SEMINAR NASIONAL
Editor:
Sita Ratnaningsih
Takiddin
Fauzan
Asep Ediana Latip
Editor :
Sita Ratnaningsih, Takiddin, Fauzan, Asep Ediana Latip
ISBN : 978-602-70156-7-8
Diterbitkan oleh:
FITK PRESS
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan
Telepon/Faks. (021) 7443328
Email : pgmi.fitk@uinjkt.ac.id
ii
KATA PENGANTAR
Ketua Prodi PGMI FITK UIN Jakarta
Assalamualaikum Wr.Wb
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT, atas
Rahmat dan Karunia-NYA Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dapat
menyelenggarakan Seminar Nasional dengan Tema Professional
Learning Untuk Indonesia Emas, dan Munas Asosiasi Dosen PGMI
seluruh Indonesia. Hal itu dapat terlaksana atas kerjasama berbagai
pihak.
Seminar ini bertujuan untuk membangun persepsi yang sama
tentang Professional Learning yang dapat dilihat dari beberapa
karakteristik yang bisa menggambarkan proses belajar dan
pembelajaran yang berkualitas yaitu melalui the learning process. Dalam
konteks Indonesia emas implementasi profesional learning diharapkan
dapat mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Tujuan Indonesia Emas
2045 adalah kejayaan secara moral dan spiritual, bukan hanya kejayaan
secara ekonomi, yang pencapaian tujuan tersebut dapat didukung
melalui gerakan implementasi professional learning.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
yang terhormat : Bapak Rektor UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta
beserta jajarannya, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil Dekan I, Wakil Dekan II dan
Wakil Dekan III, jajaran panitia, para penyaji dan peserta seminar,
atas partisipasi, bantuan, serta dukungan yang tak terhingga sehingga
Seminar Nasional ini dapat terlaksana.
Akhir kata semoga Seminar ini dapat mencapai tujuannya,
iii
Professional Learning untuk Indonesia Emas
iv
KATA PENGANTAR
Dekan FITK UIN Jakarta
v
Professional Learning untuk Indonesia Emas
vi
DAFTAR ISI
vii
Professional Learning untuk Indonesia Emas
viii
Professional Learning untuk Indonesia Emas
ix
Professional Learning untuk Indonesia Emas
x
Professional Learning untuk Indonesia Emas
xi
Professional Learning untuk Indonesia Emas
xii
1
ARAH PEMBELAJARAN
PROFESSIONAL UNTUK
INDONESIA EMAS
PADA ABAD 21
Professional Learning untuk Indonesia Emas
2
IMPLEMENTASI PROFESSIONAL LEARNING
UNTUK ANAK USIA EMAS
PADA JENJANG MI/SD
Pendahuluan
Indonesia emas untuk siapa? Secara demografis Indonesia emas
untuk untuk generasi pada usia emas (golden age). Generasi pada usia
emas adalah generasi yang saat ini pada usia preschool/SD/MI/SMP/
SMA, sehingga jika usia SMA sekarang adalah 18 tahun di tahun 2015
ini, 15 tahun kemudian di tahun 2030 mereka merupakan generasi
produktif emas di usia 32 tahun, dan begitu selanjutnya berlaku untuk
anak usia SMP, SD/MI bahkan anak usia preschool.
Indonesia emas akan terwujud pada tahun 2030, maka wajah
Indonesia pada tahun 2030 akan diwarnai oleh generasi emas dengan
karakteristik produktif, kreatif, kritis, dan spritualitatif. Sehingga
disebut Indonesia emas berarti memiliki generasi yang produktif
dalam berkarya. Dapat pula disebut Indonesia emas apabila memiliki
generasi yang kreatif dalam berpikir. Istilah Indonesia emas juga
3
Professional Learning untuk Indonesia Emas
4
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
5
Professional Learning untuk Indonesia Emas
6
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
7
Professional Learning untuk Indonesia Emas
8
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
9
Professional Learning untuk Indonesia Emas
dari prasa tersebut sangat mudah dipahami, tetapi tentu tidak mudah
melaksanakannya. Tetapi dengan pemahaman atas prasa tersebut
satu langkah maju untuk dapat berpikir kritis dalam belajar. Berpikir
kritis dalam belajar dapat dipahami sebagai belajar yang tidak taken for
granted, dan bisa berarti juga belajar kontekstual. Individu yang belajar
dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis akan lepas dari cara
belajar passive yang berorientasi pada pelemahan diri untuk menjadi
individu yang zero creative. Rahmat (2010:1) mengemukakan berpikir
kritis (critical thinking) sinonim dengan pengambilan keputusan
(decision making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses
ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving).
Juha (2010 :1) mengutip pernyataanCritical thinking is reasonable,
reflective thinking, focused on deciding what to believe or do. Senada dengan
penyataan tersebut, Paul, R., & Elder, L. (2012: 21) menyatakanCritical
thinking is the art of thinking about thinking while thinking to make thinking
better, maksudnya bahwa berpikir kritis adalah seni berpikir tentang
sesuatu yang direnungkan sehingga lebih lebih baik
Semua sepakat atas taxonomi Benyamin S. Bloom, bahwa
belajar itu tentang mengerti, memahami, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi. Dan disisi lain, sepakat pula atas teori behavorisme,
bahwa belajar itu tentang perubahan kompetensi. Bahkan
konstruktivisme mendefinisikan bahwa belajar itu merekontsruksi
fenomena, dan fakta bahkan teks secara bebas unlimited. Tidak
ketinggalan Ausubel, menegaskan bahwa belajar itu tentang memberi
meaning atas teks dan konteks yang dipelajari secara mendalam. Maka
dari sejumlah teori yang ada, sangat jelas bahwa secara eksplisit arah
dari belajar yang dapat dicapai apabila dikembangkan cara berpkiri
kritis. Karena dengan daya berpikir kritis yang dimiliki maka kriteria
prestasi belajar (learning achievement) di atas akan sangat mudah untuk
dicapai.
Bisa dibayangkan efek negatif dari daya kritis yang rendah saat
belajar kecil probabilitasnya untuk dapat merajut pengetahuan,
makna, perubahan kompetensi, dan konstruktivistik dalam belajar.
Dapat disederhanakan lagi dengan contoh; bayangkan Anda belajar
tentang demokrasi, teks yang dipelajari bahwa demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yang Anda pelajari secara
tekstual tidak sama sekali akan membawa perubahan apapun pada
diri Anda, jelas tidak akan karena posisi Anda adalah siswa yang
sedang belajar mengerti tentang demokrasi, maka jika demikian cara
belajarnya sudah dapat ditebak sangat tidak bermakna dan parah lagi
dalam hitungan menit itu sudah lupa lagi, mengapa demikian? Karena
belajar berlangsung tidak dengan cara kritis. Mari lihat bedanya
10
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
jika Anda mengembangkan cara berpikir kritis atas hal yang Anda
pelajari. Bahwa Anda belajar tentang demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat untuk rakyat, yes correct!, tetapi jika cara berpikir kritis
yang Anda kembangkan, maka Anda akan mengembangkan konsep
besar tersebut secara kontekstual dengan cara memotret fenomena
yang terjadi dilingkungan sekitar, apakah konsep demokrasi itu ada
atau hanya semacam ilusi teoritis saja, toh kenyataanya pemerintahan
terjadi atas kehendak pemerintah dan dari pemerintah untuk
pemerintah. Apakah Anda dapat mengembangkan konsep demokrasi
dalam keluarga? Terjadikah demokrasi? Atau dapat membawa
imajinasi Anda dilingkungan sekolah, apakah demokrasi itu ada? Jika
Anda dalam belajar dapat memberikan gambaran real atas fenomena
yang terjadi berdasarkan pada konsep yang sedang dipelajari, dapat
dibayangkan Anda adalah belajar secara professional dengan daya
berpikir kritis.
Berpikir kritis dalam belajar, dapat dikembangkan dengan cara
yang sederhana seperti yang dilakukan oleh para filosof tempo doeloe,
yaitu start with the question, mulai dengan pertanyaan. Pertanyaan
adalah gambaran kemanusiaan sebagai insane yang serba penasaran
(curiousity man). Oleh karena itu semua pasti bisa melakukannya, Its
a simple!. Ajukan pertanyaan terhadap teks yang sedang dipelajari,
temukan konteksnya atas teks yang sedang dipelajari melalui
pertanyaan, dan sudah barang tentu temukan jawabanya melalui
proses inquiry yang mendalam, seperti memperhatikan korelasinya
antara teori dan data, data dan fakta, serta fakta dengan konsepnya
baik berdasarkan kajian literature atau hasil penelitian.
Sangat setuju, jika berpikir kritis dalam belajar sudah terjadi pada
anak usia MI/SD bahkan pada usia preschool. Perhatikan anak-anak
pada usia tersebut!, mereka dengan lantang dan polos mengajukan
pertanyaan atas hal mereka lihat (pelajari), benda ini disebut apa?
Untuk apa? Mengapa bentuknya begitu? Dapat digunakan untuk
apa? Dan sejumlah pertanyaan yang diajukannya, mereka benar
tidak tahu, tetapi setelah mereka tahu, mereka menyusul dengan
pertanyaan yang berikutnya, dan sampai pada titik kepuasan yang
mereka rasakan. Setelah itu apa yang terjadi? Perhatikan dengan
seksama, Anda mungkin akan terbelalak dan mengatakan awsome
atas penemuannya berdasarkan pada pertanyaan yang diajukannya,
jika benda itu adalah berupa pesawat, sejurus kemudian anak
dapat mendeskripsikan menjadi dalam benda lain (barangkali tidak
sama sekali mirip pesawat) tetapi bagi mereka itu pesawat dengan
detail mereka menjelaskan bahwa pesawat itu untuk mengangkut
penumpang, setiap bagian dari pesawat dijelaskan secara detail
11
Professional Learning untuk Indonesia Emas
12
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
13
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Murray Lois bahwa kreativitas itu dalam dalam setiap diri, bukan
di luar diri. Kreativitas adalah sebuah persoalan pribadi. Kreativitas
merupakan proses pencarian ke dalam diri sendiri yang penuh
tumpukan kenangan, pikiran, dan sensasi hingga ke sifat yang paling
mendasar bagi kehidupan. Oleh karena itu setiap individu dapat
menjadi orang kreatif.
Tampaknya semua yakin bawah kreativitas diartikan sebagai
kemampuan mencipta daya cipta atau perihal berkreasi, itu juga
yang terdapat dalam kamus Besar Bahasa Indonesia. Oleh karena
itu kreativitas dapat dimulai dengan mengembangkan kemampuan
mencipta-cipta atau membayangkan atau berimajinasi. Ya, kreativitas
dapat kembangkan dari peserta didik anak usia MI/SD dengan
mendorong kemampuan imajinasinya yang luar biasa menjadi bagian
dari pengembangan kreativitasnya, karena siapapun bisa kreatif, dan
apapun dapat dikreasikan termasuk belajar juga dapat dikreasikan.
Berpikir kreatif dalam belajar adalah salah satu penegasan bawah
belajar dapat dikreasikan, sehingga objek atau pengetahuan yang
sedang dipelajari dapat berkembang, berubah dan bahkan maju
adalah hasil dari proses berpkir krearif dalam belajar. Kemampuan
berpikir kreatif dalam belajar merupakan buah dari proses belajar
yang professional atau professional learing. Anak usia MI/SD tentu saja
belum mengerti konsep bepikir kreatif dalam belajar apalagi konsep
professional learning oleh karena itu guru sebagai pembimbing dan
fasilitator sejatinyanya membimbing dan memfasilitasinya untuk
mencapai proses belajar mandiri yang kreatif, diantaranya dengan
cara melatihkan peserta didik untuk menemukan pemecahan masalah
dengan berbagai alternatif, mengajukan pertanyaan terbuka, dan
memfasilitasi peserta didik untuk berlatih brainstorming atas suatu
topik yang sedang dibahas secara tekstual atau secara kontekstual.
Penutup
Professional learing adalah cara belajar mandiri yang kritis dan
kreatif. Untuk belajar mandiri yang kritis membutuhkan pembiasaan
dan bimbingan belajar dari guru melalui proses latihan yang
berkelanjutan. Untuk mendorong terwujudnya belajar mandiri yang
arahnya mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam belajar
membutuhkan bimbibingan guru yang kreatif.
Anak usia MI/SD merupakan masa yang berada pada usia emas
(golden age) yang dengan potensi emasnya dapat menjadi pendorong
terwujudnya Indonesia emas apabila potensi tersebut didorong,
difasilitas dan dioptimalisasi melalui proses belajar dan pembelajaran
yang profesional. Proses belajar profesional adalah proses individu
14
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
yang berkeinginan dan berkemauan serta memiliki rasa ingin tahu kuat
untuk terus belajar diantaranya secara kritis dan kreatif. Pembelajaran
profesional adalah proses interaksi edukatif guru dengan siswa yang
berlangsung secara kreatif dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa
menjadi kenyatan dengan proses yang kreatif misalnya dengan pola
pembelajaran brainstorming.
Daftar Pustaka
15
FAKTOR KESULITAN BELAJAR KIMIA
PADA MATA PELAJARAN KIMIA SMA
Pendahuluan
Pembelajaran kimia selama ini tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran sains. Umumnya pembelajaran kimia masih berorientasi
pada hafalan, selain itu proses penemuan konsep menjadi sering
terabaikan karena kurangnya keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses penemuan
konsep menyebabkan kemampuan literasi sains siswa rendah.
Berdasarkan hasil studi PISA (Programme for International Student
Assessment) tahun 2012, diketahui bahwa kemampuan literasi sains
siswa Indonesia masih rendah. Indonesia menempati peringkat ke-64
dari 65 negara peserta, atau dengan kata lain menempati peringkat
kedua terbawah dari seluruh negara peserta PISA (Kurnia dkk., 2014).
Secara umum, faktor yang mempengaruhi rendahnya pencapaian
literasi sains siswa Indonesia adalah proses belajar mengajar di sekolah.
Proses mengajar merupakan tugas utama seorang guru sedangkan
proses belajar merupakan tugas utama siswa yang keduanya saling
berkesinambungan.
16
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
Pembahasan
Data yang diperoleh selama penelitian berupa hasil pemberian
tes tertulis dan angket yang meliputi tanggapan atau respon siswa
mengenai materi larutan penyangga dan faktor-faktor penyebab
kesulitan siswa dalam memahami konsep larutan penyangga. Data-
data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menunjukkan
kemungkinan adanya kesulitan belajar yang dialami siswa yang dapat
dilihat pada perolehan tes tertulis dan angket.
17
Professional Learning untuk Indonesia Emas
penyangga pada tahap pemberian tes dapat dilihat dari hasil jawaban
siswa berdasarkan indikator pembelajaran sebagai berikut:
18
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
rendah.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan belajar
pada soal nomor 12 yaitu menentukan campuran larutan penyangga
berdasarkan komponen-komponen larutan penyangga, mendapatkan
nilai persentase 100%. Nilai persentase ini menunjukkan bahwa semua
siswa mengalami kesulitan, dimana 40 siswa tidak dapat menjawab
dengan benar. Hal ini dapat terjadi karena hampir semua siswa belum
memahami contoh-contoh senyawa asam lemah, basa lemah, asam
kuat, basa kuat, dan garam. Sehingga pada soal nomor 12 ini tergolong
sulit bagi siswa.
Hasil Angket
Pengumpulan data didapatkan dari pengisian angket kesulitan
belajar oleh siswa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh data berupa gambaran kesulitan belajar siswa yang terbagi
ke dalam 4 indikator sebagai berikut:
a. Diri Sendiri
Indikator diri sendiri terdiri dari beberapa sub indikator yaitu Minat,
Motivasi, Kesiapan dan Perhatian, serta Fisiologi. Masing-masing sub
indikator disajikan dalam tabel persentase indikator diri sendiri untuk
setiap butir pernyataan sebagai berikut:
19
Professional Learning untuk Indonesia Emas
20
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
21
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Lingkungan Keluarga
Indikator lingkungan keluarga terdiri dari sub indikator perhatian
dan dukungan orang tua. Dibawah ini disajikan tabel persentase
indikator lingkungan keluarga untuk setiap butir pernyataan sebagai
berikut:
Tabel 5. Persentase Pernyataan Indikator Lingkungan
Nomor Keluarga
Sub Indi- Persentase
Per- Pernyataan Kriteria
kator (%)
nyataan
Orangtua Saya sering
Tidak
menyuruh saya menger-
16 61,88 Berpen-
jakan tugas rumah ke-
Perhatian garuh
tika Saya sedang belajar.
dan Du-
kungan Saudara Saya sering
orang tua mengalihkan konsen- Cukup
17 trasi saya ketika belajar, 57,5 Berpen-
sehingga saya menghen- garuh
tikan kegiatan belajar.
22
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
c. Lingkungan Sekolah
Indikator lingkungan sekolah terdiri dari sub indikator sarana
dan prasarana. Dibawah ini disajikan tabel persentase indikator
lingkungan sekolah untuk setiap butir pernyataan sebagai berikut:
23
Professional Learning untuk Indonesia Emas
d. Lingkungan Masyarakat
Indikator lingkungan masyarakat terdiri dari sub indikator
wilayah tempat tinggal. Dibawah ini disajikan tabel persentase
indikator lingkungan sekolah untuk setiap butir pernyataan sebagai
berikut:
24
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
Penutup
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada kelas XI MIA
Reguler SMA Al-Hasra, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
kesulitan pada materi larutan penyangga yang telah dilaksanakan
dengan pemberian tes berupa soal pilihan ganda dengan jumlah
20 soal kepada siswa. Dari 40 siswa yang mengikuti tes, hanya 12
siswa yang dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
dan 28 siswa lainnya belum dapat mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Menurut Abin Syamsuddin (2005), jika mayoritas
25
Professional Learning untuk Indonesia Emas
26
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
27
Professional Learning untuk Indonesia Emas
28
Arah Pembelajaran Professional untuk Indonesia Emas pada Abad 21
Daftar Pustaka
29
Professional Learning untuk Indonesia Emas
30
2
TANTANGAN
IMPLEMENTASI
PROFESSIONAL
LEARNING
Professional Learning untuk Indonesia Emas
32
FOBIA SEKOLAH PADA ANAK SEKOLAH
DASAR DAN UPAYA GURU UNTUK
MENGATASINYA
Sri Wuryastuti
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
33
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Selain masalah konflik sosial, anak yang mengalami Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) juga dapat mengalami
kesulitan berperilaku dan kesulitan bersosialisasi. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Kosasih (2012: 7) bahwa ADHD memberikan
gambaran tentang suatu kondisi medis yang mencakup disfungsi otak.
Jika terjadi pada seorang anak, keadaan tersebut dapat menyebabkan
berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku dan kesulitan
bersosialisasi.
Selain masalah konflik sosial, masalah perkembangan sosial
lainnya yang terjadi pada anak-anak adalah gejala fobia sosial (social
auxiety disorder). Anak yang mengalami gejala fobia sosial, merasakan
kecemasan sosial yang irrasional, rasa takut dan malu yang berlebihan
dalam interaksi sehari-hari. Menurut Tirtojiwo (2002), ganngguan
kecemasan sosial mempengaruhi emosi dan perilaku. Hal ini juga
dapat menyebabkan gejala fisik yang signifikan. Tanda-tanda gejala
emosi dan perilaku kecemasan sosial termasuk:
1) Takut secara berlebihan ketika berinteraksi dengan orang lain.
2) Takut situasi dimana orang tersebut merasa dinilai.
3) Takut memalukan diri sendiri
4) Takut bahwa orang lain akan melihat bahwa dirinya cemas
5) Kecemasan yang mengganggu rutinitas, sekolah atau pekerjaan
lain.
6) Menghindari melakukan sesuatu atau berbicara dengan orang
karena takut malu.
7) Menghindari situasi dimana yang bersangkutan menjadi pusat
perhatian.
8) Kesulitan membuat kontak mata.
9) Kesulitan berbicara.
Sedangkan menurut Ayub, fobia sosial merupakan gangguan
yang biasanya mulai timbul sejak dini dan bersifat kronik. Bila
tidak diobati akan cepat menimbulkan berbagai keterbatasan dalam
kehidupan sosial, aktifitas profesional, kemampuan mencari nafkah dan
berkontribusi pada masyatakat luas. Sedangkan menurut Stravynski
(2007) orang yang mengalami fobia sosial mempunyai gejala-gejala
yaitu detak jantung lebih cepat, pernafasan lebih cepat, otot tegang,
dan ingin buang air kecil. Menurut Soemanto (2012:188), kecemasan-
kecemasn tersebut yang menggambarkan keadaan emosional peserta
didik dapat meyebabkan anak menolak untuk pergi ke sekolah atau
fobia sekolah.
Anak yang mengalami fobia sekolah akan cenderung mengalami
34
Tantangan Implementasi Professional Learning
35
Professional Learning untuk Indonesia Emas
36
Tantangan Implementasi Professional Learning
37
Professional Learning untuk Indonesia Emas
38
Tantangan Implementasi Professional Learning
Fobia sekolah dapat disebabkan dari faktor orang tua yang selalu
memanjakan atau sangat menyayangi anaknya. Akibatnya anak tidak
mandiri dan tergantung pada orang tua. Hal ini ikut menyumbang
perilaku anak yang menolak pergi ke sekolah. Hal senada diperkuat
oleh pendapat Richard M. Suinn (1970) bahwa perilaku menyimpang
seperti fobia sekolah dilakukan oleh anak-anak dan diperkuat oleh
orang lain yang masih terkait.
Banyak orang tua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh
yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency
(ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekawatiran yang
berlebihan (Meilina, 2010). Hal ini didukung oleh pernyataan Inger
Olsen dan H. Coleman (1964) bahwa fobia sekolah yang terjadi pada
anak-anak biasanya disebabkan oleh kecemasan untuk berpisah dan
ketergantungan antara orang tua dan anak (terutama ibu).
Saat ini memang kejahatan terhadap anak semakin marak, seperti
masalah penculikan atau penganiayaan anak. Namun perlu diketahui
oleh orang tua agar jangan samapai kekawatiran itu terlalu berlebihan
sehingga anak juga merasa cemas dan tidak tahu harus berbuat apa
menghadapi masalah tersebut.
Selain hal-hal tersebut diatas menurut Nunik (2007) dari hasil
penelitiannya, ada hubungan negatif antara harga diri dengan
kecenderungan fobia sekolah pada anak sekolah dasar. Anak yang
39
Professional Learning untuk Indonesia Emas
1) Teman baru
Memberitahukan kepada anak bahwa nanti di sekolah baru
mereka akan bertemu dengan banyak teman sehingga anak akan
40
Tantangan Implementasi Professional Learning
41
Professional Learning untuk Indonesia Emas
dimengerti.
Peserta didik yang sudah merasa nyaman dengan dirinya sendiri
akan membuat dia nyaman berhubugan dengan orang lain. Hal
ini berkaitan erat dengan kecerdasan interpersonal. Menurut
Erham Wildan (2014) bahwa kecerdasan interpersonal bukanlah
tumbuh dengan sendirinya, tetapi merupakan kecakapan yang
dipelajari yang memungkinkan orang berhubungan dengan
orang lain dengan cara yang saling menguntungkan. Kecerdasan
interpersonal merupakan kecerdasan yang tidak bisa dilepaskan
dari kecerdasan intrapersonal, karena anak yang bisa berhubungan
secara baik dengan dirinya sendiri akan mampu memiliki
kebutuhan pribadinya sehingga nyaman secara psikologis.
Demikian juga apabila dia merasa terlindungi dalam situasi sosial
dia akan mampu bertindak dengan cara yang tepat tanpa merasa
terancam.
3) Meminta bantuan pihak ketiga yaitu konselor untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal jika dirasakan perlu.
Untuk itu guru harus bisa menerima masukan dari pihak ketiga.
Merupakan hal sangat penting apabila guru menerima masukan
dari pihak konselor atau guru bimbingan dan konseling karena
seperti yang di kemukakan oleh Ruff dalam Bau Ratu (2012) bahwa
Asosiasi Konselor Sekolah Amerika (ASCA) mendeskripsikan
peran konselor adalah menyediakan pelayanan bagi pendidik,
siswa, dan komunitas pendidikan untuk membentuk sekolah
yang efektif. 80% dari waktu profesi konselor secara langsung
berhubungan dengan pelayanan siswa, dan tujuan utama
dari konselor adalah memaksimalkan prestasi siswa melalui
peningkatan keadilan bagi siswa, kesempatan memperoleh
pendidikan, dan menjamin keamanan dan kesehatan lingkungan
belajar.
4) Dengan bekerja sama dengan pihak keluarga, mengamati perilaku
dan emosi peserta didik. Guru perlu mewaspadai perbedaan
ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan peserta didik di
rumah dan di sekolah.
5) Membina kedekatan dengan peserta didik dan mau mendengarkan
cerita mereka. Dari penjelasan diatas maka sangat wajar apabila
dibutuhkan hubungan yang harmonis antara guru dan siswa,
seperti yang dikemukakan oleh Nana Syaodih (2013) bahwa hasil
dan kemajuan belajar siswa ditentukan juga oleh bentuk hubungan
antara guru dan siswa. Hubungan guru dan siswa menjadi syarat
mutlak, bukan hanya dalam hubungan sebagai pembimbing dan
yang dibimbing tetapi juga sebagai mitra belajar. Karena itu guru
42
Tantangan Implementasi Professional Learning
Penutup
Dari uraian dan pembahasan diatas penulis akan memaparkan
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, pengertian fobia sekolah adalah ketakutan dan kecemasan
yang irrasonal seorang anak untuk pergi kesekolah dengan gejal-
43
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
44
Tantangan Implementasi Professional Learning
147-151.
Har. (2008). Beban Kurikulum Terlalu Berat, Anak Idap Fobia Sekolah.
Gemari Edisi 91/Tahun IX.
Hurlock, E. ( 1993). Psikologi anak jilid 2, terjemahan Med Meitasari
Tjandrasa &Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (1996). Perkembangan Anak. Alih bahasa : Meitasari Tjandrasa
dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus .
Bandung : Yrama Widya.
Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya .
Nunik N, d. (2007). Hubungan Antara Harga Diri dengan Kecenderungan
Fobia Sekolah pada Anak Sekolah Dasar. Jogjakarta: Universitas
Islam Indonesia.
Sharp, P. K. (1994). School Bullying, Insights and Perspectives . London:
Routledge.
Soemanto, W. (2012). Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan . Jakarta : Rineka Cipta.
Stevenson, I. (1990 ). Phobias in children Who Claim to Remember
Previous Lives . Jurnal of Scientific Exploration , 243-254.
Straviynski, A. (2007). The Nature and Treatment of Social Phobia.
Cambridge: Cambridge University Press.
Tridhonanto, A. (2014). Mengapa Anak Mogok Sekolah . Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional . (n.d.).
Yani, S. A. (n.d.). Memahami Anak dan Remaja dengan Kasus Mogok
Sekolah : Penyebab, Struktur Kepribadian, Profil Keluarga dan
Keberhasilan Penanganan. Jurnar Psikologi Volum 34, 55-75.
45
TANTANGAN DAN REVITALISASI
PENDIDIKAN ISLAM PADA MADRASAH DI
MASA MODERN ABAD 21
Syamsul Aripin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : syamsul_aripin1981@yahoo.com
Pendahuluan
Madrasahsebagai bentuk lain dari Pendidikan Islam yang
menggunakan sistem kelas dan pembelajaran klasikal (Nata, 2004). Sejak
awal berdirinya dikenal dominan mengajarkan muatan keagamaan,
sehingga biasa disebut madrasah diniyah. Masa pertumbuhannya di
Indonesia, jam pembelajaran di madrasah umumnya dilaksanakan
sore hari. Di era 70-an madrasah dipandang setara dengan sekolah
umum dengan konsekwensi kurikulumnya harus memuat seluruh
46
Tantangan Implementasi Professional Learning
Madrasah merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam modern,
sebab pendidikan Islam madrasah merupakan pendidikan yang sudah
menyerap sistem pendidikan modern, baik pengelolaannya maupun
proses pembelajaran serta materi pelajaran yang bukan saja belajar
agama tetapi juga belajar ilmu-ilmu umum. Hal itu disebabkan bahwa
munculnya model pendidikan madrasah karena adanya persentuhan
atau kontak langsung dengan model pendidikan Barat melalui Kyai
dan Ulama yang pernah belajar di Timur Tengah. Pendidikan Islam
madrasah telah ada pada awal-awal kemerdekaan yang didalam
kurikulum pembelajarannya, di samping memberikan mata pelajaran
agama juga mata pelajaran umum.
Sedang Madrasah di Indonesia merupakan fenomena modern yang
tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari proses pembaharuan
pendidikan Islam di negeri ini. Meskipun secara kelembagaan
sekolah, kandungan pendidikan madrasah terutama pada masa awal
perkembangannya mengacu pada ilmu-ilmu ke-islaman.
Meski Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam modern,
Namun dalam kenyataannya menghadapi era modern Madrasah
masih menghadapi beberapa persoalan antara lain masalah kesetaraan
(equality), pemerataan (equity), mutu (quality), kurikulum (curriculum),
sarana pendidikan (facility) dan pengelolaan (governance) sehingga
perlu revitalisasi. Berikut pembahasannya.
47
Professional Learning untuk Indonesia Emas
48
Tantangan Implementasi Professional Learning
49
Professional Learning untuk Indonesia Emas
50
Tantangan Implementasi Professional Learning
Iptek Vs Imtak
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menurut Muhaimin
(2004:86) pada dasarnya suatu kebanggaan yang dicita-citakan oleh
setiap orang. Temuan iptek telah menyebarkan hasil yang membawa
kemajuan, dan dampaknya terasa bagi kehidupan seluruh umat
manusia. Semua hasil temuan iptek di satu sisi harus diakui telah
secara nyata mempengaruhi bahkan memperbaiki taraf dan mutu
hidup manusia namun disisi lain, ketergantungan kepada sains dan
teknologi (IPTEK) yang berlebihan tersebut akan dapat menjadikan
destruksi lingkungan dan politik totaliter.
Menurut Eti Rochaety (2006:64) kemajuan teknologi yang tidak
dapat dibendung lagi, tidak hanya berdampak pada dunia pendidikan
saja, melainkan juga merambah pada nilai-nilai budaya dimasyarakat,
misalnya saja budaya berpakaian (fashion). Produk temuan dan
kemajuan iptek telah mempengaruhi bangunan kebudayaan dan gaya
hidup manusia sehingga akan mempengaruhi nilai, sikap, atau tingkah
laku kehidupan individu dan masyarakat yang akan mengakibatkan
sebagian manusia modern terjauh dari nilai-nilai Islam dan juga
nilai-nilai kemanusiaan sehingga akan mengalami krisis nilai-nilai
spiritualitas. Dimana Harun Nasution (1995:9) mengatakan bahwa
revolusi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) itu
membawa problem-problem yang sulit dapat dicari pemecahannya
dewasa ini.
Dalam masyarakat modern Nurcholish Madjid mengatakan,
masyarakat sering rentan terhadap depersonalisasi dan dehumanisasi.
Akibatnya ia tidak lagi mengenali dirinya sendiri dan makna
hidupnya atau alienasi. Karena itu, masalah yang perlu segera
mendapat jawaban, terutama dari pendidikan Islam di madrasah
adalah mampukah kegiatan pendidikan Islam di madrasah berdialog
dan berinteraksi dengan perkembangan zaman modern yang ditandai
51
Professional Learning untuk Indonesia Emas
52
Tantangan Implementasi Professional Learning
Spiritual Vs Material
Menurut M. Noor Syam (1988:340) dewasa ini budaya modern telah
mengalami krisis. Kebudayaan modern yang berintikan liberalisasi,
rasionalisasi efesiensi menurut Azyumardi Azra perubahan ini secara
konsisten terus melakukan proses pendangkalan kehidupan spiritual.
Liberalisasi yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan tak lain adalah
proses desakralisasi dan de-spiritualisasi tata nilai kehidupan. Dalam
proses semacam itu, agama yang sarat dengan nilai-nilai sakral dan
spiritual perlahan tapi pasti tergusur dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Terkadang agama dipandang tidak relevan dan signifikan
lagi dalam kehidupan. Akibatnya, sebagaimana terlihat pada gejala
umum masyarakat modern. Kehidupan rohani di era modern semakin
kering dan dangkal.
Dalam proses modernisasi yang sedang terjadi di madrasah ini,
maka menurut Nasichah (2003:4) hal ini seringkali mengagungkan
nilai-nilai yang bersifat materi dan anti rohani, dan mengabaikan nilai-
nilai spiritual, benturan-benturan antara nilai-nilai materi dan unsur-
unsur rohani dalam alam modern, sama halnya dengan persoalan
tradisi dan modernitas. Benturan kedua nilai tersebut, secara langsung
memberikan gambaran bagi sikap hidup suatu komunitas pada zaman
tertentu.
Menurut Tarmidzi Tahir (2008) modernisasi yang sedang
berlangsung ini telah tumbuh dan berkembang dan merubah
pendapatan masyarakat menengah menuju masyarakat industri.
Perubahan yang terjadi terbukti tidak hanya bersifat material semata,
namun sebaliknya juga menyeret perubahan pada norma dan nilai
sekarang ini yang dikemas dalam slogan indah seperti demokratisasi,
keterbukaan, dan hak asasi manusia. Kondisi ini menurut Husni Rahim
(2001:129) telah membuka dampak krisis spiritual dan kepribadian,
sehingga memunculkan juga kesenjangan dan kekerasan sosial.
Salah satu ciri kehidupan sebagian masyarakat modern dewasa
ini menurut Hasan Bakti Nasution (2001:179)adalah berkembangnya
kecendrungan pola sikap hidup material. Material sendiri berasal dari
kata materi yaitu benda, sedangkan aliran yang menganut paham
ini disebut materialisme yang dianut oleh aliran materialisme ini
diantaranya adalah anggapan bahwa perubahan kebudayaan dan
kehidupan manusia terjadi disebabkan oleh keadaan sosial, sedangkan
rohani hanya pemunculan (margentisme) dari kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
53
Professional Learning untuk Indonesia Emas
54
Tantangan Implementasi Professional Learning
Penutup
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
pada Madrasah mengalami tantangan modernisasi. Modernisasi
yang terjadi terjadi pada abad 19 hingga saat ini telah membawa
perubahan yang cukup kompleks terhadap berbagai aspek kehidupan
termasuk pendidikan Islam di Madrasah. Di era modern, pendidikan
Islam di madrasah dan lembaga pendidikan Islam justru dituntut
lebih profesional dan bukan dikelola sekedar asal-asalan, sebab
masyarakat dewasa ini telah mengalami perubahan orientasi dengan
mengedepankan rasionalitas. Untuk itu upaya merekonsiliasi ajaran
agama dan era modern perlu dilakukan kaum Muslimin khususnya
di Madrasah. Hal ini untuk menunjukkan citra Islam sesuai dan tidak
bertentangan dengan era modern sebagaimana Barat tuduhkan. Usaha
ini penting dilakukan sebab di era modern ini kehidupan manusia akan
ditandai oleh dua kecendrungan yang saling bertentangan/berlawanan
dengan Islam yakni; Iptek vs Imtaq, ajaran vs sekulerisasi serta spiritual
vs material. Untuk mengatasi hal itu lembaga pendidikan Madrasah
55
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
56
Tantangan Implementasi Professional Learning
57
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Majalah
Wahid, Abdurrahman, Agama dan Modernisasi adalah Satu, dalam
majalah Komunikasi Ekaprasetia Pancakarsa, No. 40/tahun
VI/1985, 47.
Website
Rosenblith, Suzanne dan Bailey, Bea, Comprehensive Religious
Studies in Public Education : Educating for a Religiously Literate
Society, Jurnal Educational Studies (American Educational Studies
Association) 42 No 2 (2007), 9-111, http://vnweb.hwwilsonweb.
com/hww/result/getResult.jhtml/_DARG=
Tahir, Tarmidzi, Umat Islam dan Tantangan Dunia Modern, (Center For
Moderate Muslim Indonesia), Diakses Lewat Internet Pada
Tanggal 23 Juli 2008.
Makalah Seminar
Azra, Azyumardi, Modernisasi Pendidikan Islam dan Epistemologi Ilmu,
Makalah pada peringatan 70 tahun Pondok Modern Gontor, 31
Agustus 1996.
58
URGENSI GIZI DAN KESEHATAN PESERTA
DIDIK TINGKAT SD/MI SEBAGAI PRASYARAT
TERWUJUDNYA GENERASI EMAS
Dina Rahma Fadlilah
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: drahma89@gmail.com
Pendahuluan
Bangsa Indonesia akan genap berusia 100 tahun kemerdekaan
pada tahun 2045. Selain genapnya usia tersebut, mengutip dari
sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan
Hari Pendidikan Nasional 2012, diperkirakan pada saat itu Bangsa
Indonesia diisi oleh generasi emas, yaitu generasi yang mayoritas
berusia produktif, yang sekarang berusia 0-19 tahun dan menjadi
peserta didik SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi, yang karena
proses dan hasil pendidikan, mereka memiliki karakter yang baik dan
kuat. Generasi emas ini diharapkan dapat membawa Bangsa Indonesia
menjadi Bangsa yang lebih baik dan maju di berbagai bidang sehingga
mampu mewujudkan masyarakat yang adil berkemakmuran dan
makmur yang berkeadilan.
Harapan tersebut tidak mungkin terwujud tanpa upaya yang
sungguh-sungguh terutama dalam membangun dan mengembangkan
59
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Generasi Emas
Generasi emas pertama kali digaungkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional
pada tanggal 2 Mei 2012. Pada tahun 2010-2035, Indonesia memiliki
potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang
jumlahnya luar biasa. Hal ini menjadi bonus demografi (demographic
dividend) dari Tuhan YME yang sangat berharga bila dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik. Maka dapat dikatakan bahwa generasi
emas adalah generasi usia produktif yang sangat berharga dan bernilai
yang dikelola serta dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi
insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif
(Wibowo, 2013).
60
Tantangan Implementasi Professional Learning
61
Professional Learning untuk Indonesia Emas
62
Tantangan Implementasi Professional Learning
63
Professional Learning untuk Indonesia Emas
64
Tantangan Implementasi Professional Learning
65
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Untuk terciptanya generasi emas (SDM yang berkualitas),
berkarakter dan sehat diperlukan pendidikan gizi sedari dini, yaitu
jenjang pendidikan dasar (SD/MI). Hal ini bertujuan agar peserta
didik memiliki wawasan mengenai gizi. Wawasan tersebut dapat
menjadi bekal untuk peserta didik dalam memilih asupan makanan
yang baik bagi tubuhnya sehingga kesehatannya terjaga.
Daftar Pustaka
66
Tantangan Implementasi Professional Learning
67
PERBEDAAN PEMIKIRAN BARAT DAN ISLAM
MEMANDANG MANUSIA DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENDIDIKAN
Lu`luil Maknun
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : luluemaknun@gmail.com
Pendahuluan
Pemikiran Barat di sini sudah tentu dimaklumi bersama, adalah
para ahli dari Eropa. Berangkat dari teori evolusi Charles Darwin,
manusia disebut sebagai human (diambil dari kata homo sapiens). Teori
ini mengemukakan bahwa manusia tidak diciptakan, melainkan adalah
hasil evolusi primata raksasa selama jutaan tahun. Yang membedakan
nenek moyang dengan kita sekarang adalah otak dan penalaran, titik
simpulan ini menyatakan bahwa bagian tubuh terpenting adalah
otak, dan segala metode yang dikembangkan melalui titik ini adalah
tentang pemaksimalan fungsi otak demi ketercapaian tujuan-tujuan
hidup manusia.
Sedangkan pemikiran Islam di sini adalah suatu pemahaman
yang merujuk pada Al-Qur`an yang memaparkan secara lengkap dari
68
Tantangan Implementasi Professional Learning
69
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti
penampakan sesuatu dengan baik dan indah.Dari akar kata yang
sama, lahir kata basyarah yang berarti kulit.
Kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis
dan tampak. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ini terambil
dari kata nasiya (lupa) atau nasa yanusu (berguncang). Kata insan
digunakan Al-qur`an untuk menunjuk kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, jiwa dan raga.
70
Tantangan Implementasi Professional Learning
71
Professional Learning untuk Indonesia Emas
72
Tantangan Implementasi Professional Learning
73
Professional Learning untuk Indonesia Emas
74
Tantangan Implementasi Professional Learning
75
Professional Learning untuk Indonesia Emas
76
Tantangan Implementasi Professional Learning
77
Professional Learning untuk Indonesia Emas
78
Tantangan Implementasi Professional Learning
Menurut Barat
Manusia: Human being(Homo sapiens),a culture-bearing primate that
is anatomically similar and related to the other great apes but is distinguished
by a more highly developed brain and a resultant capacity for articulate speech
and abstract reasoning.
Pendididkan : Education in its general sense is a form of learning in
which the knowledge, skills, and habits of a group of people are transferred
from one generation to the next through teaching, training, or research.
Education frequently takes place under the guidance of others, but may also
be autodidactic. Any experience that has a formative effect on the way one
thinks, feels, or acts may be considered educational. Education is commonly
divided into stages such as preschool, primary school, secondary school and
then college, university or apprenticeship.
79
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Menurut Islam
Manusia: Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya
berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang
sama, lahir kata basyarah yang berarti kulit. Kata insan terambil dari
kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Ada juga yang
berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata nasiya (lupa) atau nasa
yanusu (berguncang). Kata insan digunakan Al-qur`an untuk menunjuk
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga.
Pendidikan :Tarbiyah ; Term tarbiyah berasal dari kata rabb
yang menurut Anis bermakna tumbuh dan berkembang. Pengertian
seperti ini juga diberikan oleh al-Qurthuby yang menyatakan bahwa
pengertian dasar kata rabb menunjukkan makna tumbuh, berkembang,
memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya. Sementara itu, menurut al-Afsahany, kata al-Rabb
bisa berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan
bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan
secara bertahap.
Talim ; Abdul Fatah Jalal mengemukakan bahwaTalim adalah
proses pemberian pengetahuan, pemahaman. pengertian,
tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi
penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala
kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi
yang memungkinkan untuk menerimaal-hikmah serta mempelajari
segala yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.
Tadib ;adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-
angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan
dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
Perbedaannya
Fungsi utama manusia menurut Barat adalah otak dan jaringanya,
stimulus dan motivasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
fungsi neuron (otak). Fungsi utama manusia adalah ruh dan hidayah
Allah adalah sesuatu yang sangat penting dalam rangka mengantarkan
manusia kembali pada penciptanya.
Pendidikan menurut Barat adalah proses belajar yang
menghasilkan perubahan yang dapat membawa seseorang pada
ketercapaian tujuan-tujuan hidup di dunia. Pendidikan menurut Islam
adalah proses merawat, memelihara, menanamkan tanggung jawab
manusia, hingga ia dapat mencapai tujuan hidupnya, yakni kembali
pada Tuhannya.
80
Tantangan Implementasi Professional Learning
Daftar Pustaka
81
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY
DAN SUPPORT SYSTEM (DUKUNGAN DOSEN DAN
TEMAN SEBAYA) DENGAN TINGKAT KECEMASAN
CALON GURU DALAM MENGHADAPI PRAKTEK
PROFESI KEGURUAN TERPADU
Sujiyo Miranto
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Email : sujiyoubjmiranto@rocketmail.com
82
Tantangan Implementasi Professional Learning
Pendahuluan
Sudah sejak tahun 2005 (14 tahun) FITK sebagai salah satu lembaga
pendidikan yang mencetak calon guru menerapkan mata kuliah PPKT.
Kegiatan yang dilakukan adalah menempatkan mahasiswa semester
7 atau 8 di sekolah-sekolah sekitar wilayah Jakarta dan Tangerang.
Dengan program ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan yang nantinya dijumpai pada saat
menjadi guru yang sesungguhnya sekaligus dapat mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.
Kondisi lingkungan sekolah yang baru dan memilki banyak
perbedaan dengan kondisi lingkungan kampus dapat menganggu
kestabilan emosi mahasiswa. Hal ini karena kondisi lingkungan sekolah
tersebut belum tentu menyenangkan, tetapi ada kalanya muncul situasi
yang membawa kecemasan. Sulitnya untuk melakukan adaptasi
dengan lingkungan baru dan kemungkinan adanya ketidaksukaan
dengan kehadiran mahasiswa praktikan ini dapat menyebabkan
kecemasan bagi mahasiswa. Jika dirinci permasalahan yang umum
dijumpai oleh mahasiswa peserta PPKT adalah: (1) kekhawatiran
mendapatkan nilai kurang maksimal; (2) keluhan mahasiswa pada
dosen pamong terutama kesulitan dalam beradaptasi, (3) jumlah
kunjungan dosen yang kurang ke sekolah tempat PPKT dilaksanakan,
sehingga menyebabkan mahasiswa merasa berjuang sendiri, (4) waktu
kegiatan PPKT selama 4 bulan yang dirasakan cukup lama, (5) waktu
keberadaan di sekolah yang cukup lama dari mulai jam 6.30 WIB
sampai dengan 15.00 WIB yang sesuai dengan kehadiran guru-guru
lainya yang sudah tetap, (6) dibutuhkannya biaya yang cukup banyak
diantaranya untuk acara pembukaan, membeli pakaian yang harus
sesuai dengan tuntutan sekolah, membeli peralatan dan bahan-bahan
lainnya untuk persiapan pembelajaran dan membuat media, serta
pengeluaran untuk biaya penutupan PPKT, (7) kewajiban datang pagi
hari 6.30 WIB yang berbeda dengan waktu kuliah 7.30 WIB membuat
mahasiswa peserta PPKT harus ekstra keras bangun pagi hari dan
memilih jalan yang tidak macet agar dapat hadir tepat waktu, (8)
adanya perasaan tidak nyaman selama disekolah akibat lingkungan
sekolah yang baru.
Crow dan Crow (dalam Hartanti, 1997) mengemukakan bahwa
kecemasan adalah sesuatu kondisi kurang menyenangkan yang di alami
oleh individu yang dapat mempengaruhi keadaan fisiknya. Sedangkan
Nawangsari (2000) menyatakan kecemasan adalah suatu kondisi
yang tidak menyenangkan meliputi rasa takut, rasa tegang, khawatir,
bingung, tidak suka yang sifatnya subjektif dan timbul karena adanya
perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi.
83
Professional Learning untuk Indonesia Emas
84
Tantangan Implementasi Professional Learning
a. Control (C)
Dimensi ini ditunjukan untuk mengetahui seberapa banyak kendali
yang dapat kita rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan
kesulitan. Hal yang terpenting dari dimensi ini adalah sejauh mana
individu dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam
peristiwa yang menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan
situasi tertentu dan sebagainya.
c. Reach (R)
Dimensi ini merupakan bagian dari kecerdasan adversity yang
mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang dihadapi akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu seperti
hambatan akibat panik, hambatan akibat malas dan sebagainya.
d. Endurance (E)
Dimensi keempat ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi
yang mempertanyakan dua hal yang berkaitan dengan berapa lama
penyebab kesulitan itu akan terus berlangsung dan tanggapan
indivuduterhadap waktu dalam menyelesaikan masalah seperti
waktu bukan masalah, kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan
cepat dan sebagainya.
Pengertian teman sebaya menurut St.Vembriarto (1993: 55) adalah:
1) kelompok sebaya adalah kelompok primer yang hubungan diantara
85
Professional Learning untuk Indonesia Emas
86
Tantangan Implementasi Professional Learning
Pembahasan
Jika dilihat dari komposisi jenis kelamin, dapat diketahui bahwa
sebagaian besar responden atau 82.5 % responden memiliki jenis
wanita. Sedangkan sisanya 17.65 % berjenis kelamin pria. Hal ini
menunjukkan responden wanita lebih banyak dibanding responden
pria. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi prodi-prodi Pendidikan
lainnya dimana jurusan pendidikan lebih banyak diminati oleh
wanita. Alasan mengapa prodi pendidikan banyak diminati oleh
wanita, karena dalam pelaksanaanya dalam pembelajaran, yaitu
saat mengajar tidak diperlukan kegiatan fisik yang banyak dan lebih
mementingkan aspek psikis dan manajemen. Untuk pekerjaan seperti
itu wanita dirasa paling sesuai.
87
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Dari data yang tersaji pada tabel 3 tersebut diketahui bahwa nilai
rata-rata data support sistem sebesar 25. 92. Nilai rata-rata ini jika
dibandingkan dengan nilai modus memiliki selisih yang sebesar 4, 08.
