusahaan multinasional
memang dapat memperbaiki posisi devisa Negara yang menerima mereka (Negara tuan rumah),
tetapi dalam jangka panjang dampak-dampaknya justru negatif, yakni dapat mengurangi
penghasilan devisa itu, baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun neraca modal.
Neraca transaksi berjalan bisa memburuk karena adanya impor besar-besaran atas barang-barang
setengah jadi dan barang modal oleh perusahaan multinasional itu, dan hal tersebut masih
diperburuk lagi oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalty, dan biaya-
biaya jasa manajemen ke Negara asalnya. Jadi praktis pihak Negara tuan rumah tidak
memperoleh bagian keuntungan yang adil dan wajar.

Selain itu perusahaan-perusahaan multinasional berpotensi besar untuk merusak


perekonomian tuan rumah dengan cara menekan timbulnya semangat bisnis para
usahawan local, dan menggunakan tingkat penguasaan pengetahuan teknologi mereka yang
superior, jaringan hubungan luar negeri yang luas dan tertata baik, keahlian dan agresivitas di
bidang periklanan, serta penguasaan atas berbagai berbagai jenis jasa pelengkap lainnya untuk
mendorong keluar setiap perusahaan local yang cukup potensial yang dianggap mengganggu
atau mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus untuk menghalangi munculnya
perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk menjadi saingan mereka. Perusahaan-
perusahaan multinasional juga sering menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk
mempengaruhi, menyuap, dan memanipulasi berbagai kebijakan pemerintah di Negara tuan
rumah ke arah yang tidak menguntungkan bagi pembangunannya.

C.Dampak Negatif Perusahaan Multinasional

Alasan utama banyaknya negara berhati-hati sebelum mengizinkan operasi suatu perusahaan
multinasional di negaranya adalah dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.
Salvatore paling tidak menyebutkan  6 dampak ini di dalam bukunya,

Terhadap negara asal

1. Hilangnya sejumlah lapangan kerja domestik. Ini karena perusahaan multinasional


mengalihkan sebagian modal dan aktivitas bisnisnya ke luar negeri.
2. Ekspor teknologi, yang oleh sebagian pengamat, secara perlahan-lahan akan melunturkan
prioritas teknologi negara asal dan pada akhirnya mengancam perekonomian negara
bersangkutan.
3. Kecenderungan praktik pengalihan harga sehingga mengurangi pemasukan perpajakan
4. Mempengaruhi kebijakan moneter domestik.

Terhadap negara tuan rumah:

1. Keengganan cabang perusahaan multinasional untuk mengekspor suatu produk karena


negara tersebut bukan mitra dagang negara asalanya.
2. Mempengaruhi kebijakan moneter negara yang bersangkutan.
3. Budaya konsumsi yang dibawa perusahaan tersebut bisa mengubah budaya konsumsi
konsumen local dan pada akhirnya mematikan unit-unit usaha tradisional.

Dan tentu saja dampak-dampak lainnya masih banyak mengingat masalah ini adalah masalah
yang kompleks. Mulai dari politik yang mempengaruhinya, belum lagi bidang lainnya yang
mempengaruhi dan dipengaruhi baik di bidang sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.

