Anda di halaman 1dari 24

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL

Nama : Alfian Rachman Zuchri


NIM : 1706084084
Kelas : Magister Ilmu Hukum Ekonomi (Kelas Khusus)
Mata Kuliah : Hukum Investasi dan Pasar Modal
Dosen : Dr. Yetty Komalasari Dewi, SH., ML.I
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada era globalisasi, telah banyak dampak yang sudah dirasakan dari bebasnya
informasi teknologi dalam kaitanya dengan tingkat persaingan antara perusahaan-
perusahaan lokal dan perusahaan-perusahaan asing. Di Indonesia, selain perusahaan
lokal atau perusahaan yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha dalam negeri, baik
perusahaan yang berbentuk badan usaha pemerintah (BUMN) maupun swasta,
perusahaan-perusahaan asing juga ikut serta meramaikan perekonomian di negara kita,
khususnya di bidang industri dan perdagangan. Perusahaan asing ini harus bersaing
dengan perusahaan-perusahaan lokal untuk dapat merebut pasar yang terlebih dahulu
dikuasai oleh pesaing lokalnya. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan asing tersebut
memerlukan strategi-strategi khusus dalam menjalankan perusahaannya.

Tidak hanya terjadi di Indonesia, hal ini pun dialami oleh negara-negara lain
terutama di wilayah Asia. Bahkan perusahaan-perusahaan asing ini banyak yang lebih
mendominasi di pasar lokal negeri kita dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Perusahaan-perusahaan asing atau disebut juga Multinational Corporation (MNC)
tersebut bergerak di berbagai bidang yang berbeda-beda, diantaranya yaitu bergerak di
bidang franchise, ritel, perbankan, restoran, hiburan, otomotif, teknologi informasi,
perminyakan dan pertambangan, direct selling, dan sebagainya.

Perusahaan multinasional menjadi aktor sangat penting dalam perkembangan


perdagangan global. Pada awal perkembangannya, perusahaan multinasional didominasi
oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara Amerika Serikat, negara-negara
Uni Eropa dan Jepang. Dimana negara-negara tersebut merupakan negara maju
sehingga MNC tersebut memilih untuk melakukan ekspansi keluar dari home country
untuk menghindari pajak yang tinggi, buruh yang mahal, keterbatasan bahan baku dan
persaingan di home country sehingga mereka lebih memilih menanamkan investasi
keluar negaranya dimana negara yang menjadi tujuannya adalah negara-negara yang
sedang berkembang. Pada umunya di negara berkembang tidak memiliki aturan hukum
yang ketat, buruh yang murah dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah
satu cara yang digunakan untuk dapat berekspansi ke negara berkembang yaitu melalui
foreign direct investmen (FDI) dengan mendirikan perusahaan langsung di negara yang
didatangi (host country). Namun, dengan dengan adanya globalisasi sehingga
memberikan kesempatan bagi perusahaan multinasional dari negara-negara berkembang
yang lahir dari emerging market untuk bersaing dalam perdagangan global dan juga
untuk mengembangkan dan memperluas pasarnya mereka.

Pada perusahaan multinasional sama seperti perusahaan pada umumnya yaitu


memiliki organ perseroan, salah satunya adanya terdapat Direksi yang bertanggung
jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi bertanggung jawab
penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas- tugasnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi anggaran dasar perseroan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini direksi harus menjalankan
tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi


dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG. Secara
praktis penerapan prinsip-prinsip GCG ini, dapat membantu perusahaan keluar dari
krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa lemahnya
penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif dan tanggap, tidak adanya sistem
kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif.

Selanjutnya, hukum dan perundingan internasional yang berkenaan dengan


masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan
implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Perundingan tersebut kemudian menjadi tatanan perdagangan
internasional, yang mempunyai tujuan akhir yaitu liberalisasi perdagangan
internasional. Berangkat dari kondisi dan perkembangan ekonomi yang berbeda pada
negara-negara yang ambil bagian dalam perundingan internasional tersebut, maka
sebenarnya tidak semua negara siap untuk menghadapi era perdagangan bebas yang
disepakati seperti salah satunya Trans Pacific Partnership.

Trans Pacific Partnership adalah sebuah perjanjian perdagangan antara antara


Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru,
Singapura, Amerika Serikat (hingga Januari 2017), dan Vietnam yang diberi nama
Trans Pacific Partnership (TPP) atau Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA).
Perjanjian ini mulai memasuki proses drafting pada tanggal 5 November 2015 dan
ditandatangani pada tanggal 4 Februari 2016 di Selandia baru setelah 7 (tujuh) tahun
masa negosiasi, dan akan berlaku efektif setelah dua tahun. Perjanjian ini adalah
perjanjian perdagangan terbesar dalam sejarah.

Seperti yang tercantum pada perjanjian tersebut, TPP memiliki tujuan untuk
membangun sebuah perjanjian regional yang komprehensif yang memajukan integrasi
ekonomi untuk perdagangan bebas dan investasi. TPP juga bertujuan untuk membawa
pertumbuhan ekonomi dan sosial, menciptakan kesempatan kerja baru dan kesempatan
bisnis yang baru. Selain itu, dalam perjanjian tertulis komitmen dari TPP untuk
meningkatkan standar hidup, keuntungan bagi konsumen, dan berkontribusi untuk
mengurangi kemiskinan serta memajukan pembagunan berkelanjutan.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis ingin menerangkan substansi


terpisah mengenai pertama, pengertian Multinational Corporation (MNC) dan apakah
di Indonesia dikenal serta bagaimana implementasinya. Kedua, bagaimana konsp
independent director dalam konteks corporate governance. Ketiga, mengenai apa itu
Trans Pacific Partnership, dan dampaknya bagi Indonesia.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana yang dimaksud dengan “multinational corporation” (MNC),
dan apakah konsep ini dikenal di Indonesia, serta bagaimana
implementasinya?

