Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PANCASILA

NILAI MORAL DAN NORMA

Disusun Oleh :
1. Ahmad fergi
2. Ahmad nur ngaziz
3. Annisa nur setiyati
4. Fajar yunianto
5. Heni septiyana
6. Maulidatul mukarromah a
7. Ririn septiani
8. widianto

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2015
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmatnya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang NILAI MORAL DAN
NORMA.
Terimakasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan
yang diberikansehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.
Yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami
yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan
kami khususnya.

Wonosobo, 2015

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengamalan atau praktek Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini memang
sudah sangat sulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelektual dan kaum
elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Aspek kehidupan berpolitik, ekonomi, dan
hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya Pancasila di dunia Indonesia yang
sudah menjadi dasar Negara dan membawa Negara ini merdeka hingga. Secara hukum
Indonesia memang sudah merdeka selama itu, namun jika kita telaah secara individu
(minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit
politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya menjungjung tinggi
nilai-nilai Pancasila dan Keadilan bagi seluruh warga Negara Indonesia. Keadilan yang
seharusnya mengacu pada Pancasila dan UUD 1945 yang mencita-citakan rakyat yang
adil dan makmur sebagaimana mana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1
dan 2 hilanglah sudah ditelan kepentingan politik pribadi.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam
Filsafat Pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat
kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem
pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan noram-norma yang merupaka pedoman dalam tindakan
atau suatu aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila merupakan dasar-dasar yang bersifat fundamental
dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangasa dan
bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang
bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat bangsa, maupun negara
mkaa nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas
sehingga merupakan suatu norma pedoman.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian nilai, moral dan norma
2. Apakah pengertian nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis
3. Bagaimana pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara RI
4. Menjelaskan bagaimana makna nilai-nilai setiap sila pancasila
5. Bagaimanakah etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
C. Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan pengertian nilai, moral dan norma
2. Mampu memahami dan menjelaskan pengertian nilai dasar, nilai instrumental dan
nilai praksis
3. Mampu memahami dan menjelaskan pancasila sebagai nilai dasar fundamental
bagi bangsa dan negara RI
4. Mampu memahami dan menjelaskan makna nilai-nilai setiap sila pancasila
5. Mampu memahami dan menjelaskan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
6. Mampu mengamalkan nilai-nilai dari pancasila dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN

A. NILAI, MORAL DAN NORMA


1. NILAI
 Bambang Daroeso (1986:20) mengemukakan bahwa nilai adalah suatu kualitas
atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar penentu tingkah
laku seseorang.
 Darji Darmodiharjo (1995: 1) mengatakan bahwa nilai adalah kualitas atau keadaan
sesuatu yang bermanfat bagi manusia, baik lahir maupun batin.
 Sementara itu Widjaja (1985: 155) mengemukakan bahwa menilai berati
menimbang, yaitu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
(sebagai standar), untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu dapat
menyatakan : berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, indah atau tidak
indah, baik atau tidak baik dan seterusnya.
 Menurut Fraenkel, sebagaimana dikutip oleh Soenarjati Moehadjir dan Cholisin
(1989:25), nilai pada dasarnya disebut sebagai standar penuntun dalam
menentukan sesuatu itu baik, indah, berharga atau tidak.
 Menurut Lasyo (1999,hlm.9) sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan
landasan atau motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai yaitu sesuatu yang menjadi etika atau estetika yang
menjadi pedoman dalam berperilaku.

Robert W. Richey sebagaimana dikutip oleh T. Sulistyono (1991: 15) membagi nilai
menjadi tujuh macam, yaitu:
1. nilai intelektual
2. nilai personal dan fisik
3. nilai kerja
4. nilai penyesuaian
5. nilai sosial
6. nilai keindahan,
7. nilai rekreasi.
Sementara itu Notonagoro membagai nilai menjadi tiga macam, yaitu :
1. nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia
2. nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan kegiatan atau aktivitas
3. nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia,
yang
meliputi :
a. nilai kebenaran atau kenyataan-kenyataan yang bersumber pada unsur
akal manusia (rasio, budi, cipta)
b. nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan, estetis)
c. nilai kebaikan atau moral yang bersumber pada kehendak atau kemauan
manusia (karsa, etis)
d. nilai relegius yang merupakan nilai Ketuhanan, nilai kerohanian yang
tertinggi dan mutlak
2. MORAL
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores
ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam
bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani
sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku
di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu
juga sebaliknya. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak
yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai
pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

3. NORMA
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai
sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma tidak
dilakukan (Widjaja, 1985: 168).
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi,
dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki
oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma
agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma
memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :


Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber
pada agama
Norma kesusilaan : adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati
nurani, moral atau filsafat hidup.
Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan
bersumber pada UU suatu Negara tertentu

Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan


antara manusia dalam masyarakat
B. NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKSIS
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca
indra manusia, namun dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan
tingkah laku manusia. Setiap meiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi,
intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar berifat
universal karena karena menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu.
Contohnya tentang hakikat Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar
itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama).
Nilai dasar yang berkaitan dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus
bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum
yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Dan apabila nilai
dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuatutas,aksi, ruang dan
waktu) maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Nilai Dasr yang menjadi
sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila

2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari
nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit.
Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi norma moral. Namun apabila
nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka
nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi
yangbersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai
instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam
kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan
penjabaran Pancasila.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.

C. PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN


NEGARA RI
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas
humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.
Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan mudah
diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai
Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata lain, bahwa
Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat
legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat
nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau
penjabaran dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
1. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal
ini merupakan penjabaran sila ketiga.
2. Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari
sila kelima.
3. Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan
rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
4. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok
pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua. Berdasarkan uraian di
atas menunjukkan bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan
sebagai pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, karena di dalamnya
terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut.
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara
(negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas kerohanian
negara (Pancasila).
b. Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945, yaitu, ”.....maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum. Nilai
dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang
tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apa pun tidak
mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai
dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat
Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti
pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pengertian seperti
itulah maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang
fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Di samping itu, nilai-nilai Pancasila juga merupakan
suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan
dalam pokok pikiran keempat yang menyatakan bahwa negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional
pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-keamanan negara,
politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa
berdasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan.

D. MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA


1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa
berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya.
Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali
tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti
keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.
Makna lain :
 Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan
yang Maha Esa.
 Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut
agamanya.
 Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
 Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
 Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agamanya masing-masing.
 Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga
negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.

2. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan
memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim
dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan,
dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD
1945.
Makna lain :
 Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
 Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
 Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.

3. Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia


Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam
menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh
UUD 1945.
Makna lain :
 Nasionalisme.
 Cinta bangsa dan tanah air.
 Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
 Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan
warna kulit.
 Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.

4. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan
Permusyarawatan Perwakilan Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu
sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud
bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas
kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana
dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat
dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Makna lain :
 Hakikat sila ini adalah demokrasi.
 Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru
sesudah itu diadakan tindakan bersama.
 Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.

5. Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara
Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua
Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia
… Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Selanjutnya dijabarkan dalam pasalpasal UUD 1945. Pola pikir untuk membangun
kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila
yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia tampa pandang bulu. Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh
setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan
berbaghai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana
korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan
penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi
momok masyarakat.
Makna lain:
 Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
 Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama
menurut potensi masing-masing.
 Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.

E. ETIKA POLITIK DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA


Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat
manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam
kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan
untuk mengontrol perilaku politik.
Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan
berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal
dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Etika politik bukanlah sebuah norma. Etika politik juga bukan sebuah aliran filsafat
atau ideologi, sehingga tidak dapat dijadikan sebuah pedoman siap pakai dalam
pengambilan kebijakan atau tindakan politis. Etika politik tidak dapat mengontrol
seorang politikus dalam bertindak atau mengambil keputusan, baik keputusan individu,
organisasi, atau kelompok. Namun, etika politik dapat dijadikan rambu-rambu yang
membantu politikus dalam mengambil keputusan.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab.
Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional
objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat
dijalankan secara objektif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kita harus mengerti bagaimana politik itu sendiri yang seharusnya dilaksanakan sesuai
dengan amanah pancasila, tudak bertentangan dan bukan bagaimana pancasila
dipolitikkan oleh para penguasa negara khususnya negara Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Tanireja, T., dkk, 2014. Kedudukan dan Fungsi Pancasila bagi Bangsa dan Negara
Indonesia, Purwokerto: Alfabeta Bandung
Notonegoro. 1995. pancasila secara ilmiah populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Jarmanto. 1982. Pancasila Suatu Tujuan Aspek Histotis dan Sosiopolitis.yogyakarta: Liberty.
Salam, Burhanuddin. 1985. Filsafat pancasilaisme. Bandung: Bina Aksara.
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: paradigma

Anda mungkin juga menyukai