Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Gastropati didefenisikan sebagai setiap kelainan yang terdapat pada


mukosa lambung (Tugushi, 2011). Gastropati menunjukkan suatu kondisi dimana
terjadi kerusakan epitel atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa lambung. Istilah
gastropati dibedakan dengan gastritis, dimana gastritis menunjukkan suatu
keadaan inflamasi yang berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung. Salah
satu penyebab gastropati adalah efek samping dari pemakaian OAINS, serta
beberapa faktor lain seperti, infeksi H.pylori, konsumsi alkohol, refluks cairan
empedu, hipovolemia, dan kongesti kronik.10
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan untuk mengobati
reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri. Berbagai jenis OAINS dapat
menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang merupakan mediator inflamasi dan
mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi. Akan tetapi, PG khususnya PGE2
sebenarnya merupakan zat yang bersifat protektor untuk mukosa saluran cerna
atas. Hambatan sintesis PG akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek
berupa lesi akut mukosa gaster bentuk ringan sampai berat. Gastropati OAINS
adalah lesi mukosa gaster yang berhubungan dengan terapi OAINS. 18
Diperkirakan ada lebih dari 30 juta orang yang menggunakan OAINS
setiap harinya. Di Spanyol, penggunaan OAINS telah sangat meningkat, dua kali
lebih banyak dari 14 tahun sebelumnya. Dari 20 atau lebih obat yang digunakan di
Spanyol pada tahun 2009, 7 di antaranya adalah OAINS. Peresepan OAINS
ditujukan untuk semua jenis usia, tapi terkhususnya pada populasi usia lanjut.
Hampir 70% orang yang berusia lanjut memakai OAINS teratur setiap
minggunya. 6
Gastropati OAINS adalah gejala gastropati yang mengacu kepada
komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh penggunaan obat
anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu, dan biasanya disebabkan
oleh penggunaan jangka panjang OAINS. Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa

gejala, gejala ringan dengan manifestasi tersering dispepsia, heartburn,


abdominal discomfort, dan nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik,
perdarahan, perforasi.12
Di Indonesia, gastropati OAINS merupakan penyebab kedua gastropati
setelah gastropati yang disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori dan penyebab
kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah ruptur varises esophagus
(Suyata, 2004). Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti usia,
riwayat ulserasi terdahulu, penggunaan kortikosteroid, penggunaan dosis tinggi
OAINS, penggunaan beberapa OAINS, penggunaan antikoagulan, dan penyakit
sistemik yang serius. Faktor resiko yang mungkin termasuk adalah infeksi oleh
H.pylori, merokok, dan mengkonsumsi alcohol.6
Banyaknya jumlah pasien yang menggunakan OAINS dan berhubungan
dengan terjadinya gejala gastropati, mendorong pentingnya kajian mengenai
prevalensi terjadinya dan cara mendiagnosis serta tatalaksana gastropati yang
disebabkan oleh penggunaan obat anti inflamasi non steroid.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama

: Ny. MJD

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Dusun Satu Pelabuhan Dalam, Pemulutan, Kab.OI

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Status

: Kawin

MRS

: Sabtu, 10 Mei 2014

No. RM

: 822970

2.2 Anamnesis (Auto dan Alloanamnesis)


Keluhan Utama
Muntah hitam sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Sesak sejak 2 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
4 SMRS, os mengeluh muntah hitam sebanyak 1-2 gelas kecil, mual
(+), sesak napas, pusing, badan lemas, nafsu makan menurun (+) sesak
dirasakan terus menerus, sesak dipengaruhi oleh aktifitas (berjalan ke kamar
mandi) dan berkurang dengan istirahat (duduk). Sesak tidak dipengaruhi
cuaca dan emosi. Mengi (-). Os juga meneluh nyeri ulu hati, nyeri menjalar
sampai ke bahu belakang. Mual (+), muntah (-), penglihatan berkunangkunang (+), BAB hitam (-), BAK biasa, nyeri di daerah lutut (+). Os berobat
ke puskesmas.
2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah , pusing, badan lemas,
nafsu makan menurun (+) sesak dirasakan terus menerus, sesak dipengaruhi

oleh aktifitas (berjalan ke kamar mandi) dan berkurang dengan istirahat


(duduk). Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Mengi (-). Muntah hitam
sebanyak 1-2 gelas kecil, mual (+), nyeri ulu hati (+), perut terasa kembung,
nyeri di daerah lutut (+), Batuk (-), penglihatan berkunang-kunang (+), BAB
hitam (+), BAK tidak lancar 4x sehari, sebanyak gelas kecil (belimbing).
OS berobat ke RS Bari dan di rujuk ke RSMH
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit kuning di sangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat maag 1 tahun, tidak terkontrol

Riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal


Riwayat sakit reumatik 1 tahun, OS minum obat allopurinol

tahun, os membeli obatnya di pasar dan dimakan 1xsehari


Riwayat sakit lambung kantong lambung bocor 1 tahun dan pernah

di rawat di RS Muhammadiah)
Riwayat penyakit anemia

Riwayat Kebiasaan
Riwayat mengkonsumsi obat reumatik 1 tahun (allopurinol)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sma dalam keluarga disangkal.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/m regular, isi dan tegangan cukup

Temperatur

: 36.5 C

RR

: 28 x/m

Dehidrasi

: tidak ada

Gizi

: cukup

Berat Badan

: 50 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

IMT

: 18, 36547 kg/m2 (Normoweight)

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam
batas normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat
umum tidak ada, keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan
kaki ada, sianosis tidak ada, lapisan lemak cukup.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran, nyeri tekan tidak ada.
Kepala
Bentuk bulat, simetris, rambut rontok tidak ada, deformitas tidak ada,
perdarahan temporal tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.
Mata
Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,
konjungtiva palpebra kedua mata pucat ada, sklera ikterik tidak ada, pupil
isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada,
gerakan bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan baik.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik.
Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan
dan perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan
proc.mastoideus tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan,
pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak
ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau
pernapasan yang khas tidak ada.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak
ada, JVP (5-2) cm H2O, hipertrofi m. sternocleidomastoideus tidak dijumpai.
Dada
Bentuk

dada

normal,

simetris,

perbandingan

dinding

transversal:anteroposterior = 2:1, retraksi dinding thorax tidak ada, tidak


ditemukan venectasis dan spider nevi.
Paru-paru
Inspeksi

: Statis, dinamis simetris kanan=kiri

Palpasi

: Stemfremitus kanan = kiri normal

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar di ICS

VI.
Auskultasi

: Vesikuler (+) normal di lapangan atas tengah bawah paru


kanan dan kiri, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri
2 jari lateral linea midclavicula.

