PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi, telah banyak dampak yang sudah dirasakan dari bebasnya
informasi teknologi dalam kaitanya dengan tingkat persaingan antara perusahaan-
perusahaan lokal dan perusahaan-perusahaan asing. Di Indonesia, selain perusahaan
lokal atau perusahaan yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha dalam negeri, baik
perusahaan yang berbentuk badan usaha pemerintah (BUMN) maupun swasta,
perusahaan-perusahaan asing juga ikut serta meramaikan perekonomian di negara kita,
khususnya di bidang industri dan perdagangan. Perusahaan asing ini harus bersaing
dengan perusahaan-perusahaan lokal untuk dapat merebut pasar yang terlebih dahulu
dikuasai oleh pesaing lokalnya. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan asing tersebut
memerlukan strategi-strategi khusus dalam menjalankan perusahaannya.
Tidak hanya terjadi di Indonesia, hal ini pun dialami oleh negara-negara lain
terutama di wilayah Asia. Bahkan perusahaan-perusahaan asing ini banyak yang lebih
mendominasi di pasar lokal negeri kita dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Perusahaan-perusahaan asing atau disebut juga Multinational Corporation (MNC)
tersebut bergerak di berbagai bidang yang berbeda-beda, diantaranya yaitu bergerak di
bidang franchise, ritel, perbankan, restoran, hiburan, otomotif, teknologi informasi,
perminyakan dan pertambangan, direct selling, dan sebagainya.
Seperti yang tercantum pada perjanjian tersebut, TPP memiliki tujuan untuk
membangun sebuah perjanjian regional yang komprehensif yang memajukan integrasi
ekonomi untuk perdagangan bebas dan investasi. TPP juga bertujuan untuk membawa
pertumbuhan ekonomi dan sosial, menciptakan kesempatan kerja baru dan kesempatan
bisnis yang baru. Selain itu, dalam perjanjian tertulis komitmen dari TPP untuk
meningkatkan standar hidup, keuntungan bagi konsumen, dan berkontribusi untuk
mengurangi kemiskinan serta memajukan pembagunan berkelanjutan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana yang dimaksud dengan “multinational corporation” (MNC),
dan apakah konsep ini dikenal di Indonesia, serta bagaimana
implementasinya?
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami tugas ini secara keseluruhan maka
sistematika penulisan disusun sebagai berikut:
I. Pendahuluan
Bab Pendahuluan merupakan sebuah pengantar awal untuk memasuki isi
dari tugas ini. Bab ini berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
serta sistematika penulisan.
II. Pembahasan
Bab ini memuat pembahasan yaitu tentang pengertian Multinational
Corporation (MNC) dan apakah di Indonesia dikenal serta bagaimana
implementasinya. Kedua, bagaimana konsp independent director dalam
konteks corporate governance. Ketiga, mengenai apa itu Trans Pacific
Partnership, dan dampaknya bagi Indonesia.
III. Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan secara ringkas dari hasil pembahasan dan
penelitian serta beberapa saran dari penulis sehubungan dengan
permasalahan yang telah dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
1
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional Liberalisasi Hukum Perdagangan
Internasional dan Hukum Penanaman Modal (Bandung : Alumni, 2011), hlm. 151.
2
Winardi, Kamus Ekonomi (Bandung: Mandar Maju, 1998), hlm. 332.
3
Santi Rahmawati, Perbedaan Struktur Modal Perusahaan Multinasional Dan Perusahaan
Domestik (Depok: Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), hlm. 15.
4
An An Chandrawulan, Loc.Cit, hlm. 3.
Menurut Robert L. Hulbroner,5 yang dimaksud dengan perusahaan multinasional
adalah perusahaan yang mempunyai cabang dan anak perusahaan yang terletak di
berbagai negara. Demikian J. Panglaykim,6 menyatakan bahwa perusahaan
transnasional adalah suatu jenis perusahaan yang terdiri dari bermacam-macam
kelompok perusahaan yang bekerja dan didirikan di berbagai negara, tetapi semuanya
diawasi oleh satu pusat perusahaan.
5
K. Saran, Perusahaan Multinasional Dalam Tata Ekonomi Internasional Baru (Makasar : FH
UNHAS, 1990), hlm. 47.
