Anda di halaman 1dari 5

LARUTAN FIXER RADIOGRAFI

LARUTAN FIXER RADIOGRAFI


A) Definisi Fixer.
Larutan fixer adalah larutan bersifat asam yang digunakan untuk menetapkan bayangan
yang dibangkitkan /terbentuk setelah proses developing dengan cara membuang kristal
perak halida (AgBr) yang tidak terkena eksposi.
Setelah melalui tahapan developing kristal perak halida (AgBr) yang tereksposi akan
berubah menjadi logam perak metalik yang berwarna hitam dan gambaran utuh telah
terbentuk. Dalam keadaan ini, kristal perak halida (AgBr) yang tidak terkena eksposi tidak
ikut dibangkitkan oleh larutan developer dan masih berbentuk kristal perak halida (AgBr) di
dalam emulsi film sebagai bahan yang peka terhadap cahaya dan tidak larut dalam air.
Keberadaan kristal perak halida (AgBr) yang tidak tereksposi ini justru akan mengganggu
gambaran tampak, karena apabila film yang mengandung gambaran tampak hasil dari proses
developing terkena cahaya maka kristal perak halida (AgBr) akan bereaksi membentuk perak
metalik yang akan menghitamkan film, selain itu kandungan perak halida (AgBr) di dalam
emulsi film tidak larut di dalam air dan untuk menghilangkannya diperlukan cara khusus.
Untuk itu diperlukan proses fixing yang memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menetapkan dan membuat gambaran tampak menjadi permanen dengan menghilangkan
kandungan perak halida (AgBr) di dalam emulsi film dengan cara mengubahnya menjadi
materi yang dapat larut di dalam air (misalnya sodium sulfat dari asam monoargento
dithiosulfat Na3Ag(S2O3)2) dan amonium sulfat dari asam monoargento dithiosulfat
((NH4)3Ag(S2O3)2).
2. Menghentikan kerja dari larutan developer dalam proses pembangkitan.
3. Mengeraskan emulsi film agar tidak mudah rusak dan mengendalikan pembengkakan
akibat penyerapan uap air.
B) Komponen larutan fixer dan masing-masing peranannya.
Larutan fixing memiliki komponen sebagai berikut :
1. Fixing agent (agen fiksasi)
Fixing agen adalah bahan yang mampu mengkonversi senyawa perak halida (AgBr) menjadi
senyawa yang larut dalam air. Beberapa tugas/ fungsi dari fixing agen adalah :
a. bereaksi dengan perak halida menjadi senyawa yang larut dalam air.
b. tidak merusak gelatin.
c. tidak meninggalkan efek yang berarti pada gambaran tampak yang
terbentuk.
Bahan yang digunakan sebagai fixing agent diantaranya adalah :
SODIUM THIOSULFAT (Na2S2O3)
Sodium thiosulfat adalah fixing agen yang paling umum digunakan, biasa dikenal dengan
nama hypo. Reaksi antara hypo dengan perak halida menghasilkan zat polysillabic (banyak/
bersuku-suku) yang larut dalam air
Na2S2O3 + AgBr ---> Na3Ag(S2O3)2 + NaBr
sodium thiosulfat + perak halida menjadi sodium sulfat dari asam mono argento dithiosulfat
+ sodium bromida

Dibuat dengan melarutkan sodium thiosulfat bubuk dalam air, namun dapat juga dengan
mencampurkan sodium thiosulfat cair dengan air. Efek yang terjadi pada saat berhadapan
langsung dengan zat ini adalah rasa tajam di belakang mulut.
AMONIUM THIOSULFAT
Fixing agen lain yang digunakan adalah Amonuim thiosulfat ((NH 4)2S2O3), umumnya zat
ini digunakan dalam bentuk cairan pekat. Reaksi antara amonium thiosulfat dengan perak
halida adalah :
(NH4)2S2O3) + AgBr --> (NH4)3Ag(S2O3)2 + (NH4)Br
amonium thiosulfat + perak halida ---> amonium sulfat dari asam mono argento +
amonium
bromida
Hasil reaksinya sama dengan reaksi antara sodium thiosulfat dengan perak halida, yaitu
senyawa kopleks yang dapat larut dalam air. Jika dibandingkan dengan senyawa kompleks
yang di bentuk oleh amomium kurang stabil daripada yang senyawa kompleks yang dibentuk
oleh natrium. Hal ini akan mempengaruhi hasil pencucian film, apabila film tidak cukup
mengalami pembilasan maka akan menimbulkan noda dan akan cepat rusak. Namun dalam
proses Rapid Fixer senyawa amonium lebih banyak digunakan, karena reaksinya
cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan senyawa natrium.
2.