Auskultasi

: HR: 80 x/m, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Cembung, umbilikus datar

Palpasi

: Lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan didaerah


epigastrik (+)

Perkusi

: timpani (+), Shifting Dullness (-)

Auskultasi

: Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas Atas
Kedua ekstremitas atas tampak pucat ada, ekimosis pada tangan kanan, palmar
eritema tidak ada, nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah,
kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh
tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema ada pada kedua lengan dan
tangan tidak ada.
Ekstremitas Bawah
Kedua ekstremitas bawah tampak pucat, nyeri otot tidak ada, nyeri sendi ada
di bagian lutut kanan dan kiri, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks
patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak dijumpai, jaringan parut
tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak ada, turgor cukup,
edema pretibia tidak ada.
Alat Kelamin
Tidak diperiksa

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Sinus Rythm, axis normal, HR: 86x/m, Gelombang P normal, PR Interval 0,20
Detik, QRS Kompleks 0,04 detik, R/S di V1 <1, SV1 + RV5/V6 <35 Normal.
Kesan: Normal EKG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (30Mei 2014)
Hb

: 3,6 g/dl

(normal : 11,7 15,6 g/dl)

Hematokrit

: 13%

(normal : 38-44%)

Eritrosit

: 2,13x 106/mm3

(normal : 4.20-4.87 x 106/mm3)

Leukosit

: 8.600/mm3

(normal : 4500-11000/mm3)

Trombosit

: 301.000/mm3

(normal : 150.000-450.000/mm3)

MCV

: 610 fl

(normal : 85-95 fl)

MCH

: 17 pg

(normal : 28-32 pg)

MCHC

: 28 gr/dl

(normal : 33-35 gr/dl)

LED

: 125 mm/jam

(normal : < 20 mm/jam)

Basofil

:0

(normal : 0-1 %)

Eosinofil

:3

(normal : 1-6%)

N. Batang

:0

(normal : 2-6%)

N. Segmen

: 66

(normal : 50-70%)

Limfosit

: 24

(normal : 25-40%)

Monosit

:7

(normal : 2-8%)

Hitung Jenis

Kimia Klinik (30 Mei 2014)


Hati
Protein total

: 6,8 g/dL

(normal : 6,4-8,3 g/dL)

Albumin

: 3,0 g/dL

(normal : 3,5-5,0 g/dL)

Globulin

: 3,8 g/dL

(normal : 2,6-3,6 g/dL)

LDH

: 338 U/L

(normal : 240-480 U/L)

K+

: 3.6 mmol/l

(normal : 3.6-5.5 mmol/l)

Metabolisme Karbohidrat
Gula darah sewaktu : 95 mg/dl

(normal : <200 mg/dl)

Ginjal
Ureum

: 19 mg/dl

(normal : 16,6-48,5 mg/dl)

Asam urat

: 640 mg/dl

(normal : <57 mg/dl)

Urinalisa (30 Mei 2014)


Urine lengkap
Warna

: Kuning

(normal : Kuning)

Kejernihan

: Jernih

(normal : Jernih)

Berat Jenis

: 1.010

(normal : 1.003-1.030)

pH

: 6.0

(normal : 5-9)

Protein

: Negatif

(normal : Negatif)

Glukosa

: Negatif

(normal : Negatif)

Keton

: Negatif

(normal : Negatif)

Darah

: Negatif

(normal : Negatif)

Bilirubin

: Negatif

(normal : Negatif)

Urobilinogen

:1

(normal : 0.1-1.8 EU/dL)

Nitrit

: Negatif

(normal : Negatif)

Leukosit Esterase : Negatif

(normal : Negatif)

Sedimen Urine
Epitel

: Positif (+)

(normal : negatif)

Leukosit

: 0-3/ LPB

(normal : 0-5/LPB)

Eritrosit

: 0-1/LPB

(normal : 0-1/LPB)

Silinder

: Negatif

(normal : Negatif)

Kristal

: Negatif

(normal : Negatif)

Bakteri

: Negatif

(normal : Negatif)

Mukus

: Negatif

(normal : Negatif)

Jamur

: Negatif

(normal : Negatif)

2.5 Diagnosa Sementara


Hematemesis, melena ec gastropati NSAID
Anemia Perdarahan
OA genu dextra et sinistra

10

2.6 Diagnosa Banding


Hematemesis, melena ec pecahnya varises esofagus ec sirosis hepatis
Anemia defisiensi besi
OA genu dextra et sinistra
2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
-

Istirahat

Puasa 24 Jam pasang NGT, bila tidak ada perdarahan aktif Diet
lambung II

Edukasi

O2 3 L/menit

Farmakologi
-

IVFD RL gtt XV/menit

Transfusi PRC 600 cc secara berkala

Inj. As. Tranexamat 3X1

Inj. Omeprazol 1X40 mg

Sukralfat sirup 4x1 sendok makan

2.8 Rencana Pemeriksaan


-

Endoscopy

Darah rutin, kimia darah, fessa rutin

USG Abdomen

2.9 Prognosis
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

Qou ad sanctionam

: dubia

11

RESUME
Identifikasi
Ny. MJD, Perempuan , 50 tahun. Alamat Dusun Satu Pelabuhan Dalam,
Pemulutan, Kab.OI. Pekerjaan IRT, MRS Sabtu, 10 Mei 2014.
Anamnesis (Auto dan Alloanamnesis)
Keluhan Utama
Muntah hitam sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Sesak sejak 2 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
4 SMRS, os mengeluh muntah hitam sebanyak 1-2 gelas kecil, mual
(+), sesak napas, pusing, badan lemas, nafsu makan menurun (+) sesak
dirasakan terus menerus, sesak dipengaruhi oleh aktifitas (berjalan ke kamar
mandi) dan berkurang dengan istirahat (duduk). Sesak tidak dipengaruhi
cuaca dan emosi. Mengi (-). Os juga meneluh nyeri ulu hati, nyeri menjalar
sampai ke bahu belakang. Mual (+), muntah (-), penglihatan berkunangkunang (+), BAB hitam (-), BAK biasa, nyeri di daerah lutut (+). Os berobat
ke puskesmas.
2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah , pusing, badan lemas,
nafsu makan menurun (+) sesak dirasakan terus menerus, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas (berjalan ke kamar mandi) dan berkurang dengan istirahat
(duduk). Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Mengi (-). Muntah hitam
sebanyak 1-2 gelas kecil, mual (+), nyeri ulu hati (+), perut terasa kembung,
nyeri di daerah lutut (+), Batuk (-), penglihatan berkunang-kunang (+), BAB
hitam (+), BAK tidak lancar 4x sehari, sebanyak gelas kecil (belimbing).
OS berobat ke RS Bari dan di rujuk ke RSMH
Riwayat Penyakit Dahulu

12

Riwayat sakit kuning di sangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat maag 1 tahun, tidak terkontrol

Riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal


Riwayat sakit reumatik 1 tahun, OS minum obat allopurinol

tahun, os membeli obatnya di pasar dan dimakan 1xsehari


Riwayat sakit lambung ( kantong lambung bocor 1 tahun dan pernah

di rawat di RS Muhamadya.
Riwayat penyakit anemia

Riwayat Kebiasaan
Riwayat mengkonsumsi obat reumatik 1 tahun (allopurinol)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 x/m regular, isi dan tegangan cukup

Temperatur

: 36.5 C

RR

: 28 x/m

Dehidrasi

: tidak ada

Gizi

: cukup

Berat Badan

: 50 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

IMT

: 18, 36547 kg/m2 (Normoweight)

13

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam
batas normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat
umum tidak ada, keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan
kaki ada, sianosis tidak ada, lapisan lemak cukup.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran, nyeri tekan tidak ada.
Kepala
Bentuk bulat, simetris, rambut rontok tidak ada, deformitas tidak ada,
perdarahan temporal tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.
Mata
Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,
conjungtiva palpebra kedua mata pucat ada, sklera ikterik tidak ada, pupil
isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada,
gerakan bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik.
Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan
dan perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan
proc.mastoideus tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan,
pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak
ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau
pernapasan yang khas tidak ada.
Leher

14

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak
ada, JVP (5-2) cm H2O, hipertrofi m.sternocleidomastoideus tidak dijumpai.
Dada
Bentuk

dada

normal,

simetris,

perbandingan

dinding

transversal:anteroposterior = 2:1, retraksi dinding thorax tidak ada, tidak


ditemukan venectasis dan spider nevi.
Paru-paru
Inspeksi

: Statis, dinamis simetris

Palpasi

: Stemfremitus kanan = kiri normal

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar di ICS 6.

