Anda di halaman 1dari 34

NU

NU selama ini terkesan hanya memperhatikan orang-orangnya di bidang ilmu


pengetahuan agama dan hanya menghormati orang-orang di politik atau DPR. Kekuatan
Nu dalam politik di legislatif sudah tidak aneh dan tidak istimewa lagi, apalagi
kelembagaan DPR saat ini banyak menjadi pertanyaan di masyarakat. Di NU perhatian
lebih banyak kepada orang yang banyak omong (berwacana) dan belum pernah ada
perhatian kepada warganya yang tulus dan bekerja keras di bidang-bidang lainnya di
bidang pembangunan.
Agama dan NU selama ini masih menjadi simbol untuk menggapai kekuasaan. Setelah
berhasil NU-nya ditinggalkan karena semangat politik kekuasaannya masih tinggi.
Padahal setelah mereka menjadi anggota DPR belum ada yang benar-benar
memperjuangkan nilai-nilai ke-NU-an yang universal dan multak diperlukan oleh bangsa
di berbagai bidang seperti membangun keadilan di segala bidang sesuai dengan
kompetensi

dan

kapasitas

seseorang.

Sistem keadilan harus dirancang dan dibangun dalam menerapkan ayat-ayat Tuhan,
sehingga memaksa setiap orang khususnya di lembaga birokrasi (legislatif, eksekutif dan
yudikatif) berlaku jujur. Keadilan harus ditegakkan dengan kerja keras. Hal ini
sebenarnya yang menjadi inti amandemen UUD 1945, bukan lagi sekadar : faqir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Era ke depan tidak ada lain adalah era
membangun keadilan di semua bidang agar seimbang antara kepentingan ekologis,
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat atas dasar kompetensi dan kapasitasnya.
Apalagi dalam menghadapi ancaman perubahan iklim global (climate change), kondisi
sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah dimana-mana banyak menimbulkan
bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor, laut pasang dll. Urusan keadilan
bukan lagi hanya bidang hukum. Keadilan dalam mengatur pemanfaatan sumberdaya
alam (lahan) secara optimal. Resiko dari ditegakkannya keadilan, maka orientasi
kekuasaan (politik) ke depan akan semakin tidak populer. Dalam hal ini keberpihakan
terhadap kelestarian sumberdaya alam (hutan) dalam kebijakan negara sudah pasti akan

menunjukkan

keberpihakan

kepada

rakyat.

Di Departemen Agama tidak dapat diperoleh informasi tentang rusaknya Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup, gagal panen, pencurian asset negara, korupsi dll. Para
Ulama di NU harus sudah mulai menyadari bahwa rusaknya hutan, SDA dan LH,
bencana alam, korban narkoba dll berakar dari moral manusianya. Dulu ulama menjadi
pelopor dalam menghadapi gerakan separatisme pihak komunis di masyarakat, akan
tetapi memberantas ideologi materialisme ternyata lebih sulit lagi karena seringkali justru
harus melawan diri sendiri dan kawan/sahabat sendiri. Padahal bahayanya materialisme
pada manusia lebih jahat daripada bahaya komunisme sehingga saat ini muncul istilah
ustadz

di

kampung

maling

atau

korupsi

berjamaah.

Istilah-istilah ini di satu pihak harus membuat para birokrat waspada, dan di lain pihak
justru memojokkan bangsa kita di mata dunia. Padahal di era reformasi ini semua pihak
di birokrasi, saya yakin berkurang jumlah dan kualitas mereka yang masih berperilaku
semau gue terutama dalam menggunakan anggaran negara. Dan wacana didalam mass
media (cetak dan elektronik) justru dibuat agar semua pihak dalam kelembagaan negara
mulai di lingkungan legislatif, di lingkungan eksekutif, di lingkungan yudikatif dan antar
pihak eksekuti, legislatif dan yudikatif seperti dibuat bertabrakan satu sama lain karena
isu korupsi. Karena trauma banyak pejabat yang diproses hukum maka akibatnya menjadi
kontra-produktif, takut mengambil keputusan dan langkah kebijakan. Hal ini disebabkan
suasana yang sudah mengarah perubahan pada manusianya, akan tetapi tidak didukung
oleh sistem dan struktur birokrasi ketatanegaraan kita. Reformasi birokrasi bukan hanya
memerlukan orang-orang sekedar jujur (karena belum tentu benar), akan tetapi orangorang yang responsif terhadap inovasi dan kreatifitas menuju kemajuan. Masih adanya
penujukkan pejabat tinggi karena latar belakang politik menyebabkan mandeknya
birokrasi

dan

pencapaian

sasaran

suatu

program.

Bangsa kita harus waspada terhadap upaya halus berupa adu domba antara sesama
komponen bangsa termasuk antara golongan, suku bangsa, antara desa, antar agama dan
antar ormas dan antar partai politik. Bahkan berita-berita di televisi nasional (kecuali

TVRI dan harus tetap dijaga (kredibilitasnya) begitu gencarnya menayangkan hal-hal
yang berbau hal-hal negatif (konflik, perkelahian, sadisme, perselingkungan/perceraian
rumah tangga gaya hidup mewah dll) yang bukan merupakan budaya bangsa kita. Bukan
infotainment-nya yang harus dikritik akan tetapi substansi dari beritanya yang harus
diperbaiki.
Bagaimana pergeseran-pergeseran nilai di masyarakat mampu merubah profil dan gaya
manajemen dan kelembagaan pesantren. Dan sampai dimana kader-kader pesantren yang
sudah keluar dari lingkungan hidup pesantren telah mengembangkan nilai-nilai ajaran
pesantren dalam bidangnya masing-masing. Sehingga NU sebagai perpanjangan tangan
pesantren dalam kehidupan masyarakat dan bangsa dapat menyerap nilai-nilai perubahan
dan kemajuan yang terjadi. Kecenderungan NU untuk total perhatian kepada politik dan
kekuasaan hanya akan memperkecil peran NU di masyarakat, apalagi di saat kekuasaan
sudah

menjadi

sarang

korupsi.

Para pemimpin pesantren dahulu lebih memahami santri dan muridnya dari segi bakat
dan kemampuan mereka, sehingga tidak semua santri/murid terpaksa harus jadi kiayi.
Secara diam-diam para kiayi memberi petunjuk kepada murid-muridnya tentang bakat
dan potensinya misalnya sebagai petani, pedagang, pengrajin, pekerja, pegaeai negeri,
diplomat, politikus, ulama dan sebagainya. Ilmu tentang ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) seperti yang digarap oleh Ary Ginanjar Agustian dikuasai oleh kiayi melalui
sebuah

konsultasi,

tidak

melalui

seminar

seperti

sekarang.

Ulama seperti ini tidak mau dibesar-besarkan atau dipuji-puji oleh murid/santrinya karena
takut kepada Allah, paling-paling akhirnya setiap santri hanya disuruh banyak baca surat
Al-Fatihah seperti yang terjadi pada Mama Ajengan Falak Pagentongan Kota Bogor, atau
langsung berdoa diawali dengan membaca surat Al-Fatihah seperti pada Mama Ajengan
Abdullah Bin Nuh Kota Paris, Kota Bogor. Menurut beliau-beliau itu, salat 5 waktu saja
sudah cukup untuk berdoa kepada Allah, asalkan solatnya dilakukan dengan ikhlas karena
Allah. Jabatan, rejeki, pangkat seseorang adalah hasil usaha, kompetensi dan disiplin dari
kita sendiri yang harus dizakati karena semuanya atas izin Allah. Kehebatan para ulama

itu adalah karena kesederhanaannya dan hasih sayangnya yang tulus kepada semua orang,
tanpa pilih kasih atau diskriminasi orang kecil dan orang besar. Ulama seperti ini sudah
langka

pada

saat

ini.

Dan ternyata pengalaman orang NU menjadi Presiden maupun anggota DPR tidak
mampu memperbaiki birokrasi kekuasaan, bahkan nilai-nilai ke-NU-an, kepemimpinan
dan kebangsaan yang menjadi kebanggaan para pejuang NU di masa lalu sudah hampir
terkubur. Bahkan setelah NU menjadi kekuatan yang signifikan dalam politik dan
kekuasaan negara, orang NU-nya yang terdesak dan yang tampil dominan adalah bukan
orang NU-nya. NU tampak kurang berdaya sehingga seperti organisasi keluarga kecil
yang

hanya

dimanfaatkan

oleh

orang

lain.