6
J. Panglaykim, Perusahaan Multinasional Dalam Bisnis Internasional (Jakarta : CSIS,
1983), hlm. 14.
7
Santi Rahmawati, Op.Cit, hlm. 16.
8
Ibid
9
J.H Dunning, International Production and the Multinational Enterprise, London Allen & Unwin,
1981, hlm. 7., (Di dalam An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung: Alumni, 2011)
Perbedaan penting antara perusahaan multinasional dan perusahaan domestik
multilokasi adalah perusahaan multinasional mengoperasikan aset-asetnya dan
mengawasi penggunaannya melewati batas-batas negara, sedangkan perusahaan
domestik multilokasi tetap diantara perusahaan tersebut di satu negara. Lebih jauh lagi,
tidak seperti perusahaan domestik yang mempunyai banyak pabrik, suatu perusahaan
multinasional beroperasi dan mengatur perusahaannya melalui divisidivisi yang
pengurusannya lintas batas nasional suatu negara dan melalui aktivitas nasional dari
beberapa perusahaan yang beroperasi dalam satu group yang tidak nampak, walaupun
identitasnya tetap berlangsung secara formal melalui persyaratan suatu perusahaan
berdasarkan hukum dari negara-negara tempat perusahaan multinasional itu beroperasi
melalui anak-anak perusahaan atau cabang-cabangnya.
Kesamaan yang kedua dari suatu perusahaan multinasional dengan perusahaan uni
nasional adalah bahwa perusahaan domestik mengekspor barangbarang hasil
produksinya. Hal ini juga dilakukan oleh perusahaan multinasional yang menjual hasil-
hasil produksinya melintasi batas negara. Ciri yang menjadi perbedaan antara
perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik dalam menjual atau mengekspor
barang ke luar adalah perusahaan multinasional melakukan perdagangan lintas negara
baik barang-barang jadi maupun setengah jadi dan dilakukan diantara anak-anak
perusahaannya dalam satu group dan juga dengan pihak ketiga yang tidak ada hubugan
sebagai anak dari induk perusahaan. Hal ini menimbulkan kemungkinan adanya
pengawasan perdagangan antara pengawasan perdangan antara perusahaanperusahaan
multinasional terhadap keuntungan dari suatu group perusahaan secara keseluruhan, dan
mewakili, dan mewakili satu kepentingan utama yaitu keuntungan yang kompetitif yang
dimiliki oleh perusahaan multinasional terhadap perusahaan domestik
Bertitik dari Pasal 1 angka 1 UUPT diatas, tidak dikenal mengenai pengertian dari
perusahaan multinasional, tetapi hanya dikenal perseroan terbatas sebagai badan hukum
di indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham yang lahir melalui proses hukum
dalam bentuk pengesahan dari Pemerintah.
10
An An Chandrawulan, Op.Cit, hlm 153
11
Ibid, hlm. 155.
. Ketegasan status hukum perusahaan multinasional sebagai subjek hukum di
negara di mana perusahaan tersebut beroperasi (host country), selanjutnya dapat dilihat
pada Pasal 55 dari Code of Conduct on Transnational Corporations sebagai berikut :
12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab II,
Pasal 7 Ayat (4)
13
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika 2015, hlm. 18
2. Didirikan berdasarkan perjanjian
Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT, agar perjanjian untuk
mendirikan perseroan sah menurut undang-undang pendirinya paling sedikit 2 (dua)
orang atau lebih. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua,
bahwa prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini, perseroan sebagai badan
hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu)
orang pemegang saham. Pemegang saham pada perusahaan multinasional di Indonesia
terdiri dari pemegang saham yang berasal dari Indonesia dan pemegang saham yang
berasal dari asing, namun bisa juga perusahaan mutlinasional tersebut sahamnya di
pegang sepenuhnya oleh pemegang saham yang berasal dari Indonesia ketika
perusahaan multinasional yang ada di Indonesia bertindak sebagai induk perusahaan,
sedangkan perusahaan multinasional tersebut memiliki anak perusahaan di negara lain
sebagaimana ruang lingkup bisnis perusahaan multinasional yang melintasi batas-batas
negara.