2. Bagaimana Indonesia mengenal konsep “Independent Director” dalam


konteks corporate governance serta bagaimana prateknya apa saja
permasalahan-permasalahannya dan solusinya?

3. Bagaimana perbedaan dari perundingan Trans Pacific Partnership (TPP)


dengan Regional Comprehensive Economic Parnership (RCEP) serta
dampaknya bagi Indonesia?
C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui dan menganalisa pengertian “multinational corporation” (MNC),
dan apakah konsep ini dikenal di Indonesia, serta implementasinya

2. Mengetahui dan menganalisa konsep “Independent Director” dalam konteks


corporate governance serta prateknya dan permasalahan-permasalahannya
beserta solusinya.

3. Mengetahui dan menganalisa perundingan Trans Pacific Partnership (TPP)


dengan Regional Comprehensive Economic Parnership (RCEP) serta
dampaknya bagi Indonesia?

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami tugas ini secara keseluruhan maka
sistematika penulisan disusun sebagai berikut:
I. Pendahuluan
Bab Pendahuluan merupakan sebuah pengantar awal untuk memasuki isi
dari tugas ini. Bab ini berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
serta sistematika penulisan.

II. Pembahasan
Bab ini memuat pembahasan yaitu tentang pengertian Multinational
Corporation (MNC) dan apakah di Indonesia dikenal serta bagaimana
implementasinya. Kedua, bagaimana konsp independent director dalam
konteks corporate governance. Ketiga, mengenai apa itu Trans Pacific
Partnership, dan dampaknya bagi Indonesia.

III. Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan secara ringkas dari hasil pembahasan dan
penelitian serta beberapa saran dari penulis sehubungan dengan
permasalahan yang telah dibahas.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Perusahaan Multinasional (Multinational Corporation)

Multinational Corporation (MNC) merupakan suatu bentuk asosiasi bisnis yang


paling banyak dibicarakan dalam rangka globalisasi dunia dan ekonomi. Peran dari
globalisasi sebagai ideologi dan perkembangan kebijakan peraturan terkait dengan
perusahaan multinasional1

Menurut Kamus Ekonomi, Multinasional Corporation (MNC) adalah sebuah


perusahaan yang wilayah operasionalnya meliputi sejumlah negara dan memiliki
fasilitas produksi dan service di luar negaranya sendiri.2 Perusahaan multinasional
mengambil keputusan pokoknya dalam suatu konteks global tadi dengan negaranegara
dimana perusahaan tersebut bekerja. Pertumbuhan perusahaan-perusahaan multinasional
yang cepat serta kemungkinan bahwa dapat timbul adanya konflik-konflik antara
kepentingan perusahaan multinasional dengan kepentingan negara individual tempat
mereka beroperasi telah menimbulkan macam-macam perdebatan antara para ahli
ekonomi pada tahun-tahun belakangan ini, disebut “International Enterprise”.3

Istilah multinasional diperkenalkan pertama kali oleh David E. Lilienthal pada


bulan April tahun 1960 dalam makalahnya tentang manajemen dan perusahaan yang
diperuntukkan untuk acara pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Carnegie
Institute of Technology on ‘Management and Corporations’. Makalah Lilienthal
kemudian dipublikasikan dengan istilah The Multinational Corporation (MNC).
Lilienthal memberikan pengertian perusahaan multinasional sebagai perusahaan yang
mempunyai kedudukan di satu negara tetapi beroperasi dan menjalankan perusahaannya
lain.4

1
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional Liberalisasi Hukum Perdagangan
Internasional dan Hukum Penanaman Modal (Bandung : Alumni, 2011), hlm. 151.
2
Winardi, Kamus Ekonomi (Bandung: Mandar Maju, 1998), hlm. 332.
3
Santi Rahmawati, Perbedaan Struktur Modal Perusahaan Multinasional Dan Perusahaan
Domestik (Depok: Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), hlm. 15.
4
An An Chandrawulan, Loc.Cit, hlm. 3.
Menurut Robert L. Hulbroner,5 yang dimaksud dengan perusahaan multinasional
adalah perusahaan yang mempunyai cabang dan anak perusahaan yang terletak di
berbagai negara. Demikian J. Panglaykim,6 menyatakan bahwa perusahaan
transnasional adalah suatu jenis perusahaan yang terdiri dari bermacam-macam
kelompok perusahaan yang bekerja dan didirikan di berbagai negara, tetapi semuanya
diawasi oleh satu pusat perusahaan.

Rugman menyatakan bahwa perusahaan multinasional merupakan perusahaan


yang beroperasi melintasi batas negara, berproduksi di luar negeri selain di dalam
negeri. Perusahaan multinasional ini sedikitnya berproduksi di negara asing.7
Sedangkan menurut Michael dan Shaked, perusahaan diklasifikasikan sebagai
multinasional berdasarkan dua kondisi. Pertama, perusahaan harus memiliki foreign
sales account minimal 20 % dari pendapatan. Kedua, investasi modal langsung paling
tidak terdapat pada enam negara di luar negaranya.8

Pengertian perusahaan multinasional menurut, J.H Dunning menunjukkan


bagaimana perusahaan-perusahaan multinasional ini memiliki persamaan dengan
perusahaan uni nasional yang ditunjukkan dari sifat-sifat yang dimiliki oleh perusahaan-
perusahaan tersebut yaitu:9 Pertama, adalah perusahaan domestik yang multinasional
lokasi mempunyai sifat-sifat yang sama dengan jenis perusahaan multinasional ini.
Perusahaan ini memiliki pemasukan yang berasal dari aset-aset di lebih dari satu lokasi
dan penggunaannya digabung dengan bahan-bahan lokal untuk memproduksi barang
dan jasa.

