Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN TUTORIAL BLOK 12

SKENARIO A TAHUN 2014

DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV


Tutor : Dra. Enny Kusumastuti, Apt, M.Kes
Anita Pradiastuti

04011281320015

Helvie Rahmadaniati

04011181320071

Margaretha Carolina

04011281320045

Mentari Fisal Putri

04011181320001

Nigasot Nur Nadya

04011181320073

Ratu Rizki Ana

04011181320047

R.A. Deta Hanifah

04011281320023

Rian Doli Najogi Sihombing

04011281320023

Shafira Amalia

04011381320049

Shepty Ira Luthfia

04011281320021

Sherly Wahyuni

04011181320091

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahNya penyusun bisa menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario A Blok 12 ini dengan baik.
Laporan ini disusun sebagai bentuk pemenuhan tugas Tutorial Skenario B Blok X
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Terima kasih tak lupa kami haturkan kepada Dra Enny Kusumastuti, Apt, M.Kes.
yang telah membimbing dalam proses tutorial ini. Kami menyadari bahwa laporan ini
belum sempurna, oleh karena itu kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai
bahan pembelajaran dimasa yang akan datang.

Palembang, Oktober 2014


Penyusun

Kelompok Tutorial IV

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................1
DAFTAR ISI ................................................................................................2
SKENARIO A ...........................................................................................................3
I. Klarifikasi Istilah ............................................................................3
II. Identifikasi Masalah .......................................................................................4
III.Analisis Masalah ........................................................................................
IV. Keterkaitan antar-Masalah ....................................................................................
V. Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issue)
1. Hipertensi........................................................................
2. Reseptor alfa beta............................................................................................
3. Mekanisme keja obat.............................................................................
4. Interaksi obat dan factor kormorbid.......................................................
5. Golongan obat untuk tingkat hipertensi...............................................
VI. Kerangka Konsep ....................................................................................................
VII.KESIMPULAN................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

SKENARIO A BLOK 12 TAHUN 2014

Mr. Hypertension, 62-years old came to primary care physician to control


hypertension who have suffered for 6 years later. At present, given antihypertensive
therapy is consisting of enalapril and hydrochlorothiazide. He also suffered a chronic
obstructive pulmonary disease (COPD), peptic ulcer and chronic low back pain. On
physical examination were found blood preasure (BP) 165/95 mmHg; heart ate (RR)
18x/min, while laboratory examination show data serum creatine: 1.5 mg/dl, K +: 5.0
mEq/L. Based on these data, the physician will provide omeprazole, enalapril,
hydrochlorothiazide, acetaminophen and metoprolol as adjustive antihypertensive agent.

I.

KLARIFIKASI ISTILAH

No.

Istilah

Definisi

Hipertensi

Tingnya tekanan darah ateri secara pesisten

Terapi Antihipertensi

Pengobatan yang digunakan untuk melawan tekanan


darah tinggi atau agen yang melawan seperti demikian

Enalapril

Inhibitor enzim pengoversi angiotensin yang digunakan


dalam bentuk garam maleat pada pengobatan hipertensi,
gagal jantung kongesif, dan disfungsi ventrikel kiri
asimtomatik

Hydrochlorothiazide

Diuretik golongan thiazide, digunakan untuk terapi


hipertensi dan edema

COPD

Sekumpulan penyakit paru paru yang menghambat aliran


udara ketika menarik napas dan menimbulkan kesulitan
bernafas.

Peptic ulcer

Ulkus yang terjadi di membrane mukosa saluran cerna,


biasanya di lambung atau duodenum, tapi terkadang dapat
terjadi di esophagus bagian bawah akibat getah lambung
yang asam.

Chronic low back pain

Nyeri di daerah punggung antara sudut bwah kosta sampai


lumbosacral rasa nyeribisa menyerang lebih dari 3 bulan

Omepazole

Inhibitor sekresi asam lambung yang digunakan pada

terapi dyspepsia, penyakit refluks gastroesofageal,


gangguan hipersekresi lambung, dan ulkus peptic,
termasuk yang disebabkan oleh infeksi Helicobacter
pylori
Analgesik dan antipiretik yang mempunyaiefek serupa
9

Acetaminophen

dengan aspirin tetapi hanya sedikit memiliki efek


antiinflamasi

10
II.

Metoprolol

Agen penyekat 1-adrenergik yang digunakan dalam


bentuk gram suksinat dan tartrat dalam pengobatan
hipertensi, angina pectoris kronik, dan infark miokard.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mr. Hypertension, 62-years old came to primary care physician to control
hypertension who have suffered for 6 years later. VVVV
2. At present, given antihypertensive therapy is consisting of enalapril and
hydrochlorothiazide.V
3. He also suffered a chronic obstructive pulmonary disease (COPD), peptic ulcer
and chronic low back pain VVV
4. On physical examination were found blood preasure (BP) 165/95 mmHg; heart
ate (RR) 18x/min, while laboratory examination show data serum creatine: 1.5
mg/dl, K+: 5.0 mEq/L VV
5. Based on these data, the physician will provide omeprazole, enalapril,
hydrochlorothiazide, acetaminophen and metoprolol as adjustive antihypertensive
agent. V

III. Analisis Masalah


Mr. Hypertension, 62-years old came to primary care physician to control hypertension
who have suffered for 6 years later.
1. Apa hubungan umur, jenis kelamin dengan hipertensi yang di derita pada kasus?
Tekanan darah, terutama tekanan sistolik, meningkat seiring usia, meskipun
komponen diastolik tekanan darah mulai stabil pada usia 50 tahun dan menurun
secara perlahan setelahnua. Perubahan tekanan darah yang sementara ini
meningkatkan denyut nadi dan dihubungkan dengan peningkatan prevalesni de
novo isolated systolic hypertension.Pria dan wanita memiliki peluang yang sama
untuk mengalami hipertensi. Namun, sebellum usia 45 tahun, pria memiliki
peluang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dibanding wanita. Setelah usia
65 tahun, tekanan darah tinggi lebih mempengaruhi wanita dibanding pria. Pria
berusia kurang dari 55 tahun lebih mungkin memiliki hipertensi yang tidak
terkontrol dibanding wanita. Namun setelah usia 65 tahun, wanita lebih mungkin
memiliki hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Apa saja factor yang menyebabkan hipertensi?
Berikut ini ada beberapa hal yang menyebabkan hipertensi atau tekanan darah
tinggi, antara lain :
a. Faktor genetik atau keturunan
Faktor keturunan memang selalu memainkan peranan penting dari timbulnya
suatu penyakit yang dibawa oleh gen keluarga. Bila salah satu anggota
keluarga atau orang tua memiliki tekanan darah tinggi, maka anak pun

memiliki resiko yang sama dan bahkan resiko tersebut lebih besar dibanding
yang diturunkan oleh gen orang tua.
b. Usia
Usia juga mempengaruhi tekanan darah seseorang, semakin bertambahnya
usia maka tekanan darah pun akan semakin meningkat. Namun usia yang
semakin tua pun tekanan darah dapat dikendalikan dengan tetap menjaga pola
asupan makan, rajin berolahraga dan melakukan pemeriksaan rutin tekanan
darah.
c. Garam
Garam mempunyai peluang yang sangat besar dalam meningkatan tekanan
darah secara cepat. Ditambah pada mereka yang sebelumnya memiliki riwayat
terhadap penyakit diabetes, hipertensi ringan dan mereka yang berusia diataas
45 tahun.
d. Kolesterol
Kolesterol yang identik dengan lemak berlebih yang tertimbun pada dinding
pembuluh darah. Pembuluh darah yang dipenuhi dengan kolesterol ini akan
mengalami penyempitan dan mengakibatkan tekanan darah pun meningkat.
e. Obesitas/kegemukan
Seseorang yang memiliki berat tubuh berlebih atau kegemukan merupakan
peluang besar terserang penyakit hipertensi.
f. Stress
Stress dapat memicu suatu homron dalam tubuh yang mengendalikan pikirang
seserang. Jika mengalami stress hal tersebut dapat mengakibatkan tekanan
darah semakin tinggi dan meningkat, tak hanya itu mampu mempengaruhi
mood atau perasaan seseorang terhadap suatu emosi jiwa.
g. Rokok
Kandungan nikotin dan zat senyawa kimia yang cukup berbahaya yang
terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar seseorang menderita
hipertensi terutama pada mereka yang termasuk dalam perokok aktif. Tak
hanya mengkibatkan hipertensi, zat rokok yang terhirup dan masuk ke dalam
tubuh akan meningkatkan resiko pada penyakit diabetes mellitus, serangan
jantung dan stroke.
h. Kafein
Kafein banyak terdapat pada kopi,teh dan minuman bersoda. Kopi dan teh jika
dikonsumsi melebihi batasan normal dalam penyajian akan mengakibatkan
hipertensi. sebenarnya kopi memiliki manfaat yang baik bagi tubuh terutama

bagi pria dewasa dalam hormon seksualnya, begitu pula dengan teh
mengandung antioksidan yang sangat baik dan diperlukan oleh tubuh. Untuk
itu batasi asupan minum kopi dan teh minimal 1 cangkir = 100ml.
i. Minuman beralkohol
Minuman beralkohol seperti bir, wiski, minuman yang dibuat dari ragi, tuak
dsb. Minuman alkohol ini juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
j. Kurang olahraga
Kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga membuat organ tubuh dan pasokan
darah maupun oksigen menjadi tersendat sehingga meningkatkan tekanan
darah. Dengan melakukan olahraga teratur sesuai dengan kemampuan dapat
menurunkan tekanan darah tinggi
3. Bagaimana mekanisme hipertensi pada kasus?

4. Apa akibat jika hipertensi tidak ditangani?


Tekanan darah tinggi akan merusak organ tubuh secara perlahan. Organ yang
menjadi target hipertensi diantaranya otak, jantung, ginjal dan mata.Ketika
seseorang muai merasakan keluhan seperti sesak nafas, nyeri dada, nyeri kepala
hebat atau pandangan kabur, maka kondisi demikian dalah hasil akhir dari
kerusakan organ yang telah berlangsung bertahun-tahun akibat hipertensi.

At present, given antihypertensive therapy is consisting of enalapril and


hydrochlorothiazide
1. Bagaimana mekanisme kerja enalapril dan hydrochlorothiazide?
Interaksi Obat Enalapril Hydrochlorothiazide
Meskipun sering digunakan bersamaan, diuretik dan inhibiot ACE dapat
memberikan efek aditif. Penggunaan bersamaan membat hipotensi dan
hipovolemi lebih mungkin untuk muncul dibanding penggunaan terpisah.
Beberapa inhibitor ACE dapat melemahkan peningkatan eksresi sodium dalam
urin yang disebabkan oleh loop diuretic. Beberapa pasien pengguna diuretik,
terutama yang menggunakan dialysis atau diet tanpa garam, dapat mengalami
hipotensi akut dengan vertigo atau pusing setelah menerima dosis pertama
inhibitor ACE. Selain itu, inhibitor ACE dapat menyebabkan insufisiensi ginjal
atau gagal ginjal akut pada pasien dengan deplesi sodium atau stenosis arteri
ginjal.
2. Apa efek samping dari enalapril dan hydrochlorothiazide?
a. Efek samping enalapril:
efek cv (hipotensi, angioedema); efek cns (kelelahan, sakit kepala); efek gi
(gangguan perasa); efek berturut-turut (batuk tidak berdahak; upper resp tract
symptoms); efek dermatologis (ruam, erythema multiforme, toxic epidermal
necrolysis); reaksi hipersensitivitas; efek ginjal (kerusakan ginjal); gangguan
electrolyte (hiperkalemia, hiponatremia,); gangguan darah.
b. Efek samping hydrochlorothiazide
Lemah, hipotensi, ruam kulit, diar, sulit bernafas, bengkak pada muka, bibir,
lidah, dan tenggorokan, lemah atau nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri
perut, sakit kepala, pandangan kabur, kram, rambut rontok, mulut kering,
sering

merasa

kehausan,

nausea,

vormiting,

impoten,

pankreatitis,

anaphylaxis, urin merah atau gelap, ikterus pada kulit dan mata
3. Berapa dosis obat enalapril dan hydrochlorothiazideyang diberikan pada kasus?
a. Enalapril
Sediaan
: Tablet 5 dan 10 mg
Dosis (mg/hari)
: 2,5-40
Frekuensi pemberian : 1-2x
b. HCT

Sediaan
: tablet 25 dan 50 mg
Dosis (mg/hari)
: 12,5-25 (HT); 25-100 (CHF)
Lama Kerja
: 6-12 jam
Pemberian
: od/bd
4. Bagaimana dampak klinik interaksi antara obat enalapril dan hydrochlorothiazide
yang diberikan bersamaan?
Enalaprilat
Enalaprilat menembus sebagian jaringan tubuh, terutama di paru-paru, Ginjal dan
pembuluh darah. Menghubungkan protein plasma darah 50-60%. nalaprilat
tidak menjalani lebih lanjut metabolisme. Enalapril dan nalaprilat menembus
penghalang

bolus

dan

berdiri

keluar

dengan

susu

payudara.