Selisih median dengan rata rata sebesar 0.02. Hal ini menunjukkan
bahwa bahwa data tersebut jika disusun dalam kurva normal lebih
cenderung melenceng ke arah sebelah kiri. Data yang melenceng
kekiri jika tidak terlalu jauh dari nilai mediannya dapat dikatakan
bahwa data tersebut masih termasuk katagori data yang berdistribusi
normal.
88
Tantangan Implementasi Professional Learning
89
Professional Learning untuk Indonesia Emas
90
Tantangan Implementasi Professional Learning
Penutup
Pertama, Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan adversity
dengan kecemasan mahasiswa dalam mengijuti kegiatan PPKT;
Kedua Terdapat hubungan negatif antara support system dengan
kecemasan mahasiswa dalam mengijuti kegiatan PPKT; Ketiga,
Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan adversity dan support
system secara bersama-sama dengan kecemasan mahasiswa dalam
mengikuti kegiatan PPKT.
Daftar Pustaka
91
Professional Learning untuk Indonesia Emas
92
MENGATASI KESULITAN MEMBACA
PADA ANAK SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH
Ryan Dwi Puspita
STKIP Sebelas April Sumedang
Pendahuluan
Membaca merupakan hal penting untuk keberhasilan dalam
masyarakat kita. Kemampuan membaca sangat dihargai dan penting
bagi kemajuan sosial dan ekonomi. Tentu saja, sebagian besar
anak-anak belajar membaca dengan cukup baik. Catherin (1998)
menggambarkan keprihatinan dengan sejumlah besar anak-anak di
Amerika yang karier pendidikannya terancam karena mereka tidak
memiliki keterampilan membaca yang cukup baik untuk memastikan
pemahaman dan untuk memenuhi tuntutan dari perekonomian yang
semakin kompetitif.
Belajar membaca merupakan tujuan
pendidikan yang sangat penting. Untuk
anak-anak dan orang dewasa, kemampuan
untuk membaca membuka dunia baru
dan peluang. Hal ini memungkinkan anak untuk mendapatkan
pengetahuan baru, menikmati sastra, dan melakukan hal sehari-hari
93
Professional Learning untuk Indonesia Emas
94
Tantangan Implementasi Professional Learning
95
Professional Learning untuk Indonesia Emas
96
Tantangan Implementasi Professional Learning
97
Professional Learning untuk Indonesia Emas
98
Tantangan Implementasi Professional Learning
99
Professional Learning untuk Indonesia Emas
membaca dasar (Ball & Blachman, 1991; Bentin & Leshem, 1993; Bryne
& Fielding-Barnsley, 1991;Joseph,Laurice, M.,2005).
Pelatihan kesadaran fonologi ini dapat menggunakan teknik-
teknik sebagai berikut :
(a) Sound manipulation activities yaitu sejumlah kegiatan manipulasi
suara yang mendorong anak-anak untuk beroperasi pada
elemen suara yang diucapkan. Anak-anak dapat diajarkan
untuk beroperasi pada suara dan struktur bahasa lisan
dalam berbagai cara. Mereka dapat segmen suara dari
kata yang diucapkan oleh bertepuk tangan karena mereka
mengartikulasikan setiap suara dalam kata atau sesuai
setiap suku kata dalam kata. Guru dapat mengajarkan
blending suara dengan mengatakan kata dimulai dengan / f
/ dan diakhiri dengan / an /, dan ketika mereka disatukan,
itu membuat fan. Berbagai kegiatan manipulasi suara
atau permainan membantu anak-anak mengembangkan
keterampilan kesadaran fonemik (Wagner, Torgesen,
Laughon, Simmons, & Raschotte, 1993; Yopp & Yopp,
2000;Joseph, Laurice M.,2005).
(b) Kotak suara. Segmentasi keterampilan fonem dapat di
scaffolding menggunakan kotak suara atau apa yang biasa
disebut sebagai Kotak Elkonin kotak (Elkonin, 1973; Laurice
M.,2005). Sebuah persegi panjang digambar di papan,
selembar kertas, atau kardus. Serangkaian kotak terhubung
diciptakan oleh menggambar garis vertikal di dalam persegi
panjang sehingga dibagi sesuai dengan jumlah kata dan suara
yang terdengar. Token atau benda kecil lainnya yang dapat
dengan mudah meluncur ke dalam kotak yang ditempatkan
di bagian bawah dibagi dari persegi panjang atau kotak
yang terhubung. Instruktur secara lisan menyajikan
kata, dan anak-anak diperintahkan untuk menempatkan
token di bagian masing-masing dari persegi panjang karena
setiap suara dalam kata perlahan diartikulasikan. Misalnya,
kata panci disajikan secara lisan kepada anak dan anak
akan menempatkan token pertama kotak pertama saat ia
sekaligus mengartikulasikan / p /, tempat tanda di kotak
tengah karena ia mengartikulasikan / a /,dan menempatkan
tanda lain dalam kotak terakhir karena ia mengatakan
/ n /. Setelah token ditempatkan di kotak, siswa
mungkin diminta untuk berulang-ulang menggerakkan
jari hanya di bawah kotak terhubung dan suara berbaur
bersama-sama dan anak mengartikulasikan setiap suara pada
100
Tantangan Implementasi Professional Learning
kata dengan cepat dan mudah. Teknik ini telah terbukti efektif
untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan
kesadaran fonemik (Ball & Blachman, 1991; Hohn & Ehri,
1983; Maslanka &Yusuf, 2002; Laurice M.,2005).
101
Professional Learning untuk Indonesia Emas
102
Tantangan Implementasi Professional Learning
Penutup
Definisi operasional kesulitan membaca dalam tulisan ini
adalah anak tidak mampu memenuhi instruksi prasyarat membaca
permulaan yang mengharuskan anak mampu membaca untuk
memperoleh makna dari buku teks, memahami hubungan antara
ejaan dengan suara, belajar tentang sifat dari sistem penulisan abjad,
dan memahami struktur kata-kata yang diucapkan.
Ciri-ciri kesulitan membaca pada anak Sekolah Dasar kelas rendah
adalah ciri pertama kesulitan muncul pada awal akuisisi membaca,
kesulitan memahami dan menggunakan prinsip-ide abjad bahwa
ejaan yang ditulis secara sistematis merupakan kata yang diucapkan
sekarang, sulit untuk memahami teks terhubung jika pengenalan kata
tidak akurat atau melelahkan. Ciri kedua adalah kegagalan untuk
mentransfer pemahaman tersebut, keterampilan bahasa lisan untuk
membaca dan untuk memperoleh strategi baru yang mungkin secara
khusus dibutuhkan untuk membaca. Ciri yang ketiga adalah kesulitan
membaca akan memperbesar ciri pertama dan kedua yaitu tidak
adanya atau hilangnya motivasi awal untuk membaca atau kegagalan
untuk mengembangkan apresiasi dari manfaat membaca.
Anak yang diidentifikasi memiliki kesulitan membaca dan
kesulitan memperoleh kesadaran fonologi dalam usia dini diprediksi
memiliki pola lambat dalam perkembangan dalam keterampilan
pengenalan kata untuk pembelajaran berikutnya. Identifikasi awal
kesulitan membaca bisa menggunakan Heterogeneous Developmental
Trajectories, dan Dynamic Indicators of Basic Early Literacy Skills (DIBELS)
digunakan untuk memantau kemajuan membaca, lebih dari 40 negara
pada pelajaran membaca permulaan, banyak Sekolah Dasar sekarang
sedang menggunakan DIBELS untuk anak kelas 3 yang mengalami
kesulitan membaca potensial. Beberapa negara juga menggunakan
Phonological Awareness Literacy Screening Tests (PALS) sebagai alat
alternatif.
Faktor yang paling utama penyebab anak Sekolah Dasar kelas
rendah mengalami kesulitan membaca adalah faktor literasi atau
pemerolehan bahasa dari rumah. Anak-anak yang sangat mungkin
mengalami kesulitan membaca di kelas-kelas dasar adalah mereka
yang mulai sekolah dengan kurang pengetahuan sebelumnya dan
keterampilan yang relevan, terutama kemampuan verbal, kemampuan
untuk memahami suara bahasa yang berbeda dengan maknanya.
Upaya yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kesulitan membaca
pada anak Sekolah Dasar kelas rendah adalah intervensi yang spesifik
untuk membaca, menargetkan pelatihan kesadaran fonologis (phonemic
awareness), bimbingan literasi oleh guru di sekolah dan orang tua, dan
103
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
104
Tantangan Implementasi Professional Learning
105
Professional Learning untuk Indonesia Emas
106
ADAPTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
INKLUSIF SISWA DENGAN HAMBATAN
SOSIAL EMOSIONAL DI SEKOLAH DASAR
Suharsiwi
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: suharsiwisoeratman@gmail.com
107
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Upaya pemenuhan hak azasi anak berkebutuhan khusus (ABK)
untuk mengenyam pendidikan oleh berbagai pihak dirasakan masih
mengalami kendala, pelaksanaannya masih belum sepenuh hati.
Hal tersebut terlihat dari keberadaan ABK yang masih terbatas
penerimaannya di sekolah umum, padahal ide pendidikan inklusif
sudah lama dilontarkan oleh berbagai pihak dan pakar pendidikan.
Kita masih mendengar bahwa sebagian ABK masih memperoleh
pendidikan yang diskriminatif dan pengabaian, demikian juga belum
banyak masyarakat yang bisa menerima dengan baik keberadaan ABK
bersekolah bersama-sama anak-anak normal lainnya.
Kenyataan tersebut membuat sebagian Orang tua ABK
menjadi malu dan merasa rendah diri karena merasa ditolak oleh
lingkungannya, sehingga ada juga yang cenderung menyembunyikan/
tidak mempedulikan pendidikan buah hatinya, terlebih bagi orangtua
yang kondisi ekonominya miskin dan kurang mampu membiayai
sekolah anaknya. Slogan yang selalu dikedepankan adalah sekolah
untuk semua berarti semua seharusnya bisa sekolah, tetapi pada
kenyataannya tidak semua ABK bisa mendapatkan sekolah yang
memudahkan mereka melakukan penyesuaian sosial yang dapat
mencegah ABK dari perasaan rendah diri.
Bagi orangtua yang ingin ABK-nya dapat mandiri, masih cukup
sulit mendapatkan sekolah yang tidak diskriminatif seperti sekolah
inklusif, kalaupun ada, sekolah inklusif yang ideal masih jauh dari
harapan, akan tetapi seting sekolah inklusif ini merupakan hal yang
ideal bagi ABK untuk melakukan pengembangan program individual,
terutama bagi mereka yang mengalami masalah perilaku dan sosial
emosional seperti anak autis, ADHD. ADD dan gangguan perilaku
lainnya, sekolah inklusif memungkinkan mereka dapat berimitasi
dengan lingkungannya.
Anak ADHD dan ADD adalahAnak dengan gangguan pemusatan
perhatian dalam dunia kedokteran dikenal dengan terminologi ADD
(Attention - Deficit Disorder). Pada tahun 1980 Asosiasi Psikiater
Amerika Serikat menyarankan penggunaan terminology ADD sebagai
pengganti MOD (Minimal Brain Dysfunction). Sebelumnya, terminology
yang digunakan adalah brain injured ini selanjutnya dibagi menjadi
dua tipe yaitu ADHD (Attention-Dificit Hyperactivity Disorder) dan
ADD (Attention Deficit Disorder Without Hyperactivity) Dikemukakan
oleh Task Force on DSM-IV tahun 1991 yang dikutip oleh Azwandi
(2005:14).
Pada UUD 1945 pasal 31 (1) yaitu Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran. UU No.2 tahun 1989 pasal 5 dijelaskan bahwa
108
Tantangan Implementasi Professional Learning
109
Professional Learning untuk Indonesia Emas
110
Tantangan Implementasi Professional Learning
111
Professional Learning untuk Indonesia Emas
112
Tantangan Implementasi Professional Learning
113
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Identitas Siswa
Nama : CP (Inisial)
Kelas : 5
Jenis Kelamin : Perempuan
Gambaran Umum :
114
Tantangan Implementasi Professional Learning
LSD adalah Terapi Okupasi, Motorik Halus, SI, Behavior, AKS, dan
Terapi Wicara. Program terapi dijalankan oleh 2 koordinator LSD.
Program IEP, dilaksanakan oleh LSD dengan melibatkan
koordinator, wali kelas dan guru pendamping. IEP adalah kepanjangan
dari Individual Educational Program, atau dimaksudkan sebagai
program pendidikan individual. IEP adalah program yang dirancang
untuk memfasilitasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus mengingat
kemampuan mereka tidak bisa disamakan dengan usia kronologisnya,
baik berkaitan dengan kemampuannya maupun gaya belajarnya dan
juga disesuaikan dengan karakteristik kebutuhannya yang istimewa.
Program Remedial, adalah program pembelajaran yang bersifat
pengulangan dan diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan
pengulangan materi dan tidak cukup dengan apa yang disampaikan
di kelas regulernya. Program remedial, disesuaikan dengan materi apa
yang diperlukan siswa untuk dilakukan remedial. Sehingga masing-
masing anak akan berbeda dan bersifat individual. Kegiatan remedia
dilakukan di ruang LSD, dan dilakukan oleh guru pendampingnya.
Program KBI Kecil dan KBI Besar, adalah singkatan dari Program
kelas Bintang Indonesia. Program tersebut terdiri dari KBI Kecil
yaitu program persiapan dimana siswa berada di kelas LSD yang
mempersiapkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk masuk di kelas
reguler bersama anak-anak lainnya. Program persiapan disesuaikan
dengan kebutuhan anak sebagai bentuk bekal mereka masuk ke kelas
regulernya. Kelas persiapan masuk ke kelas reguler bukan berdasarkan
kematangan secara akademis, namun dilihat umur dan quota di kelas
regulernya, mengingat ada ketentuan dan pertimbangan lain di dalan
satu kelas reguler ada berapa anak berkebutuhan khusus.
KBI besar merupakan program yang dilakukan pada akhir semester
1 atau semester 2 dan diperuntukan untuk melatih kemampuan
beradaftasi terhadap orang dewasa baru dan teman-teman kecil kelas
reguler untuk mendapatkan tauladan yang lebih baik. Prioritas utama
bukan nilai atau hasil akhir, melainkan proses dimana teman-teman
KBI dapat mengembangkan atau terstimulasi perkembangan mereka
dari berbagai macam aspek.
Program Pengembangan dibagi dalam berbagai kategori yaitu :
Mampu didik: teman-teman yang dapat mengikuti materi
pelajaran dikelas reguler, sesuai dengan kompetensi siswa
Mampu latih: teman-teman yang tidak dapat mengikuti materi
pelajaran dikelas reguler
Teman kecil istimewa dapat dikatakan mampu didik atau
mampu latih berdasarkan :
115
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Kategori ini dilihat dari hasil evaluasi belajar yang sudah berjalan
dan juga hasil Tes IQ anak. Program pengembangan yaitu kegiatan
Olah tubuh : Olah raga, berenang, bersepeda, wiraga(menari), Seni
Musik : vokal, angklung, perkusi, biola , Seni Rupa: Art dan Life Skill :
AKS, Citra rasa kuliner, gardening, computer.
Penutup
Maraknya kepedulian sekolah untuk menerima anak berkebutuhan
khusus memang harus dibarengi dengan semangat untuk memberi
bantuan kepada mereka dengan cara yang tepat Banyak model yang
dilakukan sekolah dalam melakukan modifikasi kurikulum untuk tiap
anak dengan memperhatikan kebutuhan, keunikan dan kekuatannya.
Adaptasi kurikulum yang dilakukan di SD Semut-semut dapat
menjadi salah satu model penanganan anak berkebutuhan khusus
di Sekolah Dasar. Adaptasi kurikulum yang dilakukan di sekolah,
telah menjadi sistem yang cukup signifikan dalam mengembangkan
kemampuan individu anak dengan gangguan sosial emosional di SD
Semut-semut.
Mengingat ini adalah sebuah penelitian kualitatif, yang tidak
bisa di generalisasi, namun ke depan diharapkan dapat menjadi awal
untuk penelitian lebih lanjut seperti riset pengembangan model atau
eksperimen, untuk bagaimenjadikan adaptasi kurikulum sebagai
sebuah model yang dapat di lakukan di Sekolah-sekolah dasar di
Indonesia baik Negeri maupun Swasta.
Keterlibatan pemerintah, orangtua, masyarakat sangat penting
dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang ramah untuk semua,
juga mengembangkan system pendidikan yang dapat memberi jalan
keluar bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus dimanapun berada.
Pemerintah, sebagai pembuat kebijakan, dapat berkontribusi
baik moril dan meteriil, dan pro pada peningkatan pendidikan anak-
anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Membuat kebijakan pada
sistem kurikulum anak berkebutuhan khusus dalam setting inklusif,
bagaimana pelaksanaan ujian nasional dan hal-hal yang berkaitan
dengan kebijakan lainnya.
116
Tantangan Implementasi Professional Learning
Daftar Pustaka
117
MENGENAL SCHOOL REFUSAL;
MENGAPA ANAK MENOLAK BERSEKOLAH?
Fatkhul Arifin
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
Email: ikayiep@gmail.com
Pendahuluan
Sekolah merupakan sarana pendidikan yang bertujuan untuk
menyempurnakan perkembangan jasmani dan rohani anak. Masuk
sekolah pertama kali bagi anak merupakan sebuah langkah maju
dalam kehidupannya. Peristiwa ini dapat menjadi suatu peristiwa
yang menegangkan, menakjubkan, menakutkan, menyenangkan atau
menimbulkan rasa asing bagi anak (Sukadji, 2000). Sekolah dasar
adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.
Selain itu Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling
penting keberadaannya karena proses dimulainya seseorang dalam
menempuh dunia pendidikan diawali dari jenjang sekolah dasar.
Siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke SLTP dan SLTA
tanpa menyelesaikan pendidikan dijenjang Sekolah Dasar.
Saat seorang anak yang telah mencapai usia sekolah, kehidupan
118
Tantangan Implementasi Professional Learning
Pembahasan
Pengertian School Refusal
School refusal atau penolakan sekolah mengacu pada gangguan
emosional yang dialami anak dalam hal kehadiran di sekolah. Anak-
anak yang menolak sekolah biasanya tidak terlibat dalam perilaku
antisosial yang berhubungan dengan pembolosan, seperti berbohong,
mencuri atau merusak properti. Sebagian besar anak-anak kadang-
kadang enggan untuk pergi ke sekolah atau memiliki beberapa
kecemasan tentang kegiatan sekolah.
Selain itu, pengertian School Refusal adalah masalah emosional
yang serius yang dihubungkan dengan akibat jangka pendek dan
akibat jangka panjang yang signifikan (Fremont, 2003). Pendapat lain
mengemukakan bahwa school refusal adalah masalah emosional yang
dimanifestasikan dengan ketidakinginan anak untuk menghadiri
sekolah dengan menunjukkan symptom fisik, yang disebabkan karena
kecemasan berpisah dari orang terdekat, karena pengalaman negatif
di sekolah atau karena punya masalah dalam keluarga. Seorang anak
dikatakan mengalami school refusal jika anak tersebut tidak mau
pergi ke sekolah atau mengalami distres yang berat berkaitan dengan
kehadiran di sekolah. Anak yang mengalami school refusal merasa
tidak nyaman karena perasaan cemas terhadap sesuatu yang berkaitan
dengan sekolah sehingga mereka dapat kehilangan kemampuan
untuk menguasai tugas-tugas perkembangan pada berbagai tahap
pada masa perkembangan mereka (Davison, John & Ann, 2006).
Menurut Nicole Setzer Ph.D dan Amanda Salzhauer, C.S.W
(Setzer, 2001) ada beberapa tingkatan school refusal dari yang tingkatan
yang ringan sampai yang berat, yaitu: 1) Initial school refusal behaviour,
119
Professional Learning untuk Indonesia Emas
120
Tantangan Implementasi Professional Learning
121
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Dalam suber lain, tingkah laku school refusal dapat dilihat dari
satu atau kombinasi dari beberapa karakteristik (Kearney, 2001), yaitu
: a) Absen dari sekolah, menolak pergi ke sekolah, tidak mau pergi
ke sekolah, b) Hadir di sekolah tapi kemudian meninggalkannya
sebelum jam sekolah usai, c) Hadir di sekolah tapi menunjukkan
tingkah laku yang tidak diharapkan, dari tingkah laku menyendiri,
tidak ingin pisah dari figure attachment-nya (orang terdekat), agresif,
tidak kooperatif sampai temper tantrum (rewel dan mengamuk), dan
d) Mengemukakan keluhan fisik dan keluhan lain (di luar keluhan
fisik) dengan tujuan agar tidak pergi ke sekolah.
Ketika anak memasuki dunia sekolah, anak mulai dituntut dan
kadangkala menuntut dirinya agar selalu berbuat sebaik mungkin dan
menyesuaikan dirinya dengan standar tingkah laku tertentu. Standar
tingkah laku tersebut dipandang sesuai dengan tuntutan guru/
sekolah, orang tua maupun teman. Adakalanya anak tidak dapat
memenuhi tuntutan yang dikenakan kepada mereka atau berkaitan
dengan kegiatan belajar, terutama dalam hal prestasi akademik..
Keadaan ini menimbulkan tekanan pada anak dan dapat menjadi
pemicu timbulnya masalah dalam kegiatan belajar dan proses belajar
anak, antara lain menghindari atau menolak pergi ke sekolah. Perilaku
tersebut juga digolongkan sebagai School Phobia atau School Refusal.
Anak yang mengalami School Refusal menunjukkan penolakan untuk
hadir di sekolah dengan cara mengungkapkan berbagai keluhan fisik
dalam upaya menyakinkan orang tua agar dirinya diijinkan tetap
tinggal di rumah. Misalnya: sakit kepala, sakit perut, sakit tenggorokan,
diare, muntah, dan sebagainya. Disamping itu mereka sering pula
mengungkapkan keluhan sehubungan dengan keadaan-keadaan di
sekolah yang dirasa tidak nyaman bagi mereka dan membuat mereka
menolak ke sekoIah. Misalnya: guru yang galak, tugas-tugas terlalu
sukar atau terlalu mudah, teman-teman yang tidak menyenangkan,
dan lain-lain.
Pada umumnya school refusal disebabkan oleh dua hal mendasar,
yaitu (1) pola asuh orang tua yang menimbulkan kecemasan berpisah
(separation anxiety) pada anak, dan (2) adanya peristiwa-peristiwa
122
Tantangan Implementasi Professional Learning
123
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Masalah school refusal sering muncul ketika anak pertama kali
memasuki sekolah. Seorang anak yang telah mencapai usia sekolah,
kehidupan rumah yang ia jalani digantikan dengan kehidupan sekolah.
Pertama kali anak mungkin menghadapi kesulitan dalam beradaptasi
dengan orang-orang yang ada di sekolah, tetapi jika ditangani oleh
para pendidik yang baik, kesulitan beradaptasi tersebut dapat diatasi
dengan cepat.
Daftar Pustaka
124
3
PEMBELAJARAN
INTEGRATIF
BERBASIS SOFT SKILL
DAN HARD SKILL
Professional Learning untuk Indonesia Emas
126
PEMBELAJARAN GOTONG ROYONG INOVATIF
BERBASIS SOFT SKILL DAN HARD SKILL UNTUK
MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS
Zaenul Slam
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : zaenul_slam@yahoo.com
Pendahuluan
Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di
Indonesia yang banyak diperbincangkan dalam berbagai seminar dan
pertemuan ilmiah adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin
dari rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) dan
kemampuan mengelola diri termasuk karakter dan orang lain (soft
skill). Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran
masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih
banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai
subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada
peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan
potensi-potensi peserta didik memiliki kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan
quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam
pembelajaran, serta kurang mengembangkan hard skill dan soft skill
dalam pembelajaran secara terpadu sebagai hasil belajar.
127
Professional Learning untuk Indonesia Emas
128
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
129
Professional Learning untuk Indonesia Emas
130
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
131
Professional Learning untuk Indonesia Emas
132
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
proses pembelajaran.
Pembelajaran Gotong Royong Inovatif dikembangkan dari
teori belajar kontruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan
Vygotsky yang dikenal sebagai Piaget Kontruktivisme Kognitif dan
Vygotsky Kontruktivism Sosial. Johnson & Johnson (dalam Isjoni,
2007: 30) menyatakan teori Piaget berdasarkan kepada premis, apabila
individu bekerjasama atas persekitarnya, konflik sosio-kognitif akan
berlaku dan akan mewujudkan ketidakseimbangan kognitif dan
seterusnya menciptakan perkembangan kognitif. Teori Vygotsky pula
berdasarkan kepada premis bahwa pengetahuan terbina daripada
interaksi kumpulan dalam penyelesaian masalah. Teori perlakuan
menekankan peranan penting ganjaran dalam Pembelajaran Gotong
Royong Inovatif.
Pembelajaran Gotong Royong Inovatif digunakan untuk
menanamkan unsur-unsur antara lain saling ketergantungan positif
Misalnya, teknik jigsaw dalam metode Pembelajaran Gotong Royong
Inovatif pada mulanya diperkenalkan di sekolah-sekolah di Amerika
Serikat dimana ada ketegangan rasialis antara siswa keturunan Eropa,
Afrika dan Hispanik. Siswa-siswa ini diajar untuk bisa dibalik kuatnya
rasa individualis mereka berinteraksi secara positif dengan siswa-
siswa lain dengan latar belakang berbeda dalam kegiatan akademis.
Memang selang beberapa waktu konflik rasialis berhasil dikurangi
secara drastis dan prestasi akademik pun meningkat (Lie, 2007: 20).
Ternyata orang Amerika mulai menyadari bahwa individualisme
saja tidaklah cukup. Keberhasilan orang-orang Amerika di berbagai
bidang kehidupan sudah mendapat pengakuan di seluruh dunia,
namun patut dipertanyakan apakah artinya keberhasilan pribadi jika
tidak bisa ditindak lanjuti dan diterapkan dalam masyarakat. Karena
itu, kerjasama, komunikasi, interaksi sebuah kebutuhan esensial dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan dalam
pergaulan internasional.
Slavin (2008: 4-5) menyatakan ada banyak alasan yang membuat
Pembelajaran Gotong Royong Inovatif memasuki jalur utama praktik
pendidikan. Salah satunya adalah untuk meningkatkan pencapain
prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat
mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap
teman sekelas yang lemah, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan
lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para peserta didik perlu
belajar untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan
serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik
untuk mencapai hal-hal semacam itu.
133
Professional Learning untuk Indonesia Emas
134
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
135
Professional Learning untuk Indonesia Emas
136
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
137
Professional Learning untuk Indonesia Emas
138
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
Penutup
Pembelajaran Gotong Royong Inovatif dapat: (1) meningkatkan
prestasi belajar peserta didik dan sekaligus meningkatkan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat
orang lain (2) memenuhi kebutuhan peserta didik akan berfikir
kritis, memecahkan masalah, mengintegrasikan pengetahuan dan
pengalaman. (3) meningkatkan keterampilan sosial (social skills),
yakni kepemimpinan (leadership), pengambilan keputusan (decision
making), membangun kepercayaan diri (trust building), komunikasi
(communication),mengelola komplik (comflict management skill).
Hard skill dan soft skill sebagai hasil belajar peserta didik dapat
disokong dengan pembelajaran gotong royong inovatif untuk
mewujudkan visi Indonesia Emas tahun 2045, yakni kejayaan secara
moral dan spiritual dan sekaligus kejayaan ekonomi bagi seluruh
komponen bangsa.
Daftar Pustaka
139
LESSON STUDY SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU
KELAS DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK
INTEGRATIF
(Penelitian Tindakan di MIN 2 Kota Metro Lampung)
Siti Annisah
STAIN Metro Lampung.
Email: sitiannisah_80@yahoo.co.id
140
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu
bangsa. Karena salah satu fungsi pendidikan adalah mengembangkan
pengetahuan untuk mencerdaskan bangsa dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 disebutkan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan diantaranya adalah menyempurnakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan menjadi kurikulum 2013. Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dirancang untuk
mengantisipasi kebutuhan kompetensi Abad 21. Kompetensi sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan pada Kurikulum
2013 merupakan hasil akhir yang harus dicapai dan dimiliki oleh
peserta didik secara komprehensif.
Pencapaian kompetensi terpadu tersebut, menuntut pendekatan
pembelajaran tematik terpadu atau integratif, yaitu mempelajari
semua mata pelajaran secara terpadu melalui tema-tema kehidupan
yang dijumpai peserta didik sehari-hari. Dalam melaksanakan
pembelajaran tematik integratif dibutuhkan kemampuan guru yang
tidak biasa, artinya guru harus benar-benar memiliki kemampuan
untuk merencanakan pembelajaran tematik, merumuskan tema
yang dapat mengikat beberapa matapelajaran sehingga mencapai
kompetensi yang diharapkan, melaksanakan pembelajaran tematik
integratif dengan mengaitkan beberapa matapelajaran dalam sebuah
tema, mengevaluasi pembelajaran secara mendalam atau dengan
penilaian outentik.
Pertanyaan yang muncul adalah sudah siapkah guru-guru
di lapangan melaksanakan pembelajaran tematik integratif pada
kelas I VI di SD/MI? Guru (mutu guru) menjadi salah satu aspek
yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
tematik integratif pada kurikulum 2013. Mutu guru berkaitan dengan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang /pendidik. Kompetensi
yang dimaksud tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola
pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran,
141
Professional Learning untuk Indonesia Emas
142
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
143
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Gambar 1.
144
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
Hasil Penelitian
Pelaksanaan lesson study dalam pembelajaran tematik integratif ini
dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Perencanaan pembelajaran (plan)
Dalam kegiatan perencanaan pembelajaran (plan) menyusun
perangkat pembelajaran dan menyiapkan alat-alat atau media
yang digunakan dalam pembelajaran tematik integratif tepatnya
pada siswa di kelas IV MIN 2 Metro. Kegiatan perencanaan (plan)
ini dilakukan oleh guru dan peneliti sebelum dilaksanakannya
pembelajaran tematik integratif yaitu (1) menentukan waktu
pelaksanaan lesson study terutama kegiatan do dan see, (2) Skenario
pembelajaran pada RPP mengikuti apa yang telah ditetapkan
pada kurikulum 2013 yaitu pembelajaran tematik integratif
dengan menggunakan pendekatan saintifik, (3) menyiapkan alat
atau media pembelajaran yang akan digunakan yaitu laptop,
LCD proyektor, pengeras suara, CD lagu dengan judul lagu
Yamko Rambe Yamko, lagu kring-kring ada sepeda, dan
lagu Jayalah Madrasah Ibtidaiyah, (4) menyiapkan bahan
ajar yang digunakan yaitu buku guru dan buku siswa dengan
tema selalu berhemat energi dengan sub tema gerak dan
gaya. (5) menyusun beberapa instrument untuk mengetahui
dan mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tematik integratif,
yaitu lembar observasi kompetensi guru kelas, lembar observasi
pembelajaran tematik integratif, lembar observasi aktivitas siswa
dalam pembelajaran tematik integratif, lembar wawancara, dan
catatan anekdot, (6) pembagian tugas, yaitu sebagai guru model
adalah guru kelas IV MIN 2 Metro yaitu bapak Ms. Mustofa, S.Ag
dan bu Siti Fauziah, S.Pd.I. Sementara yang menjadi pengamat
adalah Siti Annisah, M.Pd, Nurul Afifah, M.Pd.I dan Yunita
Wildaniati, M.Pd, dan beberapa mahasiswa prodi PGMI STAIN
Jurai Siwo Metro yaitu Nasip Sukardi, Siti Zulaikha, Dara Wahyu
Kusuma Sari, Muslikhah, Dewi Indah Syah, dan Nur Asih Puji A.
145
Professional Learning untuk Indonesia Emas
c. Refleksi (see)
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan do atau pelaksanaan
pembelajaran tematik integratif, yaitu diskusi antara peneliti,
guru, dan mahasiswa yang terlibat pada kegiatan lesson study.
Pada kegiatan ini membahas proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan santai, terbuka, dan sharing
pelaksanaan pembelajaran tematik yang telah dilaksanakan.
Pertama, guru menyampaikan kesan setelah melaksanakan
pembelajaran. Selanjutnya observer menyampaikan hasil
observasinya selama proses pembelajaran. Guru dan observer
(peneliti, guru lain, dan mahasiswa) terlibat dalam kegiatan lesson
learnt untuk perbaikan pembelajaran berikutnya.
Adapun hasil diskusi dan analisis yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
146
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
147
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pembahasan
Pada hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan
lesson study dapat meningkatkan kompetensi guru kelas dalam
pembelajaran tematik integratif, baik kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi sosial, maupun kompetensi
kepribadian.
Peningkatan kompetensi pedagogik diantaranya terlihat dari
kemampuan guru dalam menfokuskan perhatian siswa untuk
menemukan konsep gaya yaitu dengan menampilkan video dan
gambar orang naik sepeda, melibatkan siswa dalam melakukan
percobaan sederhana yaitu membuka dan menutup pintu, serta
mendorong dan menarik kursi.
Antusiasme siswa dalam manjawab pertanyaan mengapa sepeda
148
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
bisa bergerak (pada kegiatan mengamati gambar dan video orang naik
sepeda), mengapa pintu bisa dibuka dan ditutup (ketika melakukan
percobaan membuka dan menutup pintu), mengapa kursi bisa
bergeser (pada kegiatan percobaan menarik dan mendorong kursi),
menunjukkan bahwa guru berhasil membuat rasa`ingin tahu siswa
semakin tinggi, berhasil melatih siswa untuk berani menjawab dan
menjelaskan apa yang telah mereka amati dan coba. Dengan kata lain,
kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang mendidik
juga semakin meningkat.
Selanjutnya peningkatan kompetensi kepribadian diantaranya
dapat dilihat sebagai pribadi guru yang stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, serta dapat menjadi teladan bagi siswanya.
Peningkatan kompetensi profesional dapat dilihat pada
performan guru dalam menjelaskan materi atau tema gerak dan gaya.
Kemampuan guru menggiring siswa untuk menemukan konsep
gaya, konsep KPK, dan menyanyikan lagu Kring-kring ada sepeda
dengan gerak tangan dan badan sesuai dengan tinggi rendah nada serta
kemampuan guru dalam meluruskan dan menguatkan pemahaman
siswa menunjukkan bahwa guru tersebut menguasai materi, struktur
konsep,
dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
diampu dan dapat mengembangkan materi pembelajaran secara
kreatif.
Peningkatan kompetensi sosial diantaranya dapat dilihat
dari kemampuan guru berkomunikasi dengan siswa. Guru selalu
menggunakan bahasa yang santun dan mudah dipahami oleh siswa
baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
Misalnya ketika menegur siswa yang menghina temannya karena
diantar ke sekeloh dengan menggunakan sepeda ontel, dengan bahasa
yang santun yaitu kita harus bersyukur atas apa yang kita punya baik
yang sekolahnya diantar pakai mobil, motor, sepeda, maupun dengan
jalan kaki. Kita tidak boleh saling menghina, karena kita semua adalah
ciptaan Allah SWT. Untuk siswa yang ke sekolahnya naik sepeda, juga
sekalian berolah raga.
Peningkatan kompetensi guru di atas, tidak bisa dilepaskan
dari kegiatan lesson study. Tahapan-tahapan kegiatan dalam lesson
study merupakan kegiatan yang biasa guru lakukan sehari-hari,
yaitu perencanaan dan persiapan pembelajaran (plan), implementasi
pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk open lesson (do), dan
refleksi pembelajaran (see). Namun demikian ada hal lain yang tidak
biasa dilakukan oleh guru yaitu bekerja secara kolaboratif untuk
melakukan itu semua. Kekuatan dari kegiatan lesson study adalah
149
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan Lesson Study dapat meningkatkan
150
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
Daftar Pustaka
151
INTEGRASI PENDIDIKAN MULTIKUTURAL
DI SEKOLAH
Rohmat Nugraha Sasmita
152
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
Pendahuluan
Banyaknya konflik yang bernuansa SARA pada beberapa daerah
di Indonesia. Misalnya, salah satu penyebabnya konflik tersebut
adalah akibat dari lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang
konsep kearifan budaya. Dalam konteks pendidikan, bahwa semua
persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses
pendidikan. Artinya, kegagalan pemahaman masyarakat terhadap
keragaman budaya adalah kegagalan pendidikan dan sebaliknya,
terwujudnya ketenangan dan ketenteraman dalam masyarakat
adalah keberhasilan pendidikan. Pendidikan adalah suatu cara untuk
membentuk kepribadian siswa dalam penerapan nilai-nilai sosial
pada masyarakat yang natinya akan berguna bagi bekal siswa di masa
yang akan datang.
Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna
membantu individu memahami diri sendiri dari kaca mata budaya
lain. Hal tersebut pada giliranya akan menghapuskan prasangka sosial.
Dengan demikian, dalam mengatasi segala problematika masyarakat
sebaiknya dimulai dari penataan secara sistematis dan metodologis
dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pendidikan adalah
proses belajar mengajar (pembelajaran). Multikultural dapat
dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan
pembelajaran berbasis multikultural. Yaitu proses pembelajaran yang
mampu mengakomodir segala perbedaan, James A. Banks Child,
family, school, community: Socialization and support dalam Tatang M.
Amirin, Implementasi Pendidikan Multikultural Kontekstual Berbasis
Kearifan Lokal di Indonesia, (Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi, Vol 1, No 1, Juni, 2012 hal. 3)
Terobosan baru untuk mengatasi terjadinya konflik dengan
pendidikan multikultural atau topik pendidikan multikultural ini
ternyata sudah dibahas oleh beberapa ahli dalam penelitiannya.
Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna
meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik, melalui pendekatan
multikultural yang diberikan oleh guru dalam menyampaiakan
pelajaran, peserta didik diberi pemahaman bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga
mampu mewujudkan keselarasan dalam hidup. Sedangkan Ruslan
Ibrahim menyatakan bahwa masalah yang paling sering terjadi dalam
kehidupan era pluralitas agama adalah maraknya konflik yang terjadi
di masyarakat. Konflik yang terjadi dalam era pluralitas tidak akan
bisa dimusnahkan selama masih ada perbedaan. Solusi yang bisa
dilakukan adalah dengan melibatkan kaum elite agama serta melalui
pendekatan multidimensional yang menjadi agenda pendidikan
153
Professional Learning untuk Indonesia Emas
154
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
155
Professional Learning untuk Indonesia Emas
156
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
157
Professional Learning untuk Indonesia Emas
158
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
159
Professional Learning untuk Indonesia Emas
160
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
untuk bekerja keras tidak hanya bersifat ekstrinsik, bahkan lebih dari
itu harus ditekankan pada penggunaan instrinsik motivation.
Dari perspektif hasil pembelajaran, pendidikan multikultural
memiliki tiga sasaran yang dikembangkan pada diri setiap siswa
diantaranya
a. pengembangan identitas kultural
Yakni, merupakan kompetensi yang dimiliki siswa untuk
mengidentifikasi dirinya dengan suatu etnis tertentu. Kompetensi
ini mencakup pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan
kelompok etnis dan menimbulkan kebanggaan serta percaya diri
sebagai warga kelompok etnis tertentu.
b. hubungan interpersonal.
Yakni, kompetensi untuk melakukan hubungan dengan kelompok
etnis lain, dengan senatiasa mendasarkan pada persamaan dan
kesetaraan, serta menjauhi sifat syakwasangka dan stereotip.
c. memberdayakan diri sendiri.
Yakni, suatu kemampuan untuk mengembangkan secara
terus menerus apa yang dimiliki berkaitan dengan kehidupan
multikultural.
161
Professional Learning untuk Indonesia Emas
pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang
memerlukan konstruksi baru atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat
yang demoktratis.
Penutup
Dari paparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. Pendidikan multikultural di Indonesia masih menjadi wacana
baru yang perlu direspon untuk menjaga keutuhan bangsa yang
kaya akan multikultur.
2. Pendidikan multikultural merupakan wujud kesadaran
tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta
pengurangan atau penghapusan jenis prasangka atau prejudice
untuk suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.
Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan instrumen strategis
untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang
terhadap bangsanya.
3. Dalam menghadapi pluralisme budaya, diperlukan paradigma
baru yang lebih toleran dan elegan untuk mencegah dan
memecahkan masalah benturan-benturan budaya tersebut, yaitu
perlunya dilaksanakan pendidikan multicultural.
4. Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia
dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan
prinsip-prinsip dasar multikultural.
5. Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan
demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang
menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan
multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan,
kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis.
Daftar Pustaka
162
Pembelajaran Integratif Berbasis Soft Skill dan Hard Skill
163
Professional Learning untuk Indonesia Emas
164
4
PERKEMBANGAN
MODEL PEMBELAJARAN
DARI MASA KE MASA
Professional Learning untuk Indonesia Emas
166
MODEL PEMBELAJARAN
YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENUJU
INDOSIA EMAS TAHUN 2045
Abuddin Nata
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : abu_nata@yahoo.co.id
Pendahuluan
Pada tahun 2045, Kemerdekaan Indonesia akan berusia 100 tahun.
Ketika telah genap mencapai usia 100 tahun itu, bangsa Indonesia
diharapkan menjadi bangsa yang sudah maju, makmur, modern dan
madani. Inilah yang selanjutnya dikenal sebagai tahun generasi emas.
Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun oleh Menteri Kordinator
Perekonomian, dicangankan, bahwa pada tahun 2015 Indonesia
telah menjadi negara mandiri, maju, adil, dan makmur yang ditandai
dengan pendapatan perkapita sekitar 15.000 dollar AS atau setara
dengan Rp. 180.000.000, (Seratus delapan puluh juta rupiah) per-tahun
atau sekitar 15.000,-/per-bulan. Pada saat itu, Indonesia diharapkan
sudah menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia. Lebih lanjut pada
tahun 2045, Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari tujuh kekuatan
ekonomi di dunia dengan pendapat perkapita sekitar 47.000 dollar
atau sekitar Rp. 562.000.000,- (Lima ratus enam puluh dua juta) per-
tahun, atau sekitar 47.000,-/per-bulan, atau sekitar Rp.1.600.- (satu
juta enam ratus ribu rupiah) perhari. Sebagai negara maju, dalam
dokumen MP3EI disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan negara
maju adalah negara yang tingkat pertumbuhan ekonominya positif
dan tingkat inflasinya menurun. Dengan pendapatan in com per-
kapita yang demikian itu, maka Indonesia sebagai negara makmur
dan modern akan dapat dicapai.
Namun demikian, pada tahun emas itu, Indonesia bukan hanya
menjadi negara yang maju, makmur dan modern secara ekonomi,
namun juga menjadi masyarakat madani. Yaitu suatu masyarakat
yang makin berbudaya dan beradap yang didasarkan pada nilai-nilai
agama, falsafat, nilai-nilai luhur, jati diri dan budaya Indonesia. Dengan
ciri madani ini, maka kemajuan, kemakmuran dan kemodernan yang
dicapai bangsa Indonesia ini, akan memiliki jati diri dan karakter
yang Indonesia, dan berbeda dengan kemajuan, kemakmuran dan
kemodern sebagaimana yang dicapai Barat, yang hanya menekankan
aspek ekonomi.
Adanya keinginan mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045
itu patut disambut dengan baik, dengan beberapa alasan. Pertama,
adanya pencanangan Indonesia emas ini akan menjadi pemicu lahirnya
167
Professional Learning untuk Indonesia Emas
168
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
169
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Peran Pendidikan
Jika dunia pendidikan ingin berjasa dalam mewujudkan Indonesia
emas tahun 2045 maka terdapat sejumlah langkah-langkah yang harus
dilakukan sebagai berikut.
Pertama, pendidikan harus menanamkan semangat nasionalisme
dan patriotisne dalam arti yang seluas-luasnya. Yakni bahwa cinta
tanah air dan semangat memajukan negara ini harus diterjemahkan
ke dalam bentuk lebih menyukai dan menghargai produk sendiri,
sehingga akan meninggalkan ketergantungan pada impor tegara
lain. Semangat nasionalisme ini harus dilanjutkan dengan semangat
patriotisme, yaitu berusaha memperjuangkan nasib bangsa sendiri,
dengan cara memberdayakan mereka agar dapat mandiri, dan
memberikan peluang kepada mereka untuk berusaha dan bekerja di
negaranya sendiri, dengan cara membatasi impor. Namun, karena
Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak memungkinkan Indonesia
melarang impor, maka caranya adalah dengan meningkatkan kualitas
produk barang dan jasa milik kita dan mendorong masyarakat agar
mencintai produk dan jasa milik bangsa sendiri.
Kedua, pendidikan harus mendorong lulusannya agar berani terjun
ke dunia bisnis atau membuka usaha, dan bukan hanya pencari kerja.
Hal ini perlu dilakukan, karena walaupun anggaran pendidikan sudah
dinaikan menjadi20%, selama lulusan pendidikannya tidak berani
membuka lapangan kerja, maka dana pendidikan tersebut tidak akan
memiliki korela yang signifikan dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Selama ini data menunjukkan, bahwa bahwa lulusan
perguruan tinggi di Indonesia hanya 2% yang terjun ke dunia usaha.
Hal ini masih jauh jika dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi
di Singapura yang terjun ke dunia usaha sekitar 11%,
Ketiga, membangun kerjasama yang harmonis dan saling
menguntungkan antara dunia pendidikan tinggi dengan dunia usaha
170
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
171
Professional Learning untuk Indonesia Emas
172
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
173
Professional Learning untuk Indonesia Emas
174
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
175
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebut di atas,
dapat dikemukakan catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, bahwa yang dimaksud dengan Indonesia emas tahun
2045 adalah sebuah keadaan di mana usia kemerdekaan Indonesia
sudah berusia selama 100 tahun. Pada masa itu, diharapkan Indonesia
sudah menjadi negara yang maju, makmur, modern dan madani.
Kemajuan dan kemakmuran dan kemodernan tersebut bukan hanya
dalam bidang fisik dan material, melainkan juga bersifat intelektual,
moral, kebudayaan dan peradaban yang dijiwai nilai-nilai ajaran
Islam.
Kedua, bahwa untuk mewujudkan Indonesia emas yang maju,
makmur, modern dan madani di tahun 2045, Indonesia masih
menghadapi berbagai kendala yang cukup fundamental, antara
lain ledakan penduduk yang tidak terkendali yang membutuhkan
sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lain
sebagainya; ketergantungan kebutuhan pokok hidup pada negara
lain yang menyebabkan terpuruknya nilai rupiah atas mata uang lain,
terutama dollar; terbatasnya infrastruktur, rendahnya etos kerja, dan
kurang profesional.
Ketiga, bahwa untuk dapat mengatasi berbagai kendala tersebut
untuk tujuan jangka panjang adalah pendidikan. Hal yang demikian,
karena melalui pendidikanlah berbagai potensi fusik, intelektual
dan spiritual manusia dapat dibina dengan sebaik-baiknya dan
terencana. Lulusan pendidikan yang dibutuhkan adalah lulusan
pendidikan yang kreatif, inovatif, berjiwa interpreneur, percaya diri,
imajinatif, berani mengambil resiko yang diperhitungkan, religius,
berwawasan nusantara, berjiwa Pancasila, memahami, menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai budaya bangsa, berjiwa nasionalisme
dan patriotisme.
Keempat, untuk menghasilkan lulusan pendidikan sebagaimana
tersebut pada butir tiga di atas, diperlukan adanya model pembelajaran
yang berbasis pada aktivitas peserta didik (student centris), seperti
model pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah (problem
based learning), berbasis pada situasi dan kontek permasalahan yang
real yang dihadapi dalam kehidupan (contextual teaching learning),
cooperative, inter-active learning, scientific approaches, melalui kegiatan
mengamati, menanya, melakukan, menganalisa, menyimpulkan dan
menciptakan. Dengan cara demikian, setiap peserta didik diberikan
pengalaman dalam memahami, menghayati dan melakukan sebuah
176
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
pekerjaan.
