Anda di halaman 1dari 17

Case Report Session

EPILEPSI GRANDMAL

Oleh:
M Irsyad KH 0810313224

Pembimbing:
Prof.Dr.dr. Darwin Amir, Sp.S(K)
Dr Syarif Indra SpS(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2014

36

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Epilepsi adalah manifestasi klinik yang sangat bervariasi, mulai dari kejang
umum, kejang fokal, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku sampai
manifestasi aneh-aneh sulit dimengerti. Prinsip yang harus dipegang ialah
terjadi berulang kali dengan pola yang sama, tanpa memperhatikan tempat,
waktu dan keadaan. Epilepsi bukanlah homogen, tetapi bervariasi luas dalam
bentuk, penyebab dan beratnya. Cetusan abnormal mungkin melibatkan
sebagian otak saja (serangan parsial/fokal) atau daerah luas pada kedua belahan
otak (serangan umum).

A. Definisi
Manifestasi gejala klinis dari gangguan lepas muatan listrik yang
berlebihan (abnormal) dari sel-sel neuron di otak, yang mendadak paroksismal,
dan reversible, dapat mengakibatkan terganggunya kesadaran, sistem motorik,
sensorik, vegetatif (otonom) dan psikik.

B. Etiologi
Penyebab epilepsi terbagi dalam 2 golongan:
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya. Diduga gangguan keseimbangan zat kimiawi sel-sel saraf pada
area otak yang abnormal, hingga menimbulkan muatan listrik yang abnormal.
37

2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui


a. Kelainan yang terjadi waktu kehamilan / perkembangan janin
b. Kongenital kromosom, radiasi, obat-obat, teratogenik, infeksi, alkohol,
trauma, persalinan. Contoh: hipoxia, partus patologik, trauma pada otak.
c. Kelainan metabolisme: hipoglikemi, hipokalsemi.
d.

Pada anak-anak prasekolah/ kejang demam, trauma, intoksikasi, infeksi


meningitis, SSPE (Subacute Sclerosis Panencephalitis)

e. Pada dewasa
1. Tumor otak

4.

2. Infeksi serebral

GPDO
5.

Cedera kepala

3. Penyakit bawaan: Sclerosis tuberosa, neurofibromatosis


f. Kecendrungan diturunkan oleh orang tua

C. Epidemiologi
Insiden: 0,2-0,7 0/00. Prevalensi: 4-7 0/00. Di Indonesia diperkirakan ada

1-

1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering dari pada perempuan. Serangan
pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10 tahun: 52%. Usia
20 tahun kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia diatas
55 tahun + 1-2%.

D. Mekanisme Epilepsi
Neuron adalah suatu tempat terjadinya kegiatan listrik dengan adanya
potensial membran. Potensial membran, tergantung permeabilitas membtan
neuron yang menseleksi ion-ion K, Na, Ca, Cl dari dalam /luar sel neuron.
Perbedaan

konsentrsai

ion-ion

menmbulkan

38

potensial

membran

(terjadi

depolarisasi,repolarisasi, dst). Serangan epilepsi merupakangangguan fungsi


neuron-neuron otak dan tansmisi pada sinaps.

Diagnosis ditegakkan bila serangan lebih dari satu kali dalam kurun waktu 1 tahun.
Serangan ini dapat dari anamnesis, jarang yang dilihat. Bia mungkin lakukan pemeriksasan
EEG. Setelah didiagnosis tentukan jenis serangan usahakan mencari etiologi.

E. Gejala Klinik
1.

Epilepsi fokal sederhana ( serangan parsial sederhana)


a. Fokal motor: kesadaran normal
Serangan motorik, tonik klonik pada 1 anggota badan bisa berupa
spasmus daerah lengan menjalar ke bahu, badan, disebut epilepsi Jackson
(Jacksonian March).
b. Serangan Adversif yaitu serangan ini dapat berubah dimana kepala
berpaling ke arah yang terkena kejang. Lengan memutar mata melirik ke
kontralateral lesi, disebabkan menyebarnya cetusan abnormal ke neuron
yang berdekatan (fokus di frontalis).
c. Fokal sensorik kesadaran utuh timbul kesemutan, kebal, parestesi pada
satu anggota badan dapat meluas. Cetusan epileptik ini di daerah rolandik
otak yang berperan dalam sensasi. Bisa serangan pucat atau pelebaran
pupil (terkena pusat otonom)
d. Epilepsi fokal lain yaitu epilepsi ekuivalent dimana kesadaran utuh dengan
gejala sakit kepala, sakit perut, pusing secara paroksismal. Bisa kelainan
fisik, vegetatif ngompol.
e. Epilepsi parsialis kontinua. Kesadaran utuh muncul serangan motorik yang
kontinue (status berjam-jam, berhari pada satu anggota) dapat diikuti oleh
paralise anggota yang kejang disebut Todd Paralise.
39

