Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM RADIOLOGI DIGITAL

disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofisika


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Susilo, M.S
Dr. Lisdiana, M.Si

oleh :
Maratush Sholihah Romadhoni
0402515025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (KONSENTRASI BIOLOGI)


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

A. LOKASI DAN WAKTU PRAKTIKUM


Praktikum dilaksanakan tanggal 26 Oktober 2016 di Gedung D9 lantai 3
Laboratorium Fisika Jurusan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang berlokasi di jalan
Sekaran, Gunungpati Kota Semarang.
B. TUJUAN
Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk:
1. Memaparkan alat-alat yang digunakan pada praktikum radiologi digital.
2. Mendeskripsikan langkah-langkah dalam melakukan praktikum radiologi digital.
3. Menganalisis hasil citra radiografik yang dihasilkan dari sistem radiologi digital
hasil pengembangan riset oleh Prof. Dr. Susilo, M.S
C. LANDASAN TEORI
Seibert (2004) mengemukakan bahwa sinar-X telah lama digunakan dalam bidang
medis untuk pencitraan diagnostik selama lebih dari satu abad. Sinar-X dengan energi rendah
umumnya dimanfaatkan sebagai radio diagnostik, sedangkan radioterapi membutuhkan energi
yang lebih tinggi. Pemanfaaatan sinar-X sebagai radio diagnostik dimanfaatkan untuk
pembuatan citra radiografik yang merupakan hasil scanning pada bagian organ-organ tertentu
seperti kepala, torak, abdomen, dan lainnya (Susilo et al., 2012). Suatu citra X-ray diagnostik
diperoleh ketika sinar-X diaktifkan dan dibiarkan me- mapari obyek (tubuh phantom)
sedemikian sehingga sebuah citra terbentuk pada Intensi-fying Screen pada tabung kedap
cahaya (Susilo et al., 2014).
Teknologi diagnostik medis yang digunakan oleh unit radiologi di rumah sakit
modern sudah cenderung bergeser dari teknologi analog berbasis film menjadi teknologi
digital (filmless). Radiologi dengan teknologi analog berbasis film, memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya adalah pencucian film menghasilkan limbah berbahaya yang
mengandung logam berat. Oleh karena itu tentu akan membutuhkan biaya yang cukup mahal
untuk memproses logam berat tersebut agar tidak berbahaya sebelum yang dibuang ke
lingkungan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan mulai dari pencetakan film, pengiriman ke
dokter radiologi, hingga akhirnya diberikan ke pasien berlangsung cukup lama. Film hasil
cetakan juga membutuhkan ruang arsip untk menyimpannya. Beberapa alasan tersebutlah
yang menjadikan radiologi dengan teknologi digital lebih banyak dipilih untuk diterapkan.
Beberapa cara aplikasi filmless radiography menggunakan teknik digital dapat
ditempuh, antara lain dengan teknik digitalisasi film radiograf atas prinsip densitas optik
mekanik hingga ke bentuk pemayaran digital menggunakan flatbed scanner. Tahapan
2

selanjutnya adalah melakukan proses konversi citra fluoroskopi, DR (Direct Radiography),