Saat ini masyarakat sudah kurang lagi menganggap NU sebagai organisasi keagamaan
dan perjuangan rakyat, akan tetapi sudah seperti organisasi kaum sarungan yang
berorientasi pada politik dan kekuasaan, dimana kekuasaan menjadi target utamanya.
Padahal seharusnya NU harus menjadi organisasi yang memperjuangkan ummat
sepanjang masa. Adapun ada orang NU yang menjadi pejabat negara adalah karena
panggilan tugas di bidangnya, harus melepaskan simbol ke-NU-annya. Adalah keliru
besar jika mengejar kepemimpinan di NU untuk mengejar jabatan atau kekuasaan.
Banyak akhirnya, orang mau jadi pengurus NU untuk menjadi Menteri, Anggota DPR dll.
Para Ulama telah susah payah berjuang dan beristikharah dalam menjalani hidup secara
sederhana dan sabar membangun kepemimpinan ummat dan menahan kecongkakan
(arogansi) kekuasaan Pemerintah Orde Baru, sehingga di masa itu Ulama dimarginalkan
oleh Pemerintah. Tabir penyekat Ulama dengan Umara ini sebenarnya yang
menyebabkan krisis berkepanjangan yang terjadi pada bangsa ini. Sehingga orang
beragama menjadi tidak memahami Pancasila, dan orang yang merasa Pancasilais tidak
bisa menerima agama yang terkesan hanya sebagai simbol (bendera Islam).
Atas dasar pemikiran diatas, maka pencerahan bangsa hanya dapat dilakukan melalui
penajaman pencapaian hasil MUNAS NU di Situbondo. Hasil Muktamar NU ke 27 di

Situbondo yang dicetuskan dalam moto Kembali Ke Khittah 1926 sepertinya kurang
berbobot (kurang bernergi) lagi terutama setelah NU memprakarsai berdirinya Partai
Kebangkitan Bangsa. Hal ini sama saja dengan alasan di masa lalu, mundurnya Pak
Idham Chalid dari jabatan Ketua Umum PBNU pada tahun 1983 karena ketidakpuasaan
atas kepemimpinan elemen NU dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada hasil
Pemilu 1982. Salah satu awal dari upaya NU dalam pengalamannya selama ini di dunia
politik adalah mengundang orang-orang NU yang ada di Partai untuk menyamakan visi
perjuangan membangun bangsa ke depan. Akan sebelm itu, NU sudah harus punya
konsep Kepemimpinan Nasional yang dijabarkan dari ajaran Ahlussunnah Waljamaah
yang bisa menghapus berbagai bentuk pandangan ekstrem kiri dan ekstrim kanan, serta
pendapat-pendapat sempalan dalam Islam sehingga tercapai keseimbangan, keselarasan
dan

keadilan.

Di masa Orde Lama juga hal yang sama terjadi dengan keluarnya NU dari Masyumi dan
bubarnya Partai Masyumi karena jatah kekuasaan partai yang tidak memuaskan para elit
NU yang dianggap tidak sesuai dengan perolehan suara Pemilu 1955. Alasan politik
mewarnai pasang surut NU dalam perjalanan kehidupan bangsa karena suasananya masih
politik. Dalam masa Orde Baru NU dijauhkan dari birokrasi kekuasaan Pemerintahan
yang telah menyebabkan daya pengawasan para ulama terhadap jalannya pemerintahan
hanya melalui parlemen alias bagian luarnya saja. Sedangkan suasana dan proses yang
terjadi di birokrasi pemerintahan (eksekutif) absen dari pengamatan para Ulama termasuk
didalamnya banyak orang NU takut menyatakan dirinya NU karena pengaruh GOLKAR
begitu

tinggi

dengan

politik

monoloyalitasnya.

Reformasi birokrasi harus menjadi agenda bagi para Ulama, bukan ikut-ikutan dalam arus
permainan politik pilkada yang sarat dengan politik uang yang tidak mendidik rakyat.
Birokrasi kenegaraan sudah saatnya harus menjadi kepedulian para ulama, karena justru
disinilah yang harus ditata-ulang (good governance) karena birokrasi yang ada sekarang
adalah masih merupakan sistem lama (hasil Orde Baru), stuktur organisasi dan
budaya/suasana

kerjanya

masih

belum

berubah.

Dalam kaitan ini NU sudah harus mulai mengamati dan mengawasi jalannya roda
birokrasi pemerintahan yang saat ini dalam mengelola sumberdaya alam/lingkungan dan
sumberdaya manusianya meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, iptek dan
hankam nasional. Sehingga sudah saatnya, NU dalam menghadapi Muktamar yang akan
datang sudah mampu membedah dalamnya praktek kenegaraan atau reformasi birokrasi
dengan menata pekerjaan secara moral dan profesional para penyelenggaranya.
Bangkrutnya ekonomi nasional dan krisis berkepanjangan yang terjadi disebabkan karena
para penyelenggaranya sudah tidak mampu menjalankan tugas-tugas kenegaraan dan
amanat penderitaan rakyat. NU dapat memulainya dengan menata desa, menata dan
mengelola pertanian dan sumber daya alam (hutan, tanah dan air), menata sistem
perdagangan yang menguntungkan, memperbaiki sistim perjanjian kontrak dagang dan
kontrak karya dengan pihak asing (LN) yang menguntungkan bangsa kita dll.

Awal bulan mendatang, tepatnya tanggal 03-05 Oktober, PBNU menggelar Muktamar
Pemikiran Islam NU yang bertempat di PP. Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo
Jawa Timur. Muktamar yang diketuai oleh Zuhairi Misrawi ini dihadiri sejumlah pemikir
dikalangan NU, baik yang bercorak konservatif, ortodoks maupun yang liberal. Ini adalah
fenomena yang sangat menarik untuk dicermati. Sebab, NU sebagai organisasi terbesar di
Indonesia mempunyai andil dan tanggungjawab yang sangat besar untuk menuntaskan
problem bangsa yang semakin tak menentu ini.
Muktamar ini diharapkan mampu menjawab dan menjadi ruang diskusi (halaqoh) tentang
NU pada umumnya, dan pemikiran NU pada khususnya. Muktamar ini tidak hanya
menjadi sekedar bahtsul masail atau halaqoh, sebuah kegiatan rutinitas NU. Melalui ini,
penulis

berharap

banyak

bisa

menjadi ruang bagi semua kalangan untuk urun rembug persoalan kebangsaan.
Beberapa bulan lalu, saya menulis Potret Kaum Muda NU di harian ini (Duta
Masyarakat, 30-31/01/03). Dalam tulisan tersebut, saya menggambarkan adanya nuansa
baru dalam pemikiran anak muda NU. Yakni, adanya dua tradisi yang dimiliki, yakni
tradisi pesantren dan tradisi pendidikan formal seperti perguruan tinggi negeri. Dan, ini

merupakan kekayaan yang tidak dimiliki oleh kalangan lain. Karena itulah, tanpa
tendensi apapun, anak muda harus diperhatikan oleh organisasi induknya agar ia tetap
loyal mengawal NU kedepan. Tanpa ada keseriusan dan perhatian dari kalangan tua NU
seperti Kiai, jangan harap mereka bisa memberikan konstribusi apapun kepada NU, atau
justru mengambil posisi oposisi terhadap NU.
Namun demikian, perbedaan pemikiran antara kalangan tua dengan kalangan muda NU
tidak harus menjadi penghalang untuk selalu melakukan kerjasama diantara mereka. Dan,
ini merupakan keniscayaan sebagai upaya membangun masa depan NU yang cerah.
Pemikiran apapun yang muncul dari kalangan muda sebagai orang memiliki greget dan
semangat yang menggebu-gebu harus tetap diapresiasi dan dihargai oleh kalangan tua
NU.
Begitupula sebaliknya. Tidak selayaknya, anak muda NU menyalahkan pemikiran orang
tuanya (kiai), karena bertentangan dengan pemikiran dan maestream yang berkembang di
anak muda NU.
Melihat fenomena ini, NU harus arif dan bijaksana dalam membaca realitas yang
terbantahkan tersebut. Artinya, seseorang dilahirkan bersama anak zamannya. Orangorang tua NU bukan untuk disingkirkan dari arena politik, agama dan sebagainya, tetapi
juga tidak harus menutup ruang gerak anak muda NU. Baik kalangan tua, ataupun anak
muda sama-sama memiliki rasa tanggungjawab (sense of responsibility) dan rasa
memiliki (sense of belonging) terhadap NU. Munculnya Jaringan Islam Liberal, Islam
Emasipatoris, LKiS (Jogjakarta), eLsaD (surabaya), PMII, tidak terlepas dari anak muda
NU.
Kedua kelompok yang sering bersembrangan inilah yang harus dipertemukan
dimukatamar nanti baik pada tingkat gagasan ataupun posisi dan peran diantara
keduanya. Itu yang pertama. Kedua, NU sebagai organisasi keagamaan terbesar sudah
saatnya merubah paradigma dan konsep dalam sistem keagamaan. Stigma tradisionalisme
yang seringkali disandingkan kepada NU, bahkan juga konservatisme, melalui muktamar

ini, diharapkan mampu merubah paradigma dan aras gerak NU kedepan guna bergainging
position dengan kekuatan yang ada diluar NU.
Ketiga, mempertegas jenis kelamin NU. Ini sang dilematis. Sebab, disatu sisi ia harus
menjaga paradigama Khittah 1926 yang ditegaskan pada Muktamar ke-27 di Situbondo
pada tahun 1984. Dan disisi lain, organisasi yang memiliki massa besar ini bila tidak
memiliki partai politik tertentu, maka suaranya dipastikan akan menjadi rebutan partai
yang sudah ada.
Warga NU mempunyai nafsu bahkan syahwat politik yang cukup besar. Khittah 1926
sebenarnya bagian dari sikap politik warga NU untuk menyiasati keadaan saat itu. Ketika
Soeharto lengser, nafsu politik ini tercurah dalam keinginan membuat partai, yakni Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Dibentuknya PKB ini yang berakar dan berlatarbelakang
tradisi NU, sebagai wadah aspirasi politik menjadi jawaban yang taktis dalam merespon
dilema tersebut. Disamping itu, peminggiran politik NU dalam pentas politik nasional
pada masa pemerintahan rezim Orde Baru, telah menjadikan NU memiliki semangat yang
begitu tinggi untuk kembali tampil kearena politik praktis, apalagi peluang dan
kesempatan itu telah terbuka.
Tentu saja, dilematis NU memunculkan sikap pro-kontra dikalangan NU sendiri. Ada
yang menginginkan NU tetap tampil sebagai organisasi sosial kemasyarakatan an sich,
ada pula yang ingin membawanya ke arena politik praktis sebagaimana yang pernah
dialami pada tahun 1952, adapula yang ingin memadukan keduanya. Karena itulah,
muktamar ini diharapkan mampu menjadi ruang rekonsiliasi dan memadukan gagasan
diseputar NU dalam konteks nasional.
Keempat, merubah paradigma NU. sepanjang perjalanan sejarahnya selalu dikibuli.
Dalam hal ini, ada tiga kekalahan NU dalam berpolitik; saat NU berhasil dikibuli
Masyumi, saat NU berfusi dalam PPP, terakhir diturunkannya Gus Dur (K.H.
Abdurrahman Wahid). Gus Dur dalam pandangan orang NU adalah orang yang istimewa
dan tak ada tandingannya dan cukup piawai dalam berpolitik.

Warga NU harus sabar meskipun kekalahan terakhir inilah yang paling menyakitkan dan
masih terasa kepediahannya sampai sekarang. Dan, itu adalah fakta sejarah yang harus
kita terima adanya. Meskipun warganya paling banyak, namun dihadapan organisasiorganisasi yang lain NU dianggap tidak memiliki kekuatan apapun.
Hal ini salah satunya disebabkan karena paradigma yang dibangun oleh NU sudah tidak
layak pakai lagi. Misalnya, konsep Aswaja yang selama ini disakralkan oleh warga
nahdliyyin masih dipahami sebagai manhaj al-qauly, bukan manhaj al-fikr. Akibatnya,
pemikiran menjadi stagnan, sehingga dalam peta politik nasional seringkali tersingkirkan.
Maka, gagasan-gagasan yang dibawa oleh anak muda NU sudah saatnya diapersiasi
sebagai mozaik pemikiran.
Mengembalikan NU sekarang sebagaimana lima belas tahun lalu atau bahkan dimasa
KH. Hasyim Asary adalah sangat tidak tepat. Sebab, konteks zamannya sudah berubah.
Tidakkah dalam qaidah fiqh disebutkan, taghayyur al-ahkam bi al-taghayyur al-aminati
wa

al-amkaniyah

Al-hasil, muktamar pemikiran NU yang relatif baru dalam sejarah NU ini benar-benar
menjadi tumpuan harapan bagi warga NU untuk menyelesaikan pelbagai persoalan yang
dihadapi oleh warga nahdyiin, khususnya perihal pemikiran. Sudah saatnya berhenti
mengkafirkan kepada warganya. Kasus Ulil pada beberapa bulan yang lalu yang
mendapat hujatan dari banyak kalangan, termasuk orang-orang tua tua sudah saatnya
diselesaikan, bukan dikafirkan. Wallahu Alam
Sumber:

Duta

Masyarakat,

30

2003.http://www.dutamasyarakat.com/detail.php?id=6117&kat=OPINI

September

ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji pengaruh pemikiran politik Masyumi di PKS. Jenis
Penelitian yang digunakan adalah kualitatif, penulisannya secara deskriptif dan teknik
pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara mendalam. Penelitian ini fokus
mengkaji pengaruh pemikiran Masyumi di PKS dengan melacak tokoh-tokoh PKS yang
berinteraksi dan dipengaruhi oleh pemikiran Masyumi. Selanjutnya mencari keserupaan
pemikiran politik antara PKS dan Masyumi. Dikaji pula kesinambungan historis dari
gerakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Masyumi dengan membentuk lembaga Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan mengembangkan konsep keterpaduan antara
kampus, masjid dan pesantren. Penelitian ini menemukan; Pertama, ideolog dan tokohtokoh generasi awal gerakan Tarbiyah, yang kemudian menjadi tokoh PKS, dipengaruhi
oleh pemikiran politik Masyumi. Kedua, terdapat ketersambungan historis antara
Masyumi dan PKS melalui keterpaduan antara kampus, masjid dan pesantren yang
digagas oleh tokoh Masyumi, yang berwujud dalam aktivitas dan lembaga berupa
Pengkaderan PHI, Bina Masjid Kampus, Latihan Mujahid Dakwah, Lembaga Dakwah
Kampus dan kelompok Tarbiyah. Ketiga, terdapat kesamaan pemikiran antara PKS dan
Masyumi tentang; Islam, politik dan negara; Penegakan Syariat Islam; Pancasila; dan
Demokrasi. Penelitian ini membuktikan, bahwa terdapat pengaruh pemikiran politik
Masyumi di PKS.
Penelitian ini menguatkan kajian teoritis selama ini yang memasukkan Masyumi
dan PKS dalam kategori fundamentalis moderat dan menunjukkan bahwa bagi mereka
tidak ada keterpisahan antara agama dan negara. Selanjutnya perlu memodifikasi teori
kemunculan PKS, tidak hanya disebabkan oleh respon kaum muda Islam atas
pemasungan politik umat Islam oleh Orde Baru dan hasil transmisi pemikiran Al-Ikhwan
Al-Muslimun Mesir ke Indonesia, namun juga hasil transmisi pemikiran politik Masyumi.
Dengan digunakannya teori transmisi pemikiran, telah dapat membuktikan adanya
pengaruh pemikiran politik Masyumi di PKS. Namun seberapa besar pengaruh itu akan
diketahui lebih tajam apabila dianalisa menggunakan teori tranformasi politik.

Catatan:
Naskah lengkap (hardcopy, mungkin juga softcopy) Tesis ini dapat dilihat pada:
-

Perpustakaan

Universitas

Perpustakaan
Perpustakaan

Pasca

Indonesia
FISIP

Sarjana

Ilmu

(UI)
UI

Politik

UI

Depok
Depok

Salemba,

Jakpus

- ? Perpustakaan LIPI Jl. Gatot Subroto Jakarta Pusat

UNIVERSITY OF INDONESIA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
THE GRADUATE SCHOOL
M. HERMAWAN ERIADI.
690402060Y
The Influence of Masyumi Political Thoughts in Justice Party/ Justice and Prosperity Party
(PK/PKS)
Content: xvi, 235 pages, 2 tables, 1 picture, 2 appendices, 94 books, 17 newspapers/magazines,
5 websites, 6 interviews (1954 2007)

MASYUMI
Ketertarikan generasi muda terhadap sejarah perjuangan bangsa makin melemah, fakta
ini memperjelas gambaran bahwa telah tercipta sebuah sekat berjarak yang dari waktu ke
waktu terasa kian melebar antara kaum muda dan sejarah, Diakui atau tidak situasi ini
menempatkan generasi muda yang tengah dihinggapi belenggu gegar budaya, dekadensi
moral serta krisis nilai yang kian menggurita makin luruh dibawah bayang bayang
ancaman gegar sejarah yang terasa kian dekat saja.
Tengoklah betapa kini generasi muda gandrung luar biasa kepada sosok asing semisal
Che Guevara hingga semua atribut yang umum dikenakan seperti kaos, topi hingga slayer
semua bergambar tokoh pejuang yang katanya fenomenal itu. Tentu kenyataan ini
sungguh ironis lantaran negeri ini tak pernah kekurangan para pejuang, tokoh pergerakan,
pemimpin kharismatik dan figur figur luar biasa yang bisa diangkat menjadi idola.
Jika ditelusuri lebih dalam lagi ternyata banyak sisi menarik dan moment moment penting sejarah yang sesungguhnya tidak terungkapkan, uraian sejarah
menjadi monoton tanpa menyertakan pergolakan ide, pemikiran dan proses
proses penting yang melatarbelakangi sebuah fakta sejarah.
Sejarah seperti tercabut ruhnya sehingga sejarah tanpa jiwa bagi kaum muda
menjadi sangat tidak menarik dan membosankan, kaum muda merasa tidak lagi
bisa menemukan mata air persatuan yang menyejukkan diantara tingginya
keberagaman, tidak lagi menemukan nilai nilai yang menggetarkan nurani
kebangsaan dan tidak pula menemukan magnet yang menggerakkan untuk
secara sadar menelusuri jejak panjang perjuangan lewat catatan catatan
sejarah bangsa.