Kelima, bahwa model pembelajaran yang dibutuhkan untuk
menghasilkan lulusan yang dapat mewujudkan Indonesia emas
tahun 2045 adalah model pembelajaran yang menghasilkan lulusan
yang kreatif, inovatif, progressive, percaya diri, berani mengambil
resiko yang diperhitungkan yang dijiwai nilai-nilai ajaran Islam,
falsafat Pancasila, berjiwa nasionalisme dan patriotisme yang
kuat, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai budaya dan tradisi
lokal yang tumbuh berkembang di Indonesia, seperti kekerabatan,
kekeluargaan, gotong royong, sopan, santun, saling menghargai, dan
lain sebagainya. Dengan cara demikian, selain akan menjadi bangsa
yang maju, makmur dan modern, namun juga berjiwa madani.
Daftar Pustaka
Al-Abrasyi, Mohd. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj.)
Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, dari judul asli al-Tarbiyah
al-Islamiyah, (Jakarta:Bulan Bintang, 1974), cet. II.
Abu al-Ainain, Ali Khalil, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah di al-Quran
al-Karim, (Beirut: Dar al-Fikr al-Araby, 1980), cet. I.
Al-Ahwany, Ahmad Fuad, al-Tarbiyah fi al-Islam, (Mesir: Dar al-
Maarif, tp.th.).
Cury, Augusto, Briliant Parents Fascinating Teachers Kiat Membentuk
Generasi Muda yang Cerdas dan Bahagia, (Jakarta:Gramadia
Pustaka Utama,, 2007).
Bafadal, Ibrahim, Pendidikan Berkualitas untuk Generasi Emas,
diunduh dari Goegle, pada hari Senin, 11 Mei 2015.
Buchori, Mochtar, Ilmu Pendidikan & Praktek Pendidikan dalam Renungan,
(Jakarta:IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1994),
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005),
cet. III.
Fadjar, A.Malik, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta:Fadjar Dunia,
1999), cet. I.
Falah, Saiful, Guru adalah Ustadz adalah Guru, Catatan Seorang Pendidikan
dengan Lebih dari 10.000 Anak Didik, (Jakarta:Republika, 2012),
cet. I.
Mahmud, Ali Abd al-Halim, al-Tarbiyah al-Islamiyah di al-Madrasah,
(Mesir:Dar al-Tauzi wa al-Nasyr al-Islamiyah, 1425 H./2004
M.), cet. I.
-----------, al-Tarbiyah al-Islamiyah fi Surah al-Azhaab, ((Mesir:Dar al-
Tauzi wa al-Nasyr al-Islamiyah, 1996) 1425 H./2004 M.), cet. I.
------------, al-Tarbiyah al-Islamiyah fi Surah al-Anfaal, (Mesir:Dar al-Tauzi
177
Professional Learning untuk Indonesia Emas
178
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
179
PEMANFAATAN SASTRA SEBAGAI BASIS
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Dindin Ridwanudin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: dindin_ridwanudin@yahoo.com
Pendahuluan
Sastra adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam pembela-
jaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Dalam
Standar Isi kurikulum nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia, sas-
tra diperkenalkan dan diajarkan kepada siswa SD/MI sejak mereka
di bangku kelas satu sampai dengan kelas enam. Salah satu alasan
dari kepentingan pengajaran sastra sejak dini adalah bahwa banyak
manfaat yang bisa diperoleh siswa, yang antara lain, melalui sastra
siswa dilatih kepekaan batin, kehalusan budi, tenggang rasa, simpati,
empati, penghargaan kepada setiap karya orang lain, dan banyak lagi
manfaat lainnya.
Namun, hasil observasi dan wawancara penulis kepada guru-
guru dan siswa-siswa memberikan gambaran betapa pengajaran sas-
tra tidaklah menggembirakan. Terungkap dari hasil observasi dan
wawancara tersebut jika akar masalahnya adalah ketidakpahaman
guru sendiri terhadap sastra. Ketika Standar Kompetensi menuntut
guru untuk mengajarkan puisi, maka yang mereka ajarkan bukan
bagaimana siswa berpuisi (mengapresiasi dan membuat puisi), tetapi
180
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
lebih kepada pengajaran konsep dan teori puisi. Alhasil, dalam pem-
belajaran puisi, siswa menghapalkan konsep-konsep tentang puisi.
Contohnya, siswa menghapalkan pengertian puisi, menyebutkan na-
ma-nama pembuat puisi, menyebutkan tokoh-tokoh pujangga lama,
baru, dan kontemporer. Dengan demikian, pembelajaran puisi lebih
menekankan pada aspek kognitif saja. Padahal, pembelajaran sastra
seharusnya lebih menekankan pada ranah afektif dan psikomotor.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang
pengertian sastra, ciri-ciri karya sastra, aspek-aspek karya sastra, jenis-
jenis karya sastra, penggolongan karya sastra, tujuan dan fungsi pem-
belajaran sastra, sampai dengan cara mendesain pembelajaran sastra.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sumbangsih pengeta-
huan kepada guru tentang kepentingan dari pengajaran sastra sejak
dini.
Pengertian Sastra
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang dibentuk dari akar kata
sas yang artinya mengajarkan, mengarahkan, atau memberi petun-
juk. Kata sas kemudian ditambah dengan kata -tra yang berarti alat
atau sarana (Tarigan, 2005:10.3). Bila diartikan secara bebas, maka kata
sastra berarti alat atau sarana untuk memberi petunjuk.
Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan, atau karangan. Se-
gala tulisan atau karangan biasanya berbentuk buku, maka kata sas-
tra juga dapat diartikan buku. Oleh karena itu dalam kesustraan lama
semua buku dianggap sebagai hasil sastra, baik buku itu berisi tentang
dongeng, pelajaran agama, sejarah, ekonomi, seni, undang-undang
dan sebagainya.
Sedangkan menurut pengertian lainnya sastra adalah satu bentuk
karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai alatnya. Oleh karena
itu pengamatan sastra haruslah merupakan penelitian terhadap se-
buah karya seni yang otonom, yang sekurang-kurangnya mengand-
ung tiga fakta penting, yaitu 1) konvensi sastra, 2) konvensi budaya, 3)
konvensi bahasa (Risalah Kongres Bahasa Indonesia, 1998:353).
Ciri-ciri Karya Sastra
Selain keindahan dan pesan yang mengandung pendidikan moral
yang menjadi ciri khas karya sastra, terdapat ciri-ciri yang dapat dia-
mati dalam sebuah karya sastra, terutama dalam penggunaan bahasa.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya sastra tidak sepenuh-
nya bahasa baku. Hal ini disebabkan sastra sangat mementingkan
pesan atau ide dan keindahan.
b. Ragam bahasa atau pilihan katanya sering kali bermakna konota-
181
Professional Learning untuk Indonesia Emas
a. Sastra Imajinatif
Imajinasi berasal dari kata imagination yang berarti angan-angan
atau khayal. Jadi karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang di-
tulis dengan menggunakan sifat khayalik pengarang, sehingga cerita
dalam karya sastra imajinatif bukanlah suatu kejadian sebenarnya.
Karya sastra imajinatif terdiri atas tiga jenis: prosa, puisi, dan drama.
Secara singkat akan dijelaskan perbedaan antara ketiga jenis karya sas-
tra tersebut (Tarigan, 2005:10.7).
1) Prosa
Prosa adalah karya sastra yang ditulis dengan menggunakan kali-
mat-kalimat yang disusun susul menyusul. Kalimat-kalimat yang
disusun membentuk kesatuan pikiran menjadi paragraf, paragraf
menjadi bab atau bagian-bagian, dan seterusnya.
2) Puisi
Kata puisi bersal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti pen-
ciptaan. Akan tetapi, arti yang semula ini lama kelamaan semakin
dipersempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni sastra yang ka-
ta-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan meng-
gunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata-kata kiasan (Gun-
tur, 2011:3).
Hakikat Puisi terdiri atas :
a) Tema Makna (sense)
b) Rasa (feeling)
182
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
c) Nada (tone)
d) Amanat, tujuan, maksud (intention)
3) Drama
Drama berasal dari bahasa Yunani dran yang artinya berbuat,
to act atau to do. Sedangkan secara etimologi drama meru-
pakan merupakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat
setiap karangan yang bersifat drama (Guntur, 2011:3).
Unsur-unsur drama
Adapun unsur-unsur yang ada dalam drama adalah sebagai beri-
kut (Guntur, 2011:75-79):
a) Alur
b) Penokohan
c) Dialog
(1) Dialog haruslah dapat mempertinggi nilai gerak.
(2) Dialog haruslah baik dan bernilai tinggi.
Jenis-jenis drama
Adapun jenis drama, yaitu (Guntur, 2011:83-89):
a) Tragedi (menganggap subyek yang serius, pelaku utama ha-
rus herois, segala insiden harus wajar,emosi utama: rasa kasi-
han, sedih atau takut.)
b) Komedi (subyek: cerah, kelucuan yang serius, kejadian mun-
cul dari tokoh, kejadian mungkin dan seakan-akan terjadi)
c) Melodrama (subyek serius dan kurang otentik, ada peruba-
han terjadi, rasa kasihan bersifat sentimentalitas, tokoh utama
biasanya menang.)
d) Farce yang dimaksudkan di sini adalah melodrama bagi
tragedi, adalah farce bagi komedi. ciri-cirinya seperti: ke-
mungkinan terjadi tidak begitu besar, kelucuan seenakanya
saja, bersifat episodik, kejadian muncul dari situasi.
183
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Kriteria Keterbacaan
Keterbacaan adalah mudah tidaknya suatu bacaan utuk diterima,
dihayati, dipahami, dan dinikmati oleh pembaca. Berdasarkan kri-
teria tersebut, maka karya sastra anak-anak hendaknya memenuhi
persayaratan sebagai berikut (Tarigan, 2005:10.9).
1) Kejelasan Bahasa
Dalam hal ini karya sastra anak-anak harus menggunakan ba-
hasa yang sederhana. Kalimat-kalimatnya tidak panjang-pan-
jang dan tidak rumit, kata yang digunakan adalah kata yang
bermakna lugas artinya mudah dipahami.
2) Kejelasan Tema
Tema pada karya sastra anak-anak hendaknya terbuka, artinya
tema itu bisa langsung ditemukan oleh pembaca (anak-anak).
Dengan kata lain, pada karya sastra anak-anak, tema tidak disa-
jikan secara terselubung.
3) Kesederhanaan Plot
Karya sastra anak-anak yang dipilih hendaknya karya sastra
yang memiliki plot (jalan cerita) maju. Hal ini terdapat pada
karya sastra prosa dan drama.
4) Kejelaan Perwatakan
Karya sastra anak-anak yang baik untuk dipilih adalah karya
sastra yang perwatakannya digambarkan secara sederhana.
Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat dengan mudah
menangkap sosok tokoh-tokoh cerita (prosa atau drama).
5) Kesederhanaan Latar
Latar dalam karya sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan
lingkungan tempat tinggal anak. Hal ini mempermudah pema-
haman terhadap cerita. Suasana yang akrab dengan lingkungan
anak akan menjembatani imajinasi anak, walupun tidak berarti
184
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
185
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Langkah 1
Pertama kita ambil salah satu pokok bahasan prosa dalam silabus.
Misalnya unit 3, kelas V, semester 2.
Tema : Penghargaan Terhadap Bahasa dan Sastra Indo-
nesia.
Sub Tema : Prosa
Uraian Materi : Membaca cerita pendek tentang keberanian ses-
eorang, kemudian menjawab pertanyaan.
186
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Langkah II
Guru menentukan cerita pendek yang harus dibaca siswa-siswi.
Guru dapat membuat cerita sendiri untuk bahan pembelajaran ini.
Akan tetapi seandainya di dalam buku paket Bahasa Indonesia sudah
terdapat di dalamnya, maka guru tinggal menggunakan bahan ajar
tersebut. Kalau terpaksa tidak ada, maka guru dapat mencari cerita
yang sesuai dengan uraian di dalam silabus.
187
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Langkah III
Siswa-siswi membaca di dalam hati teks cerpen yang telah disediakan.
Sambil membaca mereka disuruh menandai kata-kata yang dianggap-
nya penting. Kegiatan ini berlangsung 10 menit saja.
Langkah IV
Mendiskusikan kata-kata sulit.
Seandainya terdapat kata-kata sulit, selayaknya didiskusikan dahulu
maknanya, sehingga tidak mengganggu pemahaman siswa-siswi ten-
tang cerita.
Langkah V
Memancing respons siswa-siswi dengan berbagai pertanyaan.
Pertanyaan yang diajukan harus berkisar pada materi cerita, dalam
bentuk informasi dan pengembangan daya nalar.
Contoh
(1) Mengapa terjadi kekeringan?
(2) Mengapa Arman usul agar siswa siswi di kelasnya menanam po-
hon?
(3) Apa tugas siswa siswi kelas 3 SD Mangkujayan setelah menanam?
(4) Apa yang kalian lakukan jika di sekitar rumah kalian gersang?
Langkah VI
Siswa-siswi ditugasi menceritakan kembali isi cerpen di atas dengan
bahasanya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan secara lisan mau-
pun tertulis.
Langkah VII
Mengubah bentuk cerpen menjadi sebuah naskah drama, yang akan
dimainkan oleh kelompoknya.
Langkah VIII
Kegiatan Penutup
Guru menegaskan kembali isi cerita pendek di atas. Misalnya, nah
188
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Puisi
Norton mengungkapkan bagaimana kriteria puisi yang ideal un-
tuk anak-anak, yaitu:
1) Puisi untuk anak-anak adalah puisi yang berisi kegembiraan dan
rima.
2) Puisi anak-anak seharusnya mengutamakan bunyi bahasa dan
membangkitkan bermain bahasa.
3) Puisi untuk anak-anak seharusnya memperbaiki ketajaman ima-
jinasi visual dan kesegaran kata yang digunakan dalam ragam
novel untuk memperluas imajinasi mereka dan melihat atau men-
dengar kata-kata dalam cara baru.
4) Puisi untuk anak seharusnya mencerikan cerita sederhana dan
memperkenalkan tindakan yang dilakukan.
5) Puisi anak bukan ditulis dengan dugaan rendah kepada anak-
anak.
6) Puisi untuk anak dibuat dengan memberikan ruang kreasi baru
dari anak-anak. Jadi, puisi disajikan dengan ketidaksempurnaan
yang memungkinkan anak untuk menggubah, menafsirkan dan
memungut sesuatu dari puisi.
7) Tema harus menyenangkan anak-anak, menyampaikan sesuatu
pada anak-anak, menggelitik egonya, menginginkan pengalaman
yang bahagia.
8) Puisi harusnya cukup baik untuk dibaca ulang.
189
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Langkah II
Menentukan lagu yang akan digunakan sebagai materi puisi,
pilihlah lagu kanak-kanak yang sedehana yang bisa digunakan untuk
pembelajaran puisi. Cari lagu-lagu yang mengandung irama dan rima
pada akhir larik.
Contoh :
Dua mata saya
Dua mata saya
Yang kiri dan kanan
Satu mulut saya
Tidak berhenti makan
Dua telinga saya
Hidung saya satu
Dua kaki saya
Pakai sepatu baru
Langkah III
Mengajak anak-anak bernyanyi bersama-sama, berkelompok dan
perorangan setelah guru menentukan lagu yang akan digunakan se-
bagai sarana pembelajaran, guru mengajak seluruh siswa-siswi me-
nyanyikan lagu kanak-kanak yang telah dipilih secara perorangan,
kelompok atau besama-sama. Pada waktu siswa-siswi benyanyi, guru
dapat memperhatikan ketepatan ucap dan irama lagu. Pada kesempa-
tan ini guru dapat memanfaatkan untuk membenahi kekurangan pada
diri siswa-siswi.
190
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Langkah IV
Mengucapkan larik-larik lagu tanpa diiringi notasi lagu. Setelah
selesai bernyanyi, anak-anak diajak untuk mengucapkan larik-larik
lagu tanpa diiringi irama nada lagu. Kegiatan ini dilakuakan secara
besama-sama, berkelompok dan perorangan . Dengan cara demikian
maka diharapkan siswa dapat merasakan bersamaan bunyi pada akh-
ir larik dan memahami isi lagu tersebut.
Langkah V
Bertanya kepada siswa-siswi tentang isi lagu dan dikaitkan den-
gan diri siswa-siswi. Dalam hal ini guru boleh bertanya kepada siswa-
siswi misalnya siapa yang telinganya lebih dari dua, siapa yang sepatu
baru, siapa yang tidak pernah berhenti makan dan sebagainya.
Langkah VI
Mendeklamasikan larik lagu menjadi puisi. kegiatan ini bisa di-
lakukan oleh perorangan, kelompok maupun bersama-sama.
Langkah VII
Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri. Pada ke-
sempatan ini guru dapat melihat dan mengamati kelancaran berbaha-
sa pada siswa-siswi dalam menangkap isi lagu sebagai sebuah cerita.
Drama
Merancang Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Drama Ma-
teri pembelajaran drama di sekolah dasar harus sesuai dengan kara-
kteristik usia anak. Hamzah (1985: 145) menyatakan bahwa kegiatan
drama bagi anak-anak harus merupakan langkah rekreasi, senilai
dengan bermain kelereng, layang-layang, sekolah-sekolahan, rumah-
rumahan, dan bermain boneka. Pembelajaran drama di SD berbeda
dengan orang dewasa. Mereka kita ajak bermain sebagai peran sekal-
igus melatih dasar-dasar bermain drama.
Permainan drama di sekolah dasar dapat dilakukan dalam ben-
tuk: (a) pantomim, (b) sosiodrama sederhana, (c) berekspresi dengan
topeng, dan (d) bermain boneka.
191
Professional Learning untuk Indonesia Emas
2) Sosiodrama
Sosiodrama adalah peragaan mirip drama yang berisi peragaan
gerak dan bicara. Anda bisa membuat skenario seperti ini:
Guru : Anak-anak, pernahkah kalian melihat pedagang
sate?
Siswa-siswi : Iya Bu!
Guru : Bagaimana abang sate membakar satenya?
Siswa-siswi : Satenya dibakar di atas tungku, kemudian diberi
bumbu dan dikipas-kipas.
Guru : Ayo siapa yang bisa memperagakan pedagang sate
saat melayani pembelinya?
Siswa-siswi : Saya Bu!, (sebagian siswa-siswi ada yang menert-
awakan).
Guru : Iya bagus. Terus siapa yang bisa memperagakan se-
bagai pembelinya?
Siswa-siswi : Saya Bu!, saya Bu! (anak-anak ada yang berebut).
192
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
4) Bermain Boneka
Anda sebagai guru ataupun calon guru pasti sudah paham den-
gan kebiasaan anak-anak bermain boneka ketika di rumah. Dari
pengalamannya bermain boneka, anak-anak kita ajak bermain
boneka. Mereka kita minta untuk mengamati boneka-boneka yang
kita siapkan, kemudian mintalah mereka melakukan dialog sesuai
dengan karakter dalam lakon cerita yang Anda berikan.
Langkah-langkah Pembelajaran Drama
Apabila Anda ingin merancang pembelajarannya, maka langkahn-
ya dapat dilakukan dengan cara:
Langkah I
Ambillah salah satu pokok bahasan apresiasi bahasa dan sastra
dari silabus, misalnya sub pokok bahasan drama.
Kelas/Semester : V/ 2
Kompetensi Dasar : Drama
Materi Pokok : Membaca dialog fragmen drama kanak-kanak
Waktu : 2x 45 menit
Standar Kompetensi : Siswa-siswi mengenal, mamahami dan dapat
menghargai bahasa dan sastra Indonesia yang
berbentuk drama, khususnya dialog sederhana
serta dapat menyatakan secara lisan dan tulisan.
193
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Langkah II
Mencari contoh drama yang cocok dengan siswa-siswi kelas V SD.
Perhatikan contoh naskah drama ini. Belajar menanam bunga dengan
teknik stek. Empat orang siswa-siswi SD Flamboyan 1 tengah berjalan
menuju rumah Pak Hamid, seorang ahli budidaya kembang di Desa
Taman Indah. Mereka berempat nampak gembira. Di sepanjang jalan
menuju halaman rumah Pak Hamid, mereka menyanyikan lagu.
Lihat kebunku
Penuh dengan bunga
Ada yang putih
Dan ada yang merah
Setiap hari kusiram semua
Mawar melati
Semuanya indah
194
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
195
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Langkah III
Membaca di dalam hati teks drama yang telah tersedia. Siswa-siswi
membaca teks drama yang telah tersedia dengan memperhatikan isi
cerita dan tokoh yang memainkan peran.
196
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Langkah IV
Membuat kelompok siswa-siswi yang akan bermain peran.
Langkah V
Berlatih menjiwai peran yang disandang. (Siswa-siswi menghafal
naskah dan berlatih menjiwai peran yang dimainkan).
Langkah VI
Memerankan drama dengan membaca teks.
Langkah VII
Guru memberikan penguatan terhadap penampilan siswa-siswi,
baik dari ketepatan ucapan, gaya/sikap, gerak-gerik, mimik dan men-
tal. Tugas siswa siswi di sini bisa melaksanakan dialog tanpa teks/
naskah.
Penutup
Sastra adalah bagian yang tidak terlepaskan dari pembelajaran
bahasa Indonesia di Sekolah Dasar sejak siswa duduk di kelas satu
sampai dengan kelas enam. Sastra sendiri terbagi menjadi dua bagian,
yaitu sastra imajinatif yang meliputi puisi, prosa fiksi, dan drama,
serta sastra non-imajinatif yang meliputi prosa non-fiksi. Mengajarkan
sastra imajinatif berarti mengajarkan puisi, prosa fiksi dan drama.
Tujuan pembelajaran sastra di sekolah terkait pada tiga tujuan
khusus, yaitu:
1. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemam-
puan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
a. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memper-
luas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkat-
kan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
b. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2. Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif danapre-
siatif. Sastra adalah sistem tanda karya seni yang bermediakan
bahasa. Pencipataan karya sastra merupakan keterampilan dan
kecerdasan intelektual dan imajinatif.
3. Karya sastra hadir untuk dibaca dan dinikmati, dimanfaatkan un-
tuk mengembangkan wawasan kehidupan.
197
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
198
STRATEGI DALAM MEMPEROLEH, MENGA-
NALISIS, MENYAJIKAN, DAN MEMANFAAT-
KAN INFORMASI DALAM IPS DI MI/SD
Takiddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: takiddin@gmail.com
Pendahuluan
Pembelajaran IPS di Madrasah Ibtidaiyah dan Dekolah Dasar se-
lama ini masih dirasakan oleh sebagian orang sebagai pembelajaran
yang kurang menarik dan kurang menantang, pembelajaran yang ma-
sih sarat dengan kegiatan menghafal fakta, konsep, dan generalisasi.
Persepsi itu memang tidak salah, akan tetapi jika pembelajaran IPS
difahami secara utuh, maka sebenarnya masih terdapat beberapa hal
penting yang belum tergali dan belum difahami secara utuh oleh seba-
gian besar guru-guru yang mengajar IPS.
Idealnya guru IPS di MI/SD juga memperhatikan dan menguasai
keterampilan-keterampilan dasar dalam IPS MI/SD. Salah satu ke-
mampuan yang sangat penting untuk dikuasai oleh siswa adalah ket-
199
Professional Learning untuk Indonesia Emas
200
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
201
Professional Learning untuk Indonesia Emas
202
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
makna atau inti permasalahan yang sedang dibaca, sehingga sulit pula
menarik suatu kesimpulan tentang apa yang telah dibacanya.
Agar dapat membaca dengan baik, ada beberapa yang perlu di-
perhatikan:
1) Pahamilah terlebih dahulu tema atau judul yang akan dibaca
2) Bacalah dengan teliti dan fahami makna alinea atau paragraf yang
telah dibaca
3) Catat kata-kata kunci dalam bacaan yang sedang dibaca
4) Catat kata-kata sulit yang tidak dimengerti maknanya dan cari
dalam kamus atau ensiklopedia
5) Tarik kesimpulan sementara setiap bab atau bagian yang telah di-
baca.
203
Professional Learning untuk Indonesia Emas
204
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
4) informasi berlebih
Internet merupakan media yang menyediakan berbagai informasi
secara lengkap. Apapun yang kita inginkan, ada di internet. Hal
inilah yang membuat seseorang rela menghabiskan waktu ber-
jam-jam untuk mengetahui berbagai informasi yang tersedia. In-
formasi tersebut dikumpulkan serta diorganisasi sedemikian rupa
hingga melebihi kapasitas daya tampung otak.
5) kecanduan komputer
Sebuah penelitian menemukan fakta bahwa beberapa organisasi
mengalami dampak negatif akibat kecanduangames offline, seperti
Tetris dan Solitaire yang terkenal pada era 1980-an, yang sudah
diinstalldalam perangkat tiap komputer.
6) kekejaman dan kesadisan
Kekompleksan informasi di internet membuat beberapa situs me-
nampilkan segala bentuk kekejaman dan kesadisan untuk menjual
situs bersangkutan. Hal-hal bersifat tabu memang menjadi salah
satu cara yang bisa menaikkan pamor situs tersebut.
7) Penipuan
Tidak hanya dalam media internet, penipuan adalah dampak
negatif yang mengintai dalam segala hal. Internet menjadi salah
satu sasaran para penipu untuk melancarkan aksinya. Hal yang
sebaiknya dilakukan adalah mengabaikan informasi tertentu yang
dianggap memiliki unsur penipuan.
8) Penculikan
Banyak kasus pelaporan orang tua yang menyatakan bahwa
anaknya diculik oleh seseorang yang dikenal melalui jejaring sos-
ial. Internet memang mampu menghadirkan kerugian yang tidak
terduga. Untuk mengantisipasi hal ini, usahakan agar tidak mem-
percayai seseorang yang dikenal lewat maya. Apalagi, jika menga-
jak bertemu.
205
Professional Learning untuk Indonesia Emas
206
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Penutup
Berdasarkan pada pembahasan di atas, maka dapat disumpulkan
bahwa
1. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi,
diantaranya adalah dengan membaca buku teks atau buku sum-
ber, melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, ma-
207
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
208
PENGARUH ALAT PERAGA MENARA HANOI
UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN
MATEMATIS SISWA MENGENAI KONSEP
POLA BILANGAN
(Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas III SDN Cipaku 03 dan
SDN Cipaku 04 Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung)
209
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib
dibelajarkan sejak pendidikan usia dini sampai pendidikan menegah,
termasuk di sekolah dasar. Pendidikan matematika di sekolah dasar
merupakan ilmu dasar yang sangat penting untuk dipelajari siswa usia
sekolah dasar. Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa matematika
adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefinisikan, ke unsur
yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Pentingnya pendidikan matematika di sekolah dasar, kurang
didukung oleh guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah, banyak
kita temukan bahwa guru masih melaksanakan proses pembelajaran
matematika dengan metode ekspositori, sehingga guru masih
mendominasi sebagai subyek belajar sehingga siswa hanya mendapat
sedikit peran dalam pembelajaran atau hanya sebagai obyek saja.
Hal itu disebabkan karena guru merasa bahwa tidak adanya cukup
waktu untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi
dan target kurikulum yang begitu ketat untuk segera menghadapi tes
standar atau ujian nasional (Turmudi, 2010).
Pendidikan matematika di Indonesia kurang baiknya, hal ini
terbukti dari hasil laporan The Third International Mathematics and Science
Study (TIMSS) tahun 2007 bahwa Indonesia menempati ranking ke 36
dari 49 negara yang berpartisipasi dengan skor 397, sedangkan rerata
skala TIMSS yang ditetapkan adalah 500. Oleh karena itu, kualitas
pendidikan dan pembelajaran matematika haruslah ditingkatkan
dalam sistem sekolah di Indonesia supaya siswa lebih memahami
makna dan pentingnya matematika untuk kehidupan sehari-hari.
Pola bilangan merupakan salah satu konsep yang dibelajarkan
di sekolah dasar, sehingga diharapkan siswa sekolah dasar mampu
menguasai konsep-konsep terkait mengenai pola bilangan. Akan tetapi,
permasalahan yang muncul di kelas yaitu sulitnya siswa menentukan
rumus pola bilangan tersebut. Permasalahan ini haruslah diselesaikan
supaya penalaran matematis siswa mengenai pola bilangan dapat
meningkat secara optimal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu penggunaan alat peraga
menara hanoi, dimana menara hanoi ini merupakan salah satu diantara
berbagai teka-teki dalam matematika. Alat peraga menara hanoi dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran untuk: (1) Melatih kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah (problem solving); (2) Menemukan
barisan bilangan dengan cara bermain; dan (3) Menemukan rumus
pola bilangan (Tim Unit Media Alat Peraga Matematika, 2011).
210
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
211
Professional Learning untuk Indonesia Emas
212
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
1) Pola-pola berulang
Belajar untuk menemukan pola dan bagaimana menjelaskan,
menerjemahkan, dan memperluas pola merupakan bagian dari
pengerjakan matematika dan berpikir aljabar. Pada tingkat PAUD
sampai SD kelas 3, topik yang bagus untuk memulai adalah ekspolari
pola-pola berulang.
Konsep dari pola berulang dan bagaimana suatu pola diperluas
atau dilanjutkan bisa diperkenalkan kepada kelas dalam beberapa
cara. Satu kemungkinannya adalah dengan menggambar pola bentuk
sederhana dan menjelaskannya dalam diskusi. Pola lisan bisa diikuti
oleh semua anak. Contohnya: do, mi, mi, do, mi, mi, ... merupakan
pola bernyanyi sederhana. Inti dari pola yang berulang adalah baris
yang terpendek dari unsur yang berulang, jadi inti dari pola selalu
berulang dan tidak pernah diulang sebagian. Langkah matematis
yang signifikan adalah dengan melihat bahwa dua pola yang dibuat
dari material yang berbeda sebenarnya memiliki pola yang sama.
213
Professional Learning untuk Indonesia Emas
214
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
215
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penalaran Matematis
Penalaran matematika (mathematical reasoning) diperlukan untuk
menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah
dan juga untuk membangun suatu argumen matematika. Penalaran
matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian (proof)
atau pemeriksaan program (program verification), tetapi juga untuk
melakukan inferensi dalam suatu sistem kecerdasan buatan (artifical
intelligence/AI) (Suksmono, 2009: 3.1.).
Shadiq (Karim, 2010) juga berpendapat bahwa seni bernalar sangat
216
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
dibutuhkan di setiap segi dan setiap sisi kehidupan ini agar setiap
warga bangsa dapat menunjukkan dan menganalisis setiap masalah
yang muncul secara jernih; dapat memecahkan masalah dengan
tepat; dapat menilai sesuatu secara kritis dan objektif; serta dapat
mengemukakan pendapat maupun idenya secara runtut dan logis.
Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan dari sejumlah
data atau keterangan yang tersedia. Dilihat dari proses penarikan
kesimpulannya, penalaran dapat diklasifikasi ke dalam dua katagori
yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Di mana penalaran
induktif adalah penarikan kesimpulan yang didasarkan kepada
sejumlah terbatas contoh, observasi/pengamatan, atau eksperimen
(percobaan). Sedangkan penalaran deduktif adalah proses penarikan
kesimpulan berdasarkan pernyataan-pernyataan benar, atau
pernyataan-pernyataan yang dianggap benar, atau pernyataan-
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan (Windayana, et. al.,
2006: 3-8).
Winarni dan Harmini (2011: 4) berpendapat bahwa penalaran
induktif secara matematis tidak selalu benar, untuk mendapat
kebenaran perlu pembuktian secara deduktif, di mana dengan
penalaran deduktif aturan-aturan dalam matematika dicoba
dibuktikan kebenarannya sebelum ditetapkan sebagai aturan umum.
Setelah terbukti kebenarannya barulah aturan tersebut dinyatakan
sah dan dapat diterapkan pada persoalan-persoalan yang istimewa
sekalipun. Cara berpikir dengan cara tersebut adalah cara berpikir
yang mengakui kebenaran secara umum berlaku pada hal-hal khusus.
Penalaran matematis meliputi: (1) menarik kesimpulan logis; (2)
memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-
sifat, dan hubungan; (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi;
(4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi
matematik; (5) menyusun dan menguji konjektur; (6) merumuskan
lawan contoh; (7) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas
argumen; (8) menyusun argumen yang valid; (9) menyusun
pembuktian langsung, tidak langsung dan menggunakan induksi
matematika (Sari, 2009: 37).
Adapun penjelasan mengenai indikator penelaran tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
217
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Indikator
Deskripsi
Penalaran
Mengajukan konjektur atau dugaan pada saat meneliti
pola, mendiskusi ide matematis, mengajukan model,
menguji kumpulan data, dan membuat spesifikasi
Konjektur
tentang suatu hasil (outcome) yang di dapat dari suatu
operasi atau percobaan.
Menentukan dan membicarakan atau menggunakan
hubungan-hubungan antar variabel atau objek
dalam situasi matematis, menganalisis data statistik;
melakukan dekomposisi gambar geometri untuk
Analisis menyederhanakan proses penyelesaian masalah;
menggambar jaringan dari suatu bangun ruang yang
tidak lazim; menysusun inferensi sahih dari informasi
yang diberikan.
Mendiskusikan dan mengevaluasi suatu ide
matematis, konjektur, strategi pemecahan masalah,
Evaluasi
metode, atau pembuktian secara kritis.
Memperluas domain sehingga hasil pemikiran
matematis atau pemecahan masalah dapat diterapkan
Generalisasi
secara lebih umum atau lebih luas.
Menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah ada; membuat hubungan
antara elemen-elemen pengetahuan berbeda dengan
Koneksi representasi yang berkaitan; membuat hubungan
antara ide matematis yang berkaitan dengan objek
tertentu.
Mengkombinasikan atau mengintegrasikan
prosedur-prosedur matematis untuk memperoleh
Sintesis hasil yang diinginkan; mengkombinasikan beberapa
hasil untuk memperoleh hasil lebih jauh.
Menyelesaikan masalah dalam konteks matematis
agar kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar siswa
Pemecahan
terbiasa mengahadapi masalah seupa; menerapkan
masalah
suatu prosedur matematis dalam konteks yang baru
tidak rutin
dihadapi.
218
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Instrumen
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu pedoman observasi
dan lembar tes evaluasi penalaran matematis siswa pada konsep
volume kubus dan balok.
Analisis Data
Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
alat peraga menara hanoi dalam meningkatkan penalaran matematis
siswa kelas III sekolah dasar mengenai konsep pola bilangan. Teknik
analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik statistik
inferensial parameter, di mana teknik ini dilaksanakan dengan
menggunakan uji t, taraf signifikansi 0,05.
Hasil Penelitian
Hasil uji-t penalaran matematis pada saat pretes yaitu bahwa nilai
signifikansi (P-value) untuk faktor pembelajaran sebesar 0,756 > 0,05
maka H0 diterima. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan rerata
219
Professional Learning untuk Indonesia Emas
220
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
5
Pretes
4 Posttes
3
0
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Penutup
Sejalan dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian,
studi ini memperoleh kesimpulan yang berkenaan dengan hasil studi
empirik tentang eksperimen pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga menara hanoi dalam meningkatkan penalaran matematis siswa
kelas III sekolah dasar. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga menara hanoi lebih
efektif dalam meningkatkan penalaran matematis siswa dibandingkan
pembelajaran dengan menggunakan media gambar, hal ini ditandai
dengan terdapatnya perbedaan rerata skor posttes penalaran
matematis siswa antara kelompok eksperimen yang menggunakan alat
peraga menara hanoi dengan kelompok kontrol yang menggunakan
pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Kemampuan
221
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
222
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
223
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU
DENGAN MENGGUNAKAN METODE
PEMBELAJARAN MAKE A-MATCH DAN METODE
TEAM QUIZ DI SMP SWASTA SE-KECAMATAN
PAMULANG
Nurochim
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: nur_lucky@yahoo.com
224
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat
dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Tujuan pendidikan nasional adalah sebagaimana
dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam rumusan tujuan pendidikan dalam undang-undang tersebut
melalui pendidikan dapat terbentuk warga negara yang memiliki
tanggung jawab, memiliki kesopanan dan kesusilaan, serta menjadi
warga negara yang demokratis. Melalui pendidikan diharapkan
peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan sehingga dapat
melaksanakan perannya sebagai warga lokal, nasional, dan global.
Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk
menciptakan masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal
tersebut pihak pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya
yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meskipun hasilnya
tidak dengan seketika dapat terlihat. Upaya peningkatan kualitas
pendidikan dilakukan melalui berbagai perbaikan seperti perbaikan
kebijakan pendidikan, peningkatan kualitas pendidik, melengkapi
sarana dan prasarana pendidikan, dan perbaikan kurikulum yang
sesuai dengan tuntutan zaman.
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran.
Para peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran
diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Salah satu standar mutu
pendidikan di suatu sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh
para peserta didik di sekolah tersebut. Maka hasil belajar peserta didik
pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator
kualitas pendidikan di suatu sekolah. Peningkatan kualitas ilmu
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan
pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar
Isi. Diantaranya adalah kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial Terpadu (IPS Terpadu), yang menjadi mata pelajaran wajib pada
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah
(MTs.).
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada
225
Professional Learning untuk Indonesia Emas
226
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
227
Professional Learning untuk Indonesia Emas
228
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
229
Professional Learning untuk Indonesia Emas
230
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
231
Professional Learning untuk Indonesia Emas
232
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
233
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif komparatif, yaitu data yang berbentuk angka, yang
dibandingkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode quasi eksperimen, metode ini dilakukan dengan memberikan
perlakuan kepada subjek penelitian kemudian memberikan tes pada
subjek penelitan. Dalam penelitian ini penerapannya adalah peserta
didik kelas VII-A, dalam proses pembelajaran guru menerapkan
metode Make A-Match kemudian para peserta didik tersebut di tes
secara tertulis tentang materi yang telah dipelajari. Sedangkan kelas
VII-B guru menerapkan metode pembelajaran Team Quiz.
Untuk mengetahui hasil penelitian, kedua kelompok eksperimen
diberikan pretes dan postes. Adapun desain penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
234
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pembahasan
Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar IPS
siswa kelas VII-A yang menggunakan metode Make A-Match adalah
70,17 dan nilai rata-rata hasil belajar belajar IPS siswa kelas VII-B yang
diberikan pembelajaran dengan metode Team Quiz adalah 70,12 dengan
nilai dan nilai
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
hasil belajar IPS siswa antara yang diberikan pembelajaran melalui
metode Make A-Match dengan metode Team Quiz. Selain itu terjadi
peningkatan rata-rata nilai dari kedua kelompok tersebut, yang pada
awalnya (pree test) rata-rata nilainya adalah 51,91 dan 54, dan hasil tes
akhir (post test) pada akhir pembelajaran rata-ratanya menjadi 70,17
dan 70, 12. Hal ini dimungkinkan karena pendekatan kedua metode
tersebut lebih banyak menekankan kepada tanggung jawab pribadi
sebagai kelompok yang harus memahami materi dan menyelesaikan
suatu tugas secara bersama-sama. Sebagaimana dipaparkan dalam
teori, bahwa kedua metode pembelajaran kooperatif tersebut dapat
memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif untuk bekerjasama,
berdiskusi dan saling membantu antar anggota kelompok dalam
belajar sehingga mereka dapat membangun sendiri pemahaman secara
bersama-sama. Walaupun, masih terdapat siswa yang masih enggan
terlibat aktif dalam pembelajaran karena kedua metode ini masih baru
bagi siswa.
Dalam penerapan metode Make A-Match ini siswa terlibat
langsung dalam mempelajari dan memahami suatu materi secara
bersama-sama melalui pencarian dan mencocokkan kartu soal dan
kartu jawaban. Pelaksanaan metode Make A-Match diawali dengan,
guru mempersiapkan dua kelompok kartu, yakni kartu soal dan
kartu jawaban. Kemudian siswa dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu kelompok pemegang kartu soal, pemegang kartu jawaban,
dan kelompok penilai. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa,
sebelum pelaksanaan metode ini guru memberikan pretest.
Tahap pertama penerapan metode Make A-Match adalah penjelasan
materi Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat di kelas VII-A.
Tahap kedua, siswa di bagi ke dalam tiga kelompok yang masing-
masing berjumlah 15 orang. Tahap ketiga guru mengatur posisi
235
Professional Learning untuk Indonesia Emas
236
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
237
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan
antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) metode Make A-Match dengan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team
Quiz dalam pelajaran IPS dengan diperoleh nilai
yaitu Model
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match
dan metode Team Quiz merupakan metode pembelajaran yang dapat
meningkatkan rasa ingin tahu, keberanian dan sifat menghargai serta
tanggung jawab siswa.
Imlplikasi dari penelitian ini adalah, jika akan meningkatkan hasil
belajar IPS terpadu maka perlu menerapkan metode-metode yang
dapat mengaktifkan, memotivasi peserta didik untuk belajar metode
yang dapat diterapkan adalah make a-match dan team quiz
Daftar Pustaka
238
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
239
Professional Learning untuk Indonesia Emas
240
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS 3 MI FATHAN MUBINA KAB. BOGOR
PADA KONSEP CUACA
Zulfiani, Nuraeni
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Guru Madrasah Ibtidaiyah Fathan Mubina, Kabupaten Bogor
Email : zulfiani@uinjkt.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu berperan serta
dalam mentransformasi nilai dan gagasan-gagasan melalui proses
pembelajaran. Pendidikan menjadi salah satu hak dasar yang harus
dinikmati setiap warga negara, sebagaimana terkandung dalam
amanat undang-undang dasar 1945 no 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab VIII pasal 34 ayat 3 yang berbunyi Wajib
belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
241
Professional Learning untuk Indonesia Emas
(Kemendiknas, 2008).
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, semua komponen
harus saling mendukung dan berperan sebagai sebuah sistem dalam
proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut antara lain
program kegiatan, guru, siswa, sarana prasarana, biaya, lingkungan
masyarakat dan kepemimpinan kepala sekolah. Kegiatan di sekolah
harus banyak menekankan pada interaksi langsung antara siswa, guru
dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Madrasah Ibtidaiyah Fathan Mubina memiliki jumlah siswa
335 orang dengan rombel sebanyak 9 (sembilan) ruang, rata-rata
jumlah siswa setiap kelas 37 orang dan ditangani oleh satu orang
guru kelas. Jika mengacu kepada peraturan pemerintah pasal 17 no.
7 tahun 2008 bahwa perbandingan ideal rasio guru dengan siswa
adalah 1:20 orang (Kemendiknas, 2010), maka di MI Fathan Mubina
terjadi ketidaksesuaian perbandingan antara guru dengan siswa.
Oleh karena itu besarnya jumlah siswa dalam kelas menuntut guru
agar mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang merangsang siswa lebih aktif dan
memanfaatkan berbagai teknik serta metode mengajar yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Guru harus mampu mendayagunakan
potensi siswa sebanyak mungkin agar siswa dapat belajar secara
maksimal sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab V tentang peserta didik pasal 12 ayat
1 menyatakan Setiap peserta didik pada setiap satuan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam
kelas didapat informasi bahwa siswa kelas III MI Fathan Mubina
merasa jenuh dan kurang tertarik dalam kegiatan pembelajaran
IPA sehingga hasil belajar mereka turun, selain itu selama proses
pembelajaran teknik yang digunakan dalam pembelajaran belum
maksimal, ketersediaan alat-alat dan kemampuan guru yang kurang
terampil menjadi alasan utama sehingga guru tetap melaksanakan
proses pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered
approach), guru mendominasi kegiatan pembelajaran (Nuraini, 2014).
Data lain menunjukkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
telah ditetapkan 70 di sekolah MI Fathan Mubina pada mata Pelajaran
IPA belum tuntas masih banyak siswa yang hasil belajarnya dibawah
KKM, hal ini dibuktikan dengan data hasil ulangan harian yang
mencapai kriteria ketuntasan minimal hanya 13 orang dan 17 orang
lainnya belum mencapai target, atau persentasi tingkat pencapaian
242
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
KKM kelas hanya sekitar 43% idealnya 75% dari jumlah siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa dapat ditinjau dari dua sisi yaitu
dari sisi latar belakang siswa itu sendiri dan sisi proses pengajaran yang
dilaksanakan guru. Dari sisi siswa dapat berupa bakat, minat, motivasi
belajar baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, kemampuan sosial
ekonomi yang berhubungan dengan fasilitas belajarnya serta keadaan
lingkungan yang tidak mendukung proses pembelajaran. Sedangkan
dari sisi guru masih banyak guru yang tidak atau belum menggunakan
pendekatan dan teknik pembelajaran yang tepat padahal itu sangat
membantu mempermudah guru dan siswa untuk memahami konsep
pelajaran secara luas dan menyeluruh. Guru harus menciptakan
kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa, melatih kerjasama,
dan keterampilan kooperatif, diantaranya dapat menggunakan
pendekatan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan pendekatan belajar dimana siswa belajar dengan kelompok
kecil dengan keahlian berbeda dan dalam kelompok tersebut siswa
saling belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar
yang optimal baik pengalaman individu atau kelompok (Supriyono,
2009). Jigsaw sebagai salah satu teknik pembelajaran kooperatif dapat
digunakan untuk merealisasikan rancangan pembelajaran yang
telah ditetapkan (Mel Silberman, 2009). Dengan teknik ini mendidik
siswa untuk bergerak aktif secara berkelompok, mereka saling
membantu dalam menguasai materi untuk memperoleh pengetahuan
yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Berdasarkan permasalahan
yang telah dikemukakan diatas penulis berupaya untuk menjawab
permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar siswa pada konsep
cuaca kelas 3 semester II dengan menerapkan pendekatan kooperatif
teknik jigsaw.
Siklus I
Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus I dimulai dengan mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di sekolah. Dari penelitian pendahuluan
didapat bahwa pada sekolah yang akan diteliti mengalami
permasalahan pada rendahnya hasil belajar IPA, siswa merasa bosan
dan kurang aktif saat pembelajaran berlangsung. Dari permasalahan
tersebut, peneliti merancang desain pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Desain pembelajaran yang disiapkan meliputi rencana pembelajaran
243
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Tindakan
Pada tahap tindakan, guru berusaha menerapkan kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yaitu:
Pertemuan I
1. Mengajak peserta didik untuk berdoa sebelum belajar.
2. Mengecek kehadiran peserta didik dan mendoakan peserta didik
yang sakit.
3. Menjelaskan tujuan pembelajararan hari ini dan prosedur
pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw.
4. Melakukan apersepsi dengan menggali pengetahuan awal siswa
mengenai materi yang akan diberikan dengan pertanyaan-
pertanyaan eksplorasi
5. Meminta peserta didik untuk membentuk kelompok diskusi
dengan cara berhitung 1 sampai 5, siswa yang mendapatkan
nomor yang sama bergabung dengan temannya membentuk
kelompok asal.
6. Guru membagikan lembaran materi dan secara singkat menjelaskan
materi: arti cuaca, contoh cuaca, hal yang mempengaruhi keadaan
cuaca dan konsep awal terjadinya cuaca.
244
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pertemuan II
1. Mengucapkan salam dan mengajak peserta didik untuk berdoa
sebelum belajar.
2. Mengecek kehadiran peserta didik dan memberikan motivasi.
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini dan mengingatkan
kembali prosedur pendekatan pembelajaran kooperatif teknik
jigsaw.
4. Mengulas kembali materi pada pertemuan sebelumnya dengan
memberikan beberapa pertanyaan.
5. Guru meminta peserta didik untuk membentuk kelompok diskusi
dengan cara berhitung 1 sampai 5, siswa yang mendapatkan nomor
yang sama bergabung dengan temannya membentuk kelompok
asal.
6. Guru membagikan lembaran materi dan secara singkat menjelaskan
materi: macam-macam awan, hubungan awan dengan cuaca,
terjadinya petir dan pelangi, simbol-simbol cuaca.
7. Peserta didik membentuk kelompok ahli sesuai materi yang
mereka dapatkan dan setiap tim ahli melakukan diskusi.
8. Peserta didik kembali ke kelompok semula/asal dan setiap orang
harus menjelaskan materi yang mereka diskusikan di kelompok
tim ahli
9. Masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
di depan kelas.
10. Guru memberikan soal-soal kuis dan memberikan skor nilai pada
tiap kelompok.
11. Guru membuat kesimpulan bersama-sama peserta didik dan
memberikan soal post-test.
12. Guru memberikan lembar evaluasi diakhir pembelajaran
245
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi kegiatan siswa
(LOKS) dan guru (LOKG), kegiatan observasi dilakukan dua kali yaitu
pada pertemuan 1 (Rabu, 07 Mei 2014) dan pertemuan 2 (Jumat, 09 Mei
2014).
Refleksi
1. Dari dua pertemuan yang dilakukan secara keseluruhan, peserta
didik telah berperan aktif selama proses pembelajaran, namun ada
beberapa orang yang masih pasif.