14
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),
hlm. 101.
15
Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia
(Bandung : Citra Aditya, 2006), hlm. 24.
dalam anggaran dasar perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUPT sebagai
berikut :
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
c. jangka waktu berdirinya perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham
untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan
nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi
dan Dewan Komisaris; tata cara penggunaan laba dan pembagian
dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat
juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang
ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat :
a. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau
pihak lain.
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. Saham perseroan yang dikuasai sendiri oleh perseroan;
b. saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara
langsung atau tidak langsung; atau
c. saham perseroan yang dikuasai oleh perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.
16
Gunawan widjaya, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, 2008, Hal. 65
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders.17
Secara praktis penerapan prinsip-prinsip GCG ini, dapat membantu perusahaan
keluar dari krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa
lemahnya penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut menurut Mas
Achmad Santosa, disebabkan oleh birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif
dan tanggap, tidak adanya sistem kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif.18
Dari pengertian tersebut menurut M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dapat
dikatakan bahwa ”corporate governance mengandung prinsip pengelolaan perusahaan
dengan memperhatikan keseimbangan kewenangan pelaksana perusahaan dengan
kepentingan pemegang saham serta kepentingan masyarakat luas sebagai bagian dari
stakeholder”.19
Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu organ
perseroan untuk menerapkan prinsip GCG, direksi tidak secara sendiri-sendiri
bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut UU Perseroan Terbatas, direksi
merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal
dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi
dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2
(dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
Selanjutnya, terkait Independent Director bisa kita jumpai dalam Surat Edaran
PT Bursa Efek Indonesia No. SE-00001/BEI/02-2014, mendefinisikan sebagai Direktur
yang :
1. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pengendali Perusahaan Tercatat
yang bersangkutan paling kurang selama 6 (enam) bulan sebelum
penunjukan sebagai Direktur Independen;
17
Nindyo Pramono, Seminar Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka Meningkatkan
Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta, Medio,2003, hlm. 18
18
Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Lembaga Pengembangan
Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. ii
19
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta,
2004, hal. 96
20
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 64
2. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris atau Direksi lainnya
dari [Calon] Perusahaan Tercatat;
3. tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain;
4. tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau Profesi Penunjang Pasar
Modal yang jasanya digunakan oleh [Calon] Perusahaan Tercatat selama 6
(enam) bulan sebelum penunjukan sebagai Direktur
Kemudian dapat dijumpai kembali dalam Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014
tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, menerangkan
persyaratan pengangkatan Direktur Independen adalah sebagai berikut:
21
http://www.anwartumbelaka.com/articles/dilema-direktur-independen
22
“Trans Pacific Partnership” Diakses dari http://www.wikiwand.com/en/Trans
Pacific_Partnership
Perjanjian tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
perekonomian Amerika Serikat.23
Perjanjian Trans Pacific Partnership dapat menjadi masa depan bagi negosiasi
World Trade Organization (WTO), yang terhambat selama ronde Doha. Perjanjian ini
berhasil memperlihatkan bahwa semua negara baik maju dan berkembang memiliki
kepentingan bersama untuk membangun kesejahteraan ekonomi melalui liberalisasi
perdagangan multilateral. Jika sukses dalam implementasi, maka Trans Pacific
Partnership akan membuka pasar, menghapus hambatan tarif, meningkatkan peluang,
menentukan standar yang tinggi dengan prinsip yang kuat untuk mengatasi
permasalahan ekonomi global di abad ke 21.24 Dari definisi di atas terlihat jelas bahwa
kata ‘independent’ merefer pada independen terhadap Manajemen, karena Independent
Director harus memberikan masukan kepada Manajemen saat Manajemen membuat
keputusan eksekutif dalam Perusahaan, sebagai pihak independen yang melakukan
kontrol.25
Pada tanggal 4 Oktober 2015, para Menteri dari 12 negara anggota Trans Pacific
Partnership (TPP) Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Jepang, Malaysia,
Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Amerika Serikat, dan Vietnam
mengumumkan hasil negosiasi mereka. Dengan hasil perjanjian standar tinggi,
ambisius, komprehensif, dan seimbang yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
mendukung penciptaan dan retensi pekerjaan, meningkatkan inovasi, produktivitas dan
daya saing, meningkatkan standar hidup, mengurangi kemiskinan di negara masing-
masing anggota, dan mempromosikan transparansi, tata pemerintahan yang baik, tenaga
kerja ditingkatkan dan perlindungan lingkungan. Dengan standar baru dan tinggi
tersebut diharapkan perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik semakin mudah
dan meningkat.26
23
United States International Trade Commission “Trans Pacific Partnership Agreement: Likely
Impact on the U.S. Economy and on Specific Industry Sectors” Diakses dari
https://www.usitc.gov/publications/332/pub4607.pdf
24
Muhammad Kharji Muhajir “Pengaruh Multilateral Approach Barrack Obama Terhadap
Perumusan Kebijakan Perjanjian Perdagangan Bebas Trans Pacific Partnership” Diaksses dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/20024/Bab%201%2C3%2C5.pdf?sequence=
25
Ibid.
