Disusun Oleh
NIM 4501.06.19.A.018
PROGRAM STUDI
2020/2021
Page |2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT. Atas semua rahmatnya
sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini yang berjudul “ TEKNIK
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI WATER’S METHOD “ oleh karena itu tidak lupa saya
mengucapkan terimakasih terhadap pihak yang sudah memberikan bantuan dan dukungannya
sehingga tersusun lah Laporan Kasus ini untuk memenuhi tugas Praktek Laboratorium I,
dalam mengerjakan laporan kasus ini saya dapat banyak hal yang berarti bagi saya dalam
dunia pekerjaan nyata nanti. Dan tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih terhadap pihak
yang berkontribusi langsung dalam memberikan kritik dan sarannya kepada saya dalam
1. Mas Nanda Pratama S.Tr.Kes (Rad) selaku dosen pembimbing yang sudah banyak
2. Orang tua serta teman-teman saya atas doa dan dukungannya sehingga tugas Praktek
Saya menyadari dalam Laporan ini masih banyak kekurangannya oleh karena itu saya
mohon kritik dan sarannya dan semoga laporan yang saya buat ini bisa berguna bagi semua
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disahkan untuk memenuhi Tugas Praktek Laboratorium I Jurusan
NIM : 4501.06.19.A.018
DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Anatomi................................................................................................
1.2 Patofisiologi........................................................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................
4.1 Kesimpulan.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Page |5
DAFTAR GAMBAR
(Lampignano,2018)
(Lampignano,2018)
(2010)
(Bontrager,2010)
(Bontrager,2010)
Gambar.3.1.Automatic Processing
Method)
Page |7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
banyak ditangani dengan radioterapi tumor dan kanker. Tumor yang letaknya
dalam, dilakukan tindakan terapi menggunakan unsur radioaktif seperti Cobalt 60,
sedangkan untuk letak tumor permukaan dilakukan terapi sinar-x dengan alat yang
I131 (Iod 131) yang ditemui pada kedokteran nuklir. Muara pada pemeriksaan
pemeriksaan kontras dan non kontras. Pemeriksaan kontras seperti tractus urinarius
kontras seperti skull, vertebrae, thorax, BNO atau abdomen, pelvis, extremitas
upper (manus, wrist joint, antebrachi, elbow joint, humerus, shoulder joint,
clavicula, scapula) dan extremitas lower (ossa pedis, ankle joint, cruris, knee joint,
Dengan alasan diatas maka penulis tertarik mengkaji lebih lanjut mengenai
B. Rumusan Masalah
Laboratorium Radiologi?
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat institusi
Page |9
Radioterapi
2. Manfaat Pembaca
BAB II
Tulang-tulang tengkorak mempunyai beberapa ruang atau sinus. Sinus frontalis, sinus
maksilaris, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis merupakan sinus paranasalis yang
berhubungan dengan hidung. Sinus udara ini meringankan berat tengkorak dan
Sinus Paranasal adalah ruang berisi udara yang terletak di dalam rongga tengkorak
dan wajah (Singh, 2017), Sinus Paranasal dibagi menjadi empat kelompok yaitu sinus
maksilaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis, sinus ethmoidalis. Hanya sinus maksilaris
yang berada pada struktur rongga wajah. Sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sinus
Keterangan :
1. Sinus frontalis
2. Sinus ethmoidalis
3. Sinus sphenoidalis
4. Sinus maksilaris
Sinus Paranasal mulai berkembang sejak awal kehidupan janin, tetapi hanya sinus
maksilaris yang mulai berkembang pada saat kelahiran. Sinus frontalis dan sinus
P a g e | 11
sphenoidalis mulai tampak pada radiograf orang di usia 6 sampai 7 tahun. (Evelyn C. Pearce,
2016)
dibandingkan dengan yang lainnya. Semua sinus paranasal mengalami perkembangan secara
Sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Sinus paranasal
merupakan lanjutan langsung dari bagian tractus respiratorius bagian atas dan karena nya
Menurut Long (2016), Sinus paranasal memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai ruang
menghangatkan udara yang kita hirup, sebagai penyerap getaran serta berperan dalam
a. Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris merupakan sinus terbesar dan terletak dalam tulang maksila. Setiap
sinus maksilaris berbentuk seperti pyramid bila dilihat dari sisi anterior. Apabila dilihat dari
sisi Lateral berbentuk seperti segi empat. Sinus maksilaris memiliki ukuran yang bervariasi
pada masing-masing sisi dan berbeda-beda pada setiap orang. Pada orang dewasa memiliki
tinggi sekitar 3 sampai 4 cm dan lebar 2,5 sampai 3 cm. (Lampignano, 2018)
Sinus maksilaris memiliki dinding tulang yang sangat tipis bagian bawah dari sinus
maksilaris superposisi dengan bagian bawah nasal. Dasar dari sinus ini memiliki hubungan
dengan akar gigi molar atas pertama dan kedua. Biasanya akar dari gigi menyebabkan infeksi
yang berasal dari gigi, khususnya pada gigi geraham dan gigi premolar serta merambat naik
b. Sinus Sphenoidalis
Sinus sphenoidalis terletak segaris dengan tulang sphenoid dan berada tepat di bawah
sella tursica. Bagian dari tulang sphenoid terdiri dari sinus yang berbentuk kubus dan
dibagi oleh satu sekat tipis untuk membentuk dua rongga. Septum dan sinus sphenoidalis
mungkin tidak sempurna dan menghasilkan hanya satu rongga (Lampignano, 2018)
Sinus Sphenoidalis sangat dekat dengan dasar cranium, terkadang proses patologi
dari cranium mengakibatkan efek pada sinus tersebut. Misalnya adalah ketidakstabilan
dari suatu air-fluid level di dalam sinus sphenoidalis yang kemudian mengakibatkan
trauma pada tulang kepala. Hal tersebut membuktikan bahwa pasien mempunyai suatu
fraktur dasar kepala yang disebut dengan sphenoid effusion (Lampignano, 2018).
c. Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis termasuk di dalam massa lateral atau labirin dari tulang ethmoid.
Sinus ethmoidalis dibagi menjadi tiga bagian yaitu: anterior, middle dan posterior tetapi
saling berhubungan. Apabila dilihat dari samping, terlihat bagian bawah tulang anterior
dari rongga orbita, serta berhubungan dengan tulang ethmoid dan membentuk dinding
d. Sinus Frontalis
Sinus frontalis berada di antara bagian dalam dan luar dari tulang tengkorak, ke arah
posterior menuju glabella dan jarang terbentuk sebelum usia 6 tahun. Pada sinus
maksilaris memiliki ukuran dan bentuk yang simetris, sedangkan sinus frontalis jarang
memiliki ukuran dan bentuk yang simetris. Sinus frontalis pada umumnya dipisahkan
oleh septum yang menyimpang dari satu sisi dengan sisi yang lainnya dan
dan bentuk. Biasanya pada pria ukurannya lebih besar dari wanita (Lampignano,
2018)
II. Patofisiologi
Sinusitis Kelainan yang terjadi pada sinus paranasal salah satunya adalah
Sinusitis. Sinusitis merupakan suatu peradangan membran mukosa yang dapat mengenai
dapat berlangsung akut maupun kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12
minggu dan penyebab utamanya ialah selesmaatau pilek yang merupakan infeksi virus
yang selanjutnya dapat diikuti dengan infeksi bakteri. Sebagian besar kasus sinusitis
melibatkan lebih dari satu sinus paranasal dan yang paling sering yaitu sinus maksilaris dan
Sinusitis akut merupakan peradangan akut mukosa sinus dengan waktu yang cepat
dan dengan gejala yang berat. Perawatan pada sinusitis akut dapat dilakukan secara medis
dan bedah. Akan tetapi, pharmotherapy dapat menjadi pilihan (Siyad, 2010).
sukar disembuhkan dan menimbulkan keluhan berkepanjangan pada penderita. Sinusitis ini
disebabkan oleh bakterial dan jamur yang biasanya terjadi lebih dari 12 minggu.