dengan menggunakan flat detektor yang telah dilengkapi dengan sistem konversi digital.
Sistem Radiologi Digital berbasis Intensifying Screen yang dikembangkan oleh Prof. Dr.
Susilo, M.S. merupakan modifikasi dari Radiologi Konvensional (RK) yang dikombinasikan
dengan adanya tabung kedap cahaya (light tight tube) dibelakang intensifying screen.
Tujuannya adalah agar bayangan obyek dapat ditangkap oleh kamera DSLR untuk kemudian
ditampilkan pada layar monitor PC (radiograf), sehingga pemrosesan film radiografi secara
konvensional tidak diperlukan lagi (Susilo et al., 2014).
D. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mesin Mobile X-ray
2. Meja pasien yang dilengkapi dengan unit tabung penangkap gambar dari sistem
Radiologi Digital.
3. Labtop atau PC
4. Stepwedge adalah sebuah benda yang terbuat dari Alumunium dengan bentuk yang
bertingkat dan memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Apabila stepwedge di eksposi
oleh sinar-X maka akan dihasilkan densitas yang berbeda pada tiap tingkatan.
E. CARA KERJA
Langkah-langkah dalam menggunakan sistem Radiologi Digital berbasis Intensifying Screen
adalah sebagai berikut:
1. Menghubungkan power kabel sinar-X dan sumber listrik
2. Menekan tombol ON pada panel pesawat sinar-X
3. Mengatur posisi tabung sinar-X pada posisi yang tepat
4. Menyalakan lampu lokalisasi untuk memastikan posisi kaset
5. Mengatur jarak sumber-kaset (SID) menggunakan measuring tape (pada praktikum ini
jarak diatur sepanjang 90 cm).
6. Mengeset luas lapangan radiasi sesuai keinginan (pada praktikum ini luasnya sebesar
10 x 10cm2)
7. Meletakkan fantom stepwedge pada posisi yang tepat
8. Mengeset nilai kV, mA dan s. (pada praktikum ini diatur sebesar 75 kV, 32 mA, dan
0,125 s)
9. Melakukan eksposi dengan menekan penuh tombol eksposi. Pada saat terdengar suara
beep, itu berarti sedang terjadi proses ekposi yang bersamaan antara sinar-x dan
pemotretan yang dilakukan oleh kamera)
10. Langkah terakhir adalah melihat tampilan file radiograf dari hasil pengolah citra.

F. DATA PENGAMATAN
Berikut adalah hasil citra dari obyek tulang rusuk kanan salah satu mahasiswa PPS IPA
(Biologi) 2015 UNNES Semarang.
Obyek
Jarak sinar X ke obyek
Tegangan tabung (Vak)
Arus
Waktu

: rusuk kanan
: 90 cm
: 75 kV
: 32 mA
: 0,125 s

Hasil citra radiografik :


Gambar tulang rusuk masih belum cukup jelas,
jika dibandingkan dengan gambar tulang kaki dari
Gambar pembanding dari kelompok lainkelompok lain.
Obyek
Jarak sinar X ke obyek
Tegangan tabung (Vak)
Arus
Waktu

: kaki kanan
: 90 cm
: 60 kV
: 16 mA
: 0,125 s

Hasil citra radiografik :


Gambar tulang kaki kanan tampak jelas, jika
dibandingkan dengan gambar tulang rusuk,
meskipun tegangan tabung dan arus memiliki nilai
G. PEMBAHASAN
yang lebihmenggunakan
kecil daripada intensifying
pada tulang rusuk.
Pada proses digitalisasi citra radiografi
screen berbasis
kamera digital dapat menentukan karakterisik sistem RD, dan dapat menghasilkan citra tulang
dengan kontras, detail yang meningkat serta resolusi tinggi (Susilo et al., 2014). Penggunaan
program Matlab dalam mengolah hasil citra radiografi juga berpengaruh dalam meningkatkan
hasil citra tulang dengan kontras. Adapun hasil pencitraan memperlihatkan gambaran tulang
rusuk yang masih belum cukup jelas, itu dikarenakan faktor eksternal seperti ketebalan
jaringan lemak yang ada disekitar obyek, dan kepadatan tulang yang hendak diuji.
Jaringan lemak disekitar tulang kaki lebih sedikit daripada tulang rusuk. Hal ini
dikarenakan fungsi dari tulang rusuk yang berperan penting dalam melindungi beberapa organ
vital seperti jantung dan paru-paru. Sedangkan, tulang kaki memiliki jaringan lemak yang
sedikit dan didominasi oleh tulang pipa dengan diameter bulat, lebih besar dan lebih
kompak/padat. Fungsi utama yang berbeda dari kedua jenis tulang tersebut menjadikan
struktur tulang yang dimilikipun juga berbeda bentuk.