D.Penanggulangan Dampak negatif Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional, seperti halnya perusahaan komersial lainnya akan tetap dan selalu
bersifat  profit oriented. Disini akan timbul suatu masalah dalam kaitannya dengan
penanggulangan dampak negative perusahaan multinasional. Program-program penanggulangan
dampak negative, bisa dicontohkan asuransi kesehatan pegawai, pajak lingkungan hidup (di luar
negeri), jamsostek, reservasi lingkungan, akan dianggap sebagai suatu inefisiensi karena sifat
profit orientednya tadi, dimana perusahaan berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap shareholder. Sehingga tidak akan tercapai titik
temu antara tujuan perusahaan dengan tujuan masyarakat. Disinilah pemerintah mengambil
peranannya. Namun, tidak selamanya hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah apalagi pemerintah
yang korup. Demi peningkatan usaha penanggulangan dampak negatif MNC, harus dicari akar
masalah dari hambatan atas penanggulangan ini. Ekonom dan peraih nobel, Joseph E stiglitz
dalam bukunya Making Globalization Works (2006) mengemukan 4 dilema yang dialami
perusahaan sehingga mereka sebenarnya tidak mau melakukan usaha penanggulangan dampak
negatif atas aktivitas yang mereka lakukan.
1. Sifatnya yang profit oriented, sebagaimana penjelasannya di atas.
2. Kompetisi. Ini mengakibatkan perusahaan harus melakukan operasi seefisien mungkin
dengan cara menghasilkan untung yang sebesar-besarnya dan menekan biaya dalam
waktu singkat agar dapat tetap survive. Dalam kondisi seperti ini, tentu perusahaan akan
menghindari segala biaya yang tidak esensial bagi operasi seperti, misalkan biaya
pembangunan rumah sakit bagi warga sekitar.
3. Kekuatan ekonomi dan politik, mengingat kekuatan peusahaan multinasional yang luar
biasa secara ekonomi dan politik, perusahaan semacam ini bisa saja “membeli” negara-
negara yang memang sedang membutuhkan modal dari mereka. Contohnya Freeport di
Papua dan Exxon di Aceh. Dilema akan terjadi karena semakin perusahaan ini berperan
dalam pembangunan sosial ekonomi semakin pembangunan ditentukan oleh praktik-
praktik untuk memenuhi interest dari perusahaan tersebut. Misalnya Freeport memang
membangun rumah-rumah sakit,jalan sekolah, tetapi warga sekitar tetap mengeluh.
Mereka mengeluh karena kenyataannya fasilitas-fasilitas tersebut untuk melayani
kepentingan pegawai dan staf perusahaan saja.
4. Kolusi perusahaan-pemerintah. Perusahaan bisa melakukan lobi-lobi kepada para
birokrat, baik daerah maupun pusat untuk membuat undang-undang yang memenuhi
interest dan kebutuhan mereka. Tidak jarang biaya untuk melakukan lobi-lobi ini
melebihi biaya investasi lainnya. Perusahaan perminyakan seringkali mengurangi biaya
kompensasi dan konservasi alam dengan cara menyuap pejabat publik. Lagipula
kebijakan tersebut adalah banyak dipengaruhi  pejabat publik dan perusahaan saja, tetapi
minim partisipasi masyarakat sehingga tidak jarang mengabaikan hak-hak publik. Contoh
yang bagus adalah kasus Freeport di Indonesia, “Dalam 20 tahun berikutnya, proses
pemakaian tanah yang tidak transparan—dan pemindahan paksa komunitas lokal—
berlanjut pada 1995, anggota-anggota masyarakat memahami untuk pertama kalinya
bahwa, menurut sumber-sumber pemerintah, mereka telah menyerahkan tanah-tanah
ulayat di wilayah Timika (hampir 1 juta hektar) kepada pemerintah untuk penempatan
transmigrasi, termasuk kota Timika dan lokasi Freeport yang baru, Kuala Kencana.”
(Aderito de Jesus Soares, jurnal LIBERTASAUN V/2005)
Dari akar masalah di atas paling tidak bisa dirumuskan 3 pendekatan dalam menanggulangi
masalah di  atas sebagai  berikut:

1. Pendekatan hukum. Dilema perusahaan akan profit oriented dapat dicegah melalui
legislasi, dimana peraturan perundang-undangan yang mengikat semua pihak akan
menempatkan perusahaan pada standar yang sama. Perusahaan yang berbisnis dengan
standar tinggi pasti akan menyambut baik hal ini. Perusahaan yang berbisnis dengan
standar tinggi, dalam menjalankan praktiknya akan memperhatikan etika berbisnis (code
of conduct). Peraturan dan legislasi akan melindungi perusahaan  tersebut terhadap
kompetisi yang tidak fair dari perusahaan yang tidak memenuhi standar yang sama.
Pentingnya peraturan dan hukum ini, seperti dikatakan oleh stiglitz, “tanpa tekanan
peraturan pemerintah dan masyarakat, korporasi enggan melindungi dampak
lingkungan secara memadai. Sejatinya mereka memiliki motivasi untuk merusak
lingkungan hidup jika hal tersebut dapat menyelamatkan uang mereka”
2. Pendekatan sosial dan etika. Pendekatan lainnya untuk menjamin pertanggungjawaban
publik perusahaan multinasional ialah melalui berbagai macam tekanan  sosial dan etik
masyarakat. Paling tidak ada 4 kelompok yang dapat mengadakan presure antara lain,
konsumen, investor, pekerja dan LSM. Menurut Wegner-Tsukamoto, kelompok ini dapat
menciptakan apa yang disebut “ethical capital” yang artinya nilai yang merasuki empat
kelompok tadi untuk melakukan gerakan moral secara aktif. Contoh nyatanya adalah
boikot yang dilakukan Gandhi, tentu saja diikuti pengikutnya, atas perusahaan kapas
kolonialis Inggris di India, kemudian boikot partai solidaritas buruh di Glasgow atas
perusahaan galangan kapal. Kemudian, contoh dari LSM yang memberikan tekanan
adalah yang sering didengar tentang kampanye “blood diamond” di Sierra atau “Dirty
Oil” di Nigeria yang cukup efektif menarik perhatian dunia sehingga perusahaan
multinasional yang bersangkutan tidak bisa seenaknya sendiri. Kasus di Indonesia yang
terkenal adalah kasus Freeport di mana LSM bentukan masyarakat/ suku lokal bernama
LEMASA  (Lembaga Masyaraka Adat Komoro) mengajukan gugatannya di pengadilan
New Orleans, kota dimana  kantor pusat Freeport berada.
3. Rahmad Paul,  master pada Conflict Transformation di Center for Justice and
Peacebuilding Eastern Mennonite University, US menyarankan pendekatan melalui
transformasi konflik. Konflik itu seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa
menghambat tetapi jika dikelola dengan baik dapat menjadikannya sesuatu yang
konstruktif. Kalau dinamika konflik dikelola secara tepat akan berdampak pada
perubahan sosial yang transformative dan significant bagi kepentingan rakyat banyak.
Negosiasi dan mediasi konflik merupakan cara pendekatan yang berprinsip pada
nonkekerasan dan dialog untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak yang bertikai.
Para pihak yang berkonflikperlu duduk bersama dan setara di meja perundingan negosiasi
guna mencari titik temu dan menjembatani perbedaan persepsi dan kepentingan dan
secara bersama-sama membangun consensus yang membangun dan mengakomodasi
semua pihak.