Acid, stabilizer dan buffer


a. Acid sebagai accelerator.
Larutan yang digunakan dalam proses developer adalah larutan yang berifat basa, oleh
karena itu digunakan acid (asam) untuk mempercepat proses penghentian reaksi oleh larutan
developer. Proses ini dilakukan pada saat memasukan film dalam larutan fixer dengan
ditambah larutan yang bersifat asam lemah (CH3COOH). Asam lemah dipilih karena reaksi
asam dengan agen fiksasi (hypo) akan menyebabkan pengendapan sulfur yang akan merusak
larutan fixer itu sendiri, sehingga apabila digunakan asam kuat (H 2SO4) akan menimbulkan
reaksi pengendapan sulfur yang lebih besar dan kerusakan pada larutan fixer akan lebih besar
pula.

H2SO4 + Na2S2O3
H2S2O3

-->

-->

Na2SO4 + H2S2O3

H2SO3

+ S (mengendap)

Ag + S --> AgS (merusak gambar)


Meskipun menggunakan larutan asam lemah,pada larutan fixer tetap terjadi pengendapan
sulfur, oleh karena itu perlu ditambahkan bahan untuk penstabil (stabilizer) dan bahan
penangkal (preservative).
b. Stabilizer

Stabilizer adalah bahan yang digunakan untuk mencegah mengendapnya unsur S. biasanya
digunakan sulfit, bisulfit atau metasulfit. Apabila menggunakan asam cuka (CH3COOH)
maka preservativenya adalah natrium sulfit (Na2SO3).
c. Buffer
Buffer memiliki fungsi untuk menjaga kestabilan pH dari larutan fixer dikisaran 4,0-5,0.
Perubahan pH ini disebabkan karena ikut terbawanya larutan developer yang bersifat basa,
sehingga menaikan pH larutan fixer. Larutan buffer yang umunya digunakan adalah
pasangan asam asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa) atau natrium sulfite
(Na2SO3) dan natrium bisulfit.
3. Hardener
Lapisan emulsi akan mengalami pembengkakan selama processing, hal ini dikarenakan film
menyerap uap air. Pembengkakan ini akan terlihat jelas pada proses rinsing dan washing,
sebenarnya pembengkakan telah terjadi sejak film memasuki proses developing dan fixing,
akan tetapi karena larutan yang digunakan pada proses developing dan fixing memiliki
konsentrasi garam yang tinggi maka pengembangan yang terjadi pada film hanya sedikit dan
tidak terlihat jelas.
Peranan dari proses hardener yaitu :
a. suhu pada processing dapat lebih tinggi (terutama pada proses otomatis).
b. emulsi (gelatin) menyerap air lebih sedikit, sehingga akan lebih cepat kering.
c. film tidak mudah mudah rusak akibat tekanan, goresan dan gangguan fisik lainya.
Bahan hardener yang digunakan adalah :
a. Chrome potassium alum (K2SO4Cr2(SO4)24 H2O)
b. Potassium alum (K2SO4Al2(SO4)324 H2O)
c. Aluminium klorida (Al2Cl)
4. Solvent
Solvent yaitu bahan pelarut, bahan pelarut yang digunakan adalah air bersih.
5. Bahan tambahan lain
Bahan tambahan lain yang diberikan misalnya adalah bahan anti endapan. Endapan ini akan
terjadi apabila pH larutan fixer terlalu tinggi.
C) Nilai pH larutan fixer yang ideal
Agar dapat bekerja untuk proses penyamakan film dan mencegah terjadinya endapan lumpur
yang akan mengganggu keaktifan dari larutan fixer diperlukan kadar keasaman (pH) yang
stabil dan berkisar antara 4,0-5,0. Untuk menjaga pada tingkat yang tetap diperlukan asam
asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa) yang berfungsi sebagai buffer.
D) Clearing time dan fixing time
1. Terminologi clearing time dan fixing time.
Tahap pertama dalam proses penetapan film adalah proses pembeningan. Proses yang terjadi
mulanya merupakan daerah berwarna kuning susu pada gambaran, kemudian gambaran dari
perak hitam metalik (hasil pembangkitan) akan tampak pada dasar transparan yang bening
dan bukan pada latar belakang kuning opak. Waktu yang digunakan dalam proses
pembeningan tersebut disebut dengan waktu pembeningan (clearing time), sedangkan waktu
yang digunakan untuk seluruh proses penetapan (3 tahap) dikenal dengan waktu penetapan
(fixing time). Pada umumnya fixing time sama dengan 2x lama clearing time, meskipun
demikian akan lebih baik jika waktu fixing time lebih lama yaitu sekitar 10 menit.

a.

b.

c.

d.

e.

f.
g.