Kedua, baik perusahaan multinasional maupun perusahaan domestik multilokasi


menikmati keuntungan yang kompetitif dari satu unit ekonomi yang lebih besar apabila
dibandingkan dengan perusahaan besar biasa yang mempunyai satu pabrik.

5
K. Saran, Perusahaan Multinasional Dalam Tata Ekonomi Internasional Baru (Makasar : FH
UNHAS, 1990), hlm. 47.
6
J. Panglaykim, Perusahaan Multinasional Dalam Bisnis Internasional (Jakarta : CSIS,
1983), hlm. 14.
7
Santi Rahmawati, Op.Cit, hlm. 16.
8
Ibid
9
J.H Dunning, International Production and the Multinational Enterprise, London Allen & Unwin,
1981, hlm. 7., (Di dalam An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung: Alumni, 2011)
Perbedaan penting antara perusahaan multinasional dan perusahaan domestik
multilokasi adalah perusahaan multinasional mengoperasikan aset-asetnya dan
mengawasi penggunaannya melewati batas-batas negara, sedangkan perusahaan
domestik multilokasi tetap diantara perusahaan tersebut di satu negara. Lebih jauh lagi,
tidak seperti perusahaan domestik yang mempunyai banyak pabrik, suatu perusahaan
multinasional beroperasi dan mengatur perusahaannya melalui divisidivisi yang
pengurusannya lintas batas nasional suatu negara dan melalui aktivitas nasional dari
beberapa perusahaan yang beroperasi dalam satu group yang tidak nampak, walaupun
identitasnya tetap berlangsung secara formal melalui persyaratan suatu perusahaan
berdasarkan hukum dari negara-negara tempat perusahaan multinasional itu beroperasi
melalui anak-anak perusahaan atau cabang-cabangnya.

Kesamaan yang kedua dari suatu perusahaan multinasional dengan perusahaan uni
nasional adalah bahwa perusahaan domestik mengekspor barangbarang hasil
produksinya. Hal ini juga dilakukan oleh perusahaan multinasional yang menjual hasil-
hasil produksinya melintasi batas negara. Ciri yang menjadi perbedaan antara
perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik dalam menjual atau mengekspor
barang ke luar adalah perusahaan multinasional melakukan perdagangan lintas negara
baik barang-barang jadi maupun setengah jadi dan dilakukan diantara anak-anak
perusahaannya dalam satu group dan juga dengan pihak ketiga yang tidak ada hubugan
sebagai anak dari induk perusahaan. Hal ini menimbulkan kemungkinan adanya
pengawasan perdagangan antara pengawasan perdangan antara perusahaanperusahaan
multinasional terhadap keuntungan dari suatu group perusahaan secara keseluruhan, dan
mewakili, dan mewakili satu kepentingan utama yaitu keuntungan yang kompetitif yang
dimiliki oleh perusahaan multinasional terhadap perusahaan domestik

Ketiga, adalah kaitan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan


domestik yaitu mengenai hal yang berkaitan antara perusahaan multinasional dengan
perusahaan domestik yaitu mengenai hal yang berkaitan dengan produksi barangbarang
yang diekspor, misalnya mengenai technical know how dan managerial skill. Baik
perusahaan multinasional maupun perusahaan domestik melakukan penyebaran
teknologi dan managerial skill-nya melalui perjanjian lisensi dengan perusahaan
multinasional juga menjual ilmu pengetahuan dengan tetap hanya kepada anak-anak
perusahaannya. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan perusahaan multinasional adalah perusahaan yang dalam kegiatan
operasionalnya melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara dimana perusahaan
tersebut pertama didirikan untuk membentuk anak perusahaan di negara lain yang
dalam operasionalnya di kendalikan oleh perusahaan induk.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (selanjutnya UUPT) tidak dikenal


istilah perusahaan multinasional, karena di dalam UUPT hanya mengenal istilah
perseroan terbatas yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 UUPT sebagai berikut :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum


yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaan.”

Bertitik dari Pasal 1 angka 1 UUPT diatas, tidak dikenal mengenai pengertian dari
perusahaan multinasional, tetapi hanya dikenal perseroan terbatas sebagai badan hukum
di indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham yang lahir melalui proses hukum
dalam bentuk pengesahan dari Pemerintah.

Menurut Nancy L. Mensch, Multinational Corporations atau MNC dapat


didefinisikan sebagai entitas yang melakukan kegiatan usaha di beberapa negara melalui
cabang-cabang dan anak-anak perusahaannya di seluruh dunia (terutama di negara-
negara berkembang) dimana kantor pusatnya terletak di negara-negara maju.10 Terdapat
beberapa alasan mengapa MNCs memilih untuk melakukan usaha di negara lain melalui
cabang atau anak perusahaannya. Alasan utamanya adalah bahwa melakukan kegiatan
usaha di negara lain memungkinkan MNCs untuk memproduksi sebuah produk dengan
harga yang lebih murah. Hal ini bisa terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah
keuntungan atas lokasi (location advantages). Keuntungan ini memungkinkan MNCs
untuk mendapatkan tenaga kerja dengan gaji yang rendah, aturan perpajakan yang
ringan dan aturan-aturan hukum lain yang lebih longgar.11

10
An An Chandrawulan, Op.Cit, hlm 153
11
Ibid, hlm. 155.
. Ketegasan status hukum perusahaan multinasional sebagai subjek hukum di
negara di mana perusahaan tersebut beroperasi (host country), selanjutnya dapat dilihat
pada Pasal 55 dari Code of Conduct on Transnational Corporations sebagai berikut :

Entities of transnational corporations are subject to the jurisdiction of the


countries in which they operate. An entity of transnational corporation
operating in a given country in respect of its operations in that country to be
delayed.