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal di lapangan atas tengah bawah paru


kanan dan kiri, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri
2 jari lateral linea midclavicularis

Auskultasi

: HR: 80 x/m, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Cembung, umbilikus datar

Palpasi

: Lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan didaerah


epigastrik (+)

Perkusi

: timpani (+), Shifting Dullness (-)

Auskultasi

: Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas Atas
Kedua ekstremitas atas tampak pucat ada, ekimosis pada tangan kanan, palmar
eritema tidak ada, nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah,
kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh
tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema ada pada kedua lengan dan
tangan tidak ada.

15

Ekstremitas Bawah
Kedua ekstremitas bawah tampak pucat, nyeri otot tidak ada,nyeri sendi ada di
bagian lutut kanan dan kiri, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks
patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak dijumpai, jaringan parut
tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak ada, turgor cukup,
edema pretibia ada.
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
EKG: (28 Mei 2014)
Sinus Rythm, normal axis, HR: 86x/m, Gelombang P Normal, PR Interval
0,20 detik, QRS Kompleks 0,06 detik, R/S di V1 <1, SV1 + RV5/RV6 <35
Normal.
Kesan: Normal EKG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (30Mei 2014)
Hb

: 3,6 g/dl

(normal : 11,7 15,6 g/dl)

Hematokrit

: 13%

(normal : 38-44%)

Eritrosit

: 2,13x 106/mm3

(normal : 4.20-4.87 x 106/mm3)

Leukosit

: 8.600/mm3

(normal : 4500-11000/mm3)

Trombosit

: 301.000/mm3

(normal : 150.000-450.000/mm3)

MCV

: 610 fl

(normal : 85-95 fl)

MCH

: 17 pg

(normal : 28-32 pg)

MCHC

: 28 gr/dl

(normal : 33-35 gr/dl)

LED

: 125 mm/jam

(normal : < 20 mm/jam)

Basofil

:0

(normal : 0-1 %)

Eosinofil

:3

(normal : 1-6%)

Batang

:0

(normal : 2-6%)

Segmen

: 66

(normal : 50-70%)

Hitung Jenis

16

Limfosit

: 24

(normal : 25-40%)

Monosit

:7

(normal : 2-8%)

Kimia Klinik (30 Mei 2014)


Hati
Protein total

: 6,8 g/dL

(normal : 6,4-8,3 g/dL)

Albumin

: 3,0 g/dL

(normal : 3,5-5,0 g/dL)

Globulin

: 3,8 g/dL

(normal : 2,6-3,6 g/dL)

LDH

: 338 U/L

(normal : 240-480 U/L)

K+

: 3.6 mmol/l

(normal : 3.6-5.5 mmol/l)

Metabolisme Karbohidrat
Gula darah sewaktu : 95 mg/dl

(normal : <200 mg/dl)

Ginjal
Ureum

: 19 mg/dl

(normal : 16,6-48,5 mg/dl)

Asam urat

: 640 mg/dl

(normal : <57 mg/dl)

Urinalisa (30 Mei 2014)


Urine lengkap
Warna

: Kuning

(normal : Kuning)

Kejernihan

: Jernih

(normal : Jernih)

Berat Jenis

: 1.010

(normal : 1.003-1.030)

pH

: 6.0

(normal : 5-9)

Protein

: Negatif

(normal : Negatif)

Glukosa

: Negatif

(normal : Negatif)

Keton

: Negatif

(normal : Negatif)

Darah

: Negatif

(normal : Negatif)

Bilirubin

: Negatif

(normal : Negatif)

Urobilinogen

:1

(normal : 0.1-1.8 EU/dL)

Nitrit

: Negatif

(normal : Negatif)

Leukosit Esterase : Negatif

(normal : Negatif)

Sedimen Urine

17

Epitel

: positif (+)

(normal : negatif)

Leukosit

: 0-3/ LPB

(normal : 0-5/LPB)

Eritrosit

: 0-1/LPB

(normal : 0-1/LPB)

Silinder

: Negatif

(normal : Negatif)

Kristal

: Negatif

(normal : Negatif)

Bakteri

: Negatif

(normal : Negatif)

Mukus

: Negatif

(normal : Negatif)

Jamur

: Negatif

(normal : Negatif)

Diagnosa Sementara
Hematemesis, melena ec gastropati NSAID
Anemia Perdarahan
OA genu dextra et sinistra
Diagnosa Banding
Hematemesis, melena ec pecahnya varises esofagus ec sirosis hepatis
Anemia defisiensi besi
OA genu dextra et sinistra
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
-

Istirahat

Puasa 24 Jam pasang NGT, bila tidak ada perdarahan aktif Diet
lambung II

Edukasi

O2 3 L/menit

Farmakologi
-

IVFD RL gtt XV/menit

Inj. As. Tranexamat 3X1

Inj. Omeprazol 1X40 mg

Sukralfat sirup 4x1 sendok

Tranfusi PRC 600 cc secara berkala

18

Rencana Pemeriksaan
-

Endoscopy

Darah rutin, kimia darah, feses rutin

USG Abdomen

Prognosis
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

Qou ad sanctionam

: dubia

Follow Up

19

(2 Juni 2014)
S:
O : Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Pernapasan
Temperatur
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax

Badan terasa lemas


Sakit sedang
Compos mentis
120/80 mmHg
78 x/menit
20 x/menit
36.50 C
Palpebra konjungtiva pucat (+), Sklera ikterik (-)
JVP (5-0) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Cor:
I : Ictus cordis terlihat
P : Ictus cordis teraba
P : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri
linea axillaris anterior.
A: HR 78 x/menit, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Pulmo:

Abdomen

Ekstremitas
A

I : Statis simetris kiri dan kanan sama.


P : Stemfremitus kiri dan kanan sama.
P : Sonor di kedua lapangan paru.
A: Vesikuler (+)normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.
I : Cembung, venektasi tidak ada
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan ada di regio
epigastrium, turgor kulit normal.
P : Shifting dullness tidak ada, Timpani
A: Bising usus ada, normal
Akral pucat ada, edema pretibia ada, nyeri di bagian lutut
Hematemesis, melena ec gastrofati NSAID
Anemia Def. Fe

OA genu daxtra et sinistra


- Istirahat
- Diet lambung II
- IVFD RL gtt XX/menit
- Inj. Omeprazol 1x20 mg IV
- As. Folat 1x1 mg
- Sukralfat syr 4X1
- Vit K 3X1 mg
- B1/B6/B12 3X1
- Transfusi PRC 600 cc (3 kolf)
Rencana :
Endoskopi bila Hb > 10
USG abdomen
Feses rutin

20

Tinja
Makroskopik

Warna
Konsistensi

Coklat
Keras

Miksoskopik

Amoeba
Eritrosit
Leukosit
Bakteri
Jamur
Telur cacing
Sisa makanan
Protein
Lemak
Karbohidrat

Negatif (negatif)
0-1 (negatif)
2-3 (negatif)
+ (negatif)
Negatif (negatif)
Negatif (Negatif)
Negatif (negatif)
Negatif (negatif)
Negatif (negatif)

(6 Juni 2014)
S:
O : Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Pernapasan
Temperatur
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax

Nyeri lutut
Sakit sedang
Compos mentis
130/80 mmHg
84 x/menit
20 x/menit
37 0 C
Palpebra conjungtiva pucat (+), Sklera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Cor:
I : Ictus cordis terlihat
P : Ictus cordis teraba, thrill tidak ada
P : Batas atas jantung ICS II, kanan LPS dextra, kiri LMC sinista.
A: HR84 x/menit, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Pulmo:

21

I : Statis simetris kiri dan kanan sama.


P : Stemfremitus kiri dan kanan sama.
P : Sonor di kedua lapangan paru.
A: Vesikuler (+)normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.
I : Cembung, venektasi tidak ada
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan ada di regio

Abdomen

Ekstremitas
A

epigastrium, turgor kulit normal.


