Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan
Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai
norma tersebut meliputi norma moral dan norma hukum. Dalam norma inilah
maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di
negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hokum nilai-nilai
Pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur
yang terwujud dalam kehidupan sehari-sehari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila
sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan
bangsa Indonesia sebagai asal-mula materi nilai-nilai Pancasila (Toyiban,
1997).
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik
meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliran nya harus
dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan nilai, norma dan moral?
2. Bagaimanakah hubungan antara nilai, norma dan moral?
3. Apa yang dimaksud dengan etika?
4. Apa yang dimaksud dengan politik?
5. Bagaimanakah dimensi politisi manusia?
6. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai etika politik?
7. Apa saja prinsip dasar etika politik Pancasila?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari nilai, norma dan moral
2. Mengetahui hubungan antara nilai, norma dan moral
3. Mengetahui pengertian dari etika
BAB II
PEMBAHASAN
nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan
nilai yang dilakukan oleh subjek penilai untuk berhubungan dengan
unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai yaitu unsur
jasmani, akal, rasa, karsa, dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan
bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan
lain sebagainya (Kaelan, 2014).
Di dalam tatanan kehidupan bernegara, nilai terdiri atas nilai dasar,
nilai instrumental dan nilai praktis.
1. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
kurang lebih mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai kultural atau
budaya yang berasal dari bangsa indonesia itu sendiri yaitu yang
berakar dari kebudayaan sesuai dengan UUD 1945 yang
mencerminkan hakikat nilai kultural.
2. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar
biasanya dalam wujud norma sosial atau norma hukum yang
selanjutkan akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang
sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu. Nilai instrumental
merupakan tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum.
3. Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan
dalam kenyataan. Nilai inilah yang sesungguhnya merupakan
bahan ujian apakah dasar dasar dan nilai intrumental sungguhsungguh hidup dalam masyarakat atau tidak.
Selain nilai-nilai tersebut terdapat sumber nilai dalam kehidupan
berbangsa yaitu sila-sila dalam Pancasila khususnya sila ketuhanan
yang maha esa. Sila ini merupakan norma dasar yang mengatur
hubungan antara manusia sebagai individu dan anggota kelompok dan
sesamanya, Negara, pemerintah serta bangsa lain di dunia. Nilai-nilai
yang terkandung dalam kehidupan berbangsa adalah :
1. Nilai ideal;
2. Nilai material;
3. Nilai spiritual;
4. Nilai pragmatis;
5. Nilai positif.
6. Nilai logis;
7. Nilai etis;
8. Nilai estetis;
9. Nilai sosial;
10. Nilai religius atau keagamaan.
Nilai lain yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah
nilai perjuangan bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaan RI.
Nilai dalam pengembangan Pancasila antara lain:
1. Ketuhanan yang maha esa:
a. Percaya dan takwa kepada tuhan yang maha esa;
b. Masing masing atas dasar kemanusiaan yang beradab;
c. Membina adanya kerjasama dan toleransi antara sesama
pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab:
a. Tidak saling membedakan warna kulit.
b. Saling menghormati dengan bangsa lain.
c. Saling bekerja sama dengan bangsa lain.
d. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia:
a. Menempatkan persatuan kepentingan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan.
b. Menetapkan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan
pribadi atau golongan.
c. Bangga berkebangsaan Indonesia.
Norma
Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam
berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan
normatif diwujudkan dalam bentuk norma. Sebuah nilai mustahil
menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah
norma. Dengan demikian, pada dasarnya norma adalah perwujudan
nilai. Tanpa adanya norma, nilai tidak dapat praktis artinya tidak dapat
berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari (Winarno, 2001: 7).
Setiap norma pasti mengandung nilai. Nilai sekaligus menjadi
sumber bagi norma. Tidak ada nilai maka tidak mungkin terwujud
norma. Sebaliknya, tanpa dibuatnya norma, maka mustahil nilai itu
dapat berfungsi atau terwujud. Sebagai contoh ada norma yang
berbunyi dilarang membuang sampah sembarangan atau buanglah
Moral
Moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan atau
kelakuan (akhlak). Jadi, moral adalah tingkah laku manusia yang
dilakukan dengan sadar dipandang dari sudut baik dan buruknya dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara.
Moral
laku
manusia,
maka
perlu
lebih
dikongkritkan
lagi
serta
Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada dipihakpihak yang memberikan ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan
dari etika jika dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam
etika seseorang dapat mengerti mengapa, dan atas dasar apa manusia harus
hidup menurut norma-norma tertentu. Hal yang tartil inilah yang merupakan
kelebihan etika jikalau dibandingkan dengan moral.
Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai buku petunjuk
tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik, sedangkan
etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur dan teknologi mobil
itu sendiri. Demikianlah hubungan yang sistematis antara nilai, norma dan
moral yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud dalam suatu
tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia (Kaelan, 2014).
2.3 Pengertian Etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika dalam
kehidupan masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini
terwujud dari keluarnya ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam ketetapan MPR
tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman
dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan nilainilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan
bermasyarakat. Etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini
bertujuan untuk:
1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam
menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek;
2. Menentukan pokok-pokok kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara;
3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika
dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut.
1. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai dan tolong menolong diantara sesama
manusia dan anak bangsa. Selain itu juga menghidupkan kembali budaya
malu yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan
moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu
dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dari dan
diperhatikan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan
lapisan masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kembali kehidupan berbangsa dan berbudaya tinggi dengan menggugah,
menghargai dan mengembangkan budaya local dan nasional serta
mengembangkan budaya yang dimaksud untuk mampu melakukan
adaptasi dan tindakan proaksisejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk
pengertian
politik
secara
sempit
Jadi, Pancasila sebagai etika mengajak kita untuk berfikir kritis, otokritik,
kaji banding sehingga Pancasila yang kita terima sebagai dasar negara dan
dasar kehidupan berbangsa benar-benar hasil pilihan bangsa dan negara
Indonesia, bukan sesuatu yang dipaksakan.
Dalam suatu suatu reformasi sekarang ini Pancasila juga merupakan etika
politik. Artinya, kehidupan berpolitik (berpemerintahan, bernegara, dan
sebagainya) harus dilandasi nilai-nilai Pancasila sehingga arah perjuangan
reformasi benar-benar sesuai dengan cita-cita nasional Indonesia. Kehidupan
berpolitik diarahkan tidak untuk kepentingan pribadi, golongan ataupun partai
politik tertentu tetapi untuk kelangsungan bangsa dan Negara Indonesia.
2.7 Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunyai
lima prinsip berikut ini yang disusun menurut pengelompokan Pancasila,
bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi di Indonesia, melainkan
karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutantuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah
perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk
hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga
masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat.
Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama,
kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme
memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang
(Anonim, 2010).
2. Hak Asasi Manusia
juga
demi
orang
lain,
bahwa
kita
bersatu
senasib
sebuah
elit,
atau
sekelompok
ideologi,
atau
sekelompok
dan memaksakan
dalam demokrasi
(karena mencegah
pemerintah
yang
sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan
masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan.
Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan.
Keadilan sosial mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian;
bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa
bertahan di hari berikut.
Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis,
sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu;
keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah
keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan
dengan
membongkar
masyarakat.
Di
ketidakadilan-ketidakadilan
mana
perlu
diperhatikan
yang
bahwa
ada
dalam
ketidakadilan-
pertama-tama
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Etika politik merupakan filsafat teoritis yang membahas tentang
makna hakiki segala sesuatu antara lain: manusia, alam, benda fisik,
pengetahuan
bahkan
tentang
hakikat
yang
transenden.