26
“Summary of the Trans-Pacific Partnership Agreement” Diakses dari https://ustr.gov/about-
us/policy-offices/press-office/press-releases/2015/october/summary-trans-pacific-partnership pada 20
Februari 2017
Negara anggota TPP berusaha menciptakan “Kerjasama abad ke-21" yang
membahas isu-isu baru dan lintas sektoral karena beberapa permasalahan ekonomi yang
semakin meluas. Trans-Pacific Partnership (TPP) adalah kerjasama perdagangan yang
memiliki tujuan liberalisasi ekonomi kawasan Asia Pasifik. TPP dilihat sebagai alat
Amerika Serikat untuk kepentingan perdagangan dan keamanan AS, selain itu TPP juga
dilihat sebagai ancaman bagi China di wilayah Asia Pasifik.27
27
Muhammad Azam julda, Loc.Cit
28
Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Sebagai Upaya Mewujudkan
Kerjasama Ekonomi Kawasan yang Maju dan Saling Menguntungkan” Diakses dari Badan Standardisasi
Nasional http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/5896/Negosiasi-Regional-Comprehensive-Economic
Partnership--RCEP--Sebagai-Upaya-Mewujudkan-Kerjasama-Ekonomi-Kawasan-yang-Maju-dan-Saling
Menguntungkan#.WO3xitBqLfY
29
“Regional Comprehensive Economic Partnership” Diakses dari
http://www.asean.org/storage/images/2015/October/outreach-document/Edited%20RCEP.pdf
30
“ASEAN RCEP” Diakses daari Indonesia for Global Justice https://igj.or.id/wp
content/uploads/2016/11/RCEP.pdf
pada RCEP sedikit berbeda dengan perjanjian kerjasama TPP, dan komitmen pada
RCEP menjadi lebih mudah diakses oleh negara-negara berkembang.31 RCEP
merupakan usaha negara-negara anggota ASEAN menyatukan berbagai aturan
perdagangan yang berbeda-beda di antara keenam mitra dagangnya.32
Kerjasama RCEP ini meliputi kesepakatan dalam hal perdagangan barang dan
jasa, investasi, kerjasama operasional, kerjasama dalam pengakuan terhadap hak atas
kekayaan intelektual (intellectual property), kerjasama antar institusi pemerintahan,
pengembangan iklim investasi yang mendukung pembangunan perekonomian negara-
negara anggota, serta kerjasama lain yang saling menguntungkan. Tujuan utama dari
kerjasama ekonomi RCEP ini adalah untuk memperluas dan mempercepat kerjasama
ekonomi diantara negara-negara yang terlibat dalam perjanjian pasar bebas di kawasan
Asia Pasifik. Fokus utama dari kerjasama ekonomi RCEP adalah menghapus hambatan
tarif dan non-tarif, baik dalam perdagangan barang maupun jasa.33
TPP merupakan kerjasama ekonomi yang hampir sama dengan RCEP. Namun
kerjasama TPP ini sifatnya terikat tidak seperti kerjasama RCEP yang sifatnya tidak
terikat. Fokus utama dari TPP juga hampir sama dengan RCEP. Seperti yang sudah
dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya bahwa TPP juga hendak mewujudkan
persaingan, kerja sama, pengembangan kapasitas, jasa lintas batas, kepabeanan, e-
commerce, lingkungan, jasa finansial, program pengadaan pemerintah, perburuhan, isu-
isu hukum, akses pasar terhadap barang, aturan negar asal, kebersihan dan standar
kebersihan. Selain itu, TPP membahas hambatan-hambatan teknis terhadap
perdagangan, telekomunikasi, akses masuk temporer, tekstil dan busana.