MenyimpulkanEnalapril, ia akan diekskresikan dengan air kencing (60%) dan


kotoran (33%) sebagian besar dalam bentuk englaprilata.
Hydrochlorothiazid
(V)(d) - tentang 3 l kg. Menghubungkan protein plasma darah 40%. Obat
terakumulasi dalam eritrosit, mekanisme penumpukan tidak diketahui. Menembus
melalui rintangan bolus dan menumpuk dalam cairan ketuban. Konsentrasi serum
hydrochlorothiazide dalam vena umbilikalis darah hampir sama, sebagai ibu
darah. Konsentrasi dalam cairan ketuban melebihi yang serum dari vena
umbilikalis (di 19 kali). Konsentrasi hydrochlorothiazide dalam ASI sangat
rendah. Hydrochlorothiazide tidak terdeteksi dalam serum darah bayi, Ibu
mengambil hydrochlorothiazide selama menyusui.
He also suffered a chronic obstructive pulmonary disease (COPD), peptic
ulcer and chronic low back pain
1. Bagaimana mekanisme (sesuai kasus)
a. COPD
Respons Inflamasi Paru Pada PPOK
Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak
hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan
peningkatan kadar C-reactive protein (CRP), tumor necrosis factor- (TNF), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respons sistemik ini menggambarkan
progresiviti penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan
massa otot rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan

aterosklerosis. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK dapat dilihat


pada gambar.

Gambar: Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK


Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan
napas dalam membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik
menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat
menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber
faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru
menjadi penyakit kronik dan progresif. Makrofag alveolar penderita PPOK
meningkatkan penglepasan IL-8 dan TNF-. Ketidakseimbangan proteinase
dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan
dalam patologi PPOK. Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi
parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel. menemukan
peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK

dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS)


yang menyebabkan hipersekresi mukus.
Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa
peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1
(MIP1-) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan
jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada
jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+
menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan
granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3
yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik.
Mekanisme Inflamasi Sistemik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respons
inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik
termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi sel-sel inflamasi di sirkulasi
sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi. Efek sistemik PPOK dapat
dilihat pada tabel 1. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi
dan aktivasi sel inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang
sistem hematopoetik terutama sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan
trombosit serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein
seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan meningkatkan
pembekuan darah yang merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian
pada penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis
koroner, aritmia dan gagal jantung.
Tabel 1. Efek sistemik PPOK
Inflamasi sistemik
Stress oksidatif
Aktivasi sel inflamasi
Peningkatan kadar plasma sitokin dan akut fase protein
Nutrisi abnormal dan penurunan berat badan
Peningkatan resting energy expenditure
Komposis tubuh abnormal
Metabolisme asam amino abnormal

Disfungsi otot rangka


Hilangnya massa otot
Struktur/ fungsi abnormal
Keterbatasan latihan
Efek sistemik potensial lainnya
Efek kardiovaskular
Efek sistem saraf
Efek osteoskeletal
Banyak penelitian menemukan bahwa respons inflamasi paru terhadap
pajanan gas atau asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil,
makrofag dan limfosit T yang didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi
sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8 dan TNF- dan bukti bahwa
stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau sel inflamasi yang
diaktifkan. Perubahan respons inflamasi yang sama juga ditemukan pada
sirkulasi sistemik. Konsep ini merupakan kunci untuk memahami efek
sistemik PPOK.
Stres oksidatif mencakup semua perubahan fungsi atau struktur yang
disebabkan oleh ROS. Penilaian kadar ROS secara in vivo adalah sulit karena
waktu paruhnya sangat pendek sementara yang bisa dilihat adalah
konsekuensi biologiknya

atau melalui fingerprint. Ketidakseimbangan

oksidan dan antioksidan diduga sebagai patogenesis PPOK yang tidak hanya
ditemukan pada jalan napas dan jaringan paru tetapi juga pada darah tepi.
Banyak penelitian menyatakan bahwa peningkatan oksidan dapat terjadi
karena peningkatan jumlah neutrofil dalam jaringan paru perokok dan
penderita PPOK. Efek ini dapat dideteksi dalam plasma berupa peningkatan
petanda stres oksidan diikuti dengan penurunan kapasiti antioksidan. Rahman
dkk. menemukan ketidak seimbangan status reduksi oksidasi pada perokok
dan penderita PPOK eksaserbasi akut. Peningkatan stres oksidatif yang
menetap dalam plasma penderita PPOK dibuktikan dengan penemuan kadar
lipid peroxidation yang tinggi.
Peningkatan kadar beberapa mediator sitokin ditemukan pada penderita
PPOK stabil. Nougera dkk. melakukan penelitian terhadap penderita PPOK

stabil menemukan peningkatan ekspresi Mac-1 (CD11b/CD18) dalam


sirkulasi dan kadar yang rendah dari soluble intercellular adhesion mollecule
(SICAM)-1 dibanding kontrol. Penilaian ekspresi guanine nucleotide binding
proteins (G protein) dengan mengabaikan kondisi klinis penderita PPOK
menemukan hilangnya imunoreactivity G- yang bermakna dalam sirkulasi
neutrofil. Sauleda dkk. melaporkan peningkatan aktiviti enzim sitokrom
oksidase penderita PPOK dibanding dengan orang sehat. Sitokrom oksidase
adalah suatu enzim terminal dalam rantai pernapasan di mitokondria. Keadaan
ini berhubungan secara bermakna dengan beratnya penyakit dan derajat
obstruksi. Aktiviti sitokrom oksidase meningkat pada otot rangka penderita
PPOK dibandingkan dengan orang normal.
Perubahan sejumlah mediator inflamasi seperti TNF-, IL-8 ditemukan
berupa peningkatan kadar acute phase protein walaupun pada penderita PPOK
stabil. TNF- mengatur proses inflamasi pada tingkat multiseluler dengan cara
merangsang peningkatan ekspresi molekul adesi leukosit dan sel endotel
selain itu juga dengan meningkatkan pengaturan sitokin proinflamasi lainnya
(IL-8 dan IL-6) serta menginduksi angiogenesis. 13 Proses eksaserbasi PPOK
sebagian berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada bronkus dan
sistemik. Secara umum proses inflamasi akan ditentukan oleh keseimbangan
antara mediator pro dan antiinflamasi.
Penelitian untuk menilai kadar sistemik mediator anti inflamasi sudah
dilakukan terhadap soluble IL-1 receptor type II (sIL-IRII) decoy receptor IL1 dan soluble TNF receptor 55 dan 75 (sTNF-R55 dan sTNF-R75) yang
menghambat aktiviti biologi TNF-. Pada penderita PPOK stabil ditemukan
peningkatan bermakna sTNF-R55 dibandingkan dengan kontrol sTNF-R57
cenderung meningkat. Tidak ada perbedaan yang terlihat pada kadar sIL-IRII
antara penderita PPOK dengan kontrol.
b. Peptic Ulcer

Obat-obatan seperti aspirin dan OAINS,alkohol dan infeksi Helicobacter


pylori menyebabkan kerusakan barier mukosa lambung
ketidakseimbangan faktor defensif dan faktor agresif penurunan fungsi

mukosa sel : berkurangnya jumlah mukus dan berkurangnya kerapatan antar


sel peningkatan produksi gastrin dan penurunan somatostatin
inflamasi mukosa mengalami ulserasi dan perdarahan mukosa yang
rusak tidak dapat memproduksi mukus untuk melindungi sebagai barier dari
asam lambung.
NSAID bekerja dengan menghambat pembentukan enzim siklooksigenase
(COX). Siklooksigenase terdiri 2 iso-enzim, yakni COX-1 dan COX-2. COX1 terdapat di kebanyakan jaringan, antara lain di platetlet, ginjal dan di
gastrointestinal. Zat ini berperan dalam pemeliharaan perfusi ginjal,
homeostatis vaskuler dan melindungi lambung dengan jalan membentuk
bikarbonat dan mukosa, serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam
keadaan normal tidak terdapat dalam jaringan, tetapi dibentuk oleh sel-sel
radang selama proses peradangan.NSAID menghambat kedua jenis iso-enzim
COX, COX-1 yang berguna bagi proteksi lambung juga mengalami
penghambatan, akibatnya terjadi penurunan faktor proteksi lambungduodenum.
c. Chronic low back pain:

Rasanyeriyangmenyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulangulang atau kambuh kembali.Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya
dan sembuhpadawaktuyang lama.
Chroniclow

back

terjadikarena osteoarthritis, rheumatoidarthritis,proses

pain dapat
degenerasi discus

intervertebralis dan tumor. Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam
mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam
transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari
komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan
berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus
yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi
seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak,

dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri
merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat
dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh
darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut
ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan
vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang
lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf
dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin,
asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain
dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah
endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam
system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden
harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang
terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya
interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna
vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun
atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama
lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis.
Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas
sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal
terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh
membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks
sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan
melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah

struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat


berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah
tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan
matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak
teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung
biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat
dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi
dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis
spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut
2. Bagaimana pegobatan terhadap:
- COPD
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat

lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.


Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2. Kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.


Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,


terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
-

Peptic Ulcer:
Berikut ini adalah obat-obat yang digunakan untuk eradikasi bakteri H.pylori
dan mengobati tukak :
ANTIBIOTIK.H.pylori

sensitif

dengan

antibiotik

tertentu

misalnya

amoxicillin (Amoxillin-Pharos, kapsul 500 mg)dan antibiotik golongan


makrolida misalnya clarithromycin (Comtro-Combiphar, tablet salut selaput
250 mg). Antibiotik lini kedua yang digunakan yaitu tetrasiklin (TetrinInterbat, kapsul 250 mg dan 500 mg), metronidazole (Farizol-Ifars, kaplet 250
mg dan 500 mg), dan ciprofloxacin (Cetafloxo-Soho, kapsul 250 mg dan
kaplet 500 mg). Salah satu indikasi semua obat golongan ini adalah untuk
mengeradikasi bakteri H.pylori di saluran cerna. Kontraindikasi : pasien yang
mengalami hipersensitivitas terhadap antibiotik, ibu hamil dan menyusui
(tetrasikiln). Efek samping yang paling umum terjadi dari penggunaan
antibiotik adalah permasalahan di saluran pencernaan misalnya mual, muntah
dan diare. Reaksi alergi dapat terjadi dengan semua antibiotik tetapi yang
paling sering terjadi adalah alergi antibiotik golongan penisilin atau sulfa.
Reaksi alergi yang terjadi mulai dari bercak merah pada kulit, biasanya jarang,
namun parah dan mengancam jiwa karena menyebabkan shock anafilaksis.
OBAT PENEKAN JUMLAH ASAM LAMBUNG. Obat-obat golongan ini
meliputi penghambat pompa proton (PPI/ proton pump inhibitor); antagonis
reseptor H2 (H2RA/ H2 reseptor antagonist);dan antasid. PPI (Proton Pump
Inhibitor) bekerja dengan cara menghambat atau memblok langsung tempat
yang menghasilkan asam. Beberapa macam obat ini yaitu omeprazole (OMZFerron, kapsul 20 mg), esomeprazole (Nexium-AstraZeneca, tablet salut
selaput 20 dan 40 mg), lansoprazole (Nufaprazol-Nufarindo, kapsul 30 mg),
rabeprazole (Pariet-Eisai, tablet salut enterik 10 mg dan 20 mg), dan
pantoprazole (Pantozol-Pharos, tablet 20 dan 40 mg). Efek samping obat

golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam
merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari
penggunaan PPI. Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung
dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2
pada sel parietal lambung. Bila histamin berikatan dengan reseptor H2, maka
akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan
reseptor, digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan.
Beberapa macam obat ini yaitu cimetidine (Corsamet-Corsa, tablet 200 mg
dan 400 mg), famotidine (Ifamul-Guardian Pharmatama, tablet 20 mg),
ranitidine (Tricker-Meprofarm, tablet salut selaput 150 mg), dan nizatidine
(Axid-Eli Lily, kapsul 150 mg). Efek samping obat golongan ini yaitu diare,
sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot, dan konstipasi.
BISMUT. Bismut biasanya dikombinasikan dengan obat penekan jumlah
asam pada terapi tukak yang disertai infeksi bakteri H.pylori. Bismut aktif
melawan H.pylori dengan konsentrasi hambat minimal yaitu 16 mg/ml.
Beberapa macam obat yang mengandung bismut yaitu Diotame dan PeptoBismol,

keduanya

dalam

bentuk

tablet

kunyah

262

mg.

Bismut

dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap bismut.


Berikut ini adalah terapi kombinasi beserta dosis obat yang direkomendasikan
dan telah disetujui oleh Food And Drugs Association (FDA) untuk melawan
bakteri H.pylori dan menjaga agar tidak terjadi sekresi asam berlebih yang
dapat memperparah tukak:PPIAC. Kombinasi ini terdiri dari PPI,
amoksisilin, dan clarithromycin yang mempunyai keefektifan 90-95% dalam
eradikasi H.pylori. Ketika menggunakan terapi ini, PPI diminum dua kali
sehari sebelum makan selama 14 hari; amoksisilin 1000 mg dua kali sehari
bersama dengan makanan selama 14 hari; dan clarithromycin 500 mg dua kali
sehari diminum bersama dengan makanan selama 14 hari. FDA sudah
membuktikan bahwa terapi selama 10 hari juga sudah efektif. Terapi 7 hari
tidak disarankan oleh FDA karena kurang efektif dibandingkan terapi selama
10-14 hari. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak ditambahkan pada
kombinasi yang menggunakan PPI.