Berbagai macam mikroba dapat ditemukan, yang umumnya berasal dari flora rongga
mulut, dapat terjadi infestasi jamur yang sering berupa fungus ball, umumnya aspergilus
Sinusitis kronik dapat menjalar ke rongga orbita dan menimbulkan osteomilitis atau
trombofebitis sinus venosus durameter. Sinus kronik dapat juga merupakan bagian dari
sindrom kartagener, yang terdiri atas bronkietalis, sinus inversus dan sinusitis kronik (Nasar
c. Sakit kepala
d. Sakit tenggorokan
Awal mula penemuan sinar-X, didasari atas ketertarikan Wilhem Conrad Rontgen pada
tabung croock yang diberikan aliran listrik memunculkan berkas berwarna cahaya biru.
lompatan listrik dari katoda bermuatan negatif menuju anoda bermuatan positif. Fenomena
munculnya berkas kelistrikan berwarna biru oleh para peneliti diberi nama dengan “sinar
katoda”. Sinar biru yang dihasilkan tabung croock, pada akhirnya diketahui terjadi karena
ionisasi pada elektron dengan udara yang ada di tabung. (Sudibyo Dwi Saputro, 2016)
Terbentuknya sinar-X terjadi bermula dari aliran arus listrik menuju filamen katoda.
Pemanasan filamen katoda atau sering disebut dengan proses termionik, akan melepaskan
elektron terluar dari atom filamen katoda dan berkumpul disekitar katoda. Selanjutnya
diberikan beda potensial tinggi antara anoda dan katoda mengakibatkan kumpulan elektron
tersebut bergerak dan menumbuk anoda. Tumbukan elektron pada anoda dihentikan
mendadak atau terjadi “Pengeraman” sehingga proses terjadinya sinar-X sering disebut
dengan breamstrahlung (bahasa jerman yang artinya Pengeraman). (Sudibyo Dwi Saputro,
2016)
IV.Teknik Pemeriksaan
P a g e | 15
proyeksi Open Mouth Waters Method dan Close Mouth Waters Method. Apabila pada
foto di atas belum dapat diperoleh informasi yang lengkap, baru dilakukan dengan proyeksi
yang lain.
a. Tujuan
b. Posisi Pasien
Pasien duduk tegak atau berdiri menghadap bucky standdengan Mid Sagital
Plane (MSP) kepala pada pertengahan kaset dan kedua bahu diatur simetris.
c. Posisi Obyek
Pasien mengekstensikan leher, sehingga dagu dan hidung menempel pada bucky
stand. Kepala diatur sehingga Mentomeatal Line (MML) tegak lurus terhadap
kaset atau Orbitomeatal Line (OML) membentuk sudut 37 derajat dari kaset.
d. Arah Sumbu
e. Titik Bidik
90-100 cm
P a g e | 16
(Lampignano,2018)
g. Kriteria Radiograf
Sinus maksilaris bebas dari gambaran processus alveolar dan petrous ridge.
Keterangan :
1 1. Sinus Maksilaris
paranasal (Lampignano,2018)
a. Tujuan
b. Posisi Pasien
P a g e | 17
Pasien duduk tegak atau berdiri menghadap bucky stand dengan Mid Sagital
Plane (MSP) kepala pada pertengahan kaset dan kedua bahu diatur simetris.
c. Posisi Obyek
Pasien mengekstensikan leher, sehingga dagu dan hidung menempel pada bucky
stand. Kepala diatur sehingga Mentomeatal Line (MML) tegak lurus terhadap
kaset atau Orbitomeatal Line (OML) membentuk sudut 37 derajat dari kaset.
d. Arah Sumbu
e. Titik Bidik
90-100 cm
g. Kriteria Radiograf
Sinus maksilaris bebas dari gambaran processus alveolar dan petrous ridge.
Inferior orbita tampak pada sinus frontalis. Sinus sphenoidalis tampak dengan
membuka mulut.
P a g e | 18
e. Posisi pasien
b. Posisi objek:
2.Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset, sehingga OML
c. Sinar pusat:
1.Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari acanthion
d). Kolimasi
P a g e | 19
e). Pernafasan
Sinus maksillaris tampak tidak superposisi dengan prosesus alveolar dan petrous
(Bontrager,2010)
Bontrager (2010)
P a g e | 20
mouth):
f. Posisi Pasien
b. Posisi Objek :
2. Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 37 derajat terhadap kaset (MML
c. Sinar pusat :
d.Kolimasi
e.Pernafasan
g. Kriteria radiograf :
Sinus maksillaris tampak tidak superposisi dengan prosesus alveolar dan petrous
ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak
(Bontrager,2010)
(Bontrager,2010)
V. Processing Film
1. Pembangkitan
a. Sifat dasar
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini
perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan
adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat
P a g e | 22
penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi
penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini
dengan intensitas cahaya yang diterima oleh film. Sedangkan yang tidak
mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative
(AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film
mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide
speck) sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik
ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan
ion perak positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka
Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak
mengandung mineral.
Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi
perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi
ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah terkena penyinaran
menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak
terkena penyinaran. Bahan yang biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6).
Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film
diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat yang
atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut
dalam air.
pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut
(fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium
bromida.
f) Bahan-bahan tambahan.
2. Pembilasan
dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada
permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas akan
membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses
selanjutnya.
pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut
Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan
dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya
ke dalam air. Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5
detik.
3. Penetapan
menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran
perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak
komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan
Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang
dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga
P a g e | 25
4. Pencucian.
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan
Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil
akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel
Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan
udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban
udara, dan aliran udara yang melewati emulsi. (ZA Afani, NN Rupiasih 2017)
VI.Proteksi Radiasi
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai
berikut
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai asas optimasi.
3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP
untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai asas limitasi. (M Hidayati
Idrus, 2017)
P a g e | 27
BAB III
A. Paparan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Umur : 23 Tahun
Alamat : Indramayu
No Radiologi : 22.924
No RM : 856520
Diagnosa : Sinusitis
2. Alur Pemeriksaan
computer, pembayaran untuk segera bisa di bayarkan ke kasir pusat untuk pasien
c. Untuk pasien dari BPJS bisa langsung di kerjakan karena telah memenuhi
d. Pasien menunggu di depan kamar pemeriksaan dan dipanggil sesuai nomor urut.
identitas pasien.
k. Setelah hasil radiograf tersebut terlihat dan tidak tampak artefak ataupun tidak
terjadi reject, hasil tersebut dapat langsung di baca oleh dokter radiolog.
P a g e | 29
1. Persiapan Pasien
melepas benda pada daerah kepala seperti Kacamata, anting, ataupun gigi palsu
a. Pesawat Sinar-X
o No Seri : 2K120310048 – X
o Merk : Allengers
o Ukuran Kaset : 18 x 24 cm
o Ukuran Film : 18 x 24 cm
d. Automatic Procesing
Gambar.3.1.Automatic Processing
e. View Box
3. Teknik Pemeriksaan
cm
Marker : R/L
P a g e | 32
Waters Method)
cm
P a g e | 33
Marker : R/L
4. Pengolahan Film
Automatic processing.
5. Hasil Bacaan
Rinosinusitis Kronis
6. Pembahasan
Method.
Water’s Method).
P a g e | 34
tegak atau berdiri menghadap bucky stand dengan Mid Sagital Plane (MSP) kepala
pada pertengahan kaset dan kedua bahu diatur simetris dengan kaset diletakkan
18x24 cm. Pasien mengekstensikan leher, Kepala diatur sehingga Mentomeatal Line
(MML) tegak lurus terhadap kaset dan diatas kaset dipasang grid. Mengatur
Central Point pada parietal menuju acanthial. Menggunakan focus film distance
100cm dan faktor eksposi kV 75 mAs 16. Kemudian pasien di instruksikan tahan
(Open mouth Water’s Metod) Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa
mengubah posisi kepala, untuk kaset masih sama 18x24 cm dengan dipasang grid
diatas kaset dengan mengatur central point pada parietal menuju acanthial.
Menggunakan focus film distance 100cm dan faktor eksposi kV 75 mAs 16 diberi
automatic processing. Hasil radiograf dibaca oleh dokter untuk didiagnosa. Hasil
dari pemeriksaan ini diberikan kembali kepada pasien untuk pengobatan lebih lanjut.
yang baik. Hal ini ditandai dengan pengambilan gambar tanpa pengulangan foto.
P a g e | 35
praktek yaitu pada 2 buku menggunakan grid sedangkan pada praktek tidak
menggunakan grid.
P a g e | 36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil dari pemeriksaan ini diberikan kembali kepada pasien untuk pengobatan
lebih lanjut. Dari pemeriksaan tersebut diagnosa yang didapat yaitu pasien mengalami
yang baik. Hal ini ditandai dengan pengambilan gambar tanpa pengulangan foto.
B. Saran
radiografi serta membuat laporan ini, penulis menyampaikan saran kepada pembaca
dalam bidang radiologi tentang teknik radiografi Water’s Method pada kasus ini
cm.
P a g e | 37
DAFTAR PUSTAKA
FKUI.
Ballinger, J.J. 2010. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan Kepala dan Leher
Pustaka Utama
LAMPIRAN
P a g e | 39