Kedudukan hukum perusahaan multinasional menurut Undang-Undang Nomor 40


Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya UUPT) sebagai badan hukum di
Indonesia karena perusahaan multinasional yang berkedudukan di Indonesia berbentuk
perseroan terbatas. Ketentuan yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 UUPT secara jelas
menyebut bahwa perusahaan multinasional yang ada di Indonesia dalam hal ini
berbentuk perseroan terbatas merupakan badan hukum. Namun status badan hukum
perusahaan multinasional ini tidak otomatis diperoleh saat perusahaan multinasional
didirikan, status badan hukum perusahaan multinasional yang berbentuk perseroan
terbatas tersebut menurut Pasal 7 ayat (4) UUPT diperoleh pada tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.12

Perusahaan multinasional sebagai badan hukum mandiri di Indonesia berdasarkan


ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT diatas, karena lahir melalui proses hukum. Elemen
pokok yang melahirkan suatu perusahaan multinasional sebagai badan hukum
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT adalah :13

1. Merupakan persekutuan modal

Perusahaan multinasional sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang


disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan
dalam Akta Pendirian atau Anggara Dasar Perseroan. Besarnya modal dasar perseroan
menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT, terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham.
Selanjutnya menurut Pasal 32 ayat (1) tersebut, modal dasar perseroan paling sedikit Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab II,
Pasal 7 Ayat (4)
13
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika 2015, hlm. 18
2. Didirikan berdasarkan perjanjian

Perusahaan multinasional sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan


“perjanjian” sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 UUPT. Berarti,
ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian perusahaan multinasional sebagai badan
hukum bersifat kontraktual, yakni berdirinya perusahaan multinasional merupakan
akibat yang lahir dari perjanjian. Selain bersifat kontraktual, juga bersifat konsensual
berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan perusahaan
multinasional.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT, agar perjanjian untuk
mendirikan perseroan sah menurut undang-undang pendirinya paling sedikit 2 (dua)
orang atau lebih. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua,
bahwa prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini, perseroan sebagai badan
hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu)
orang pemegang saham. Pemegang saham pada perusahaan multinasional di Indonesia
terdiri dari pemegang saham yang berasal dari Indonesia dan pemegang saham yang
berasal dari asing, namun bisa juga perusahaan mutlinasional tersebut sahamnya di
pegang sepenuhnya oleh pemegang saham yang berasal dari Indonesia ketika
perusahaan multinasional yang ada di Indonesia bertindak sebagai induk perusahaan,
sedangkan perusahaan multinasional tersebut memiliki anak perusahaan di negara lain
sebagaimana ruang lingkup bisnis perusahaan multinasional yang melintasi batas-batas
negara.

3. Melakukan kegiatan usaha

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUPT, suatu perseroan harus mempunyai


maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Seterusnya pada
Pasal 18 UUPT, ditegaskan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu, harus
dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pada perusahaan multinasional di Indonesia ruang lingkup
kegiatan usahanya melintasi batas-batas kedaulatan suatu negara, bisa perusahaan
multinasional di Indonesia ini bertindak sebagai induk perusahaan yang memiliki anak
perusahaan di negara lain, bisa pula perusahaan multinasional di Indonesia ini bertindak
sebagai anak perusahaan dari negara lain.

1. Lahirnya perusahaan multinasional melalui proses hukum dalam bentuk


pengesahan dari Pemerintah
Kelahiran perusahaan multinasional sebagai badan hukum karena dicipta atau
diwujudkan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Itu sebabnya perseroan disebut makhluk badan hukum yang
berwujud artifisial yang dicipta melalui proses hukum, karena untuk proses
kelahirannya harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-
undangan, apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroan yang bersangkutan
tidak diberikan keputusan pengesahan untuk berstatus sebagai badan hukum oleh
Pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.
Jadi proses kelahirannya sebagai badan hukum, mutlak di dasarkan pada
Keputusan Pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada Pasal 7 ayat (2) UUPT,
yang berbunyi :
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.”
Sebagai badan hukum perusahaan multinasional merupakan pendukung hak dan
kewajiban, yang dapat mengadakan perbuatan hukum dengan pihak lain. Perusahaan
multinasional yang berbentuk perseroan terbatas memiliki kekayaan sendiri, yang
terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi
dari kekayaan yang dimilikinya itu.14
Kedudukan perusahaan multinasional sebagai badan hukum di Indonesia
dihadapkan dengan doktrin atau ajaran umum (de heersende leer) tentang badan hukum,
maka unsur-unsur badan hukum sesuai dengan de heersende leer seperti adanya
kekayaan terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan tersendiri, dan adanya
organisasi yang teratur.15 Di dalam UUPT, pengaturan tentang hal tersebut diatur
dengan jelas, dan dalam standar akta pendirian perusahaan multinasional yang
berbentuk perseroan terbatas, klausula tersebut merupakan syarat mutlak yang harus ada

14
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),
hlm. 101.
15
Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia
(Bandung : Citra Aditya, 2006), hlm. 24.
dalam anggaran dasar perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUPT sebagai
berikut :
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
c. jangka waktu berdirinya perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham
untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan
nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi
dan Dewan Komisaris; tata cara penggunaan laba dan pembagian
dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat
juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang
ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat :
a. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau
pihak lain.

Setelah perusahaan multinasional yang berbentuk perseroan terbatas memiliki


status badan hukum, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UUPT, maka pemegang saham
perseroan terbatas tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi
nilai saham yang telah dimilikinya.