PPIMC. Kombinasi ini terdiri dari PPI, metronidazole, dan clarithromycin.


Metronidazole 500 mg dapat digunakan sebagai pengganti amoksisilin karena
memiliki daya eradikasi yang sama. Efektivitas kombinasi ini yaitu antara 8895% untuk memeberantas bakteri H.pylori.
BMT-H2. Kombinasi ini terdiri dari bismut, metronidazole, dan terasiklin,
ditambah dengan antagonis reseptor H2. Terapi ini agak rumit karena
menggunakan empat macam obat yang diberikan empat kali sehari selama dua
minggu dan masih dilanjutkan terapi dengan obat antagonis reseptor H2
selama 16 hari. Bismut yang diberikan adalah bismuth salisilat 262 mg, dua
tablet empat kali sehari dengan cara dikunyah selama 14 hari diminum
bersama makanan dan sebelum tidur. Metronidazole 250 mg diminum empat
kali sehari selama dua minggu diminum bersama makanan dan sebelum tidur.
Tetrasiklin 500 mg diberikan empat kali sehari selama 14 hari diminum
bersama makanan dan sebelum tidur. Antagonis reseptor H2diberikan selama
30 hari untuk meningkatkan kesembuhan. PPI yang diminum dua kali sehari
dapat digunakan untuk mengganti antagonis reseptor H2.
RBC-C. Kombinasi ini terdiri dari ranitidine, bismut citrat, dan
clarithromycin. Ranitidine 150 mg ditambah bismut sitrat 240 mg diminum
dua kali sehari selama empat minggu dikombinasikan dengan clarithromycin
500 mg diminum tiga kali sehari untuk dua minggu pertama. Kombinasi ini
kurang efektif dibanding kombinasi lainnya di atas. Selain itu, waktu
pemberiannya juga agak merepotkan, durasinya lama (empat minggu),
ditambah lagi hanya satu antibiotik yang digunakan. RBC merupakan pilihan
untuk pasien yang alergi terhadap penisilin
-

Chronic low back pain:


Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6
minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus
tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2
sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal
lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian
kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk

lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai
dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari
karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk
penanganan konservatif aktif dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten
dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan
fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi
bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah,
kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi ,
gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas.
Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah
kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer
massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat
meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik
narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan
penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami
spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri.
Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan
mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia.
Penatalaksanaan yang terbaik adalah menghilangkan penyebabnya (kausal),
walaupun bagi pasien yang terpenting adalah menghilangkan rasa sakitnya
(simptomatis). Jadi kita menggunakan kombinasi antara pengobatan kausal
dan simptomatis. Untuk mencari penyebab yang tepat disamping pemeriksaan
foto rontgen poros tulang belakang, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
khusus misalnya Scanning, MRI, dll.
Pada LBP karena tegang otot dapat dipergunakan SIRDALUD (Tizanidine)
yang berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot tersebut (muscle relaxan).
Untuk pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang memerlukan campuran
antara obat-obat analgesic, anti inflamasi, NSAID, penenang, dll. Apabila
dengan pengobatan biasa tidak berhasil mungkin fisioterapi (rehabilitasi)

dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (tulang belakang ditarik).


Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi
ini tidak berhasil misalnya pada HNP atau pada pengapuran yang berat. Jadi
penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Disamping berobat pada
Neurolog (spesialis Penyakit Saraf), mungkin juga diperlukan untuk berobat
ke internist. Bedah Saraf, Bedah Orthopedi bahkan mungkin perlu konsultasi
pada Psikiater atau Psikolog
3. Bagaimana hubungan hipertensi dengan COPD, peptic ulcer, dan chronic low
back pain?
Hubungan hipertensi, COPD, peptic ulcer dan chronic low back pain tidak
ada. COPD, peptic ulcer dan chronic low back pain hanya sebagai factor
kormorbid.
On physical examination were found blood preasure (BP) 165/95 mmHg; heart ate
(RR) 18x/min, while laboratory examination show data serum creatine: 1.5 mg/dl,
K+: 5.0 mEq/L
1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Normal

Mr.

range

Hypertension

Blood

120/80

165/95

pressure

mmHg

mmHg

Heart rate

60

Tinggi

100

85 /min

Normal

20

18 /min

Normal

1,3

1,5 mg/dL

Tinggi

5,2

5,0 mEq/L

Normal

/min
Respiratory

12

rate

/min

Creatinine

0,7

mg/dL
K+

3,7

mEq/L

2. Bagaimana mekanisme abnormal?


Kenaikan level serum kreatinin disebabkan oleh obat inhibitor ACE
(enalapril). Inhibitor ACE dapat meningkatkan level kreatinin sebanyak 20%
sampai 30% dan peningkatan akan lebih tinggi jika penggunaan inhibitor ACE
dibarengi dengan penggunaan angiotensin receptor blocker. Mekanismenya
berhubungan dengan kemampuan yang tumpul dari sirkulasi pre-glomerular untuk
memvasodilatasi normalisasi tekanan darah, menyebabkan hipoperfusi.
Based on these data, the physician will provide omeprazole, enalapril,
hydrochlorothiazide,

acetaminophen

and

metoprolol

as

adjustive

antihypertensive agent.
1. Bagaimana distribusi reseptor alfa beta adregenik pada jaringan atau organ sesuai
kasus?
Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :
a. Alfa-1 adrenergik
Menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran gastrointestinal,
vasodilatasi otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding beta-2)
b. Alfa-2 adrenergik
Fungsi dari reseptor ini dapat menginhibisi pelepasan insulin, induksi
pelepasan glukagon, kontraksi spincher pada gastro intestinal
Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 2:
a. Beta 1 : terdapat di jantungmenaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per
unit waktu), menaikkan kontraksi jantung alfa 1-adrenoreseptor postsinaptik
terdapat pada otot polosvaskuler, otot miokardial, sel hepatosit, dan sel
adiposity.
b. Beta 2: terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos bronkus
relaksasi otot polos di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri,
glukoneogenesis. Alfa 2-adrenoreseptor prasinaptik terdapat pada semua
organ yang sarafnya dikontrol oleh sistem saraf simpatetik. Alfa 2adrenoreseptor postsinaptik terdapat pada otot polos vascular, pankreas,
platelet, adiposit, ginjal, melanosit, dan otot polos mata (Lemke, 2008).

2. Bagaimana pengaruh rangsangan noradrenalin/adrenalin pada reseptor alfa dan


beta sesui kasus?
a. Shock, dengan memperkuat kerja jantung(1) dan melawan hipotensi
(),contohnya adrenalin dan noradrenalin.
b. Hipertensi, dengan menurunkan dayatahan perifer dari dinding pembuluh
melalui penghambat pelepasan noradrenalin (2).
3. Bagaimana pengaruh hambatan noradrenalin/adrenalin pada reseptor alfa dan beta sesuai
kasus?

Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek neurotransmitter


adrenergic dengan menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun
tidak langsung. Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis
adrenoreseptor (adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.
Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialahh obat yang
menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan
obat adrenergic, dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel
efektornya. Untuk masing-masing adrenoreseptor dan memiliki penghambat
yang efektif yakni -blocker dan -blocker.
Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respon sel efektor
terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat adrenergic eksogen.
- Blocker
Penggolongan dan Indikasi Obat Blocker
a. Blocker Nonselektif:
Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk
pengobatan feokromositoma, pengobatan simtomatik hipertofi
prostat benigna dan untuk persiapan operasi.
Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi
hipertensi, pseudo-obstruksi usus dan impotensi.
Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan

ergotoksin)

meningkatkan tekanan darah, untuk stimulasi kontraksi uterus


setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk pengobatan
demensia senelis.
b. 1 Blocker Selektif:

Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin


danbunazosin) : untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung
kongesif, penyakit vaskuler perifer, penyakit raynaud dan hipertofi
prostat benigna (BPH)
2 Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan impotensi,
meningkatkan TD,

Blocker
Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.

Sehingga sampai sekarang semua -blocker baru selalu dibandingkan dengan


propanolol.
4. Bagaimana meknisme (farmakokinetik dan farmakodinamik) dari:
a. Omeprazole:
Farmakologi
Omeprazole bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan cara
berikatan pada pompa H+K+ATPase (pompa proton) dan mengaktifkannya
sehingga terjadi pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel.
Omeprazole berikatan pada enzim ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2
tidak dipengaruhi. Secara klinis, tidak terdapat efek farmakodinamik yang
berarti selain efek obat ini terhadap sekresi asam. Pemberian melalui oral dari
obat ini menghambat sekresi asam lambung dan stimulasi pentagastrik.
Cara kerja :
Omeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan pada
pompa H + K + ATPase dan mengaktifkannya sehingga terjadi pertukaran ion
kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel. Omeprazole berikatan pada enzim
ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2 tidak dipengaruhi. Secara klinis,
tidak terdapat efek farmakodinamik yang berarti selain efek obat ini terhadap
sekresi asam. Pemberian melalui oral dari obat ini menghambat basal dan
sekresi

asam

yang

distimulasi

oleh

pentagastrin.IndikasiOmeprazol

diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek tukak lambung, tukak


duodenum dan refluks esofagitis; pengobatan sindroma Zollinger-Ellison.
b. Enalapril
Penghambatan sistem renin-angiotensin

Renin : peningkatan sekresi renin jika terjadi penurunan aliran darah ginjal

(penurunan tekanan darah.


Angiotensisn : renin berfungsi mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin 1 (hormon yg belum aktif) ,selanjutnya akan diubah oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin 2 yang memiliki
efek vasokontriksi dan merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

c. Hydrochlorothiazide:
Mekanisme kerja
paling banyak diresepkan dari golongan diuretik tiazid mencegah perpindahan
Na+ dan Cl- pada lapisan korteks saluran tubulus distal. Tiazid memiliki aksi
yang lebih lemah daripada loop diuretik karena sisi nefron lebih sedikit
menyerap Na+ dibandingkan lapisan tubulus yang naik. Apabila filtrasi
glomerolous menurun, maka lebih sedikit cairan yang sampai pada tubulus
distal dan tiazid berefek sedikit pada Na+ dan sekresi air. Hal ini
menyebabkan tidak efektifnya obat ini pada insufisiensi ginjal. Tiazid dapat
menyebabkan kontraksi volume dimana dapat menyebabkan reabsorpsi dari
cairan dan larutan. Tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi dari Ca2+ dan
asam urat pada tubulus proksimal, sehingga menyebabkan terjadinya
pengurangan dari Ca2+ dan asam urat.
Farmakokinetik: Seluruhnya akan diabsorbsi dari usus,dimulai 1 jam dan
mulai dihilangkan 6-8 jam.Bioavalabilitas menurun pada pasien dengan
penytakit ginjal,penyakit hati dan CHF.
d. Acetaminophen
Acetaminophen atau paracetamol merupakan obat yang paling laku dan
paling banyak dikonsumsi orang selain Amoxicillin. Setiap kali menderita
demam, paracetamol sudah pasti akan menjadi obat yang paling dicari untuk
menurunkan panas badan. Kalau di dunia blog kita sering mendengar istilah
seleb blog maka di dunia obat, paracetamol bisa kita masukan ke dalam seleb
drug alias seleb obat.
Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran
dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol,
Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain. Cukup banyak pilihan bukan? Namun

tidak usah khawatir walaupun dengan nama dagang, harga obat ini termasuk
terjangkau bagi semua kalangan.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang.
Jika tidak ada masalah di organ hati, dosis maksimum paracetamol untuk
orang dewasa adalah 4 gram (4000mg) per hari atau 8 tablet paracetamol
500mg. Bila karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini
melebih dosis maksimum tadi maka jangan heran bila kelak terjadi kerusakan
hati yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan
harus segera ke dokter antara lain : mual sampai muntah, kulit dan mata
berwarna kekuningan, warna air seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut
kanan atas, dan rasa lelah dan lemas.
Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain :
kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti
biasa, bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum paracetamol, segera
ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjalani pengobatan dengan
paracetamol antara lain, sebelum minum paracetamol, sampaikan ke dokter
anda kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi
paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu,
informasikan pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit khronis
seperti penyakit hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetmol dapat
merusak hati, maka bila ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara
berlebihan maka akan mempercepat terjadinya kerusakan hati.
e. Metoprolol:
Farmakodinamik
Pada umumnya efek obat-obat golongan beta blocker seperti metaprolol dapat
timbul karena adanya pengikatan pada reseptor beta. Namun, beberapa
kerjanya dapat terjadi karena efek lain, termasuk aktivitas parsial agonis pada
reseptor beta dan kerja anestesi lokal.Efek terhadap sistem Kardiovaskuler :
Dapat menurunkan tekanan darah, mekanisme kerjanya belum diketahui