31
“Indonesia Diantara TPP dan RCEP” Diakses dari http://www.dpd.go.id/artikel-783-indonesia-
diantara-tpp-dan-rcep
32
Herjuno Ndaru Kinasih “RCEP di ASEAN dan Transformasi Perdagangan” Diakses dari
http://www.kompasiana.com/herjunohnk/rcep-di-asean-dan-transformasi
perdagangan_552e3e7c6ea834802c8b4594
33
Sekilas tentang the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)” Diakses dari
http://www.ajarekonomi.com/2017/01/sekilas-tentang-regional-
comprehensive.html#ymtmfpxYqEpVUShf.99
anggotanya. TPP dan RCEP diharapkan menjadi kerjasama ekonomi yang
mendatangkan keuntungan bagi negara-negara yang terlibat.
Selanjutnya, dalam sepuluh negara anggota ASEAN, empat di antaranya
bergabung dengan TPP, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. Sementara
yang lain, seperti Thailand dan Filipina, memantau secara cermat perkembangan TPP
seraya menunjukkan ketertarikan untuk bergabung. Indonesia beranjak lebih jauh
dengan secara terbuka menyatakan keinginannya untuk bergabung. Bagi Indonesia
apabila bergabutng harus mempertimbangkan isu yangaberpotensi menjadi kontroversi
karena sensitivitas dan arti strategisnya, diantaranya :34
1. Akses Pasar
TPP mengatur agar negara-negara anggota memangkas tarifnya hingga 0% secara
bertahap untuk 11.000 komoditas. Jadwal pemangkasan tarif untuk masing-masing
negara berbeda-beda, tergantung kesepakatan mereka secara bilateral satu sama lain.
Jika pejanjian dagang bebas yang lain umumnya memungkinkan negara anggota untuk
melindungi komoditas sensitif seperti produk pertanian, TPP meniadakan kemungkinan
tersebut. Implikasinya, semua produk tanpa kecuali harus dibebaskan. Dalam kondisi
negara tersebut dapat bersaing, aturan itu akan menguntungkan. Namun jika produk-
produknya tidak kompetitif, negara itu hanya akan jadi pasar bagi produk-produk negara
lain. Industri dalam negeri pun sangat mungkin menjadi korban karena tidak mampu
bersaing dengan barang-barang impor.
2. Investasi
TPP mengatur agar negara membentuk Investor-State Dispute Settlement (ISDS)
guna menyelesaikan sengketa antara investor asing dengan pemerintah. Dengan ISDS,
perusahaan asing bisa menuntut negara jika terjadi perselisihan. Mekanisme ini
dikhawatirkan dapat mengebiri kedaulatan negara dalam berhadapan dengan korporasi.
Sebab, negara cenderung melihat kepentingannya sebagai kepentingan publik,
sementara korporasi cenderung mementingkan diri sendiri. Tuntutan terhadap negara
oleh korporasi berpotensi mengancam kepentingan publik yang ingin dilindungi oleh
negara.
34
https://news.detik.com/kolom/3075190/trans-pacific-partnership-dan-artinya-bagi-indonesia
3. Government Procurement
Government procurement atau pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah
merupakan sektor industri yang amat besar. WTO memperkirakan secara rata-rata
sektor itu mencakup 15-20 persen dari GDP tiap negara. Pada umumnya, seperti halnya
di Indonesia, sektor itu tertutup untuk asing guna melindungi industri dalam negeri.