P : Shifting dullness tidak ada, Timpani
A: Bising usus ada, normal
Akral pucat ada, edema pretibia ada, nyeri lutut (+)
Hematemesis, melena ec gastrofati NSAID
Anemia Def. Fe

OA genu daxtra et sinistra


- Istirahat
- Diet Lambung II
- IVFD RL gtt XX/menit
- Inj. Omeprazol 1x20 mg IV
- As. Folat 1x1 mg
- Sukralfat sirup 4X1
- Vit K 3X1 mg
Rencana :
Endoscopy
Cek lab ulang Hb

Hasil pemeriksaan lab

(8 juni 2014)
S:
O : Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Pernapasan
Temperatur
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax

Badan terasa lemas


Sakit sedang
Compos mentis
140/80 mmHg
81 x/menit
18 x/menit
36,2 0 C
Palpebra conjungtiva pucat (+), Sklera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Cor:
I : Ictus cordis terlihat
P : Ictus cordis teraba, thrill tidak ada
P : Batas atas jantung ICS II, kanan LPS dextra, kiri LMC sinista.
A: HR81 x/menit, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Pulmo:
I : Statis simetris kiri dan kanan sama.
P : Stemfremitus kiri dan kanan sama.

22

Abdomen

Ekstremitas
A

P : Sonor di kedua lapangan paru.


A: Vesikuler (+)normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.
I : Cembung, venektasi tidak ada
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan ada di regio
epigastrium, turgor kulit normal.
P : Shifting dullness tidak ada, Timpani
A: Bising usus ada, normal
Akral pucat ada, edema pretibia tidak ada, nyeri lutut ada
Hematemesis, melena ec gastrofati NSAID
Anemia Def. Fe
OA genu daxtra et sinistra
- Istirahat
- Diet Lambung II
- IVFD RL gtt XX/menit
- Inj. Omeprazol 1x20 mg IV
- As. Folat 1x1 mg
- Sukralfat sirup 4X1

Rencana :
Endoscopy bila HB > 10
Cek lab ulang Hb post tansfusi
Hasil pemeriksaan lab
Hematologi

Hb
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit

5,9 g/dl (11,7 -15,5 g/dl)


4,5-11 10/mm
20 (36-44%)
288 (150-450 10L)

BAB III

23

TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Lambung (Gaster)
3.1.1. Anatomi Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan
terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus
(Gray, 2008). Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip
huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik,
umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen.16
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu
kardiak, fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah
kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal
junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah
daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia.
Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan
dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum
adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik
dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular
yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung
spinkter pilorik.16

24

Gambar 1. Pembagian Daerah Anatomi Lambung


(Grays Anatomy, 2008)
3.1.2. Histologi Lambung
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, yaitu:18
1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan
muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam
lamina propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk
sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang
menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut
adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi
mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat
longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis
mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan
mengandung otot polos.
2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah,
sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu
terdapat pleksus submukosa (Meissner).
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1)
inner oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada
muskularis

propia

terdapat

pleksus

myenterik

(auerbach)

(Schmitz & Martin, 2008). Lapisan oblik terbatas pada bagian


badan (body) dari lambung.
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis
skuamos (mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora &
Derrickson, 2009). Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan
merupakan bagian dari viseral peritoneum.

25

Gambar 2. Histologi dari lambung (Tortora & Derrickson,


2009)

3.1.3. Fisiologi Sekresi Getah Lambung


Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung.
Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan
mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi
dua bagian terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus
dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian
antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung (gastric
pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal
lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa
diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin. Ada tiga jenis sel
tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik
mukosa lambung yaitu:14
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan
mukus yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel
parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik.
Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini
untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.

26

Gambar 3. Mekanisme Sekresi Asam Lambung dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi (Harrison, 2008)
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan
mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice).
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda
dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis
selnya adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel
enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan
gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan
berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G
yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan
sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam.14

27

Gambar 4. Kelenjar oksintik di lambung (Harrison, 2008)

3.1.4. Sistem Pertahanan Mukosa Lambung


Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor
eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam
hidroklorida (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam empedu, sedangkan
contoh substansi eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung adalah seperti obat, alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang
kompleks dibentuk untuk menyediakan pertahanan dari kerusakan
mukosa dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi.6
Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang
terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel:6
Pertahanan lini pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang
berperan sebagai sawar psikokemikal terhadap beberapa molekul
termasuk ion hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel
permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari air (95%) dan
pencampuran dari lemak dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel
mukus adalah sebagai lapisan yang tidak dapat dilewati air dan
menghalangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat,

28

dikeluarkan sebagai regulasi di bagian sel epitel dari mukosa


lambung dan membentuk gradien derajat keasaman (pH) yang
berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan lumen dan mencapai 6
sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel.
Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya
melalui beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel
epitel ionik yang mengatur pH intraselular dan produksi bikarbonat
dan taut erat intraselular. Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel
gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi untuk
mengembalikan daerah yang telah dirusak (restitution). Proses ini
terjadi

dimana

pembelahan

sel

secara

independen

dan

membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH


alkaline di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan
(growth factor) termasuk epidermal growth factor (EGF),
transforming growth factor (TGF) dan basic fibroblast growth
factor (FGF), memodulasi proses pemulihan.
Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung
adalah

komponen

utama

dari

pertahanan

subepitel,

yang

menyediakan HCO3, yang menetralisir asam yang dikeluarkan


oleh sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi menyediakan
suplai mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik.
Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal
pertahanan mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung
banyak jumlah prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari
mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat sekresi sel parietal,
dan sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan dari
sel epitel.

29

Gambar 5. Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa


lambung (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson,
2008)

Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada


keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini
dapat terjadi sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis mukus),
pemaparan terhadap OAINS atau kerusakan akibat iskemia (penurunan
aliran darah submukosa).14
3.2. Gastropati
3.2.1. Definisi Gastropati
Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses
inflamasi atau proses inflamasi yang minimal dengan karakteristik
perdarahan subepitelial dan erosi, erosi adalah pengelupasan permukaan
epitel dengan bagian dalam mukosa tetap utuh dan ulkus merupakan
pengelupasan seluruh ketebalan mukosa, salah satu penyebab gastropati
adalah pemakaian obat anti inflamasi non steroid, selain refluks asam
empedu, asam, basa dan konsumsi sejumlah alkohol.9
3.3. Obat Anti Inflamasi Non Steroid
3.3.1. Definisi

30

Obat anti inflamasi non steroid adalah obat yang secara luas
dikenal sebagai pengobatan nyeri, inflamasi, dan demam. (Sinha &
Gautam, 2013). Selain itu, obat ini juga obat yang paling sering
diresepkan di seluruh dunia. OAINS adalah suatu kelompok kimia
heterogen yang memiliki efek teraputik (antiinflamasi, antipiretik, dan
analgesik) dan efek samping. OAINS terdiri dari obat non selektif
tradisional dan sub kelas obat yang secara selektif menghambat
cyclooxygenase-2 (COX-2).1,2
Obat ini dianggap sebagai first line therapy untuk atrthritis dan
digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan
nyeri-nyeri yang lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada
saluran cerna bersifat minimal dan reversible. Hanya sebagian kecil
yang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna dan
perforasi.4
3.3.2. Klasifikasi OAINS
Tabel 1. Klasifikasi OAINS

31

32

33

Sumber Tabel 1. (Goodman & Gillman, 2006)


3.3.2. Mekanisme Kerja OAINS
1. Sebagai Efek anti-inflamasi
Prostaglandin dikeluarkan bilamana sel mengalami kerusakan,
dimana aspirin dan OAINS menghambat biosintesis dari prostaglandin
di semua jenis sel. Aspirin dan OAINS tidak menghambat pembentukan
dari mediator inflamasi lain seperti leukotrien (LTs), sementara efek
klinis dari obat ini dapat dijelaskan dalam istilah penghambatan dari
sintesis prostaglandin. Pada konsentrasi yang lebih tinggi OAINS juga
diketahui menurunkan produksi radikal superoksida, menghambat
ekspresi dari molekul adhesi, menurunkan sintesis nitric oxide (NO),
menurunkan sitokin proinflmanatori (sebagai contoh : TNF-a, IL-1),
memodifikasi aktivitas limfosit, dan mengubah fungsi membran seluler
(Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Berbagai jenis OAINS
memiliki tambahan mekanisme kerja yang mungkin melibatkan
penghambatan

kemotaksis,

dan

keterlibatan

dengan

kejadian

intraseluler yang dikaitkan dengan ion kalsium.12,15

34

Enzim pertama dalam jalur sintesis prostaglandin untuk menghasilkan


prostaglandin G/H disebut enzim cyclooxygenase (COX). Enzim ini
mengkonversi asam arakidonat menjadi intermediat PGG2 dan PGH2
dan membawa pada produksi dari tromboksan A2 (TXA2) dan variasi
dari prostaglandin lain. Dosis teraputik dari aspirin dan OAINS lain
mengurangi biosintesis dari prostaglandin dengan cara memblok COX
dan terdapat hubungan yang baik dan beralasan di antara potensi
sebagai penghambat COX dan kerja antiinflamasi.2
Ada dua bentuk dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah
isoform konstitutif yang dasar ditemukan pada kebanyakan sel normal
dan jaringan, sementara sitokin dan mediator inflamasi yang menyertai
inflamasi menginduksi produksi COX-2. Bagaimanapun, COX-2 juga
diekspresikan secara konstitutif pada beberapa area tertentu pada ginjal
dan otak dan diinduksi pada sel endotel melalui laminar shear forces.
Enzim COX-1 diekspresikan sebagai yang mendominasi, isoform
konstitutif pada sel epitelial lambung dan menjadi sumber utama dari
pembentukan sitoproteksi prostaglandin. Penghambatan dari COX-1
pada sisi ini akan menghasilkan efek samping pada lambung.1,2

Gambar 6. Skema pembentukan Prostaglandin E2 (PGE2) dan


Prostacylin (PGI2), (Harrison, 2008)
2. Sebagai Efek Analgesik

35

OAINS digunakan sebagai analgesik ringan. Tetapi pengenalan


terhadap jenis dari nyeri dan intensitasnya penting dalam penilaian efek
dari analgesik. OAINS efektif ketika inflamasi telah menyebabkan
sentisisasi dari reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik ataupun
kimia. Bradikinin, yang dikeluarkan dari plasma kininogen dan sitokin
seperti TNF-a, IL-1, dan IL-8 tampil dalam nyeri pada inflamasi. Agen
ini melepaskan prostaglandin dan mungkin beberapa faktor lain yang
mempromosikan hiperalgesia. Neuropeptida, seperti substansi P dan
calcitonin gen related peptide (CGRP) juga terlibat dalam terjadinya
nyeri.1,2
3. Sebagai Efek Anti-piretik
Regulasi suhu badan membutuhkan keseimbangan antara produksi
dan kehilangan panas; hipotalamus meregulasikan set poin dimana suhu
tubuh diatur. Set poin ini ditingkatkan pada saat panas (bisa disebabkan
karena infeksi, inflamasi, rejeksi graft, atau keganasan), sebagai hasil
dari pembentukan sitokin seperti IL-1, IL-6, interferon, dan TNF-.
Sitokin meningkatkan sintesis dari PGE2 di daerah hipotalamus dan
PGE2 meningkatkan siklik AMP dan memacu hipotalamus untuk
meningkatkan suhu tubuh dengan meningkatkan panas dan menurunkan
pengeluaran panas. Aspirin dan OAINS menekan respon ini dengan
menghambat PGE2, tapi tidak mempengaruhi temperatur tubuh ketika
tubuh melakukan latihan (exercise).1,2
3.3.4. Efek Samping OAINS
Efek samping dari penggunaan OAINS adalah meningkatnya
resiko dari saluran cerna bagian atas ataupun bawah, bervariasi dari
dispepsia sampai ulserasi dan perdarahan saluran cerna (Schellack,
2012). OAINS menghasilkan efek samping pada saluran cerna berupa
lesi mukosal, perdarahan, ulkus peptikum dan inflamasi pada usus yang

36

membawa kepada perforasi, striktur pada usus halus dan besar, yang
membawa kepada masalah yang kronik.15
3.4. Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid
3.4.1. Definisi
Gastropati OAINS merupakan komplikasi yang sering ditemukan
yang mempunyai karakteristik gejala sindroma dispepsia dengan
keluhan perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai kembung
dan mual.4 Gastropati OAINS disebut sebagai suatu fenomena dimana
OAINS menyebabkan kerusakan mukosa lambung yang menghasilkan
kejadian bervariasi dari dispepsia nonspesifik seperti, ulserasi, dan
perdarahan saluran cerna bagian atas.1,2
Gastropati OAINS ini juga sering disebut sebagai gastropati kimia
(chemical gastropathy). Istilah ini lebih diutamakan karena mengacu
kepada perubahan histologi dari mukosa lambung yang disebabkan oleh
jejas kimia pada mukosa lambung.9
3.4.2. Faktor Resiko Gastropati OAINS
Faktor resiko gastropati yang perlu dipertimbangkan untuk
mendapat gejala gastropati adalah jika individu tersebut merupakan
pasien yang berusia di atas 60 tahun, memiliki riwayat ulserasi
sebelumnya dan sedang menjalani pengobatan osteoartitis.12
Usia > 60 tahun
Jenis kelamin perempuan
Perokok (current smoker)
Riwayat ulserasi atau perdarahan sebelumnya
Kombinasi terapi OAINS
Penggunaan yang bersamaan dari agen antiplatelet, aspirin,
kortikosteroid, dan antikoagulan
Tabel 2. Faktor Resiko Gastropati (Roth, 2012)
3.4.3. Patofisiologi OAINS menginduksi gastropati

37

OAINS menyebabkan kerusakan mukosa melalui dua cara utama,


yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel lambung.
Inhibisi prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari COX1, sementara efek antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi
COX2. Iritasi epitel lambung berhubungan dengan keasaman OAINS
(Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme yang berbeda dari gastropati
yang disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi saluran
cerna, yaitu melalui: penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif
PG,

permeabilisasi

membran,

dan

produksi

dari

mediator

proinflamatori.15
1. Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG Ada dua isoform dari
COX, yaitu COX-1 dan COX-2, yang memiliki fungsi yang
berbeda. Enzim COX-1 bertanggung jawab terhadap proteksi
normal fisiologis dari mukosa lambung. COX-1 penting untuk
sintesis dari prostaglandin, yang mana melindungi lambung dari
pengeluaran asam, mengatur aliran darah di mukosa lambung, dan
menghasilkan bikarbonat. Isoform lain, COX-2, dipicu oleh
kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang bervariasi. Kebanyakan
gastropati yang terjadi disebabkan oleh inhibisi COX-1 oleh
OAINS.
2. Membran Permeabilisasi OAINS juga memiliki efek sitotoksik
langsung pada sel mukosa lambung yang menyebabkan lesi dan
luka. Kerusakan topikal pada jenis ini telah diobservasi pada kasus
keasaman dari OAINS, seperti aspirin yang menghasilkan
akumulasi dari OAINS yang terionisasi, suatu fenoma dinamakan
ion trapping. Aspirin menurunkan ketidaklarutan air dan
menyebabkan difusi kembali dari ion H+ dan pepsin (Schellack,
2012). Hal itu menunjukkan bahwa OAINS menyebabkan
permeabilisasi membran membawa kepada kerusakan sawar epitel.
OAINS juga dapat menginduksi baik nekrosis dan apoptosis pada
mukosa sel lambung.