Adapun Nopirin,  Ph.D dalam bukunya ekonomi internasional jilid 3 mengungkapkan


setidaknya  ada 5 cara dalam hal pengaturan  perusahaan multinasional demi penghindaran efek
buruk yang mungkin terjadi:

1. Pengaturan tentang masuknya MNC. Pengaturan meliputi penilaian tentang kemungkinan


efek suatu perusahaan multinasional di masa yang akan datang terhadap politik dan
ekonomi negara yang bersangkutan. Jika penilaian ini menunjukkan kemungkinan yang
sangat buruk atau dengan kata lain kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya,
maka perusahaan multinasional tersebut ditolak kehadirannya.
2. Penentuan sektor-sektor tertentu yang sudah tertutup untuk investasi asing  atau
penentuan pemilikan, sehingga memberi peluang pada wiraswasta local untuk ikut
melakukan kegiatan atau mengambil keputusan.
3. Negara penerima dapat mengatur kegiatan perusahaan multinasional dengan cara
membatasi bahan yang diimpor, penentuan harga produk, pengaturan tentang kredit,
pemilikan serta pengaturan tentang efeknya terhadap lingkungan.
4. Negara penerima melakukan pengaturan tentang keuntungan yang boleh dikirimkan
kembali ke negara induk.
5. Negara penerima dapat melakukan nasionalisasi perusahaan multinasional. Biasanya ini
adalah tindakan terakhir yang dilakukan suatu negara dan harus dipertimbangkan secara
hati-hati karena hal ini dapat melenyapkan minat investor untuk berinvestasi di masa-
masa yang akan datang.
Pada kenyataannya, memang suatu negara  tidak akan membiarkan perusahaan multinasional
untuk sertamerta masuk dan beroperasi di wilayahnya. Akan banyak terdapat pembatasan-
pembatasan. Negara Kanada misalnya, saat ini menerapkan tingkat pajak yang lebih tinggi
terhadap anak atau cabang perusahaan asing, termasuk perusahaan patungan, dengan jumlah
saham yang dikuasai warga Kanada kurang dari 25%. India secara ketat membatasi sector-sektor
industry yang boleh menerima penanaman modal asing secara langsung. Beberapa negara
berkembang bahkan tidak memperbolehkan perusahaan yang sahamnya dikuasai 100% oleh
pihak asing.

BAB III

PENUTUP

Perusahaan multinasional sebagai pengaruh globalisasi di abad ini tidak akan penah bisa
dihindari sebab selain banyak dikecam juga tidak salah kiranya  disebutkan memberikan manfaat
yang berguna bagi kesejahteraan bangsa. Yang menjadi fokus pengaturan adalah bagaimana
penanggulangan terhadap efek-efek negatif yang mungkin muncul sehingga semakin
memaksimalkan kesejahteraan rakyat. Penanggulangan ini bisa dilakukan dengan berbagai
macam cara. Akhirnya penanggulangan ini akan memberikan pelajaran pada perusahaan
multinasional, sebagaimana yang dikatakan Brata T. Hardjosubroto ( Head of Public Relation
Nestle Indonesia ), “Reputasi buruk memberi dampak negatif bagi suatu perusahaan
multinasional. Reputasi buruk yang diterima oleh suatu perusahaan tidak bisa mendapatkan
sangsi pelanggaran hukum, tetapi mencoreng nama baik perusahaan tersebut”. Sehingga
diharapkan dengan adanya penanggulangan ini, dengan sendirinya akan tercapai titik temu
tentang apa yang diinginkan masyarakat dengan tujuan perusahaan

