Referat BPH
Referat BPH
OLEH:
Annisaa Rizqiyana, S. Ked
J500090056
PEMBIMBING:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2013
REFERAT
BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
OLEH:
Annisaa Rizqiyana, S. Ked
J500090056
Pembimbing:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B
dipresentasikan dihadapan:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B
BAB I
PENDAHULUAN
kemudian
bermanifestasi
menjadi
kelainan
mikroskopik
(kelenjar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut . Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat (Sjamsuhidajat dan
Wim, 2004). Nodus pada BPH tampak solid atau mengandung rongga kistik.
Secara mikroskopis nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan
stroma fibromuskulus dengan proporsi bervariasi (Kumar, Cotran, dan Robbins, ,
2007).
B. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer (Purnomo, 2003).
Prostat memiliki capsula fibrosa yang padat dan diliputi oleh sarung
prostat jaringan ikat sebagai bagian fascia pelvis visceral. Topografi prostata
adalah sebagai berikut:
Lobus anterior, atau isthmus prostata, terletak ventral dari urethra; bagian ini
bersifat fibromuskular dan mengandung sedikit jaringan kelenjar mungkin
juga sama sekali tidak.
Lobus posterior terletak dorsal dari uretra dan caudal terhadap kedua ductus
ejaculatorius; bagian ini dengan mudah teraba pada pemeriksaan rektal secara
digital.
Lobus-lobus lateral terletak pada sisi kanan dan sisi kiri urethra; lobus-lobus
ini merupakan bagian utama prostata.
Lobus medius (tengah) terletak antara uretrha dan kedua ductus ejaculatorius,
lobus ini berhubungan erat dengan cervix vesicae.
Pembuluh limfe utama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi
lymphoidei sacrales.
Serabut parasimpatis berasal dari nervi limphanici pelvici (nervi erigentes)
(S2-S4). Serabut simpatis berasal dari plexus hypogastricus inferior (Moore, dan
Anne, 2002).
C. Etilogi
Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplaaia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
Teori dihidrotestoteron
D. Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obtruksi dan iritasi. Gejala iritasi
disebabkan hipersensitif otot destrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obtruksi terjadi karena otot
destrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup
lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan
yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun
belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan
terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena
produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urin
sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan intravesika lebih
tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia
paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lamakelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam
kandung kemih . Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks,
dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004).
E. Klasifikasi
Derajat
Colok dubur
II
III
IV
> 100 ml
F. Gejala Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
jumlah
berlebihan.
b. Massa prostat yang tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktifitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut.
c. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan
antikolonergik atau adrenergik alfa.
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
G. Diagnosis
a. Anamnesis :
Pada kasus BPH anamnesis meliputi :
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah
mengganggu
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan
keluhan miksi
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan
pembedahan (AUA , 2003, Lepor H dan Lowe FC. 2002).
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan
adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate
Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan
prostate symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai
dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan
yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum
35
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadangkadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan pertanda inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan:
Mukosa rektumnya
c. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai
keganasan prostat diperiksa kadar penanda tumor PSA (Purnomo, 2003) . Rentang
kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah : 40-49 tahun: 0-2,5
ng/ml, 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml, 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml dan 70-79 tahun: 0-6,5
ng/ml (Dawson dan Whitfield, 1996)
b) Pencitraan:
Sistografi
Pemeriksaan ini dilakukan bila pada anamnesis ditemukan hematuria atau
c) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
b. Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat
dihitung dengan cara melakukan katerisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
c. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan
gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaan yang teliti dengan
pemeriksaan urodinamik.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran,
maksimum pancaran maksimum dan volume urine yang dikemihkan (Purnomo,
2003).
H. Diagnosis banding
Kelemahan detrusor kandung kemih
-
Gangguan neurologik
o Kelainan medula spinalis
o Neuropati DM
o Pascabedah radikal dipelvis
o Farmakologi (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)
Fibrosis
Resistensi uretra
-
Uretralitiasis
I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah:
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi.
Observasi
Medikamentosa
Operasi
Invasif minimal
Watchfull waiting
Penghambat
Prostatektomi
TUMT
adrenergik-
terbuka
TUBD
Penghambat
Endourologi:
Stent uretra
reduktase-
TURP
TUNA
Fitoterapi
TUIP
Hormonal
TULP
elektrovaporasi
Watcfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktifitas sehari-hari.
Pasien tidak diterapi apapun dan hanya diberikan penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
-
jelas.
Klasifikasi terapi dan dosis yang direkomendasi pada BPH
Klasifikasi
Alpha-blockers
- Nonselective
Phenoxybenzamin
- Alpha-1, short-acting
prozasin
- Alpha-1, long acting
Terazosin
Doxazosin
- Alpha-1a selective
Tamsulosin
Alfuzosin
5-alpha-reductase inhibitor
- Finasteride
- Dutasteride
- Subcutaneus implant
- Triptorelin pamoate
( Tanagho dan Mc aninch, 2008)
Dosis Oral
2 x 10mg /hari
2 x 2 mg/hari
5 mg atau 10 mg/hari
4 mg atau 8 mg/hari
0.4 atau 0,8 mg/hari
10 mg/hari
5 mg/hari
0,5 mg/hari
Tiap tahun
3,75 mg / bulan
Operasi
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang:
Hematuria
Gagal ginjal
Macam Operasi:
Pembedahan terbuka
Beberapa macam metode untuk prostatektomi terbuka adalah metode dari
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih dikerjakan
sampai saat ini, paling invasif dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100gram).
Penyulit yang terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia
uria (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrogard (60-80 %) dan kontraktur leher
buli-buli (3-5%). Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka mortalitas
sebanyak 2% (Purnomo, 2003).
Pembedahan Endourologi
a. TURP
Reseksi kelenjar prostat yang dilakukan transuretra dengan menggunakan
cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan
tidak
tertutup darah. Cairan yang digunakan adalah cairan nonionik agar tidak terjadi
hantaran listrik cairan yang sering digunakan adalah H2O steril (Purnomo, 2003).
b. Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TRUP hanya saja teknik
ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman,
tidak banyak menimbulkan perdarahan saat operasi dan massa mondok di rumah
sakit lebih singkat. Teknik ini hanya untuk prostat yang tidak terlalu besar (<50g)
dan membutuhkan waktu operasi yang lama(Purnomo, 2003).
c. Laser Prostatektomi
Energi laser digunakan sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari
tahun ketahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai
yaitu: Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP:YAG dan diode yang dapat dipancarkan
melalui bare fibre, right angel fibre atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada
suhu 60-65 0c akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C
mengalami vaporasi (Purnomo, 2003).
Invasif Minimal
Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro
pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan
didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44oC menyebabkan dekstruksi
jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Proses ini dapat
digunakan dipoliklinik tanpa pembiusan.
Energi panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan
melalui kateter yang terpasang dalam uretra. Besar dan arah pancaran energi
diatur melalui sebuah komputer sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang
membuntu uretra. Morbiditasnya relatif rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi
(Purnomo, 2003).
yang hanya
Kemudian tiap tahun untuk menilaiperubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani
pengobatan
penghambatan
5adrenergik
harus
dinilai
respon
terhadap
DAFTAR PUSTAKA