38

3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori Inhibisi dari


sintesis PG oleh OAINS membawa kepada aktivasi jalur
lipooksigenase dan peningkatan sintesis leukotrien. Leukotrien
menyebabkan inflamasi dan iskemia jaringan dan akhirnya luka
pada mukosa lambung. Bersamaan dengan ini ada juga produksi
dari mediator proinflamatori yang ditingkatkan seperti tumor
necrosing factor. Hal ini kemudian menjadikan oklusi mikrovesel
yang membawa kepada penurunan aliran pembuluh darah dan
pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan
asam lemak yang tidak jenuh dari mukosa dan akhirnya membawa
kepada peroksidasi lemak dan kerusakan jaringan.

Gmbar 7. Mekanisme NSAID menginduksi kerusakan mukosa gaster


(Mucosal Injury) (Harisson, 2008)
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat OAINS
adalah disrupsi fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi
sistemik terhadap pelindung mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas
COX mukosa gaster. Kerusakan pertahanan mukosa terjadi akibat efek
OAINS secara lokal. Beberapa OAINS bersifat asam lemah sehingga
bila berada dalam lambung yang lumennya bersifat asam (pH kurang
dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak terionisasi. Dalam kondisi
tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi melalui membran lipid ke

39

dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion H+. Dalam epitel
lambung, suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang berdifusi
terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan obat
pada epitel mukosa. Akibatnya, epitel menjadi sembab, pembentukan
PG terhambat, dan terjadi proses inflamasi.6
Selain itu, adanya uncoupling of mitochondrial oxidative
phosphorylation yang menyebabkan penurunan produksi adenosine
triphosphate (ATP), peningkatan adenosine monophosphate

(AMP),

dan peningkatan adenosine diphosphate (ADP) dapat menyebabkan


kerusakan sel. Perubahan itu diikuti oleh kerusakan mitokondria,
peningkatan

pembentukan

radikal

oksigen,

dan

perubahan

keseimbangan Na+ /K+ sehingga menurunkan ketahanan mukosa


lambung. Lebih lanjut lagi, kondisi itu memungkinkan penetrasi asam,
pepsin, empedu, dan enzim proteolitik dari lumen lambung ke mukosa
dan menyebabkan nekrosis sel.6
Inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster terjadi melalui
penghambatan aktivitas COX mukosa gaster. Prostaglandin yang
berasal dari esterifikasi asam arakidonat pada membran sel berperan
penting dalam memperbaiki dan mempertahankan integritas mukosa
gastroduodenal. Enzim utama yang mengatur pembentukan PG adalah
COX yang memiliki dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 yang
berada pada lambung, trombosit, ginjal, dan sel endotelial, memiliki
peran penting dalam mempertahankan integritas fungsi ginjal, agregasi
trombosit, dan integritas mukosa gastrointestinal. Sementara itu, COX2 yang diinduksi oleh rangsangan inflamasi terekspresi pada makrofag,
leukosit, fibroblas, dan sel sinovial. Pada jaringan inflamasi, OAINS
memiliki efek menguntungkan melalui penghambatan COX-2 dan efek
toksik melalui penghambatan COX-1 yang dapat menyebabkan
ulserasimukosa gastrointestinal dan disfungsi ginjal.6
Penghambat COX-2 selektif mempunyai efek menguntungkan
dengan menurunkan inflamasi jaringan dan mengurangi efek toksik

40

terhadap saluran cerna. Namun demikian, golongan tersebut memiliki


efek samping pada sistem kardiovaskular berupa peningkatan risiko
infark miokard, stroke, dan kematian mendadak. Efek samping tersebut
berkaitan dengan efek antiplatelet yang minimal pada penghambat
COX-2 karena tidak mempengaruhi tromboksan A2 (TX-A2). TX-A2
merupakan suatu agonis platelet

dan vasokonstriktor serta secara

selektif menyupresi prostasiklin endotel. Oleh karena itu, Food and


Drugs Administration (FDA) telah menarik valdekoksib dan rofekoksib
yang memiliki efek samping pada kardiovaskular dari pasaran. 6
Selekoksib adalah penghambat COX-2 dengan efek kardiovaskular
paling minimal dan aman digunakan dengan dosis rendah 200 mg/hari.
Sebagai

konsekuensi

penghambatan

COX,

sintesis

leukotrien

meningkat melalui perubahan metabolisme asam arakidonat ke jalur 5lipoxygenase (5-LOX).

Leukotrien terlibat dalam proses kerusakan

mukosa gaster karena menyebabkan iskemik jaringan dan inflamasi.


Peningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti intercellular adhesion
molecule-1

oleh

mediator

proinflamasi

menyebabkan

aktivasi

neutrophil endothelial. Perlekatan neutrofil ini berkaitan dengan


patogenesis kerusakan mukosa gaster melalui dua mekanismeutama:
yaitu oklusi mikrovaskular gaster oleh mikrotrombus menyebabkan
penurunan aliran darah gaster dan iskemik sel serta peningkatan
pelepasan oksigen radikal. Radikal bebas tersebut bereaksi dengan asam
lemak tak jenuh mukosa dan menyebabkan peroksidasi lemak serta
kerusakan jaringan. OAINS juga memiliki efek lain seperti menurunkan
angiogenesis,

memperlambat

penyembuhan,

dan

meningkatkan

endostatin (faktor antiangiogenik) relatif terhadap endothelial cell


growth factor (suatu faktor proangiogenik).6

41

Gambar 7. Mekanisme Gastropati yang disebabkan oleh OAINS (Sinha &


Gautam, 2013)

3.4.4. Hubungan COX-2 dengan terjadinya gastropati


Enzim COX-2 berhubungan dengan terjadinya efek samping pada
saluran cerna. Hipotesis menunjukkan bahwa penghambatan selektif
COX-2 akan menghematkan pengeluaran COX-1 yang memediasi PG,
dan hanya menghambat COX-2 yang memediasi PG yang terlibat
dalam proses inflamasi. Bagaimanapun, COX-2 terlibat dalam
pertahanan dan perbaikan mukosa, dan hal ini menunjukkan bahwa
kedua isoform COX bertanggung jawab untuk proses fisiologis dari
kerusakan jaringan. Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana
dilakukan inhibisi COX-1 secara selektif, tidak terlihat proses inhibisi
itu menghasilkan kerusakan lambung yang signifikan. Dalam penelitian
lain dikatakan, inhibisi selektif COX-2 menghasilkan komplikasi
saluran cerna yang lebih bahaya dibandingkan penggunaan OAINS
yang non selektif .8
3.4.5. Gejala Klinis Gastropati OAINS
Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati OAINS
adalah sindroma dispepsia berupa kumpulan keluhan penyakit saluran