2. Peserta didik masih mengalami kesulitan dan belum memahami
materi konsep cuaca.
3. Peserta didik masih asing dan belum mengenal teknik pembelajaran
jigsaw
4. Masih banyak siswa yang bersikap santai ketika melakukan
diskusi
5. Peserta didik sudah berperan cukup aktif dalam kegiatan
pembelajaran namun kurang antusias ketika diminta
mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
6. Waktu yang tersedia untuk pembelajaran dan diskusi kelompok
kurang mencukupi
7. Hasil observasi kegiatan siswa pada siklus I menunjukkan hasil
246
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar peserta didik pada konsep cuaca belum memenuhi
indikator yang peneliti harapkan. Indikator yang ditetapkan peneliti
yaitu 75% peserta didik memiliki nilai di atas KKM, sekolah yang
menetapkan KKM mata pelajaran IPA semester II sebesar 70. Sehingga
peneliti memutuskan untuk melanjutkan ke siklus II.
Adapun perbaikan-perbaikan pada siklus II antara lain:
1. Menyiapkan dan memperhatikan kondisi belajar yang kondusif
dan menyenangkan bagi siswa dengan melibatkan siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran.
2. Guru lebih maksimal merealisasikan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3. Guru harus lebih aktif dan detail menjelaskan dan mengoptimalkan
desain pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dalam pembelajaran
4. Guru harus lebih maksimal memotivasi siswa agar lebih semangat
dan antusias dalam kegiatan pembelajaran, siswa di berikan
rangsangan agar aktif bertanya dan mengemukakan pendapatnya.
Siklus II
Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II merupakan tahap perbaikan dari
siklus I, perbaikan dimulai dengan menyiapkan rencana pembelajaran
yang menggunakan pendekatan pembelajaran yang sama yaitu
pendekatan kooperatif teknik jigsaw namun lebih dioptimalkan lagi
selain itu menyiapkan alat atau media yang sesuai dan lebih bervariatif.
Pembelajaran siklus II dilakukan dalam dua kali pertemuan yang
berlangsung selama 2 x 35 menit rangkaian kegiatannya tersusun dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pertemuan pertama dengan
indikator meramalkan cuaca dan proses terjadinya hujan sedangkan
Pada rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP) pertemuan dua indikator
yang ditetapkan adalah kegiatan manusia yang dipengaruhi cuaca
247
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Tindakan
Pada tahap ini, guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan kooperatif teknik jigsaw dan media
gambar yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Langkah-langkah tindakan kegiatan pembelajaran sebagai
berikut.
Pertemuan I
1. Mengajak siswa untuk membaca doa sebelum pembelajaran
dimulai
2. Mengecek kehadiran siswa dan mendoakan siswa yang sedang
sakit
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini dan mengulang
penjelasan model pembelajaran teknik jigsaw
4. Meminta siswa untuk membentuk kelompok dengan cara
berhitung 1 sampai 5, siswa yang mendapat nomor yang sama
bergabung dengan temannya
5. Guru membagikan materi bahan diskusi kelompok dan meminta
siswa membentuk tim ahli
6. Guru melibatkan peseta didik mendemonstrasikan proses
terjadinya hujan
7. Guru meminta tim ahli kembali ke kelompok asal dan
mendiskusikan materi
8. Guru menugaskan kelompok asal untuk mempresentasikan hasil
diskusi mereka di depan kelas
9. Meminta kelompok lain untuk menanggapinya
10. Memberikan soal-soal kuis dan memberikan penghargaan bagi
kelompok yang skornya tinggi
11. Membuat kesimpulan bersama siswa
12. Memberikan soal latihan berbentuk pilihan ganda
Pertemuan II
1. Mengajak siswa untuk membaca doa sebelum pembelajaran
dimulai
2. Mengecek kehadiran siswa dan mendoakan siswa yang sedang
sakit
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini dan mengulang
penjelasan model pembelajaran teknik jigsaw
248
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi kegiatan siswa dan
guru, kegiatan observasi dilakukan dua kali yaitu pada pertemuan 1
(Rabu, 28 Mei 2014) dan pertemuan 2 (Jumat, 30 Mei 2014).
249
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Refleksi
1. Dari pertemuan yang dilakukan secara keseluruhan, peserta didik
telah berperan aktif selama proses pembelajaran, hanya terlihat
beberapa orang saja yang masih pasif
2. Peserta didik menjadi paham dan mengerti terhadap materi
pembelajaran pada konsep cuaca
3. Pembelajaran kooperatif teknik jigsaw sangat membantu siswa
dalam memahami konsep cuaca
4. Hampir seluruh siswa berperan aktif dalam seluruh kegiatan
pembelajaran dan terlihat sangat antusias
5. Pada saat diskusi kelas, siswa sudah berperan aktif dalam
menjawab pertanyaan dan memberikan pernyataan
6. Waktu yang tersedia untuk pembelajaran dan diskusi sudah
mencukupi
7. Data observasi kegiatan siswa pada siklus II menunjukkan hasil
yang lebih meningkat dengan persentase pertemuan kesatu
76,20% dan pertemuan kedua 77,80% berkategori sangat baik
8. Data observasi kegiatan guru pada siklus II menunjukkan hasil
yang lebih maksimal dengan persentase pertemuan kesatu 76,10%
dan pertemuan kedua 77,60% berkategori sangat baik
9. Hasil nilai tes pada siklus II ini menunjukkan jumlah siswa yang
mencapai KKM adalah 86%. Persentase siswa yang mencapai
KKM sudah melampaui target yaitu 75% dari keseluruhan siswa.
Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II terlihat hasil belajar
siswa pada konsep cuaca memenuhi indikator yang peneliti harapkan
yakni sebesar 86% lebih dari yang ditargetkan pada indikator
ketercapaian sebesar 75%. Oleh karena itu peneliti memutuskan
untuk menghentikan pemberian tindakan berupa pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kooperatif teknik jigsaw pada konsep cuaca
dan dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan terhadap hasil
belajar siswa pada konsep cuaca dengan menggunakan pendekatan
kooperatif teknik jigsaw pada nilai post-test disetiap siklusnya.
Pembahasan
Sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kooperatif teknik jigsaw, proses pembelajaran IPA lebih
didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Selain itu faktor penyebab rendahnya
hasil belajar siswa adalah kurangnya pemahaman terhadap konsep
cuaca karena cara belajar siswa yang lebih dominan bersifat hafalan.
250
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
251
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw yang
dirancang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada setiap siklus.
Pada siklus I hasil belajar siswa diperoleh persentase angka sebesar
50% dan pada siklus II diperoleh hasil belajar siswa dengan persentase
sebesar 86%. Penelitian ini dihentikan sampai siklus II karena telah
memenuhi indikator keberhasilan penelitian.
Daftar Pustaka
252
PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD/MI:
WHY NOT?
Alek
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: alek_uinjkt@yahoo.com
253
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Banyak pro dan kontra mengenai pengajaran bahasa Inggris
di sekolah, terutama sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI). masing-masing pihak memiliki alasan dan argumentasi
tersendiri dalam mendukung sikap dan pendapatnya. Mencermati
kegiatan penelitian ilmiah berkaitan dengan topik ini tidaklah sedikit
bermunculan. Ada sebagian pihak melakukan penelitian tentang
impelemntasi kebijakan dan dasar pemikiran tentang pengajaran
bahasa Inggris kepada tingkat sekolah dasar, ada juga pihak meneliti
dan mengkaji dari aspek teori, sementara pihak yang lainnya meneliti
dari aspek kenyataan di lapangan, di lain pihak ada yang meneliti
dan meninjau dari aspek kualitas guru yang mengajarnya, dan yang
terakhir ada yang meneliti tentang penggunaan metode/strategi serta
perangkat yang digunakan dalam mengajarkannya.
Sebagai puncak dari polemik tentang penghapusan pengajaran
dan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah tingkat dasar disepakati
hanya sebagai kegiatan ekskul atau sebagian yang lain menyebutnya
sebagai program muatan lokal. Alasan penghapusan bahasa Inggris
dari kurikulum SD didasari kekhawatiran akan membebani siswa dan
memprioritaskan daripada penguasaan bahasa Indonesia atau bahkan
dapat mengancam penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, termasuk dapat menghilangkan rasa nasionalisme calon
generasi penerus bangsa atau putra-putri tunas negeri tercinta ini.
Pembahasan
Sebelum pro dan kontra begitu mengemuka tentang bisa
tidaknya pengajaran bahasa Inggrisi di SD/MI, matapelajaran bahasa
Inggris di SD/MI sebenarnya telah diajarkan selama kurang lebih
satu dasawarsa. Pada awal mula rujukan tentang pelaksanaan
pengajaran bahasa Inggris di SD/MI adalah Kepmen Depdikbud
RI No. 0487/4/1992, Bab VIII, menyatakan bahwa sekolah dasar dapat
menambah matapelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu
tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Di samping
254
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
255
Professional Learning untuk Indonesia Emas
256
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
257
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Dari uraian singkat di atas, bisa kita simpulkan bahwa: (1) Semakin
dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa
itu. McLaughlin dan Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih
cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan
dengan orang dewasa; (2) sebelum masa pubertas, daya pikir (otak)
anak lebih lentur. sehingga, ia lebih mudah belajar bahasa. Sedangkan
sesudahnya akan makin berkurang dan pencapaiannya pun tidak
maksimal; (3) Pangajaran Bahasa Inggris di SD merupakan masa
emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa
pertama). Alasannya, otak anak masih elastis dan lentur, sehingga
proses penyerapan bahasa lebih mulus serta daya penyerapan bahasa
pada anak berfungsi secara otomatis; (4) Pembelajaran bahasa Inggris
pada usia SD/MI bersifat dinamis dan senantisa mengalami kemajuan
yang lebih cepat. Namun demikian, perlu didukung oleh pengajar/
pendidik yang memahami kebutuhan anak (kompeten) melalui
perencanaan, pembimbingan, dan penyediaan sarana penunjang
yang memadai; dan terakhir (5) Keberhasilan seseorang dalam belajar
bahasa asing, tidak tergantung pada kemampuan intelektual atau
kecakapan bawaan berbahasa, tetapi sangat ditentukan oleh motif
atau kebutuhan dan tujuan yang didukung oleh lingkungannya.
258
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
259
Professional Learning untuk Indonesia Emas
260
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
BAHASA INGGRIS DENGAN PENERAPAN
PEMBELAJARAN AKSELERASI
(Penelitian Tindakan di Kelas 7 pada Madrasah Tsanawiyah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Neneng Sunengsih
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : sunengsihneneng@yahoo.com
Pendahuluan
Penguasaan keterampilan berbicara bahasa Inggris (KBBI) bagi
siswa Madrasah Tsanawiyah merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai disamping keterampilan menyimak, membaca dan
menulis. KBBI ini sangat diperlukan bagi siswa setelah menyelesaikan
studinya antara lain untuk menghadapi ujian wawancara memasuki
dunia kerja, berkomunikasi dengan orang asing, melakukan negosiasi
bisnis atau bila siswa akan melanjutkan di perguruan tinggi dalam dan
luar negeri. Banyak tawaran beasiswa yang berasal dari negara-negara
luar yang dapat diambil oleh siswa Indonesia yang ingin melanjutkan
sekolah atau kuliah di luar negeri. Tentu saja bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa lisan. Oleh karena itu, sejak dini siswa harus
dibekali keterampilan berbicara bahasa Inggris.
Namun pada kenyataannya, penguasaan siswa terhadap
keterampilan berbicara bahasa Inggris khususnya di Madrasah
Tsanawiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih
rendah. Hal ini dibuktikan dari jarangnya siswa menggunakan bahasa
Inggris saat pelajaran bahasa Inggris berlangsung. Berdasarkan hasil
wawancara awal dengan guru bahasa Inggris menunjukkan bahwa
siswa kurang termotivasi berbicara bahasa Inggris. Siswa malu untuk
berbicara bahasa Inggris dan takut berbuat kesalahan baik kesalahan
mengucapkan kata-kata, tatabahasa, pilihan kata, atau menggunakan
ungkapan-ungkapan yang kurang tepat.
Demikian juga halnya ketika guru bahasa Inggris berkomunikasi
dengan para siswa, masih banyak kesalahan siswa dalam merespon
guru berbicara bahasa Inggris baik pengucapan, kosa kata, tata bahasa,
pemahaman, dan kefasihan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sudah berbagai usaha
dilakukan antara lain: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mendengarkan guru berbicara terlebih dahulu; baru siswa terdorong
untuk berbicara; guru memotivasi siswa dengan cara mencatat bagi
261
Professional Learning untuk Indonesia Emas
yang mau berbicara bahasa Inggris; untuk mencatat siswa yang mau
berbicara bahasa Inggris, guru menentukan wasit yakni siswa secara
bergantian ditugaskan mengontrol siswa lain yang mau berbicara
dalam bahasa Inggris. Di samping itu, pihak sekolah melakukan
kegiatan ekstra kurikuler melalui student company dengan membentuk
English Club. Pihak sekolah juga mengirimkan para guru untuk
mengikuti seminar, workshop, pelatihan tentang pembelajaran bahasa
Inggris. Namun usaha-usaha yang dilakukan oleh guru maupun pihak
sekolah belum dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa
dalam berbicara bahasa Inggris.
262
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pembahasan
Data penelitian ini mencakup data pra-observasi, hasil siklus
pertama, siklus kedua, dan siklus ketiga.
1. Pra-observasi
Pada tahap pra-observasi, keterampilan berbicara bahasa Inggeris
siswa masih mengalami kesalahan dalam hal kemahiran lafal, tata
bahasa, kosa kata, kelancaran maupun pemahaman.
Pada tahap pra-observasi ini juga dilakukan tes awal. Dilihat dari
hasil tes awal keterampilan berbicara bahasa Inggris yang meliputi
kemahiran lafal, kosa kata, tata bahasa, kelancaran dan pemahaman,
siswa memperoleh rata-rata sebesar 34,09. Jika dibanding dengan
penguasaan 85 % atau siswa memiliki rata-rata skore 85 maka
penguasaan keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa masih
tergolong kategori rendah.
2. Siklus Pertama
Setelah dilaksanakan pra-observasi maka dilaksanakan siklus
pertama yang terdiri dari kegiatan merencanakan tindakan,
melaksanakan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Perencanaan
tindakan terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1). Tindakan direncanakan dengan melibatkan satu guru mitra dan
satu guru bantu sebagai kolaborator yang bersama-sama dengan
peneliti bertindak sebagai pengamat di dalam kelas. Guru mitra
bertugas melaksanakan kegiatan pembelajaran sedangkan
kolaborator dan peneliti melakukan pengamatan, mencatat segala
proses kegiatan yang terjadi di dalam kelas. Hasil pengamatan ini
didiskusikan bersama sebagai masukan bagi pelaksanaan yang
kemudian akan direfleksikan kembali.
2). Kelas ditata dengan cara menyusun kursi siswa dalam bentuk
U-shape. Penataan kelas ini bertujuan agar siswa mudah
memusatkan perhatian saat dilakukan drama tentang dialog yang
dipelajari.
3). Kegiatan pembelajaran direncanakan dalam 3 tahap yakni
(1) persiapan, (2) penyajian, (3) review dan elaborasi.
263
Professional Learning untuk Indonesia Emas
264
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
3. Siklus Kedua
Kegiatan pembelajaran siklus kedua lebih ditekankan pada
aktivitas memahami dialog dengan menghubungkan proses dialog
dengan gambar. Dengan memahami gambar, siswa ingat ungkapan
dialog yang telah didengarnya melalui aktivitas menyimak dialog
dengan diiringi musik aktif dan musik pasif pada aktivitas menyimak
kedua. Gambar bertujuan mengaktifkan fungsi otak kanan agar siswa
belajar lebih menyenangkan sehingga belajar berbicara terasa lebih
mudah. Ungkapan-ungkapan bahasa Inggris diingat manakala disertai
gambar. Apalagi ada beberapa ungkapan yang pola kalimatnya
berbeda-beda. Perbedaan ini akan terasa ringan untuk diingat dan
diproduksi dalam bentuk ujaran apabila siswa mengingat gambar
bersamaan dengan mengingat ungkapan-ungkapan.
Selain itu, pada siklus kedua ini, guru mitra memberi lagu untuk
mengiringi senam otak dengan irama lagu menanam jagung agar
siswa lebih rileks dan senang dalam belajar. Dengan lagu, pikiran
siswa akan lebih segar dan siap untuk menerima pelajaran karena
otak reptil dan otak limbiknya sebagai pusat emosi dapat dirangsang
sehingga pelajaran mudah masuk ke memori jangka panjang.
Pada siklus kedua ini pula siswa mulai berpraktek mendramakan
dialog yang sedang dan telah dipelajari karena dialog pertama dan
kedua berkelanjutan. Dengan demikian, siswa mudah mengingat
urutan kejadian dalam dialog dan pada saat yang bersamaan siswa
lebih mudah pula mengekspresikan ungkapan-ungkapan yang ada
dalam dialog dengan bantuan gambar situasi atau konteks dialog.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa : (1) pelaksanaan
pembelajaran pada siklus kedua ini secara umum siswa sudah mulai
terbiasa dengan tindakan-tindakan yang dilakukan guru mitra dalam
kegiatan pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran akseleratif,
(2) Siswa lebih gembira melaksanakan senam otak dengan iringan lagu,
(3) Menghubungkan dialog dengan gambar telah diupayakan guru
mitra namun belum intensif, (4) Praktek percakapan dalam kelompok
kecil sudah dilakukan guru mitra secara intensif sehingga penguasaan
dialog sudah lebih merata, (4) Siswa terampil mendramakan dialog
yang sedang dipelajari dengan dialog yang telah diajarkan pada siklus
pertama, walaupun untuk mengingat dialog pertama diperlukan
waktu beberapa saat.
Data yang terkumpul dan berdasarkan hasil evaluasi yang
265
Professional Learning untuk Indonesia Emas
4. Siklus Ketiga
Pembelajaran pada siklus ketiga ini secara umum dapat dilihat
bahwa siswa sudah terbiasa dengan tindakan-tindakan yang dilakukan
266
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
267
Professional Learning untuk Indonesia Emas
268
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
269
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan
pembelajaran akseleratif dapat meningkatkan keterampilan berbicara
bahasa Inggris. Hal tersebut dapat terlihat dari ciri-ciri sebagai berikut,
antara lain: (a) Siswa sangat antusias dalam menghadapi pelajaran
bahasa Inggris, (b) siswa tidak ragu-ragu berbicara dalam bahasa
Inggris, dan (c) kesalahan pada lafal, kosakata, tatabahasa, kelancaran
serta pemahaman siswa sudah mulai berkurang. Hal ini dapat
terjadi karena dalam pembelajaran akselerasi dapat mengaktifkan
dua jenis media yang dimiliki manusia sekaligus yakni mengaktifkan
medium aural atau abstrak dan medium visual atau konkrit, mampu
menciptakan suatu proses belajar sadar dan ambang sadar (dual plane
behavior), dapat mengoptimalkan potensi siswa melalui intervensi
sugestif, dan mampu mengaktifkan seluruh fungsi otak dalam belajar
(whole brain learning) baik fungsi otak reptil, otak limbik, maupun
otak belajar (neo-cortex) yang terdiri dari otak kanan dan otak kiri.
Peningkatan keterampilan berbicara siswa sangat signifikan dilihat
dari hasil pengukuran harga t hitung pada pre tes dan pos tes yang
diambil dari awal tindakan sampai dengan siklus akhir. Pada siklus
pertama berdasarkan catatan lapangan dan hasil diskusi guru mitra,
kolaborator, dan peneliti diperoleh data dari 35 orang siswa terdapat
18 siswa atau 51 % yang menunjukkan peningkatan keterampilan
berbicara bahasa Inggris dengan kriteria meningkatnya skor di bidang
lafal, kosa kata, tata bahasa, kelancaran dan pemahaman. Pada siklus
kedua berdasarkan catatan lapangan dan hasil diskusi guru mitra,
kolaborator dan peneliti diperoleh data dari 35 orang siswa terdapat
29 siswa atau 83 % yang menunjukkan keterampilan berbicara bahasa
Inggrisnya telah meningkat. Pada siklus ketiga menurut catatan
lapangan dan hasil diskusi guru mitra, kolaborator dan peneliti
diperoleh data dari 35 orang anak terdapat 33 siswa atau 94 % yang
menunjukkan tingkat keterampilan berbicara bahasa Inggrisnya
meningkat.
270
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
271
Professional Learning untuk Indonesia Emas
international, 1989
Lindsay, Peter H. & Donald A. Norman. Human Information Processing:
An Introduction to Psychology. New York: Academic Press, Inc,
1977
Lubis, Yusnaini. Developing Communicative Proficiency in the English as a
Foreign Language Class. Jakarta: Depdikbud, 1988
Luoma, Sari. Assessing Speaking. Cambridge: Cambridge University
Press, 2004
McCarthy, Michael. Spoken Language and Applied Linguistics. Cambridge:
Cambridge University Press, 2003
Meier, Dave. The Accelerated Learning Handbook : A Creative Guide to
Designing and Delivering Faster, More Effective Training Programs.
New York: McGraw-Hill, 2000
Mills, H. R. Teaching and Training: A Handbook for Instructors. London:
Macmillan Press, Ltd,1979.
Moor, Bridley. Accelerated Learning. 2003 (http://www.accelerated-
learning.com/forlang.html)
Mulgrave, Dorothy. Speech: A Handbook of Voice Training Diction and
Public Speaking. New York: Barnes and Noble, Inc, 1957
Nggermanto, Agus. Quantum Quotient: Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ
dan SQ yang Harmonis, Bandung: Penerbit Nuansa, 2001
Nora, Elvi Novia.Hubungan antara Minat Terhadap Mata pelajaran
Bahasa Inggris dan Intelegensi dengan Keterampilan Berbicara
Bahasa Inggris Siswa SMU Negeri 8 Pekanbaru. Tesis. Yogyakarta:
Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, 1999
Nunan, David. Designing Tasks for the Communicative Classroom.
Cambridge: Cambridge University Press, 1993
Organization. Skills. 2006 ( http://www.ntatt.org/glossary.html)
Ovando, Carlos J., et.al. Bilingual and ESL Classrooms: Teaching in
Multicultural Contexts. Boston: McGraw Hill, 2006
Patrick, J. Training: Research and Practice. London: Harcourt Brace
Jovanovich, Publishers,1992
Porter, Bobbi De & Mike Hernacki. Quantum Learning: Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Dialihbahasakan oleh
Alwiyah Abdurrahman, Bandung: Kaifa, 1999
-------------, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. Quantum Teaching:
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas.
dialihbahasakan oleh Ary Nilandari, Bandung: Kaifa, 2001
Reid, Joy M. (ed.). Learning Styles in the ESL/EFL Classroom. New York:
Heinle & Heinle Publishers, 1995
272
-------------------------. Understanding Learning Styles in the Second Language
Classroom. New Jersey: Prentice Hall, 1998
Richard, Jack C. & Theodore S. Rodgers. Approaches and Methods in
Language Teaching, Cambridge: Cambridge University Press,
2001
-------------------- & Willy A. Renandya (ed). Methodology in Language
Teaching : An Anthology of Current Practice, Cambridge :
Cambridge University Press, 2002
Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl. Accelerated Learning for the 21st
Century: Cara Belajar cepat abad XX, diterjemahkan oleh Dedy
Ahimsa. Bandung: Penerbit Nuansa, 2002
Sabardi.Penyimpangan dan Perbaikan Komunikasi Verbal
Mahasiswa di dalam Kelas Percakapan Bahasa Inggris. Tesis.
Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang, 1994
Sonneman, Milly R. Mahir Berbicara Visual. Dialihbahasakan oleh Budi
Juliman, Bandung: Kaifa, 2002
Spolsky, Bernard (ed). Concise Encyclopedia of Educational Linguistics,
Amsterdam: Elsever, 1999
The American Heritage Skill. (http://www.thefreedictionary.com/
skill). 2003
Widdowson, H.G. Teaching Language as Communication. Oxford: Oxford
University Press, 1978
Zohar, Danah dan Ian Marshall. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan.
Dialihbahasakan oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani,
dan Ahmad Baiquni, Bandung:Mizan, 2001
273
PENGARUH PENDEKATAN LINGKUNGAN
SEBAGAI SUMBER BELAJAR TERHADAP HASIL
BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI
GERAK DAN GAYA DI KELAS IV SDN 14
PONDOK LABU JAKARTA
Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata
pelajaran di sekolah dasar. IPA merupakan ilmu yang bersifat empirik
membahas fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam adalah bahan
kajian dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA harus menyajikan
materi secara real juga faktual. Namun hal tersebut tidak dapat
dijumpai dalam kenyataanya. Selama ini pembelajaran IPA yang
diterima oleh peserta didik cenderung verbalistik sehingga kurang
bermakna dan menjenuhkan. Hal ini sejalan dengan hasil observasi
di SD Negeri 14 Pagi Pondok Labu, dimana sebagian besar guru
274
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
275
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pembahasan
Hasil penelitian terhadap kelompok eksperimen dan kontrol
pada saat pretest sebelum pemberina perlakuan berupa pendekatan
lingkungan dan posttest setelah diberikan perlakuan pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak menggunakan
pendekatan lingkungan, hasinya diperoleh sebagai berikut:
Tabel 1 Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
276
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
277
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Data Kes-
Sampel (n) Mean thitung ttabel imp-
ulan
Eksperimen 34 44,59 thitung < ttabel H0
Pretest 71,28 -0,22 2,00
Kontrol 34 48,47 diterima
Eksperimen 34 81,29 thitung >ttabel H0 di-
Posttest 7,375 9,26 2,00
Kontrol 34 64,71 tolak
278
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
279
Professional Learning untuk Indonesia Emas
280
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Penutup
Pembelajaran IPA berbasis lingkungan sebagai sumber belajar
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik pada materi gerak
dan gaya di kelas IV SDN 14 Pondok Labu Jakarta tahun pelajaran
2013/2014. Pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan
mengingat, memahami, dan mengaplikasikan.
Peneliti sangat menyarankan pada para guru-guru di tingkat
sekolah dasar untuk menanamkan sikap logis, kritis dan sistematis
dalam menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep pada pembelajaran
IPA. Dengan demikian IPA dapat menjadi wahana untuk mempelajari
diri sendiri, alam sekitar, serta dapat menerapkannya dalam
281
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
282
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL KOMIK
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI
KELAS III SEKOLAH DASAR KARTIKA I-10
PADANG
Dedek Kustiawati
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : meza_rakaputrabed@yahoo.com
Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mempunyai peranan penting dalam menunjang berkembangnya Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Pentingnya peranan matematika
menjadikan matematika dipelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai
283
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Nilai Rata-rata
No Kelas Jumlah Siswa
UH 1 UH 2
1. III A 34 5,31 5,30
2. III B 34 5,29 5,31
3. III C 37 5,24 5,40
284
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
285
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Metode
Jenis penelitian ini merupakan eksperimen semu (quasi
eksperimen). Moh Nazir (1985:85) mengemukakan bahwa penelitian
eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek dan adanya kontrol. Selanjutnya Nasution
S (1996:30) mengemukakan:
Dalam penelitian eksperimental terdapat kelompok yang disebut
kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja dipengaruhi
oleh variabel-variabel tertentu dan kelompok kontrol, yaitu kelompok
yang tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel itu. Adanya kelompok
kontrol dimaksud sebagai pembanding hingga manakah terjadi
perubahan akibat variabel-variabel eksperimen itu.
Dalam penelitian digunakan dua kelas yang menjadi sampel.
Kedua kelas dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
286
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Jumlah
Laki-laki (B1) Perempuan (B2)
Perlakuan
Eksperimen (A1) A1B1 A1B2 A1B1+ A1B2
Kontrol (A2) A2B1 A2B2 A2B1+ A2B2
Jumlah A1B1+ A2B1 A1B2+ A2B2
Keterangan :
A1B1 = Kelompok siswa laki-laki yang pembelajarannya meng-
gunakan model komik
A1B2 = Kelompok siswa perempuan yang pembelajarannya
menggunakan Komik
A2B1 = Kelompok siswa laki-laki dengan pembelajaran kon-
vensional
287
Professional Learning untuk Indonesia Emas
288
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Hasil Penelitian
Berikut disajikan data hasil belajar matematika sebagai hasil
perlakuan penggunaan model komik di eksperimen dan konvensional
di kelas kontrol dalam pembelajaran matematika di kelas III Sekolah
Dasar Kartika
I-10 Padang. Rincian data hasil belajar matematika siswa dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut.
289
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Sumber
JK db KT Fh Fa Ket
Keragaman
Perlakuan 1600,35 1 1600,35 13,28 4,02 Tolak H0
Kelompok 1,02 1 1,02 0,0085 4,02 Terima H0
Interaksi 527,79 1 527,79 4,38 4,02 Tolak H0
Galat 6629,46 55 120,54
Total 8758,62 58
F(0,05;1,55)
Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa untuk hipotesis
satu, Fhitung > Ftabel. ini berarti hasil belajar matematika siswa yang diajar
menggunakan model komik lebih tinggi dari hasil belajar matematika
siswa yang diajar secara konvensional. Sedangkan untuk hipotesis
kedua disimpulkan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar siswa laki-laki dan siswa perempuan, ini dapat
dilihat dari hasil perhitungan uji F yang mengungkapkan Fhitung < Ftabel.
Untuk hipotesis ketiga dapat disimpulkan Terdapat interaksi antara
penggunaan model komik dalam pembelajaran matematika dengan
perbedaan gender dalam mempengaruhi hasil belajar matematika
siswa, karena Fhitung > Ftabel.
Pembahasan
Hasil belajar matematika siswa pembelajarannya menggunakan
model komik lebih baik dari pembelajaran konvensional.
Model Pembelajaran menggunakan komik adalah suatu model
pembelajaran matematika yang penyajian pembelajarannya dalam
bentuk komik dan pendekatannya terpusat pada siswa. Sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Muliyardi (2005:52), komik merupakan
salah satu alat yang dapat digunakan untuk menanamkan konsep
dalam menjelaskan materi pelajaran kepada siswa SD. Penggunaan
komik dalam pembelajaran matematika membuat siswa dekat dengan
gurunya. Siswa tidak merasa takut menampilkan hasil pekerjaannya
di depan kelas. Komik dapat memberi anak pengalaman berhadapan
dengan masalah-masalah dan menganggapnya sebagai tantangan
yang mengairahkan. Komik juga dapat menancapkan pengalaman
belajar tertentu kepada anak. Anak biasanya dapat mengambil
kesimpulan dari cerita yang baru saja mereka dengar. Biasanya
setiap cerita memberikan suatu kesan kepada anak. Sesuai dengan
perkembangan kognitif anak, penataan nalar tidak harus dilakukan
290
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
291
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan, maka dapat
ditarik kesimpulan dari penelitian ini. Kesimpulan yang diambil
berlaku bagi siswa kelas III SD Kartika I-10 Padang Tahun Pelajaran
2009/2010 Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
Hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya
menggunakan model komik lebih tinggi dari hasil belajar matematika
siswa dengan pembelajaran konvensional.
Model komik dan konvensional tidak merupakan model
pembelajaran yang dikhususkan untuk siswa laki-laki ataupun
perempuan dalam pembelajaran matematika di SD, karena tidak
memberikan perbedaan hasil belajar antara kedua kelompok
pembelajaran.
Terdapat interaksi antara model komik dalam pembelajaran
matematika dengan jenis kelamin dalam mempengaruhi hasil belajar
matematika siswa.
292
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
293
Professional Learning untuk Indonesia Emas
294
PENGARUH MODUL BERBASIS MIND MAP
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA
KONSEP DINAMIKA ROTASI
295
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Pendidikan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
kualitas kehidupan manusia. Pembaharuan dalam pendidikan harus
selalu dilakukan untukmeningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas
pendidikan tersebut sangatbergantung pada proses belajar mengajar
dikelas. Terdapat empat tahap dalam proses belajar, yaitu orientasi,
latihan, umpan balik, dan tindak lanjut (Rolly R, Oroh, 2011: 3).
Proses belajar mengajar yang lengkap dapat dipenuhi salah
satunya dengan menggunakan media pembelajaran. Pada umumnya
media pembelajaran yang dijadikan sumber belajar utama siswa di
sekolah, yaitu buku pelajaran. Artinya masih banyak sekolah yang
memanfaatkan buku pelajaran sebagai sumber belajar utama siswanya.
Berdasarkan survai dengan penyebaran angket dan wawancara,
penulis mendapatkan informasi tentang kekurangan sumber belajar
yang digunakan siswa di sekolah. Menurut siswa sumber belajar yang
mereka gunakan menyajikan materi dengan bahasa yang tidak mudah
dipahami dan dengan tampilan yang tidak menarik. Menurut Rolly
R. Roh dalam proses belajar mengajar di kelas perlu diperhatikan
penggunaan bahan ajar yang dijadikan sebagai sumber belajar utama
bagi siswa dalam proses pembelajaran, karena ketepatan bentuk
penyajian bahan ajar akan membantu dalam meningkatkan hasil
belajar siswa (Rolly R, Oroh, 2011:2).
Ketepatan penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran memiliki
peran penting, salah satunya dapat mengubah peran guru dari pengajar
menjadi fasilitator sehingga dapat meningkatkan pembelajaran
yang efektif dan efisisen. Merubah peran guru menjadi fasilitator
akan membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga akan
menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar. Oleh karena itu,
guru harus menyediakan bahan ajar yang dapat digunakan sebagai
sumber belajar utama siswa serta dapat membantu siswa dalam
menumbuhkan kemandiriannya dalam belajar. Penyajian materi
dalam sumber belajar tersebut juga harus dibuat lebih menarik,
sehingga dapat mengembangkan pemahaman dan kreatifitas siswa.
Namun berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika
menyebutkan bahwa sumber belajar utama siswa yang digunakan
di sekolah tidak ada yang dibuat oleh gurunya. Seharusnya
mengembangkan bahan ajar idelanya telah dikuasai guru secara baik,
karena pengembangan bahan ajar merupakan salah satu kompetensi
yang perlu dimiliki seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.
Guru juga lebih memahami kemampuan siswanya dalam memahami
materi, sehingga guru dapat menyajikan materi dan soal-soal yang
sesuai dengan kebutuhan siswanya dalam bahan ajar yang dibuat.
296
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
297
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pretest Postest
Statistik
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
N 38 39 38 38
29,07 31,35 70,86 63,28
Standar Deviasi 10,99 11,08 11,12 10,19
thitung 0,91 3,09
ttabel 2,00 2,00
Keputusan diterima dan ditolak ditolak dan diterima
298
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
299
Professional Learning untuk Indonesia Emas
300
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
301
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh
modul berbasis mind map terhadap hasil belajar siswa pada konsep
dinamika rotasi. Hal tersebut didasarkan pada hasil hipotesis posttest
melalaui uji t dengan nilai thitung = 3,09 dan ttabel = 2,00, sehingga H1
dapat diterima karena nilai thitung > ttabel.
Secara operasional pertanyaan penelitian dapat dijawab sebagai
berikut:
1. Modul berbasis mind map memiliki karakteristik pada penyajian
materi yang lebih menarik, berwarna, dan berbeda karena adanya
mind map di dalam modul. Mind map selalu disajikan dalam
setiap awal pembelajaran. Mind map juga digunakan untuk
menyelesaikan soal dalam modul.
2. Hasil postest kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih besar
dibandingkan hasil pretest, namun terdapat perbedaan peningkatan
hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pada
kelas eksperimen hasil belajar meningkat sebesar 41,79, sedangkan
kelas kontrol sebesar 31,93. Jadi dapat dinyatakan peningkatan
hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan
modul berbasis mind map lebih besar dibandingkan kelas kontrol
yang menggunakan buku pelajaran.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran modul berbasis mind map
berada pada kategori baik.
302
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
303
Professional Learning untuk Indonesia Emas
304
MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI GAYA DAN GERAK
Ali Aziz, Meiry Fadilah Noor
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kamal Jakarta Barat, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Email: meiry.fadilah@uinjkt.ac.id
Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab I pasal I ayat (1) dikemukakan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terncana untuk mewujudkan
305
Professional Learning untuk Indonesia Emas
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Sedangkan pada pasal I ayat 2 dikemukakan bahwa
pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman (Rozak, 2010).
Kurikulum 2013 dikembangkan satuan pendidikan dengan
menggunakan acuan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang
ditetapkan secara nasional. Agar pelaksanaan kurikulum Kurikulum
2013 dapat berjalan secara maksimal, maka ada beberapa perubahan
yang harus dilakukan sekolah antara lain mengubah paradigma
pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pemelajaran
berpusat pada siswa, melaksanakan penilaian yang lebih efektif, dan
pengelolaan kurikulum berbasis sekolah yang mengacu pada visi dan
misi sekolah, mengembangkan perangkat kurikulum seperti silabus,
pemberdayaan tenaga kependidikan untuk meningkatkan mutu hasil
belajar.
Di dalam kelas terjadi proses belajar mengajar antara siswa
dengan guru. Di dalam proses belajar mengajar itu terjadi interaksi
antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa untuk
mencapai kompetensi-kompetensi yang sudah ditentukan dalam
indikator-indikator. Namun pencapaian kompetensi-kompetensi
yang harus dikuasai siswa sangat ditentukan oleh peran guru di kelas.
Guru dituntut memiliki kepandaian dalam mengelola kelas dengan
menggunakan strategi dan pendekatan-pendekatan serta metode-
metode yang tepat, sesuai dengan materi dan karakteristik siswa.
Guru harus menciptakan suasana yang menarik, sehingga peserta
didik termotivasi untuk aktif dalam proses kegiatan belajar yang
pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi hasil belajar seperti yang
di harapkan. Selain itu guru harus memahami bahwa belajar pada
hakekatnya merupakan suatu proses atau aktifitas baik secara fisik,
pikiran maupun perasaan dan hasil belajar yang diharapkan berupa
perubahan perilaku siswa baik aspek pengetahuannya, sikapnya,
maupun keterampilannya.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan atau sains yang meliputi tiga bidang ilmu dasar yaitu
biologi, fisika, dan kimia. IPA juga mempelajari tentang ilmu kealaman
yaitu ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda
mati yang diamati. Dalam menjelaskan hakikat fisika, pengertian
306
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
IPA difahami terlebih dahulu. IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu
tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang
diamati (Trianto, 2010). Penerapan IPA secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur dan sebagainya. Namun hasil studi dokumen pendahuluan
melalui observasi dan wawancara dengan guru bidang studi IPA
di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kamal didapatkan data bahwa hasil
belajar siswa pada materi gaya dan gerak pada kelas IV A semester 2
Tahun Pelajaran 2013/2014 dalam ulangan IPA yang belum mencapai
KKM ada 15 orang (40,5%) dari jumlah 37 orang, yang memperoleh
nilai kurang dari 68 yaitu KKM yang diharapkan, maka jumlah siswa
37 orang berarti yang sudah tuntas atau mencapai KKM hanya 22
orang (59,5%). Ini berarti kurang dari 75%. Menurut Djamarah &
Aswan (2009) apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses
belajar mengajar atau mencapai tarap keberhasilan minimal, optimal
bahkan maksimal maka proses belajar mengajar berikutnya dapat
membahas pokok bahasan baru. Keberhasilan belajar yang diharapkan
adalah sebanyak 75% dari jumlah siswa mendapat nilai di atas Kriteria
Ketuntasan Minimal.
Berdasarkan hasil observasi kegiatan mengajar guru ditemukan
bahwa guru belum maksimal dalam melaksanakan pembelajaran
sehingga dalam mengajar tujuannya belum mencapai hasil yang
maksimal. Oleh karena itu, agar tujuan pembelajaran mencapai
hasil yang diharapakan guru harus mengoptimalkan pelaksanaan
pembelajaran. Menurut Hadari Nawawi dalam Majid (2007), bahwa
perencanaan adalah menyusun langkah-langkah penyelesaian
suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada
pencapaian tujuan tertentu. Kenyataan tersebut maka diperlukan
suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa yang mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Pada Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) digunakan
pada Kompetensi Dasar 3.4 dan 4. 4 membuat suatu karya/model
misalnya mobil-mobilan dari bahan sederhana (kulit jeruk Bali, kardus
bekas,botol bekas minuman) dengan menerapkan Konsep gaya dan
gerak di kelas IV C semester 1 merupakan pendekatan yang mengaitkan
setiap materi dengan kehidupan nyata. Pendekatan CTL adalah salah
satu inovasi dalam memperbaiki kualitas proses belajar mengajar yang
bertujuan untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan
kreatif sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang
mandiri. Dengan kemampuan itu diharapkan lulusan menjadi anggota
307
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), yaitu suatu
penelitian untuk membantu seseorang mengatasi secara praktis persoalan
yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu mencapaian tujuan
ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati
bersama(Kunandar,2008). Fokus masalah dalam penelitian ini untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi gaya dan gerak dengan
memberikan tindakan berupa penggunaan pembelajaran pendekatan
kontekstual (CTL). Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas melalui tindakan
tertentu dalam suatu siklus serta mampu memberi solusi pada masalah
baik secara perorangan maupun keseluruhan.
Penelitian ini di sekolah dengan pembelajaran dilakukan
oleh peneliti. Observasi dilakukan oleh guru bidang studi IPA.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari beberapa siklus dan setiap
siklus meliputi tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan antara
keempat tahapan tersebut menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan
berkelanjutan yang berulang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas IV C Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kamal yang berjumlah 33
siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.
Kelas ini ditentukan berdasarkan permasalahan terhadap hasil belajar
yang telah diobservasi sebelumnya. Peran dan posisi peneliti dalam
penelitian ini adalah bertindak sebagai guru sekaligus peneliti. Dalam
penelitian ini peneliti dibantu oleh rekan sejawat yang berperan
sebagai observer yaitu mencatat segala aktifitas yang dilakukan oleh
siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
pembelajaran pendekatan kontekstual (CTL).
Data dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini
diperoleh baik dari siswa maupun guru bidang studi IPA. Data untuk
analisis terhadap proses pembelajaran diambil dari laporan hasil
belajar siswa. Data saat proses pembelajaran berlangsung diambil dari
lembar observasi, wawancara dengan siswa, serta catatan lapangan.
308
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Sedangkan sumber data hasil belajar diperoleh dari hasil test siswa
yang diberikan setiap akhir siklus.
Hasil intervensi tindakan yang diharapkan pada penelitian ini
adalah hasil belajar siswa pada materi gaya dan gerak pada aspek
kognitif mengalami peningkatan setelah proses pembelajaran
menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran siswa
aktif secara mental menemukan pengetahuan berupa konsep, prinsip
maupun keterampilan yang menjadikan pengetahuan yang mereka
dapatkan akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih
baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Keberhasilan belajar
yang diharapkan adalah lebih dari 75% dari jumlah siswa mendapat
nilai di atas Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 68.
Siklus Pertama
a. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus 1 dimulai dengan mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di sekolah. Dari penelitian pendahuluan
didapatkan bahwa pada sekolah yang akan diteliti mengalami
permasalahan pada rendahnya hasil belajar gaya dan gerak. Dari
permasalah tersebut peneliti merancang desain pembelajaran yang
dapat meningkatkan hasil belajar gaya dan gerak dengan model
pembelajaran CTL.
Desain pembelajaran yang disiapkan meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menerapkan pendekatan
kontekstual (CTL) dengan memakai metode diskusi dan unjuk kerja,
Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar obsevasi guru dan siswa, instrument
tes soal pilihan ganda, serta membentuk kelompok belajar siswa. Pada
siklus I dilakukan dalam 2 kali pertemuan, pertemuan pertama tentang
pengaruh gaya terhadap benda, pertemuan kedua tentang gaya gesek.
Pada pertemuan pertama telah dilakukan pengamatan oleh siswa
terhadap gambar-gambar, yaitu gambar mendorong dan menarik
309
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Tindakan
Pada tahap ini, guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Langkah-langkah tindakan pada siklus I dapat
disajikan pertemuan 1 dan 2. Pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung dimuat dalam catatan lapangan. Hasil dari catatan
lapangan pada siklus I tertampil pada Tabel 1.
310
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
c. Pengamatan
Selama proses dilakukannya tindakan pembelajaran dengan CTL
telah dilakukan observasi. Observasi ini bertujuan untuk menggali
kegiatan mengajar guru dan aktifitas belajar siswa. Hasil obsevasi
yang dilaksanakan selama tindakan pembelajaran gaya dan gerak
dengan menerapkan model pendekatan kontekstual (CTL), diperoleh
data bahwa ada kesesuaian cara mengajar guru dalam menerapkan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tetapi siswa belum terbiasa
dengan pembelajran model pendekatan kontekstual (CTL).
Pada tahap pendahuluan dalam hal menggali ide awal siswa,
pada tahap proses pembelajran guru berinteraksi dengan baik dan
memfasilitasi siswa dalam melakukan diskusi. Peran guru pada saat
pembelajaran tidak mendonegeriasi kelas, tetapi memberikan banyak
waktu untuk siswa terlibat langsung. Pada bagian penutup guru
membantu siswa dalam menyimpulkan materi yang dipelajarinya.
Pembelajaran yang telah teramati, selanjutnya diujikan dengan
pemberian tes. Adapun hasil tes belajar siswa pada siklus I dapat
dilihat pada Tabel 2.
311
Professional Learning untuk Indonesia Emas
e. Refleksi
Pada siklus I terdiri dari dua pertemuan yang dilakukan secara
keseluruhan siswa telah berperan aktif selama proses pembelajaran.
Akan tetapi ada sedikit siswa yang kelihatan pasif khususnya
pada saat berdiskusi dalam proses menemukan konsep berkaitan
dengan membuat kesimpulan materi gaya dan gerak. Pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada materi gaya
dan gerak masih terdapat kekurangan. Sehingga perlu dilakukan
perbaikan. Adapun kekurangan dan perbaikan yang terdapat pada
siklus I dapat diuraikan pada Tabel 3.
312
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
313
Professional Learning untuk Indonesia Emas
f. Keputusan
Pada pelaksanaan siklus I berdasarkan tes hasil belajar siswa yang
telah dilaksanakan selama proses pembelajaran pada siklus I, bahwa
hasil belajar siswa pada materi gaya dan gerak belum memenuhi
indikator yang peneliti harapkan. Indikator yang ditetapkan oleh
peneliti yaitu sebesar 75% siswa memiliki nilai diatas KKM sekolah,
tetapi pada siklus I ini siswa yang sudah mencapai KKM hanya
mencapai 61% (20 orang dari 33 orang siswa) dan yang belum
mencapai KKM 39% (13 orang) . Dalam hal ini perlu dilakukan tindak
lanjut proses pembelajaran untuk perbaikan tindakan dan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk melanjutkan
penelitian tindakan kelas ini ke siklus II dengan adanya perbaikan-
perbaikan dari siklus I hasil refleksi.
Siklus Kedua
a. Perencanaan
Perencanaan yang akan dilaksanaka pada siklus II berdasarkan
refleksi dari siklus I yang akan merubah desain pembelajaran lebih
baik lagi. Perencanaan pada siklus II ini dimulai dengan menyiapkan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi, dan
tes pilihan ganda. Pembelajaran pada siklus II dilakukan dalam
dua kali pertemuan, setiap pertemuan berlangsung selama 2x35
menit. Pertemua pertama tentang gaya otot dan pertemuan kedua
tentang gaya grafitasi. Pada siklus 2 ini siswa melakukan kegiatan
sebagimana halnya pada siklus 1. Indikator-indikator pembelajaran
dari materi gaya dan gerak adalah: 1) Mengidentifikasi hubungan dan
pemanfaatan gaya otot dan gerak dalam kehidupan sehari-hari, 2)
Menjelaskan contoh pemanfaatan gaya otot dalam kehidupan sehari-
hari, 3) Menyusun laporan dari percobaan tentang pemanfaatan gaya
314
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
b. Tindakan
Pada tahap ini guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL). Penyusunan
tindakan kegiatan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
siklus II dilihat pada petemuan 3 dan 4. Sedangkan pengamatan selama
proses pembelajaran berlangsung dimuat dalam catatan lapangan
(Tabel 5).