Keluarga Besar Bulan Bintang sesungguhnya adalah pelaku - pelaku dan saksi
saksi

sejarah,

selain

versi

sejarah

yang

sudah

lazim

dan

terlanjur

memasyarakat selama ini ternyata ada juga versi lain dan fakta fakta penting

sejarah yang justru terendapkan atau seolah tersembunyikan dari ruang ruang
publik padahal semua itu sangat potensial dalam memperkaya khazanah
sejarah bangsa.
Kaum Muda Bulan Bintang sebagai bagian dari kaum muda bangsa ini harus bisa
menghargai sejarah dan memanfaatkan vitalitas sejarah sebagai inspirasi
pergerakan untuk membangun ummat dan bangsa ini.

Sesungguhnya banyak versi sejarah yang perlu uraian khusus semisal Kontroversi
seputar Organisasi Kebangsaan Pertama (Sarekat Islam ataukah Budi Oetomo),
latar belakang penghapusan tujuh kata dalam piagam jakarta dan proses
lahirnya pancasila dengan 3 kata pengganti yang maha esa, latar belakang
lahirnya PDRI yang diproklamirkan Syafrudin Prawiranegara ketika Dwitunggal
Soekarno Hatta menyerah kepada agresor NICA sementara para pejuang di
bawah

komando

Jendral

Besar

Soedirman

tengah

berjuang

bergerilya

menyabung nyawa, catatan kepeloporan Mr. Mohammad Roem dalam mediasi


politik RI Belanda yang melahirkan perundingan Roem Royen, Catatan
Keberhasilan Burhanudin Harapan dalam melangsungkan Pemilu Multi Partai
Pertama pada tahun 1955 yang diakui sebagai pemilu paling jurdil sepanjang
sejarah republik ini, Paparan Sejarah yang melatarbelakangi lahirnya Mosi
Integral Natsir untuk kembali ke NKRI, Latar Belakang Alineasi Kekuatan Politik
Islam yang dipresentasikan oleh partai Masyumi sebagai kekuatan kontra
revolusioner oleh sebuah konspirasi strategis Nasakom yang mengangap dirinya
sebagai kekuatan Progressif revolusioner, Polemik Dasar Negara yang berlarut
larut dalam konstituante yang berakhir dengan dicetuskannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, Fakta yang melatarbelakangi pembubaran Partai Masyumi dan
pencekalan atas beberapa elite pimpinannya, Latar Belakang Krisis Moneter di
era demokrasi terpimpin dan langkah brilliant Syafrudin Prawiranegara yang
terkenal sebagai gunting syafrudin, Proses pengkhianatan Partai Komunis
Indonesia dengan G30S-nya, Langkah Kritis Buya Hamka dengan MUI-nya, Latar

Belakang Pembentukan DDII dan perannya yang strategis sebagai gerakan


dakwah modern, Latar Belakang Lahirnya Asas Tunggal Pancasila yang
memasung dinamika berpolitik ummat Islam hingga catatan catatan penting
menjelang lengsernya Soeharto dari singgasana kekuasaan orde baru.

Selain itu ada banyak Kebenaran yang tersembunyi dibalik rentetan peristiwa
yang menciderai Hak Asasi dan Hak Politik ummat Islam seperti Peristiwa PRRI
Permesta, Tragedi Tanjung Priok 12 September 1984, Tragedi Lampung 4
Februari 1989, Peristiwa DOM di Aceh yang berlangsung dari 1989 1998,
Kerusuhan Mei 1998 dan isu pemerkosaan massal terhadap wanita wanita etnis
tionghoa yang dituduhkan kepada ummat Islam, termasuk konflik konflik
berdarah di sejumlah daerah seperti di Ambon dan Poso serta gerakan separatis
seperti GAM di Aceh, RMS di Maluku dan OPM di Papua yang melibatkan juga isu
isu agama dan politik.

Pelurusan Sejarah Tanggung Jawab Siapa ?


Meluruskan sejarah dan menghimpun kembali rangkaian fakta fakta yang
berserak serak menjadi tuntutan yang tak lagi bisa dikesampingkan. Tidak
dipungkiri bahwa selama ini sejarah banyak diperalat sebagai alat propaganda
bagi para penguasa yang secara sengaja menciptakan ruang ruang ekslusif
dalam sejarah, sebaliknya kekuatan kritis dan penyeimbang di luar pemerintah
dan penguasa tidak pernah mendapat tempat yang semestinya di ruang ruang
sejarah. Buya Hamka yang pernah dibenamkan ke dalam pintu hitam rezim
orde lama merupakan sebuah fakta, ulama kharismatik yang sangat vokal
memberikan penerangan dan peringatan bagi ummat termasuk juga kepada
elite kekuasaan pada masa itu justru mendapatkan banyak perlakuan
diskriminatif termasuk dari media, walhasil nama buya hamka yang dikenal

sebagai ulama kelas dunia dan juga seorang pujangga itu seolah tenggelam
begitu saja, sekarang ini sangat sedikit kaum muda yang mengenal penulis
Tafsir Al Azhar itu, jika kemudian Buya Hamka, Mr. Mohammad Natsir, dan lain
lain lebih terkenal di negeri tetangga lantas siapa yang seharusnya bertanggung
jawab atas hal ini ?!?!

Jika tokoh tokoh atau peristiwa yang seharusnya luar biasa kemudian menjadi
biasa saja karena terciptanya bias sejarah dan media maka jangan salahkan
generasi muda kita yang gagap sejarah dan merasa lebih bisa menikmati
pergolakan ide, nilai dan pemikiran asing secara lebih terbuka meski
sungguhpun belum tentu sesuai untuk bisa disenyawakan dengan nilai dan
kultur bangsa kita.

Jadi Adalah Keharusan kita semua untuk ambil bagian dalam meluruskan
sejarah
Agaknya, Kebenaran masih harus menempuh jalan jalan yang panjang untuk
diperjuangkan agar tampil sebagai kebenaran yang sejati

MIMPI

YANG

MEMANGGIL

UNTUK

MENJADI

THE

NEXT

MASYUMI(BAGIAN 1)

Gerbang Kemerdekaan Indonesia pada akhirnya terbuka juga atas berkat Rahmat Allah
SWT sebagai klimaks dan titik puncak (kulminasi) perjuangan setelah bangsa dan anak
bangsa ini mengalami fase fase panjang mempertaruhkan jiwa raga demi satu kata
MERDEKA. Jadi tidaklah benar jika kemerdekaan ini merupakan hadiah dari jepang,
yang benar propaganda jepang sebagai pemimpin asia dan saudara tua disertai pula

dengan janji me-merdekakan bangsa asia termasuk Indonesia dari penjajahan bangsa
eropa dan sekutunya.

Sementara para pemimpin pergerakan termasuk diantaranya Kyai Haji Mas Mansur yang
tergabung dalam empat serangkai bersama dengan Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ki
Hajar Dewantoro secara terus menerus mengobarkan semangat perlawanan rakyat untuk
perjuangan kemerdekaan dengan membentuk PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat),
perlawanan yang gigih ditunjukkan oleh laskar laskar hizbullah dan laskar - laskar
pembela tanah air, juga serangkaian jalan panjang diplomasi akhirnya berbuah manis
dengan berdirinya milisi peta (cikal bakal TNI), berdirinya satu wadah kekuatan ummat
Islam MASJUMI (cikal bakal Partai MASJUMI) dan lahirnya badan badan lain yang
dibentuk sebagai upaya untuk mempersiapkan Indonesia Merdeka (BPUPKI dan PPKI).

Bukti besarnya peran ummat Islam dalam membidani kemerdekaan terlihat jelas dari
bendera tentara PETA yang juga mencantumkan lambang bulan dan bintang yang banyak
diasumsikan sebagai simbol perjuangan ummat Islam.

Bulan Bintang sebagai simbol perjuangan


Lambang bulan bintang dalam masyarakat Islam pada umumnya mengesankan sebagai
simbol Islam meskipun tidak bisa diingkari bahwa tidak menutup kemungkinan adanya
tafsir yang berbeda terhadap simbol dan lambang bulan bintang tersebut. Simbol bulan
bintang di masa lalu pernah digunakan sebagai tanda gambar Sarekat Islam sebagai cikal
bakal Pergerakan Islam dan pernah pula digunakan sebagai tanda gambar Partai Masyumi
yang merupakan cikal bakal Pergerakan Islam Modern.

Di era kembalinya kebebasan berpartai politik pasca reformasi tahun 1998, terdapat
setidaknya 48 partai politik sebagai kontestan pada pemilu 1999 dan 4 diantaranya
menggunakan simbol bulan bintang diantaranya Partai Bulan Bintang pimpinan Prof Dr.
Yusril Ihza Mahendra, S.H., Partai Ummat Islam yang dipimpin oleh Prof Deliar Nur dan
Prof Harun Al Rasyid, Partai Masyumi Baru yang diketuai oleh Bung Ridwan Saidi
(politisi senior PPP) dan Partai Persatuan Islam Masyumi yang didirikan oleh Abdullah
Hehamahua

(mantan

ketua

PB

HMI).

Terlepas dari proses pendirian dan seberapa besar tingkat adopsi terhadap ide besar
Islamic Modernization yang pernah sukses diperankan Partai Masyumi, realitas politik
menunjukkan bahwa diantara empat partai penerus Masyumi, Partai Bulan Bintang
mampu menampilkan diri sebagai partai yang paling ideal dan representatif dengan
raihan suara yang menembus ET dan menduduki peringkat ke-6 diantara 48 kontestan.

Penggunaan simbol bulan bintang sesungguhnya merupakan bukti terpeliharanya


kesinambungan perjuangan ummat Islam sejak berabad abad lampau, bagi PBB seperti
diuraikan oleh Bang Yusril dalam buku berjudul yang diterbitkan oleh Global Publika,
penggunaan simbol bulan bintang juga dimaksudkan :

Agar kita dengan segera bisa memanggil jamaah kita sehingga kita tidak sulit
mensosialisasikan partai baru ini ke tengah tengah masyarakat. Ini karena tidak semua
masyarakat kita berpendidikan tinggi.
Bagi masyarakat kita, simbol menjadi hal yang penting, karena itu kami memutuskan
menggunakan simbol bulan bintang dan kita namakan dengan Partai Bulan Bintang.
(membangun Indonesia yang demokratis dan berkeadilan hal 33-34)

Penulis mendapati sejumlah fakta mengenai penggunaan simbol bulan bintang ini, pada
pemilu 1999 di sejumlah wilayah seperti di beberapa kawasan di lereng semeru terdapat
para pemilih yang mencoblos tanda gambar bernomor 21 yakni logo bulan bintang
berwarna putih diatas dasar hitam sebagaimana tanda gambar Masyumi, bahkan ada
dibeberapa TPS yang jumlahnya lumayan besar, sayangnya suara suara tersebut hangus
lantaran kepengurusan Partai bernomor 21 tersebut samasekali belum sampai ke
kabupaten tersebut. Fakta ini Menarik untuk dicermati karena disamping nomor urut 21
adalah PBB dengan nomor urut 22 sementara sosialisasi partai yang relatif singkat
ditambah keterbatasan akses informasi dan media menjadikan masyarakat khususnya
generasi tua lebih cenderung memilih atas dasar selera yang masih kuat dipengaruhi oleh
nostalgia masyumi yang memang legendaris itu.

Partai Bulan Bintang, sebagaimana dikatakan Pak Anwar Harjono, adalah partai yang
diharapkan dipimpin oleh kaum muda, di-support oleh kaum muda, dan direstui

oleh

kaum

tua

di

tengah

tengah

masyarakat

ini.

Keberadaannya sangat diharapkan oleh keluarga besar bulan bintang untuk bisa
mewujudkan kembali wajah politik yang sejuk dan bermanfaat bagi rakyat serta
diharapkan mampu tampil sebagai kekuatan yang diharapkan bisa menjadi the next
masyumi. (Bersambung)
(Penulis : Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang
berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah
Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang
dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.
Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960
dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pemerintahan
Soeharto, terjadi rehabilitasi sebagian dari tokoh-tokoh Masyumi, di mana beberapa
tokoh-tokoh Masyumi diperbolehkan aktif kembali dalam politik dengan meleburkan diri
ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Organisasi pendiri

2 Pemilu 1955

3 Tokoh

4 Catatan kaki

5 Pranala luar

Organisasi pendiri
Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena
Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia

melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan
partai-partai Islam yang telah ada di zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di
perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang
telah melarang PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) dan PII (Partai Islam Indonesia).
Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan
dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting
bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat mendukung Perang Pasifik, sebagai
buruh atau tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di
dalam Putera, Jepang mendirikan Masyumi.
Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan
federasi dari empat organisasi Islam yang diijinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama
(NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan
dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie, terpilih sebagai
pimpinan tertinggi Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam
kepengurusan Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi
sulit dihindari. Nahdlatul Ulama kemudian keluar dari Masyumi melalui surat keputusan
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya
pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai
NU pada persoalan agama saja.
Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang surut secara
politis, dan sempat merenggang pada saat Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan
keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun
1960.

Pemilu 1955
Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi
mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu. [2] Masyumi
menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari

15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera
Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara
Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga
dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan
hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.
Berikut hasil Pemilu 1955:
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
2. Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
3. Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%)
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)
Dari pemilu 1955 ini, Masyumi mendapatkan 57 kursi di parlemen.

Tokoh
Di antara tokoh-tokoh Masyumi yang cukup dikenal adalah:

KH Hasyim Asy'arie

KH Wahid Hasjim, yang juga adalah putra dari KH Hasyim Asy'arie.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), menjadi wakil Masyumi dalam
Konstituante

Muhammad Natsir,menteri penerangan di kabinet presidentil masa revolusi


,Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan Mosi Integral Natsir yang
mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia

Syafrudin Prawiranegara,Menteri Kemakmuran di kabinet presidentil masa


revolusi,Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia,Gubernur Bank Indonesia
Pertama, terkenal dengan kebijakan Gunting Sjafrudin

Mr. Mohammad Roem, Diplomat ulung yang dikenal lewat inisiatifnya dalam
perundingan yang kemudian dikenal sebagai Perundingan Roem - Royen

KH. Dr. Isa Anshari,Ketua Partai Masyumi di Parlemen yang dikenal lantang dan
tegas dalam memegang teguh prinsip perjuangan termasuk saat polemik dasar
negara berlansung di majelis konstituante sebelum akhirnya dibubarkan oleh
sebuah Dekrit Presiden tertanggal 5 Juli 1959

Kasman Singodimedjo,Daidan PETA daerah Jakarta, tanpa jaminan keamanan


dari Daidan PETA Jakarta tidak akan ada rapat umum IKADA & Proklamasi
Kemerdekaan NKRI

Dr. Anwar Harjono, Merupakan Juru Bicara terakhir partai masyumi yang
dibekukan oleh pemerintah orde lama sehingga lahirlah Keluarga Besar Bulan
Bintang yang di masa orde baru mendirikan Organisasi Dakwah yakni Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan di masa orde baru menjadi inspirator
bagi lahirnya kekuatan politik baru penerus perjuangan Masyumi yakni Partai
Bulan Bintang (PBB).

Catatan kaki
1. ^ Sejarah Singkat Universitas Islam Indonesia
2. ^ Kisah Dua Saudara NU dan Muhammadiyah

Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja
dihapuskan, di era kekinian Masyumi tetap menjadi inspirasi paling aktual dan relevan
bagi

dunia

kepartaian

dan

perpolitikan

di

tanah

air.

Masyumi lahir dari ide besar yakni Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa
dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain.

Nostalgia kebesaran Masyumi memang tetap terasa hingga saat ini, penulis banyak
menjumpai para orang tua di desa desa yang menjadi saksi hidup sistem multi partai
pada pemilu 1955, mereka masih bisa menggambarkan bagaimana hangatnya persaingan
diantara partai partai saat itu, kontestansi partai politik yang besar mendapat sambutan
yang luar biasa dari masyarakat yang hampir semua larut dalam euphoria demokrasi yang
meluap luap, itulah Pesta Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang
pertama dan terbesar pasca kemerdekaan.