secara pasti, kemungkinan akibat hambatan terhadap pengeluaran renin dan


efek terhadap sistem saraf pusat; pada vaskulariasi perifer dapat mencegah
terjadinya

vasodilatasi

yang

menyebabkan

peningkatan

resistensi

vaskuler.Efek terhadap sistem respirasi: peningkatan resistensi saluran nafas


terutama pasien dengan asma. Efek tehadap mata : menurunkan tekanan
intraocular. Efek terhadap metabolic dan endokrin : menghambat lipolisis
melalui hambatan terhadap sistem saraf simpatis; memiliki asosiasi dengan
peningkatan konsentrasi VLDL dan menurunkan konsentrasi HDL.
Farmakokinetik
Secara umum obat-obat beta bloker terasuk di dalamnya metaprolol bersifat
antagonis terhadap efek katekolamin pada beta adrenoreceptor. Obat ini
menempati reseptor beta secara kompetitif. Terdapat beberapa obat yang
bersifat partial agonist pada golongan obat ini. Obat golongan ini memiliki
afinitas yang secara relative berbeda terhadap reseptor beta 1 dan beta 2.
Secara garis umum, obat ini memiliki absorbs oral yang baik dengan
konsentrasi puncak dicapai setelah 1-3 jam obat dimakan. Obat ini cepat
didistribusi dan memiliki distribusi volume yang luas. Kebanyakan obat ini
memiliki waktu paruh 3-10 jam, untuk metaprolol sendiri waktu paruh 3-4
jam.Metaprolol merupakan beta blocker yang kardioselektif dan merupakan
beta blocker yang paling luas digunakan untuk mengobati hipertensi selain
atenolol. Metaprolol memiliki potensi yang sama dalam menduduki reseptor
beta 1 dengan propanolol. Metaprolol dimetabolisme oleh CYP2D6, yang
merupakan salah satu isoenzim penting dalam proses oksidasi obat di dalam
reticulum endoplasmic (mikrosom) hati.
5. Bagaimana efek samping dari:
a. Omeprazole:
Efek samping yang umumnya terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, atralgia, sakit
kepala, dan ruam kulit
b. Enalapril:
Efek samping yang paling umum dari enalapril meliputi peningkatan serum
kreatinin (20%), pusing (2-8%), tekanan darah rendah (1-7%), sinkop (2%),
dan batuk kering (1-2%). Efek samping yang serius umum adalah angioedema

(pembengkakan) (0,68%) yang sering mempengaruhi wajah dan bibir serta


membahayakan jalan napas pasien. Angioedema dapat terjadi pada setiap saat
selama pengobatan dengan enalapril tetapi paling umum setelah beberapa
dosis pertama. (Enalapril maleat Tablet).
c. Hydrochlorothiazide:
Hidroklorotiazid (HCT) merubakan golongan diuretik tiazid, efek samping
tiazid terutama dalam dosis tinggi menyebabkan hipokalemia yang dapat
berbahaya pada pasian yang mendapat digitalis. Tiazid juga dapat
menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesemia serta hiperkalsemia .selain
itu tiazid juga dapat mengahmbat ekskresi asam urat dari ginjal.
d. Acetaminophen:
Jika digunkan sesuai dengan aturan, efek samping dari acetaminophen ini
sangat jarang. Efek yang paling berbahaya adalah kerusakan hati jika
digunakan secara berlebihan. Penggunaan yang disertai dengan minum
alkohol juga menyebabkan kerusakan pada lambung.
e. Metoprolol:
Efek samping yang memerlukan perhatian/perawatan medis:
Penglihatan kabur, hilang, atau mengalami double vision, nyeri atau sesak
pada dada, pusing, pingsan, atau vertigo ketika bengkit secara tiba-tiba dari
posisi duduk atau berbaring, napas pendek atau kesulitan bernapas, detak
jantung pelan atau irreguler, penurunan output urin, kelelahan ekstrem,
ketidakmampuan menggerakkan lengan, kaki, atau otot wajah, kehilangan
memori jangka pendek.
Gejala overdosis, harus segera ditangani:
Warna kebiruan pada kuku, bibir, kulit, atau telapak tangan, perubahan atau
kehilangan kesadaran, tidak ada tekanan darah atau denyut nadi, jantung
berhenti, sangat mengantuk.
Efek samping yang tidak memerlukan perhatian/perawatan medis:
Sendawa, mulut kering, kelebihan udara atau gas pada lambung atau usus,
kelelahan, kesulitan konsentrasi atau tidur, mata kering, rambut rontok atau
menipis.
6. Bagaimana dosis untuk:
a. Omeprazole

Dosis lazim yang diberikan untuk peptic ulcer adalah 20-40 mg sekali sehari.
b. Enalapril
- Hipertesi: PO, 2,5-20 mg sekali atau dua kali sehari
IV, 0,625-1,25 mg setiap 6 jam. Berikan secara perlahan dalam 5 menit.
- Kemasan : Tablet, 2,5mg, 5 mg, 10mg, 20mg,
Suntikan 1,25mg/ml
c. Hydrochlorothiazide:
Dosis dewasa untuk hipertensi secara umum: Dosis awal yaitu 25 mg setiap
hari secara oral untuk sekali penggunaan. Dosis maintenance yaitudapat
ditingkatkan hingga 50 mg setiap hari secara oral, dapat digunakan sekaligus
atau dibagi menjadi 2 dosis. Pasien umumnya tidak memerlukan dosis lebih
dari 50 mg dalam sehari ketika digunakan secara bersamaan dengan agen
antihipertensif lain
d. Acetaminophen:
Dewasa dan remaja
a. 325 atau 500 mg setiap 3 atau 4 jam
b. 650 mg setiap 4-6 jam
c. 1000 mg setiap 6 jam atau bila diperlukan
Dosis total sehari tidak boleh >4000 mg (misalnya, 8 tablet 500 mg)
e. Metoprolol:
Dosis pemberian obat
Hipertensi : Anak : dosis awal 1-2 mg/kg/hari, maksimum 6 mg/kg/hari (
200 mg/hari); berikan dalam 2 dosis terbagi. Dewasa : 100-450 mg/hari dalam
2-3 dosis terbagi, dimulai dengan dosis 50 mg dua kali sehari dan tingkatkan
dosis dalam interval mingguan untuk mendapatkan efek yang diinginkan;
range dosis lazim : 50-100 mg/hari. Angina, profilaksis infark miokardiak
Dewasa : 100 - 450 mg/hari dalam 2 -3 dosis terbagi, dimulai dengan dosis 50
mg dua kali sehari dan tingkatkan dosis dalam interval mingguan untuk
mendapatkan efek yang diinginkan. Gagal jantung kongestif : Dewasa : dosis
awal 25 mg satu kali sehari, dosis dapat ditingkatkan menjadi dua kali setiap 2
minggu jika dapat ditoleransi.

7. Bag

aimana

hubungan

pemberian

obat

Omeprazole,

enalapril,

hydrochlorothiazide, acetaminophen ,metoprolol dengan penyakit penyerta?


a. Omeprazol: Pemberian omeprazol mampu menghambat pompa proton
sehinnga akan menghambat sekresi asam lambung, sehingga mampu
mengatasi peptic ulcer
b. Enalapril: Pemberian Enalapril mamp menjadi ACE- inhibitor sehingga
mampu menurunkan tekanan darah (hipertensi)
c. Hydrochlorothiazide (HCT): pemberian HCT sebagai obat diuratik tiazid juga
berperan dalam meningkatkan eksresi natrium, air,dan klorida sehinnga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler sehingga mampu
mengatasi hipertensi.
d. Acetaminophen: pemberian acetaminophen sebagai efek analgesik mampu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, sehinnga
mampu mengurangi rasa nyeri punggung belakang (lower back pain).
e. Metoprolol
: pemberian metoprolol mampu menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi.
8. Apa saja factor yang dapat mempengaruhi interaksi obat pada seseorang?
- Usia
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa
-

berbeda.
Bobot Badan
Perbandingan dosis obat bobot badan menentukan konsentrasi obat yang
mencapai sasaran.
Kehamilan
Pengosongan lambung, metabolisme , ekskresi/filtrasi glomerolus .
Obat dalam ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin,
streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll.
Variasi Diurenal
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari , mlm hari
Toleransi
MK : Induksi enzim
Suhu Tubuh
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
Kondisi Patologik
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
Genetik
Defisiensi enzim
Waktu Pemberian

Sesudah makan/ sebelum makan


4 X y mg 2 X 2y mg
9. Apa saja golongan obat untuk hipertensi?
Ada beberapa kelas obat antihipertensi: diuretik, anti-andregenik, diect-acting
vasodilator, calcium-channel blocker, inhibitor angiotensin-convertingenzyme
(ACE), dan angiotensin-receptor blockers (ARB). Sebagai tambahan, peneliti
sedang menguji tiga kelas yang meyakinkan: direct renin inhibitors, antagonis
endothelin-recepto, dan inhibitor vasopeptidase.
a. Diuretik
Diuretik merupakan kelas obat paling tua dan murah untuk mengobati
hipertensi. Diuretik membantu ginjal untuk mengeliminasi sodium dan air dari
tubuh. Proses ini menurunan volume darah sehingga jantung memiliki lebih
sedikit darah untuk dipompa yang menyebabkan penurunan takanan darah.
Loop diuretic, yang berperan pada bagian tubulus ginjal (loop of Henle),
memblokir sodium dan klorida agar tidak direabsorbsi oleh tubulus ke
pembulluh darha. Thiazide diuretic berperan pada bagian ginjal lain untuk
mencegah sodium masuk kembali ke sirkulasi. Salah satu kekurang diuretik
adalah habisnya potasium sehingga pasien yang menggunakan diiuretik
mungkin membutuhkan suplemen potasium.
Dokter kadang meresepkan tipe diuretik lain, disebut potassium-sparing,
untuk menetralkan kehilangan potasium. Namun obat ini dapat menyebabkan
level potasium yang berbahaya pada beberapa pasien. Diuretik khususnya
efetif pada pasien hipertensi yang sensitif (peka) garam dan pasien isolated
systolic hypertension yang lebih tua. Selain hipertensi, diuretik sering
digunakan untuk retensi cairan (edema) yang disebabkan oleh kegagalan
jantung, kelainan ginjal, atau penyakit hati.
Efek samping yang umum termasuk sering buang air kecil, pusing, kelelahan,
diare atau konstipasi, dan kram otot. Pria mungkin mengalami disfungsi
erektil. Diuretik dapat menyebabkan gout karena meningkatkan level uric
acid dalam darah. Thiazide diuretic dappat meningkatkan level gula darah
pada beberapa orang mungkin cukup untuk menyebabkan diabetes atau
memperburuk diabetes.

Diuretik
Kelas

Nama generik

Nama brand Efek samping

Thiazide diuretics

chlorothiazide

Diuril

Kelemahan,
kebingungan,

chlorthalidone

Hygroton

penurunan level
potasium, gout,

hydrochlorothiazide Esidrix,

kelelahan, haus,

HydroDiuril,

frekuensi buang air

Microzide

kecil meningkat,
pusing, kram otot,

indapamide

Lozol

diare atau
konstipasi,

metolazone

Mykrox,

peningkatan

Zaroxolyn

sensitivitas
terhadap sinar
matahari, reakssi
alergi pada orang
yang alergi obat
sulfa, impoten.

Loop diuretics

bumetanide

Bumex

Kelemahan,
kebingungan,

ethacrynic acid

Edecrin

penurunan level
potasium, gout,

furosemide

Lasix

kelelahan, haus,
diare atau

torsemide

Demadex

konstipasi,

peningkatan
sensitivitas
terhadap sinar
matahari, reaksi
Potassium-sparing

amiloride

Midamor

diuretics/
aldosterone-receptor

Kelebihan level
potasium, terutama

spironolactone

Aldactone

blockers*

pada pasien dengan


penyakit ginjal;

triamterene

Dyrenium

pembesaran
payudara dan
disfungsi erektil
pada pria;
menstruasi yang
irreguler pada
wanita.

eplerenone

Inspra

Sakit kepala,
pusing, diare,
kelelahan, sakit
perut, dan
pembesaran atau
tenderness
payudara.

*Note: Potassium-sparing diuretics secara langsung atau tidak langsung

memblokir aldosteron, hormon yang meningkatkan tekanan darah dengan


menyebabkan ginjal untuk menyimpan sodium dan air. Karena itu keempat obat
ini

sering

dikenal

sebagai

aldosteroen-receptor

blocker.