Tulang rusuk merupakan tulang pipih yang memiliki struktur bentuk pipih dan
melengkung, sedangkan tulang kaki bagian bawah yaitu tibia dan fibula merupakan tulang
pipa yang memiliki bentuk panjang lurus seperti pipa, dan memiliki diameter berbentuk bulat.
Diameter tulang pipa juga lebih tebal dan kuat daripada tulang pipih, oleh karena itu bentuk
tulang pipa lurus sedangkan tulang rusuk melengkung. Hal ini yang menjadikan kepadatan
tulang pipa lebih kompak/padat daripada tulang rusuk. Oleh sebab itu, kandungan fosfor
dalam tulang pipa kemungkinan lebih banyak daripada di bagian tulang rusuk.
Prinsip dari radiografi digital adalah memanfaatkan perbedaan penyerapan sinar-X
pada bagian-bagian tulang dan jaringan lainnya. Pada tulang padat, sinar-X yang diserap lebih
banyak sehingga sinar yang datang ke image plate menjadi berkurang mengakibatkan
gambaran tulang menjadi lebih putih dibanding dengan jaringan tulang lainnya (Susilo, 2015).
Gambar 1 menjelaskan sistem kerja dari sinar X dalam mendiagnosis tulang pada proses
radiografi digital.

Gambar 1. Diagram alir Sistem Pencitraan Radiografi Digital modifikasi


dari Sistem Radio- grafi Konvensional (Sumber: Susilo et al., 2014)

Sistem Radiologi Digital berbasis Intensifying Screen yang dikembangkan oleh Prof.
Dr. Susilo, M.S. memiliki modifikasi pada bagian tabung box kedap cahaya (light tight tube)
yang berbasis intensifying screen. Tabung box kedap cahaya berbasis intensifying screen,
berfungsi untuk mengubah sinar-X menjadi sinar tampak sehingga bayangan yang terbentuk
dari obyek dapat ditangkap oleh kamera DSLR. Suatu citra X-ray diagnostik diperoleh ketika
sinar-X diaktifkan dan dibiarkan memapari obyek (tubuh phantom) sedemikian sehingga
sebuah citra terbentuk pada Intensifying Screen pada tabung kedap cahaya. Sebuah citra
5

diagnostik tubuh phantom diperoleh melalui proses digitisasi citra radiograf yang ditangkap
oleh kamera DSLR dalam tabung kedap cahaya melalui perangkat kamera yang terprogram.
Citra hasil digitisasi ini langsung dapat tersimpan atau tervisualisasikan di layar monitor
kamera. Citra digital tersebut kemudian disimpan dalam memori penyimpan pada PC sebagai
file citra radiograf digital.
H. SIMPULAN
Proses digitalisasi citra radiografi berbasis intensifying dapat menghasilkan citra
tulang dengan lebih kontras, serta beresolusi tinggi. Adapun kejelasan hasil citra radiografik
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor kemungkinan eksternal. Faktor internal dari mesin
yang berpengaruh diantaranya adalah jarak sinar X ke obyek, tegangan tabung (Vak), besar
arus, dan waktu. Ada kemungkinan faktor eksternal juga berpengaruh dalam menghasil citra
radiografik yang jelas, seperti ketebalan jaringan lemak di sekitar obyek, dan kepadatan
tulang.
I. DAFTAR PUSTAKA
Seibert, J.A. 2004. X-Ray Imaging Physics for Nuclear Medicine Tecnologist part 1: Basic
Principles of X-Ray Production. Journal of Nuclear Medicine Technologist. 32
(3):139-147
Susilo, et al.. 2012. Kajian Fisika Indeks Keabuan dengan Teknik Radiografi Digital pada
Pemeriksaan Tulang Metastatik. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8 (2012) 98105.
Susilo, et al. 2014. Rancang Bangun Sistem Penangkap Gambar Radiograf Digital Berbasis
Kamera DSLR. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 10 (2014) 66-74.
Susilo. 2015. Modul Kuliah Radiografi Sinar X. Semarang: Lab Fisika Medik Prodi S2 Pend.
IPA Kons Biologi Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai