Anda di halaman 1dari 46

Laporan kasus 2

Adult Onset Still’s Disease dengan Hiperkoagulasi

Hadi Nugraha Mustofa

Pembimbing :

Dr. Surya Darma, Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1


ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRI/RSMH
PALEMBANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Adult Onset Still’s Disease (AOSD) adalah gangguan kompleks autoinflamasi


dan merupakan penyakit rematik langka yang melibatkan peradangan sistemik pada
dewasa muda yang masih belum dapat diketahui secara pasti etiologinya, yang
karakteristik penyakitnya dapat ditandai dengan demam tinggi, radang sendi, ruam
pada kulit dan hiperferritinemia.
Berdasarkan hasil epidemiologi yang ada saat ini, insidensi AOSD berkisar
antara 0,16 – 0,4 per 100.000 penduduk dan perkiraan prevalensi berkisar antara 1 –
34 kasus per 1.000.000 penduduk. Kejadian AOSD dianggap terdistribusi secara
merata pada semua jenis kelamin, namun dalam beberapa penelitian menjelaskan
bahwa, jenis kelamin perempuan dinyatakan lebih besar terkena penyakit AOSD ini
dibandingkan dengan laki-laki. Data menyebutkan rerata usia yang terkena penyakit
AOSD adalah dewasa muda dengan rentang usia 15 – 25 tahun dan 36 – 46 tahun,
walaupun tidak menutup kemungkinan kejadian AOSD pada usia tua (> 60 tahun)
telah dilaporkan.
Hiperkoagulasi merupakan keadaan kongenital atau didapat yang telah
diketahui dan dicurigai dapat berhubungan dengan suatu keadaan hipereaktivitas
sistem koagulasi dan atau perkembangan kearah tromboemboli. Pada tahun 1860,
Virchow mengusulkan teori tentang patogenesis terjadinya thrombus yang melibatkan:
sel endotel, aliran darah, dan kondisi hiperkoagulabilitas, yang mana faktor genetic
dan atau didapat diperberat dengan beberapa faktor resiko, salah satunya adalah
inflamasi.
Berdasarkan dari kecilnya studi yang mempelajari tentang patogenesis dan
tatalaksana pada pasien AOSD yang merupakan penyakit rematik langka, hal ini yang
menjadi dasar pertimbangan untuk diangkatnya kasus ini agar menjadi bahan
pembelajaran dalam mengetahui penegakan diagnosis dan strategi tatalaksana yang
optimal pada pasien – pasien AOSD.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis tanggal 14 Oktober 2021)


2.1.1 Identifikasi
Tn. ME 18 tahun, agama Islam, seorang pelajar, alamat Jenggalu, Kota
Bengkulu, berobat ke IGD Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada 14 Oktober 2021, dengan keluhan utama nyeri sendi semakin bertambah berat
sejak 3 hari SMRS dan keluhan tambahan demam tinggi naik turun sejak 3 hari
SMRS.

2.1.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 2 minggu SMRS pasien mengeluh nyeri daerah paha kanan dan kiri,
nyeri dirasakan terus – menerus, tidak hilang dengan istirahat, kelamahan tidak ada,
pasien masih bisa berjalan dan beraktifitas seperti biasa, nyeri sendi tidak ada. Demam
tidak ada, nyeri tenggorokan tidak ada, sakit gigi tidak ada, batuk dan pilek tidak ada,
nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak ada. Badan lemas tidak ada, nyeri perut tidak
ada, mual dan muntah tidak ada, nafsu makan berkurang tidak ada, penurunan nafsu
makan tidak ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke dokter umum di
IGD RSU di Bengkulu, dilakukan pemeriksaan darah hasilnya tidak ada kelainan, lalu
pasien diberikan obat radang dan obat penghilang rasa nyeri, namun pasien lupa nama
obatnya, keluhan berkurang, pasien rawat jalan.
Sejak ± 1 minggu SMRS pasien kembali mengeluh nyeri daerah paha kanan
dan kiri, nyeri dirasakan terus – menerus, nyeri menjalar tidak ada, tidak hilang
dengan istirahat, kelemahan tidak ada, pasien masih bisa berjalan dan beraktifitas
seperti biasa, nyeri sendi ada, daerah bahu kiri, sendi jari tangan kanan, lutut dan ankle
kaki kanan kiri, nyeri tekan ada, warna kulit sama dengan warna sekitar. Demam
tinggi ada, dirasakan naik turun, menggigil tidak ada, keringat malam hari tidak ada,
nyeri tenggorokan tidak ada, sakit gigi tidak ada, batuk dan pilek tidak ada. Rambut
rontok tidak ada, timbul bercak kemerahan pada wajah yang bertambah apabila
terkena sinar matahari tidak ada. Nyeri perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada,
nafsu makan biasa, penurunan nafsu makan tidak ada. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Pasien berobat ke dokter Spesialis Penyakit Dalam di RS Swasta di Bengkulu
dan disarankan rujuk ke RSMH Palembang, untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih
lanjut.
Sejak ± 3 hari SMRS, nyeri sendi daerah lengan dan tungkai kanan kiri
semakin bertambah berat, nyeri dirasakan terus – menerus, nyeri menjalar tidak ada,
tidak berkurang dengan istirahat, pasien sulit untuk menggerakkan kedua lengan dan
tungkai di karenakan nyeri, sulit berjalan ada dan mengganggu aktifitas sehari-hari,
kaku pada pagi hari tidak ada, nyeri tekan ada, warna kulit sama dengan sekitar,
Demam tinggi ada, demam dirasakan naik turun, menggigil tidak ada, keringat malam
hari tidak ada, nyeri tenggorokan tidak ada, sakit gigi tidak ada, batuk dan pilek tidak
ada. Badan lemas tidak ada, timbul lebam dan kemerahan pada ke empat anggota
gerak ada. Nyeri perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada, nafsu makan biasa,
penurunan nafsu makan tidak ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat
ke IGD RSMH Palembang untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut.

2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit demam rematik saat umur 9 tahun, mengkonsumsi 5 macam
obat namun pasien lupa nama obat, beberapa tahun terakhir hanya
mengkonsumsi 2 macam obat, yaitu eritromisin dan acetosal. 1 bulan
terakhir tidak mengkonsumsi obat, keluhan baru timbul.
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat kelainan darah disangkal
 Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal

2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat sakit seperti yang dialami pasien disangkal
 Riwayat sakit autoimun disangkal

2.1.5 Riwayat Kebiasaan


 Riwayat merokok disangkal
 Riwayat seks bebas disangkal

2.1.6 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang mahasiswa, tinggal Bersama kedua orang tua dan satu
saudara kandung. Orang tua pasien bekerja sebagai pegawai swasta berpenghasilan ±
Rp. 5.000.000 per bulan. Pasien berobat dengan menggunakan BPJS kelas III. Kesan
status sosial ekonomi menengah.

2.1.7 Pedigree
2.2 Pemeriksaan Fisik tanggal 14 Oktober 2021
2.2.1 Keadaan Umum Pasien
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Sensorium : Compos mentis
 Tekanan Darah : 130/70 mmHg
 Nadi : 128x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
 Pernapasan : 20x/menit, regular
 Suhu : 38.10C
 NRS :5
 Tinggi Badan : 170 cm
 Berat Badan : 55 Kg
 IMT : 19.0 Kg/m2 (Normoweight)

2.2.2 Keadaan Spesifik


Kepala : Normochepali, rambut hitam, alopecia tidak ada
Mata : Konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada,
konjungtiva anemis tidak ada, pupil isokor, diameter ± 3 mm, refleks cahaya ada.
Wajah : Malar rash tidak ada, ruam discoid tidak ada
Mulut : Mukosa bibir normal, atrofi papil lidah tidak ada, stomatitis
tidak ada, ulkus palatum durum tidak ada, kandidiasis oral tidak ada.
Leher : JVP (5-2) mmHg, struma tidak ada, pembesaran KGB
retroauricula tidak ada, submandibular tidak ada, supraklavikula tidak ada.

Thorax : barrel chest tidak ada, venektasi tidak ada


Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS II – IV LS dextra, batas kiri atas ICS II LS
sinistra, batas kanan bawah ICS III LS sinistra, batas bawah kiri ICS V LMC sinistra.
Auskultasi : HR 128x/menit, regular, bunyi jantung I dan II di semua
katup normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Pulmo (anterior)
Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan dan kiri normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru – hepar ICS V
dextra peranjakan paru hepar 1 sela iga
Auskultasi : Vesikuler ada, ronkhi tidak ada, wheezing inspirasi/ekspirasi
tidak ada

Pulmo (posterior)
Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru – hepar ICS V
dextra peranjakan paru hepar 1 sela iga
Auskultasi : Vesikuler ada, ronkhi tidak ada, wheezing inspirasi/ekspirasi
tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Tymphani
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
tidak ada, tak teraba massa, nyeri tekan supra pubik tidak ada.

Ekstremitas
Superior :
Look : Tampak hematom regio manus dextra et sinistra, tampak
kemerahan pada regio ante brachii dextra, deformitas tidak ada, bengkak pada sendi
bahu, siku, pergelangan tangan, jari – jari tangan tidak ada, nodus Heberden tidak ada,
nodus Bouchard tidak ada, Boutonniere deformity tidak ada, Swan neck deformity
tidak ada.
Feel : Nyeri tekan pada sendi bahu, siku, pergelangan tangan tidak
ada, nyeri tekan pada jari – jari tangan manus dextra ada, teraba panas pada sendi
bahu, siku, pergelangan tangan, jari – jari tangan tidak ada.
Movement : Sinistra : ROM aktif sendi bahu terbatas saat fleksi dan
ekstensi, ROM aktif sendi siku, pergelangan tangan dan jari – jari manus sinistra tidak
terbatas. ROM pasif sendi bahu terbatas saat fleksi dan ekstensi, ROM pasif sendi
siku, pergelangan tangan dan jari – jari manus sinistra tidak terbatas
Dextra : ROM aktif sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan
tidak terbatas, ROM aktif sendi jari – jari manus dextra terbatas saat fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi. ROM pasif sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan tidak
terbatas, ROM pasif sendi jari – jari manus dextra terbatas saat fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi.
Inferior :
Look : Tampak hematom regio pedis dextra et sinistra, deformitas
tidak ada, bengkak tidak ada.
Feel : Nyeri tekan pada sendi lutut tidak ada, ankle ada, dan jari –
jari kaki tidak ada, teraba panas pada sendi lutut, ankle dan jari – jari kaki tidak ada.
Movement : Sinistra : ROM aktif sendi lutut, ankle dan jari – jari kaki tidak
terbatas, ROM pasif sendi lutut, ankle, jari – jari kaki tidak terbatas.
Dextra : ROM aktif sendi lutut, ankle, dan jari – jari kaki
terbatas saat fleksi dan ekstensi, ROM pasif sendi lutut, ankle dan jari – jari kaki
terbatas.
Gambar 1. A. Salmon skin rash regio brachii dextra, B. Hematom regio manus dextra
et sinistra, C. Hematome regio pedis dextra et sinistra

2.3 Pemeriksaan Penunjang


2.3.1 Laboratorium RSMH (14 Oktober 2021)
Parameter Hasil Rujukan
Hb 12.2 g/dl 11.7-15.5
Eritrosit 4.87x106/mm3 3.8-5.2
Ht 37 % 35-47%
Leukosit 12.620/mm3 3.6-11
Trombosit 433.000/µL 150-440
Hitung Jenis 0/6/77/12/5
MCV 82 fL 80-100
MCH 27 pg 26-34
MCHC 33.7 g/dL 32-36
LED 120 mm/jam 0-20
Kimia Darah
GDS 125 mg/dL < 200 mg/dL
SGOT 40 U/L < 27
SGPT 49 U/L < 34
LDH 245 U/L 240 – 480 U/L
Ureum 26 mg/dL 13 - 43
Creatinine 0.92 mg/dL 0.50 – 0.90
Asam Urat 6.2 mg/dL < 8.4 mg/dL
Natrium 141 mEq/dL 135 – 155 mEq/dL
Kalium 4.4 mEq/dL 3.5 – 5.5 mEq/dL
Kalsium 8.8 mg/dL 8.8 – 10.2 mg/dL
Albumin 4.2 g/dL 3.5 – 5.0 g/dL
Immunoserologi
ASTO Reaktif Non Reaktif
Faal Hemostasis
PT Kontrol 15.10 detik 12 – 18 detik
Pasien 14.2 detik
INR 1.00
APTT Kontrol 32.1 27 – 42 detik
Pasien 30.7
Fibrinogen Kontrol 299.0 mg/dL 200 – 400 mg/dL
Pasien 767.0 mg/dL
D-dimer 2.42 µg/mL < 0.3 µg/mL
Kesan : Leukositosis, Peningkatan LED, Pemendekan PT dan APTT,
Peningkatan Fibrinogen, dan D-dimer

3.2 Laboratorium RSMH, Urinalisa (14 Oktober 2021)


Parameter Hasil Referensi
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Jernih
Berat Jenis keruh 1.003-1.030
pH 1.020 5-9
Protein: 5.0 Negatif
Ascorbic Acid: Negatif Negatif
Glukosa: Negatif Negatif
Keton: Negatif Negatif
Darah: Negatif Negatif
Bilirubin: Negatif Negatif
Urobilinogen: Negatif 0.1-1.8
Nitrit: 2 EU/dL Negatif
Leukosit Esterase: Negatif Negatif
Sedimen urine: Negatif
Epitel Negatif
Leukosit Negatif 0-5
Eritrosit 0-1 / LPB 0-1
Silinder 0-1/LPB Negatif
Kristal Negatif Negatif
Mukus Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Negatif
Kesan : Normal

2.3.3 Elektrokardiografi

Gambar 2. Elektrokardiografi
Interpretasi: Irama sinus, reguler, aksis normal, HR 128 kali/menit, gelombang P
normal 0.08 detik, PR interval 0,17 detik, Q patologis (-), QRS kompleks 0,108 detik,
segmen ST normal, R/S di V1 < 1: RVH (-), R di V5 + S di V1 < 35 : LVH (-), drop
beat (-), AV block (-) KESAN : Sinus takikardia

2.3.4 Rontgen Thorax

Gambar 3. Rontgen thorax PA 14-10-2021

Ekspertise radiologis:
 CTR < 50%, besar dan bentuk jantung normal
 Trakea di tengah, mediastinum superior tidak melebar
 Kedua hilus tidak menebal
 Corakan bronkovaskular tidak meningkat
 Tak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru
 Diafragma licin, sudut costophrenicus lancip
 Tulang – tulang dan jaringan lunak baik
Kesan :
Tak tampak kelainan radiologis pada foto thorax saat ini
2.4 Resume
Tn. ME 18 tahun, dating ke IGD RSMH pada tanggal 14 Oktober 2021 dengan
keluhan nyeri sendi semakin bertambah berat sejak 3 hari SMRS, pasien mulai
mengeluh nyeri sendi dimulai dari 2 minggu yang lalu, nyeri sendi dirasakan terus –
menerus namun pasien masih dapat beraktifitas seperti biasa, demam ada, nyeri
tenggorokan tidak ada, kemerahan pada wajah tidak ada, rambut rontok tidak ada,
Pasien mengatakan dahulu pernah menderita sakit demam rematik saat berusia 9 tahun
dirawat oleh spesialis anak di Bengkulu, rutin control dan minum obat eritromisin dan
asetosal, namun sejak 1 bulan belakangan pasien berhenti minum obat dan mulai
timbul gejala – gejala yang dialami saat ini. Lalu pasien berobat ke RSMH sesuai
rujukan untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan yang lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi 128x/menit,
frekuansi nafas 20x/menit, suhu 36.7oC. Pada pemeriksaan keadaan spesifik
didapatkan kemerahan pada lengan atas kanan (salmon rash-skin), tampak hematom
regio manus dextra et sinistra, tampak hematom regio pedis dextra et sinistra, ROM
terbatas aktif dan pasif pada sendi bahu sinistra, sendi jari – jari manus dextra, sendi
lutut, ankle dan jari – jari pedis dextra.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis,
peningkatan LED, peningkatan kadar fibrinogen dan D-dimer. Pada pemeriksaan EKG
di dapatkan kesan sinus takikardia dengan laju nadi 128x/menit, hasil rontgen thorax
didapatkan kesan normal.

2.5 Daftar Masalah


1. Demam Rematik
2. Hiperkoagulasi

2.6 Pengkajian Masalah


2.6.1 Demam Rematik
Dipikirkan suatu keadaan Rheumatic Fever ( Demam Rematik ) atas dasar
pasien laki – laki berusia muda (18 tahun) dengan memiliki keluhan berupa nyeri
sendi yang dirasakan semakin lama semakin bertambah berat yang saat awal tanpa
mengganggu aktifitas sampai mengganggu aktifitas bahkan berjalan sekalipun.
Demam tinggi ada, dirasakan naik turun, dan diperkuat dengan Riwayat pasien pada
saat berumur 9 tahun, pasien pernah didiagnosis dengan demam rematik dan
mengkonsumsi obat selama 10 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan warna kemerahan pada kulit lengan atas
kanan (salmon rash-skin), dan ROM terbatas saat aktif dan pasif pada sendi bahu
kanan, sendi jari - jari tangan kanan, sendi lutut, ankle dan jari – jari kaki kanan. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan hasil leukositosis, peningkatan LED, peningkanan
fibrinogen dan D-dimer. Pasien dapat ditegakkan ke dalam suatu kondisi rheumatic
fever dengan menggunakan kriteria Jones berdasarkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor + 2 kriteria minor dengan adanya bukti infeksi streptokokkus sebelumnya.

Criteria Patient Population Manifestations


Major Low Risk  Carditis (clinical and/or subclinical)
 Arthritis (polyarthritis only)
 Chorea
 Erythema Marginatum
 Subcutaneous Nodules
Moderate and High  Carditis (clinical and/or subclinical)
Risk  Arthritis (including monoarthritis,
polyarthritis, or polyarthralgia)
 Chorea
 Erythema Marginatum
 Subcutaneous Nodules
Minor Low Risk  Polyarthralgia
 Fever ( ≥ 38.5oC)
 An ESR of ≥ 60 mm per hour
and/or CRP of ≥ 3.0 mg per dL
 Prolonged PR interval , after
accounting for age variability (unless
carditis is a major criterion)
Moderate ang High  Monoarthralgia
Risk  Fever ( ≥ 38.5oC)
 An ESR of ≥ 60 mm per hour and/or
CRP of ≥ 3.0 mg per dL
 Prolonged PR interval , after
accounting for age variability (unless
carditis is a major criterion)
Tabel 1. Kriteria Jones, Pada pasien terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Rencana Pengobatan

Non Farmakologis:
Diet NB TKTP
BEE = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) - (6.8 x usia)
= 66 + (13.7 x 55) + (5 x 170) – (6.8 x 18)
= 1547.1 kal
Energi = BEE x Faktor Aktifitas x Faktor Stres
= 1547.1 x 1.3 x 1.1
= 2200 kalori per 24 jam
Farmakologis
 IVFD RL gtt xx/menit
 Ibuprofen 3 x 400 mg PO

Rencana Edukasi
 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
penyakit dan kemungkinan penyebabnya
 Menjelaskan terapi yang akan digunakan selama pengobatan, mencakup
jenis, dosis, dan lama pemberiannya.
 Menjelaskan tentang rencana pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan,
serta prognosa dari penyakit.

Rencana Pemeriksaan

 Pemeriksaan imunoserologi : ANA test, Rheumatoid faktor, Ferritin, Anti


CCP, CRP.
 Echocardiografi

Rencana Konsultasi

 Lapor Divisi Rheumatology


 Konsul Departemen Mata

2.6.2 Hiperkoagulasi

Pada anamnesis, keluhan nyeri kepala tidak ada, mimisan tidak ada, gusi
berderah tidak ada, telinga berdenging tidak ada, BAB hitam tidak ada. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar fibrinogen kontrol 299.0
mg/dL, pasien 767.0 mg/dL dan peningkatan D-dimer 2.42. Dilakukan perhitungan
padua skor dengan nilai 4 poin, diberikan antikoagulan sebagai profilaksis.

Rencana Pengobatan

 Inj. Enoxaparin 2 x 0.6 mg SC

Rencana Konsultasi
 Konsul divisi Hemato Onkologi

2.7 Diagnosis Sementara

Demam Rematik dengan Hiperkoagulasi

2.8 Diagnosis Banding

 Lupus Eritematosus Sistemik manifestasi arthritis


 Rheumatoid Arthritis
 Adult Onset Still’s Disease
 Post-streptococccal Reactive Arthritis
 Vaskulitis

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Non Farmakologis

 Istirahat
 Edukasi
 Diet NB 2200 kkal per 24 jam

2.9.2 Farmakologis
 IVFD RL gtt xx/menit
 Paracetamol 3 x 650 mg PO
 Natrium diclofenac 2 x 25 mg PO
 Inj. Enoxaparin 2 x 0.6 cc SC
2.10 Rencana Pemeriksaan

 Pemeriksaan imunoserologi : ANA test, Rheumatoid faktor, Ferritin, Anti


CCP, CRP
 Echocardiografi

2.10 Rencana Konsul


 Konsul Divisi Hemato Onkologi
 Konsul Departemen Mata

2.11 Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam
 Quo ad functionam : Dubia ad malam
 Quo ad sanationam : Dubia ad malam

2.13 Perkembangan Selama Perawatan

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN


Di Rambang 2.1
15 – 19 Oktober 2021
Subyektif : Nyeri daerah betis dan kaki kanan, nyeri sendi jari tangan kanan,
demam (+)
Obyektif :
Keadaan Umum Tampak Sakit sedang
Sensorium Kompos mentis
TD 110/80 mmHg
Nadi 86 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,9ºC
NRS 5
Keadaan
Spesifik
Kepala Leher Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Thoraks : JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Cor HR 86 x/m, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan epigastrium
tidak ada, bising usus normal
Extremitas Ekstremitas dekstra et sinistra:
Edema pretibial (-/-), akral hangat (+/+), palmar pucat (-/-), ROM
terbatas aktif dan pasif manus dextra, cruris dextra et sinistra,
hematoma (+) regio manus dextra et sinistra, cruris dextra et
sinistra, deformitas (-), nyeri tekan (+) regio gastrocnemius dextra,
ptechiae (-)
Pemeriksaan laboratorium (18 Oktober 2021):

Ferritin 801.60 ng/mL 21.81 – 274.66 ng/mL

hsCRP 116.7 mg/L < 5 mg/L

Anti CCP IgG 0.5 <5

Rheumatoid Faktor Non Reaktif Non Reaktif

Swab antigen SARS Cov-2 Negatif

HBsAg Non Reaktif

Anti HCV Non Reaktif

Anti HIV Non Reaktif


Echocardiografi (18 Oktober 2021)
Ruang dan dimensi jantung normal, global normokinetik, EF :
63%, disfungsi diastolic (-), PR trivial, katup – katup normal,
vegetasi (-), efusi pericard (-), fungsi RV (Tapse 2,78) baik.

Kesan : Normal Echo


Rontgen Manus Dextra (19 Oktober 2021)
Kondisi foto baik
Site marker tidak ada
Curiga deformitas articulatio os phalang distal digiti 2 – 5
Tak tampak fraktur/dislokasi
Densitas dan trabekulasi tulang baik
Tak tampak spur
Tak tampak lesi litik/blastik
Curiga penyempitan celah sendi interphalangeal proximal – distal
Jaringan lunak baik

Kesan : Susp. Rheumatoid Arthritis


Assessment Mata
Kedua mata terasa pedih dan silau, mata merah (-), kotoran mata
(-), pandangan kabur (-), nyeri pada mata (-), keluhan dirasakan
sejak timbul koreng pada kulit wajah.

VOD : 6/6 VOS : 6/6


TIOD : 10.9 mmHg TIOS : 10.9 mmHg
KBM : Ortoforia
GBM :

Segmen Anterior
Palpebra : Tenang Tenang
Konjungtiva : Tenang Tenang
Kornea : Jernih Jernih
BMD : Sedang Sedang
Iris : Baik Baik
Pupil : RC (+), 3 mm RC (+), 3 mm
Lensa : Jernih Jernih
Segmen Posterior
RF ODS (+)
FODS : Papil : bulat, warna merah, C/D 0.3 A:V 2: 3, macula RF
(-) normal, retina kontur pembuluh darah baik, perivascular
sheating (+)

Vaskulitis ODS

Methylprednisolon 3 x 4 mg
Konsul ulang 3 hari untuk evaluasi vaskulitisnya
Kriteria EULAR 2010
Total skor 4, tidak memenuhi kriteria EULAR 2010. Diagnosis
banding Rheumatoid Arthritis dapat disingkirkan.
Assessment Demam Rematik dengan Hiperkoagulasi
Diagnosis Dd/ Lupus Eritematosus Sistemik manifestasi arthritis,
Adult Onset Still’s Disease,
Vaskulitis
Terapi Non Farmakologis :
 Istirahat

Farmakologis :
 IVFD NaCl gtt xx/menit
 Ibuprofen 3 x 400 mg PO
 Methylprednisolon 3 x 8 mg PO
 Inj. Enoxaparin 2 x 0.6 mg SC
Rencana  Menunggu hasil ANA test
Pemeriksaan  Cek evaluasi faal hemostasis (evaluasi)
 Konsul Departemen Mata (evaluasi)

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN


Di Rambang 2.1
20 – 26 Oktober 2021
Subyektif : Nyeri daerah betis dan kaki kanan, nyeri sendi jari tangan kanan,
bengkak tungkai kanan bawah, demam (+),
Obyektif :
Keadaan Umum Tampak Sakit sedang
Sensorium Kompos mentis
TD 110/80 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,5ºC
NRS 5
Keadaan
Spesifik
Kepala Leher Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Thoraks : JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Cor HR 86 x/m, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan epigastrium
tidak ada, bising usus normal
Extremitas Ekstremitas dekstra et sinistra:
Edema pretibial (-/-), akral hangat
(+/+), palmar pucat (-/-), ROM terbatas
aktif dan pasif manus dextra, cruris
dextra et sinistra, hematoma (+) regio
manus dextra et sinistra, cruris dextra et
sinistra, deformitas (-), nyeri tekan (+)
regio gastrocnemius dextra, edema
cruris dextra, ptechiae (-).

Pemeriksaan laboratorium (20 Oktober 2021):


PT + INR
Kontrol : 15.00
Pasien : 13.8 detik

INR : 0.97

APTT
Kontrol : 31.6 detik
Pasien :30.4 detik

Fibrinogen
Kontrol : 313.0 mg/dL
Pasien : 660.0 mg/dL

D-dimer : 7.20 µg/mL

Kesan : Peningkatan kadar fibrinogen dan D-dimer

ANA test
Pola : -
Titer : Negatif
Well’s Score for DVT
Kriteria Skor
Active cancer 0
Bedridden recently > 3 days or major 1
surgery within 12 weeks
Calf Swelling >3 cm compared to the 1
other leg
Collateral (nonvaricose) superficial veins 0
present
Entire leg swollen 0
Localized tenderness along the deep 1
venous system
Pitting edema, confined to symptomatic 0
leg
Paralysis, paresis, or recent plaster 0
immobilization of the lower extremity
Previously documented DVT 0
Alternative diagnosis to DVT as likely or 0
more likely

Total poin : 3 (High Risk)


Echo doppler cruris dextra (19 Oktober 2021)

Flow V. Femoralis dextra (+), Diameter Normal, CUS (-)


Flow V. Poplitea dextra (+), Diameter Normal, CUS (-)
Kesan : Tidak ditemukan tanda – tanda DVT tungkai kanan
USG Sendi (25 Oktober 2021)

Tidak dijumpai tanda – tanda peradangan pada sendi

Kesan : Normal USG Sendi


Assessment Mata (25 Oktober 2021)
Kedua mata terasa pedih dan silau, mata merah (-), kotoran mata
(-), pandangan kabur (-), nyeri pada mata (-), keluhan dirasakan
sejak timbul koreng pada kulit wajah.

VOD : 6/6 VOS : 6/6


TIOD : 10.9 mmHg TIOS : 10.9 mmHg
KBM : Ortoforia
GBM :

Segmen Anterior
Palpebra : Tenang Tenang
Konjungtiva : Tenang Tenang
Kornea : Jernih Jernih
BMD : Sedang Sedang
Iris : Baik Baik
Pupil : RC (+), 3 mm RC (+), 3 mm
Lensa : Jernih Jernih
Clinical criteria Immunologic criteria
Acute cutaneous Lupus ANA
Chronic cutaneous lupus Anti dsDNA
Oral or nasal ulcer Anti SM
Non-scarring alopecia Antiphospholipid
Antibody
Arthritis Low complement (C3,
Segmen Posterior
C4, CH50)
Serositis RF ODS Direct
(+) Coombs’ test (do
FODS : Papil : bulat,
not count warna
in the merah, C/D 0.3 A:V 2: 3, macula RF
presence
(+) normal, retina kontur
of hemolytic anemia pembuluh darah baik, perivascular
Renal sheating (+)
Neurologic
Hemolytic anemia
Leukopenia
Thrombocytopenia
(<100.000/mm3)

Vaskulitis ODS

Observasi
Konsul ulang bila terdapat penurunan visus
Kriteria ACR 1997

Kriteria
Ruam malar
Ruam discoid
Fotosensitifitas
Ulkus mulut
Artritis non erosive (+)
Pleuritis atau perikarditis
Gangguan renal
Gangguan neurologi
Gangguan hematologi
Gangguan imunologi
ANA positif (-)

Untuk penegakan diagnosis SLE dengan menggunakan kriteria


ACR 1997 harus memenuhi 4 dari 11 kriteria, namun pada pasien
ini hanya memenuhi 1 dari 11 kriteria.
Kriteria SLICC 2012
Pada kriteria ini yang termasuk klasifikasi SLE apabila memenuhi
4 dari 17 kriteria atau sekurang – kurangnya memenuhi 1 kriteria
klinis dan 1 kriteria imunologi. Pada pasien ini tidak memenuhi.
Kriteria Yamaguchi

Berdasarkan kriteria Yamaguchi untuk penegakan diagnosis Adult


Onset Still’s Disease, pasien memenuhi 6 poin dari kriteria
tersebut.
USG Abdomen (18 Oktober 2021)

Hepar : Ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam,


parenkim halus homogen, CBD, MPV tidak melebar, IHBD (-),
SOL (-), Ascites (-)
Aorta : Ukuran normal, pembesaran KGB paraorta (-)
Gallbladder : Ukuran normal, dinding tidak menebal, isi kosong
Pankreas : Ukuran normal, parenkim normal, tak tampak
massa /kista / kalsifikasi
Lien : Ukuran normal, parenkim halus homogen, SOL (-)
Ginjal kiri : Ukuran tidak membesar, batas korteks dan medulla
jelas, tak tampak pelebaran pelviocalices, batu (-)
Ginjal kanan : Ukuran tidak membesar, batas korteks dan medulla
jelas, tak tampak pelebaran pelviocalices, batu (-)
V. Urinaria : Ukuran normal, dinding tidak menebal

Kesan : Normal USG Abdomen


Assessment Adult Onset Still’s Disease dengan Hiperkoagulasi, Vaskulitis
Diagnosis ODS
Dd/ Vaskulitis
Terapi Non Farmakologis :
 Istirahat\
 Diet NB 2200 kkal
Farmakologis :
 IVFD NaCl gtt xx/menit
 Ibuprofen 3 x 400 mg PO
 Methylprednisolon 3 x 8 mg PO
 Drip heparin 15000/24 jam (selama 5 hari)
 Simarc 1 x 2 mg PO
 Methotrexate 1 x 7.5 mg PO
Rencana  Cek Faal hemostasis evaluasi
Pemeriksaan  Cek ANCA

PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN


Di Rambang 2.1
27 – 31 Oktober 2021
Subyektif : Nyeri berkurang, demam (-)

Obyektif :
Keadaan Umum Tampak Sakit sedang
Sensorium Kompos mentis
TD 120/80 mmHg
Nadi 92 x/menit
Pernafasan 20 x/menit
Suhu 36,5ºC
NRS 2
Keadaan
Spesifik
Kepala Leher Mata konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Thoraks : JVP (5-2) cm H20, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Cor HR 86 x/m, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo vesikular normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan epigastrium
tidak ada, bising usus normal
Extremitas Ekstremitas dekstra et sinistra:
Edema pretibial (-/-), akral hangat (+/+), palmar pucat (-/-), ROM
terbatas aktif dan pasif manus, cruris dextra et sinistra, hematoma
(+) regio manus, cruris dextra et sinistra, deformitas (-), ptechiae
(-)
Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin (30 Oktober 2021)

Hb : 10.9 g/dL
Ht : 34%
Leukosit : 14.560/mm3
Trombosit : 671.000/mm3
Diff. Count : 0/0/75/16/9
MCV : 83 fl
MCH : 25 pg
LED : 59 mm/jam

Kesan : Leukositosis
Pemeriksaan laboratorium Faal Hemostasis (30 Oktober
27 April 2021):
2021 PT + INR
Kontrol : 16.20
Pasien : 14.5 detik

INR : 1.08

APTT
Kontrol : 32.4 detik
Pasien :27.9 detik

Fibrinogen
Kontrol : 332.0 mg/dL
Pasien : 337.0 mg/dL

D-dimer : 0.91 µg/mL

Kesan : Peningkatan kadar D-dimer


Assessment Adult Onset Still’s Disease dengan Hiperkoagulasi (Perbaikan),
Diagnosis Vaskulitis ODS
Dd/ Vaskulitis
Terapi Non Farmakologis :
 Istirahat\
 Diet NB 2200 kkal
Farmakologis :
 IVFD NaCl gtt xx/menit
 Ibuprofen 3 x 400 mg PO
 Methylprednisolon 3 x 8 mg PO
 Simarc 1 x 2 mg PO
 Methotrexate 1 x 7.5 mg PO
Rencana  Follow up hasil ANCA
Pemeriksaan

BAB III
ANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang laki-laki bernama Tn. ME umur 18 tahun, beragama


Islam, pekerjaan mahasiswa, tinggal di Jenggalu, Kota Bengkulu, berobat ke IGD
Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada tanggal 14 Oktober
2021, dengan keluhan utama nyeri sendi yang bertambah berat sejak ± 3 hari SMRS
dan keluhan tambahan demam tinggi hilang timbul sejak ± 3 hari SMRS. Keluhan
sebelumnya sudah dialami sejak ± 14 hari SMRS. Diawali dengan nyeri paha kanan
sampai ke sendi kaki dan ujung – ujung jari yang bertambah berat, sampai pasien sulit
untuk berjalan dan terganggu aktifitasnya. Demam tinggi ada, dirasakan hilang timbul
sejak 3 hari SMRS, dan timbul bercak merah pada lengan kanan atas, tangan kanan
dan kiri, serta kaki kanan dan kiri pasien. Pasien didiagnosis menderita penyakit
demam rematik sejak umur 9 tahun, rutin minum obat sebelumnya, namun berhenti
minum obat sejak 14 hari SMRS. Pasien sudah berobat ke RS di Bengkulu dan dirujuk
ke RSMH Palembang untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan pengobatan yang
lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi 128x
permenit, frekuensi nafas 20x permenit, suhu 370C. Pada pemeriksaan fisik khusus
didapatkan tampak ruam kemerahan pada bagian lengan kanan atas pasien atau yang
biasa disebut dengan (salmon skin rash), tampak lebam pada sendi jari – jari tangan
kanan dan kiri ada, tampak lebam pada kaki kanan dan kiri ada, bengkak pada kaki
kanan ada, terasa panas di sendi tidak ada, ROM terbatas pada sendi jari – jari tangan
dan kaki pasien. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil
peningkatan leukosit 12.620/mm3, peningkatan ferritin 801.60 ng/mL, peningkatan
CRP 116.7 mg/L, peningkatan kadar SGOT 40 U/L, SGPT 49 U/L, hasil ANA test
negative dan hasil Rheumatoid faktor negative

3.1 Adult Onset Still’s Disease

Adult Onset Still’s Disease (AOSD) adalah gangguan kompleks autoinflamasi


dan merupakan penyakit rematik langka yang melibatkan peradangan sistemik pada
dewasa muda yang masih belum dapat diketahui secara pasti etiologinya, yang
karakteristik penyakitnya dapat ditandai dengan demam tinggi, radang sendi, ruam
pada kulit dan hiperferritinemia. Berdasarkan insidensi dari AOSD itu sendiri saat ini
sangatlah kecil dengan perkiraan 0.16 – 0.44 per 100.000 penduduk di seluruh dunia,
berdasarkan data tersebut penyakit ini adalah termasuk penyakit yang langka dan sulit
untuk di diagnosis karena kasusnya sedikit.
Pada pasien ini dapat kami tegakkan suatu kondisi AOSD berdasarkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah
AOSD berdasarkan dari beberapa kriteria, yaitu ada kriteria Cush, Yamaguchi,
Fautrel, namun yang dapat digunakan saat ini dan diketahui secara efektif adalah
kriteria Yamaguchi karena memiliki sensitifitas sebesar 96.2% dan spesifitas 92.1%,
untuk kriteria Cush masih belum dapat digunakan karena belum diketahui secara pasti
untuk angka sensitivitas dan spesifitasnya, berbeda halnya dengan kriteria Fautrel
yang memiliki spesifitas lebih tinggi sebesar 98.5% namun belum juga dapat
digunakan karena harus memeriksakan hasil dari Glycocylated ferritin, yang mana
untuk saat ini pemeriksaan tersebut belum dapat digunakan di Indonesia bahkan di luar
negri sekalipun. Berikut beberapa kriteria yang telah disebutkan diatas.

Tabel 2. Beberapa kriteria Adult Onset Still’s Disease

Berdasarkan kriteria Yamaguchi, pada pasien ini memiliki 6 kriteria yang


sesuai, yaitu: demam tinggi > 390C lebih dari 1 minggu, artralgia yang dirasakan > 2
minggu, adanya ruam kemerahan atau salmon skin rash pada lengan kanan atas,
leukositosis pada pasien ini > 10.000.mm3, peningkatan enzim liver walau tidak terlalu
signifikan, dan hasil ANA test negatif, serta hasil Rheumatoid Faktor negatif.
Etiologi infeksi dari AOSD dapat dikaitkan karena adanya kesamaan antara
gejala klinis dari AOSD dan pemicu infeksinya. Sebagian besar virus, termasuk
rubella, campak, echovirus 7, coxsackievirus B4, cytomegalovirus dan virus Epstein-
Barr telah dilaporkan sebagai pemicu dari patogenesis AOSD yang dapat
mengaktifkan respons dari sistem imun. Beberapa bakteri telah dianggap terlibat
seperti Pneumonia mikoplasma, Pneumonia klamidia, Yersinia enterocolitica,
Brucella abortus dan Borrelia burgdorferi. Hasil penelitian terbaru melaporkan bahwa
baik solid cancers dan keganasan hematologi telah dihubungkan sebagai kemungkinan
pemicu dari AOSD melalui pengembangan macrophage activation syndrome (MAS).
Namun, harus tetap diketahui bahwa sampai saat ini tidak ada patogen pencetus
khusus yang dapat memicu AOSD.
AOSD dapat dikategorikan sebagai gangguan autoinflamasi multigenik yang
merupakan penyakit autoinflamasi dan autoimun sebab patogenesisnya yang kompleks
melibatkan sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik. Beberapa studi
menunjukkan adanya hubungan AOSD dengan kerentanan genetik pada tiap individu.
Adanya kompleks yang berperan pada antigen AOSD adalah HLA (Human Leukocyte
Antigen) HLA-B17, -B18, -B35, -DR2 dan -DR4, selain itu juga memiliki hubungan
dengan HLA-DRB1*12 dan -DRB1*15. Penelitian terbaru menyatakan bahwa adanya
hubungan antara HLA-Bw35 dan HLA-DRB1*14 dengan penyakit derajat ringan
yang dapat sembuh sendiri, serta hubungan HLA-DRw6 pada pasien yang mengalami
adanya keterlibatan sendi. Selanjutnya, HLA-DRB1*1501 (DR2) dan HLA-
DRB1*1201 (DR5) dikaitkan dengan perjalanan penyakit kronis AOSD, dan HLA-
DRB1*1201 (DR5) dikaitkan dengan perjalanan penyakit kronis AOSD, sedangkan
HLA-DQB1*0602 (DQ1) lebih sering diekspresikan pada pasien dengan AOSD
kronis dan sistemik. Selain itu, polimorfisme pada gen interleukin (IL)-18 dan gen
macrophage migration inhibitory factor (MIF) berkontribusi pada kerentanan
penyakit. Tiga haplotipe IL-18, S01, S02 dan S03, terdiri dari 13 polimorfisme genetik
yang mencakup 2 daerah yang berbeda.
Sistem imun non spesifik memiliki peranan penting dalam patogenesis AOSD.
Toll-like receptor (TLR) 7 dapat mendorong neutrophil, dengan demikian dapat
meningkatkan respons pro-inflamasi. Pada penelitian yang telah dilakukan telah
menunjukkan juga bahwa jalur TLR7-MyD88 diekspresikan secara berlebihan dalam
sel dendritik pasien AOSD, transkrip dan level protein molekul pensinyalan TLR7,
termasuk MyD88, TRAF6, IRAK4 dan IFN-α. Tingkat ekspresi TLR7 dalam sel
dendritik berkorelasi positif dengan sitokin pro-inflamasi. Telah dilaporkan juga
bahwa CXCL-8, IL-8, kemokin yang diproduksi oleh makrofag dan neutrofil dapat
mengaktifkan neutrofil di tempat peradangan dan meningkat dalam serum pasien
AOSD. CD64 (FcγRI) adalah reseptor afinitas tinggi untuk IgG1 dan IgG3 monomer
yang diekspresikan oleh fagosit mononuklear yang mengarah ke internalisasi
kompleks imun dan pelepasan sitokin. Kadar neutrofil pasien AOSD menunjukkan
peningkatan regulasi CD64, yang berkorelasi dengan penyakit. Macrophage-colony
stimulating factor (M-CSF) dilaporkan meningkat pada serum pasien AOSD. Sitokin
ini terlibat dalam proliferasi, diferensiasi dan kelangsungan hidup makrofag. M-CSF
juga meningkatkan aktivitas fagositosis, kemotaktik, dan sitotoksik sel. Selain itu,
penanda makrofag lainnya yang dilaporkan di AOSD ialah calprotectin, MIF dan
CD163 terlarut (sCD163). Calprotectin adalah protein sitosol pengikat kalsium dari
neutrofil dan makrofag, disekresikan selama aktivasi sel-sel ini. PAMP (pathogen-
associated molecular patterns) atau DAMP (damage-associated-molecular patterns)
bertanggung jawab atas aktivasi pro-IL-1β dan pro-IL-18. Selain itu, frekuensi dan
fungsi sitotoksik sel NK terganggu pada pasien AOSD. Paramater sel NK ini baru
dievaluasi pada pasien setelah pengobatan dan proporsi sel NK yang rendah dan
disfungsi sitotoksik. Dalam konteks ini, telah diusulkan bahwa sitokin pro-inflamasi
yang diproduksi selama AOSD, terutama IL-18, dapat menurunkan aktivitas sel NK.
Penurunan sitotoksisitas sel NK menjadi bagian dari pathogenesis MAS yang
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada pasien AOSD.
Sedangkan pada sistem imun spesifik, Peningkatan konsentrasi α-soluble
receptor of IL-2 (CD25) menyebabkan aktivasi sel T dan proliferasi pada pasien
AOSD. Sel T penghasil IL-4 dalam serum, kulit dan jaringan sinovial pada pasien
AOSD telah dilaporkan yang mencerminkan polarisasi Th1 CD4+ sel T. Selanjutnya,
sel Th penghasil IFN-γ dan IL-4 meningkat pada AOSD aktif dan berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit. Selama AOSD, diferensiasi sel T naif menjadi sel Th17
didukung oleh pro-inflamasi dan IL-18 yang bersinergi dengan IL-23 mempromosikan
produksi IL-17 oleh IL-23-primed CD4+ sel T. Selama AOSD, frekuensi tinggi sel
Th17 yang bersirkulasi pada pasien AOSD aktif dan berkorelasi dengan skor
keparahan, kadar feritin serum dan sitokin pro-inflamasi yang berbeda. Sel T regulator
dan serum TGF-β ditemukan pada pasien AOSD dan berkorelasi terbalik dengan
tingkat keparahan penyakit. Menariknya, pasien AOSD dengan perjalanan monosiklik
menunjukkan frekuensi sirkulasi sel T regulator dan TGF-β yang secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan pola kronis, menunjukkan hubungan antara sel T
regulator dan prognosis yang lebih baik.
Meskipun kurangnya hubungan antara polimorfisme gen IL-1β dan kerentanan
AOSD, IL-1β secara signifikan lebih tinggi dalam serum pasien. Sel mononuklear
darah perifer dapat mensekresi IL-1β dalam jumlah besar dan mengekspresikan gen
imunitas bawaan. Produksi IL-1β terutama dihasilkan oleh aktivitas caspase-1 melalui
aktivasi inflammasome dan bertanggung jawab atas inflamasi sistemik dan destruksi
kartilago dan tulang. Interleukin-18 adalah sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan oleh
inflammasome dan kadarnya lebih tinggi pada serum AOSD. Selain itu, telah
ditunjukkan bahwa makrofag di hepar dapat menghasilkan jumlah IL-18 yang tinggi,
sehingga berkontribusi pada hepatitis terkait AOSD. IL-18 juga dapat memicu respon
Th1 yang menginduksi sekresi IFN-γ oleh CD8 sitotoksik+ dan sel NK, sehingga
menunjukkan bahwa IL-18 mungkin memainkan peran utama dalam inisiasi MAS.
Tingkat IL-18 yang tinggi dapat memprediksi perkembangan MAS di AOSD. Selain
itu, kadar IL-6 meningkat yang ditandai pada ruam kulit berwarna seperti salmon
maupun dalam serum pasien yang berkorelasi dengan aktivitas penyakit. IL-6
mungkin juga bertanggung jawab atas beberapa gambaran klinis AOSD, seperti
demam dan manifestasi sendi, dan untuk peningkatan produksi protein fase akut oleh
hati. Produksi IL-17 pada AOSD diproduksi oleh sel Th17 sebagai respons terhadap
stimulasinya dengan IL-23 yang memperkuat peradangan, merangsang produksi
kemokin yang merekrut neutrofil dan meningkatkan granulopoiesis. Tingkat tumor
necrosis factor (TNF) meningkat dalam serum dan jaringan pada pasien AOSD,
meskipun tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Tingkat reseptor tipe 2 TNF
berkorelasi dengan CRP dan menjadi sebagai penanda aktivitas penyakit.

Gambar 4. Patogenesis AOSD.


Gambar 5. Latar belakang genetik dan faktor pemicu berupa PAMP dan DAMP
sebagai awal peradangan AOSD.

Dalam beberapa penelitian, Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS) tidak


begitu berpengaruh untuk mengontrol gejala AOSD, namun penggunaan OAINS dapat
membantu selama pemeriksaan diagnostic dilakukan. Terapi kortikosteroid dianggap
menjadi lini pertama pengobatan pada pasien AOSD yang dapat menginduksi respon
klinis pada sekitar 60% pasien. Pada pasien ini kami berikan terapi berupa ibuprofen 3
x 400 mg dan metilprednisolon 3 x 8 mg sesuai dengan terapi lini pertama pada pasien
AOSD. Tapering off kortikosteroid harus dimulai setelah 4-6 minggu terapi dan ketika
gejala serta parameter laboratorium inflamasi menjadi normal. Namun, ketergantungan
steroid dapat terjadi hingga 45% pasien AOSD dan harus dievaluasi secara hati-hati
dalam pengelolaan pasien ini.
Methotrexate (MTX) adalah Disease-modifying antirheumatic drugs
(DMARD) yang paling sering diberikan di AOSD, terutama untuk efek steroid-
sparing. MTX, dengan dosis 7,5-17,5 mg/minggu mengurangi penggunaan
kortikosteroid harian pada pasien AOSD yang bergantung pada steroid. Dalam
penelitian, setelah menambahkan MTX 69% mencapai remisi lengkap, pemantauan
terus menerus terhadap transaminase akan diperlukan. Jika MTX tidak dapat
mengendalikan penyakit, DMARD lain dapat dipertimbangkan. Namun, hanya sedikit
data yang menyarankan penggunaan hidroksiklorokuin, imunoglobulin intravena
dan/atau siklosporin A yang bermanfaat pada pasien AOSD. Pada pasien ini kami
berikan juga terapi berupa metotrexat 1 x 7.5 mg dalam seminggu.
Kurangnya respon klinis dengan kortikosteroid lini pertama dan DMARD lini
kedua dapat mengidentifikasi pasien AOSD refrakter. Pada pasien dengan keadaan
AOSD refrakter ini, agen biologis dapat dipertimbangkan dan baru-baru ini, meta-
analisis studi observasional telah menunjukkan bahwa obat tersebut dapat
menginduksi respon klinis dan remisi lengkap pada sebagian besar pasien AOSD.
Dalam konteks ini, telah direkomendasikan bahwa AOSD dapat dikategorikan menjadi
2 bagian yang berbeda; pasien dengan gambaran sistemik dan pasien dengan
keterlibatan sendi yang menonjol. Demam tinggi, peningkatan kadar CRP dan enzim
hati adalah ciri khas dari "AOSD sistemik" dan mungkin menunjukkan respons klinis
terhadap antagonis IL-1 atau IL-6. “AOSD rematik”, yang ditandai dengan
keterlibatan sendi yang dominan akan merespon lebih baik terhadap penghambat TNF
atau antagonis IL-6. Selanjutnya, obat biologis telah menunjukkan manfaat tambahan
yang berbeda dalam pengelolaan pasien AOSD refrakter, termasuk pengurangan
jumlah flare dan efek steroid sparing yang signifikan.
Gambar 6. Algoritme manajemen terapi AOSD
Gambar 7. Manajemen 2 subtipe AOSD

3.2 Hiperkoagulasi
Hiperkoagulasi merupakan keadaan kongenital/didapat yang telah diketahui
atau dicurigai berhubungan dengan hipereaktivitas sistem koagulasi dan atau
perkembangan kearah tromboemboli. Suatu respon normal saat terjadi perdarahan
untuk mempertahankan hemostasis ialah melibatkan formasi pembentukan bekuan
darah yang stabil, proses ini disebut sebagai koagulasi. Hiperkoagulasi
menggambarkan keadaan patologis dafri aktivasi yang berlebihan dari faktor pro-
koagulan atau defisiensi anti-koagulan. Terdapat interaksi antara inflamasi dengan
sistem koagulasi. Dimana inflamasi akan memicu hiperkoagulasi. Endotoksin
mengaktifkan sistem komplemen yang menyebabkan trombositopenia dan
hiperkoabilitas.
Manifestasi klinis kelainan ini adalah: meningkatnya kejadian thrombosis,
yang muncul pada usia muda, thrombosis familial, dan thrombosis di lokasi yang tidak
lazim (di vena otak).
Untuk penyebab dari suatu kondisi hiperkoagulasi yang didapat memiliki
beberapa kondisi, yaitu : kehamilan, keganasan, sindrom antifosfolipid, kelainan
mieloproliperatif, pasca pembedahan, sindrom nefrotik, inflamasi, dan Paroxysmal
Nocturnal Hemoglobinuria (PNH). Untuk keadaan pasien saat ini kami lebih
memikirkan penyebabnya adalah suatu kondisi inflamasi.
Pasien dipikirkan mengalamai suatu kondisi hiperkoagulasi karena memiliki
resiko seperti imobilisasi yang lama, dan faktor inflamasi yang memperberat kondisi
hiperkoagulasi yang dapat dibuktikan dari pemeriksaan laboratorium yang menunjang
kondisi hiperkoagulasi, yaitu, didapatkan pemendekan PT pasien 14.2 detik dan
kontrolnya 15.10 detik, pemendekan APTT pasien 30.7 detik dan kontrolnya 32.1
detik, serta peningkatan fibrinogen pasien 767.0 mg/dL dan peningkatan D-dimer
pasien 2.42 µg/mL. Terapi yang diberikan berupa injeksi Enoxaparin dengan dosis 0,6
mg secara subcutan, kami evaluasi untuk hasil faal hemostasis, namun tidak terjadi
perubahan yang signifikan, lalu kami ganti dengan heparin pada dosis 15.000 iu
dengan memntau hasil aPTT dan tanda – tanda perdarahan.1
Daftar pustaka

1. Geetha D, Jefferson JA. ANCA-Associated Vasculitis: Core Curriculum 2020.


Am J Kidney Dis. 2020;75(1):124-137. doi:10.1053/j.ajkd.2019.04.031
2. Widjaja FF, Martina D, Lardo S, Wibowo SAK. Adult-onset Still’s Disease as a
Differential Diagnosis in Prolonged Fever: Diagnosis and Treatment
Experience. Acta Med Indones. 2019;51(2):158-164.
3. Giacomelli R, Ruscitti P, Shoenfeld Y. A comprehensive review on adult onset
Still’s disease. J Autoimmun. 2018;93(July):24-36.
doi:10.1016/j.jaut.2018.07.018
4. Kitching AR, Anders HJ, Basu N, et al. ANCA-associated vasculitis. Nat Rev
Dis Prim. 2020;6(1). doi:10.1038/s41572-020-0204-y
5. Gerfaud-Valentin M, Jamilloux Y, Iwaz J, Sève P. Adult-onset Still’s disease.
Autoimmun Rev. 2014;13(7):708-722. doi:10.1016/j.autrev.2014.01.058
6. Garcia FJN, Pascual M, López De Recalde M, et al. Adult-onset Still’s disease
with atypical cutaneous manifestations. Med (United States). 2017;96(11):1-8.
doi:10.1097/MD.0000000000006318
7. Saku B. Buku Saku.; 2013. doi:10.1016/j.ccl.2011.03.002
8. Blower P. Clinical Rheumatology. Vol 1.; 1977. doi:10.1136/bmj.1.6073.1413
9. Carapetis JR, McDonald M, Wilson NJ. Acute rheumatic fever. Lancet.
2005;366(9480):155-168. doi:10.1016/S0140-6736(05)66874-2
10. Watts RA, Robson J. Introduction, epidemiology and classification of
vasculitis. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2018;32(1):3-20.
doi:10.1016/j.berh.2018.10.003
11. of Health - Health Systems Quality Assurance - Inspections D, Office I.
Hypercoagulable State Practice Guidelines. 2005;126(July):2007-2008.
12. Keser G, Aksu K. Diagnosis and differential diagnosis of large-vessel
vasculitides. Rheumatol Int. 2019;39(2):169-185. doi:10.1007/s00296-018-
4157-3
13. Kadavath S, Efthimiou P. Adult-onset Still’s disease-pathogenesis, clinical
manifestations, and new treatment options. Ann Med. 2015;47(1):6-14.
doi:10.3109/07853890.2014.971052
14. De Souza AWS, de Carvalho JF. Diagnostic and classification criteria of
Takayasu arteritis. J Autoimmun. 2014;48-49:79-83.
doi:10.1016/j.jaut.2014.01.012
15. Jamilloux Y, Gerfaud-Valentin M, Henry T, Sève P. Therapeutics and Clinical
Risk Management Dovepress Treatment of adult-onset Still’s disease: a review.
Ther Clin Risk Manag. Published online 2015:11-33.
http://dx.doi.org/10.2147/TCRM.S64951
16. Wang MY, Jia JC, Yang C De, Hu QY, Guo LS. Pathogenesis, disease course,
and prognosis of adult-onset Still’s disease: An update and review. Chin Med J
(Engl). 2019;132(23):2856-2864. doi:10.1097/CM9.0000000000000538
17. Liem RI, Lurie RH. PO CKET G U I D E Cardiopulmonary and Kidney
Disease in Sickle Cell Disease : Screening and Management. Published online
2019.

Anda mungkin juga menyukai