Amiloride,

spironoactone, dan triamterene juga mempengaruhi hormon lain dan


menyebabkan beberapa efek samping yang tidak diinginkan seperti pembesaran
paydara dan impoten pada pria dan irregularitas menstruasi pada wanita.
Eplerenon adalah satu-satunya dari kelas potassium-sparing yang hanya
mempengaruhi aldosterone dan tidak mempengaruhi hormon lain.

b. Anti-adrenergik
Anti-adrenergik menurunkan tekanan darah dengan membatasi aksi hormon
epinefrin dan norepinefrin, dengan demikian melemaskan pembuluh darah dan
mengurangi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung.
c. Peripheral adrenergic-receptor blockers
Obat ini bekerja dengan mencegah neurotransmiter untuk melekat pada sel
dan menstimulasi jantung dan pebuluh darah. Jenis obat ini dibagi menjadi
dua grup utama: beta blocker dan alpha blocker.
Beta blocker melekat ke struktur sel yang disebut beta reseptor reseptor
yang umumnya diikat oleh neurotransmiter (biasanya epinefrin) untuk
menstimulasi jantung. Sehingga dengan mencegah neurotransmiter untuk
mengaktivasi sel jantung, beta blocker menyebabkan denyut jantung
melambat dan tekanan darah menurun. Ada dua jenis beta blocker:
kardioselektif dan nonselektif. Beta blokcer kardioselektif utamanya melekat
pada reseptor beta-1 di jantung. Beta blocker nonselektif melekat tidak hanya
pada reseptor beta-1 tapi juga pada reseptor beta-2 yag ditemukan di paruparu, pembuluh darah, dan jaringan lain.Kedua jenis betablocker dapat
memperburuk asma atau penyakit paru kronis lain, namun agen nonselektif
lebih berbahaya untuk orang dengan masalah respiratori. Beta blocker dapat
menutupi tanda hipoglikemia pada pasien dengan diabetes. Edek samping

yang paling umum adalah kelelahan, depresi, disfungsi erektil, napas pendek,
insomnia, dan penurunan toleransi olahraga.
Alpha blocker memiliki cara kerja yang mirip dengan beta blocker, namun
bekerja pada reseptor alfa lokasi perlekatan neurotransmiter yang dapat
menyebabkan konstriksi pembuluh darah (biasanya norepinefrin). Alpha-1
blocker memblokir reseptor alfa di jantung dan pembuluh darah. Digunakan
khususnya pada pasien hipertensi dengan olesterol tinggi. Selain menurunkan
tekanan darah, alpha-1 blocker jua menurunkan level LDL kolesterol dan
meningkatkan level HDL kolesterol. Alpha-1 blocker dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin pada pasien dengan intoleransi glukosa dam
hiperglikemi. Juga diresepkan untuk pria dengan bnign prostatic hyperplasia
(BPH) karena obat ini melemaskan otot polos yang mengelingi prostat,
mengurangi konstriksi uretra dan mempermudah aliran urin.Efek samping
alpha blocker termasuk orthostatic hypotension (penurunan tekanan darah
saat berdiri), palpitasi jantung, pusing, kongesti nasal, dan mulut kering. Obat
ini juga dapat menyebabkan disfungsi erektil meskipun tidak sesering obat
tekanan darah lain.
d. Centrally acting agents
Obat ini memblokir neurotransmiter yang mengaktivasi saraf simpatis untuk
meningkatkan tekanan darah. Seperti obat peripheral nerve-acting umumnya
digunakan sebagai kombinasi dengan obat tekanan darah lain. Efek samping
yang umum termasuk tekanan darah yang rendah secara abnormal ketika
berdiri, mulut kering, depresi, disfungsi erektil, dan sedasi.
e. Peripheral nerveacting agents
Obat anti-adrenergik ini menghilangkan saraf otonom norepinefrin, substasni
yang menyebabkan pembuluh darha berkontraksi dan meningkatkan tekanan
darah. Obat seperti ini biasanya diresepkan bersama dengan antihipertensif
lain agar lbih efektif. Reserpine dapat menyebakan depresi, mimpi buruk,
hidung tersumbat, dan indigesti, sedangkan guanethidine lebih cocok untuk
orthostatic hypotension dan menurukan denyut jantung.

Agen Anti-adrenergic
Kelas

Nama

Nama brand

Efek samping

Tenormin

Wheezing, pusing, depresi,

gnerik
Beta

blockers Atenolol

(cardioselective)

impoten, kelelahan, insomnia,


metoprolol

Lopressor

penurunan level HDL,


penurunan toleransi

metoprolol

Toprol-XL

berolahraga. Dapat

extended

memperburuk penyakit

release

vaskular perifer dan


kegagalan jantung.

nebivolol

Bystolic

Penghentian mendadak dapat


memicu angia atau serangan

Beta

blockers nadolol

Corgard

jantung pada pasien dengan


penyakit jantung.

(nonselective)
pindolol

Visken

propranolol

Inderal,
Inderal LA

Alpha-1

sotalol

Betapace

timolol

Blocadren

doxazosin

Cardura

blockers

Penurunan tekanan darah saat


berdiri, pingsan, kelemahan,

prazosin

Minipress

palpitasi jantung, sakit

terazosin

Hytrin
kepala, kongesti nasal, mulut

Alpha and beta carvedilol

Coreg

blockers

Wheezing, depresi, insomnia,


diare, vertigo, kelelahan atau

labetalol

Normodyne,

kelemahan yang tidak

Trandate

biasamata ekring, disfungsi


erektil, sakit kepala, mulut
kering, kongesti nasal,
penurunan level HDL,
penuruan toleransi olahraga,
penurunan tekanan darah saat
berdiri, pingsam, palpitasi
jantung. Dapat memperburuk
penyakit vaskular perifer dan
kegagalan jantung.
Penghentian secara tiba-tiba
dapat memicu angina atau
serangan jantung apda pasien
dengan penyakit jantung.

Centrally acting clonidine

Catapres,

Penurunan tekanan darah saat

agents

Catapres-TTS

berdiri, mengantuk, sedasi,


mulut kering, kelelahan,

methyldopa

Aldomet

disfungsi erektil, depresi,


pusing. Catapres-TTS dapat
menyebabkan ruam.

Peripheral

guanethidine

Ismelin

Penurunan tekanan darah saat

nerveacting

reserpine

Serpalan

agents

berdiri, depresi, hidung


tersumbat, mimpi buruk.
Guanethidine dapat
menurunkan denyut jantung
dan reserpine dapat
menyebabkan indigesti.

f. Direct-acting vasodilator
Direct-acting vasodilator melemaskan arteri. Bekerja dengan cepat dan sering
digunakan saaat emergensi.

Namun,

direct-acting

vasodilator

dapat

menyebabkan retensi cairan dan takikardia sehingga dokter biasanya


meresepkannya sebagai kombinasi degna oa=bat tekanan darah yang
menurunkan denyut jantung seperti kardioselektif beta blocker. Hydralazine
dan minoxidil, yang paling sering digunakan untuk mengobati hipertensi,
dapat menyebabkan sakit kepala, kelemahan, dan nausea. Sebagai tambahan
minoxidil dapat menyebabkan pertumbuhan rambut, retensi cairan, dna
hiperglikemi.

Direct-acting vasodilators
Nama

Nama brand

Efek samping

generik
hydralazine Apresoline

Sakit kepala, palpitasi, kelemahan, flushing, nausea.


Minoxidil dapat mneyebabkan pertumbuhan rmabut,

minoxidil

Loniten

retensi cairan, dan peningkatan gula darah.

g. Calcium-channel blockers
Calcium-channel blockers memperlambat pergerakan kalsium ke sel otot
polos jantung dan pembuluh darah. Ini melemahkan kontriksi otot jantung dan

memdilatasi pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah. Karena


calcium-channel blocker juga memperlambat impuls jantung, sering
diresepkan untuk aritmia. Efek samping yang umum adala sakit kepala,
edema, mulas, bradikardia, dan konstipasi.

Calcium-channel blockers
Nama

Nama

generik

brand

amlodipine Norvasc

Efek samping

Sakit kepala, pusing, edema, dna mual. Nifedipine dapat


menyebabkan palpitasi. Diltiazem dan verapamil dapat

diltiazem

Cardizem,
Dilacor,
others

felodipine

Plendil

isradipine

DynaCirc

nicardipine Cardene,
Cardene
SR
nifedipine

Adalat CC,
Procardia
XL

menyebabkan konstipasi dan peurunan denyut jantung.

verapamil

Calan,
Isoptin,
others

i. Inhibitor ACE
Obat kelas ini terlah tebrukti efektif untuk mengobati hipetensi. Agen ini
mencegah ginjal menyimpan sodium dan air dengan mendeaktivasi angotensinconverting enzyme yang mengubah angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II
yang aktif. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan memicu retensi
sodium dan air dan menkontriksi arteri.Inhibitor ACE menurunkan tekanan darah
pada kebanyakan pasien dan memberikan lebih sedikit efek samping dibanding
obat antihipertensi lain. Selain itu, inhibitor ACE melindungi ginjal pasien dengan
diabetes dan disfungsi ginjal dan jantung pasien dengan kegagalan jantung
kongestif.Efek samping yang paling umum dari obat ini adalah penurunan indra
perasa dan batuk kering. Meski jarang terjadi, ada pasien yang mengalami
kesulitan bernapas karena pembengkakan bibir, lidah, dan tenggorokan. Inhibitor
ACE juga menyebabkan retensi potasium sehingga pasien dengan fungsi ginjal
yang buruk harus menggunakan obat ini dengan hati-hati. Karena obat ini dapat
menyebabkan abnormalitas fetus, wanita hamil atau yang mencoba untuk hamil
tidak disarankan untuk menggunakannya.

Inhibitor ACE
Nama

Nama brand

Efek samping

generik
benazepril Lotensin

Batuk, ruam, retensi cairan, level potasium tinggi, dan

captopril

Capoten

kehilangan perasa. Dapat menyebabkan tekanan darah


rendah dan pingsan. Dapat memperburuk ... jika arteri

enalapril

Vasotec

yang menyempit memperdarahikedua ginjal. Dapat


menyebabkan abnormalitas fetus.

fosinopril

Monopril

lisinopril

Prinivil, Zestril

quinapril

Accupril

Ramipril

Altace

j. Angiotensin-receptor blockers (ARB)


ARB memblokir angiotensin II dari mengkontriksi pembuluh darha dan
menstimulassi retensi garam dan air. Karena ARB sangat efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik oleh pasien yang menggunakan, obat ini menjadi cukup
populer. Tidak menyebabkan efek samping seperti obat antihipertensif lain dan
lebih mungkin untuk tidak menyebabkan batuk dibanding inhibitor ACE. Selain
itu, seperti inhibitor ACE, dapat menguntukngkan pasien dengan diabeter,
kegagalan jantung kongestif, atau keduanya.

Angiotensin-receptor blockers (ARB)


Nama

Nama brand

Efek samping

generik
candesartan Atacand

Kram otot, pusing

eprosartan

Teveten

irbesartan

Avapro

Losartan

Cozaar

olmesartan

Benicar

telmisartan

Micardis

valsartan

Diovan

k. Inhibitor direct renin


Inhibitor renin bekerja dengan menginhibisi aktivitas renin, enzim yang
bertanggung jawab atas level angiotensin II. Pada percobaan klinis, inhibitor
renin telah terbukti efektif tidak hanya untuk menurunkan tekanan darah,
namun juga menjada tekanan darah stabil sepanjang hari. Aliskiren telah
disetujui penggunaannya oleh FDA. Obat lain dalam golongan ini masih
dalam pengembangan.

Kombinasi obat antihipertensi


Kelas
Potassium-sparing

Nama generik
dan amiloride + HCTZ*

Nama brand
Moduretic

thiazide diuretics
spironolactone + HCTZ

Aldactazide,
Spirozide

Spironazide,

triamterene + HCTZ
Alpha

blocker

dan prazosin + polythiazide

Dyazide, Maxzide
Minizide

diuretic
Beta blocker dan diuretic

atenolol + chlorthalidone

Tenoretic

bisoprolol + HCTZ

Ziac

metoprolol + HCTZ

Lopressor HCT

nadolol

+ Corzide

bendroflumethiazide

ACE

inhibitor

propranolol + HCTZ

Inderide, Inderide LA

timolol + HCTZ

Timolide

dan benazepril +HCTZ

Lotensin HCT

diuretic
captopril + HCTZ

Capozide

enalapril + HCTZ

Vaseretic

fosinopril + HCTZ

Monopril HCT

lisinopril + HCTZ

Prinzide, Zestoretic

moexipril + HCTZ

Uniretic

ARB dan diuretic

quinapril + HCTZ

Accuretic

candesartan + HCTZ

Atacand HCT

eprosartan + HCTZ

Teveten HCT

irbesartan + HCTZ

Avalide

losartan + HCTZ

Hyzaar

telmisartan + HCTZ

Micardis HCT

valsartan + HCTZ

Diovan HCT

Calcium-channel blocker amlodipine + benazepri

Lotrel

dan ACE inhibitor

Kombinasi lain

diltiazem + enalapril

Teczem

felodipine + enalapril

Lexxel

verapamil + trandolapril

Tarka

methyldopa + HCTZ

Aldoril

reserpine + chlorothiazide

Diupres

reserpine + HCTZ

Hydropres

aliskiren + HCTZ

Tekturna HCT

Calcium-channel blocker amlodipine + valsartan

Exforge

dan ARB
amlodipine + olmesartan

Azor

*HCTZ=hydrochlorothiazide

IV. Keterkaitan Antar Masalah


Mr. Hypertension 62 years
old
--

---------------

Hipertensi sejak 6 tahun

COPD, Peptic Ulcer, Cronic low

yang lalu

back pain

Enalapril dan Hydrochlorothiazide

omeprazole, enalapril, hydrochlorothiazide,


acetaminophen and metoprolol

V. Learning Issue
Hipertensi

Pengertian
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu

gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa

oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi


sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu
sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai
faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%)
penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah
meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi
(tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah
(Kurniawan, 2002).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini
biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit
jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
Tekanan darah bergantung kepada :
1. Curah jantung
2. Tahanan perifer pada pembuluh darah
3. Volum atau isi darah yang bersirkulasi

Faktor utama dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan
tahanan perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, tekanan darah
arterial akan meningkat, kecuali jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer

menurun. Tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan
tekanan darah mengalami kenaikan ( Lumbantobing, 2008).
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :

Tekanan

Tekanan

Kategori

darah sistol

diastol

Normal

< 120

< 80

Prehypertension

120 139

80 89

140 159

90 99

160

100

Hypertension
stage 1

Hypertension
stage 2

Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

darah

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui peyebabnya,


disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, seperti genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin,
sistem saraf otonom, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti
merokok, alkohol, obesitas, dan lain-lain (Lauralee, 2001).
2. Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, misalnya 1) Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut, nefritis kronis,
penyakit poliarteritis, diabetes nefropati, 2) Penyakit endokrin : hipotiroid,
hiperkalsemia, akromegali, 3) koarktasio aorta, 4) hipertensi pada kehamilan,
5) kelainan neurologi, 6) obat-obat dan zat-zat lain (Lauralee, 2001).

Patofisiologi Hipertensi

Mengenai patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian


kecil pasien (2% - 5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab
meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan
keadaan ini disebut hipertensi esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah
yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam,
obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf
simpatis (Lumbantobing, 2008).
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan

antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien
dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun
tahanan perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri
yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya
mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler (Lumbantobing, 2008).
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan
sruktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin
dimediasi oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak
meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya
curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan
tahanan peifer yang terjadi kemungkinan merupakan kompensasi untuk
mencegah agar peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaringan
pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu homeostasis sel secara
substansial (Lumbantobing, 2008).
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular
atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi
dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen)
menjadi angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah (Lumbantobing, 2008)
3. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan


dilatasi arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting
dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai
peranan penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada
tekanan darah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik (Lumbantobing,
2008).
4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban
terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi
garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan
pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi
(Lumbantobing, 2008).

Faktor resiko hipertensi

Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori
mosaic of hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan penyakit
pengaturan tekanan yang diakibatakan oleh multifaktorial (Majid, 2005).
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak
lagi faktor yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang
belum termasuk dalam teori mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan
patogenesis hipertensi primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting
yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung

membutuhkan
tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya.

Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan
dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan
struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik (Majid, 2005). Pada
fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan
menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi
perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang
dijumpai maupun dari penelitian, misalnya:
-

Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar


monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya
menderita hipertensi.

Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia
sebelum 50 tahun, pada seseorang yang mempunyai hubungan
keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum usia 50 tahun.

Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive


rat (SHR) Dahl salt sensitive (DS) dan sal resistance (R) dan Milan
hypertensive rat strain (MHS) menunjukkan bahwa dua turunan tikus
tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan
sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang
lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga
diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi
(Majid, 2005).

b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek

transport Na pada membran sel, defek ekskresi natrium dan


peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon terhadap
stress (Majid, 2005).

2.

Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi
hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada
golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila
asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi
beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15
gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam
(pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik
yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu
dimana pressure natriuresis mengalami reset dan dibutuhkan tekanan
yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya
faktor lain yang berpengaruh (Majid, 2005).

b.

Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
positif diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan hipertensi.
Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi masih belum
jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang
erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan
hipertensi melalui hiperinsulinemia (Majid, 2005).

c.

Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas
saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan
oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan tekanan darah
yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum
terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan
terhadap stress membuat binatang tersebut hipertensi (Majid, 2005).

d.

Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio
asupan garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras
(Majid, 2005).

3. Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah

Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah


yang meningkat secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic
growth (angiotensin II dan growth hormon) (Majid, 2005).

Golongan obat untuk hipertensi

Hipertensi termasuk kedalam 10 besar penyakit yang paling banyak diderita oleh
masyarakat di Indonesia .Selain faktor internal seperti sejarah keluarga, hipertensi juga
dipicu oleh faktor eksternal seperti gaya hidup yang cenderung lebih dominan seperti
merokok, dan obesitas.
Contoh obat-obat anti hipertensi antara lain:

Golongan
-blocker

Obat
1,2
Propanolol

1
Atenolol

Nadolol

Metoprolol

Pindolol

Acebutolol

Timolol

Betaxolol

Labetolol
Oxyprenolol
Carvedilol
Captopril
ACEIs
Enalapril
Lisinopril
Manitol
Diuretics
Asetozolamida
Furosemide
Tiazida

Spironolakton
Triamterene

Verapamil
CaCB
Dialtiazem
Nifedipine
Amlodipine
Felodipine
Clonidine
-adrenergic agonists
Guanabenz
Methyldopa
Guanfancine
Prazosin
-adrenergic antagonists
Teterazosin
Doxazosin
Cargdesertan
Angiotensin reseptor bloker
Eprosartan
Losartan
valsartan
Diazoxide
Vasodilator lain

Hydralazine
Natrium nitroprusside

IV. Mekanisme Kerja

-blocker : Menurunkan Heart Rate dan menurunkan kontraksi jantung

ACEIs : Relaksasi otot polos vaskuler, vasodilator langsung

Diuretics : Menurunkan volume darah dengan meningkatkan pengeluaran air dari

tubuh
CaCB : Relaksasi otot polos vaskuler
-adrenergic agonists : Menstimulasi SSP
-adrenergic antagonists : Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan

pembuluh darah
Angiotensin reseptor bloker

: Memblok reseptor angiotensinogen II sehingga

menghalangi pembentukan aldosteron


Vasodilator lain : Vasodilatasi pembuluh darah

V. Tabel Interaksi Obat

No.

Nama Obat

Mekanisme Obat

Nifedipin

Menghambat kanal

Nama Obat B

Eritromisin

kalsium

Mekanisme Obat

Interaksi

yang terjadi

Menginhibisi

Efek aditif

enzim

pada denyut
jantung

Verapamil

Menghambat kanal

Rifampisin

kalsium

Menginduksi

Efek aditif

enzim

kadar
verapamil

Kaptopril

Menghambat

Meningkatkan

Efek aditif

enzim konversi

kontraksi

hipotensi

yang memutuskan

miokardium

ikatan

Digoksin

peptidildipeptida
pada angiotensin I
sehingga tidak
terbentuk
angiotensin II
4

Propanolol

Kaptopril

Menghambat

Meningkatkan

Efek aditif

reseptor adrenergik

kontraksi

hipotensi

miokardium

Menghambat enzim

Digoksin

Asetosal

Menghambat

Efek aditif

konversi yang

sintesa

hipertensi

memutuskan ikatan

prostaglandin

peptidildipeptida

dengan

pada angiotensin I

menghambat

sehingga tidak

enzim

terbentuk

siklooksigenase

angiotensin II
6

Furosemid

Menghambat

Asetaminofen

Menghambat

Efek aditif

pengeluaran

sintesa

hipertensi

elektrolit Na, K, Ca

prostaglandin

pada lengkung

dengan

Henle

menghambat
enzim
siklooksigenase

Furosemid

Furosemid

Menghambat

Menghambat

Efek aditif

pengeluaran

sintesa

gagal jantung

elektrolit Na, K, Ca

prostaglandin

pada lengkung

dengan

Henle

menghambat C0X2

Meningkatkan

Celecoxib

Cefaloridin

Menghambat

Efek aditif

insiden nekrosis

pertumbuhan

tubuler, sehingga

bakteri, dengan

terjadi penurunan

menghambat

klirens dan

sintesis dinding sel

peningkatan kadar

mikroba

nefrotoksisitas

plasma cefaloridin
9

Digitalis

Meningkatkan

Susu

Mengurangi

Efek aditif

kontraksi

absorpsi obat &

ekskresi

miokardium

meningkatkan

digitalis

terbuangnya K.
10

Propanolol

Menghambat

Makanan

Meningkatkan efek Efek aditif

reseptor adrenergik

berdaging

obat dan dapat

hipotensi

menyebabkan
rendahnya TD.

VI.

Contoh Obat di Pasaran

Beta-blockers
Acebutolol (eg, Sectral)

Thiazide-type diuretic
Bendroflumethiazide* (Naturetin)

Atenolol* (eg, Tenormin)

Chlorothiazide (eg, Diuril)

Betaxolol (Kerlone)

Chlorthalidone* (eg, Hygroton)

Bisoprolol (Zebeta)

Hydrochlorothiazide*(eg,
HydroDiuril)

Carteolol (Cartrol)

Esmolol (Brevibloc)

Hydroflumethiazide

Metoprolol (eg, Lopressor)

Indapamide (eg, Lozol)

Nadolol (eg, Corgard)

Methyclothiazide(eg, Enduron)

Penbutolol (Levatol)

Metolazone* (eg, Mykrox)

Pindolol* (eg, Visken)

Polythiazide

Propranolol* (eg, Inderal)

Trichlormethiazide(eg, Naqua)

Sotalol (eg, Betapace)

Timolol (eg, Blocadren)

Loop Diuretic
Bumetanide* (eg, Bumex)

Ethacrynic Acid (Edecrin)

Furosemide* (eg, Lasix)

Torsemide (Demadex)

Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :

Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis.


Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan
dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan
tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah jantung yang utama
menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik
volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir kembali kondisi
pretreatment.

Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita
dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG)
diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif
untuk menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal,
natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu
digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium
tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide
menurunkan tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari
dinding arteriolar yang berperan dalam penurunan resistensi vascular
perifer.

Diuretik Hemat Kalium


Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika
digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik
dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle.
Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium
yang disebabkan oleh diuretik lainnya.

Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi
lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama
(hingga 6 minggu dengan spironolakton).

Beta Blocker

Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat


melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan
efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal. Atenolol,
betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada dosis
rendah dan mengikat baik reseptor 1 daripada reseptor 2. Hasilnya agen
tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta
lebih aman dari non selektif bloker pada penderita asma, penyakit
obstruksi pulmonari kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer.
Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek
akan hilang jika dosis tinggi. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan
pindolol memiliki aktivitas intrinsik simpatomimetik (ISA) atau sebagian
aktivitas agonis reseptor .

Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)


ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam
regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan
dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya
merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama produksi angiotensin
II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE
menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma
normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam
hipertensi.

Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)


Angiotensin II digenerasikan oleh

jalur

renin-angiotensin

(termasuk ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain
seperti chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin,
ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I, reseptor yang
memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB
tidak mencegah pemecahan bradikinin.

Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan
menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga

mengurangi masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai


otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan
reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat
menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali
amilodipin) memberikan efek inotropik negative. Verapamil menurunkan
denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV, dan menghasilkan
efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada penderita
lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan

denyut jantung dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.


Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat
reseptor 1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular
perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah
aktivitas reseptor 2 sehingga tidak menimbulkan efek takikardia.

VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot
polos arteriol. Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran
simpatetik dari pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah
jantung, dan pelepasan renin. Oleh karena itu efek hipotensi dari
vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga mendapatkan
pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.

Inhibitor Simpatetik Postganglion


Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari
terminal simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin
terhadap respon stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah

jantung dan resistensi vaskular perifer .


Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
VASO-dilator langsung

Reseptor Alpha Beta


A. Distribusi/ Letak Reseptor dan Adrenergik

Reseptor adrenergik dibagi menjadi:


1. Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :
a. Alfa-1 adrenergik
Menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran gastrointestinal,
vasodilatasi otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding beta-2)
b. Alfa-2 adrenergik
Fungsi dari reseptor ini dapat menginhibisi pelepasan insulin, induksi pelepasan
glukagon, kontraksi spincher pada gastro intestinal.
2. Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 2:
c. Beta 1 : terdapat di jantung menaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per unit
waktu), menaikkan kontraksi jantung alfa 1-adrenoreseptor postsinaptik terdapat
pada otot polosvaskuler, otot miokardial, sel hepatosit, dan sel adiposity.
d. Beta 2: terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos bronkus
relaksasi otot polos di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri,
glukoneogenesis. Alfa 2-adrenoreseptor prasinaptik terdapat pada semua organ
yang sarafnya dikontrol oleh sistem saraf simpatetik. Alfa 2-adrenoreseptor
postsinaptik terdapat pada otot polos vascular, pankreas, platelet, adiposit, ginjal,
melanosit, dan otot polos mata (Lemke, 2008).

B. Pengruh rangsangan

a. Pengaruh rangsangan
Bila di suatu organ terdapat kedua jenis reseptor, maka responsnya terhadap
stimulasi oleh katecholamin (adrenalin, NA, dopamin, serotonin) agar
tergantung dari pembagian dan jumlah reseptor-alfa dan reseptor-beta di
jaringan tersebut. Sebagai contoh dapat disebutkan bronchi, dimana terdapat
banyak reseptor beta-2; disini NA hanya berefek ringan sedangkan adrenalin
dan isoprenalin meninbulkan bronchodilatasi kuat. Begitu pula di otot polos
dinding pembuluh terdapat reseptor-alfa dan beta: sedikit NA sudah bisa
merangsang reseptor-beta-2 dengan efek vasodilatasi, sedangkan lebih banyak
NA diperlukan untuk merangsang reseptor-alfa dengan efek vasokonstriksi.
Pembuluh kulit memiliki banyak reseptor alfa, maka adrenalin dan NA
mengakibatkan vasokonstriksi, sedangkan isoprenalin hanya berefek ringan
sekali.
Dalam tabel di bawah ini diikhtisarkan efek adrenergis yang terpenting.
Efek

Efek 1

Efek 2

Jantung

Ino-/krono-trop + Vaso>koroner

Perifer

Vaso

Stimulasi sirkulasi

<,

TD-

Sekresi kelenjar
Stimulasi SSP
Napas

Konstriksi mukosa-

Bronco >

hidung dan mata


Kewaspadaan

Aktiv.psikomotor
pupil

>,

nafsu

makan
Stimulasi

Glikogenolise

metabolisme

pelepasan

asam

Sekresi insulin &


renin

lemak
Zat-zat tersendiri yang termasuk golongan adrenergik antara lain:
2.

Epinefrin

3.

Isoprenalin

4.

Fenilefrin

5.

1-Efedrin (F.I)

6.

Derivat Imidazolin

7.

Amfetamin

C. Pengaruh hambatan
Obat-obat

antiadrenergik

umumnya

mengahambat

efek

neurotransmitter

adrenergic dengan menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis
adrenoreseptor (adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.
Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialahh obat yang menduduki
adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic,
dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya. Untuk masingmasing adrenoreseptor dan memiliki penghambat yang efektif yakni -blocker dan blocker.
Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respon sel efektor
terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat adrenergic eksogen.

1. - Blocker

Penggolongan dan Indikasi Obat Blocker


a. Blocker Nonselektif:
Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk
pengobatan feokromositoma, pengobatan simtomatik hipertofi
prostat benigna dan untuk persiapan operasi.
Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi
hipertensi, pseudo-obstruksi usus dan impotensi.
Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan

ergotoksin)

meningkatkan tekanan darah, untuk stimulasi kontraksi uterus


setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk pengobatan
demensia senelis.
b. 1 Blocker Selektif:
Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin
danbunazosin) : untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung
kongesif, penyakit vaskuler perifer, penyakit raynaud dan hipertofi
prostat benigna (BPH)
2 Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan impotensi,
meningkatkan TD,
Farmakodinamik
-

Menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi


Menghambat reseptor serotonin
Merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat
Kontriksi pupil

Efek Samping
2. Blocker

Hipotensi postural
Iskemia miokard dan infark miokard
Takikardi dan aritmia
Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible
Kongesti nasal
Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dan nausea.
Tekanan darah menurun

Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini.


Sehingga sampai sekarang semua -blocker baru selalu dibandingkan dengan
propanolol.
Farmakodinamik
-

Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard


Menurunkan TD dan resistensi perifer
Sebagai antiaritmia
Bronkokontriksi
Mengurangi efek glikemia
Peningkatan asam lemak dalam darah
Menghambat tremor dan sekresi rennin

Efek Samping
-

Gagal jantung dan Bradiaritmia


Bronkospasme
Gangguan sirkulasi perifer
Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia ventrikuler

bahkan kematian)
Hipoglikemia dan hipotensi
Efek sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi)
Gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare atau konstipasi)
Gangguan fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi)
Alopesia, retensi urine, miopati dan atropati

Mekanisme kerja obat


Omeprazole
Obat Generik : Omeprazole
Obat Bermerek : Contral, Dudencer, Inhipump, Lokev, Loklor, Losec, Meisec, Norsec,
Omevell, OMZ, Onic, Opm, Oprezol, Ozid, Prilos, Prohibit, Promezol, Protop,
Pumpitor, Redusec, Regasec, Rocer, Socid, Stomacer, Ulzol, Zepral, Zollocid.

Farmakologi
Omeprazole bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan
pada pompa H+K+ATPase (pompa proton) dan mengaktifkannya sehingga terjadi
pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel. Omeprazole berikatan pada
enzim ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2 tidak dipengaruhi. Secara klinis, tidak
terdapat efek farmakodinamik yang berarti selain efek obat ini terhadap sekresi asam.
Pemberian melalui oral dari obat ini menghambat sekresi asam lambung dan stimulasi
pentagastrik.
Cara kerja :
Omeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan pada
pompa H + K + ATPase dan mengaktifkannya sehingga terjadi pertukaran ion kalium dan
ion hydrogen dalam lumen sel. Omeprazole berikatan pada enzim ini secara irreversibel,
tetapi reseptor-H2 tidak dipengaruhi. Secara klinis, tidak terdapat efek farmakodinamik
yang berarti selain efek obat ini terhadap sekresi asam. Pemberian melalui oral dari obat
ini

menghambat

basal

dan

sekresi

asam

yang

distimulasi

oleh

pentagastrin.IndikasiOmeprazol diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek tukak


lambung, tukak duodenum dan refluks esofagitis; pengobatan sindroma Zollinger-Ellison.
Mekanisme Sekresi Asam Lambung

Mekanisme Sekresi Asam :Lambung


a. Ikatan reseptor+gastrin, asetilkolin => peningkatan kadar kalsium intraseluler =>
aktivasi pompa proton H/K ATPase => Sekresi HCL kedalam lumen lambung.
b. Ikatan reseptor+histamin => aktivasi enzim adenil siklase => aktivasi pompa
proton H/K ATPase => sekresi HCL kedalam lumen lambung.
c. Ikatan reseptor+prostaglandin E2 dan I2 => menghambat enzim adenil siklase =>
mengurangi sekresi asam lambung.
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuat
dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir produksi asam lambung, lebih distal dari
AMP/ saat ini yang sering digunakan diklinik adalah omeprazol, esomeprazol,
lansoprazol, rabeprazol, dan pantoprazol. Omeprazol adalah campuran rasemik isomer R
dan S.
Farmakodinamik
Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam
untuk mengaktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan

berdifusi ke sel parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami


aktivasi disitu menjadi bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan
gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan
berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan
enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80% s.d. 95%, setelah penghambatan
pompa proton tersebut.
Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi
asam lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsangannya histamin,
asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversible, produksi asam lambung baru
dapat terjadi setelah 3-4 pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk
mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami
aktivasi dilambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik. Tablet yang pecah dilambung
mengalami aktivasi lalu terikat dengan berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Oleh sebab itu sebainya diberikan 30 menit sebelum makan.
Obat ini mempunyai masalah bioavalabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan
presentasi jumlahabsrobsi yang bervariasi luas. Bioavalabilitas tablet yang bukan salut
enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya produksi
asam lambung setelah obatnya bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450
(CYP) terutama CYP2C19 dan CYP3A4.
Indikasi
-

Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap

obat-obat antagonis reseptor H2.


Pengobatan jangka pendek tukak lambung.
Pengobatan refluks esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui

endoskopi.
Pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison.

Kontraindikasi
Omeprazole sebaiknya tidak diberikan pada penderita hipersensitif terhadap
omeprazole.

Dosis dan aturan pakai


Dosis yang dianjurkan 20 mg atau 40 mg, sekali sehari.
-

Penderita dengan gejala tukak duodenal : lama pengobatan memerlukan waktu

2 minggu, dan dapat diperpanjang sampai 2 minggu lagi.


Penderita dengan gejala tukak lambung atau refluks esofagitis erosif/ulseratif :
lama pengobatan memerlukan waktu 4 mimggu, dan dapat diperpanjang

sampai 4 minggu lagi.


Penderita yang sukar disembuhkan dengan pengobatan lain, diperlukan 40 mg

sekali sehari.
Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-160 mg sekali sehari, dosis
ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis lebih dari

80 mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.


Kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau
dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.

Dosis :
Dewasa:
-

Tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi AINS),
20 mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu
pada tukak lambung; pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi

40 mg sehari
Pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari; pencegahan
kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg sehari
bila gejala muncul kembali.

Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS dan erosi gastroduodenum,
20 mg sehari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak

sepenuhnya sembuh
Profilaksis pada pasien dengan riwayat tukak lambung atau tukak duodenum,
lesi gastroduodenum, atau gejala dispepsia karena AINS yang memerlukan

pengobatan AINS yang berkesinambungan, 20 mg sehari.


Tukak duodenum karena H. Pylori menggunakan regimen eradikasi.
Sindrom Zollinger Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari; kisaran lazim 20-

120 mg sehari (di atas 80 mg dalam 2 dosis terbagi).


Pengurangan asam lambung selama anestesi umum (profilaksis aspirasi asam),
40 mg pada sore hari, satu hari sebelum operasi kemudian 40 mg 2-6 jam

sebelum operasi.
Penyakit refluks gastroesofagal, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti 4-8
minggu berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh; 40 mg sekali sehari telah
diberikan selama 8 minggu pada penyakit refluks gastroesofagal yang tidak
dapat disembuhkan dengan terapi lain; dosis pemeliharaan 20 mg sekalis

sehari.
Penyakit refluks asam (Penatalaksanaan jangka panjang), 10 mg sehari

meningkat sampai 20 mg sehari jika gejala muncul kembali.


Dispepsia karena asam lambung, 10-20 mg sehari selama 2-4 minggu sesuai

respons.
Esofagitis refluks yang menyebabkan kondisi tukak yang parah (obati selama
4-12 minggu) ANAK di atas 1 tahun, berat badan 10-20 kg, 10 mg sekali
sehari, jika perlu ditingkatkan menjadi 20 mg sekali sehari; Berat badan di atas
20 kg, 20 mg sekali sehari jika perlu ditingkatkan menjadi 40 mg sehari;
Pemberian harus diawali oleh dokter anak di rumah sakit.

Anak:
-

Neonatus 700 mcg/kg bb satu kali sehari, ditingkatkan jika perlu setelah 7-14
hari menjadi 1,4 mg/kg bb, beberapa neonatus memerlukan hingga 2,8 mg/kg

bb satu kali sehari;


Usia 1 bulan 2 tahun: 700 mcg/kg bb satu kali sehari, ditingkatkan jika perlu
menjadi 3 mg/kg bb (maks. 20 mg) satu kali sehari;

Berat badan 10-20 kg, 10 mg satu kali sehari ditingkatkan jika perlu menjadi
20 mg satu kali sehari (pada kasus refluks esofagitis ulseratif yang parah,

maks. 12 minggu dengan dosis lebih tinggi)


Berat badan > 20 kg, 20 mg satu kali sehari ditingkatkan jika perlu menjadi 40
mg satu kali sehari (pada kasus refluks esofagitis ulseratif, maks. 12 minggu

dengan dosis lebih tinggi)


Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari;
Usia 12-18 tahun: 40 mg satu kali sehari.
Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus intravena;
profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan seluruhnya, 1 jam

sebelum operasi.
Refluks gastroesofagal, tukak duodenum dan tukak lambung, 40 mg sekali

sehari hingga pemberian oral dimungkinkan.


ANAK. Injeksi intravena selama 5 menit atau dengan infus intravena: Usia 1
bulan12 tahun: dosis awal 500 mikrogram/kg bb (maks. 20 mg) satu kali
sehari, ditingkatkan menjadi 2 mg/kg bb (maks. 40 mg) jika diperlukan.; Usia

12-18 tahun, 40 mg satu kali sehari.


Saran: Telan seluruh kapsul, larutkan tablet dalam air atau campur isi kapsul

dengan sari buah atau yoghurt.


Pemberian pada anak: Oral, sama dengan dewasa.
Enteral: Buka kapsul omeprazol, larutkan omeprazol dalam sejumlah air
secukupnya atau dalam 10 mL Natrium bikarbonat 8,4% (1mmol Na+/mL).
Biarkan selama 10 menit sebelum diberikan). Infus intermiten intravena,
encerkan larutan rekonstitusi pada kadar 400 mikrogram/mL dengan glukosa
5% atau natrium klorida 0,9%, berikan selama 20-30 menit.

Efek samping
-

Diare, mual, sakit kepala, sembelit dan perut kembung pernah dilaporkan tetapi
jarang. Pada sejumlah pasien, ruam kulit mungkin terjadi. Efek samping yang

terjadi biasanya ringan. Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik.


Pada dosis besar dan penggunaan yang lama, kemungkinan dapat menstimulasi

pertumbuhan sel ECL (enterochromaffin-likecells).


Pada penggunaan jangka panjang perlu diperhatikan adanya pertumbuhan
bakteri yang berlebihan di saluran pencernaan.

Peringatan dan perhatian


-

Kemungkinan malignansi sebaiknya dihindarkan sebelum penggunaan


Omeprazole pada pasien tukak lambung karena dapat menutupi gejala-

gejalanya dan menghambat diagnosis.