2. Epilepsi umum sekunder, serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan


umum sekunder. Serangan fokal pada satu anggota badan atau epilepsi fokal
kompleks beelanjut menjadi epilepsi umum dengan kesadaran menurun
seperti Grand mal.
3.

Epilepsi fokal kompleks (Epilepsi lobus temporalis, epilepsi psikomotor)


Serangan fokal disertai gangguan kesadaran (absence), kelainan fungsi luhur.
Waktu

absence pasien memandang kosong, pucat, gangguan daya ingat

dikenal dengan feomena dejavu-jamesvu. Bisa seolah-olah mendengar bunyibunyian, bau-bauan, melihat
automatismus
menggapai

pada

tanpa

jari,
tujuan

yang aneh. Kelainan motorik: gerakan

mulut,

mata,

berlangsung

mengunyah,
beberapa

berjalan
detik,

keliling,
berulang.

Automatismus bisa terkoordinasi, berlangsung lebih lama kemudian amnesia.


4.

Epilepsi Umum
a. Grand mall
Biasanya kesadaran langsung menurun. Kejang umum kadang-kadang
prodromal, mungkin timbul jeritan (epileptic cry). Kejang tonik lebih
kurang 10-30 detik (fase tonik), kaku, opistotonus,lalu jatuh, sianosis
(spasme otot-otot pernafasan). Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi
nafas mendengkur (stertorous). Mulut berbuih (bercampur darah karena
lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur beberapa menit
sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian
(amnesia).
b. Petit mal (serangan lena absence)
Gangguan kesadaran mendadak (absence) 3-10 detik. Bengong, kegiatan
motorik terhenti (makan, bicara, jalan) pasien diam tak bereaksi. Apa

40

yang dipegang telepas. Kadang-kadang kelopak mata berkedip 3 kali


perdetik disusul amnesia.
Perbedaan petit mal dengan epilepsi temporal lobe

Petit mal

Temporal lobe

Etiologi

Epilepsi
sekunder

umum Semua
idiopatik

kelainan

fokal

Lama serangan

Singkat
<30dtk)

Manifetasi
klinik lain

Feomena motorik

Biasanya perlahan

Pemulihan

Cepat

Gangguan temporal fokal

EEG

Paku dan gelombag 3


spd

(biasanya Lebih
lama.
Biasanya
beberapa detik. Fenomena
motorik lain
temasuk
automatism.

c. Serangan mioklonik
Kontraksi kelompok otot anggota gerak,singkat. Bisa serangan tunggal
atau berulang. Mulai gerakan halus sampai sentakan hebat. Biasa pasien
mendadak jatuh, benda yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome).
Bisa lateral, sinkron berulang.
d. Serangan atonik
Sangat jarang kesadaran menurun, terjatuh karena kehilangan tonus otot
tidak diikuti gerakan atau serangan tonik klonik, bisa kepala terkulai tibatiba.
e. Spasmus infantile, sindrome west
Serangan fleksi atau ekstensi kelompok otot secara mendadak dapat
terjadi berurutan, disertai teriakan, umumnya pada bayi usia 3-12 bulan,
41

kepala, badan, tangan dan tungkai kiri kanan serentak terfleksi ( seolaholah seperti sakit perut), biasanya serangan waktu ngantuk. Berulang
banyak kali sehari, disertai gejala sklerosis tuberosa, kelainan metabolik,
dll. Mortalitas lebih dari 50% sisanya 50% diikuti dengan mental retardasi,
speech gejala sisa neurologi, 50% lagi menjadi epilepsi kronik. Yang khas:
gambaran EEG hipsaritmia.
f.

Kejang demam
Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5
tahun
Kejang singkat
Kejang < 15 menit
Tidak berulang

Kejang demam sederhana

Tanpa defisit neurologi


EEG normal
Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi
epilepsi (5% kejang demam akan menjadi epilepsi).

F. Terapi
Prinsip pengobatan:
a. Tujuan: mengendalikan munculnya serangan
b. Srategi:-

diagnosis jelas

seleksi obat anti epilepsi (OAE) yang tepat sesuai jenis epilepsi

seawal mungkin dosis minimal optimal yang efektif, efek samping


minimal, mudah didapat, terjangkau.

Obat OAE:
42

obat diusahakan tunggal (single drug treatment)

bila dengan obat I belum efektif ditukar dengan obat II (caranya: obat I
diturunkan lalu distop sambil memberikan obat kedua yang pelan-pelan
dinaikkan)

bila belum efektif gabung 2 macam obat saja.

Kegagalan disebabkan:
a. obat tak cocok

c.

ada faktor pencetus

b. tak teratur (non compliance)

d.

cari proses aktif di otak

OAE pilihan pertama:


1. Fenobarbital dosis dewasa 2-5mg/kgBB/hr, pemberian 1-2 kali per hari. Untuk
grandmall, fokal (kadang-kadang temporal lobus).
2. Fenitoin atau dilantin. Dosis dewasa 200-400mg/hr. Bisa untuk Grandmall dan
fokal, tidak diberikan pada petit mall dan kejang demam
3. Karbamazepin

(tegretol,

teryl).

Dosis dewasa

300-1200 mg/hr.

Untuk

temporal lobus, Grandmall, fokal sederhana.


4. Klonazepam (rivotril, klonopin). Dosis dewasa 3 x 0,5-2 mg/hr.
5. Valproat (leptilan, depakote, epilin). Diberikan untuk Grandmall, fokal petit.
Untuk dewasa 3-10 mg/kgBB/hr.
6. Nitrazepam (mogadon, dumolid, nipam). Dosis dewasa 3x5 mg.
OAE pilihan II
1. Gabapentin: neurontin. Dewasa 300-1200 mg/hr. untuk epilepsi fokal,umum
sekunder.
2. Lamotrigin (lamietal). Dosis dewasa 50-400 mg/hr untuk grandmall, fokal,
umum sekunder.
3. Topiramete (topamax). Dosis dewasa 50-400 mg/hr
4. Okskarbazepin (trileptal). Dosis dewasa 300-3000 mg/hr
43

G. Status Epileptikus
Status epileptikus merupakan keadaan emergency neurologi yang membutuhkan
pertolongan segera. Pada status epileptikus, si penderita telah mengalami bangkitanbangkitan kejang tonik dan kejang klonik berulangkali, tanpa siuman kembali di saat-saat
antar bangkitan.
Suatu status epileptikus misalnya akan dapat timbul bila pengobatan dengan luminal
pada penderita epilepsi dihentikan secara mendadak. Suatu status epileptikus harus selalu kita
pandang sebagai suatu keadaan darurat dan bangkitan itu harus segera dihentikan. Suatu
status epileptikus yang tidak dapat dikendalikan, dapat menimbulkan keadaan yang gawat
dan dapat membawa maut.
Tujuan penatalaksanaan status epileptikus adalah:
1. Pertahankan keadaan umum, sirkulasi darah otak, oksigenasi, kalori.
2.

Hentikan kejang

3. Cegah komplikasi: aritmia, aspirasi, infeksi sekunder dan hiperkapnia.

Penanganan Status Epileptikus

Sesuai dengan modifikasi protokol American Working Group On Status


Epilepticus 1993

Bila setelah menit ke-60 belum teratasi (refrakter), perawatan dilakukan di


ICU

< 20 menit

Oksigen lewat nasal, monitor EKG, pernapasan, dan temperatur.

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologik.

Ambil sampel darah untuk elektrolit, BUN, glukosa, toksikologi, kadar OAE,
gas darah.
44

Pasang jalur IV dengan larutan NaCl 0,9% dengan tetesan lambat.

Berikan 50 ml Glukosa 40% dan 100 mg Tiamin IV/IM.

Lakukan rencana EEG bila ada.

Berikab Diazepam 0,3 mg/kgBB IV (kecepatan 5 mg/menit) sampai


maksimum 20 mg, dapat diulang jika masih kejang setelah 5 menit.

Bila kejang teratasi, dilanjutkan dengan fenitoin IV 18 mg/kgBB (kecepatan


maks 50 mg/menit) disertai monitor EKG dan tekanan darah selama infus
fenitoin. Bila kejang belum teratasi diberikan Fenitoin IV 15-20 mg/kgBB
(kecepatan 150 mg/menit).

20-30 menit (jika kejang menetap)

Jika kejang menetap, intubasi, kateter, rekaman EKG, temperatur.

Beri fenobarbital, dosis rumat 20 mg/kgBB IV (100 mg/menit).

40-60 menit (jika kejang masih menetap)

Berikan pentobarbital 5 mg/kgBB IV dosis awal, ditambah terus sampai


kejang berhenti dengan monitoring EEG, dilanjutkan dengan 1 mg/kg/jam,
kecepatan infus lambat setiap 4-6 jam untuk menentukan apakah kejang sudah
teratasi dan tidak ada komplikasi terhadap tekanan darah dan nafas.

> 60 menit

Kejang masih menetap (status refrakter) dilakukan anestesia dengan


pentobarbital, intubasi, ventilator mekanik.

45

BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan berumur 32 tahun datang ke poli RS Dr. M. Djamil


Padang pada tanggal 15 Januari 2014 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang sejak 7 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Kejang sejak 7 hari yang lalu, sebelumnya pasien sedang duduk dan tiba-tiba kejang
selama 15 menit sebanyak 1 kali. Kejang di seluruh tubuh pasien. Pasien tidak sadar

saat kejang dan sadar saat setelah kejang.


Sebelum kejang pasien biasanya mencium bau-bauan yang tidak enak dan sangat kuat

dan pasien berteriak sebelum kejang.


Pada saat kejang, kedua mata pasien mengarah ke kanan bawah, pasien mengompol

dan mulut pasien pasien mengeluarkan buih.


Pasien sudah pernah kejang sebelumnya dengan ciri yang sama sejak 1 tahun yang

lalu. Sampai saat ini pasien telah mengalami kejang sebanyak 5 kali.
Kejang biasanya timbul saat sebelum menstruasi.
46

Nyeri kepala (+), nyeri dirasakan di kepala sebelah kanan, berdenyut-denyut dan

disertai dengan mual. Nyeri muncul tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
Mata kanan pasien tidak bisa lagi melihat sejak 3 tahun yang lalu. Pasien pernah
periksa mata sebelumnya sejak 6 tahun yang lalu, diberi resep kacamata dan setelah

itu pasien tidak pernah lagi periksa mata.


Muntah (-)
BAK dan BAB baik.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat kebiasaan, sosial, dan ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum

CMC

Kesadaran

GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

78 x /menit

Nafas

18 x /menit

Suhu

36,5 C

Status Internus :
Mata : Kanan : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kiri

: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.


47

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada


JVP 5-2 cmH2O.
Thorak :
Paru : Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan

Palpasi

: Fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).


Jantung: Inspeksi

: Iktus tidak terlihat.

Palpasi

: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V.

Auskultasi: Bunyi jantung murni, irama tidak teratur, bising (-).


Abdomen : Inspeksi
Palpasi

: Tidak membuncit
: Hepar dan lien tidak teraba, defans muscular (-), nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-).

Perkusi

: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal.


Punggung : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Oedem tidak ada
Status Neurologis :
1. GCS 15 (E4 M6 V5)
2. Tanda Rangsangan Meningeal :
a. Kaku kuduk (-).
b. Brudzinky I (-).
c. Brudzinky II (-).
d. Kernig (-).
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:
a. Muntah proyektil tidak ada.
48

b. Sakit kepala tidak ada.


4. Nn. Kranialis :
o NI

: penciuman baik

o N II

: Kanan

: visus 1/~, proyeksi baik

Kiri

: penglihatan baik,

reflek cahaya +/+


o N III,IV,VI

: pupil isokor, bentuk bulat, 3mm / 3mm, gerakan bola mata


bebas ke segala arah

o NV

: bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke

kanan
o N VII

: bisa menutup mata, bisa mengangkat kedua alis mata, plica

nasolabialis kiri sama dengan kanan.


o N VIII
o N IX,X

: fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada


: arcus faring simetris, uvula di tengah, reflek muntah

(+)
o N XI

: bisa mengangkat kedua bahu, bisa melihat ke kiri dan ke

kanan
o N XII

: tidak terdapat deviasi lidah saat dijulurkan.

5. Motorik
Ekstremitas Superior :

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Tropi

Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi

Kiri
Aktif
555
Eutonus
Eutropi

Kanan
Aktif
555
Eutonus
Eutropi

Kiri
Aktif
555
Eutonus
Eutropi

Ekstremitas Inferior

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Tropi
6. Sensorik

49

a. Eksteroseptif :
baik
b. Proprioseptif :
baik
7. Fungsi Otonom
BAK
: Normal
BAB
: Normal
Sekresi Keringat
: Normal
8. Refleks
a. Refleks fisiologis
:

b. Refleks patologis

Refleks biceps ++/++


Refleks triceps ++/++
Refleks KPR ++/++
Refleks APR ++/++
Refleks Hoffman Trommer -/Refleks Babinsky -/-

LABORATORIUM : (-)
DIAGNOSA KERJA :

Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosis Sekunder

:
:
:
:

Kejang tipe tonik klonik (grand mal)


Lobus temporalis anterior sebelah dalam
Suspek Epilepsi
Migraine
Penurunan visus OD

PEMERIKSAAN ANJURAN

Laboratorium darah rutin


EEG
Brain CT Scan
Konsul mata

TERAPI :
Umum :

Menghindari benda-benda tajam saat akan tiba serangan epilepsi

Khusus :

Natrium diklofenat 3x50 mg


Neorudex 3x1 tablet

ANJURAN TERAPI (-)


PROGNOSIS
50

o Quo ad sanam
: dubia ad bonam
o Quo ad vitam
: dubia ad bonam
o Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB III
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 32 tahun dengan diagnosis klinis
Epilepsi seranag umum, diagnosis topik , diagnosis etiologi , dan diagnosis sekunder .
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Kejang sejak 7 hari yang lalu, sebelumnya
pasien sedang duduk dan tiba-tiba kejang selama 15 menit sebanyak 1 kali. Kejang di
seluruh tubuh pasien. Pasien tidak sadar saat kejang dan sadar saat setelah kejang. Sebelum
kejang pasien biasanya mencium bau-bauan yang tidak enak dan sangat kuat dan berteriak
sebelum kejang. Pada saat kejang, kedua mata pasien mengarah ke kanan bawah, pasien
mengompol dan mulut pasien pasien mengeluarkan buih. Pasien sudah pernah kejang
51

sebelumnya dengan ciri yang sama sejak 1 tahun yang lalu. Sampai saat ini pasien telah
mengalami kejang sebanyak 5 kali. Kejang biasanya timbul saat sebelum menstruasi.
Selain itu dari anamnesis juga didapatkan keluhan nyeri kepala , nyeri dirasakan di
kepala sebelah kanan, berdenyut-denyut dan disertai dengan mual. Nyeri muncul tiba-tiba
tanpa sebab yang jelas. Mata kanan pasien tidak bisa lagi melihat sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien pernah periksa mata sebelumnya sejak 6 tahun yang lalu, diberi resep kacamata dan
setelah itu pasien tidak pernah lagi periksa mata. Muntah tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum didapatkan koma dan tekanan darah 110/70
mmHg. Pada pemeriksaan status internus dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan E4M6V5, tanda ransangan meningeal tidak
ada, peningkatan TIK tidak ada. Pada pemeriksaan Nn Kranialis N II didapatkan mata kanan
visus 1/~ proyeksi baik. Sensorik baik dan otonom baik. Pada sistem reflek, reflek fisiologis
baik dan reflek patologis tidak ada.
Pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium darah rutin, EEG, Brain CTScan dan konsul mata untuk mendukung penegakkan diagnosis.
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah : menghindari benda-benda
tajam saat akan tiba serangan epilepsi. Terapi khusus antara lain Natrium diklofenat 3x50 mg
dan Neurodex 3x1 tablet.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003:117-148.
2. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf, Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 2008, hal: 119-150.
3. Marjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta, 2004, hal 439450.
4. Epilepsi. Diakses dari www.medicastore.com pada tanggal 2 September 2009.

52

Anda mungkin juga menyukai