Namun TPP menghendaki agar sektor itu dibuka untuk asing
4. Intellectual Property Rights (IPRs)
TPP menghendaki pengaturan yang lebih ketat untuk IPRs, seperti copyright dan
paten. Misalnya, copyright untuk buku diperpanjang dari 50 tahun menjadi 70 tahun
sejak kematian penulis sehingga mempersulit akses publik terhadap konten
bersangkutan. Paten untuk obat dapat diperpanjang jadi lebih dari 20 tahun sehingga
menyulitkan akses publik terhadap obat-obat generik murah. Aturan itu dipandang
terlalu pro-korporasi farmasi dengan mengorbankan kepentingan publik.
5. State-Owned Enterprises
TPP melarang negara memberikan keistimewaan kepada state-owned enterprises
(SOEs) atau badan usaha milik negara (BUMN). Bagi Indonesia yang memiliki banyak
BUMN dan kerap memberikan perlakuan khusus terhadap BUMN, hal ini dapat amat
merugikan.
6. Regulatory Convergance
Konsekuensi dari bergabung dengan TPP adalah Indonesia harus mengubah
seluruh peraturan perundang-undangnya yang bertentangan dengan aturan-aturan TPP.
Dengan kata lain, Indonesia harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh negara lain,
dan lagi-lagi kedaulatan menjadi isu. Aturan TPP belum tentu baik buat Indonesia, dan
mengubahnya demi TPP dengan mengorbankan kepentingan Indonesia tentunya tidak
dikehendaki oleh publik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Multinasional Corporation (MNC) merupakan suatu perusahaan yang
berkedudukan di satu negara tetapi memiliki perusahaan yang beroperasi di
wilayah sejumlah negara berdasarkan hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan
negara tersebut. Perusahaan multinasional secara ekspilisit di implementasikan
di Indonesia melalui UUPT sebagai badan hukum merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha.
3. TPP merupakan kerjasama ekonomi yang hampir sama dengan RCEP. Namun
kerjasama TPP ini sifatnya terikat tidak seperti kerjasama RCEP yang sifatnya
tidak terikat. Kemudian dampak bagi Indonesia apabila mengikuti
perundingan TTP ada beberapa konsekuesi yang harus dipertimbangkan serta
nantinya kegiatan pengadaan barang dan jasa dari negara dapat dilakukan oleh
perusahaan asing.
B. Saran
1. Pengaturan Perusahaan Multinasional sebagai badan hukum diatur dalam
UUPT, seyogyanya Pemerintah mengeluarkan peraturan turunan dari UUPT
khusus mengatur Perusahaaan Multinasional, seperti melaui Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga terkait, dll.
Buku
Sumber Elektronik
http://www.anwartumbelaka.com/articles/dilema-direktur-independen
http://www.wikiwand.com/en/Trans Pacific_Partnership
United States International Trade Commission “Trans Pacific Partnership Agreement:
Likely Impact on the U.S. Economy and on Specific Industry Sectors” Diakses
dari https://www.usitc.gov/publications/332/pub4607.pdf
Muhammad Kharji Muhajir “Pengaruh Multilateral Approach Barrack Obama Terhadap
Perumusan Kebijakan Perjanjian Perdagangan Bebas Trans Pacific Partnership”
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/20024/Bab%201%2C3
%2C5.pdf?sequence=
Summary of the Trans-Pacific Partnership Agreement” Diakses dari
https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press-
releases/2015/october/summary-trans-pacific-partnership pada 20 Februari 2017
Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Sebagai Upaya
Mewujudkan Kerjasama Ekonomi Kawasan yang Maju dan Saling
Menguntungkan” Diakses dari Badan Standardisasi Nasional
http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/5896/Negosiasi-Regional-Comprehensive-
Economic Partnership--RCEP--Sebagai-Upaya-Mewujudkan-Kerjasama-
Ekonomi-Kawasan-yang-Maju-dan-Saling Menguntungkan#.WO3xitBqLfY
Regional Comprehensive Economic Partnership” Diakses dari
http://www.asean.org/storage/images/2015/October/outreach-
document/Edited%20RCEP.pdf
ASEAN RCEP” Diakses daari Indonesia for Global Justice https://igj.or.id/wp
content/uploads/2016/11/RCEP.pdf
https://news.detik.com/kolom/3075190/trans-pacific-partnership-dan-artinya-bagi-
indonesia
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten
atau Perusahaan Publik