Kedudukan hukum perusahaan multinasional di Indonesia menurut UUPT adalah


sebagai badan hukum biasa yang berbentuk perseroan terbatas. Perseroan terbatas yang
kepemilikan sahamnya bisa dimiliki oleh asing dan dimiliki oleh Indonesia, bisa juga
kepemilikan sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Indonesia tetapi memiliki cabang
ataupun anak perusahaan di negara lain. Maka perusahaan multinasional dalam
menjalankan kegiatan usahanya memiliki hubungan hukum dengan anak perusahaan
atau induk perusahaannya yang berada di negara lain.

Hubungan antara induk dengan anak perusahaan multinasional tidak dikenal


didalam UUPT, hubungan antara induk dengan anak adalah hubungan secara ekonomi,
secara hukum hubungan induk dengan anak perusahaan adalah sebagai badan hukum
mandiri. Dalam UUPT mengatur mengenai kepemilikan saham di perseroan terbatas
yang diatur dalam Pasal 84 UUPT sebagai berikut :

(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran
dasar menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. Saham perseroan yang dikuasai sendiri oleh perseroan;
b. saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara
langsung atau tidak langsung; atau
c. saham perseroan yang dikuasai oleh perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.

II. Independent Director dalam konteks corporate governance


Direksi adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk pengurusan
perseroan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan “direksi adalah trustee
sekaligus agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai trustee karena direksi
melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan, dan dikatakan agent, karena
direksi bertindak keluar untuk dan atas nama perseroan”16
Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota
direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugas- tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, direksi harus mematuhi
anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal
ini direksi harus menjalankan tugas-tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab.
Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi dipandang
sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG. Secara teoritis harus
diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip-prinsip GCG ada beberapa manfaat yang
bisa diambil yakni :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang baik.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada
akhirnya akan meningkatkan corporate value
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia

16
Gunawan widjaya, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, 2008, Hal. 65
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders.17
Secara praktis penerapan prinsip-prinsip GCG ini, dapat membantu perusahaan
keluar dari krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa
lemahnya penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut menurut Mas
Achmad Santosa, disebabkan oleh birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif
dan tanggap, tidak adanya sistem kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif.18

Dari pengertian tersebut menurut M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dapat
dikatakan bahwa ”corporate governance mengandung prinsip pengelolaan perusahaan
dengan memperhatikan keseimbangan kewenangan pelaksana perusahaan dengan
kepentingan pemegang saham serta kepentingan masyarakat luas sebagai bagian dari
stakeholder”.19

Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu organ
perseroan untuk menerapkan prinsip GCG, direksi tidak secara sendiri-sendiri
bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut UU Perseroan Terbatas, direksi
merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal
dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi
dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2
(dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :

1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat


2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.20

Selanjutnya, terkait Independent Director bisa kita jumpai dalam Surat Edaran
PT Bursa Efek Indonesia No. SE-00001/BEI/02-2014, mendefinisikan sebagai Direktur
yang :
1. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pengendali Perusahaan Tercatat
yang bersangkutan paling kurang selama 6 (enam) bulan sebelum
penunjukan sebagai Direktur Independen;

17
Nindyo Pramono, Seminar Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka Meningkatkan
Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta, Medio,2003, hlm. 18
18
Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Lembaga Pengembangan
Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. ii
19
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta,
2004, hal. 96
20
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 64
2. tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris atau Direksi lainnya
dari [Calon] Perusahaan Tercatat;
3. tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain;
4. tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau Profesi Penunjang Pasar
Modal yang jasanya digunakan oleh [Calon] Perusahaan Tercatat selama 6
(enam) bulan sebelum penunjukan sebagai Direktur
Kemudian dapat dijumpai kembali dalam Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014
tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, menerangkan
persyaratan pengangkatan Direktur Independen adalah sebagai berikut:

1. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham Utama tidak


lebih dari 6 bulan sebelum dilakukan pengangkatan
2. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direksi dan Dewan Komisaris
3. Tidak menjabat sebagai Direksi atau Dewan Komisaris di perusahaan lain
(baik PT Tbk maupun non-Tbk)
4. Tidak merupakan orang dalam dari suatu lembaga atau institusi atau profesi
penunjang pasar modal yang pernah di pekerjaan oleh Emiten
Selain itu, Di Negara Singapura, dalam dokumen Statement of Good Practice
SGP No.7/2007, diatur bahwa dalam Board of Directors diwajibkan adanya
‘independent element on the Board’ yang fungsinya sangat jelas ‘which is able to
exercise objective judgment on corporate affairs independently, in particular, from
Management’21

III. Trans Pacific Partnership (TPP) & Regional Comprehensive Economic


Partnership (RCEP)

Trans Pacific Partnership adalah perjanjian perdagangan antara Australia, Brunei,


Kanada, Chili, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Amerika
Serikat dan Vietnam. Perjanjian tersebut ditandatangani pada 4 Februari 2016 di
Auckland, Selandia Baru, setelah melakukan tujuh tahun negosiasi.22

Amerika Serikat sebelumnya sudah memiliki perjanjian perdagangan dengan


enam negara anggota TPP yaitu: Australia, Canada, Chile, Mexico, Peru dan Singapore.
Maka Amerika Serikat hanya akan memulai hubungan perdagangan dengan lima negara
mitra baru yaitu: Brunei Darussalam, Jepang, Malaysia, Selandia Baru dan Vietnam.