315
Professional Learning untuk Indonesia Emas
c. Pengamatan
Kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran diamati
dengan menggunakan lembar observasi. Hasil observasi kegiatan
guru dan siswa menunjukkan kesesuaian cara mengajar guru dalam
menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan siswa
sudah mulai memahami pembelajaran dengan pendekatan konteksrual
(CTL).
d. Hasil Belajar
Pengukuran peningkatan hasil belajar siswa dari aspek kognitif
pada siklus II dilakukan tes hasil belajar. Adapun hasil tes belajar
siswa dapat dilihat pada Tabel 9.
316
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
e. Refleksi
Berdasarkan proses pembelajaran pada siklus II ini tampak siswa
mampu belajar mandiri, lebih kondusif, dan turut aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa yang sulit mengembangkan kemampuan
berfikirnya dalam memehami konsep materi mulai dapat mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan baik.
Pada siklus II sudah bisa dikatakan efektif hal tersebut dapat
terlihat dari siswa yang sudah mulai terbiasa belajar secara individual
maupun kelompok dengan menerapkan pendekatan kontekstual (CTL).
Walaupun banyak sekali peningkatan dalam proses pembelajaran
menggunakan pendekatan CTL dari siklus I ke siklus II akan tetapi
masih ada sedikit kekurangan yang ada pada komponen kontekstual
(Contextual Teaching And Learning). Uraian kekurangan dan perbaikan
dari komponen CTL pada siklus II adalah sebagai berikut :
317
Professional Learning untuk Indonesia Emas
f. Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh nilai rata-rata untuk
tes hasil belajar siswa adalah 72, nilai tersebut lebih baik dari siklus
I. Hal tersebut dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai
mencapai KKM (68) sebanyak 79% (26 orang siswa dari 33 orang) dan
yang belum mencapai KKM sebanyak 21% (7 orang). Hasil belajar
siswa dan dari aktifitas belajar siswa sudah ada peningkatan yaitu
mencapai indikator keberhasilan diatas 75 %. Oleh karena itu dapat
diambil keputusan bahwa siklus sudah dapat dihentikan.
Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas yaitu dengan
menerapkan pendekatan Contextual teaching and Learning (CTL) pada
materi gaya dan gerak hasil belajar siswa mengalami peningkatan.
Pada siklus I hasil belajar siswa memperoleh rata-rata 64 yang sudah
memenuhi indikator KKM (68) sebanyak 20 siswa (60,60%) dan yang
belum memenuhi indikator KKM sebanyak 13 siswa (39,39%) . Hal ini
mungkin disebabkan siswa masih belum mengerti bagaimana konsep-
konsep CTL yang baru mereka dapatkan, selama proses pembelajaran
guru bidang studinya belum pernah menerapkan pendekatan seperti
318
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditemukan
bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
319
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
320
MODEL PEMBELAJARAN GROUP
INVESTIGATION TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN MAHASISWA
321
Professional Learning untuk Indonesia Emas
perbedaan hasil rata-rata UTS dan UAS yaitu 12,31 untuk nilai
UTS dan 9,71 untuk nilai UAS. Selain itu, pemahaman konsep
pengantar akuntansi mahasiswa yang pembelajarannya dengan
menggunakan model group investigation lebih tinggi daripada
pemahaman konsep pengantar akuntansi mahasiswa yang
proses pembelajarannya menggunakan cara konvensional yaitu
ceramah, latihan dan tugas. Hal ini dibuktikan melalui hasil
uji t sebesar 3,834 dengan nilai sig (2-tailed) 0,000 < (0,05),
sehingga bisa disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya Model
Group Investigation berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
mahasiswa.
Pendahuluan
Peranan Akuntansi di perusahaan merupakan suatu hal yang
penting dilakukan, karena melalui Peranan Akuntansi maka perusahaan
akan mampu menilai kinerja perusahaan melalui pencatatan aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dengan informasi seperti
itu, maka bisa membantu pihak manajemen untuk menentukan
kebijakan yang terbaik berkenaan dengan aktivitas tersebut apakah
akan dilakukan ekpansi, tambahan modal, atau bahkan merumahkan
karyawan (memecat karyawan).
Untuk menghasilkan informasi akhir dari proses akuntansi ini,
maka diperlukan tahapan-tahapan proses pencatatan melalui siklus
akuntansi mulai dari mengumpulkan bukti transaksi yang selanjutnya
di catat dalam jurnal umum yang kemudian diposting dalam buku besar
kemudian disusun neraca saldo, lalu dibuat ayat jurnal penyesuaian
yang kemudian diposting kembali ke buku besar atau bisa dilakukan
dengan bantuan worksheet atau lembar kerja kemudian disusun dalam
neraca saldo setelah penyesuaian baru dibuat laporan keuangan yang
terdiri dari laporan laba rugi, laporan perubahan modal, Neraca, dan
laporan arus kas.
Semua tahapan proses akuntansi pertama kali akan ditemukan
atau dipelajari melalui mata kuliah pengantar akuntansi. Namun,
secara umum mahasiswa merasa kesulitan tatkala dihadapkan pada
penyelesaian soal tentang penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan
pengalaman penulis sebagai pengajar mata kuliah pengantar akuntansi
selama 5 tahun, tingkat kesulitan berasal dari pemahaman tentang
akun yang muncul dari transaksi, bahkan kejadian dari transaksi
yang terjadi saja mahasiswa masih bingung pada saat dicatat dalam
jurnal sampai pada tahapan penyusunan laporan keuangan. Mereka
322
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
bingung kenapa kas di debet dan modal di kredit, atau bahkan pada
saat penyusunan laporan keuangan kenapa hanya akun pendapatan
dan beban saja yang ada di laporan laba rugi kenapa modal tidak
dimasukkan dalam penghitungan laba rugi, dan masih banyak lagi
kebingungan-kebingungan mahasiswa berkaitan dengan penyusunan
laporan keuangan pada mata kuliah pengantar akuntansi baik
perusahaan jasa maupun perusahaan dagang.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa sistem sosial yang
berkembang adalah minimnya arahan dosen. Padahal pembelajaran
secara demokratis, Dosen dan mahasiswa memiliki status yang sama
yaitu menghadapi masalah. Dengan demikian interaksi diantara
keduanya dilandasi oleh kesepakatan. Dosen lebih berperan sebagai
konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, sehingga peran
tersebut berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan
fokus masalah pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan.
Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi
yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh
informasi tersebut. Sedangkan, Pemaknaan perseorangan berkenaan
dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok dan bagaimana
membedakan kemampuan perseorangan.
Hal ini tercermin dari Model pembelajaran yang selama ini di
lakukan dengan cara memberikan penjelasan (metode ceramah)
yang di dalamnya aktivitas dosen lebih mendominasi kelas sehingga
mahasiswa hanya menerima saja apa yang disampaikan dosen,
begitupun aktivitas mahasiswa untuk menyampaikan pendapat
sangat kurang karena mahasiswa hanya bertanya berkaitan dengan
materi yang kurang dipahami, sehingga mahasiswa menjadi pasif
dalam belajar. Selain itu mahasiswa kurang diberikan kesempatan
untuk berdiskusi satu sama lain baik dalam pembelajaran maupun
dalam mengerjakan soal latihan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis secara langsung dengan
beberapa mahasiswa baik jurusan Pendidikan IPS, Manajemen
Pendidikan, Akuntansi, Manajemen, dan Sekretaris, baik yang berasal
dari lingkungan Universitas Pamulang maupun dari universitas lain,
mereka menyebutkan bahwa cara dosen menjelaskan terlalu cepat, teori
yang disajikan kurang paham apalagi jarang yang mengaplikasikan
langsung dengan realita dilapangan. Para dosen tersebut hanya
menjelaskan dalam gambaran soal yang harus diselesaikan dan
diberikan latihan serta tugas baik dikerjakan secara individu maupun
berkelompok. Ditambah lagi karakteristik dari mahasiswa yang ada
adalah heterogen, sehingga tidak semua berasal dari jurusan SMK
Akuntansi yang sebelumnya pernah belajar Akuntansi. Kebanyakan
dari mereka adalah jurusan IPA, SMK Teknik, SMK Penjualan, SMK
Sekretaris, dan Lulusan Pesantren yang sama sekali belum mengenal
323
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif,
dengan menggunakan desain penelitian quasi eksperimen melalui
postes only control group design. Dalam desain penelitian ini terdapat
dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok
pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak. Kelompok
yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok
yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Pengaruh
adanya perlakuan (treatment) adalah Y. Berikut rancangan desain
penelitiannya :
Tabel 1. Rancangan Desain Penelitian
Kelompok Variabel Terikat Postest
Eksperimen X Y
Kontrol - Y
Keterangan:
X : Pembelajarannya dengan Model Group Investigation
Y : Post-test kelompok eksperimen dan kontrol
324
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
325
Professional Learning untuk Indonesia Emas
326
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
2. Uji Homogenitas
3. Uji Hipotesis
Posttest UTS
Berdasarkan uji normalitas diperoleh bahwa Data UTS tidak
berdistribusi normal dengan demikian analisis berikutnya dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan uji Mann-
327
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Whitney adalah :
Tabel 6. Hasil UJI Mann-Whitney U
UTS
Mann-Whitney U 664.000
Wilcoxon W 1840.000
Z -3.580
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Posttest UAS
Berdasarkan uji normalitas, data nilai UAS berdistribusi normal
dan homogen, maka langkah selanjutnya adalah menghitung Uji t.
328
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Dari data diatas diperoleh nilai Sig 0,487 > (0,05), maka Ho diterima.
Jadi kedua kelompok memiliki varian yang sama. Uji selanjutnya
memakai nilai pada baris yang atas (Equal variances assumed) yaitu
3,834. Nilai t hitung besar dan nilai Sig (2-tailed) 0,000 < (0,05), maka
Ho ditolak artinya Model Group Investigation berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman mahasiswa.
Pembahasan
Secara garis besar tahapan penelitian dikelompokkan menjadi tiga
tahap, yaitu perencanaan, pelaksanan, dan evaluasi. Berikut perincian
kegiatannya :
1. Tahap perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan pada
tahap perencanaan antara lain: Penentuan Sampel Penelitian
(kelas eksperimen dan kelas kontrol), Penyusunan SAP,
Penyusunan Silabus, Penyusunan Instrumen tes tengah
semester, Penyusunan Instrumen tes akhir semester, Lembar
Investigasi Mahasiswa.
2. Tahap pelaksanaan, Langkah-langkah tahap pelaksanaan,
meliputi: Melakukan proses perkuliahan (model group
investigation untuk kelas eksperimen dan model konvensional
untuk kelas kontrol), dan Memberikan tes.
Untuk kelas eksperimen,
Mahasiswa ditugaskan secara langsung ke perusahaan
baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang dengan
membentuk kelompok kecil yaitu 4-5 orang. Masing-masing
kelompok mencari salah satu perusahaan jasa dan dagang
dengan aktivitas yang berbeda, misalnya perusahaan jasa
dengan aktivitas salon, bengkel, laundry, wash car, dll.
Kemudian mencari data aktual berdasarkan materi dari
329
Professional Learning untuk Indonesia Emas
330
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data di Bab IV, dapat disimpulkan
bahwa terdapat peningkatan pemahaman mahasiswa tentang
penyusunan laporan keuangan pada mata kuliah pengantar akuntansi
setelah pembelajaran dengan menggunakan group investigation
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan metode. Hal ini
ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata baik nilai UTS maupun
nilai UAS kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas
kontrol yaitu sebesar 81,9375 (UTS kelas ekperimen) > 69,625 (UTS
kelas kontrol), dan 69,25 (UAS kelas ekperimen) > 78,9583 (UTS kelas
kontrol). Perbedaan hasilnya yaitu 12,31 untuk nilai UTS dan 9,71
331
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
332
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Principle, 6 th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York. 2003
Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Rose Mata
Sampurna, 2010
Lena Nuryanti. 99 Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. 2009
Rita Eni & Indah N. Siklus Akuntansi. Yogyakarta : Kanisius. 2001
Rudianto. Pengantar Akuntansi. Jakarta : Erlangga. 2012
Suwardjono. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
2003
Sony & Irene. Akuntansi Pengantar 1, Adaptasi IFRS. Yogyakarta : AB
Publisher. 2011
Susan Irawati. Akuntansi Dasar 1 & 2. Bandung : Balai Pustaka. 2008
Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa
Media, 2008.
Subana dan Sudrajat, M., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung:
Pustaka Setia, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
Bandung: Alfabeta, 2008, cet ke 5,
Warren, Duchac, Reeve. Pengantar Akuntansi, Buku 1. Jakarta :
Salemba Empat. 2010
333
PROFIL PENGGUNAAN MEDIA
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS KOMPUTER
UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN
SISWA SMA
Diah Mulhayatiah
Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Indonesia
Email : diahmfis@gmail.com
Pendahuluan
Keterampilan yang dimiliki siswa sangat diperlukan untuk
memahami dan menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan
dunia nyata khususnya dalam pembelajaran fisika. Pemahaman
konsep yang dimiliki siswa dapat dijadikan kunci untuk menyelesaikan
persoalan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan dasar untuk
pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya. Mengacu pada
uraian tersebut, pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan
334
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
335
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Virtual Laboratory
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan
(guru) kepada penerima pesan (siswa). Kata media berasal dari bahasa
latin,yaitu medium yang berarti perantara atau sesuatu yang dipakai
untuk menghantarkan, menyampaikan atau membawa sesuatu. Kata
medium dalam American Heritage Electronic Dictionary (1991) diartikan
sebagai alat untuk mendistribusikan dan mempresentasikan informasi.
Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara yaitu perantara
sumber pesan dengan penerima pesan. Gagne dan Briggs secara
implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang
secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,
yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera,
video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi,
dan komputer .
Anderson membagi media dalam dua kategori, yaitu alat bantu
pembelajaran (instructional aids) dan media pembelajaran (instructional
media). Media pembelajaran adalah media yang memungkinkan
terjadinya interaksi antara karya seseorang pengembang mata
pelajaran (guru) dengan siswa. Adapun yang dimaksud dengan
interaksi adalah terjadinya suatu proses belajar pada diri siswa pada
saat menggunakan atau memanfaatkan media.
Prezi pada awalnya dikembangkan oleh arsitek Hungaria
bernama Adam Somlai Fischer sebagai alat visualisasi arsitektur.
Prezi juga memiliki keistimewaan pada zooming in dan out, yang
dapat digunakan dalam memperlihatkan sajian secara detail. Hal ini
dapat memberikan kesan yang mendalam pada penerima pesan. Prezi
adalah sebuah perangkat lunak untuk presentasi berbasis internet.
Selain untuk presentasi, prezi juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mengeksplorasi dan berbagi ide di atas kanvas virtual.Prezi menjadi
unggul karena program ini menggunakan Zooming User Interface
(ZUI), yang memungkinkan pengguna prezi untuk memperbesar dan
memperkecil tampilan media presentasi.
Laboratorium virtual atau bisa disebut dengan istilah virtual labs
adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat
lunak (software) komputer berbasis multimedia interaktif, yang
dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan
di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium
sebenarnya (Arifin 2012). Menurut Aryanto (2008) virtual laboratory
dimaknakan sebagai sesuatu yang abstrak yang diwakili oleh sebuah
model visual untuk membantu si pemakai (user) dalam memperoleh
data secara simulasi sampai pada membuat suatu hipotesis. Pengertian
lain diungkapkan oleh Babateen (2011) bahwa virtual laboratory
didefinisikan sebagai belajar virtual dan belajar lingkungan yang
336
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
337
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pembahasan
Berdasarkan pembelajaran dengan menggunakan media zooming
presentation diperoleh rekapitulasi data sebagai berikut
Pretest Posttest
Jenjang Kog- Kelas Kelas
No. Kelas Kelas
nitif Eksperi- Eksperi-
Kontrol Kontrol
men men
1. Mengingat (C1) 27% 51% 69% 65%
2. Memahami (C2) 38% 27% 82% 79%
3. Menerapkan 26% 29% 76% 64%
(C3)
4. Menganalisis 19% 25% 72% 67%
(C4)
338
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
339
Professional Learning untuk Indonesia Emas
340
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
341
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Kemudahan Penggunaan
Blog (weblog) fisika mudah diakses
91 108 84,26 Sangat Baik
dan digunakan
Konsep GLB dalam blog (weblog)
79 108 73,15 Baik
fisika lebih mudah dipahami
Tampilan
Desain blog (weblog) menarik untuk
81 108 75,00 Baik
dilihat
Tulisan dalam blog (weblog) dapat
85 108 78,70 Baik
dibaca dengan jelas
Fitur gambar blog (weblog)
Gambar dalam blog (weblog) dapat
86 108 79,63 Baik
menjelaskan konsep GLB lebih jelas
Blog (weblog) fisika lebih menarik
79 108 73,15 Baik
dari media yang lainnya
Jumlah 501 648 77,31 Baik
Penutup
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tentang
penggunaan media pembelajaran berbasis komputer diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan hasil belajar, pemahaman konsep, dan
keterampilan berpikir kritis siswa setelah dilakukan pembelajaran
dengan menggunakan media pembelajaran berbasis blog (weblog).
2. Respon yang diberikan oleh siswa terkait dengan pembelajaran
dengan menggunakan media komputer memberikan respon yang
positif.
342
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
343
KONSTRUKSI KONSEP SAINS KIMIA DENGAN
BAHAN TERBATAS
Murdoyoko
SMA Negeri 28 kabupaten Tangerang
Email : syifanaufal@yahoo.co.id
Abstrak
PENDAHULUAN
Konsep-konsep sains kimia diperoleh secara induktif yang meru-
pakan generalisasi dari fakta-fakta empiris. Konsep kimia diperoleh
dari teori-teori kecil dan telah berkali-kali diuji sehingga diperoleh
teori yang lebih besar lagi. Dikarenakan banyaknya teori-teori kecil
yang menyusun suatu konsep maka permasalahan yang timbul dalam
344
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
PEMBAHASAN
Prisip konstruksi konsep kimia
Konsep-konsep kimia yang cenderung abstrak akan dapat tersu-
sun dalam diri siswa maka dalam mengajar kimia diharapkan melalui
beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan siswa.
Untuk mengurangi keabstrakan konsep kimia, maka siswa harus
melihat secara langsung kasus kasus dalam kimia misalnya ter-
jadinya gas, endapan, perubahan warna, perubahan suhu dan lain-
lain.
2. Memperlakukan alat dan bahan tersebut sebagai berikut :
- mereaksikan benda atau bahan yang ada
- menunjukkan efek-efek dari perlakuan di atas
- menyadarkan siswa terjadinya efek tersebut
- menjelaskan secara rinci konsep yang akan dicapai
3. Memperkenalkan dengan kegiatan yang layak
Kegiatan yang layak adalah kegiatan yang tidak asing bagi siswa
345
Professional Learning untuk Indonesia Emas
baik dari segi alat, bahan ataupun kegiatannya. Kegiatan yang di-
laksanakan hendaknya familiar dengan kehidupan siswa.
4. Menekankan untuk timbulnya pertanyaan dari perlakuan yang di-
laksanakan.
Efek-efek dari perlakuan yang zat-zat diharapkan akan membuat
siswa takjub sehingga menimbulkan rasa ingin bertanya yang
besar.
5. Mengajak siswa untuk saling berinteraksi baik dengan alat, bahan,
guru ataupun sesama siswa.
Dalam melakukan sesuatu maka seorang guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, siswa harus melaksanakan kegiatan sendiri se-
hingga segala bentuk efek yang terjadi akan terpatri pada benak
siswa.
6. Melaksanakan dengan sederhana tanpa istilah yang membebani
pikiran.
Membuat istilah dalam kegiatan dengan istilah yang ringan se-
hingga siswa tidak terbebani dengan hal-hal yang membingung-
kan.
7. Siswa diajak berpikir dengan cara mereka sendiri.
Respon siswa terhadap efek dalam kegiatan berbeda tapi kita ha-
rus menampung semua.
8. Mengulang kegiatan diwaktu yang akan datang.
Dalam suatu percobaan sebenarnya banyak sekali konsep yang
dapat diambil sehingga apabila suatu konsep berhubungan den-
gan materi pembelajaran yang berbeda maka percobaan itu dapat
diulang kembali.
(Ratna Wilis Dahar, 1989)
Guru Kreatif
Creativity of an individual is an interactive result of his/her intelli-
gence, knowledge, thinking style, personality, motivation and environment
( Tan Ai Girl, 2004)
Kreativitas seseorang merupakan interaksi dari kecerdasan, pen-
getahuan, cara berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungannya.
Hal ini dapat diuraikan bahwa seseorang akan dikatakan kreatif jika
dapat menggunakan segala potensi yang ada pada dirinya maupun
lingkungannya. Ketika dalam pengajaran seorang guru dihadapkan
pada suatu keterbatasan maka dengan kecerdasan, pengetahuan, mo-
tivasi dan kepribadiannya dia akan berpikir inovatif menggunakan
lingkungan yang ada untuk menghasilkan suatu yang maksimal. Se-
hingga yang dinamakan dengan limited is unlimited adalah bagaimana
seorang guru mengunakan alat dan bahan yang terbatas ( baik secara
346
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Langkah kerja
1. Siapkan tabung bekas dan masukan cuka kedalamnya.
2. Masukkan soda kue kedalam tabung tersebut.
3. Dengan cepat tutup tabung dengan balon.
4. Diamkan beberapa menit dam amati yang terjadi.
5. Ketika balon mengembang siswa diharuskan menyanyi.
6. Setelah balon-balon mengembang maksimal, buka tabung ke-
mudian dekatkan korek api yang menyala.
7. Amati apa yang terjadi dengan korek api.
347
Professional Learning untuk Indonesia Emas
KESIMPULAN
Seorang guru harus kreatif dalam menghadapi segala keadaan di
sekolah. Apabila di sekolah tersedia fasilitas yang terbatas maka dia
harus dapat menciptakan sesuatu yang terbatas tersebut menjadi tak
terbatas.
348
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
349
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
CROSSWORD PUZZLE
(Penelitian Tindakan Kelas V SDN Tugu 2 Depok)
Pendahuluan
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kuliatas
hidup. Melalui proses tersebut dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia
dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Edgar Dalle menyatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,
dan pemerintahan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan yang berlangsung disekolah dan di luar sekolah sepanjang
350
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
351
Professional Learning untuk Indonesia Emas
352
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pembahasan
Tahapan penelitian diawali dengan obeservasi pendahuluan,
kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan, yang terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi (Suharsimi
Arikunto, 2006 : 3). Pelaksanaan terdiri dari dua siklus, setiap siklus
terdiri dari tiga kali pertemuan. Dan pelaksanaan dari siklus I ke siklus
II terdiri dari delapan kali pertemuan.
Penelitian pendahuluan dimulai dengan observasi ke SDN Tugu
2 hal ini dilakukan sebagai langkah awal penelitian tindakan kelas.
Dimana subjek penelitian ini adalah siswa kelas V dengan jumlah
siswa 36 orang. Dalam kegiatan ini meliputi wawancara guru kelas,
mengamati proses pembelajaran di kelas, serta wawancara dengan
beberapa siswa yang diambil secara acak. Tahapan ini dilaksanakan
pada tanggal 06 s/d 10 Juli 2013, pada tahapan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan,
aktivitas dan respon siswa saat proses pembelajaran, mengetahui
hambatan apa yang terjadi selama proses pembelajaran, serta untuk
mengetahui hasil belajar IPA siswa.
Tahap pada pelaksanaan siklus I dilaksanakan sebanyak 3 (tiga)
kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit untuk setiap
pertemuan, dan di tambah 1(satu) kali pertemuan untuk tes. Pada tahap
perencanaan siklus I, diawali dengan menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), menentukan konsep bahasan. Kemudian peneliti
mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian. Pada siklus I, Setelah
materi sudah dijelaskan peneliti membagi kelompok menjadi 6 (enam)
kelompok dan siswa pun membuat kelompok berdasarkan yang telah
ditentukan oleh peneliti, kemudian peneliti menjelaskan prosedur
kerja dengan menggunakan Teka-teki silang (TTS) lalu memberikan
Lembar Kerja Siswa (LKS). Masing-masing kelompok bekerja sama
untuk menyelesaikan soal yang ada di LKS. Selama proses berlangsung
peneliti dan guru berkeliling kepada setiap kelompok untuk
memberikan bimbingan, dorongan dan menilai kemampuan berpikir
353
Professional Learning untuk Indonesia Emas
354
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
355
Professional Learning untuk Indonesia Emas
setiap langkah yang berada di RPP. Sesuai data yang diperoleh ada
peningkatan hasil observasi guru pada setiap pertemuannya dari
53,33% s/d 68,33%, jadi hasil rata-rata kegiatan guru pada siklus 1
adalah 62,58% dengan keterangan baik.
Sedangakan untuk hasil observasi terhadap siswa siklus I pada
pertemuan pertama, kedua dan ketiga. Dapart dilihat pada tabel
berikut:
Hasil Observasi Siswa Siklus I
No Aspek yang diamati P.1 P.2 P.3 Rata-rata
(%) (%) (%) (%)
1. Siswa menjawab absensi 60 60 80 67
2. Siswa menjawab pertanyaan/ 40 60 60 53
apersepsi
3. Siswa mendengarkan 2 tujuan 40 60 60 53
pembelajaran
4. Siswa Membentuk kelompok 40 60 80 60
belajar , perkelompok 6 orang.
5. Siswa mengerjakan LKS TTS 60 60 80 67
6. Siswa mempresentasikan hasil 60 60 60 60
kerja kelompok
7. Siswa aktif bertanya pada guru 40 60 60 53
8. Siswa menutup pembelajaran 60 80 80 73
dengan berdoa atau mengucap
hamdallah
Jumlah 50 62,5 70 53,25
Keterangan Baik
356
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
No Nama Nilai
1 S.1 40
2 S.2 60
3 S.3 33
4 S.4 47
5 S.5 80
6 S.6 40
7 S.7 33
8 S.8 53
9 S.9 67
10 S.10 53
11 S.11 60
12 S.12 47
13 S.13 60
14 S.14 67
15 S.15 73
16 S.16 47
17 S.17 53
18 S.18 27
19 S.19 67
No Nama Nilai
20 S.20 60
21 S.21 67
22 S.22 20
23 S.23 53
24 S.24 73
25 S.25 47
26 S.26 60
27 S.27 27
28 S.28 20
29 S.29 40
30 S.30 40
31 S.31 53
357
Professional Learning untuk Indonesia Emas
32 S.32 67
33 S.33 40
Rata-rata Nilai 50, 72
% pencapain KKM 9,09
1774
358
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
359
Professional Learning untuk Indonesia Emas
360
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
361
Professional Learning untuk Indonesia Emas
362
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai upaya
meningkatkan hasil belajar siswa melalui strategi pembelajaran aktif
Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada
materi tumbuhan hijau. Perolehan hasil belajar atau posttest pada
siklus I nilai rata-rata kelas mencapai 79,94, sedangkan ketuntasan
belajarnya 70,58% pada siklus I interventasi masih belum tercapai.
Pada siklus II nilai rata-rata kelas 84,5 untuk ketuntasan belajar siswa
sebesar 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekilus II mengalami
peningkatan hasil belajar siswa, sesuai dengan intervensi tindakan
yang diharapkan yaitu tujuh puluh lima persen (75%) siswa kelas V
SDN Tugu2 kota Depok mengalami ketuntasan belajar individual
sebesar 70 dalam pembelajaran IPA pada materi tumbuhan hijau.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif
Crossword Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
363
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
364
UPAYA PENANGANAN GANGGUAN
DISGRAPIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR
MELALUI PENDEKATAN TEKNIK SCAFFOLDING
Nandang Kosim
STAI Syekh Manshur Pandeglang
Email: kndangs@yahoo.com
Pendahuluan
Sebagai mana kita ketahui bahawa setiap individu mempunyai
tugas-tugas perkembangan untuk memenuhinya. Demikian pula pada
anak usia Sekolah Dasar memerlukan kemampuan untuk memenuhi
tugas-tugas perkembangannya. Karakteristik perkembangan anak
yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak
yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi
kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang
365
Professional Learning untuk Indonesia Emas
366
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
367
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pengertian Disgrafia
Disgrafia berasal dari bahasa Yunani berarti kesulitan khusus
yang membuat anak sulit untuk menulis atau mengekspresikan
pikirannya ke dalam bentuk suatu tulisan dan menyusun huruf-huruf.
Menurut Djaja (2010) Disgrafia adalah kesulitan belajar yang berkaitan
dengan masalah menulis. Kelainan ini diketahui secara mendasar dari
perbedaan nilai antara nilai anak yang tinggi pada tes inteligensi dan
nilai yang rendah pada nilai tes yang diperoleh dari menulis.
Mulyono (2003) mengemukakan bahwa disgrafia adalah kesulitan
belajar dalam hal menulis. Kesulitan menulis dapat muncul dalam
bentuk penggunaan kata yang tidak tepat, struktur kalimat yang
kacau atau tidak lengkap, kesalahanpenggunaan ejaan, penggunaan
tanda baca dan huruf kapital yang kacau, serta sistematika penulisan
yang tidak teratur.
Disgrafia adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas
dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan disgrafia sering
berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang
didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik
halus.
368
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
369
Professional Learning untuk Indonesia Emas
370
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
371
Professional Learning untuk Indonesia Emas
372
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
373
Professional Learning untuk Indonesia Emas
374
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
375
Professional Learning untuk Indonesia Emas
lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik
guru dan orang tua maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika
memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja.
Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah
untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara
lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak.
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan
komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-
alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan
komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia
mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak.
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak.
Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran
orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap
dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis.
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan
tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat
untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk
orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan
menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep
abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
376
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Penutup
1. Disgrafia adalah kesulitan khusus di mana anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk
tulisan, karena ketidakmampuan dalam mengkoordinasikan
tangan dan jarinya untuk menulis.
2. Adabeberapa faktor penyebab yang mempengaruhi
377
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
378
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
379
PEMBELAJARAN INTEGRATIF MELALUI
MEMBATIK DI KOTA CIMAHI
Ramdhan Witarsa
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email: kampiun.utama@yahoo.com
380
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pendahuluan
Tanggal dua oktober merupakan Hari Batik Nasional, batik
yang kita tahu merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia. United
National Education Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pun
telah mengakui bahwa batik merupakan budaya asli Indonesia. Apa-
bila UNESCO sudah mengakui, berarti harusnya negara lain tidak bisa
merebutnya dan mengakuinya. Batik berasal dari bahasa Jawa amba
yang berarti menulis dan nitik. Menurut Yudoseputro (2000 : 98),
batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunak-
an malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Batik sendiri
merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan hampir semua wilayah
nusantara ada, apalagi Indonesia yang memiliki banyak kepulauan,
provinsi, dan daerah, dengan begitu motif yang dimiliki oleh Indo-
nesia tentu saja sangat beragam. Seni batik tumbuh dan berkembang
dengan pesat, seirama dengan selera minat daerah masing-masing
sehingga banyak beberapa daerah penghasil batik. Setiap daerah me-
miliki ciri khas serta keunikan batik dalam ragam hias maupun tata
warna.
Kota Cimahi saat ini dikenal sebagai kota yang kreatif. Kota Ci-
mahi merupakan salah satu kota yang memiliki ciri khas pada ragam
batiknya. Untuk sejarahnya adalah dengan diawali terbentuknya pada
bulan Juli 2009, pada saat itu tercetuslah sebuah ide untuk mengem-
bangkan batik Cimahi yang didasari karena keprihatinan beberapa
seniman Cimahi yang peduli terhadap perkembangan budaya tradis-
ional di Kota Cimahi. Batik Cimahi pertama kali dibuat melalui suatu
kompetisi yang diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah
(Dekranasda) Kota Cimahi yang diketuai oleh Ny. Atty Suharti Toch-
ija. Pada saat itu lomba diadakan untuk umum, dan untuk batik yang
menang akan dipatenkan sehingga tidak dapat ditiru oleh daerah lain.
Batik khas Kota Cimahi telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat
sebanyak lima buah motif. Untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu
motif anyaman bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan
untuk dua motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang
dalam tahap modifikasi. Namun yang menjadi objek atau fokus ka-
jian penulis adalah proses membatiknya itu sendiri yang mempunyai
makna, nilai, dan pendidikan dalam menghasilkan batik yang bernilai
seni dan bernilai jual tinggi.
Proses membatik yang seperti apa yang menghasilkan batik den-
gan corak/motif yang bernilai seni dan bernilai jual tinggilah yang
menjadi hal yang membuat penulis penasaran untuk mengetahui dan
mencari makna-makna apa saja yang terkandung dalam proses mem-
batik.
381
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Fokus Kajian
Masyarakat jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki latar
belakang budaya yang sangat kuat. Latar belakang tersebut dapat dili-
hat melalui dokumentasi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yang
ada di Kota Cimahi. Dokumentasi tersebut dapat berupa berbagai ma-
cam hasil karya masyarakat Jawa. Satu dari sekian banyak dokumen-
tasi tersebut adalah dokumentasi tentang hasil seni budaya masyara-
kat Jawa yang disebut batik. Dimanapun masyarakat Jawa berada,
mereka mendokumentasikan hasil budaya masyarakatnya untuk ke-
pentingan kelanjutan generasi berikutnya.
Dengan didirikannya Lembur Batik yang ada di jalan Pesantren
Kota Cimahi dengan maksud dan tujuan agar karya budaya pewarisan
nenek moyangnya dapat dilakukan terus menerus dan berenkulturasi
dengan masyarakat Sunda. Kain batik yang dikenal sebagai karya seni
masyarakat Jawa selama ratusan tahun tidak hanya dipergunakan se-
bagai karya seni biasa tetapi juga digunakan sebagai pakaian. Namun
yang sangat disayangkan masyarakat Jawa sendiri ada yang tidak
memahami makna, nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam proses
membatik baik itu sebelum membatik, pada saat membatik, dan sesu-
dah membatik. Sehingga pemaknaan akan proses membatik menjadi
sangat dangkal. Oleh sebab itu, penulis memandang perlu pengka-
jian yang lebih mendalam agar generasi muda kita saat ini tidak ke-
hilangan ruh akan makna, nilai-nilai yang terkandung dalam proses
membatik. Kajian ini sangat penting untuk melestarikan makna dan
nilai-nilai dalam proses membatik sehingga generasi muda akan me-
mahami dan memaknai apa yang dimaksud dengan membatik? Sep-
erti apa bentuk membatik? Dan bagaimana kegiatan membatik?
Membatik Cimahi
Batik berasal dari bahasa Jawa amba yang berarti menulis dan
nitik. Batik berarti gambar yang ditulis pada kain dengan mem-
pergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Ba-
tik sendiri merupakan hasil budaya yang bisa dikatakan dimiliki oleh
hampir semua wilayah nusantara. Hal ini dikarenakan Indonesia me-
miliki banyak kepulauan, provinsi, dan daerah. Dengan begitu mo-
tif batik yang dimiliki oleh Indonesia tentu saja sangat beragam. Seni
batik tumbuh dan berkembang dengan pesat, seirama dengan selera
daerah masing-masing sehingga banyak beberapa daerah yang men-
jadi penghasil batik. Setiap daerah memiliki ciri serta keunikan khas
tersendiri dalam ragam hias maupun tata warna batik.
Begitupun dengan batik khas Kota Cimahi. Batik khas Kota Ci-
mahi yang telah didaftarkan ke Provinsi Jawa Barat sebanyak lima
382
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
buah motif, untuk tiga motif utama Kota Cimahi yaitu motif anya-
man bambu, lereng kujang, dan daun singkong, sedangkan untuk dua
motif lagi yaitu motif curug cimahi dan pusdik sedang dalam tahap
modifikasi.
383
Professional Learning untuk Indonesia Emas
384
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
385
Professional Learning untuk Indonesia Emas
386
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Canting
Canting digunakan untuk menutupi kain dengan lapisan malam.
Tujuannya agar pada saat pewarnaan kain yang tertutup lapisan
malam ini tidak terkena warna. Ada berbagai macam canting yang
diperlukan dalam proses mencanting. Ada canting klowongan, cant-
387
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Mori
Mordanting
Sebelum dibatik, mori perlu melewati proses mordanting. Mori
direndam dulu dengan cairan mordan. Tujuannya adalah untuk meng-
hilangkan kanji serta lemak-lemak yang menempel pada kain. Setelah
selesai direndam, mori dijemur sampai kering. Kemudian mori diletak-
kan di atas gawangan dekat anglo. Pembatik duduk di antara gawangan
dan keren atau anglo. Biasanya, gawangan ditempatkan di sebelah kiri,
sementara anglo ditempatkan di sebelah kanan pembatik.
Tahapan Mencanting
Dalam menghasilkan kain batik, sepotong mori dikerjakan tahap
demi tahap. Tiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda, na-
mun tidak dapat dikerjakan beberapa orang dalam waktu yang bersa-
maan.
388
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Membuat pola
Membatik Kerangka
Dari pola yang sudah dibuat dengan pensil tadi, pembatik mem-
buat kerangka dengan menggunakan malam cair. Canting yang di-
pergunakan adalah canting cucuk sedang atau canting klowongan. Mori
yang sudah dibatik seluruhnya akan memunculkan gambar berupa
kerangka, disebut juga sebagai klowongan.
Ngisen-iseni
Ngisen-iseniberasal dari kata isi, yaitu memberi isi atau
mengisi klowongan tadi.Ngisen-isenidengan mempergunakan cant-
ing cucuk kecil yang disebut sebagai cantingisen. Aktivitas selanjutnya
adalah nyeceki. Nyeceki mempergunakan cantingcecekan, hasilnya
bernama cecekan. Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut
sebagai reng-rengan. Karena namanya reng-rengan, maka aktivi-
389
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Nembok
Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi
warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi
kain. Karena itu, bagian-bagian yang tidak akan diberi warna (atau
akan diberi warna sesudah bagian yang lain) harus ditutup dengan
malam. Cara menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan
mempergunakan canting tembokan. Canting tembokan bercucuk besar.
Orang yang mengerjakannya disebut nembok atau nembokidan
hasilnya disebut nembokan.
Bliriki
Bliriki adalah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sung-
guh-sungguh. Bliriki mempergunakan canting tembokan dan caranya
seperti nemboki. Apabila tahap terakhir ini sudah selesai, berarti proses
membatik selesai juga. Hasilblirikidisebut blirikan atau tembokan.
Kadang-kadang batikan tidak perlu ditembok. Apabila pilihannya sep-
erti ini maka batikan sudah selesai sebelum ditembok dan dibliriki. Se-
lanjutnya, bisa dilanjutkan dengan proses pewarnaan.
390
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pemberian warna
Kain dimasukkan dalam zat warna (alam/sintetis) sambil dibo-
lak-balik supaya rata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah
itu kain diangkat, diangin-anginkan dengan cara kain dibentang pada
tali/tambang di tempat yang teduh dan dijepit. Pada pewarnaan ala-
mi, setelah kain kering pencelupan diulang minimal tiga kali.
391
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Nglorod
Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada akhir proses pem-
buatan batik disebutmbabar, ngebyok, atau nglorod. Caranya, kain
yang sudah dibatik direndam terlebih dahulu kemudian dimasukkan
dalam air mendidih yang sudah diberi obat pembantu berupawater-
glassatau soda abu. Setelah itu, kain batik dikeringkan dengan cara
diangin-angin.
392
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Nglorod
Proses-proses di atas hanya untuk penggunaan satu warna saja.
Kebanyakan kain batik memakai lebih dari satu warna. Untuk se-
tiap pewarnaan, perlu diulang prosesnya dari mencanting (mulai dari
membatik kerangka, namun bagian yang ditutup dengan cairan
malam berbeda tergantung bagian mana yang diinginkan tidak ter-
kena warna itu) sampai nglorod.
Penutup
Dalam proses membatik terdapat teks yang merupakan karya sas-
tra yang menyertai pembuatan awal batik. Sebenarnya teks ini meru-
pakan mantra yang harus diniatkan di dalam hati sebelum seseorang
melakukan proses membatik. Teks ini sudah diubah sedemikian rupa
sehingga terlihat seperti karya sastra. Seiring dengan perkembangan
jaman, batik tidak lagi dibuat secara perorangan melainkan sudah
dapat dibuat secara masal, maka teks ini sudah tidak dikenal lagi. Hal
tersebut itulah yang membuat proses membatik pada saat awal pem-
buatannya kehilangan ruhnya. Kemajuan teknologi sudah membuat
sudut pandang masyarakat bergeser. Masyarakat yang tadinya sangat
menghargai karya perorangan sekarang sudah lebih memilih karya
masal yang sifatnya sangat ekonomis. Melihat kondisi yang demikian,
maka semua proses kegiatan membatik dari awal, pada saat, dan sesu-
dah membatik perlu diimplementasikan dalam bentuk lain sehingga
nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi batik tidak tergerus dengan
perubahan waktu dan zaman.
393
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
394
PENGGUNAAN PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA MATERI
LISTRIK DINAMIS
(Penelitian Tindakan Kelas IX SMP Negeri I Tanjungsari
Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang)
Suhartini
Guru Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sumedang
Email: rdea85@gmail.com
Abstrak: Berdasarkan hasil pengamatan awal di kelas IX
SMP Negeri 1 Tanjungsari pada pembelajaran listrik dinamis,
permasalahannya adalah hasil belajar dan keaktifan siswa.
Data awal 37,5% dari 32 siswa kelas IX A yang tuntas. Oleh
karena itu, penulis mengambil alternatif pemecahan masalah
dengan menggunakan PBM dalam kegiatan pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran fisika kelas IX A di SMP Negeri 1 Tanjungsari.
Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dengan menggunakan
metode penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif,
yang mengikuti desain penelitian Kemmis dan Mc. Tagart.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
observasi, format wawancara, dan tes hasil belajar. Berdasarkan
hasil tes siklus I mengalami peningkatan ketuntasan belajar 75%.
Sedangkan, aktifitas siswa selama pembelajaran memperoleh
nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru 88,9 %. Pada siklus
II mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 84,3%.
Sedangkan, aktifitas siswa selama pembelajaran siklus II
memperoleh nilai rata-rata 8,31 dan kinerja guru menjadi 91,6
%. Maka dari itu pelaksanaan siklus dihentikan. Dari hasil
pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi listrik dinamis di SMP Negeri I Tanjungsari.
395
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Mata pelajaran IPA Fisika adalah salah satu mata pelajaran eksakta
yang untuk mempelajarinya dibutuhkan percobaan, pengamatan serta
pembuktian dengan pasti berupa data kualitatif dan data kuantitatif .
Untuk sebagian siswa mata pelajaran ini sulit dan ditakuti, sehingga
hasil belajar yang diperoleh kurang memuaskan. Guru menggunakan
berbagai metoda dan media dengan harapan menarik perhatian
dan minat siswa, sehingga mereka dapat terlibat dalam proses dan
menemukan atau membuktikan suatu konsep.
Media pembelajaran memungkinkan anak berinteraksi dan
melakukan tindakan fisik yang dapat mengembangkan aktivitas
dan proses berpikir, sehingga mampu mentransfernya dalam bentuk
gagasan atau ide. Dari kegiatan meraba, memegang, berkembang
menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan menghitung (Depdiknas,
2004).
Kenyataan di lapangan penggunaan media dalam bentuk alat,
membuat anak merasa senang pada saat belajar, aktif dan dapat
melakukan praktek sesuai prosedur. Tetapi ketika mengerjakan soal-
soal tes, hanya sebagian kecil siswa yang menjawab dengan benar.
Hal ini membuktikan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran
belum maksimal untuk menggiring siswa memahami suatu konsep.
Salah satu contohnya adalah dalam pembelajaran Fisika konsep Listrik
Dinamis. Sekilas pembelajaran ini sangat sederhana dan mudah,
namun dari hasil tes di kelas IXA yang berjumlah 32 siswa hanya 12
orang (37,5%) yang mendapatkan nilai KKM (7,5).
Masalah di atas menjadi dorongan bagi penulis untuk melakukan
penelitian tindakan kelas di kelas IX A SMPN 1 Tanjungsari dengan
menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan
metode praktikum. Model pembelajaran tersebut bertujuan membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah,
dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi;
dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Depdiknas, 2004).
Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menurut Tan
(Rusman, 2010:229) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena
dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul diotimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Selain pengertian di atas, Tan juga mengemukakan pendapat yang
lain mengenai pengertian PBM adalah sebagai penggunaan berbagai
macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi
terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi
segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Rusman, 2010).
396
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
397
Professional Learning untuk Indonesia Emas
398
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan hari kamis tanggal 6 September 2012 jam
ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta
didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses
pembelajaran dilaksanakan di laboratorium fisika SMPN 1 Tanjungsari.
Pembelajaran dimulai jam 08.30. dengan bantuan 2 orang observer.
Guru membuka pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk mengingatkan kembali pengertian listrik dinamis
dan syarat-syarat terjadinya arus listrik. Motivasi dilakukan
guru dengan dengan memperlihatkan alat-alat, lalu mengajukan
pertanyaan: Dapatkah kalian merangkai alat-alat listrik ini sehingga
terjadi arus listrik?
Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya,
setiap kelompok menerima 2 (dua) LKS dan seperangkat alat-alat
listrik. Setelah semua kelompok selesai melakukan kegiatan LKS
nomor 1 (satu) dan nomor 2 (dua), guru memusatkan perhatian semua
peserta didik supaya memperhatikan pemodelan cara menggunakan
basicmeter untuk mengukur kuat arus dan beda potensial yang
dilakukan oleh guru. Guru memastikan semua kelompok dapat
mengoperasikan basicmeter, dan mempersilahkan semua kelompok
melanjutkan kegiatan-kegiatan berikutnya sesuai LKS.
Di akhir kegiatan inti, LKS dikumpulkan sebagai data hasil belajar
berupa data kuantitatif, sedangkan data kualitatif diperoleh dari rubrik
penilaian unjuk kerja. Pada tahap pelaksanaan observer mengamati
kinerja guru dan mengamati aktivitas siswa. Dari tabel di bawah ini
dapat dilihat bahwa kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran baru
mencapai 88,9%. Kelemahan guru terletak pada kurang persiapannya
alat penilaian dalam perencanaan. Pada saat orientasi siswa kepada
masalah, guru tidak menyampaikan masalah sesuai dengan hierarki
belajar. guru juga kurang menumbuhkan partisipasi dalam merefleksi
definisi masalah saat analisi dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Dan pada evaluasi hasil belajar, guru tidak melakukan
evaluasi karena mengambil nilai unjuk kerja dan nilai LKS siswa.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan
bantuan 2 (dua) orang observer, diperoleh data 24 (75 %) dari 32 peserta
didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan
KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50% nilai unjuk kerja individu +
50% nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Berikut
nilai aktifitas siswa yang disajikan dalam bentuk tabel.
399
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Tabel 1
Hasil Aktivitas Siswa Siklus 1
Kel. Nama Nilai Unjuk Nilai Dari Jumlah Keterangan
Siswa Kerja(50%) LKS (50%)
A 8,75 8,00 8,38 Tuntas
B 5,63 8,00 6,82 Belum tuntas
I
C 5,63 8,00 6,82 Belum tuntas
D 6,25 8,00 7,12 Belum tuntas
E 8,13 7,50 7,82 Tuntas
F 8,75 7,50 8,12 Tuntas
II G 7,50 7,50 7,50 Tuntas
H 6,25 7,50 6,88 Belum tuntas
I 10,00 9,00 9,50 Tuntas
J 6,25 9,00 7,63 tuntas
III K 7,50 9,00 8,25 Tuntas
L 5,63 9,00 7,31 Belum tuntas
M 9,40 7,50 8,45 Tuntas
N 9,40 7,50 8,45 Tuntas
IV O 8,13 7,50 7,82 Tuntas
P 6,90 7,50 7,20 Belum tuntas
Q 9,40 8,50 8,95 Tuntas
R 8,13 8,50 8,31 Tuntas
V S 8,75 8,50 8,63 Tuntas
T 8,13 8,50 8,31 Tuntas
U 10,00 8,50 9,25 Tuntas
V 7,50 8,50 8,00 Tuntas
VI W 7,50 8,50 8,00 Tuntas
X 6,90 8,50 7,70 Tuntas
Y 6,90 8,50 7,70 Tuntas
X 5,00 8,50 6,75 Belum tuntas
VII A1 10,00 8,50 9,25 Tuntas
B1 7,50 8,50 8,00 Tuntas
C1 8,75 8,50 8,63 Tuntas
D1 6,90 8,50 7,70 Tuntas
VIII
D2 6,25 8,50 7,38 Belum tuntas
D3 6,90 8,50 7,70 Tuntas
Nilai 10,00 9,00 9,50
Tertinggi
Nilai terendah 5,00 7,50 6,75
Nilai rata-rata 7,64 8,25 7,95
Jumlah Tuntas = 24 orang
Belum tuntas = 8 orang
400
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam aktivitas siswa pada
siklus I (satu) sudah terlihat dari kegiatan siswa yang berkelompok
dan berdiskusi dalam pemecahaman masalah yang diberikan oleh
guru. Selain itu, siswa diberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengungkapkan ide dan gagasannya dalam pembelajaran materi
listrik dinamis. siswa dapat membagi pendapat dan bersama-sama
untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Nilai pada tabel di
atas terdiri dari nilai unjuk kerja siswa dan nilai LKS siswa. Kedua nilai
tersebut dijadikan acuan sebagai nilai hasil belajar siswa. Terdapat 24
siswa yang telah tuntas dan 8 (delapan) siswa yang belum tuntas.