Belum ada pengalaman penggunaan Omeprazol untuk anak-anak.
Obat ini sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan dan menyusui kecuali
memang dianggap penting.

Interaksi obat
-

Omeprazol menghambat metabolisme obat-obat yang dimetabolisme oleh sistem


enzim sitokrom P450 hati dan memperpanjang waktu paruh diazepam, warfarin

dan fenitoin.
Pada wanita hamil, wanita menyusui dan anakanak sebaiknya dihindari bila
penggunaannya dianggap tidak cukup penting.

Enalapril
Enalapril termasuk ke dalam golongan Angiotensin-converting-enzyme inhibitor (ACEi).
Mekanisme kerja :
Angiotensin converting enzyme inhibitor(ACEi) menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada
darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan
menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensinreninaldosteron teraktivasi
(misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi
ACEi akan lebih besar.
ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang
mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek
antihipertensi yang lebih kuat.
Efek Samping :

Efek samping yang paling umum dari enalapril meliputi peningkatan serum
kreatinin (20%), pusing (2-8%), tekanan darah rendah (1-7%), sinkop (2%), dan batuk
kering (1-2%). Efek samping yang serius umum adalah angioedema (pembengkakan)
(0,68%) yang sering mempengaruhi wajah dan bibir serta membahayakan jalan napas
pasien. Angioedema dapat terjadi pada setiap saat selama pengobatan dengan enalapril
tetapi paling umum setelah beberapa dosis pertama. (Enalapril maleat Tablet)

Hydrochlorothiazide
Sediaan:
Tablet 25 mg, 50 mg

Cara Kerja Obat:


Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal,
yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena
efeknya yang boros kalium.

Indikasi:
Edema, hipertensi

Kontraindikasi:
Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, gangguan ginjal dan
hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison.

Dosis:
-

Edema: dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis
pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu.

Hipertensi: 12,5 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari

Peringatan dan Perhatian:


-

Berkontraindikasi dengan bradycardia, sebelumnya ada tingkatan AV block yang dapat


menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai;

Mungkin memperburuk SLE (eritema lupus sistemik);

Usia lanjut;

Kehamilan dan menyusui;

Gangguan hati dan ginjal yang berat;

Porfiria.

Efek Samping :
Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel
bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia,
alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar
kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk
neutropenia dan trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir);
pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.

Mekanisme Kerja :
Obat hidroklorotiazid biasa disingkat HCT merupakan obat golongan diuretik
yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini bekerja di ginjal agar terjadi
peningkatan pengeluaran cairan melalui urine. Dengan berkurangnya cairan di dalam
pembuluh darah, maka jumlah darah yang masuk kembali ke dalam jantung akan
berkurang. Dengan berkurangnya jumlah darah yang masuk kembali ke dalam jantung,
maka curah jantung pun akan berkurang. Dan hal inilah yang mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Inilah mekanisme utama mengapa HCT dapat menurunkan tekanan darah.
HCT dikatakan juga dapat menurunkan resistensi perifer yang berperan dalam
menurunnya tekanan darah, namun kerja HCT yang utama adalah sebagai obat diuretik
(water pill).

Sebenarnya mekanisme kerja HCT bukanlah untuk meningkatkan pengeluaran


cairan dalam tubuh melalui urine, namun menghambat ginjal untuk menahan cairan. HCT
akan menghambat terjadinya penyerapan kembali Natrium (Na) atau sodium di tubulus
convuluted bagian distal. Terganggunya transpor Natrium masuk ke dalam tubuh kembali
akan mengakibatkan natriuresis atau pengeluaran Natrium lewat urine. Dan inilah yang
mengakibatkan volume urine yang dikeluarkan akan meningkat. Bersamaan dengan
proses ini, HCT juga dapat meningkatkan penyerapan ion kalsium masuk ke dalam tubuh.

Oleh karena itu salah satu efek samping penggunaan HCT jangka panjang adalah
hiperkalsemia.

Metaprolol
Metoprolol adalah jenis obat beta-blocker yang bekerja dengan cara mempengaruhi
tekanan syaraf dalam beberapa bagian tubuh seperti jantung. Obat ini hanya digunakan
berdasarkan resep dokter.
Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi.
Dosis:
1. 5 mg (diberikan IV) selama 2 menit
2. Boleh diulangi selama setiap 5 menit untuk total keseluruhan 15 mg
3. Berikan dosis oral 15 menit setelah pemberian IV terakhir: 50 mg melalui mulut
(per oral) diberikan 4 kali sehari x 48 jam
4. Setelah itu: Dosis lanjutan 100 mg melalui mulut (per oral), diberikan 2 kali
sehari.

Efek Samping:
Efek CNS (kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur); Efek CV (gagal
jantung, hipotermia, impotensi); Efek berturut-turut (bronchospasma pada pasien yang
rentan dan obat dengan kandungan beta1 harus digunakan secara hati-hati pada pasien
ini); Efek GI (N/V, diare, konstipasi). Efek metabolik (bisa memproduksi hiper- atau
hipoglikemia, perubahan pada serum kolestrol dan trigliserid.

Farmakokinetik
a. Absorpsi
Beta-bloker dibagi menjadi 3, yaitu yang larut dalam lemak, larut dalam air,
dan kelarutannya terletak di antara lemak dan air. Metoprolol tergolong pada betabloker yang larut dalam lemak. Pada golongan ini, semua obat diabsorbsi dengan
baik (>90%) dari saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya rendah (tidak lebih dari
50%) karena mengalami metabolisme lintas pertama yang ekstensif di hati.
Eliminasinya melalui metabolisme di hati sangat ekstensif sehingga obat utuh
yang diekskresi melalui ginjal sangat sedikit (<10%). Kelompok ini mempunyai
waktu paruh eliminasi yang pendek, yakni berkisar antara 3-8 jam, kecuali
karvedilol dapat mencapai 10 jam.
b. Disribusi
Metoprolol disalurkan luas ke dalam jaringan tubuh. Konsentrasi dari obat
lebih besar pada jantung, paru-paru, dan air liur pada plasma. Metoprolol 11-12%
terikat pada protein serum, yang nampak hanya pada albumin. Setelah menerima
dosis terapi konsentrasi metoprolol pada eritrosit adalah 20% lebih tinggi dari
pada konsentrasi pada plasma. Konsentrasi metoprolol pada CSF adalah sekitar
78% dari konsentrasi pada plasma.
c. Eliminasi
Metoprolol dimetabolisme terutama oleh CYP2D6 yang mengalami
polimorfisme genetik. Karena itu waktu paruh elminasinya berkisar dari 3-4 jam
pada extensive metabolizer dan sampai 7-8 jam pada poor metabolizer. Selain itu,
resiko efek samping meningkat 5 kali pada poor metabolizer dibanding pada
extensive metabolizer.
Farmakodinamik

Metoprolol bekerja dengan cara memblokade reseptor 1 sehingga akan


memblokir aksi dari sistem saraf simpatis, sebagai bagian dari sistem saraf tak
sadar, dengan memblokir reseptor beta 1 pada saraf simpatis. Karena sistem saraf
simpatis bertanggung jawab untuk meningkatkan detak jantung, dengan
menghalangi aksi saraf simpatis ini metoprolol akan mengurangi denyut jantung
dan berguna dalam mengobati abnormal irama jantung yang cepat.
Metoprolol juga mengurangi kekuatan kontraksi otot jantung dan dengan
demikian akan menurunkan tekanan darah. Dengan mengurangi denyut jantung
dan kekuatan kontraksi otot (kontraktilitas miokardium), metoprolol mengurangi
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung. Sifatnya yang
kardioselektif kurang menimbulkan efek yang yang berarti pada saluran
pernapasan dan kurang menimbulkan bronkokonstriksi pada pasien yang memiliki
riwayat asma, tapi tetap dapat menimbulkan bronkospasme pada pasien asma atau
PPOM yang peka. Jadi perlu hati-hati pada pasien penderita bronchopasma, asma,
atau penyakit pernapasan lainnya.
Dosis Pemberian Obat
Hipertensi:

Metoprolol biasa: dosis awal 50 mg/hari; dosis maksimal 200 mg/hari;

frekuensi pemberian 1-2x sehari; sediaan tab. 50 mg-100 mg


Metoprolol lepas-lambat (24 jam): dosis awal 100 mg/hari; dosis
maksimal 200 mg/hari; frekuensi pemberian 1x sehari; sediaan tab. 100

mg
Gagal Jantung Kongestif
Dewasa: dosis awal 25 mg satu kali sehari, dosis dapat setiap 2 minggu
jika dapat ditoleransi.

Interaksi obat dan factor kormorbid yang berhubungan dengan efek farmakologi
obat yang digunakan

DEFENISI DAN TERMINOLOGI

Kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.


Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi

aktivitas,

atau

menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya.


Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan.
Bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan
suatu obat berubah.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-samaPada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan
dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan
gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek
samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini
sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula
fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi
bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman
ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan
seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini
terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan,
sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah
aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai
kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik
letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin,
gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat
sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis

2. Interaksi secara farmakokinetik


3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia
suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang
inkompatibel akan mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi
pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat
lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Sedangkan interaksi secara
farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain
pada atau dekat sisi reseptornya.

Interaksi antar obat dapat berakibat

menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1)


Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di
tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan
dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2)
Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek
samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan
mengurangi

efek

samping

(4)

kombinasi

obat

anti

tuberculosis:

memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme


efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama
bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya
glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga
interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering
diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.

Faktor-faktor penunjang interaksi obat

Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter
akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi
obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi
terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas
seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu
banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi
tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah,
adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu
( terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain
( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
a. Usia
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa
berbeda.
b. Bobot Badan
Perbandingan dosis obat bobot badan menentukan konsentrasi obat yang
mencapai sasaran.
c. Kehamilan
Pengosongan lambung, metabolisme , ekskresi/filtrasi glomerolus .
d. Obat dalam ASI
Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin,
streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll.
e. Variasi Diurenal
Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari , mlm hari
f. Toleransi
MK : Induksi enzim
g. Suhu Tubuh
Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
h. Kondisi Patologik
Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
i. Genetik
Defisiensi enzim
j. Waktu Pemberian
Sesudah makan/ sebelum makan
4 X y mg 2 X 2y mg

Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi
antara obat dan obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko interaksi obat
akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh
individu. Hal ini juga menyiratkan risiko yang lebih besar pada orang tua dan
mengalami penyakit kronis, karena mereka akan menggunakan obat-obatan lebih
banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien
berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin dapat
menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003).
Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan
banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear seiring
dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi,
jenis kelamin dan usia pasien.

Mekanisme dasar interaksi obat


Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya
dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi
secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua
mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B)
dengan mekanisme berikut:
1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di
cairan jaringan (interaksi farmakodinamik). Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis
atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena
kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem
fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan
tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksiInteraksi farmakodinamik

meliputi aditif , potensiasi, sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang


terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan
atau reseptor.
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B
sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan
kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan
menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon
curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang
sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti
penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena
batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas
terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium,
sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan
2. Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya.

Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah
kurva (AUC), onset aksi, waktu paruh dsb.
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian
bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat
berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik (absorpsi,
distribusi, metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.

Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang diberikan


sering bermanfaat secara klinik, karena mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu
pemberian obat maupun metode interaksi. Beberapa interaksi obat yang penting timbul
akibat dua mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a. Sumasi (adiktif).
b. Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk mensintesa dihidrofolat,
sedangkan trimetoprim menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang
kuat sebagai obat anti bakteri.
c. Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas
obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
d. Potensiasi, contoh :
1) banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan yang akan
memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas
glikosid.
2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah noradrenalin di ujung
syaraf adrenergik dan karena itu memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan
tiramin yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.

INTERAKSI OBAT BERMAKNA KLINIS

1. OBAT YANG RENTANG TERAPINYA SEMPIT


Contoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. OBAT YANG MEMERLUKAN PENGATURAN DOSIS TELITI
Contoh: antihipertensi
3. PENGINDUKSI ENZIM
Contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin, karbamzepin, rifampisin.
4. PENGHAMBAT ENZIM
Contoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol, metronidazol, simetidin,
siprofloksasin,

verapamil

VII. Kesimpulan
Mr. Hypertension 62 tahun, menderita hipertensi sejak 6 tahun yang lalu. Keluhan
COPD, peptic ulcer, dan chronic low back pain sebagai factor kormorbid.

VI. Kerangka Konsep

Mr. Hipertensi
60 tahun

Hipertensi

COPD

Peptic ulcer

Chronic low
back pain

Omeprazol
Enalapril
Ace-

HCT

fungsi ginjal

Penghambatan dan

Diuretiktiazi

Inhibitor

Menurunnya

Acetaminopen
pompa proton

d
Tekanan Darah
tetap tinggi

Antiuretik

Tidak ada
bronkospasme
Sekresi asam

Kreatinin

Ditambah

serum menurun

Metoprolol
Beta bloker selective

Analgesik dan

lambung menurun

Menghilangkan
nyeri punggung

Anda mungkin juga menyukai