21
http://www.anwartumbelaka.com/articles/dilema-direktur-independen
22
“Trans Pacific Partnership” Diakses dari http://www.wikiwand.com/en/Trans
Pacific_Partnership
Perjanjian tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
perekonomian Amerika Serikat.23

Perjanjian Trans Pacific Partnership dapat menjadi masa depan bagi negosiasi
World Trade Organization (WTO), yang terhambat selama ronde Doha. Perjanjian ini
berhasil memperlihatkan bahwa semua negara baik maju dan berkembang memiliki
kepentingan bersama untuk membangun kesejahteraan ekonomi melalui liberalisasi
perdagangan multilateral. Jika sukses dalam implementasi, maka Trans Pacific
Partnership akan membuka pasar, menghapus hambatan tarif, meningkatkan peluang,
menentukan standar yang tinggi dengan prinsip yang kuat untuk mengatasi
permasalahan ekonomi global di abad ke 21.24 Dari definisi di atas terlihat jelas bahwa
kata ‘independent’ merefer pada independen terhadap Manajemen, karena Independent
Director harus memberikan masukan kepada Manajemen saat Manajemen membuat
keputusan eksekutif dalam Perusahaan, sebagai pihak independen yang melakukan
kontrol.25

Pada tanggal 4 Oktober 2015, para Menteri dari 12 negara anggota Trans Pacific
Partnership (TPP) Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Jepang, Malaysia,
Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Amerika Serikat, dan Vietnam
mengumumkan hasil negosiasi mereka. Dengan hasil perjanjian standar tinggi,
ambisius, komprehensif, dan seimbang yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
mendukung penciptaan dan retensi pekerjaan, meningkatkan inovasi, produktivitas dan
daya saing, meningkatkan standar hidup, mengurangi kemiskinan di negara masing-
masing anggota, dan mempromosikan transparansi, tata pemerintahan yang baik, tenaga
kerja ditingkatkan dan perlindungan lingkungan. Dengan standar baru dan tinggi
tersebut diharapkan perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik semakin mudah
dan meningkat.26

23
United States International Trade Commission “Trans Pacific Partnership Agreement: Likely
Impact on the U.S. Economy and on Specific Industry Sectors” Diakses dari
https://www.usitc.gov/publications/332/pub4607.pdf
24
Muhammad Kharji Muhajir “Pengaruh Multilateral Approach Barrack Obama Terhadap
Perumusan Kebijakan Perjanjian Perdagangan Bebas Trans Pacific Partnership” Diaksses dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/20024/Bab%201%2C3%2C5.pdf?sequence=
25
Ibid.
26
“Summary of the Trans-Pacific Partnership Agreement” Diakses dari https://ustr.gov/about-
us/policy-offices/press-office/press-releases/2015/october/summary-trans-pacific-partnership pada 20
Februari 2017
Negara anggota TPP berusaha menciptakan “Kerjasama abad ke-21" yang
membahas isu-isu baru dan lintas sektoral karena beberapa permasalahan ekonomi yang
semakin meluas. Trans-Pacific Partnership (TPP) adalah kerjasama perdagangan yang
memiliki tujuan liberalisasi ekonomi kawasan Asia Pasifik. TPP dilihat sebagai alat
Amerika Serikat untuk kepentingan perdagangan dan keamanan AS, selain itu TPP juga
dilihat sebagai ancaman bagi China di wilayah Asia Pasifik.27

RCEP merupakan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang mempunyai


kemiripan model perdagangan bebas dengan Trans Pacific Partnership (TPP) yang
dimotori oleh Amerika Serikat. RCEP juga salah satu kerjasama yang menjadi sorotan
dunia. RCEP merupakan hasil keputusan yang diambil dalam ASEAN Summit ke-19
tahun 2011 dimana sepuluh negara anggota ASEAN sepakat untuk lebih meningkatkan
kerjasama dengan negara mitra dagang perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN
(ASEAN + 1).28 Pada tanggal 20 November 2012 dalam pertemuan East Asia Summit
di Phnom Penh, Cambodia, para pemimpin 10 negara anggota ASEAN bersama dengan
enam negara mitranya (AFP) sepakat untuk melakukan kerjasama RCEP.29 ASEAN
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan sebuah bentuk
kerjasama ekonomi dan perdagangan di kawasan ASEAN (Indonesia, Malaysia,
Thailand, Phillipina, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Laos, Brunei Darussalam, dan
Singapura) dengan enam negara mitra ekonominya, yaitu: China, Jepang, Korea
Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru. Dan pada tahun 2017 ditargetkan akan
selesai. Ke-16 negara anggota RCEP mempunyai hampir dari setengah populasi dunia,
dan terhitung mempunyai hampir 30% PDB global dan pelaku dari seperempat ekspor
dunia.30 Perdagangan bebas RCEP ini diinisiasi oleh China. Kerjasama ini mengarah
pada perjanjian perdagangan bebas yang “berkualitas tinggi, modern, komprehensif dan
saling menguntungkan”, dan fleksibel. Tingkat kedalaman perjanjian yang disepakati

27
Muhammad Azam julda, Loc.Cit
28
Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Sebagai Upaya Mewujudkan
Kerjasama Ekonomi Kawasan yang Maju dan Saling Menguntungkan” Diakses dari Badan Standardisasi
Nasional http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/5896/Negosiasi-Regional-Comprehensive-Economic
Partnership--RCEP--Sebagai-Upaya-Mewujudkan-Kerjasama-Ekonomi-Kawasan-yang-Maju-dan-Saling
Menguntungkan#.WO3xitBqLfY
29
“Regional Comprehensive Economic Partnership” Diakses dari
http://www.asean.org/storage/images/2015/October/outreach-document/Edited%20RCEP.pdf
30
“ASEAN RCEP” Diakses daari Indonesia for Global Justice https://igj.or.id/wp
content/uploads/2016/11/RCEP.pdf
pada RCEP sedikit berbeda dengan perjanjian kerjasama TPP, dan komitmen pada
RCEP menjadi lebih mudah diakses oleh negara-negara berkembang.31 RCEP
merupakan usaha negara-negara anggota ASEAN menyatukan berbagai aturan
perdagangan yang berbeda-beda di antara keenam mitra dagangnya.32