Refleksi
Proses pembelajaran siklus 1 (satu) model PBM dengan
menciptakan kondisi belajar yang aktif untuk 90% kelompok.
Kelompok II, III, V, dan VI dapat merangkai listrik dalam waktu
kurang dari 5 menit, kelompok IV, VII, dan VIII merangkai listrik
dalam waktu 10 menit, sedangkan kelompok I (satu) mendapat
kesulitan sehingga membutuhkan waktu merangkai sekitar 15 menit.
Kelompok I (satu) terlihat kesulitan, ini disebabkan Rini sebagai reader
sibuk sendiri sedangkan yang lainnya hanya melihat. Hasil belajar
yang diperoleh pada siklus hanya dari unjuk kerja dalam kelompok,
sedangkan pemahaman konsep untuk setiap individu tidak terukur
karena guru tidak melakukan tes.
Untuk siklus ke-2 sebaiknya guru memberikan tes awal dan tes
akhir, sehingga diperoleh data kuantitatif yang menggambarkan
sejauh mana pemahaman konsep peserta didik, juga kemajuan belajar
terukur untuk setiap individu. Melalui tes guru memperoleh data
sejauh mana kualitas pembelajarannya.
Deskripsi Siklus 2
Perencanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 2 meliputi Standar
Kompetensi 3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar 3.2. Menganalisis
percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Materi pokok Listrik Dinamis.
Indikator pembelajaran Melakukan pengukuran kuat arus listrik
dan beda potensial dalam suatu rangkaian listrik sederhana dengan
teliti dan jujur.
Indikator tersebut dijabarkan menjadi 3, yaitu:
a. Melalui percobaan peserta didik dapat menemukan hubungan
antara kuat arus listrik dengan beda potensial.
b. Melalui percobaan peserta didik dapat menuliskan persamaan
hubungan antara arus listrik, beda potensial, dan hambatan
401
Professional Learning untuk Indonesia Emas
dengan benar.
c. Peserta didik dapat mengoperasikan persamaan hukum Ohm
secara Mandiri.
Pelaksanaan Tindakan
Siklus II dilaksanakan hari kamis tanggal 13 September 2012 jam
ke-3 dan ke-4 pada kelas IXA SMP Negeri 1 Tanjungsari. Peserta
didik terdiri dari 15 orang laki-laki dan 17 orang perempuan.
Proses pembelajaran diawali dengan tes awal yang dilakukan di
kelas. Kegiatan inti dilakukan di laboratorium fisika SMP Negeri 1
Tanjungsari.
Pada kegiatan inti peserta didik sudah duduk dalam kelompoknya,
setiap kelompok menerima 2 LKS dan seperangkat alat-alat listrik.
Guru membantu mengingatkan kembali cara menggunakan basicmeter
untuk mengukur kuat arus dan untuk mengukur beda potensial.
Peserta didik melakukan kegiatan sesuai LKS sehingga menemukan
hubungan antara kuat arus dengan beda potensial dan hambatan pada
rangkaian listrik sederhana.
Presentasi dilakukan dengan menampilkan beberapa kelompok
untuk menyampaikan hasil kerjanya, sedangkan kelompok lain
menanggapinya. Guru membimbing membuat kesimpulan dari hasil
observasi yang dilakukan peserta didik.
Berikut ini akan disajikan tabel mengenai kinerja guru pada siklus
II. Masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. guru kurang bisa memberikan
apersepsi pada tahap awal pembelajaran. Selain itu guru juga masih
kurang dapat mengorientasikan masalah kepada siswa. Evaluasi hasil
belajar masih kurang dalam hal prosedur penilaian.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dengan
bantuan 2 orang observer, diperoleh data 27 (84,3%) dari 32 peserta
didik telah memperoleh nilai unjuk kerja lebih dari atau sama dengan
KKM. Nilai tersebut diperoleh dari 50% nilai unjuk kerja individu +
50% nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari nilai LKS. Adanya
peningkatan jumlah ketuntasan hasil belajar siswa yang menjadi 27
orang dari sikulus I. Selain itu, keaktifan siswa dalam berdiskusi dan
unjuk kerja mengalami peningkatan.
Berikut ini adalah diagram perubahan aktivitas siswa, nilai LKS
dan hasil belajar siswa dari data awal, siklus I dan siklus II.
402
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
25 24
20
20
Nilai Rata-rata
15
12
tuntas
belum tuntas
10
8
5
5
0
data awal siklus I siklus II
Siklus
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perubahan yang terjadi dari
data awal, memasuki siklus I kemudian siklus II, terjadi peningkatan
rata-rata sebesar 1,00 pada hasil belajar siklus I, sedangkan 0,40 dari
siklus I ke silus II. Untuk aktivitas siswa pada siklus I siswa rata-
rata sudah mampu menjawab pertanyaan dengan tepat, melakukan
eksperimen dengan baik, kerjasama dalam kelompok sudah baik, dan
mempresentasikan hasil dengan cukup baik. Dari grafik, nilai rata-
rata aktivitas siswa yaitu 7,64. sedangkan pada siklus II nilai rat-rata
aktivitas siswa adalah 8, 31 maka terjadi peningkatan dari siklus I
sebesar 0,73.
Untuk nilai rata-rata LKS siklus I adalah 8,25 sedangkan nilai
rata-rata LKS siklus II adalah 8,38. Maka peningkatan yang terjadi
dari siklus I pada nilai rata-rata LKS sebesar 0,13. Berikut ini adalah
diagram mengenai ketuntasan belajar siswa dari data awal, siklus I
dan Siklus II.
Peningkatan Data awal, Siklus I dan Siklus II
30
27
25 24
20
20
Nilai Rata-rata
15
12
tuntas
belum tuntas
10
8
5
5
0
data awal siklus I siklus II
Grafik 2. Ketuntasan Hasil Belajar Siklus
Siswa
403
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Refleksi
Proses pembelajaran pada siklus ke-2 memperlihatkan peningkatan
kemampuan melakukan percobaan sesuai prosedur. Hal ini terjadi
karena peserta didik sudah memiliki kemampuan merangkai alat
pada pertemuan sebelumnya di siklus ke-1. Pada umumnya semua
kelompok tidak mengalami kesulitan yang berarti.
Nilai proses belajar dalam bentuk unjuk kerja diperoleh data 27
(84,3%) dari 32 peserta didik sudah mencapai KKM. Dari hasil tes
akhir yang dilakukan pada akhir pembelajaran, 75% peserta didik
telah mencapai KKM, 25% peserta didik belum mencapai KKM.
Berdasarkan rencana awal Penelitian Tindakan Kelas, siklus akan
dihentikan setelah 75% (24 peserta didik) dari 32 peserta didik telah
mencapai KKM. Pertimbangan lain yang menjadikan siklus terhenti
adalah dalam pengalokasian waktu yang telah dirancang dalam
silabus pembelajaran.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilaksanakan
dalam dua siklus tentang Penggunaan PBM untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis di kelas IX SMP Negeri
I Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Berdasarkan pada
data hasil pelaksanaan, proses pembelajaran dengan menggunakan
PBM. Kegiatan evaluasi proses yang dilakukan oleh guru adalah
mengamati aktivitas siswa pada saat terjadi pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi. Meliputi pengamatan terhadap
aktivitas siswa dan kinerja guru dengan lembar observasi. Evaluasi
setiap akhir pelaksanaan tindakan mengalami peningkatan setiap
siklus. Berdasarkan hasil tes pada penerapan PBM pada siklus I
mengalami peningkatan ketuntasan belajar menjadi 24 orang siswa
(75%). Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran memperoleh
nilai rata-rata keaktifan 7,68. Kinerja guru dari hasil observasi
mendapat persentase sebesar 88,9. Pada siklus II mengalami
peningkatan ketuntasan belajar menjadi 27 orang siswa (84,3%).
Sedangkan, aktivitas siswa selama pembelajaran siklus II memperoleh
nilai rata-rata keaktifan 8,31 dan kinerja guru dari hasil observasi
mendapat persentase sebesar 91,6. Dari hasil pelaksanaan siklus I dan
siklus II dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis
di SMP Negeri I Tanjungsari kecamatan Tanjungsari Kabupaten
Sumedang. Bagi peneliti yang akan meningkatkan hasil belajar
siswa, Pembelajaran Berbasis Masalah bisa dijadikan alternatif dalam
pendekatan pembelajaran siswa
404
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
405
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA PADA MATERI MORFOLOGI
TUBUH HEWAN DAN TUMBUHAN SERTA
FUNGSINYA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
406
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab I pasal I ayat (1) mendefinisikan Pendidikan sebagai
usaha sadar yang terencana dalam mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi diri
pesertadidik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Jenderal
Pendidikan Nasional, 2006). Usaha tersebut terjadi proses belajar
mengajar antara siswa dengan guru dengan adanya interaksi. Hal
ini agar tercapai tujuan nasional dalam mengembangkan potensi
peserta didik selain berilmu salah satunya menjadi warga negara yang
bertanggung jawab (Rozak, 2010).
Peranan guru di kelas sebagai pengelola kelas sangat menentukan
pencapaian pembelajaran (Arend, 1997), Guru dapat mengelola kelas
dengan model- model pembelajaran, strategi, dan metode-metode
serta media yang tepat, sesuai dengan materi dan karakteristik
siswa. Siswa yang berilmu juga harus memiliki potensi berupa rasa
tanggung jawab yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran ini melibatkan siswa dalam berpartisipasi
dan berinteraksi pada kelompoknya untuk belajar bekerja sama
dengan anggota lainnya bertanggung jawab untuk diri dan anggota
kelompok dalam pencapaian belajar (Rusman, 2013).
Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 19 Jakarta khususnya
pada kelas IV belum memaksimalkan interaksi serta partisipasi antar
siswa maupun guru. Metode pembelajaran yang digunakan seperti
ceramah, tanya jawab, tugas, dan sesekali menggunakan metode
diskusi. Sehingga hasil observasi menunjukkan aktivitas belajar yang
kurang aktif mengajukan pertanyaan, dan hanya beberapa siswa yang
dapat menjawab pertanyaan guru. Keberanian dalam mengemukakan
pendapat ketika diberikan kesempatan tidak termunculkan. Bahkan
interaksi antar siswa saat proses pembelajaran terlihat pasif. Hal ini
berdampak pada hasil belajar di dua angkatan kelas empat tahun ajar
2013/2014 dan 2012/2013 belum sesuai harapan yaitu sekitar 41,6 %
dan 33,7 % di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal 70.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diduga dapat
menjadi pemecahan dalam permasalahan MIN 19, karena salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif
dan saling membantu dalam menguasai materi untuk mencapai
prestasi yang maksimal (Zulfiani dkk., 2009). Pemberian model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memberikan kesempatan
untuk siswa dalam mengemukakan pendapat dan mengolah
407
Professional Learning untuk Indonesia Emas
408
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Siklus pertama
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti yang juga sebagai guru
IPA, mengembangkan rencana tindakan berdasarkan penelitian
pendahuluan terhadap proses pembelajaran IPA dan hasil belajar IPA.
Dari penelitian pendahuluan didapatkan bahwa pada sekolah yang
akan diteliti mengalami permasalahan pada rendahnya hasil belajar
IPA. Guru dalam memberikan materi pembelajaran masih terbatas
pada metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Siswa kurang
aktif dalam memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan, siswa
kurang berani mengemukakan pendapat, serta kurang terjadinya
interaksi antarsiswa dalam proses pembelajaran.
Peneliti merancang desain pembelajaran yang dapat mengatasi
masalah yang dihadapi. Desain pembelajaran yang disiapkan meliputi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, LKS (Lembar Kerja Siswa),
lembar observasi guru dan siswa, instrument tes soal pilihan ganda
untuk pretest dan postest dan membentuk kelompok belajar siswa.
Pembelajaran pada siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama dan kedua pembelajaran dilaksanakan di
dalam kelas dan siswa melakukan pengamatan dan diskusi kelompok.
Indikator pembelajaran dari materi morfologi tubuh hewan dan
fungsinya yaitu menjelaskan morfologi tubuh ikan dan fungsinya,
menjelaskan morfologi tubuh kucing dan fungsinya, menjelaskan
morfologi tubuh merpati dan fungsinya serta menjelaskan morfologi
tubuh katak dan fungsinya pada pertemuan pertama. Pada pertemuan
kedua indikatornya yaitu membedakan serangga dan laba-laba,
membedakan merpati dan kelelawar, membedakan cicak dan bunglon,
dan membedakan ikan dan katak.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada
tahap pelaksanaan guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran koopertif tipe jigsaw yang
telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada
pertemuan pertama proses pembelajaran diawali dengan berdoa dan
mengecek daftar hadir siswa, dan melaksanakan pretest sebanyak
409
Professional Learning untuk Indonesia Emas
410
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
c. Pengamatan
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dari aspek
kognitif pada siklus I dilakukan tes hasil belajar. Adapun hasil tes
belajar siswa adalah sebagai berikut pada siklus I setelah dilakukan
tindakan nilai rata-rata siswa hanya mencapai 79,5. Siswa yang belum
memenuhi KKM (70) mencapai 32,5% (13 siswa) dan siswa yang sudah
memenuhi KKM 67,5% (27 siswa), sedangkan tingkat keberhasilan
memenuhi indikator yaitu 75%. Adapun hasil tes kemampuan siswa
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Belajar pada Siklus 1
Keterangan Nilai
Rata-Rata 79,5
Nilai Maksimal 100
Nilai Minimal 54
Median 77
Modus 69
Siswa yang Tuntas (%) 67,5
Siswa yang Belum Tuntas (%) 32,5
Setelah mengalami pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw hasil belajar mengalami
peningkatan. Nilai rata-rata skor 79,5, nilai terendah 54, nilai tertinggi
mencapai 100, nilai tengah 77, nilai yang banyak diperoleh siswa
(modus) adalah 69, dan standar deviasi adalah 12,20. Namun pada tes
siklus I hanya 27 siswa yang mencapai nilai KKM dengan persentase
keberhasilan sebanyak 67,5 %.
Proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siklus I untuk tiap
pertemuannya dilengkapi dengan penggunaan Lembar Kerja Siswa
(LKS). LKS diberikan kepada masing-masing kelompok yang telah
dibentuk. Hasil penilaian LKS untuk tiap kelompok menunjukkan
penilaian Lembar Kerja Siswa pada pertemuan pertama sudah baik
karena sudah semua kelompok mencapai nilai KKM (ada dua kelompok
mendapatkan nilai sama dengan nilai KKM), dengan nilai tertinggi
100 dan nilai terendah 70. Rata-rata perolehan nilai LKS adalah 84.
Begitu pula penilaian LKS pada pertemuan kedua semua kelompok
sudah mencapai nilai KKM. Dengan demikian, proses pembelajaran
terlaksana sesuai dengan harapan adanya interaksi dalam kelompok
untuk pencapaian belajar bersama-sama berbantu LKS.
Pada tahap evaluasi masing-masing siswa diberikan tes individu
berupa latihan soal. Pada pertemuan pertama siklus I siswa diberikan
soal isian singkat sebanyak 5 soal, sedangkan pada pertemuan
411
Professional Learning untuk Indonesia Emas
412
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
pada Tabel 2.
e. Keputusan
Pada pelaksanaan siklus I berdasarkan tes hasil belajar siswa
yang telah dilaksanakan selama proses pembelajaran siklus I bahwa
hasil belajar siswa pada materi morfologi tubuh hewan dan fungsinya
belum memenuhi indikator yang peneliti harapkan. Indikator yang
ditetapkan oleh peneliti yaitu sebesar 75% siswa memiliki nilai di atas
KKM yaitu 70, tetapi dari hasil tes pada siklus I persentase siswa yang
sudah mencapai KKM hanya mencapai 67,5% (27 0rang). Nilai N-gain
pada siklus I adalah 0,32 dengan kategori sedang. Dalam hal ini perlu
dilakukan tindak lanjut proses pembelajaran untuk perbaikan tindakan
dan hasil belajar siswa sesuai dengan refleksi siklus I (tabel 4.7).
Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian
tindakan kelas ini ke siklus II.
Siklus Kedua
a. Perencanaan
Perencanaan yang akan dilaksanakan pada siklus II berdasarkan
refleksi dari siklus I yang akan merubah desain pembelajaran lebih
baik lagi. Perencanaan pada siklus II ini dimulai dengan menyiapkan
413
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Pelaksanaan
Pada tahapan ini, guru berusaha menerapkan kegiatan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Pada pertemuan pertama siklus II guru membuka pelajaran
dengan salam dan berdoa, guru membagikan soal pretest kepada siswa
dan mengawasi siswa dalam mengerjakan soal tersebut. Sebelum
pembelajaran dilanjutkan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Pada tahap awal guru mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan morfologi tumbuhan. Sebelum membagikan
LKS kepada masing-masing kelompok guru menjelaskan kepada
siswa cara berinteraksi dengan teman sekelas ataupun teman
sekelompok, agar terjalin kerjasama antar kelompok maupun antar
siswa secara umum. Kegiatan dilanjutkan dengan guru mencontohkan
gambar tumbuhan pepaya, jagung, mangga, dan sirih. Tiap kelompok
juga diberikan tanaman asli dan gambar tumbuhan tersebut. Siswa
disuruh mengamati tanaman tersebut dan menyelesaikan LKS. Guru
memberikan bimbingan dan pengawasan lebih kepada masing-
masing kelompok agar menyelesaikan LKS dengan teliti. Pengawasan
dilakukan pada kelompok asal dan ahli. Selanjutnya guru meminta
perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya di depan
kelas. Perwakilan kelompok yang presentasi adalah siswa yang
414
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
415
Professional Learning untuk Indonesia Emas
masing-masing kelompok.
Pada saat siswa berdiskusi guru memberikan pelayanan yang
lebih dengan memantau dan membimbing diskusi masing-masing
kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
apabila ada hal-hal yang tidak dimengerti. Siswa terlibat aktif dan
antusiasme dalam mengikuti pembelajaran. Setelah siswa selesai
berdiskusi dalam kelompok ahli siswa diminta kembali ke kelompok
asal dan kembali berdiskusi. Selesai siswa berdiskusi dalam kelompok
asal maka meminta perwakilan kelompok untuk presentasi di depan
kelas dan kelompok lain diminta memberikan tanggapan atau
bertanya. Bagi kelompok yang presentasi dan memberikan tanggapan
diberikan reward berupa tepukan semangat dan pujian.
Langkah selanjutnya yaitu pemberian latihan soal isian singkat
sebanyak 5 soal untuk mengetahui hasil yang telah dicapai terhadap
tahap pembelajaran sebelumnya. Pada tahap ini guru memaksimalkan
perhatiannya kepada siswa seluruh siswa agar mengerjakan soal
denga tertib dan disiplin. Kemudian guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan pada hari ini. Pada akhir pembelajaran ketiga
siklus II, guru memberikan soal postest kepada seluruh siswa dan
mengawasi siswa selama proses penyelesaiannya agar tidak terjadi
kecurangan dan ketidakdisiplinan.
c. Pengamatan
Peningkatan hasil belajar siswa dari aspek kognitif pada siklus
II dilakukan tes hasil belajar. Adapun hasil tes belajar siswa adalah
sebagai berikut pada siklus II setelah dilakukan tindakan nilai rata-
rata siswa telah mencapai 85. Siswa yang belum memenuhi KKM (70)
mencapai 15% (6 siswa) dan siswa yang sudah memenuhi KKM 85%
(34 siswa) dan tingkat keberhasilan sudah memenuhi indikator yaitu
75%. Adapun hasil tes kemampuan siswa dapat dilihat pada Tabel 3.
416
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
417
Professional Learning untuk Indonesia Emas
d. Refleksi
Pada siklus II, berdasarkan hasil pengamatan diperoleh temuan-
temuan yaitu: Rata-rata hasil tes pada siklus II mencapai 85, N-gain
kelas pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan
siklus I dari 0,32 menjadi 0,46. Tingkat ketuntasan atau persentase
keberhasilan pada siklus II meningkat menjadi 85% (34 orang).
e. Keputusan
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa perolehan nilai dari
hasil belajar, tingkat keberhasilan, N-gain kelas, LKS, dan latihan soal,
aktivitas siswa pada siklus II dikategorikan baik, nilai yang diperoleh
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Indikator
utama yang ditetapkan oleh peneliti sebesar 75 % siswa memiliki nilai
di atas KKM yaitu 70, dan pada siklus II ini persentase siswa yang
sudah mencapai KKM adalah 85% . Maka peneliti memutuskan untuk
mengakhiri penelitian tindakan kelas ini di siklus II karena sudah
mencapai target yang diharapkan.
Sebelum dilakukannya tindakan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, proses pembelajaran IPA
biasanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan.
Penggunaan media pembelajaran hanya sebatas papan tulis dan
gambar-gambar saja, dan sangat jarang menggunakan labolatorium
dan alat-alat peraga untuk paktikum. Hal ini menyebabkan rendahnya
hasil belajar siswa terutama pada materi morfologi tubuh hewan dan
tumbuhan serta fungsinya. Dalam pembelajaran IPA sebaharusnya
418
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
419
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Kesimpulan
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi morfologi tubuh hewan
dan tumbuhan serta fungsinya. Hal ini ditunjukkan dengan siswa
yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada siklus I
mencapai 67,5 % (27 orang) meningkat pada siklus II menjadi 85 % (34
orang) yang telah mencapai KKM. Rata-rata N-gain pada siklus I yaitu
0,32 dan terjadi peningkatan pada siklus II menjadi 0,46. Peningkatan
ini dikarenakan adanya perbaikan pada proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang
menuntun siswa untuk berinteraksi, aktif, berani bertanya, berani
mengemukakan pendapat, bekerjasama, dan bertanggung jawab
terhadap tugas secara bersama-sama.
420
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Daftar Pustaka
421
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA
SISWA PADA KONSEP GAYA
422
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pendahuluan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana dalam mewujudkan suasana belajar mengajar secara aktif
agar siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Wina,
2006). Muhibbin Syah (2010) dalam buku Psikologi Pendidikan
suatu pendekatan baru mendefinisikan, pendidikan adalah proses
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia
melalui pengajaran.
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Sedangkan Tasker dalam Muhibbin Syah (2010) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme yaitu peran aktif siswa
dalam pembelajaran yang bermakna, pentingnya membuat gagasan
dalam pembelajaran yang bermakna, dan mengaitkan gagasan
dengan informasi baru yang diterima. Maka dapat dinyatakan bahwa
pengetahuan dibangun secara aktif oleh siswa sehingga didapat
pembelajaran yang bermakna.
Salah satu pengajaran IPA khususnya di SD adalah agar siswa
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.Selain itu pembelajaran IPA juga bertujuan untuk
menjelaskan gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, pelajaran IPA sangat perlu diajarkan di SD
dengan menekankan pada pemberian pengalaman langsung melalui
keterampilan proses dan sikap ilmiah yang tentunya harus didukung
dengan berbagai sarana dan prasarana serta model pembelajaran yang
bervariasi.
Model pembelajaran pada dasarnya adalah bentuk pembelajaran
yang tergambar sejak awal sampai akhir dan disajikan secara
khas oleh guru.Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkaidaripenerapansuatupendekatan, metode dan
teknik pembelajaran (Iif, 2010).Model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar.Inovasi ini sangat penting manakala guru
mengajarkan mata pelajaran yang banyak mengandung konsep-
423
Professional Learning untuk Indonesia Emas
424
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Hasil Penelitian
1. Siklus I
a. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus I dimulai dengan mempersiapkan
semua rancangan pembelajaran yang akan diterapkan pada penelitian
ini, persiapan tersebut meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang menerapkan model pembelajaran inkuiri, media/alat
dan bahan dalam pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar
observasi, catatan lapangan, dan instrumen tes soal pilihan ganda.
Hasil pembelajaran diupayakan agar siswa memperoleh nilai di atas
KKM yaitu 70 dengan indikator keberhasilan 75% dari jumlah siswa.
Instrumen pretest digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan awal siswa sebelum dilakukan pembelajaran sedangkan
instrumen posttest digunakan untuk mengetahui hasil siswa setelah
pembelajaran berlangsung.Pembagian kelompok yang dibagi menjadi
4 kelompok dengan tiap-tiap kelompok terdiri dari 6 atau 7 orang.
Pada siklus I dilakukan 2 kali pertemuan dan berlangsung
selama 2x35 menit untuk setiap pertemuan.Pada pertemuan pertama
pembelajaran dilakukan dengan pemberian soal pretest dan dilanjutkan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri.
Pada pertemuan kedua dilakukan pembelajaran dikelas dengan
melaksanakan praktikum dan menjawab soal posttest. Indikator
425
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Tindakan
Pada tahap ini, guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri sesuai dengan RPP.
Uraian proses pembelajaran pada siklus I sebagai berikut:
426
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
427
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Pengamatan
1) Hasil Pretest dan Posttest
Berdasarkan hasil tes (pretest dan posttest) yang diperoleh pada
siklus I, mengenai sub konsep gaya dapat mempengaruhi gerak
suatu benda dengan jumlah siswa sebanyak 27 orang dalam satu
kelas dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Data
nilai pretest diperoleh dari hasil tes sebelum siswa mempelajari
materi tersebut dan belum diterapkannya model pembelajaran
inkuiri, serta nilai posttest diperoleh dari hasil belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran inkuiri. Data statistik pretest
dan posttest dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
428
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
429
Professional Learning untuk Indonesia Emas
c. Refleksi Siklus I
Berdasarkanpengamatan pada proses pembelajaran diperoleh
temuan pada siklus I yaitu hasil belajar siswa belum mencapai kriteria
ketuntasan yang telah ditetapkan oleh peneliti sebesar 75%. Siswa
yang mencapai KKM 70 sebesar 55,56% (15 orang). Rata-rata N-Gain
pada siklus I sebesar 0,27% dengan kategori rendah.
Hasil catatan lapangan pada proses pembelajaran masih terdapat
beberapa kekurangan yang harus diperbaiki. Pada tahap orientasi, guru
belum maksimal mengaitkan pelajaran yang akan dipelajari dengan
pelajaran sebelumnya, guru juga belum maksimal menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Sedangkan siswa pada tahap
orientasi tidak ingat pada pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya
ketika ditanya guru, selain itu pada tahap pembentukan kelompok
guru masih belum bisa mengkondisikan siswa dengan baik sehingga
kelas gaduh. Dalam tahap merumuskan hipotesis guru sudah baik
dalam membimbing siswa, karena banyak siswa yang tidak paham
cara membuat hipotesis, beberapa siswa juga tidak mengerti tugas
dan peranannya dalam kelompok, di samping itu siswa masih bersifat
mengandalkan teman dan kurang bekerjasama dalam mengerjakan
LKS.
d. Keputusan Siklus I
Keputusan hasil refleksi pada siklus I dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar siswa pada konsep gaya belum memenuhi indikator
yang peneliti harapkan. Indikator yang ditetapkan oleh peneliti
430
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
431
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Siklus II
a. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II ini merupakan tahap perbaikan
dari pelaksanaan pembelajararan yang telah dilaksanakan pada siklus
I. Pada pelaksanaan di siklus II, perbaikan dimulai dengan RPP yang
menerapkan model pembelajaran yang lebih mengoptimalkan peran
guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan aktivitas siswa sehingga dapat berdampak pada
peningkatan hasil belajar siswa. Selanjutnya peneliti menyiapkan
media/alat dan bahan dalam pembelajaran, Lembar Kerja Siswa
(LKS), lembar observasi, catatan lapangan, dan instrumen tes.
Instrumen tes yang digunakan pada siklus II ini sama halnya dengan
yang ada pada siklus I yaitu soal pilihan ganda yang masing-masing
15 soal untuk pretest dan posttsest. Pembagian kelompok berdasarkan
kelompok pada siklus I. Indikator pembelajaran dari konsep gaya
yang ditetapkan pada siklus kedua ini diantaranya: (1) Menyelidiki
pengaruh gaya terhadap bentuk benda (2) Menyebutkan contoh dalam
kehidupan sehari-hari bahwa bentuk benda berubah akibat gaya (3)
Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi benda dapat tenggelam
dalam air(4) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi benda dapat
mengapung dalam air.
b. Tindakan
Pada tahap ini, guru berusaha menerapkan kegiatan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri sesuai dengan RPP.
Uraian proses pembelajaran pada siklus I sebagai berikut:
432
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
433
Professional Learning untuk Indonesia Emas
434
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
c. Pengamatan
1) Hasil Pretest dan Posttest
Berdasarkan hasil tes (pretest dan posttest) yang diperoleh pada
siklus II, mengenai sub konsep gaya dapat mempengaruhi bentuk
suatu benda dengan jumlah siswa sebanyak 27 orang dalam satu
kelas dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Data
nilai pretest diperoleh dari hasil tes sebelum siswa mempelajari
materi tersebut dan belum diterapkannya model pembelajaran
inkuiri, serta nilai posttest diperoleh dari hasil belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran inkuiri. Data statistik pretest
dan posttest dapat dilihat pada Tabel 4di bawah ini:
435
Professional Learning untuk Indonesia Emas
d. Refleksi Siklus II
Tahapan refleksi pada siklus II ini bahwa kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa dalam
meningkatkan hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar
siswa yang mencapai KKM 70 sebanyak 22 orang (81,48%) sudah
memenuhi kriteria ketuntasan yang ditetapkan peneliti. Rata-rata
nilai N-Gain meningkat sebesar 0,15%, pada siklus I rata-rata N-Gain
hanya mencapai 0,27% (berkategori rendah) sedangkan pada siklus II
mencapai 0,42% (berkategori sedang).Hasil observasi tiap kelompok
pada pertemuan ketiga dan keempat mengalami peningkatan, rata-
rata tiap kelompok dengan indikator sangat baik, begitu pun dengan
aktivitas guru dengan kategori sangat baik.
Berdasarkan catatan lapangan pada siklus II ini secara umum
dapat dikatakan sudah sangat baik. Pada tahap inti, siswa sudah
tidak lagi gaduh dalam pembentukan kelompok karena pembetukan
kelompok sama seperti kelompok pada siklus I sehingga berjalan
dengan tertib, dan mengerjakan tugas yang harus dikerjakan bersama
kelompok. Siswa juga sudah aktif bertanya dan berpendapat dalam
pembelajaran dan diskusi kelompok sehingga siswa yang sebelumnya
mengandalkan temannya mengerjakan LKS pada siklus II ini siswa
membagi tugas kelompok secara bergantian untuk menyelesaikan
LKS bersama, maka penelitian ini dapat dihentikan pada siklus II.
e. Keputusan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh dari hasil belajar dan
aktivitas belajar siswa, juga respon siswa yang positif tentang model
pembelajaran inkuiri, hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa
dalam konsep gaya sudah mencapai kriteria ketuntasan minimum
(KKM) yang diharapkan. Dari hasil observasi aktivitas siswa sudah
ada peningkatan dan aktivitas guru sudah sangat baik.Oleh karena itu
tidak perlu dilanjutkan lagi ke tindakan pembelajaran siklus III.
436
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Pembahasan
Sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri, proses pembelajaran IPA lebih
didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Selain itu, guru menyampaikan materi
pelajaran tidak menggunakan metode ataupun model pembelajaran
yang melibatkan siswa aktif, dan siswa kurang termotivasi ketika
mengikuti pembelajaran, hal itu terlihat dari rendahnya hasil belajar
IPA siswa.
Pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas IVA SDN Kebon
Manggis 11 Pagi Matraman-Jakarta Timur adalah model pembelajaran
inkuiri. Model pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang berpusat
pada siswa, dimana siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Adapun model inkuiri yang digunakan dalam pembelajaran adalah
model pembelajaran inkuiri terstruktur.
Model pembelajaran ini terdidri dari lima tahapan atau fase-
fase, yaitu rumusan masalah, merumuskan hipotesis, pengumpulan
data/verifikasi, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan.
Pada tahap berhadapan dengan masalah (rumusan masalah), guru
memberikan pertanyaan sebelum siswa melakukan eksperimen.
Pada tahap merumuskan hipotesis, siswa membuat pernyataan
atau kebenaran dari permasalahan (hipotesis) yang diberikan oleh
guru. Pada tahap pengumpulan data/verifikasi, siswa melakukan
eksperimen, mengamati dan mengumpulkan data untuk mengisi LKS.
Pada tahap menguji hipotesis, siswa menetukan jawaban (menganalisis
data) berdasarkan pengumpulan data yang telah diperolehnya dalam
percobaan atau eksperimen. Pada tahap merumuskan kesimpulan,
pada tahap ini siswa diminta untuk menyimpulkan hasil eksperimen
yang telah dilakukan dan mempresentasikannya hasil eksperimennya
di depan kelas.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri
terstruktur ini membantu siswa dalam melakukan eksperimen,
siswa dapat menemukan sendiri dari apa yang mereka lakukan dan
pelajari. Model pembelajaran terstruktur adalah model pembelajaran
dimana alat dan bahan eksperimen telah disediakan oleh guru
dan guru juga yang menjadi fasilitator dalam membimbing siswa
dalam melakukan eksperimen, menganalisis data maupun dalam
mengerjakan LKS, tetapi hipotesis ditentukan oleh siswa sendiri.
Dengan model pembelajaran inkuiri terstruktur ini dapat membantu
siswa dalam proses pembelajaran dimana siswa menjadi aktif dan
pembelajaran menjadi student center. Selain itu siswa merasa senang
karena mereka bisa melakukan eksperimen dan siswa yakin kalau
437
Professional Learning untuk Indonesia Emas
438
Perkembangan Model Pembelajaran dari Masa ke Masa
Penutup
Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa pada konsep gaya. Hal ini dapat terlihat dari
persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 55,56% dan
persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II sebesar 81,48%. Pada
siklus I pemahaman siswa baru pada pengertian gaya,pengaruh gaya
439
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
440
5
PROFESSIONAL
LEARNING BASED ON
CHARACTER UNTUK
INDONESIA
Professional Learning untuk Indonesia Emas
442
PENDIDIKAN MENGHIDUPKAN NILAI
(LIVING VALUES EDUCATION)
MELALUI ACTIVE LEARNING
Bahrissalim
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : bahris68@gmail.com
Pendahuluan
Belajar merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian
informasi ke dalam kepala peserta didik. Belajar Membutuhkan
keterlibatan mental dan tindakan peserta didik itu sendiri. Penjelasan
dan peragaan, oleh mereka sendiri, tidak akan menuju ke arah belajar
yang sebenarnya dan tahan lama. Pada saat kegiatan belajar itu
443
Professional Learning untuk Indonesia Emas
444
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
445
Professional Learning untuk Indonesia Emas
446
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
447
Professional Learning untuk Indonesia Emas
3. Mengamati (Observing) :
Kegiatan ini terjadi dimana para siswa dapat melihat dan
mendengarkan ketika orang lain melakukan sesuatu (doing something)
, terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Misalnya, mengamati
guru sedang melakukan sesuatu. Misalnya, guru olah raga yang sedang
memperagakan cara menendang bola yang baik, guru komputer
yang sedang membelajarkan cara-cara browsing di internet, dan
sebagainya. Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya,
siswa juga dapat diajak untuk mendengarkan dan melihat dari orang
lain, misalnya menyaksikan penampilan bagaimana cara kerja seorang
dokter ketika sedang mengobati pasiennya, menyaksikan seorang
musisi sedang memperagakan kemahirannya dalam memainkan alat
musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga siswa dapat diajak untuk
mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik yang
sedang dipelajari, misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan mengamati dapat dilakukan secara langsung
atau tidak langsung. Pengamatan langsung artinya siswa diajak
mengamati kegiatan atau situasi nyata secara langsung. Misalnya,
untuk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak
langsung mengunjungi bank-bank yang ada di daerahnya. Sedangkan
pengamatan tidak langsung, siswa diajak melakukan pengamatan
terhadap situasi atau kegiatan melalui simulasi dari situasi nyata, studi
kasus atau diajak menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari
seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak menyaksikan video
tentang situasi kehidupan di sebuah bank.
4. Melakukan (Doing):
Kegiatan ini menunjuk pada proses pembelajaran di mana siswa
benar-benar melakukan sesuatu secara nyata. Misalnya, membuat
desain bendungan (bidang teknik), mendesain atau melakukan
eksperimen (bidang ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-
sumber sejarah lokal (sejarah), membuat presentasi lisan, membuat
cerpen dan puisi (bidang bahasa) dan sebagainya. Sama halnya dengan
mengamati (observing), kegiatan melakukan dapat dilaksanakan
secara langsung atau tidak langsung.
448
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
2. Stimulasi Nilai
Pelajaran tentang nilai secara mudah dapat diintegrasikan dalam
berbagai situasi belajar. Kerapkali diskusi tentang pelajaran yang
tengah dibahas di kelas mengarah pada diskusi tentang nilai. Pelajaran
tentang nilai dapat pula diselipkan ketika terjadi konflik antar siswa.
Situasi-situasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi
nilai-nilai lebih lanjut.
Meskipun demikian, kita harus berhati-hati bila melakukan
berbagai kegiatan tentang nilai yang hanya bertaraf pada kesadaran.
Maka, Pendidikan Menghidupkan Nilai sangat menyokong
penggunaan berbagai aktivitas yang tersedia dalam buku-buku
Aktivitas Pendidikan Nilai. Para peserta didik cenderung gemar
mengembangkan berbagai nilai jika mereka dapat mengeksplorasi
dan mengaplikasikannya dalam berbagai situasi serta merasakan
manfaat dari pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-
hari mereka.
Stimulasi nilai yang tercantum dalam skema adalah Refleksi
Internal, Eksplorasi Nilai-Nilai dalam Kehidupan Nyata dan
Penerimaan Informasi. Setiap aktivitas dalam Pendidikan
Menghidupkan Nilai dimulai dengan salah satu dari stimulasi nilai
tersebut. Dan setiap jenis stimulasi nilai biasanya digunakan hampir
dalam setiap unit aktivitas Pendidikan Menghidupkan Nilai. Berikut
adalah macam-macam aktivitas dari masing-masing kategori :
Refleksi Internal- aktivitas membayangkan dan merefleksikan,
dimana siswa diajak untuk menciptakan ide atau gagasan mereka
449
Professional Learning untuk Indonesia Emas
4. Ekspresi Kreatif
Seni adalah media yang pas bagi para peserta didik untuk
mengekspresikan ide, gagasan maupun perasaan mereka secara
kreatif- dan menggali nilai mereka sendiri. Kegiatan menggambar,
melukis, termasuk lukisan mural/dinding dapat dikombinasikan
dengan berbagai kegiatan seni pertunjukan. Tarian, gerakan dan musik
450
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
5. Pengembangan Keterampilan
Tidak cukup hanya dengan memikirkan dan mendiskusikan
nilai serta memahami dampak yang ditimbulkannya, keterampilan
mengaplikasikan nilai amat dibutuhkan dalam pengimplementasiannya
sehari-hari. Para generasi muda saat ini butuh untuk mengalami
sendiri perasaan positif terhadap nilai dan tidak hanya berpusat pada
tataran kognitif saja, memahami berbagai dampak dari perilaku dan
berbagai pilihan yang mereka ambil, serta memiliki ketrampilan dalam
pengambilan keputusan yang berbasis kesadaran sosial. (Tillman:
2000)
451
Professional Learning untuk Indonesia Emas
452
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
11. Kegembiraan
Kegembiraan dan kenyamanan murupakan hal yang terpenting
dalam pembelajaran nilai. Apabila para peserta didik merasa nyaman
dan gembira maka mereka akan selalu menanti-nanti pelajaran
ini. Mereka paham apa yang diharapkan dan berpartisipasi secara
antusias di setiap elemen pelajaran. Ketika anda sudah terbiasa
menggunakan materi pembelajarn ini maka dengan mudah anda akan
menemukan dan mengganti stimulus yang anda pergunakan serta
mengembangkan aktifitas atau kegiatan pembelajaran anda sendiri,
kemudian pengajaran nilai dengan kurikulum menjadi sesuatu yang
otomatis. Jadikanlah kegembiraan sebagai elemen utama pembelajaran
dan anda akan lihat efek positifnya di berbagai aspek pada lingkungan
sekolah.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
program living values education di beberapa sekolah menekankan
prinsip-prinsip pembelajaran aktif seperti melibatkan peserta didik,
memperhatikan perbedaan kemampuan peserta didik, sharing
ide kepada peserta didik yang lain, dan lain-lain. Untuk itu dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter di Indonesia, perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu: Pertama, pendidikan karakter/
nilai dapat berjalan dengan baik jika diawali dengan perubahan
paradigma tentang proses pembelajaran dan makna karakter. Setiap
praktisi dan pemerhati harus mempunyai persepsi yang sama
tentang karakter, bahwa yang diperlukan dalam pendidikan bukan
menghafal tentang karakter tapi harus menghidupkan karakter
dalam proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
Kedua, perubahan paradigma tersebut perlu segera dibarengi dengan
perubahan kebijakan yang memungkinkan paradigma tersebut dapat
diiplementasikan di lapangan oleh para pemangku kebijakan. Hal
ini harus dilakukan secara sistemik mulai dari level paling tinggi
(Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional) sampai
tingkatan paling rendah di Sekolah dan Madrasah. Ketiga, perlu
ada peninjauan kembali kurikulum yang berbasiskan nilai untuk
membangun karakter peserta didik. Hal ini lebih efektif dilakukan di
tingkat LPTK sebagai lembaga pencetak calon guru yang pada saatnya
sebagai orang yang mendidik di sekolah/madrasah. Keempat, setiap
pendidik perlu mempunyai wawasan yang sama tentang karakter dan
mengetahui bagaimana cara menghidupkan nilai. Kelima, perlu ada
evaluasi dan monitoring selama proses menggali dan menghidupkan
nilai sehingga ada peningkatan kualitas secara berkelanjutan.
453
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
454
PENDIDIKAN KARAKTER MENYONGSONG
INDONESIA EMAS 2045
Azkia Muharom Albantani, Ach Wildan Al Faizi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Universitas Islam Negeri Maulana (UIN) Malik Ibrahim Malang
Email: azki@uinjkt.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan merupakan sarana proses yang terjadi secara terus-
menerus dengan bertujuan untuk mengubah jati diri seseorang (anak
didik) untuk lebih maju dan berkembang dalam ilmu pengetahuan.
Dengan perkembangan zaman, dunia pendidikan terus berubah
secara signifikan sehingga banyak merubah pola fikir banyak orang,
dari pola pikir yang masih sederhana menjadi lebih modern. Dan hal
ini sangat berpengaruh pada kemajuan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang berkualitas diawali dengan pembelajaran yang
berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas merupakan pembelajaran
yang bukan hanya mengembangkan aspek kognitif saja, melainkan
harus mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik. Pendidikan di
negeri ini tidak hanya mencerdaskan peserta didik dalam kemampuan
bidang intelektual, tetapi diharapkan juga diharapkan memiliki
455
Professional Learning untuk Indonesia Emas
456
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
457
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pendidikan kedua setelah
keluarga. Guru menjadi media pendidik dan sumber informasi bagi
anak didik dalam memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan
keahlian yang dimiliki. Guru berperan memberikan bantuan, motivasi,
dan tugas kepada anak untuk melatih kedisiplinan agar anak memiliki
tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya. Di lingkungan
sekolah lebih menekankan pengajaran tentang kedisiplinan, tanggung
jawab, dan ketaatan terhadap aturan-aturan yang berlaku serta norma-
norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sehingga anak dapat
menempatkan diri dimanapun dia berada dan bagaimana bersikap
yang baik, sopan, dan santun kepada siapapun terlebih kepada orang
yang lebih tua.
Training Guru
Terkait dengan program pendidikan karakter di sekolah, harus
dicarikan solusi tentang bagaimana menjalankan dan melaksanakan
pendidikan karakter di sekolah, serta bagaimana cara menyusun
program dan melaksanakannya, dari gagasan ke tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru
tentang psikologi anak, cara mendidik anak dengan memahami
mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak
sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang
bermasalah dengan perilakunya.
458
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Lingkungan Keluarga
Pendidikan anak yang paling sentral adalah pendidikan dalam
keluarga. Pendidikan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap pembentukan karakter anak dan menjadi kunci utama dalam
membentuk pribadi anak menjadi baik. Seorang anak yang dididik
oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang akan merasa dihargai
dan dibutuhkan, ia pun akan menyayangi keluarganya sehingga akan
tercipta kondisi yang saling menghargai dan saling membantu. Kondisi
tersebut sangat mendukung perkembangan anak, karena orangtualah
yang berperan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Di dalam keluarga yang penuh rasa kasih sayang, menjadikan harga
diri anak dapat berkembang karena ia merasa dihargai, dicintai, dan
diterima sebagai manusia. Dengan kita dihargai dan dihormati, maka
kita juga dapat menghargai orang lain. Keluarga yang menerapkan
pendidikan keluarga dapat menghasilkan anak yang memiliki
kepribadian baik. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga harus
menjadi dasar yang kuat dalam membangun kepribadian seorang
anak.
459
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga memiliki peran penting bagi
perkembangan anak didik, karena lingkungan masyarakat dapat
memberikan gambaran bagaimana hidup bermasyarakat. Anak didik
berinteraksi secara langsung dengan masyarakat, sehingga masyarakat
dapat menilai anak tersebut apakah dia terdidik atau tidak terdidik.
Dengan pendidikan, dalam diri anak tertanam pengetahuan
yang membuat dia bisa menemukan hal-hal baru yang belum pernah
ada sebelumnya sehingga dapat memajukan diri sendiri dan dapat
dimanfaatkan dengan bijaksana. Selain itu, pendidikan juga dapat
menanamkan hal-hal positif sejak dini terhadap anak didik. Melihat
kondisi saat ini, anak didik sebagai generasi muda penerus bangsa
diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan agar tidak
ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain serta agar tidak mudah
diperbudak dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
Akan tetapi, hanya berpendidikan saja tidak cukup untuk
membangun sebuah pribadi yang berkualitas. Manusia yang
berpendidikan tinggi dengan IQ jenius saja tidak menjamin kemajuan
bangsanya jika tidak memiliki karakter yang baik, bahkan mungkin
saja malah digunakan untuk menghancurkan bangsanya demi
keuntungan pribadi. Tanpa membangun pendidikan karakter,
seseorang akan tumbuh menjadi seseorang yang mungkin saja pandai,
tetapi miskin spiritual dan emosional. Proses pendidikan tanpa disertai
pembangunan karakter, hanya sekedar menjadi sarana pelatihan dan
asah otak, sedangkan tingkah laku dan moral terabaikan. Pendidikan
pada dasarnya bertujuan membantu manusia menjadi cerdas dan
pandai serta menjadi manusia yang baik dan bijak. Untuk menjadikan
manusia cerdas dan pintar bukanlah hal yang sulit dilakukan, tetapi
untuk menjadikan seseorang agar menjadi orang baik dan bijak itu
bukan hal yang mudah dilakukan, bahkan dapat dikatakan sangat
sulit. (Yunita Widyastuti:2013)
460
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
461
Professional Learning untuk Indonesia Emas
462
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
lebih diperkuat lagi melalui arti simbol Bhineka Tunggal Ika pada
lambang negara Indonesia. (Shentia Liyuwanadefi: 2013)
463
Professional Learning untuk Indonesia Emas
464
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
465
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
466
HUBUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER
DENGAN PERILAKU SISWA KELAS IV SDN 4
KLAPANUNGGAL KABUPATEN BOGOR
Kusmajid Abdullah
FKIP- Uhamka Jakarta
Emal : cak_kuze@yahoo.com
467
Professional Learning untuk Indonesia Emas
tinggal yaitu rumah yang berkaitan dengan pola asuh orang tua,
lingkungan sekolah, pengaruh kebudayaan, dan lain-lain.