42

cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan rasa cepat kenyang. (PAPDI)
Gastropati OAINS mengacu kepada spektrum yang bervariasi dari
dispepsia ringan, dan ketidaknyamanan perut sampai kepada perforasi
yang lebih serius, erosi, ulserasi dan perdarahan (Roth, 2012).
Manifestasi klinis dari penggunaan OAINS dapat bergantung pada
keparahannya. Penggunaan OAINS dapat menyebabkan beberapa
keadaan serius, dan komplikasi yang mengancam jiwa.8
3.4.6. Diagnosis Gastropati OAINS
Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis
yang bervariasi sangat luas, mulai keluhan yang paling ringan berupa
keluhan gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai
kongesti mukosa , erosi-erosi kecil dan kadang disertai perdarahan
kecil-kecil. Kemampuan mukosa mengatasi lesi ringan akibat
rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat
dapat berupa erosi dan tukak multiple, perdarahan luas dan perforasi
saluran cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai
regenerasi epitelial, hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan
ekspansi serabut oto polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap
abnormal bila mencapai sepertiga bagian atas.18
Diagnosis juga diperkuat dengan melihat adanya faktor resiko yang
memicu terjadinya gastropati OAINS, seperti penyakit komorbid (yang
memperparah) seperti osteoartritis, reumatoid artritis, ankylosing
spondylitis, penyakit muskuloskeletal dan penyakit kardiovaskular yang
memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan gastopati yang
disebabkan oleh pemakaian OAINS.12

43

3.4.7. Pengobatan Gastropati OAINS


Ketika mengindentifikasi dan menurunkan resiko terjadinya
gastropati yang disebabkan oleh penggunaan OAINS, prinsip teraputik
dibawah ini dapat digunakan :
1. Memberikan terapi OAINS yang bersamaan dengan proton pump
inhibitor (PPI), atau misoprostol, akan mengurangi resiko ulserasi
dan komplikasi pada pasien yang beresiko.
2. Menggunakan inhibitor COX-2 yang non-selektif, tidak secara
keseluruhan menghilangkan ulserasi dan komplikasi, tapi setidaknya
mengurangi resiko, dan tetap harus melakukan evaluasi terhadap
profil kardiovaskular pasien.
3. Ketika menggunakan strategi gastroprotektif, pasien harus di evaluasi
secara keseluruhan
Terapi terbaru untuk mencegah kerusaan mukosa lambung :11
1. Mengidentifikasi profil pasien yang memiliki resiko Resiko dapat
diturunkan dengan substitusi OAINS dengan OAINS non-analgesik
seperti parasetamol. Hal ini mungkin tidak mudah, khususnya pada
pasien dengan kondisi inflamasi yang berat seperti artritis.

44

Gambar 8. Algoritma manejemen pasien yang cenderung memakai


OAINS untuk waktu yang lama

2.

Kombinasi

Terapi

OAINS

dengan

Gastroprotektif

Analog

prostaglandin diresepkan bersama dengan OAINS untuk mengganti


prostaglandin di mukosa lambung yang telah dirusak oleh OAINS.
Sebagai contoh, misoprostol. Misoprostol adalah analog sintetik dari
prostaglandin

E.

Walaupun

penggunaan

misoprostol

didemonstrasikan untuk menurunkan resiko ulserasi pada saluran


cerna, telah dibuktikan bahwa misoprostol memilki efek samping
berupa, nyeri pada daerah perut, mual, diare, dan penggunaanya
harus dihindarkan pada wanita yang menyusui.11,15
3. Kombinasi Terapi OAINS dengan Proton Pump Inhibitor (PPI) PPI
secara ireversibel terikat pada pompa proton ( H+K+ATPase) yang
menghambat sekresi asam lambung. Sebagai contoh Lansoprazole

45

telah dibuktikan untuk melindungi dan menyembuhkan mukosa


lambung setelah diinduksi oleh pemakaian OAINS, melalui inhibisi
apoptosis, dan stimulasi dari peningkatan kelangsungan hidup sel
dan proliferasi sel (Schellack, 2012). PPI efektif juga dalam
pencegahan ulserasi ketika diberikan bersamaan dengan OAINS.
Penambahan

dari

PPI

terhadap

pemberian

OAINS

telah

menunjukkan efek proteksi pada saluran cerna baik pada


penggunaan OAINS jangka pendek ataupun jangka panjang.
Dibandingkan dengan prostaglandin analog, PPI secara terapi lebih
superior. Penggunaan yang lama dari PPI berhubungan dengan
resiko fraktur panggul pada orang tua. PPI juga dapat menyebabkan
penurunan serum level magnesium, dan jika digunakan untuk
periode yang lebih lama akan meningkatkan resiko kardiovaskular.
Penambahan PPI terhadap OAINS meningkatkan resiko interaksi
obat, efek samping, dan kepatuhan pasien.11,12,15
4. Sukralfat / antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan
membentuk gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam
lambung (antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk
mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif. Sukralfat dapat
menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih
dapat digunakan pada pencegahan tukak akibat stress, meskipun
kurang efektif. Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat
digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek samping yang paling
banyak

terjadi

yaitu

konstipasi.

Antasida

diberikan

untuk

menetralkan asam lambung dengan mempertahankan PH cukup


tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi
dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak digunakan
adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium
hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan
diare.

46

5. Kombinasi Histamin H2-Reseptor antagonis terhadap OAINS


Histamin H2-reseptor antagonis melindungi saluran cerna akibat
pemakaian OAINS dengan cara memblok kerja dari histamin pada
sel parietal di lambung, sehingga menurunkan produksi asam oleh
sel ini (Roth, 2012). H2 reseptor antagonis adalah obat pertama yang
digunakan sebagai pencegahan mekanisme terjadinya ulserasi
peptikum yang diinduksi oleh penggunaan OAINS. Tetapi, tidak ada
tanda perbaikan yang diamati pada kasus perdarahan mukosa
lambung, sehingga obat ini tidak direkomendasikan lagi
6. Penggunaan COX-2 inhibitor
Sesuai dengan namanya, obat ini bekerja dengan cara menghambat
COX-2, sebagai efek anti-inflamasi yang akan melindungi saluran
cerna. Sejauh ini, celecoxib dan rofecoxib adalah inhibitor COX-2
yang paling efektif dan menunjukkan kemanjuran di antara OAINS
nonselektif lainnya terhadap efek pada mukosa saluran cerna dan
efek samping saluran cerna lainnya (Sinha & Gautam, 2013).
Pengobatan dengan COX-2 berhubugan dengan peningkatan resiko
infark miokard, oedem perifer, toksisitas renal, dan peningkatan
tekanan darah. (Roth, 2012). Setiap pasien yang menggunakan coxib
harus dievaluasi secara teliti, baik resiko maupun keuntungannya.
Kemungkinan
kardiovaskular

ada

hubungan

terhadap

antara

penggunaan

dosis

dan

celecoxib.

toksisitas
Ketika

menggunakan obat ini, harus diberikan pada dosis terendah yang


paling memungkinkan, dan durasi yang paling cepat.

47

BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien perempuan 50 tahun dirawat di ruang interna C (RC) penyakit
dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin dengan keluhan utama muntah hitam sejak 4
hari SMRS dengan diagnosis Gastropati NSAID, OA Genu dan Anemia
Perdarahan. Pasien didiagnosis Melena e.c gastropati NSAID karena didapatkan
kondisi yang mengarah dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses
inflamasi atau proses inflamasi yang minimal dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi, erosi adalah pengelupasan permukaan epitel dengan bagian
dalam mukosa tetap utuh dan ulkus merupakan pengelupasan seluruh ketebalan
mukosa, salah satu penyebab gastropati adalah pemakaian obat anti inflamasi non
steroid, selain refluks asam empedu, asam, basa dan konsumsi sejumlah alkohol).
Gastropati OAINS disebut sebagai suatu fenomena dimana OAINS
menyebabkan kerusakan mukosa lambung yang menghasilkan kejadian bervariasi
dari dispepsia nonspesifik seperti, ulserasi, dan perdarahan saluran cerna bagian
atas.