Kerjasama RCEP ini meliputi kesepakatan dalam hal perdagangan barang dan
jasa, investasi, kerjasama operasional, kerjasama dalam pengakuan terhadap hak atas
kekayaan intelektual (intellectual property), kerjasama antar institusi pemerintahan,
pengembangan iklim investasi yang mendukung pembangunan perekonomian negara-
negara anggota, serta kerjasama lain yang saling menguntungkan. Tujuan utama dari
kerjasama ekonomi RCEP ini adalah untuk memperluas dan mempercepat kerjasama
ekonomi diantara negara-negara yang terlibat dalam perjanjian pasar bebas di kawasan
Asia Pasifik. Fokus utama dari kerjasama ekonomi RCEP adalah menghapus hambatan
tarif dan non-tarif, baik dalam perdagangan barang maupun jasa.33

TPP merupakan kerjasama ekonomi yang hampir sama dengan RCEP. Namun
kerjasama TPP ini sifatnya terikat tidak seperti kerjasama RCEP yang sifatnya tidak
terikat. Fokus utama dari TPP juga hampir sama dengan RCEP. Seperti yang sudah
dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya bahwa TPP juga hendak mewujudkan
persaingan, kerja sama, pengembangan kapasitas, jasa lintas batas, kepabeanan, e-
commerce, lingkungan, jasa finansial, program pengadaan pemerintah, perburuhan, isu-
isu hukum, akses pasar terhadap barang, aturan negar asal, kebersihan dan standar
kebersihan. Selain itu, TPP membahas hambatan-hambatan teknis terhadap
perdagangan, telekomunikasi, akses masuk temporer, tekstil dan busana.

Dengan menghilangkan bea dan hambatan-hambatan lain terhadap barang dan


jasa serta investasi, TPP ingin menciptakan peluang bagi seluruh pekerja, pengusaha,
agar menciptakan keuntungan bersama bagi konsumen di antara negara-negara

31
“Indonesia Diantara TPP dan RCEP” Diakses dari http://www.dpd.go.id/artikel-783-indonesia-
diantara-tpp-dan-rcep
32
Herjuno Ndaru Kinasih “RCEP di ASEAN dan Transformasi Perdagangan” Diakses dari
http://www.kompasiana.com/herjunohnk/rcep-di-asean-dan-transformasi
perdagangan_552e3e7c6ea834802c8b4594
33
Sekilas tentang the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)” Diakses dari
http://www.ajarekonomi.com/2017/01/sekilas-tentang-regional-
comprehensive.html#ymtmfpxYqEpVUShf.99
anggotanya. TPP dan RCEP diharapkan menjadi kerjasama ekonomi yang
mendatangkan keuntungan bagi negara-negara yang terlibat.
Selanjutnya, dalam sepuluh negara anggota ASEAN, empat di antaranya
bergabung dengan TPP, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. Sementara
yang lain, seperti Thailand dan Filipina, memantau secara cermat perkembangan TPP
seraya menunjukkan ketertarikan untuk bergabung. Indonesia beranjak lebih jauh
dengan secara terbuka menyatakan keinginannya untuk bergabung. Bagi Indonesia
apabila bergabutng harus mempertimbangkan isu yangaberpotensi menjadi kontroversi
karena sensitivitas dan arti strategisnya, diantaranya :34
1. Akses Pasar
TPP mengatur agar negara-negara anggota memangkas tarifnya hingga 0% secara
bertahap untuk 11.000 komoditas. Jadwal pemangkasan tarif untuk masing-masing
negara berbeda-beda, tergantung kesepakatan mereka secara bilateral satu sama lain.
Jika pejanjian dagang bebas yang lain umumnya memungkinkan negara anggota untuk
melindungi komoditas sensitif seperti produk pertanian, TPP meniadakan kemungkinan
tersebut. Implikasinya, semua produk tanpa kecuali harus dibebaskan. Dalam kondisi
negara tersebut dapat bersaing, aturan itu akan menguntungkan. Namun jika produk-
produknya tidak kompetitif, negara itu hanya akan jadi pasar bagi produk-produk negara
lain. Industri dalam negeri pun sangat mungkin menjadi korban karena tidak mampu
bersaing dengan barang-barang impor.
2. Investasi
TPP mengatur agar negara membentuk Investor-State Dispute Settlement (ISDS)
guna menyelesaikan sengketa antara investor asing dengan pemerintah. Dengan ISDS,
perusahaan asing bisa menuntut negara jika terjadi perselisihan. Mekanisme ini
dikhawatirkan dapat mengebiri kedaulatan negara dalam berhadapan dengan korporasi.
Sebab, negara cenderung melihat kepentingannya sebagai kepentingan publik,
sementara korporasi cenderung mementingkan diri sendiri. Tuntutan terhadap negara
oleh korporasi berpotensi mengancam kepentingan publik yang ingin dilindungi oleh
negara.