Pendahuluan
Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan formal dan dirancang untuk
pengajaran siswa / murid di bawah pengawasan guru.. Sekolah
turut bertanggung jawab atas peserta didik yang dihasilkan. Demi
terwujudnya tujuan tersebut sekolah menyelenggarakan proses
pendidikan melalui kegiatan belajar mengajar dengan cara mendidik
dan kurikulum sebagai wadahnya.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk
membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar
bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan
sebagai warga Negara/masyarakat. Dilihat dari sudut perkembangan
yang dialami oleh anak, maka usaha yang sengaja dan terencana
tersebut ditunjukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan
melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam
setiap periode perkembangan.
Pendidikan yang baik itu dapat mengembangkan kecerdasan
dari kepribadian atau karakter sehingga melahirkan generasi bangsa
yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernapaskan
nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Salah satu di antaranya adalah
dengan menekankan pengembangan nilai karakter pada setiap
proses pembelajarannya. Khususnya untuk anak Sekolah Dasar (SD),
karena didalam Sekolah Dasar kegiatan belajar mengajar bukanlah
hanya dengan mentransfer ilmu yang akan diberikan saja, melainkan
bagaimana dengan mendidik peserta didik berupa makna-makna
yang diajarkan. Mendidik dengan bertujuan peserta didik dapat
mempunyai karakter atau pribadi yang baik sehingga apa saja yang di
lakukan akan berdampak baik bagi dirinya.
Dari observasi awal yang dilakukan di SDN 4 Klapanunggal,
bahwa permasalahan mengenai perilaku siswa khususnya kelas IV
didalam kegiatan belajar mengajar masih menunjukan gejala tidak
baik, hal tersebut muncul karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
di antaranya adalah pendidikan lebih banyak menekankan proses
pembelajaran teori, kurangnya pembentukan pendidikan karakter,
dan saat ini sebagian guru dalam penyampaian pembelajaran hanya
mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didiknya dan kurang
468
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
469
Professional Learning untuk Indonesia Emas
hormat dan menghargai pada orang tua, guru dan sesama teman,
rendahnya tanggung jawab dan kepedulian. Hal ini menunjukan
betapa urgensinya mengenai pendidikan karakter bagi para pendidik
. dan menebar kebaikan dalam hidup sehari-hari dengan sepenuh
hati Pendidikan karakter ini menurut para pendidik merupakan
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
pendidikan nilai yaitu nilai-nilai moral baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, lingkungan maupun bangsa. Semua ini
bertujuan mengembangkan kemapuan siswa untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan.
Hal ini sangat berhubungan dengan perilaku siswa yang
menanamkan nilai-nilai moral. Pendidik perlu mengenal bagaimana
struktur karakter dan perilaku siswanya, bagaimana karakter peserta
didik itu terbentuk. Dan harus memahami siswanya sebagai suatu
totalitas individu dengan berbagai aspek kehidupanya. Selain itu
pengetahuan mengenai kepribadian, karakter dan perilaku siswa
sangat berguna dipandang dari segi praktis.
Berdasarkan masalah tersebut, terlihat adanya hubungan
pendidikan karakter terhadap perilaku siswa. Oleh karena itu,
penelitian tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul
penelitian Hubungan Pendidikan Karakter dengan Perilaku Siswa
Kelas IV di SDN 4 Klapanunggal Kabupaten Bogor.
470
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
471
Professional Learning untuk Indonesia Emas
472
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
473
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa hasil perhitungan
uji hipotesis hasil korelasi Pearson Product Moment di dapat 0,700 pada
taraf signifikansi 5% dan dk 80 diperoleh ttabel = 1,671 , karena thitung lebih
besar dari ttabel (thitung = 8,657>1,671= ttabel ), sehingga hipotesis penelitian
teruji kebenarannya maka dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan karakter dengan perilaku siswa
kelas IV SDN 4 Klapanunggal Kab Bogor.
Penelitian ini berimplikasi bahwa pemberian pendidikan karakter
terhadap siswa akan memberikan pengaruh positif seperti halnya
siswa akan memiliki kepribadian dan moral yang baik, disiplin,
tanggung jawab dan memiliki kemauan belajar yang tinggi, maka
hal ini berpengaruh pula terhadap peningkatan perilaku siswa yang
positif.
474
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
475
MEMBANGUN SDM BERKARAKTER MELALUI
PENDEKATAN PENDIDIKAN NILAI DI
SEKOLAH DASAR
Nurlaelah
Universitas Muslim Indonesia Makasar
Email : umarnurlaelah@yahoo.co.id
Pendahuluan
Secara yuridis, Pendidikan Nilai di Indonesia didasarkan pada: 1)
Pasal 1 ayat 2 UUSPN 2003, Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman; 2) Pasal 3 UUSPN 2003, Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
476
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Pembahasan
Hakikat Pendidikan Nilai
Kebutuhan akan penanaman pendidikan nilai mulai nampak dan
dirasakan penting setelah maraknya berbagai bentuk penyimpangan
asusila, amoral di tengah masyarakat. Hampir setiap hari ada saja
pemberitaan di media cetak dan elektronik tentang pemerkosaan,
pembunuhan, perampokan, seks bebas di luar nikah aborsi, peredaran
dan pemakaian narkoba, bahkan pernah dilansir kasus pemerasan
yang dilakukan geng anak usia sekolah dasar (SD). Hal ini sangat
meresahkan dan mencemaskan masyarakat terutama orang tua
termasuk pihak lembaga sekolah yang mengemban tugas untuk
mendidik, melatih dan membimbing anak didiknya. Ini persoalan
serius dan perlu mendapat perhatian ekstra khusunya bagi pelaku-
pelaku dunia pendidikan (Sauri, 2012).
Ketidakseimbangan desain pendidikan yang hanya memfokuskan
pada pencapaian aspek intelektual atau ranah kognitif semata dan
mengabaikan aspek penanaman dan pembinaan nilai/sikap diduga
sebagai penyebab munculnya degradasi atau demoralisasi terutama
yang dialami oleh sekolah. Oleh karena itu, Mulyana (2004) menyatakan
bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar
menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara
integral dalam keseluruhan hidupnya. pendidikan nilai tidak hanya
merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata
pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.
Sumatmaja (2002) menambahkan bahwa pendidikan nilai adalah upaya
mewujudkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhak mulia, manusiawi
dan peduli terhadap kebutuhan. serta kepentingan orang lain, yang
intinya menjadi manusia yang terdidik baik terdidik dalam imannya,
477
Professional Learning untuk Indonesia Emas
478
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
479
Professional Learning untuk Indonesia Emas
480
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
481
Professional Learning untuk Indonesia Emas
482
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
483
Professional Learning untuk Indonesia Emas
484
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
485
Professional Learning untuk Indonesia Emas
terjebak pada aktivitas CBSA (baca: Catat Buku Sampai Habis) sehingga
kecenderungan yang terjadi masih diterapkannya metode hafalan.
Komponen evaluasi yang digunakan guru masih ditujukan untuk
mengukur dan menilai kemampuan kognitif dan jenis dan bentuknya
bersifat test, sementara pengukuran dan penilaian terhadap aspek
sikap/nilai dan penggunaan alat non-test seringkali terlupakan
bahkan terabaikan.
Agar tujuan esensi dan kandungan dimensi pendidikan nilai dapat
diwujudkan, sudah tentu memerlukan strategi/metode/pendekatan/
model pembelajaran yang tepat atau metodologi pembelajaran. Upaya
ini selalu berkaitan dengan bagaimana cara yang harus dilakukan
dalam rangka pencapaian tujuan. Jika strategi yang berpusat pada
siswa dinamakan student centered, sedangkan strategi yang berpusat
pada guru dinamakan teacher centered.
Menurut teori perkembangan kepribadian, setiap individu
tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor utama
diantaranya faktor pengalaman (proses belajar), faktor kebudayaan
dan faktor lingkungan keluarga yang meliputi sikap/kondisi sosial
ekonomi keluarga, posisi anak dalam kelurga serta bagaimana sifat
dan perlakuan orangtua. Terdapat beberapa kecenderungan arah
perkembangan kepribadian yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di
atas diantaranya yaitu (1) bila anak hidup di dalam suasana penuh
dengan kritik, dia belajar untuk menyalahan orang; (2) bila anak hidup
di dalam suasana penuh kekerasan, dia belajar untuk berkelahi; (3)
bila anak hidup di dalam suasana penuh olok-olok, dia belajar untuk
menjadi seorang yang pemalu; (4) bila anak hidup di dalam suasana
yang memalukan, dia belajar untuk selalu merasa bersalah; (5) bila
anak hidup di dalam suasana yang penuh dengan toleransi, dia belajar
untuk menjadi seorang penyabar. (6) bila anak hidup di dalam suasana
yang penuh dengan dukungan, dia belajar untuk menjadi seorang
yang percaya diri; (7) bila anak hidup di dalam suasana penuh pujian
& penghargaan, dia belajar untuk menghargai orang lain; (8) bila anak
hidup di dalam suasana kejujuran, dia belajar mengenai keadilan;
(9) bila anak hidup di dalam suasana yang aman, dia belajar untuk
mempercayai orang lain; (10) bila anak hidup di dalam suasana yang
memuaskan jiwanya, dia belajar untuk menyenangi dirinya; serta (11)
bila anak hidup di dalam suasana yang penuh dengan penerimaan &
persahabatan, dia belajar untuk mendapatkan kasih sayang di dalam
dunia ini.
Penutup
486
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
487
Professional Learning untuk Indonesia Emas
488
URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
Rika Sadiyah
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Email: ikafina@gmail.com
Pendahuluan
Fenomena sosial yang terjadi pada bangsa kita ditayangkan melalui
media cetak dan elektronik memuat penyimpangan yang dilakukan
oleh pemerintah, seperti; korupsi, ketidakadilan, penegakkan
supremasi hukum, dan lain-lain yang berkaitan kinerja pemerintah,
sehingga merangsang anggota masyarakan untuk melakukan aksi
demontrasi, selain itu ada tawuran, pengrusakan yang tidak sedikit
mengorbankan materi bahkan korban nyawa, demikian sadisnya.
Pemandangan ini sudah terbiasa. Pelakunya dari kalangan muda, ada
yang mengatasnamakan organisasi, ada juga yang mengatasnamakan
kelompok. Fenomena-fenomena ini terjadi di mana-mana mulai
dari pusat ibu kota sampai ke pelosok desa. Tuntutan mereka tidak
semuanya salah. Tuntutan yang baik merupakan gambaran generasi
yang memiliki rasa tanggung jawab atas kehidupan berbangsa, akan
tetapi ada pula yang tidak bertanggung jawab dan cenderung merusak.
489
Professional Learning untuk Indonesia Emas
490
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
491
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Hakikat Pendidikan
Hakikat pendidikan dapat dipahami dari Undang-undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidiksn Nasional seperti yang
dikemukakan di atas, yaitu mengembangkan potensi kemanusiaan,
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, berakhlak mulia, keterampilan yang diperlukan diri dan
masyarakat, bangsa dan Negara. Prayitno (2009) dalam Prayitno dan
Khaidir (2011 : 56) basis keilmuan pendidikan dilaksanakan dari, untuk,
dan oleh manusia berisi hal-hal yang menyangkut perkembangan
dan kehidupan manusia; serta diselenggarakan dalam hubungannya
antar manusia itu sendiri, pemahaman yang paling mendasar tentang
manusia dan implementasinya menjadi rumusan dalam kaidah-
kaidah keilmuan pendidikan, yang selanjutnya melandasi praktik
pendidikan. Lebih jauh, kajian dan pemahaman tentang manusia,
yang memberikan gambaran tentang kesejatian sosok kemanusiaan
manusia, menjadi basis bagi teori, praksis, dan praktik pendidikan.
Selanjutnya, Azyumardi Azra (2002) dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan (2010 : 231), pendidikan adalah merupakan suatu proses
di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Bahkan, ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih
sekedar pengajaran, artinya bahwa pendidikan adalah suatu proses
di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan
kesadaran diri di antara individu-individu. Jadi, pendidikan pada
dasarnya adalah upaya meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia supaya dapat menjadi manusia yang mandiri serta dapat
berkontribusi terhadap masyarakat dan bangsanya. Efek dari
pendidikan dapat berupa perubahan dalam perilaku yang biasa
disebut akhlak atau moral. Akhlak atau moral yang baik itu adalah
adanya keseimbangan perilaku antara dorongan dari dalam diri
seseorang dengan tuntutan lingkungannya. Semiawan (1997) mengutip
pendapat Khatena dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2010 :
233) moral adalah akibat dari adanya interaksi potensi individual dan
pengaruh social kultural dengan kajian tertentu, meskipun dalam
perkembangan moral kemampuan intelektual dan kemampuan
memproses masukan ikut menentukan perkembangan itu, perilaku
yang diwarnai dimensi moral pada diri seseorang memegang peranan
penting. Perkembangan moral berkorelasi dengan kehidupan individu
dalam kelompok tertentu. Jadi, akhlak adalah keseluruhan kebiasaan
492
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
manusia yang berasal dari dalam diri yang didorong oleh keinginan
secara sadar dan dicerminkan dalam perbuatan yang baik. Akhlak
merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik
antara al-Kholiq sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya.
Tujuan pendidikan itu adalah meletakkan dasar nilai-nilai berupa
pengetahuan, pengalaman-pengalaman yang diekspresikan dalam
kecerdasan, kepribadian, akhlak, keterampilan, yang menggambarkan
seseorang sebagai sosok yang mandiri. Sesungguhnya pendidikan
karakter merupakan kalimat yang rancu, sebab tujuan akhir dari
pendidikan atau hakikat pendidikan adalah nilai dalam wujud pola
tingkah laku yaitu karakter itu sendiri. Pendidikan merupakan proses
internalisasi melalui sikap dan persepsi seseorang terhadap sosial
kultural. Pendidikan karakter bagi generasi merupakan tanggung
jawab semua pihak, tanggung jawab mendewasakan. Pendidikan
adalah proses pemberian pertolongan atau bimbingan dari orang
dewasa (orang tua, guru, masyarakat, pemerintah) kepada yang belum
dewasa agar mencapai kedewasaan (memiliki: kepribadian, budi
pekerti yang luhur dan berakhlak mulia). Pendidikan dapat dilakukan
melalui lingkungan yang bertanggung jawab, yaitu: lingkungan
keluarga, lingkungan persekolahan, dan lingkungan masyarakat.
Jacques Delors, dalam Emzir (2010: 100) mengisyaratkan bahwa
ada 4 pilar pendidikan universal yang ditetapkan UNESCO, yaitu:
learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar
untuk berbuat), learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), dan
learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang
lain). Selintas dijelaskan sebagai berikut:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui); Jenis belajar ini
menekankan perolehan pengetahuan adalah suatu proses yang
tidak pernah berakhir dan dapat diperkaya oleh semua bentuk
pengalaman. Perluasan bidang pengetahuan yang memampukan
manusia untuk memahami lebih baik berbagai aspek lingkungan
yang menimbulkan rasa ingin tahu intelektual, merangsang pikiran
kritis dan memampukan manusia untuk lebih memahami realitas
dengan memperoleh kemandirian di dalam mengambil keputusan.
2. Learning to do (belajar untuk berbuat); Belajar berbuat terkait
dengan bagaimana mengajar peserta didik untuk mempraktikkan
apa yang sudah dipelajarinya dan bagaimana pendidikan dapat
diadaptasikan dengan pekerjaan pada masa depan. Untuk keperluan
yang lebih luas kompetensi peserta didik yang berkenaan dengan
berbagai situasi kerja dalam tim perlu dikembangkan. Hal ini dapat
terwujud apabila peserta didik berkesempatan untuk mencoba
sendiri dan mengembangkan kemampuan dengan jalan terlibat di
493
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Karakter
Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku
yang konsisten secara lahiriah dan batiniah. Karakter adalah hasil
kegiatan yang sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa
ke arah perkembangan sosial. Perkembangan sosial merupakan
kegiatan manusia sejak lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan
terus melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang
menyangkut norma-norma dan sosial budaya. Selanjutnya, kesadaran
dan karakter sosial merupakan hasil perkembangan dari kegiatan
individu yang konsisten dengan dasar dan taraf dari keseluruhan pola
dan arah pertumbuhannya, sehingga perkembangan itu akan berjalan
494
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
495
Professional Learning untuk Indonesia Emas
berkorban, (31) tahan uji, (32) berani menanggung resiko (33) menjaga
K3 (kelengkapan, kesehatan, dan keselamatan kerja, E Peduli: (34)
mematuhi peraturan, hukum yang berlaku, (35) soapan santun, (36)
loyal dengan mentaati perintah sesuai tugas dan kewajiban, (37)
demokratis, (38) sikap kekeluargaan (3) gotong royong (40) toleransi,
suka menolong (41) musyawarah, (42) tertib, menjaga ketertiban, (43)
damai, anti kekerasan, (44) pemaaf, (45) menjaga kerahasiaan.
Pembahasan
Pengembangan kemampuan dan pembentukkan watak yang
dimaksudkan itu melalui pendidikan. Pendidikanlah yang pada
dasarnya membawa kehidupan manusia sesuai dengan kehendak
Maha Pencipta, sesuai fitrah kehidupan manusia itu sendiri. Dalam
kaitan dengan itu, ilmu pendidikan yang menghimpun berbagai kaidah
keilmuan pendidikan secara langsung diarahkan implementasinya
untuk mengem-bangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Pendidikan
dalam semua jenjang satuan pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi membangun karakter melalui tindak pendidikan
yang melakukan transfer ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran yang
sesunguhnya tidak hanya terkait dengan pengubahan tingkah laku,
apa lagi proses pembiasaan atau kondisioning justru dikerdilkan oleh
praktik menghafal. Pendekatan interdisipliner yang mengamanatkan
agar permasalahan pendidikan dilihat secara lebih luas. Pembelajaran
yang mengarah kepada pembangunan karakter bangsa juga terhalang.
Penguasaan siswa terhadap dasar Negara, lembang Negara sebagai
simbol kebangsaan baru sebatas pengetahuan, sementara penerapan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tampak semakin
kabur dan semakin jauh dari harapan, tidak mengangkat harkat
dan martabat manusia. Sebaliknya nilai-nilai global dan dunia maya
merasuk kehidupan pada siswa diabaikan, dan pendidikan tidak
memberikan kepedulian untuk mencegah. Dengan paradigm bahwa
pendidikan pada dasarnya adalah upaya memuliakan kemanusiaan
manusia, maka harkat dan martabat manusia yang merupakan
karakteristik dasar kemanusiaan manusia menjadi basis sosok manusia
seutuhnya dimulai untuk mewujudkannya, meningkatkan harkat dan
martabat manusialah pendidikan ditujukan, dan dengan orientasi
harkat dan martabat manusialah pendidikan diselenggarakan.
Dengan paradigma itu, maka pendidikan mengunggulkan harkat
dan martabat manusia menuju terbangun manusia seutuhnya yang
berkarakter berlandaskan nilai-nilai luhur bangsa.
Pendidikan dalam lingkungan merupakan sarana esensial
untuk membangun karakter anak-anak dan generasi muda bangsa.
496
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Penutup
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, keterampilan
yang diperlukan masyarakat bangsa dan Negara. Untuk meningkatkan
kualitas karakter generasi muda, peranan lembaga pendidikan sangat
diutamakan sesuai fungsinya dan peranannya, semuanya sama-
497
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
498
6
STANDAR
KEUNGGULAN
KOMPETENSI GURU
UNTUK INDONESIA
EMAS
Professional Learning untuk Indonesia Emas
500
PROFESIONALISME GURU MELALUI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU
(PPG) DI LEMBAGA PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN
Fauzan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: fauzan@uinjkt.ac.id
Pendahuluan
Komponen terpenting dan sangat menentukan keberhasilan
pendidikan adalah guru. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru dianggap sebagai tenaga
pendidik professional yang terlibat dan ikut bertanggung jawab
terhadap proses pembelajaran. Dalam istilah pendidikan, pendidik
atau guru merupakan orang yang dengan sengaja memengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan
kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu
membawa peseta didik ke arah kedewasaan.
Secara terminologis, pendidik adalah tenaga kependidikan
501
Professional Learning untuk Indonesia Emas
502
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
503
Professional Learning untuk Indonesia Emas
504
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
505
Professional Learning untuk Indonesia Emas
506
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
507
Professional Learning untuk Indonesia Emas
508
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
509
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari
perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.
Guru profesional harus memiliki persyaratan yang meliputi:
1) memiliki bakat sebagai guru, 2) memiliki keahlian sebagai
guru, 3) memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, 4) memiliki
mental yang sehat, 5) berbadan sehat, 6) memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas, 7) guru adalah manusia berjiwa pancasila,
dan 8) guru adalah seorang warga negara yang baik.
PPG dalam jabatan disinyalir banyak memberikan nilai
kemaslahatan bagi guru untuk mendalami konten pedagogi (bagi
guru non kependidikan) dan penguatan materi ajar (bagi guru
kependidikan) yang dibutuhkan.
Kenyataan di lapangan, pelaksanaan program PPG belum sesuai
dengan konsep perundang-undangan. Banyak di antara guru (berasal
dari pendidikan dan non kependidikan) memperoleh perlakuan sama,
baik dari segi konten materi yang diajarkan, maupun waktu yang
dibutuhkan selama program PPG berlangsung.
Daftar Pustaka
510
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
511
PENINGKATAN KUALITAS MADRASAH
IBTIDAIYAH MELALUI PROFESIONALISME
GURU DAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA
Sita Ratnaningsih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: sita@uinjkt.ac.id
512
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Pendahuluan
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Dalam perkembangannya Madrasah berlangsung sangat cepat.
Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat 13.057 Madrasah Ibtidaiyah
(MI), pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) pada sistem pendidikan
umum. Paling tidak terdapat 1.927.777 siswa yang mendaftarkan diri
di MI. Pada pendidikan tingkat lanjutan pertama atau Madrasah
Tsanawiyah (MTs) terdapat 776 madrasah dengan 87.932 siswa.
Sedangkan di tingkat berikutnya atau Madrasah Aliyah (MA)
terdapat 16 madrasah dengan 1.881 siswa. Jumlah peserta pendidikan
ini merupakan angka yang luar biasa bagi sejarah pendidikan di
Indonesia.
Di tahun 1966, pemerintah mengizinkan Madrasah swasta
berubah statusnya menjadi Madrasah Negeri. Dengan kebijakan
pemerintah tersebut maka, ada 123 MI, 182 MTs, dan 42 MA yang
berstatus swasta menjadi Madrasah Negeri. Konsekuensinya,
manajemen Madrasah secara total bergeser dari masyarakat ke
pemerintah. Meskipun demikian, sekitar 90 persen Madrasah masih
dikelola masyarakat setempat dengan bentuk yayasan. Secara legal,
Madrasah sudah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional
sejak di-berlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perkembangan madrasah
kemudian berlangsung cepat. Di tingkat MI, siswanya mencapai 11
persen dari total siswa tingkat dasar. Di tahun 2000-an, terdapat 21.454
MI dan sekitar 93,2 persennya diselenggarakan oleh pihak swasta.
Tahun 1999 terdapat 9.860 ma-drasah dan sekitar 88,1 persennya
merupakan madrasah milik swasta. Melihat kenyataan tersebut
sudah tidak diragukan lagi bahwa Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki
kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat
secara historis, Madrasah memiliki pengalaman yang luar biasa dalam
513
Professional Learning untuk Indonesia Emas
514
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
515
Professional Learning untuk Indonesia Emas
516
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
517
Professional Learning untuk Indonesia Emas
518
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
519
Professional Learning untuk Indonesia Emas
1. Siddiq
Siddiq artinya benar. Benar adalah suatu sifat yang mulia
yang menghiasi akhlak seseorang yang beriman kepada Allah
dan kepada perkara-perkara yang ghaib. Ia merupakan sifat
pertama yang wajib dimiliki para Nabi dan Rasul yang dikirim
Tuhan ke alam dunia ini bagi membawa wahyu dan agamanya.
Pada diri Rasulullah SAW, bukan hanya
perkataannya yang benar, akan tetapi perbuatannya
juga benar, yakni sejalan dengan ucapannya.
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QSAn-Najm:4-5)
2. Amanah
Amanah artinya benar-benar dapat dipercayai. Jika satu urusan
diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahawa urusan itu
akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah
penduduk Makkah memberikan gelar kepada Nabi Muhammad
SAW dengan gelar Al-Amin yang bermaksud terpercaya,
jauh sebelum beliau diangkat jadi seorang Rasul. Apapun yang
diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka selalu dipercayai
dan diyakini penduduk Makkah karena beliau terkenal sebagai
seorang yang tidak pernah berdusta.
Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu
dan aku hanyalah pemberi nasihatyangterpercayabagimu.(Q
SAl-Araaf:68).
3. Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah
SWT yang ditujukan oleh manusia, maka selalu
akan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu
telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang ilmu-Nya
meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala
sesuatu satu persatu. (QS Al-Jin: 28).
4. Fathonah
Fathonah artinya bijaksana. Dalam menyampaikan ayat Al-
Quran dan kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadis
memerlukan kebijaksanaan yang luar biasa. Nabi Muhammad
SAW harus mampu menjelaskan firman-firman Allah SWT
kepada kaumnya, sehingga mereka bersedia memeluk Islam
520
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Penutup
Dalam upaya peningkatan kualitas Madrasah Ibtidaiyah banyak
hal yang harus dilakukan, salah satu faktor penting tersebut salah
satunya adalah melalui profesionalisme guru dan pendidikan karakter
bagi siswa MI.
Adapun syarat untuk menjadi Guru yang profesional sehingga
dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan adalah : Pendidikan
S1 / D4, mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional, memiliki Sertifikat
Pendidik, menguasai kompetensi Pedagogik, menguasai kompetensi
Profesional, menguasai kompetensi sosial, menguasai kompetensi
Kepribadian, yang masing-masing potensi ini di tinjau dari perspektif
psikologi pendidikan.
Sedangkan ciri-ciri profesionalisme guru yang dapat mendukung
tercapainya peningkatan kualitas MI yaitu meliputi hal-hal sebagai
berikut : Sistem Seleksi dan sertifikasi, berdasarkan kompetensi,
militansi Individual & memiliki Organisasi Profesi, memiliki
Landasan Pengetahuan yang kuat, memiliki sistem Sanksi Profesi,
memiliki Prinsip sesuai Kode Etik, memiliki Kesadaran Profesional
yang tinggi, kerjasama antar teman sejawat yang profesional. Upaya
Pemerintah dalam mewujudkan Program Pendidikan Karakter bagi
peserta didik, termasuk didalamnya siswa MI sudah sesuai dengan
521
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
522
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Offset.1994
Raharjo, Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak
Mulia Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang
Kementrian Pendidikan Nasional, Vol.16 No.3 Mei 2010)
Said Hamid Hasan, dkk. Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa Bahan Pelatihan Penguatan Metode Pembelajaran
Brdasarkan Nilai-nilai Bangsa, (Jakarta: Puskur Balitbang
Kemendiknas, 2010)
Surya, Muhammad, Membangun Manusia Unggul Perlu Profesionalisme
dan Kesejahteraan Guru, Majalah Gema Widyakarya, PGRI DKI
Jakarta, No.9/Th.IV/199. 1999.
Undang - Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Undang - Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
Nasional, Pasal 3.
Yamin, Martinis H, Profeseionalisasi Guru & Implementasi KTSP, Jakarta
: Gaung Persada Press.2007.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan, Jakarta Kencana, 2011.
523
PROFESSIONAL ENGLISH TEACHER :
INSPIRING EFL CLASSROOM
Fahriany
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : fahriany@ymail.com
Introduction
The word inspire has its origins in medieval beliefs about the
power of supernatural beings to breathe spirit into earth-bound
mortals; contemporary understandings of the term are reflected in the
first two definitions found in the Chambers 21st Century Dictionary
(2011 : 1. ...to stimulate (someone) into activity, especially into artistic
or creative activity 2. to fill someone with a feeling of confidence,
encouragement and exaltation. Being innately subjective, human
inspiration is not easy to predict, measure or describe. Furthermore, it
may be only much later that a person or event is recognised as being
inspiring. Perhaps for these reasons, inspiration is not a term much used
in the research literature on second language (L2) motivation, nor in
well known guides for new English language teachers such as Harmer
(2007) and Scrivener (2011), which understandably focus on describing
professional methods and techniques that can be predicted to develop
their learners L2 knowledge and skills in a broadly motivating way.
Yet all teachers need to think about the longer term impact of their
work. Language learning is never accomplished in a single classroom
or course but inevitably involves years of sustained effort in diverse
contexts. The motivation required to sustain that effort in the face of
524
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
525
Professional Learning untuk Indonesia Emas
526
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
himself has always stressed the need for his motivational strategies to
be interpreted in the light of local sociocultural realities. Chen, Warden
and Chang (2005) argued that in Confucian Heritage Cultures (CHC)
such as China learners of English often have a required motivation
pressing them to meet familial expectations and succeed in exams
that may obviate the need or even desirability of Western-produced
motivating teaching strategies. Cheng and Drnyei (2007) addressed
this question directly by comparing Taiwanese and Hungarian
teachers views of motivational strategies, and found that although
both nationalities agreed on the need to promote learner self-
confidence and create a pleasant classroom climate, for example,
they gave different priority to other methods such as promoting
learner autonomy (favoured by the Europeans) and recognising
students efforts (favoured by the Asians). Sugita and Takeuchi (2010)
provide further evidence from Japan that teachers may prioritize
different motivational strategies from their Western counterparts.
Following Kharma (1977), however, we must be careful not to
generalize from cultures to other Asian cultures such as the Malay-
Indonesian, where other educational values may prevail. The second
caveat regarding the motivational strategies approach concerns the
possible assumption that stimulating classroom experiences have long-
term effects on pupils motivation. The lists of strategies used by
researchers originate either in theory or in previous teacher surveys,
e.g. Drnyei and Csizrs (1998). Even if the strategies do constitute
motivational pedagogy for learners, as some of the above research
studies confirm, we cannot be certain that they lead to learners
investing effort in learning the language outside the classroom, over
the long term the kind of motivation that one would expect correlates
most closely to the achievement of L2 communicative competence,
especially in state-school systems where time is limited and lesson
content constrained by assessment practices. In particular, and as
Abdollahzadeh (2012) acknowledge, the teachers motivational
practice might influence learners classroom behaviour in a positive
way, encouraging attention, participation and volunteering, but not
necessarily touch on deeper levels of motivated behaviour
(e.g.self-regulatory capacity) (p. 588), which are essential for initiating
and guiding independent study of the language. Drnyei and Ushioda
(2011) point out there is a critical difference between motivating
students and developing their motivation, defining the latter as
socializing and generating healthy forms of internally driven
motivation (p136). Further, one hears anecdotally of learners inspired
by negative experiences, such as public dressing downs or exam failure
527
Professional Learning untuk Indonesia Emas
(just as sportsmen and women may recount a distant past defeat as the
inspiration for present success). We would therefore argue that it is
necessary to complement the current research on motivational
strategies and their effect on learners immediate classroom behaviour,
with a more open ended inquiry into inspirational teaching and its
longer-term effect on pupils learning behavior beyond the classroom.
Discussion
When inspired, however, learners are stimulated into activity,
mostly independent learning outside the classroom for the learners
this often related back to what they did in the classroom, it tended to
involve other kinds of activity. Broadly speaking, the study contributes
evidence to support Moskovsky et al.s (2012) claim for a causal link
between motivational teaching and enhanced learner motivation, and
for a further link to intensified learning behaviour .
We must acknowledge that this desirable association is probably
more honoured in the breach than the observance, but nevertheless the
study is an endorsement of Anderman and Andermans (2010) most
important conclusionTeachers can and do impact student motivation!
(p.2). As the results have shown us, the effects on learner motivation are
extremely varied and almost all the learners mentioned more than one.
In fact, rather than a linear sequence of cause and effect, the complex
process is probably better represented as a virtuous circle of interacting
factors, whose effects build on each other gradually over time (cf.
Lamb, 2011). For example, a learner starts to find the teachers lessons
interesting, and participates more their teacher notices them more,
asks them to do more, and they feel a sense of progress in the language;
their growing competence then allows them to find uses for the language
outside class, which in turn increases their awareness of the significance
of English and so on. As indicated above, not all the effortful learning
described was truly autonomous, for some it is indicated a continuing
dependence on the teacher; for these respondents, it is possible that
the inspiration was temporary and the effects will wear off. But in
describing these effects a deepening interest in the language, a sense
of progress, increased confidence even these younger learners are
showing awareness of their agency, which as McCombs (1994) argues
is the basis of self-determination and a precondition for the kind of
long-term self-regulated effort that language learning demands. As for
learners, describing teachers of several years ago, we must assume that
their effort and engagement with the language is now self-motivated
rather than done to please their former teacher. As regards the
inspiring teaching, it is interesting that the tri-partite division we found
528
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
529
Professional Learning untuk Indonesia Emas
for them fun definitely had a positive connotation, and novel teaching
techniques, especially those that emphasized humor, game-playing
and spoken language, were inspiring and memorable.
Conclusions
The relatively of the dataset, the fact that a few teachers received
multiple nominations and so may have skewed the distribution of
responses, and the inevitable fallibility of human memory means
we should be cautious in interpreting of the study. Nevertheless we
believe there are some lessons to be learned about when and how
teachers influence language learners long-term motivation:
While good or professional teaching may be commonplace,
inspirational teaching the kind that learners remember for positive
reasons years later is probably quite rare.
However, even in the relatively constrained context of developing-
country state schools, teachers can be very positive long-term
influences on their learners.
The sources of inspiration are many and varied: any teacher,
implementing any kind of methodology, has the potential to inspire,
if they can make a personal connection with a learner.
The personal and professional qualities that are most likely to
inspire learners will vary according to the educational culture.
There are also probably universal motivational qualities that have
broad appeal. These include : patience and kindness, attention to
individual learner needs, an encouraging manner, professional
diligence, impressive subject knowledge.
Inspiring teaching can change the relationship of a learner to a
subject, making it seem enjoyable to learn, important in their lives
and also something that they can do well.
The effects of inspiring teaching are often mutually sustaining:
learners who develop an interest in the subject put extra effort into
learning it; the extra effort then generates a sense of progress, which
builds self-confidence. For other learners, the starting point might
be the self-confidence that a teacher inspired,which then fuels
interest and effort.
530
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Reference
531
Professional Learning untuk Indonesia Emas
532
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
533
PENINGKATAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI GURU DALAM RANGKA
MENCIPTAKAN PROFESSIONAL LEARNING
Zahruddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : zahruddin din@yahoo.co.id
Pendahuluan
Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem
pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian
sentral, pertama dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa
menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan,
karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem
pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan
pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di
sekolah. Guru juga sangat menetukan keberhasilan peserta didik,
terutama dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar. Dari
hasil beberapa penelitian, ada beberapa indikator yang menunjukkan
lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya
mengajar (teaching), yaitu a) rendahnya pemahaman tentang strategi
pembelajaran, b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, c)
rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian
534
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Professional learning
Pengertian professional learning
Istilah pembelajaran merupakan terjemahan yang digunakan
oleh banyak orang untuk kata learning. Menurut Kamus Webster,
learning is the activity or process of gaining knowledge or skill by studying,
535
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Bentuk-bentuk Pembelajaran
Pembelajaran sebagai aktivitas yang sangat kompleks memiliki
bentuk-bentuk. Bentuk tersebut merupakan pengembangan oleh para
ahli seiring dengan perubahan realitas yang dihadapi di lapangan
536
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
537
Professional Learning untuk Indonesia Emas
538
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Jenis-jenis pembelajaran
Menurut Gagne yang dikutip oleh Sukmadinata (2009:160-161)
menjelaskan jenis-jenis pembelajaran menjadi delapan jenis mulai dari
yang sederhana sampai yang kompleks diantaranya:
a. Belajar tanda atau signal learning
Individu belajar mengenal dan memberi respons kepada
tanda-tanda
b. Belajar perangsang jawaban atau stimuli respon learning
Belajar ini merupakan upaya membentuk hubungan antara
perangsang dengan jawaban, umpamanya: menjawab
pertanyaan yang diberikan guru
c. Rantai perbuatan atau chaining
Individu belajar melakukan suatu rentetan kegiatan yang
membentuk satu kesatuan
d. Hubungan verbal atau verbal association
Kalau dalam rantai kegiatan, hubungan ini berbentuk perilaku
maka dalam hubungan verbal ini berbentuk hubungan bahasa
e. Belajar membedakan atau discrimination learning
Individu belajar melihat perbedaan dan juga persamaan
sesuatu benda dengan lainnya
f. Belajar konsep atau concept learning
Tipe belajar ini menyangkut pemahaman konsep-konsep
g. Belajar aturan-aturan atau rule learning
Individu belajar aturan-aturan yang ada di masyarakat,
di sekolah, di rumah ataupun aturan dalam perdagangan,
pemerintahan bahkan ilmu pengetahuan.
h. Belajar pemecahan masalah atau problem solving learning
Dalam kegiatan belajar ini individu dihadapkan kepada
masalah-masalah yang harus dipecahkan.
539
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Kemampuan Komunikasi
Pengertian kemampuan komunikasi
Kata komunikasi berasal dari akar kata bahasa latin yaitu
Communico yang artinya membagi. Sedangkan istilah komunikasi
berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan komunikasi.
Perbedaan ini ditimbulkan oleh latar belakang keilmuan para ahli
(Wiryanto: 2008:6-7). Berikut beberapa definisi:
a. Sarah Trenholm dan Arthur Jensen (1996:4) mendefiniskannya:
A process by which a source transmits a message to a reciever
through some channel. (komunikasi adalah suatu proses di
mana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima
melalui beragam saluran.)
b. Hoveland (1948:371) mendefinisikannya: the process by which
an individual (the communicator) transmits stimuli (ussually verbal
symbols) to modify, the behaviour of other individu. (komunikasi
adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus
untuk mengubah perilaku individu yang lain).
c. Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (1981:18)
mendefinisikannya: komunikasi adalah suatu proses di mana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi
saling pengertian yang mendalam.
540
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Unsur-unsur komunikasi
Dari beberapa pengertian komunikasi yang telah dikemukakan,
jelas bahwa antar manusia hanya terjadi, jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu.
Oleh karena itu komunikasi terjadi kalau terdapat unsur-unsur yang
mendukungnya.
Terkait dengan unsur-unsur komunikasi, terdapat beberapa
macam pandangan tentang banyaknya unsur yang mendukung
terjadinya komunikasi, mulai dari yang paling sedikit yaitu tiga unsur
yaitu sumber, pesan dan penerima sampai yang paling banyak yaitu
yang lebih dari lima unsur. Kelima unsur tersebut yaitu sumber, pesan,
media, penerima, dan efek (Cangara,1998:22-23). Berikut pandangan-
pandangan tersebut:
a. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno dalam bukunya Rhetorica
menyebutkan bahwa suatu proses komunikasi memerlukan
tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara,
apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkannya.
Pandangan ini menurut sebagian besar pakar komunikasi
dinilai lebih tepat disebut proses komunikasi publik dalam
bentuk pidato atau retorika.
b. Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang
insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses
komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya,
yaitu pengirim, transmitter, signal, penerima, dan tujuan.
c. Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur
menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (feedback)
541
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Gambar 1
Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai
pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia,
sumber kemungkinan terdiri dari satu orang dan kemungkinan juga
berbentuk kelompok misalnya partai, organisasi dan lain-lain. Sumber
sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya
disebut source, sender atau encoder.
Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu
yang disampaikan pengirim kepada penerima. Isinya bisa berupa ilmu
pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam
bahasa inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message,
content atau information.
Media
Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media atau
saluran dapat bermacam-macam bentuknya. Pancaindra dianggap
sebagai media komunikasi antar pribadi. Selain itu, telepon, surat,
sms termasuk media atau saluran yang dapat digunakan dalam
komunikasi antar pribadi. Sedangkan dalam komunikasi massa, media
yang digunakan untuk menghubungkan antara sumber dan penerima
yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca
542
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
dan mendengar dapat dibedakan atas dua macam yaitu media cetak
dan media elektronik. Media cetak seperti surat kabar, majalah,
buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk dan
sebagainya. Sedangkan media elektronik seperti radio, film, televisi,
video recording, komputer, dan sebagainya.
Selain media komunikasi seperti di atas, kegiatan dan tempat-
tempat tertentu dapat juga dipandang sebagai media komunikasi
sosial misalnya, rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung
kesenian dan sebagainya.
Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim
oleh sumber. Penerima dapat terdiri satu orang atau lebih, dapat dalam
bentuk kelompok, partai dan sebagainya. Penerima disebut dengan
berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau
dalam bahasa inggris disebut audience atau recevier.
Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh ini dapat terjadi pengetahuan, sikap dan
tingkah laku seseorang.
Tanggapan balik
Ada yang berpandangan bahwa tanggapan balik sebenarnya
adalah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima.
Tanggapan balik dapat juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan
media, seperti konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum
dikirim atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan.
Lingkungan
Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat
mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan
atas empat macam, yaitu dimensi fisik, dimensi sosial budaya, dimensi
psikologis dan dimensi waktu.
Dimensi fisik dapat menjadi rintangan bagi terjadinya proses
komunikasi seperti geografis berupa faktor jarak yang jauh di mana
tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos dan
sebagainya.
Dimensi sosial budaya dapat menjadi kendala bagi terjadinya
proses komunikasi, seperti bahasa, kepercayaan, adat istiadat, status
543
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Tipe komunikasi
Perbedaan pandangan tidak hanya terjadi pada definisi
komunikasi, namun juga pada klasifikasi tipe atau bentuk komunikasi.
Karena para pakar mengklasifikasi berdasarkan pengalaman dan latar
belakang keilmuan (Cangara: 1998:29-30). Berikut uraiannya:
a. Kelompok sarjana komunikasi amerika dalam karyanya
human communication (1980) membagi komunikasi atas
lima macam bentuk komunikasi antar pribadi (intrapersonal
communication), komunikasi kelompok kecil (small group
communication), komunikasi organisasi (organizational
communication), komunikasi massa (mass communication) dan
komunikasi publik (public communication).
b. Joseph A. DeVito, seorang profesor komunikasi di City
University of New York dalam karyanya communicology (1982)
membagi komunikasi atas empat macam, yaitu komunikasi
antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik
dan komunikasi massa.
c. R. Wayne Pace dengan teman-temanya dari Brigham
Young University dalam bukunya Techniques For Effective
Communication (1979) membagi komunikasi atas tiga macam,
yaitu komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi
dan komunikasi publik.
d. Beberapa sarjana komunikasi aliran eropa hanya membagi
komunikasi atas dua macam, yaitu komunikasi antar pribadi
dan komunikasi massa.
Penutup
Dari kajian teoritis diatas sangat jelas bahwa kemampuan
komunikasi guru berdampak besar pada penguasaan peserta didik
terhadap materi yang disampaikan. Dari perspektif ilmu komunikasi,
guru sebagai komunikator agar pesannya berupa materi pelajaran dapat
diterima dan dipahami, harus mempertimbangkan peserta didik sebagai
komunikan. Faktor-faktor yang mesti dipertimbangkan tersebut dalam
studi komunikasi dikenal dengan unsur lingkungan yang mencakup
544
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
545
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH PROGRAM DUAL
MODE SYSTEM DAN SARJANA KE-2
Burhanudin Milama
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: burhanmilama@yahoo.com
Pendahuluan
Salah satu tantangan yang berusaha dijawab oleh Kurikulum 2013
yaitu rendahnya tingkat literasi sains anak Indonesia. Hasil penelitian
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2003
mengenai tingkat literasi sains terhadap siswa Indonesia yang berusia
15 tahun menunjukkan peringkat ke 38 dari 41 negara peserta. Hasil
546
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
547
Professional Learning untuk Indonesia Emas
MCEETYA, 2006: 58; dan Holbrook & Rannikmae, 2009: 280) yakni
kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk
memahami alam semesta dan membuat keputusan terhadap perubahan
yang terjadi pada alam akibat aktivitas manusia. Sedangkan dokumen
NRC (1996) yang berjudul US National Science Education Standards
(Jarman dan Mc Clune, 2007: 2) mendefinisikan literasi sains sebagai
pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep-konsep serta proses
sains yang diperlukan seseorang dalam membuat keputusan,
berpartisipasi dalam hubungan masyarakat dan kependudukan, serta
dalam produktivitas ekonomi.
Berdasarkan beberapa pengertian literasi sains di atas, maka
literasi sains tidak semata-mata ditunjukkan dengan pengetahuan
akan fakta-fakta ilmiah dasar, konsep ilmiah, dan terminologi atau
istilah ilmiah. Lebih lanjut lagi, seseorang yang memiliki literasi sains
adalah yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia
sekitar dengan memfungsikan konsep-konsep ilmiah dengan rasa
percaya diri, mampu memandang sesuatu kejadian atau fenomena
secara ilmiah secara logis; serta sadar akan hakikat (dan keterbatasan)
pengetahuan ilmiah dan peranan nilai sains bagi generasi mendatang
(Harlen dan Qualter, 2004:63).
548
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
549
Professional Learning untuk Indonesia Emas
550
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Hasil Penelitian
a. kemampuan literasi sains guru MI berdasarkan tingkat
pendidikan/jenis program
Kemampuan literasi sains guru MI berdasarkan tingkat
551
Professional Learning untuk Indonesia Emas
552
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
553
Professional Learning untuk Indonesia Emas
554
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Pembahasan
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
literasi sains mahasiswa program DMS lebih baik dari program S1 ke-
2, walaupun demikian kedua program belum menunjukkan hasil yang
memuaskan baik bedasarkan tingkat pendidikan, jenis kelamin, aspek
konten literasi sains dan proses literasi sains rata-rata memberikan
hasil yang belum memuaskan.
Kemampuan literasi sains berdasarkan tingkat pendidikan
menunjukkan bahwa program DMS memiliki rata-rata kemampuan
literasi sains yang lebih tinggi dibandingkan program S1 ke-2, ini
berarti bahwa guru-guru MI yang latar belakang pendidikan SMA/
MA memiliki kemampuan literasi sains yang lebih baik dibandingkan
guru-guru MI yang telah mendapatkan gelar sarjana. Hal ini memang
menimbulkan pertanyaan seharusnya guru-guru yang mendapatakan
gelar sarjana memiliki kemampuan yang lebih baik. Beberapa alasan
yang menyebabkan kemampuan literasi sains guru MI program
DMS lebih baik yaitu selama mengikuti program DMS banyak mata
kuliah sains yang telah mereka dapatkan seperti konsep dasar sains,
praktikum, lingkungan, pembelajaran sains, ilmu pengetahuan bumi
dan antariksa sehingga membuat mereka sudah memiliki pengetahuan
yang lebih banyak tentang sains. Sedangkan guru MI yang mengikuti
program S1 ke-2 hanya mendapatkan mata kuliah konsep dasar sains,
pembelajaran sains. Di samping itu, guru-guru yang mengambil
555
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Setelah semua tahapan penelitian dilakukan mulai dari tahapan
membuat proposal sampai pada tahapan pengolahan dan analisis data,
pada akhirnya peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang
analisis kemampuan literasi sains guru MI program dual mode system
(DMS) dan S1 ke-2, yakni: pertama, berdasarkan tingkat pendidikan
program dual mode system (lulusan SMA/MA) memiliki kemampuan
literasi sains yang lebih baik dari program S1 ke-2 (lulusan sarjana
agama). Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kemampuan literasi sains
program dual mode system 46,34, sedangkan program S1 ke-2 35,37.
Walaupun keduanya masih dikategorikan cukup.; kedua, berdasarkan
jenis kelamin, rata-rata kemampuan literasi sains guru perempuan
pada program DMS 51,95 sedangkan guru laki-laki 40,73, artinya
guru perempuan memiliki kemampuan literasi sains yang lebih
baik dari guru laki-laki. Sedangkan pada program S1 ke-2, rata-rata
kemampuan literasi sains guru laki-laki 36,83, guru perempuan 33,90,
artinya kemampuan literasi sains guru laki-laki lebih baik dari guru
perempuan walaupun tidak berbeda jauh; ketiga, berdasarkan konten
literasi sains, baik pada program DMS maupun program S1 ke-2
memiliki rata-rata yang paling tinggi pada konten materi yaitu 55,75
pada program DMS dan 41 pada program S1 ke-2; keempat, berdasarkan
proses literasi sains, program DMS memiliki rata-rata tertinggi pada
kompetensi menggunakan bukti ilmih dengan rata-rata 60, sedangkan
pada program S1 ke-2, memiliki rata-rata tertinggi pada kompetensi
menjelaskan fenomena secara ilmiah dengan rata-rata 44,58.