Berdasarkan

anamnesis

kepada

pasien

diketahui

bahwa

pasien

mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri yang diberikan oleh dokter karena
pasien sering mengeluh nyeri lutut dan berobat ke dokter dan diberikan obat
penghilang rasa nyeri, pasien tidak rajin untuk kontrol dan membeli obat tersebut
di warung dan berlangsung selama 2 tahun terakhir. OAINS menyebabkan
kerusakan mukosa melalui dua cara utama, yaitu inhibisi sistemik dari
prostaglandin dan iritasi epitel lambung. Inhibisi prostaglandin berhubungan
dengan penghambatan dari COX-1, sementara efek antiinflamasinya berhubungan
dengan inhibisi COX2. Iritasi epitel lambung berhubungan dengan keasaman
OAINS (Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme yang berbeda dari gastropati yang
disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi saluran cerna, yaitu
melalui: penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif PG, permeabilisasi
membran, dan produksi dari mediator proinflamatori.

48

Beberapa OAINS bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam


lambung yang lumennya bersifat asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel
yang tidak terionisasi. Dalam kondisi tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi
melalui membran lipid ke dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion
H+. Dalam epitel lambung, suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang
berdifusi terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan obat pada epitel
mukosa. Akibatnya, epitel menjadi sembab, pembentukan PG terhambat, dan
terjadi proses inflamasi.
Dari Anamnesis didapatkan pasien dengan muntah hitam (hematemesis)
sejak 4 hari SMRS disebabkan oleh adanya perdarahan pada gaster dan darah
sudah tertampung lama di dalam lambung dan sudah tercerna sebagian, pasien
juga mengeluh BAB berwarna hitam sejak 2 hari SMRS. BAB yang berwarna
hitam disebabkan karena adanya darah yang telah teroksidasi dengan asam
lambung. Dan perdarahan tersebut pastinya berasal dari saluran cerna bagian atas
yaitu berasal dari esophagus dan lambung.
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam dan berisi
darah yang telah dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat, berbau busuk,
dan lengket. Warna melena tergantung dari lamanya hubungan antara darah
dengan asam lambung, besar kecilnya perdarahan, kecepatan perdarahan, lokasi
perdarahan dan pergerakan usus. Pada melena, dalam perjalannya melalui usus,
darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna ini
disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya
pigmen porfirin. Pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau
kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang/gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi
hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan
melena. Feses tetap berwarna hitam selama 48-72 jam setelah perdarahan
berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat
pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal.

49

Ditemukannya perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena,


kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan yang terjadi pada
pasien ini, dengan keluhan sesak nafas yang tidak dipengaruhi cuaca dan emosi,
dipengaruhi oleh aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi dan berkurang jika
istirahat (duduk), pusing, badan terasa lemas dan pandangan berkunang-kunang
dan dari hasil pemeriksaan laboratorium HB 3,6 g/dl.
Dari pemeriksaan Fisik didapatkan konjungtiva anemis. Hal ini menandakan
pasien dalam keadaan anemia. Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran
darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang
harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda
(retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan
bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individu menderita anemia.
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan nyeri tekan epigastrium. Sindrom
dispepsia berupa nyeri tekan epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul pada gastropati dan gastritis.
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari nonmediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa
istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara
umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau
ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Pada pasien dengan
disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk memberikan
makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah
dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi
sebaik mungkin.
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan
dapat sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2
(ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat
menghentikan NSAID, obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan
PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak
mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknya

50

menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai factor risiko untuk mendapat


komplikasi berat, sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau
analog prostaglandin. Pada kasus ini pasien mendapatkan obat injeksi omeprazole
20 mg IV dan sukralfat syrup 4 kali/hari.
Transfusi PRC diberikan sebagai terapi terhadap anemia. Suplemen zat besi
biasanya diberikan bila kadar Hb di bawah 10 mg/dl atau bila feritin rendah
meskipun Hb masih normal. Setelah kadar Hb kembali normal, suplemen zat besi
dilanjutkan hingga 3 bulan.
Pemberian suplemen zat besi perlu didukung dengan perubahan pola
makan/diet. Sangat dianjurkan untuk meningkatkan makanan yang kandungan zat
besinya tinggi seperti daging, ayam, ikan, dan sayuran hijau. Konsumsi susu sapi
sebaiknya dibatasi tidak melebihi 500 ml/hari. Selain itu dianjurkan untuk
meningkatkan konsumsi buah/jus yang tinggi kandungan vitamin C nya. Vitamin
C dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Jus/buah vitamin C dianjurkan
diberikan bersamaan dengan pemberian suplemen zat besi.

51

DAFTAR PUSTAKA
1. Becker, J.C., Domschke, W., Pohle, T., 2004. Current Approach to Prevent
NSAID-induced Gastropathy-COX Selectivity and beyond. British
Journal of Clinical Pharmacology 58(6):587-600.
2. Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I., 2008. Goodman &
Gilmans Manual of Pharmacology and Therapeutics. New York :
McGraw-Hill.
3. Furst, D.E., Ulrich, R.W., 2007. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs,
Disease-Modifying Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, &Drugs
Used in Gout. In : Katzung, B.G., ed. Basic & Clinical Pharmacology.
10th ed. Singapore : McGraw-Hill, 573-577.
4. Hirlan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. PAPDI Interna
Publishing. Hal: 509-514
5. Lanza, F.L., 1998. A Guideline for the Treatment and Prevention of
NSAID-Induced Ulcers. Am Coll of Gastroenterology 93 (11) 2037-2045.
6. Longo D,L. Et al. Peptic Ulcer Disease. Harrisons Principle of Internal
Medicine. Access Medicine.
7. M, Pietsch et al., 2002. Results of systemic screening for serious
gastrointestinal bleeding associated with OAINSs in Rostock hospitals. Int
J Clin Pharmacol Ther 40 (3) : 115-5.
8. Manan, C., Priosoeryanto, B.P., Daldiyono, Estuningsih, S., Rahminiwati,
M., 2011. Dyspepsia in Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs
Gastropathy. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology,
and Digestive Endoscopy 12(2) : 100-103.
9. Nel, W., 2012. Gastritis and Gastropathy: More Than Meets The Eye.
Continuing Medical Education 30 (2) : 61-66.
10. Pashankar, D.S., Bishop, W.P., Mitros, F.A., 2002. Chemical Gastropathy:
A Distinct Histopathologic Entity in Children. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 35 : 653-657.
11. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2011. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Gastro-enteropati OAINS di Indonesia. Jakarta Pusat :
Interna Publishing.

52

12. Roth, S.H., 2012. Coming to Terms with Nonsteroidal Anti-Inflammatory


Drug Gastropathy 72 (7) : 873-879.
13. Sastroamoro S, Ismael S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Cetakan 4. Jakarta: Binaputra Aksara.
14. Sherwood, L., 2010. Human Pyhsiology:From Cells to Systems.7th ed.
Canada : Brooks/Cole, Cengage Learning.
15. Sinha, M., Gautam, L., Shukla, K.P., Kaur, P., Sharma, S., Singh, T.P.,
2013. Current Perspective in NSAID-Induced Gastropathy. Mediators of
Inflammation 2013 : 1-11.
16. Standring, S. 2008. Grays Anatomy The Anatomical Basis of Clinical
Practice. 40th ed. Spain : Elsevier.
17. Suyata, B.E., Bardiman S., Bakry F., 2004. A Comparison of Efficacy
between Rebamipide and Omeprazole in the Treatment of NSAID
Gastropathy. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and
Digestive Endoscopy 5 (3): 89-94.
18. Tarigan, P. 2009. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
PAPDI Interna Publishing. Hal: 513-523
19. Waranugraha,Y., Suryana, B.P., Pratomo, B., 2010. Hubungan Pola
Penggunaan OAINS dengan Gejala Klinis Gastropati pada Pasien
Rematik. Jurnal Kedokteran Brawijaya 26 (2) 107-12.

53

Anda mungkin juga menyukai