          Akhir dekade 1990-an ini merupakan periode yang menarik bagi kita untuk menilai
kembali segala dampak kualitatif maupun kuantitatif yang ditimbulkan oleh investasi yang
dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa multinasional terhadap kondisi social-ekonomi
Negara-negara berkembang yang bertindak sebagai tuan rumahnya. Tetapi perusahaan
multinasional atau transnasional bisa menjadi bencana nasional karena rawan pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) dan bisa menjadi kekuatan penghambat proses demokratisasi di negara-
negara sedang berkembang.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Emmy Hafild


mengemukakan hal itu dalam diskusi bertema, “Tanggung Jawab Transnational Corporations
dalam HAM” yang diselenggarakan Komisi Nasional HAM, Rabu (21 November 2006) di
Jakarta.  Emmy berpendapat, ada kecenderungan kuat, para pemimpin pemerintahan atau negara
di negara-negara berkembang tunduk pada kekuatan modal perusahaan-perusahaan
transnasional. “Jadi, jangan heran bila banyak kebijakan pemerintah soal perburuhan misalnya,
lebih memihak kepentingan perusahaan transnasional,” tegasnya.  Menurut Emmy, dimana pun,
perusahaan-perusahaan multinasional selalu berusaha menggunakan setiap celah untuk mendikte
norma internasional. “Dan nyatanya berhasil,” tuturnya. Emmy mengatakan, perusahaan
multinasional di Tanah Air lebih banyak menimbulkan berbagai kerusakan daripada keuntungan.
Berbagai kerusakan itu antara lain, perampasan tanah, penghancuran tradisi, perampasan hak
penduduk atas lingkungan hidup yang sehat, penghancuran sumber daya alam, serta pelecehan
seksual.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, keterlibatan


masyarakat sangat esensial dalam pembangunan berkelanjutan, tetapi saat ini masih terbatas dan
masih belum menjadi suatu gerakan. Untuk mendorong partisipasi masyarakat, dibutuhkan suatu
wahan untuk menyebarkan suatu informasi mengenai pembangunan berkelanjutan dan isu
lingkungan global. Selain itu, kata Rachmat, diperlukan penguatan jejaring masyarakat untuk
dapat berperan dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Terkait dengan kasus yang
terjadi di Papua, mungkin solusi yang perlu dimanifestasikan di dalam masyarakat itu sendiri
adalah berupa pola alokasi dana ke titik tertentu mungkin perlu dikembangkan ke kelompok-
kelompok yang lebih kecil, mengingat suku-suku yang mendiami kawasan pegunungan itu hidup
dalam kelompok-kelompok kecil di daerah-daerah terisolasi sehingga dampak yang terjadi lebih
dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Barang kali satu-satunya kesimpulan yang cukup sahih untuk dikemukakan di sini adalah
bahwasannya penanaman modal swasta asing bisa merupakan pendorong pembangunan ekonomi
dan social yang penting selama kepentingan-kepentingan perusahaan multinasional tersebut
memang sejalan dengan kepentingan pemerintah dan masyarakat di Negara tuan rumah (tentu
saja yang dimaksudkan dengan kepentingan di sini bukanlah kepentingan yang pada akhirnya
menyebabkan berlarut-larutnya pembangunan yang dualistis serta memburuknya ketimpangan
distribusi pendapatan). Namun, selama perusahaan-perusahaan multinasional tersebut hanya
melihat kepentingan mereka dari segi output secara global atau maksimalisasi keuntungan saja
tanpa memperdulikan dampak-dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh segenap aktivitas
bisnisnya terhadap kondisi-kondisi ekonomi dan social di wilayah-wilayah operasinya, maka
selama itu pula tuduhan-tuduhan dari pihak yang menentang penanaman modal asing akan
semakin mendapatkan dukungan di kalangan pemerintah maupun masyarakat di Negara-negara
dunia ketiga.

Daftar Pustaka

Anonim. 2006. Perusahaan Multinasional dan Dampaknya. Desember 2006.

http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/11/07/perusahaan-multinasional/

http://kabarfebri.blogspot.com/2012/06/pengaruh-kehadiran-perusahaan.html

http://adinugroho5.wordpress.com/2010/11/18/dampak-dampak-negative-perusahaan-
multinasional-mnc-serta-penanggulangannya/

Anda mungkin juga menyukai