Diantara saksi saksi hidup itu kebanyakan masih bisa menghafal Hymne/Mars Partai
Masyumi yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut :
Bismillah mari kita memilih
Lambang Bulan Bintang Putih
Atas Dasar Hitam nan Bersih
Tanda Gambar Masyumi
Partai Berjasa Nusa dan Bangsa
Demi Setia Agama
Partai Berjasa Nusa dan Bangsa
Demi Setia Agama

Menurut salah seorang saksi menjelang akhir tahun 50-an kekuatan Nasakom yang
melingkari kekuasaan Bung Karno semakin besar bahkan PKI terus menerus mencari
jalan untuk lebih dekat lagi dan menguatkan posisinya di pusat kekuasaan, Pada sisi yang
lain Masyumi yang menjadi oposisi loyal dan sering memperingatkan bung karno akan
ancaman bahaya laten komunisme yang anti tuhan tak urung menjadi target fitnah dan
target untuk dihabisi secara politik.
Penulis mendengar penuturan para saksi sejarah dengan seksama bahwa saat itu suhu
politik meninggi terasa hingga ke desa desa, penggalangan massa dalam bentuk
mimbar- mimbar bebas diadakan oleh kader kader PKI yang mengaku sebagai barisan
penyelamat soekarno, biasanya mereka membuka orasinya dengan slogan slogan
sebagai berikut :
Merdeka !!!
Hidup Bung Karno !!!
Hidup Nasakom !!!
Ganyang Masjumi !!!

Kuatnya sentimen anti Masyumi yang di produksi dan direproduksi itulah yang kelak
bermuara dalam bentuk opsi pembubaran partai Masyumi, tidak lama berselang
kekhawatiran Masyumi akhirnya terbukti, PKI melaksanakan Gestapu-nya dalam sebuah
revolusi berdarah yang sarat diselimuti tebalnya misteri yang masih tersisa hingga hari
ini.
Cendawan yang tumbuh di musim penghujan

Konon setelah berakhirnya periode Masyumi, Warga Bulan Bintang mengalami


kevakuman politik namun beberapa saksi mengutip dan menggarisbawahi pesan Mr.
Mohammad Natsir bahwa :

Keluarga Besar Bulan Bintang harus bisa hidup, berkarya dan berjuang dimana saja untuk
kepentingan ummat, bangsa dan negara laksana cendawan yang tumbuh di musim
penghujan.
Diskriminasi atas Masyumi pada masa rezim orde lama berlanjut dengan kebijakan
politik rezim orde baru yang menolak merehabilitasi Partai Masyumi.
Menyikap hal ini Keluarga Besar Bulan Bintang terbagi dalam tiga kelompok.
1. Pertama, kelompok yang beralih ke gerakan dakwah dan mendirikan Dewan
Dakwah Islam Indonesia (DDII) dengan M. Natsir, Muhammad Roem, Sjafruddin
Prawiranegara, Anwar Haryono dan Yunan Nasution sebagai tokoh sentralnya.
Setelah dilarang untuk beraktifitas dalam dunia politik, mereka melihat celah lain
untuk berkiprah di masyarakat, yakni dengan berdakwah.
2. Kedua, kelompok yang tetap berada di wilayah politik dengan membentuk Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), sebuah partai yang sengaja didirikan sebagai
pengganti Masyumi dan direstui pemerintah Orde Baru.
3. Ketiga, kelompok teknokrat yang lebih pragmatis. Mereka adalah bekas anggota
dan simpatisan Masyumi dan mendapatkan karirnya melalui Golkar atau
organisasi underbow-nya. Di luar ke-tiga kelompok ini, terdapat juga sekelompok
kecil anggota dan simpatisan Masyumi yang terlibat dalam gerakan Islam radikal
seperti NII.

Tekanan yang besar terhadap gerakan Islam Politik oleh dominasi politik kekuasaan
menjadikan keluarga besar bulan bintang lebih fokus bergiat dalam arus utama gerakan

dakwah

dengan

DDII

sebagai

ujung

tombaknya.

Menurut para saksi, sebagian dari kader masyumi ada yang memilih tetap bergiat di jalur
politik, sebagian melanjutkan idealisme pergerakan dalam Parmusi yang pada akhirnya
melebur dalam wadah PPP, sebagian lagi memilih berada dalam wadah Partai Golkar
sebagai partai pemerintah karena disinyalir sebagai kekuatan politik terbesar anti PKI dan
bahaya laten komunisme.
Apapun jalan politik dan pergerakan yang dipilih oleh keluarga besar bulan bintang pada
awalnya dimaksudkan untuk mengisi kevakuman politik dan mencari format baru untuk
menyalurkan aspirasi politik yang tersumbat kala itu, harapan dan cita cita terbesar
masihlah sama yakni muncul dan bangkitnya kembali the next Masyumi yang akan
mempersatukan komponen komponen perjuangan yang berserak serak dalam satu
wadah bersama.

HubunganIdeologisNUSoekarno
30/03/2007

Ketika masih menjadi aktivis pergerakan Bung Karno belum mengenal


NU bahkan cenderung meremehkan orang Islam pesantren yang
dianggap kolot. Apalagi saat itu ia sangat terpengaruh oleh ide-ide
Amir Ali, Kemal Attaturk,

Abdel Razik dan sebagainya. Dalam

kenyataannya Soekarno bayak bersimpati dengan Islam modernis.


Begitu menjelang kemerdekaan Bung Barno baru mengenal kelompok
pesantren ini secara lebih dekat, karena itu menunjukkan simpati yang
besar. Di situ Bung Karno melihat NU adalah kelompok yang nasionalis
dan kerakyatan berdasarkan ajaran Islam. Ini sanagat cok dengan
ideologinya yang nasionalis dan marhaenis.
Sementara terhadap Islam modernis Bung Karno semakin lama
semakin mengalami keretakan, terutama setelah kemerdekaan, ketika
beberapa elemen kelompok itu terlibat dalam pemberontakan DI-TII

dan kemudian PRRI Permesta. Bung Karno merasa mereka bukan


teman

seideologi,

terbukti

bersekutu

dengan

kekuatan

asing

merongrong keutuhan republik, tidak sedikit di antara pemimpinnya


yang ditahan.
Sementara NU merasa dekat dengan Bung Karno, bukan karena dia
berkuasa tetapi ada kesamaan ideologi yang nasionalistis dan populis.
Orang sering salah paham dengan prinsip dasar itu sehingga melihat
NU oportunis, hanya mengikuti kebijakan Bung Karno. Padahal NU ikut
Bung Karno karena mersa ideologi dan cita-citanya sama. Dalam
kenyataannya NU tetap Kritis terhadap kebijakannya.
Kiai Waahab misalnya pernah mengatakan dalam pidatonya bahwa,
Sukarno tanpa NO (NU) akan menjadi Sukar (susah) menjalankan
program politiknya. Demikian juga Bung Karno tanpa NO (NU) akan
menjadi bongkar (didongkel orang).
Ternyata pernyataan itu ada benarnya, ketika tuntutan NU pada Bung
Karno untuk segera membubarkan PKI, karena partai itu selalu
menimbulkan ketegangan gontok-gontokan dan konflik sosial di manamana. Hubungan NU Bung Karno menjadi renggang, maka saat itu
Bung Karno bergerak tanpa NO akhirnya Bung Karno dijatuhkan oleh
berbagai kekuatan termasuk kekuatan kolonialisme asing. (Munim)
Berita Terkait:

Bung Karno Membela Lesbumi

Nasionalisme Ditambah Bismillah itulah Islam

Resolusi Jihad

Ketika Bung Karno Terpesona pada Sang Kiai

Ketika Bung Karno Berguru Ke Pesantren

Perseteruan Kaum Nasionalis dan Komunis

muhammad

IBNU

mi'raj

menulis:

kita sering mendengar pemimpin pemimpin PKS mengatakan bahwa pks bukanlah
sebuah aliran, tapi dalam kenyataan mereka punya dogma agama senidri yg berbeda
dengan ,muhammadiyah dan Nu, setelah saya telusuri ternyata mereka cabang dr gerakan
ikhwanuk muslimin yang nota bene-nya adlh penerus ideologi wahabi, dimana nu
didirikan untuk membentengi umat kita dari ideologi modernis tau wahabi pd thn 1926.
byk kader2 nu muda yang secara keilmuan blm ckp memahami aswaja, karena ikut
oraganisasi/sub organisasi mrk secara prlhan terbawa arus oleh gerakan mereka. bbrp
organisasi d bwh mereka adalah; aktivitas Liqo', ROHIS SMU/SLTA/ KAMMI/ KAPMI/
SEKOLAH2 ISLAM TERPADU dr PGIT, TKIT ,SDIT, SMPIT, SMUIT dan lain 2 yang
berafiliasi pd PKS. mrk tdk sgan2 membentuk gerakan2 : GAm(gerakan anti maulid),
GAT(anti tahlil) GAB(anti barzanji) dan gerakan lain yang menentang ajaran NU scr
terang-terangan kasat mata tnp tolreransi sedikitpun. mereka memakai masjid2
nu,muhammadiyah tnp melihat jasa kedua ormas islam itun sdktpun. dlm da'wahnya mrk
sll menjelek2kan pemimpin muhammadiyah terutama ulama2 Nu. untuk Nu knp
gerakaan 2 ini tdk kita persiapkan untuk kita bendung atau doicarikan solusi nya. kl hal
ini scr terus menerus dibiarakan mk jgn menyesal kalau 5-10 thn lg kader2 nu akan
banyak pindah ke pks. mrk belum menampakkan sifat aslinya ky di mesir atau cbg2 lain
di slrh dunia. mereka merasa bhw merekalah yg mrs benar dan arogan thd muslim diluar
kelompok mereka. mrk menggembor2kan islam rohmatallil alamin, ternyata mereka tdk
rohmatallil alamin sendiri. mohon PBNU tegas dan care terhadaap masalah ini.
saya menulis ini karena hirroh ahlusunah wal jamaah yang ada di dada saya. mngkn email saya tidak aktiv kalao ada apa2 mngkn yg bs kasih utk alamat sy ada di nmr ini
085226145695
aslmlkm
IBNU MI'RAJ

trm

kaasih
wr

atas

perhatiannya
wb

terimaksih

wasid

mansyur

menulis:

apa yang ditulisankan oleh Mu'im, mengingatkan penulis pada perkataan Gus dur ketika
ketika penulis melakukan wawamcara penulisan tesis, yang mengatakan bahwa sudah
sangatnya kita tidak lagi menganggap adanya konsep kebangsaan dengan keislaman
dari perkataan ini apa yang diasumsikan terjadi perbedaan sebagaimana anggapan peneliti
barat merupakan peryataan yang menyisahkan persoalan terkait dengan realitas yang
berkembang

di

Indonesia.

gus dur menjelaskan pula pandangan Kiai hasyim atas sikap status negara Indonesia
merupakan yang harus dpertahanan sekalipun dikuasiai belanda dalam forum muktamar d
bnajrmasin 1923. dan terkait dengan ini hubungan soekarno sangatlah penting bagi
pemahaman kiai Hasyim, kerna soekarno pernah tinggal di tebuireng selama 40 hari. dan
kondisi ini tidak bisa dilepaskan adanya persinggungan yang mendalam dalam
memberikan perubaan menganai islam dan kebangsaan. wal hasil islam dan kebangsaan
tidak dapat 0dikonfrontasikan, karena kedanya memiliki keingianan bersama dan sebuah
perbedaan. dan perbedaan tidak bisa dijadikan alasan untuk bersikap anarki terhadap
yang lain.
karebet

E'05

asalamualikum

menulis:
wr.wb

saya adalah mahasiswa brawijaya, yah yang terjadi memang seperti apa yang di tuliskan
oleh kang muhammad bahwa sanya hari ini khususnya di kampus2 negri gerakan2
KAMMI sudah mulai mengakar disetiap mushola serta masjid2 yang ada baik di dalam
maupaun di louar daerah kampus, dan yang saya sayangkan bahwa generasi muda NU
tidak

cukup

sadar

tentang

hal

ini...

selama ini kita hanya NERIMAN ING PANDUM tanpa mau berusaha lebih keras...
seringkali hujatan2 secara eksplisit dilayangkan oleh kaum yang sering mengaku
ikhwanuk

muslimin

terhadap

para

pemimpin

NU...

bahkan untuk pengajian kitab kuning yang di bacakan oleh salah satu pengurus NU
cab.malang mereka terlihat mempersulit proses perijinan dengan beberapa alasan yang
kurang

logis....

saya cuma bisa berharap bahwa PBNU lebih memperhatikan masalah pengkaderan baik
di pedesaan maupun perkotaan.. serta pada lenbaga2 pendidikan yang ada
RONY

menulis:

SEJAK DULU ORGANISASI KAUM SARUNGAN SELALU MENJADI INCARAN


DAN REBUTAN UNTUK MEMPEROLEH KEKUASAAN, NU ADALAH ORMAS
TERTUA TG MEMILIKI MASSA BEITU BANYAK, NU PERNAH TERJUN KE
KANCAH POLITIK PRAKTIS DAN SANGAT MENGEJUTKAN SUARA WARGA
NU HAMPIR MENYAMAI PARTAI PNI .....HINGGA AKHIRNYA NU KEMBALI KE
KHITOH 1926...DAN KEMBALI MENJADI ORGANISASI MASSA, HINGA SAAT
INIPUN SUARA WARGA NU MENJADI REBUTAN PARTAI-PARTAI POLITIK,
UNTUK ITU SAYA SANGAT BERHARAP AGAR PBNU TETAP MEMEGANG
AMANAT UNTUK TETAP NETRAL BAGI WARGANYA...
ahmad zakki menulis:
wahai para pembela ajaran aswaja dan madzhab....bersatulah saling bergandengan dan
pertahankan keyakinan kita sesuai dengan warisan para salafus salih...jangan saling
berbangga akan kebesaran orgnisasi kita, tapi mari berdayakan nahdliyyin
Imam Nurhuda menulis:
Assalmu'alikum.wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mancapkan iman di sanubari ini sehingga kita
termasuk golongan yang Allah SWT sebutkan beruntung. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, keluarganya serta kita para
pengikutnya yg tetap Istiqomah berada di jalan lurus ini.
Saudaraku, aku ingin menanggapi komentar yang diberikan oleh akh muhammad IBNU
mi'raj tentang bagaimana sikap ikhwan pks terhadap msyrakat muslim pada umumnya,
demi Allah aku bukan termasuk bagian dari mereka yang telah disebutkan oleh akh
Muhammad. Saudaraku, salah satu sikap yang akan memecah umat Islam dan
melunturkan nilai ukhuwah Islamiyah ialah ashobiyah atau bangga terhadap golongan
dan pemahamannya, permasalahan yang kerap menjadi polemik di masyarakat muslim
adalah tidak adanya kemauan untuk kita saling memahami antra satu muslim dengan
muslim yang lain. Tingkatan ukhuwah seorang muslim diantaranya dimlai dari
Ta'arug/perkenalan, kemudian Tafakhum/saling memahami, Ta'awun/saling tolong
menolong dalam kebaikan dan tingkat yang tertinggi Itsar/ mengutamakan saudaranya
dibandingkan dirinya sendiri. Ternyata Rasulullah SAW dan para sahabat telah
memberikan contoh begitu indahnya ISlam dengan ukhuwah yang tertanam dalam hati
dan terbungkus dengan aqidah yang hanif.
Oleh karena itu, marilah kita saling menjaga persatuan umat demi sama-sama
memperjuangkan syari'at Islam tegak di bumi pertiwi,l tak akan ada kemenangan disaat

persatuan tak terbentuk, sebagaiamana ketika para mujahid dari bangsa Indonesia dahulu
merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Ingatkah, ketika Bung tomo mengucapkan
takbir " Allahu akbar !!! " untuk menggetarkan musuh dengan suara yang membahana
tersebut, walaupun hanya ada bambu di tangan.
Kita semua merindukan Islam jaya di Negeri ini, apalagi jika hukum Islam menjadi
landasan dalam seluruh sendi kehidupan, baik bermasyarakat maupun bernegara. Ideologi
ini merupakan yang terbaik dari ideologi yang ada, termasuk Pancasila, jadi kalau kita
berpikir bahwa pancasila bagian dari Islam adalah salah besar. Pancasila merupakan hasil
krya manusia, sedangkan Islam dari Allah SWT.
Selamat berjuang Saudaraku semua, mari kita wujudkan persatuan umat demi tegaknya
syar'at ISlam di Indonesia.
Allahu akbar!!!
Muh adi menulis:
Ass.
Seperti biasa perjalanan roda jama'ah atau organisasi islam di Indonesia selalu banyak
mengalami liku-liku tajam, hal ini disebabkan karena adanya orang yang selalu
memanas-manasi alias menghasut seperti pernyataan saudara muhammad IBNU mi'raj.
penyataan saudara sangat kental dengan politik adu domba dan tidak berdasar pada fakta,
sepertinya saudara tidak senang kalau semua organisasi islam rukun untuk
memperjuangkan syariat islam. Saudara hanya menonjolkan ashobiah kelompok yang
sangat dibenci oleh Rasulullah..! Sudalah...Mas mari kita jalin kerja sama antara NU,
MUhammadiyah, PKS, HT toh..! kita sama-sama memperjuangkan Syariat islam
meskipun caranya berbeda-beda. Afwan kalau terlalu lancang. Saya hanya berharap
supaya kedepan Ormas dan Orsospol Islam mengokohkan barisannya untuk menghadapi
musuh bersama yaitu kapitalisme, sekularisme dan liberalisme. wassalam
ANAS menulis:
SALAM DAMAI ......SUDAH JELAS KALO MEMANG MAU MEMPERSATUKAN
UMAT ISLAM YG SELAMA INI MEREKA GEMBAR-GEMBORKAN KENAPA
KOK HARUS SALING MENCACI DARI GOLONGAN LAIN....SEAKAN-AKAN
SURGA SUDAH JD MILIK MEREKA...SY SEMENJAK MASH DI BANGKU
KULIAH SERING BERSENTUHAN DENGAN MRK2 YG MAU MENDIRIKAN
KHILAFAH...SETIAP MEREKA BERDAKWAH SELALU MENGKAFIRKAN DR
GOLONGAN DI LUAR MEREKA...APA ITU SUDAH MENJADI METODE
DAKWAH MEREKA DEMI MENARIK PERHATIAN PUBLIC?????TLNG KALO
MAU MENJADI RAHMATAL LIL ALAMIN...RUBAH PRILAKU NYA.SALAM
Abbaz menulis:
Saya sependapat bang Anas, bang Muhammad dll, metode dakwahnya memang begitu.
Cari popularitas! sah-sah aja sich tapi kalau mau bawa berita bae atas nama komunitas
agama Islam, mbo ya sampaikan dengan bahasa sopan lah.. jangan hujat pemimpin dan
ulama..makanya kalau mau jadi islam yang ente slogan kan harus kaffah, hapus dulu jiwa
kapitalis ente2 supaya tuturkta dan perbuatan ikut bae..

cak roy menulis:


fakta telah nyata, saya dan mungkin kebanyakan orang begitu juga cak IBNU heran
kepada pemikiran PKS dalam hal ini juga HTI, yang ingin merubah dasar negara, apalagi
komentar cak imam nur huda yang mengatakan Pancasila bukan produk islam, saya mau
tanya :
apakah ketuhanan Yang maha esa dilarang oleh Islam? apakah nilai kemanusiaan yang
adil dan beradap dilarang oleh Islam?
Apakah Persatuan Indonesia (bangsa) juga bukan ajaran Islam? apakah Musyawarah
sangat dilarang oleh Islam? apakah Keadilan juga bukan anjuran Islam? coba jwb dengan
nurani.
dsitu gerakan PKS atau yang radikal lainnya ingin mengembangkan faham transnasional,
dimana faham ini sangat keras, mungkin generasi (anggota PKS/HTI) belum mengenal
PKS/HTI sampai dalam, mereka hanya disuguhi bumbu-bumbu manis, tapi mereka
belum tahu inti dari tujuan mereka. yang selalu menebar demonstrasi, unjuk massa,
menginjak harga diri bangsa sendiri, menampar wajah bangsa sendiri, melecehkan
martabat bangsa sendiri ? salam Roy
Cak Roy menulis:
saya dan mungkin kebanyakan orang heran, kenapa orang yang di didik PKS atau HTI
atau kelompok rasionalis lainnya gampang sekali meneriakkan slogan-slogan provokasi
kepada negara, provokosi merubah dasar negara, provokasi merubah bentuk negara,
padahal mereka tidak sadar bahwa mereka telah melawan negara, dan mereka juga tidak
sadar bahwa melawan negara bertentangan dengan ajaran Islam.
dan yang lebih memprihatinkan adalah ketika mereka berteriak memperjuangkan syariat
namun untuk memahami nilai islam saja mereka terkadang masih bingung, ambil contoh
nilai islam yang ada di pancasila. mereka bahkan mendustakan nilai Islam yang ada
didalamnya.
apakah Berketuhanan, berkemanusiaan, persatuan, permusayawaratan, berkeadilan itu
semua bertentangan dengan Islam? coba pelajari nilai-nilai itu, lalu kenapa mereka seolah
sok menyebarkan syariat, sok pahlawan, dengan mudah menghina ulama, tidak percaya
tausiah ulama, ini adalah sebagai bagian dari faham wabisme, yang tidak cocok dengan
Indone
cAK rOY menulis:
emang PKS ataupun HTI sering banget mengajarkan hal-hal yang berbau provokativ,
provokativ merubah dasar negara, provokativ merubah bentuk negara, provokatif
mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham, terus apa yang dibenarkan dari ajaran
semacam ini?
Kyai Lereng Gunung menulis:
Itulah, meminjam istilah " Al-Islam mahjuubun bil muslim".Islam yang universal kadang
malah dipersempit sendiri oleh umat Islam sendiri.Penodaan terhadap citra Islam sendiri
di mata dunia.
Kyai Lereng Gunung menulis:
Itulah, meminjam istilah " Al-Islam mahjuubun bil muslim".Islam yang universal kadang

malah dipersempit oleh umat Islam sendiri.Penodaan terhadap citra Islam justru
dilakukan oleh muslim sendiri di mata dunia.Ironis memang.Ini akibat pemahaman yang
dangkal terhadap Islam yang rahmatan lil 'alamiin
cofee menulis:
metode dakwah mereka memang menggiurkan, janji surga dengan cara mengkafirkan
yang tidak sepaham. bagi yang "anti syariah" versi mereka akan dicap sebagai antek
yahudi, agen zionis dan macam-macam. sungguh menjijikkan.
selain itu mereka suka dengan slogan," ga perlu nu-nu an ato muhamadiyah2 an, yang
penting Islam". atau kalau ditanya, jawabannya,'saya ga nu ga muhamadiyah, tapi Islam
( ala HTI atao ala PKS, sama aja akan?)
tetapi begitulah watak kaum khawarij. dan yang akan bertahan adalah aswajanya asy'ari,
ghazali, maturidi, junaidi al baghdadi, hasan bashri dsb. sejarah telah membuktikan
bukan?
al_yafie menulis:
anda perlu baca referensi lebih banyak.... sebelum berkomentar...
Malik Abdul Aziz menulis:
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Fitnah apa yang lebih besar ketimbang engkau berpandangan bahwa engkau telah lebih
dahulu melakukan amal kebaikan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah? Sesungguhnya
saya mendengar Alloh berfirman,
"Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah
atau akan ditimpa adzab yang pedih." (QS. An-Nur: 63).(Lihat Al-Faqih wal Mutafaqqih,
oleh Al-Khatib Al-Baghdadi 1/148, Abu Nuaim dalam Hilyah 6/236).
Barangsiapa yang mengerjakan sebuah amal perbuatan yang tidak ada
contohnya dari kami, maka dia itu tertolak.(HR. Muslim 1718).
Dan banyaaaaaak lagi sumbernya...shahih, benar, dan jelas. Tidak mau'dhu, dhaif, apalagi
nyeleneh.
Walhasil, ibadah itu harus sesuai dengan aturan Alloh dan Rasul-Nya dalam semua segi,
baik jumlah, cara, waktu, tempat dan lainnya.
Semoga Allah memberi ilham kepada kita untuk senantiasa beribadah sesuai dengan
perintah-Nya, syariat-Nya serta risalah nabi-Nya.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Hendra Sugiantoro menulis:
tulisan di atas belumlah komprehensif. Perlu ada tulisan penambah ataau malah tulisan
pembanding lainnya.
Haji Abu Bakar Ami menulis:
Assalamualaikum.Wr.Wb

Saudaraku kaum muslimin yang di rahmati Allah.setiap sesuatu jangan memponish PKS.(
Partai Kaum Salafi ) yang beraliraran Wahabi.Kalau orangnya yang berfaham Wahabi.
Yangan Partainya yang di tuduh sesat/salah.Secara lahiriyah PKS sangat peduli tentang
keumatan Islam.di banding kan NU/PKB. yang selalu membuat ribut tanpa
penyelesaian .saya sendiri Orang NU atau pengikut NU.Tapi Kalau dahulu nu OK
banget.tapi sekarang sudah mulai pudar di mata umat. khususnya umat Islam.karena
skuaka sekali memfinah.
wassalam.

Anda mungkin juga menyukai