556
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
557
A COMPARATIVE ANALYSIS ON SANGUINE
AND PHLEGMATIC STUDENTS CONCERNING
THEIR ENGLISH SPEAKING SKILL
(A COMPARATIVE STUDY AT THE SECOND YEAR
STUDENTS OF SMP WIJAYAKUSUMA)
558
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Introduction
English as a compulsory subject to learn in formal school in
Indonesia was concentrated on the four skills: listening, speaking,
reading, and writing. Beside that, one of the four skills which play a
significant role in mastering English is speaking. As a skill, speaking
is the most used skill by people rather than the three other skills.
According to Richards, Learners consequently often evaluate their
success in language learning as well as the effectiveness of their English
course on the basis of how well they feel they have improved in their
spoken proficiency.2 From the statement, the writer would say that
most language learners study English in order to develop proficiency
in speaking. Besides, many language learners regard speaking ability
as the measure of knowing a language. These learners define fluency
as the ability to converse with others, much more than the ability to
read, write, or comprehend oral language. They regard speaking as the
most important skill they can acquire, and they assess their progress in
terms of their accomplishments in spoken communication.
If we consider the reaction of various persons to the same
experience, we will find that it is different degrees of excitability,
is what we call temperament. According to Socrates, one of the
most renowned of the Greek sages, there are four temperaments: the
sanguine, the choleric, the melancholic, and the phlegmatic.
The first two are also called extroverts which have active trait, and
the last two are introverts which have passive trait. The active trait and
the passive trait affect an individual willingness to speak, of course
the extrovert students are more talkative than the introvert students
which rather like to keep silent. As English teacher, we are required to
understand students through their personality. And in this case, the
discussion merely narrowed to the sanguine and the phlegmatic.
Based on the theory, the sanguine students including their
traits generally have a potency to be better in speaking ability than
the phlegmatic students with their special traits. To test the theory,
the students with the sanguine and the phlegmatic personality will
be compared by their English speaking score which describe their
competence in speaking.
Speaking Skill
Speaking is significant to an individuals living processes and
experiences as are the ability of seeing and walking. Speaking is also
the most natural way to communicate. Without speaking, people
must remain in almost total isolation from any kind of society. For
most people, the ability to speak a language is the same with knowing
559
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Sanguine personality
The cheerful sanguine is temperament which a warm, vibrant, lively
and fun. He can receive all the circumstances, and the impressions
that seen can be easily affected his heart that quickly responded. His
decisions are more determined by feeling than thinking. The Sanguine
type requires a great deal of personal space and cannot tolerate
restrictions of personal freedom. While usually not bossy, they cannot
tolerate being bossed and always want to work on their own terms.
They like the outdoors and physical activity. They often act before
they think, not naturally thinkers. They are acquisitive, territorial, and
action oriented. The sanguine is the creative, fun-loving, high-spirited
sanguinesnatural tendency to look on the bright side, to enjoy people,
and to seek out adventure sometimes results in a label of superficiality
and frivolity, more joyful place because of the inspiration, enthusiasm,
and fellowship he provides.
560
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Strengths of a Sanguine
The Extrovert | The Talker | The Optimist
561
Professional Learning untuk Indonesia Emas
562
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Forgetful Inconsistent
Interrupts Messy
Unpredictable Show-off
Haphazard Loud
Permissive Scatter brained
Angered easily Restless
Nave Changeable15
Weaknesses of a Sanguine
The Sanguines Emotions The Sanguine At Work
Compulsive talker Would rather talk
Exaggerates and elaborates Forgets obligations
Dwells on trivia Doesnt follow through
Good sense of humor Confidence fades fast
Scares others off Undisciplined
Too happy for some Priorities out of order
Has restless energy Decides by feelings
Egotistical Easily distracted
Blusters and complains Wastes time talking
Naive, gets taken in
Has loud voice and laugh The Sanguine As A Friend
Controlled by circumstances Hates to be alone
Gets angry easily Needs to be center stage
Seems phony to some Wants to be popular
Never Grows Up Looks for credit
Dominates conversations
The Sanguine As A Parent Interrupts and doesnt listen
Keeps home in a frenzy Answers for others
Forgets childrens appointments Fickle and forgetful
Disorganized Makes excuses
Doesnt listen to the whole story Repeats stories
563
Professional Learning untuk Indonesia Emas
tasks at once. They tend to lose focus on the task when the novelty
wears off.
From all description about the sanguine personality, we can look
at the examples of the famous sanguine actors such as Tukul Arwana,
Indra Bekti, Paris Hilton, etc. By knowing these famous people, it
makes our understanding easier to draw and remind the personality
of the sanguine in our mind.
Phlegmatic Personality
The Phlegmatic is the peaceful person who wants to stay out of
trouble, keep life on an even plane and get along with everybody.
Phlegmatic like to rest and show steadiness. Phlegmatic also a very
calm and relaxed so that he never seemed bothered, how ever the
circumstance of his surroundings. Hes hard to angry and rarely to vent
his temper. The phlegmatic is Peaceful Person, Born-follower, Likes
harmony and rest, Loves to relax, Wants to calm people down, Gets
along with everyone, Needs peace and sense of worth, Has little self-
motivation, Getsdepressed over conflict, Controls by procrastination.
Phlegmatic are reserved, prudent, sensible, reflective,
respectful, and dependable. They are not easily insulted
or provoked to anger, nor are they given to exuberance or
exaggeration in speech. They are loyal and committed, tolerant
and supportive. They possess a hidden will of iron that is often
overlooked, because they are such agreeable people. They have
a knack for diffusing tense situations. Phlegmatic make superb
diplomats and military strategists. They also make excellent
firefighters, police officers, and military officers; they excel in
professions where being calm under pressure is key.
564
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Obliging Pleasant
Friendly Balanced20
Strengths of a Phlegmatic
The Introvert | The Watcher | The Pessimist
They are known for their easy-going nature. They possess a great
deal of common sense and mental balance. They are excellent listeners
and have great empathy for others. They are supportive friends,
patient with difficult people and situations, and considerate at all
times. On the job, phlegmatic are dependable, punctual, and orderly;
they can bring harmony to almost any group. Everyone loves the low-
key nature of the inoffensive phlegmatic, and though they are not loud
like the Sanguine, they do have a witty sense of humor. They often lean
while standing and sit in comfortable recliner chairs if at all possible.
Conrad Hock said in his book called The Four Temperament that
there are many bright sides of the phlegmatic temperaments, those are:
1. The phlegmatic works slowly, but perseveringly, if his work
does not require much thinking.
565
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Weaknesses of a Phlegmatic
The Phlegmatics Emotions The Phlegmatic At Work
Unenthusiastic Not goal oriented
Fearful and worried Lacks self motivation
Indecisive Hard to get moving
Avoids responsibility Resents being pushed
Quiet will of iron Lazy and careless
Selfish Discourages others
To shy and reticent Would rather watch
Too compromising
Self-righteous ThePhlegmatic As A Friend
Dampens enthusiasm
The Phlegmatic As A Parent Stays uninvolved
Lax on discipline Is not exciting
Doesnt organize home Indifferent to plans
Takes life to easy Judges others
Sarcastic and teasing
Resists change
566
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Research Methodology
The approach of the research is a quantitative research which
implements the testing of theory, quantitative research generates
statistics through the use of large-scale survey research, using
instruments such as questionnaires and structured interviews. The
technique of analyzing data is the use of comparative analysis. The
research may be about two similar things that have crucial differences.
The things may not correlate each other. Comparative analysis ideals
for someone who needs to hold a research in getting the problem
belonged to two or more independent variables. Husein Umar stated
the research to the group of empirical studies where the researcher
cannot control the independent variable because the problem
happened, or characteristics cannot be manipulated. Comparative
analysis technique is one of quantitative analysis technique or one of
statistical technique that can be used to test hypothesis concerns about
whether or not there is a difference between or among variable tested.
If the difference is found, researcher will need to ensure whether it is
significant or only by chance.3 It makes the data and the result could
be more objective.
The technique of collecting data is the use of personality test which
identifies students personality through examining personality based
on list of traits. It is suitable to classify personalities for the reason that
the test is taken from standardized assessment written by Florence
Littauer. The test is arranged based on the 40 question numbers from
all four personalities; sanguine, choleric, melancholic, and phlegmatic.
Research Finding
The following two tables are the students who have been
categorized to the sanguine and the phlegmatic personality. They are
the students who become the research object and the following are their
567
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Average 68.58
Average 65.00
568
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Total 12 100%
Total 12 100%
CS = Classification of Scores
F = Frequency
P = Percentage
Conclusion
This research seems not completely break the theory on the
concept of personality that the sanguine is better than the phlegmatic
in speaking. The sanguine tends to speak vocally. He likes to be a
good speaker through his talker soul. In contrary the phlegmatic
does not really like to speak and he likes to be a good listener. The
data interpret that the sanguine students get higher average English
speaking score and the phlegmatic students have lower average score.
The sanguine students do not always possess higher competency of
English speaking skill which is because of his natural willingness to
speak than the phlegmatic students. Sometimes the introvert student
may overlap the extrovert students. Through sequence of calculation
at the previous chapter the hypotheses of the research shows that the
569
Professional Learning untuk Indonesia Emas
References
570
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
571
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU BAHASA
INGGRIS MEMANFAATKAN PERMAINAN
KOMUNIKATIF MELALUI SUPERVISI KLINIS
DI SMPN 2 BATIPUH
Lastrawati
Pengawas SLTP/SM Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat
Pendahuluan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 dan Peraturan Mentri
Dinas Pendidikan NasionalNomor 41 tahun 2007 menyatakan guru
memerlukan strategi baru terutama dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran yang sebelumnya lebih banyak didominasi
oleh peran guru (teacher centered) hendaknya diperbaharui dengan
sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered). Dalam implementasi KTSP guru harus mampu memilih
dan menerapkan model, motode atau setrategi pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, materi sehingga
mampu mengembangkan daya nalar peserta didik secara optimal.
Dengan demikian dalam pembelajaran, guru tidak hanya terpaku
dengan pembelajaran di dalam kelas dengan mengunakan teknik
572
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
573
Professional Learning untuk Indonesia Emas
574
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
575
Professional Learning untuk Indonesia Emas
the classroom for the purpose of creating opportunities and purposes for verbal
communication practices.Disini terlihat bahwa permainan komonikatif
adalah permainan yang bisa menciptakan kesempatan bagi peserta
didik untuk berbicara dikelas bahasa Inggris.
576
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
577
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pembahasan
Rekap Hasil supervisi kegiatan pembelajaran pra siklus
No Kode guru Hasil
1 1 63,7
2 2 72,6
3 3 71,8
Jumlah rata-rata 69,4
578
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
579
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
menggunakan pemainan komunikatif dan meningkatkan kemampuan
guru dalam kegiatan pembelajaran. Ini dilihat dari rekap rata- rata
hasil supervisi kegiatan pembelajaran dari pra siklus, siklus I dan
siklus II. Dengan supervisi klinis tercipta hubungan yang akrab antara
pengawas (supervisor) dengan guru sehingga dengan terciptanya
jembatan hati ini maka guru dalam mengajar penuh percaya diri, dan
tidak merasa terbebani sewaktu diamati dalam mengajar. Dan dengan
meningkatnya kemampuan guru dalam menggunakan permainan
komunikatif melalui supervisi klinis maka kemampuan peserta didik
juga meningkat. Peserta didik senang, percaya diri, termotivasi dan
tidak lagi malu dalam mengungkapkan idenya dalam belajar bahasa
Inggris. Dan disamping itu supervisi klinis sangat bermamfaat untuk
pelaksanaan program di sekolah dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Dan lingkungan belajar di sekolah menjadi semakin baik
yang pada gilirannya kualitas sekolah menjadi semakin baik pula.
Daftar Pustaka
Brown, H.Dauglas .1994. Teaching by Principle an interactive Approach to
pedagogic. New york: Prentice Hall, Inc.
Deporter, Bobbi, et.al. 2005. Mengorkestrasi Kesuksesan Siswa
Quantum Teaching: Mempraktekan Quantum Learning diruang
Kelas .Bandung : Kaifa.
Freeman,Diane Larsen. 1985. Techniques and Principles in Language
Teaching.Hong Kong: Oxford university Press.
Gay,L.R And Arasian.peter.2000. Educational Research: Competencies
for Analysis and Application. New York: Merill publishing
Company
Herrel, Adrienne l. 2000.Fifty strategies for teaching English language
learners, Columbus : prentice hall,inc.
Huyen,nguyen thi thanh and khuat thi thu nga. 2003. From learning
vocabulary through Games. Asian EFL Journal. Retrieved July,
25.2007 http://www//Tefl games.com/why.html
580
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
581
MENGUBAH POLA PIKIR GURU
Ahmad Royani
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendahuluan
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa : Pendidikan adalah kehidupan
itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
Manusia adalah makhluk yang bisa berkembang dan berproduksi.
Proses produksi manusia tidak hanya secara kuantitatif tapi juga harus
secara kualitatif. Agar perkembangan manusia menjadi manusia itu
manusiawi di butuhkan upaya humanisasi. Ada pendapat mengatakan
bahwa salah satu upaya untuk memanusiakan manusia adalah melalui
proses pendidikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, jadi dalam
kehidupannya dia selalu berinteraksi dengan manusia yang lainnya.
Upaya humanisasi manusia melalui proses pendidikan melibatkan
banyak manusia lainnya. Di rumah yang berperan besar adalah orang
tua. Di sekolah yang berperan besar adalah para guru, sedangkan
di lingkungan masyarakat yang berperan dalam pendidikan adalah
teman pergaulannya. Selain itu faktor individu juga berperan juga
menentukan hasil dari upaya tersebut.
Dalam proses pendidikan, perubahan adalah sebuah keniscayaan.
Perubahan ini dibutuhkan untuk dapat mengatasi masalah-masalah
pendidikan termasuk kelancaran proses pendidikan. Guru sebagai
actor utama dalam proses pendidikan harus dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi.
Konsep Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan
oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi
peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita
pendidikan.
Mendidik adalah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan
membimbing, membantu dan memberi pertolongan) agar ia menjadi
manusia dewasa, susila, bertanggungjawab dan mandiri. Dewasa
yang dimaksud adalah:
Dewasa pedagogis (menyadari dan mengenali diri sendiri atas
tanggung jawab sendiri)
Dewasa biologis (mampu mengadakan keturunan)
582
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
583
Professional Learning untuk Indonesia Emas
UU SISDIKNAS
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional menerangkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Sistem pendidikan juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan
mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan
dan kesetiakawanan sosial, dan sikap menghargai jasa para pahlawan
serta berkeinginan untuk maju. Iklim belajar mengajar yang dapat
584
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Hakikat Pendidikan
Ketika kita mencari suatu hakikat maka kita akan mulai menyelami
sebuah ontologi dalam filsafat. Dalam membicarakan pendidikan
maka kita akan mengenal filsafat pendidikan yang dalam pembicaraan
tentang filsafat pendidikan tidak dapat dilepaskan dari gagasan kita
tentang manusia . Mencari hakikat pendidikan adalah menelusuri
manusia itu sendiri sebagai bagaian pendidikan.
Melihat pendidikan dan prosesnya kepada manusia, sebetulnya
pendidikan itu sendiri adalah sebagai suatu proses kemanusiaan dan
pemanusiaan. Istilah kemanusiaan secara leksikal bermakna sifat-
sifat manusia, berperilaku selayaknya perilaku normal manusia,
atau bertindak dalam logika berpikir sebagai manusia. Pemanusiaan
secara leksikal bermakna proses menjadikan manusia agar memeliki
rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam makna
seutuhnya. Artinya dia menjadi riil manusia yang mampu menjalankan
tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai manusia
Hakikat Pendidikan itu sendiri lebih berorientasi kepada
terbentuknya karakter (kepribadian/jati diri) seseorang. Setiap
tahapan pendidikan dievaluasi dan dipantau dengan saksama sehingga
menjadi jelas apa yang menjadi potensi positif seseorang yang harus
dikembangkan dan apa yang menjadi faktor negatif seseorang yang
perlu disikapi. Akar dari karakter ada dalam cara berfikir dan cara
merasa seseorang.
Sebagaimana diketahui, manusia terdiri dari tiga
unsur pembangun yaitu hatinya (bagaimana ia merasa),
fikirannya (bagaimana ia berfikir) dan fisiknya (bagaimana
ia bersikap). Oleh karena itu, langkah-langkah untuk membentuk
atau merubah karakter juga harus dilakukan dengan menyentuh dan
melibatkan unsur-unsur tersebut.
Pendekatan Pendidikan
Pendekatan pendidikan menurut paham kognitif. menurut
Piaget (Hetherington & Parke, 1975) menyebutkan bahwa kognitif
adalah bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek
dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Pieget memandang bahwa
anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas, anak tidak pasif menerima informasi. Selanjutnya
walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah
585
Professional Learning untuk Indonesia Emas
586
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
587
Professional Learning untuk Indonesia Emas
588
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
589
Professional Learning untuk Indonesia Emas
590
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
591
Professional Learning untuk Indonesia Emas
2. Prinsip motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik
yang menyebabkan adanya tingkah laku kea rah suatu tujuan
tertentu. Jadi agar pembelajaran sukses, harus adanya motivasi
pada siswwa. Baik itu motivasi internal atau pun eksternal.
3. Prinsip perhatian
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan factor yang
besar pengaruhnya. Kalau peserta didik mempunyai perhatian
yang besar dapat membuat peserta didik untuk : mengarahkan
diri pada tugas yang akan diberikan, melihat masalah-maslah
yang diberikan, memilih dan memberikan focus pada masalah
yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tida
relevan.
4. Prinsip persepsi/keyakinan
Setiap peserta didik memiliki perspsi dan keyakinan yang telah
ditanamkan oleh gurunya. Keyakinan akan hakikat bahasa dan
pembelajarannya akan tumbuh terus seiring pertumbuhan fisik
dan psikologis siswa.
592
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
593
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Penutup
Agar pola pikir guru berubah, Guru harus professional yaitu
bukan hanya menguasai materi yang harus disampaikannya kepada
siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara
filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar
seperti prinsip-prinsip belajar, mampu mengakses dan memanfaatkan
internet sebagai wahana belajar. Guru profesional bukan hanya harus
well-performed, tapi juga harus well-trained, well-equipped, dan
tentunya juga well-paid.
Selain itu syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan
baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang
telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi
yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan
dapat menghasilkan siswa yang kompeten.
594
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
595
KOMPETENSI BAHASA ARAB
UNTUK CALON GURU MI
Raswan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : raswan@uinjkt.ac.id
Pendahuluan
Paper ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulis menjadi
guru MI selama kurang lebih 5 tahun sejak 2006 hingga 2011.
Perasaan satu hati dengan guru-guru MI serta jurusan PGMI lah yang
membangkitkan dan kemudian penulis terpancing untuk menulis satu
paper sederhana. Banyak problematika di MI khususnya mengenai
pembelajaran bahasa Arab padahal bahasa Arab merupakan materi
inti/tuan rumah MI menurut sejarahnya.
Masalah yang utama adalah mengenai berbagai kebijakan di MI,
diantaranya kualifikasi guru dan kompetensinya. Guru kelas di MI
sebelumnya banyak bukan merupakan alumni PGMI, kini guru kelas
wajib atau dianjurkan merupakan lulusan PGMI. Imbasnya kemenag
membuka program S1 kedua bagi guru PAI yang terlanjur sudah
mendapatkan sertfikasi guru kelas. Untuk guru bahasa Arab di MI,
banyak simpang siur informasi, bahkan ada isu bahwa guru bahasa
Arab MI bukan merupakan guru mata pelajaran seperti di M.Ts dan
MA, sehingga sejak tahun 2009, di madrasah pembangunan saja tidak
ada lagi peserta sertifikasi guru bahasa Arab untuk MI. Bahkan guru
bahasa Arab alumni PBA, karena mengajar sebagai guru kelas maka
sertifikasinya dilibatkan sebagai profesional guru kelas MI.
Kesimpangsiuran itu alhamdulillah terjawab sudah setelah penulis
melakukan beberapa wawancara dengan peserta PLPG bahasa Arab
tahun 2014, Bahwa diantara peserta PLPG ada guru bahasa Arab MI-
nya. Meskipun di Madrasah pembangunan sebagai tempat penulis
pernah mengembangkan diri belum ada lagi sertifikasi guru bahasa
Arab MI. Namun penulis melihat bahwa bahasa tidak akan berhasil
jika tidak dibudayakan dan dibiasakan. Jika guru bahasa Arab hanya
masuk kelas 2 JP dalam satu minggu, dan guru kelaslah yang lebih
sering ketemu dengan siswa, maka tidak akan mungkin pembelajaran
596
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
597
Professional Learning untuk Indonesia Emas
598
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
599
Professional Learning untuk Indonesia Emas
600
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
601
Professional Learning untuk Indonesia Emas
602
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
603
Professional Learning untuk Indonesia Emas
604
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
605
Professional Learning untuk Indonesia Emas
606
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
607
Professional Learning untuk Indonesia Emas
ini pun mendapat kritik dari pemerhati PGMI sperti dalam penelitian.
Karena dari jurusan luar Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah bisa
mengikuti program PPG. Sehingga sangat merugikan lulusan PGMI
dan pasti akan berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan di
Madrasah Ibtidaiyyah. Pada gilirannya PPG hanya untuk menjadi
pelarian para sarjana bukan PGMI, agar bisa mendapatkan pekerjaan
sebagai seorang guru MI setelah mengikuti program PPG selama dua
tahun.
Memang ada baiknya PPG merupakan program yang hanya
untuk alumni PGMI bukan alumni jurusan lainnya. Sebagaimana
pendidikan profesi yang dilakukan terhadap calon dokter hanya
untuk sarjana program dokter bukan lulusan selainnya. Jika gaya di
pendidikan profesi seperti program dokter maka kualitas pendidikan
di Madrasah Ibtidaiyyah akan mendapatkan angin segar ke depannya.
Penutup
Guru MI adalah guru SD plus agama dan bahasa Arab. Khusus untuk
bahasa Arab, guru MI atau calon guru MI harus punya kemampuan
materi khusus untuk siswa MI meski bukan untuk menjadi guru kelas
minimal bisa menjadi guru pengganti dan mampu bahu-membahu
menciptakan lingkungan bahasa Arab sebagai materi tuan rumah di
madrasah. Dengan demikian di jurusan PGMI sangat urgen kiranya
menyiapkan alumni PGMI, guru MI dengan kompetensi guru SD
plus guru agama (SKI, Quran Hadits, Fiqh dan Akidah Akhlak) dan
bahasa Arab. Bahkan materi agama dan bahasa Arab sesungguhnya
merupakan tuan rumah MI, artinya MI adalah agama dan bahasa
Arab plus SD.
Materi bahasa Arab untuk mahasiswa menurut penulis tidak cukup
bahkan kurang hanya dalam 2 SKS untuk bisa membekali mahasiswa
bisa mengajarakan bahasa Arab untuk siswa atau mencipta lingkungan
bahasa Arab di MI. Bahasa Arab yang dimaksud perlu dikemas dalam
mata kuliah khusus, selain mata kuliah bahasa Arab yang saat ini
diterima mahasiswa sebanyak 2 SKS. Arah pengembangan silabusnya
pun fokus ke pendalaman materi bahasa Arab untuk MI terdiri dari
kosa kata, ungkapan komunikatif dan tarkib. Penulis yakin bahwa MI
hanya akan plus jika kemampuan bahasa Arabnya diperhatikan serius.
Jika tidak maka MI tak akan plus dari SD bahkan bisa jadi dalam
bidang umum pun akan dipandang lebih rendah dibanding dengan
SD karena meninggalkan jatidirinya.
608
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Daftar Pustaka
609
GURU PROFESIONAL MENUJU
INDONESIA EMAS
Didi Suprijadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : didisuprijadi@yahoo.co.id
610
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Pendahuluan
Indonesia dewasa ini masih mengalami banyak kekurangan
dan kemunduran bila dibandingkan dengan Negara-negara lain
baik tingkat Asean maupun Dunia. Hal ini bisa dilihat dari ketiga
indikator kesejahteraan yang ada saat ini. Pertama, Masih rendahnya
Human Development Index ( HDI), Indonesia pada tahun 2013 berada
diurutan 121 dari 187 negara, di bawah rata rata PBB. Bahkan dibawah
Singapura ( 19), Brunei ( 30 ), Malaysia (65). Ini membuktikan tidak
Kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam atau
pun di luar negeri. Proporsi Jumlah Dokter dan Kapasitas Rumah
Sakit terhadap penduduk dan Proposi GDP untuk kesehatan, lebih
kecil dari Laos atau Vietnam.
Kedua, Masih rendahnya Education Development Index (EDI), EDI
Indonesia pada tahun 2012 berada pada urutan 64 dari 129 negara.
Di atas China (71), Kamboja (100), India (102) namun di bawah Korea
Selatan ( 39 ), UK (4), Perancis (8) dan Jerman ( 21). Begitu juga dengan
Jumlah Doktor (S3) hanya 97 orang per 1 juta penduduk, masih sangat
rendah bahkan bila dibandingkan dengan Malaysia (509), India (1.410)
dan Jepang (6.438). Lain lagi dengan tenaga kerja di Indonesia yang
bekerja di sektor formal hanya 65 % pekerja formal terdidik dari total
pekerja yang ada.
Ketiga, Rendahnya kesejahteraan bangsa Indonesia bisa dilihat dari
GDP perkapita penduduk Indonesia, Pada tahun 2012 GDP perkapita
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Negara tetangga. Hanya
34 % dibandingkan dengan Malaysia. Bahkan hanya 7% dari Singapura.
Belum lagi kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar ,
hal ini ditunjukan dengan Index gini yang terus naik dari 4,1 sekarang
mendekati 4,4.
Rendahnya kesejahteraan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari
persoalan pendidikan yang berlaku saat ini, Banyak masalah-masalah
pendidikan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Berbicara
masalah pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari persoalan
611
Professional Learning untuk Indonesia Emas
612
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
jawab, disiplin, kerjasama, adil dan peduli. Jadi yang kita tuju dalam
Indonesia Emas 2045 adalah kejayaan secara moral dan spiritual,
bukan hanya kejayaan secara ekonomi semata.
Indonesia Emas yang kita impikan bersama dimana tahun itu tepat
100 tahun umur Indonesia Merdeka. Impian bersama itu bisa terwujud
bisa juga hanya sekedar impian. Impian tersebut bisa terwujud salah
satu penentunya adalah Kualitas Pendidikan, Pendidikan di Indonesia
masih belum bisa dikatakan sesuai harapan manakala persoalan
persoalan Kurikulum, Guru dan Sarana masih jauh dari standar sesuai
dengan aturan.
Menuju Indonesia Emas hanya tinggal 30 tahun lagi,sedangkan
masalah guru di Indonesia sampai saat ini belum teruraikan . Dalam
makalah ini penulis akan membatasi masalah dalam pendidikan
Indonesia menuju Indonesia Emas ditinjau dari guru profesional saat
ini yang ada dan tersedia di Indonesia.Masalah Kualitas dan distribusi
guru termasuk masalah masalah guru lainnya, diantaranya Lembaga
pendidikan guru,data guru,kekurangan guru,seleksi guru dan guru
honorer.
Pembahasan
A. Guru Profesional Indonesia
a. Apa itu Guru
Guru setidaknya diidentikkan dengan dua definisi berikut.
Pertama, dipandang dari sudut etimologis, guru berasal dari Bahasa
Sansekerta gu yang berarti kegelapan dan ru yang berarti
membebaskan atau menyingkirkan. Jadi, dilihat dari makna asalinya
guru bermakna menyingkirkan atau menghalau kegelapan. Dalam
terang pemahaman ini, benarlah jika ada adagium yang mengatakan
bahwa guru itu pelita dalam kegelapan. Cahaya yang membersit dari
pelita akan menghalau gelap dan menunjukkan jalan yang tepat untuk
keluar dari jebakan ketidakberdayaan anak didik akibat kebodohan
(Koesoema, 2009: 13).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. .
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru
613
Professional Learning untuk Indonesia Emas
b. Guru Profesional
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan
secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip profesional
yaitu, Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia. Memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
c. Masalah Guru
1) Lembaga Pendidikan Guru dan Pendidikan Profesi Guru
UUGD dalam pasal 8 mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kompetensi guru harus diperoleh melalui
pendidikan profesi. Kompetensi guru dalam UUGD, terdiri (a)
kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi
sosial, (d) kompetensi profesional. Kompetensi tersebut nampak
614
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
615
Professional Learning untuk Indonesia Emas
2) Data Guru
Data guru menyedihkan. Publikasi data guru sering berbeda-beda,
baik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dengan kementrian lainnya. Bahkan, antara
Direktorat Jenderal dengan Badan dalam Kemdikbud juga berbeda.
Wajar jika perencanaan kebutuhan, pengadaan guru, kesejahteraan,
dan pembinaan tidak sesuai kebutuhan dan tidak optimal.
Data Guru: Berbagai Indikator
JENJANG TK SD SMP SLB SMA SMK TOTAL
267,576 1,644,925 556,905 16,102 264,512 175,656 2,925,676
Jumlah
9.15% 56.22% 19.04% 0.55% 9.04% 6.00% 100.00%
NON PNS
STATUS PNS TOTAL
GTY GTT
1,713,379 314,091 898,206 2,925,676
Jumlah
58.56% 10.74% 30.70% 100.00%
3) Kekurangan Guru
Berdasarkan data dari Kemdikbud sampai tahun 2018 terjadi
pensiun guru mencapai sekitar 300.000 guru, jumlah ini belum
termasuk para guru yang meninggal dunia, alih tugas profesi.
616
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Opsi
Penataan kebijakan rekruitmen guru.
Kebijaka 8
n
Diolah dari berbagai sumber
617
Professional Learning untuk Indonesia Emas
4) Seleksi Guru
Seleksi guru yang PNS selama otonomi sampai tahun 2012
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Banyak guru SMA
dan SMP yang diangkat. Proses pengangkatan banyak yang beraroma
KKN. Peran Tim Sukses Bupati dan Walikota nampak sangat dominan.
Akibatnya, saat ini kelebihan guru di SMA dan SMP. Seleksi CPNS
tahun 2012 dan 2013, terutama berkenaan dengan Tenaga Honorer K1
dan K2 menyisakan sejumlah masalah. Banyak Tenaga Honorer K1 dan
K2 yang sungguh-sungguh bekerja tidak lolos, di sisi lain, banyak
yang kurang serius bertugas dengan data bodong ternyata lolos.
Seleksi guru non-PNS, baik honorer maupun guru di sekolah
swasta kecil, tidak menggunakan sistem dan pola yang jelas. Guru
honorer di SD, misalnya, diterima karena perhatian kepala
sekolahnya saja. Bahkan, untuk masuk atau keluar sekolah, tenaga
honorer dan juga guru di sekolah swasta kecil, banyak yang tanpa
pola. Bandingkan pekerja di pabrik saja ada pola seleksi pegawai
yang jelas. Akibatnya, di sebagian sekolah guru sering tidak terjaga
persyaratan dan mutunya.
Dari aspek tenaga pengajar, program 1 desa 1 PAUD lebih
menyedihkan. Pendidik atau guru PAUD saat ini rekruitmennya
tidak diatur. Setelah diangkat pun, mutu, kesejahteraan, dan
kepegawaiannya juga tidak diurus oleh pemerintah. Kondisi
itu berdampak serius terhadap pendidikan anak usia dini, yang
sesungguhnya sangat penting.
5) Guru Honorer
Guru Honorer untuk menyebut guru tidak tetap yang mengabdi
di sekolah negeri. Banyak guru honorer yang rekruitmen dan status
kepegawaiannya tidak jelas. Keberadaan mereka juga variatif, ada yang
sangat dibutuhkan dan ada yang keberadaannya tidak memperoleh
tugas yang jelas. Tidak ada ketentuan yang dapat sebagai dasar
rekruitmen, pembinaan, dan pangaturan kepegawainnya. Pemerintah
daerah dan pemerintah pusat terkesan membiarkannya. Guru honorer
banyak yang menerima honor Rp 200.000,00 (dua ratus ribu) rupiah
per bulan. Bahkan guru TK dan pengajar di PAUD banyak yang
menerima honor Rp 100.000,00 (seratus ribu) rupiah.
Guru honorer yang telah bekerja penuh waktu, dedikasi dan
prestasi kerjanya baik serta memenuhi syarat, seharusnya memperoleh
nilai tambah dalam pengangkatan menjadi guru CPNS. Yang
618
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
memenuhi syarat tetapi tidak dapat diangkat menjadi CPNS dan yang
bersangkutan dibutuhkan, mestinya dapat diangkat sebagai pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang memperoleh
penghasilan yang wajar di atas kebutuhan hidup minimum (UMK),
tetapi sampai sekarang regulasinya tidfak jelas.
Guru honorer tidak bisa ikut sertifikasi. Guru honorer yang
keberadaannya memang diperlukan, bekerja penuh waktu, beban
mengajarnya sesuai ketentuan, dan prestasinya baik, agar bisa
mengikuti sertifikasi. Guru honorer di sekolah swasta (setelah
ditetapkan sebagai guru tetap) bisa mengikuti sertifikasi.Guru
honorer Tidak bisa mengikuti sertifikasi artinya tidak memperoleh
TPG. Banyak juga guru honorer yang tidak memperoleh subsidi TFG.
Guru honorer hendaknya secara kepegawaian diperlakukan setara
dengan PNS dalam pembinaan profesi dan pengakuan pengabdian
serta kepangkatan dan jabatannya seperti yang diterapkan bagi dosen
non-PNS di PTS.
B. Indonesia Emas
Indonesia yang bangkit dari segala ketertinggalan, melesat jauh
melebihi negara lain. Indonesia emas memiliki kepribadian bangsa
yang unggul, berdasarkan penerapan syariat islam secara menyeluruh.
Indonesia emas memiliki pancaran cahaya yang akan menerangi dunia
dengan keindahan islam dan keunikan khas Indonesia. Indonesia
emas akan menjadi pusat peradaban dunia dan sebagai panutan bagi
negara lain. Masyarakat yang hidup penuh dengan kerukunan dan
keharmonisan, tak ada lagi bencana kemanusiaan yang melanda.
Islam dan Indonesia akan Berjaya, kembali memimpin dunia di abad
ke-21 ini, setelah islam seakan tertidur selama 7 abad. Islam pernah
mengalami masa kegemilangan di Eropa dari abad ketujuh sampai
abad keempatbelas. Dan saat ini islam akan kembali berjaya, di
Indonesia!
Indonesia Emas adalah Indonesia yang menjadi Negara maju,
Negara kekuatan besar menjadi Negara kekuatan 8 besar Dunia.
Negara yang mempunyai pendapatan GDP lebih 5 triliyun dolar
Amerika, Negara yang pendapatan perkapitanya melebihi 20 000 dolar
Amerika. Indonesia ditahun 2045 akan menjadi Negara yng unggul
dalam perdagangan Dunia setelah China,Rusia, India dan Brazilia.
Harapan Indonesia pada saat perayaan puncak 100 tahun
Indonesia Merdeka dalam bidang Pendidikan ditandai dengan EDI
619
Professional Learning untuk Indonesia Emas
620
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
621
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Peserta sertifikasi yang lulus uji tulis nasional dan uji kinerja akan
memperoleh sertikat pendidik, sedangkan peserta yang belum lulus,
diberi kesempatan dua kali untuk mengulang bagi peserta yang belum
memenuhi syarata kelulusan. Bagi peserta yang tidak lulus pada
ujian ke dua peserta dikembalikan ke dinas provinsi,kab,kota untuk
memperoleh pembinaan dn dapat diusulkan mengikuti PKM tahun
berikutnya.
622
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
C. Penutup
Menuju Indonesi Emas merupakan cita cita bersama bangsa
Indonesia, Indonesia Emas di tahun 2045 dimana Indonesia Emas
adalah Indonesia yang menjadi Negara maju, Negara kekuatan besar
menjadi Negara kekuatan 8 besar Dunia. Negara yang mempunyai
pendapatan GDP lebih 5 triliyun dolar Amerika, Negara yang
pendapatan perkapitanya melebihi 20 000 dolar Amerika. Indonesia
ditahun 2045 akan menjadi Negara yng unggul dalam perdagangan
Dunia setelah China,Rusia, India dan Brazilia.
Indonesia yang bangkit dari segala ketertinggalan, melesat jauh
melebihi negara lain. Indonesia emas memiliki kepribadian bangsa
yang unggul, berdasarkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh.
Indonesia emas memiliki pancaran cahaya yang akan menerangi dunia
dengan keindahan Islam dan keunikan khas Indonesia. Indonesia
emas akan menjadi pusat peradaban dunia dan sebagai panutan bagi
negara lain.
Indonesia Emas yang kita impikan bersama dimana tahun itu tepat
100 tahun umur Indonesia Merdeka. Impian bersama itu bisa terwujud
623
Professional Learning untuk Indonesia Emas
bisa juga hanya sekedar impian. Impian tersebut bisa terwujud salah
satu penentunya adalah Kualitas Pendidikan, Pendidikan di Indonesia
masih belum bisa dikatakan sesuai harapan manakala persoalan
persoalan Kurikulum, Guru dan Sarana masih jauh dari standar sesuai
dengan aturan.
Untuk itu perlu paradigma baru dunia pendidikan untuk menuju
Indonesia Emas, diperlukan arah yang jelas dalam hal keterjangkauan
dan ketersediaan akses pendidikan, perlu arah dan kebijakan yang
terencana dalam peningkatan kualitas dan distribusi guru serta perlu
tata kelola yang efesien dan efektif.
Daftar Pustaka
624
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN
MEMBANGUN KOMUNITAS BELAJAR MELALUI
STRATEGI SCAFFOLDING
Neli Rahmaniah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : nelirahmaniah@yahoo.com
625
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pendahuluan
Pendidikan nasional yang merupakan salah satu sektor
pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas.
Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal
sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa yang berkarakter.
Berdasarkan hal itu perlu dipikirkan dan dirancang suatu
paradigma pendidikan yang dapat membekali generasi emas
menghadapi masa depan. Banyak paradigma pendidikan telah
dilontarkan oleh beberapa ahli, namun paradigma mana yang relevan
untuk masa depan pendidikan di Indonesia pada umumnya, perlu
sebuah analisis spekulatif berdasarkan keadaan obyektif masyarakat
kita masa depan, yakni masyarakat madani kedudukannya ditengah
masyarakat global.
Dalam merancang perubahan pendidikan, tidak hanya memikirkan
kebutuhan generasi sekarang, tetapi melihat jauh ke depan, memikirkan
apa yang akan dihadapi anak dan cucu kita di masa depan. Antisipasi
jauh ke depan sangat penting mengingat bahwa dalam zaman modern
ini perubahan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik terjadi dengan
sangat cepat. Ini adalah akibat dari cepatnya perkembangan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan antisipatif sangat tepat
untuk diterapkan pada masa sekarang ini dalam rangka membekali
peserta didik sebagai generasi emas untuk menghadapi masa depan
yang penuh tantangan dan kompetitif.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Agar
proses interaksi ini dapat berjalan secara optimal dalam pencapaian
tujuan pembelajaran, maka kegiatan pembelajaran harus dikelola
dengan baik. Pengelolaan pembelajaran dimaksudkan sebagai suatu
seni dalam mengoptimalkan segala sumber-sumber daya kelas demi
terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pengelolaan pembelajaran juga diartikan sebagai upaya pendidik
untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta
memperbaikinya apabila terjadi gangguan maupun penyimpangan,
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai harapan.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
626
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
627
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Pembahasan
a. Peningkatan Mutu Pendidikan
Peningkatan berarti penciptaan suatu perubahan yang bermanfaat
secara terorganisasi; pencapaian suatu tingkat kinerja yang tak pernah
terjadi di masa lalu. Sinonimnya adalah Terobosan (Juran, 1995:31).
Sedangkan mutu, banyak ahli yang mengemukakan tentang
mutu/kualitas, seperti yang dikemukakan oleh Crosby ; Kualitas
adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang yang telah distandarkan
(conformance to requirement) meliputi availability, delivery, maintainability,
dan cost effectiveness (Crosby,1979:58). Menurut Juran: Kualitas
adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya (fitness for use),
sedangkan menurut Deming : Kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar atau konsumen (dalam Tumiwa,2006:1-2).
Mutu adalahSebuah filsosofis dan metodologis yang membantu
institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda
dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan
(Sallis,2006:33). Sedangkan menurut Vincent G : Kualitas diartikan
sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan
upaya perubahan kearah perbaikan terus menerus sehingga dikenal
dengan istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and Changes)
(Vincent,2003:3). Menurut Sudarwan Danim; mutu mengandung
makna derajat keunggulan suatu poduk atau hasil kerja, baik berupa
barang dan jasa (Sudarwan,2007:53).Sedangkan dalam dunia
pendidikan barang dan jasa itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat
dilihat, tetapi dan dapat dirasakan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa
Indonesiamenyatakan Mutu adalah(ukuran ), baik buruk suatu benda,
taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb) kualitas.Selanjutnya
Lalu Sumayang menyatakan quality(mutu ) adalah tingkat dimana
rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan
fungsidan penggunannya, disamping ituqualityadalah tingkat
di mana sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan rancangan
spesifikasinya (Sumayang,2003:322).
Menurut kamus (terminologi bahasa), kualitas adalah tingkat
kesempurnaan yang sifatnya relative, bukan absolute. Oleh karenanya,
kualitas memiliki arti yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda,
tetapi definisi secara garis besar dapat dibaca Kualitas adalah
keseluruhan ciri atau karakteristik yang berkaitan dengan kemampuan
memuaskan kebutuhan tertentu (Dorothea, 2003:124).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
628
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
629
Professional Learning untuk Indonesia Emas
630
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
631
Professional Learning untuk Indonesia Emas
632
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
633
Professional Learning untuk Indonesia Emas
634
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
Penutup
Berdasarkan hasil deskripsi dan analisa Penulis, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi Indonesia
Emas sangat penting, sehingga peningkatan mutu pendidikan
harus terus diupayakan. Dalam rangka meningkatkan mutu
pembelajaran, perlu diupayakan untuk membangun suatu
komunitas belajar yang efektif sehingga
2. Syarat mutlak penentu keberhasilan dalam upaya membangun
komunitas belajar profesional adalah guru/tenaga pendidik.
Guru yang bermutu menjadi variabel penting dalam mewujudka
pendidikan bermutu. Kebermutuan guru di lapangan dapat
diindikasikan dengan kemampuan pengelolaan pembelajaran.
Diantaranya dengan kemampuan menggunakan berbagai metode
dan strategi dalam mengajar termasuk strategi scaffollding.
3. Kepemimpinan yang efektif bisa mengembangkan pemahaman
mendalam bagaimana cara mendukung kinerja guru, menata
kurikulum untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dan
635
Professional Learning untuk Indonesia Emas
Daftar Pustaka
636
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
637
MENGEMBANGKAN SIKAP ASERTIF KEPALA
SEKOLAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KINERJA GURU
Oleh:
Nurdelima Waruwu
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: delima_uin@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang
menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar sebagai upaya
untuk tercapainya tujuan pendidikan. Penanggung jawab dalam proses
belajar mengajar yang dilakukan di sekolah ditentukan pula oleh
kinerja guru. Tinggi rendahnya mutu pendidikan banyak dipengaruhi
oleh kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena
638
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
639
Professional Learning untuk Indonesia Emas
640
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
641
Professional Learning untuk Indonesia Emas
642
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
643
Professional Learning untuk Indonesia Emas
644
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
645
Professional Learning untuk Indonesia Emas
646
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
647
Professional Learning untuk Indonesia Emas
KINERJA GURU
Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai
ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap,
keterampilan dan motivasi untuk menghasilkan sesuatu. Kinerja guru
pada dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja yang dilakukan oleh
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, dan kualitas
guru akan sangat menentukan kualitas hasil pendidikan, karena guru
merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan
siswa dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah, hal
ini tidak hanya ditentukan dari salah satu faktor saja, namun banyak
hal yang ikut berpengaruh dalam menentukan peningkatan kinerja
648
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
guru tersebut.
Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang diperoleh seseorang
baik secara kuantitatif maupun kualitatif melalui kegiatan-kegiatan
atau pengalaman-pengalaman dalam jangka waktu tertentu. Kinerja
guru juga merupakan kemampuan yang dihasilkan oleh guru dalam
melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya dalam
mendidik, mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi orang tua
kedua dari anak didik, serta mencerdaskan dan menciptakan anak
didik yang berkualitas.
Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh setiap individu
dalam kaitannya mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Berkaitan
dengan hal tersebut terdapat beberapa definisi mengenai kinerja.
Menurut Rivai dalam Syaiful Sagala, kinerja merupakan seperangkat
hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta
pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta, dan kinerja merupakan
suatu fungsi motivasi dan kemampuan menyelesaikan tugas
atau pekerjaan, seseorang harus memiliki kesediaan dan tingkat
kemampuan (Sagala, 2009:179).
Menurut Salfen Hasri dalam bukunya yang berjudul Sekolah
Efektif dan Guru Efektif, mengemukakan bahwa: efektivitas kinerja
guru tidak hanya berpengaruh terhadap hasil belajar, tetapi memberi
manfaat terhadap keingintahuan untuk belajar. Dengan demikian,
diharapkan kinerja guru semakin baik dalam proses belajar mengajar,
serta bisa meningkatkan motivasi siswa dalam belajar (Hasri, 2009:57).
Dari beberapa pengertian tentang kinerja tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang telah dicapai
oleh seseorang. Kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil akhir dari
suatu aktifitas yang telah dilakukan seseorang untuk meraih suatu
tujuan. Pencapaian hasil kerja ini juga sebagai bentuk perbandingan
hasil kerja seseorang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila
hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan standar
kerja atau bahkan melebihi standar maka dapat dikatakan kinerja itu
mencapai prestasi yang baik.
Istilah kinerja guru menunjukkan pada suatu keadaan dimana
guru-guru di suatu sekolah secara sungguh-sungguh melakukan hal-
hal yang terkait dengan tugas mendidik dan mengajar di sekolah.
Kesungguhan kerja yang dimaksud terlihat dengan jelas dalam usaha
merencanakan program mengajarnya dengan baik, teratur, disiplin
masuk kelas untuk menyajikan materi pengajaran dan membimbing
649
Professional Learning untuk Indonesia Emas
650
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
KESIMPULAN
Kepala sekolah merupakan sosok sentral dalam peningkatan
mutu kualitas pendidikan di sekolah, sehingga kepala sekolah harus
mampu bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai
manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat
berfungsi dan berjalan secara optimal. Dalam proses manajerial, kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan diharapkan dapat menjalin
kerjasama yang harmonis dan tidak mengedepankan kewenangan
yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah sebagai
pemimpin mengembangkan sikap asertif. Dengan mengembangkan
sikap asertif maka dalam interaksi antara kepala sekolah dan guru,
dapat mengungkapkan kebutuhan, keinginan, dan perhatian mereka
yang saling mendengarkan dan memberikan respon secara tidak
mempertahankan diri. Sehingga komunikasi antara kepala sekolah
dan guru dapat terjalin dengan baik dan efektif.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja guru, diantaranya
kepemimpinan dan sikap yang dikembangkan oleh kepala sekolah.
Kepala sekolah harus mampu menanamkan, memajukan dan
meningkatkan nilai moral kepada para guru. Kepala sekolah yang
651
Professional Learning untuk Indonesia Emas
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),Cet.VII.
Alberti, R dan Emmons, R. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup
Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2002).
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).
Indriyo Gitosudarmo, M.Com dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar
Manajemen, (Yogyakarta: PT BPFE, Juni 2001).
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), Cet. Ke-2.
Heri Purwanto, Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan,
(Jakarta: EGC, 1999).
652
Professional Learning Based on Caracter untuk Indonesia
653