34
https://news.detik.com/kolom/3075190/trans-pacific-partnership-dan-artinya-bagi-indonesia
3. Government Procurement
Government procurement atau pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah
merupakan sektor industri yang amat besar. WTO memperkirakan secara rata-rata
sektor itu mencakup 15-20 persen dari GDP tiap negara. Pada umumnya, seperti halnya
di Indonesia, sektor itu tertutup untuk asing guna melindungi industri dalam negeri.
Namun TPP menghendaki agar sektor itu dibuka untuk asing
4. Intellectual Property Rights (IPRs)
TPP menghendaki pengaturan yang lebih ketat untuk IPRs, seperti copyright dan
paten. Misalnya, copyright untuk buku diperpanjang dari 50 tahun menjadi 70 tahun
sejak kematian penulis sehingga mempersulit akses publik terhadap konten
bersangkutan. Paten untuk obat dapat diperpanjang jadi lebih dari 20 tahun sehingga
menyulitkan akses publik terhadap obat-obat generik murah. Aturan itu dipandang
terlalu pro-korporasi farmasi dengan mengorbankan kepentingan publik.
5. State-Owned Enterprises
TPP melarang negara memberikan keistimewaan kepada state-owned enterprises
(SOEs) atau badan usaha milik negara (BUMN). Bagi Indonesia yang memiliki banyak
BUMN dan kerap memberikan perlakuan khusus terhadap BUMN, hal ini dapat amat
merugikan.
6. Regulatory Convergance
Konsekuensi dari bergabung dengan TPP adalah Indonesia harus mengubah
seluruh peraturan perundang-undangnya yang bertentangan dengan aturan-aturan TPP.
Dengan kata lain, Indonesia harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh negara lain,
dan lagi-lagi kedaulatan menjadi isu. Aturan TPP belum tentu baik buat Indonesia, dan
mengubahnya demi TPP dengan mengorbankan kepentingan Indonesia tentunya tidak
dikehendaki oleh publik.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Multinasional Corporation (MNC) merupakan suatu perusahaan yang
berkedudukan di satu negara tetapi memiliki perusahaan yang beroperasi di
wilayah sejumlah negara berdasarkan hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan
negara tersebut. Perusahaan multinasional secara ekspilisit di implementasikan
di Indonesia melalui UUPT sebagai badan hukum merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha.

2. Direktur Independen merupakan refleksi dari penerapan good corporate


governance untuk mendapatkan tata kelola perusahaan yang akuntabel dan
mampu memberikan pertanggungjawaban kepada para shareholders terutama
kepada pemegang saham publik.

3. TPP merupakan kerjasama ekonomi yang hampir sama dengan RCEP. Namun
kerjasama TPP ini sifatnya terikat tidak seperti kerjasama RCEP yang sifatnya
tidak terikat. Kemudian dampak bagi Indonesia apabila mengikuti
perundingan TTP ada beberapa konsekuesi yang harus dipertimbangkan serta
nantinya kegiatan pengadaan barang dan jasa dari negara dapat dilakukan oleh
perusahaan asing.

B. Saran
1. Pengaturan Perusahaan Multinasional sebagai badan hukum diatur dalam
UUPT, seyogyanya Pemerintah mengeluarkan peraturan turunan dari UUPT
khusus mengatur Perusahaaan Multinasional, seperti melaui Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga terkait, dll.

2. Penggunaan kata independen bagi Direktur kurang tepat, sehingga terminologi


harus sesuai. Karena yang penulis tahu, setiap Direktur haruslah independen
seperti pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan.

3. Perundingan TFF apabila Indonesia termasuk, harus diikuti kebijakan


Pemerintah yang pro kepada Perusahaan Domestik, sehingga tidak sematam
mata untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia mendatangkan investasi dari luar
untuk masuk kedalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional Liberalisasi Hukum


Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung : Alumni,
2011
Winardi, Kamus Ekonomi, Bandung: Mandar Maju, 1998

Santi Rahmawati, Perbedaan Struktur Modal Perusahaan Multinasional Dan Perusahaan


Domestik, Depok: Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2008
K. Saran, Perusahaan Multinasional Dalam Tata Ekonomi Internasional Baru (Makasar
: FH UNHAS, 1990)
J. Panglaykim, Perusahaan Multinasional Dalam Bisnis Internasional, Jakarta : CSIS,
1983
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika 2015
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2006
Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT. Go Public dan Hukum Pasar Modal di
Indonesia Bandung : Citra Aditya, 2006
Nindyo Pramono, Seminar Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka
Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta,
Medio,2003
Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Lembaga
Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, 2001

Sumber Elektronik

http://www.anwartumbelaka.com/articles/dilema-direktur-independen
http://www.wikiwand.com/en/Trans Pacific_Partnership
United States International Trade Commission “Trans Pacific Partnership Agreement:
Likely Impact on the U.S. Economy and on Specific Industry Sectors” Diakses
dari https://www.usitc.gov/publications/332/pub4607.pdf
Muhammad Kharji Muhajir “Pengaruh Multilateral Approach Barrack Obama Terhadap
Perumusan Kebijakan Perjanjian Perdagangan Bebas Trans Pacific Partnership”
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/20024/Bab%201%2C3
%2C5.pdf?sequence=
Summary of the Trans-Pacific Partnership Agreement” Diakses dari
https://ustr.gov/about-us/policy-offices/press-office/press-
releases/2015/october/summary-trans-pacific-partnership pada 20 Februari 2017
Negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Sebagai Upaya
Mewujudkan Kerjasama Ekonomi Kawasan yang Maju dan Saling
Menguntungkan” Diakses dari Badan Standardisasi Nasional
http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/5896/Negosiasi-Regional-Comprehensive-
Economic Partnership--RCEP--Sebagai-Upaya-Mewujudkan-Kerjasama-
Ekonomi-Kawasan-yang-Maju-dan-Saling Menguntungkan#.WO3xitBqLfY
Regional Comprehensive Economic Partnership” Diakses dari
http://www.asean.org/storage/images/2015/October/outreach-
document/Edited%20RCEP.pdf
ASEAN RCEP” Diakses daari Indonesia for Global Justice https://igj.or.id/wp
content/uploads/2016/11/RCEP.pdf
https://news.detik.com/kolom/3075190/trans-pacific-partnership-dan-artinya-bagi-
indonesia

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten
atau Perusahaan Publik

Anda mungkin juga menyukai