Faktor yang mempengaruhi clearing time dan fixing time.


Jenis agen penetap yang digunakan.
Fixing agent yang digunakan Na2S2O3 memiliki clearing time yang lebih baik dibanding
jenis fixing agent yang lain.
Konsentrasi agen penetap.
Konsentrasi fixing agent 60% maka clearing time akan lebih singkat dibanding konsentrasi
40%.
Suhu larutan penetap.
Suhu berpengaruh terhadap clearing time dimana akan menurun jika suhu larutan meningkat.
Namun demikian, larutan fixer tidak menggunakan suhu standar, dengan catatan suhu fixer
tidak boleh terlalu beda dengan suhu larutan developer untuk menghindari kerusakan emulsi.
Adanya garam alumunium sebagai pengeras potassium alum atau alumunium klorida akan
memperlambat clearing time dan fixing time karena adanya alumunium akan memperlambat
larutan perak bromide dalam emulsi.
Jenis film.
Film dengan emulsi tebal, clearing time lebih lama dibanding dengan emulsi tipis, perak
halida yang digunakan jika perak bromida lebih cepat mengalami fixing time dibandingkan
perak iodida. Ukuran kristal yang lebih kecil memerlukan waktu pelarutan yang lebih
pendek.
Agitasi selama penetapan.
Dengan melakukan agitasi akan mempercepat clearing time dan fixing time.
Kelelahan larutan penetap.
Pada larutan fixer yang sudah lelah akan mengakibatkan clearing time dan fixing time
menjadi lebih lama.
3. Durasi clearing time dan fixing time yang baik.
Secara umum durasi fixing time adalah 2x dari lamanya durasi clearing time, namun
demikian akan lebih baik jika waktu fixing time lebih lama yaitu sekitar 10 menit.

F) Karakteristik larutan yang digunakan dalam proses fixing otomatis


Thiosulfat sebagai fixing agent (bahan fixer)
Garam seperti alumunium klorida untuk mengeraskan / menguatkan film saat di dalam
fixer (sebagai hardener).
Asam asetat untuk menjaga pH larutan tetap asam ( 4.0 5,0).
Sodium sulfit sebagai pengawet untuk fixing agent.Fixer untuk proses otomatis
disediakan sebagai cairan pekat yang diencerkan dengan air untuk mendapatkan larutan
dengan kerja yang kuat dan tepat sesuai petunjuk.
G) Replenishment dan latar belakangnya
Keaktifan larutan penetap akan berkurang seiring dengan lamanya waktu penggunaan, untuk
menjaga proses fixing tetap terjadi dengan baik maka perlu dilakukan :
a. menjaga volume larutan fixing tetap, karena selama proses fixing volume larutan akan
berkurang secara progresif akibat terbawa oleh film.
b. menjaga keaktifan larutan fixer tetap standar, sehingga jumlah reaksi yang terjadi pada
proses fixing tetap sama.

Untuk itu diperlukan penambahan kembali larutan fixer yang masih segar untuk menjaga
volume serta keaktifan larutan fixer. Penambahan larutan fixer yang masih segar ini diberi
nama dengan replenisher.
H) Faktor-faktor penentu lemahnya larutan fixer
Larutan fixer akan melemah akibat beberapa faktor yaitu :
1. Terjadinya komponen-komponen perak mengandap dalam bentuk NaAg(S2O3)2
2. Terjadinya komponen bromida dalam bentuk NaBr.
3. Adanya air yang terebawa oleh film dari tahapan sebelumnya (rinsing, pada proses
manual)
4. Adanya sisa developer yang terbawa film karena kurang berh pada saat melalui tahap
rinsing.
5. Berkuranganya bahan-bahan aktif dengan adanya reaksi melarutkan AgBr yang tidak
tereksposi.
I)

Efek-efek yang timbul karena penggunaan fixer yang lemah.


Akibat dari penggunaan larutan fixer yang lemah adalah :
1. Waktu pembeningan menjadi panjang dan proses penetapan tidak cukup.
2. Film tidak cukup mengalami pengerasan.
3. Film mungkin mengandung noda-noda pembangkit.
4. Film mengandung sisa-sisa larutan lain yang tidak dapat lepas dari permukaan film.

Anda mungkin juga menyukai