Urgensi berasal dari Bahasa Inggris yakni “urgent”. Urgent sendiri berarti kepentinga
n yang mendesak atau sesuatu yang bersifat mendesak dan harus segera ditunaikan. Begitupu
n menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urgensi adalah keharusan yang mendesak,
hal sangat penting.
- Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara orang-or
ang dengan negara.
- Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi dalam ik
atan emosionaL, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan i
katan tanah air.
- Kewarganegaraan dalam arti “formil” menunjukkan pada tempat kewarganegaraan itu berdo
misili. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
- Kewarganegaraan dalam arti “materil” menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarga
negaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang pembentukan karakter dan penerapan
rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap lini kehidupan masyarakat, khususnya di bidang
pendidikan. Lebih utama lagi dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan. Tantangan
mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini butuh usaha keras. Justru
tantangan tersebut bukan datang dari materi atau kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu
sendiri. Melainkan dari kualitas sumber daya manusia yang kompeten, yaitu guru. Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak
didik juga akan konvensional. Hasil yang diperoleh adalah anak didik dengan rasa
nasionalisme yang konvensional pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu
mendengarkan ceramah dan akan segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau
berganti mata pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak
didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar
dengan gaya ajar yang lama dan monoton.
Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik kita tidak tahu wujud tentang
KPK dan kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana anda mengajarkan bela negara apabila
anak didik tak memahami budaya, letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara
nyata? Bagaimana anda mengajarkan baik dan buruknya media sosial, apabila anda tidak
paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line, twitter, dsb)?
Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap
kewarganegaraan (civic disposition).
Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih mudah dicerna dan diresapi
anak didik dengan contoh nyata dan realis. Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan
bikin kantuk.
Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak pengetahuan dan sikap
kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang percaya diri (civic competence).
Kemudian warga negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan
akan menjadi warga negara milenial yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga
negara milenial yang memiliki sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial
yang komitmen (civic commitment).
Dan pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang cerdas dan baik
( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di
era milenial, bila didukung juga oleh "smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional
anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat, Pancasila is a living ideology.
Civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari ger
akan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil socie
ty mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan.
Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan dan sebagai s
ebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral trans
endental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Sejarah telah mencatat bahwa masyarakat madani pernah dibangun oleh Rasullulah ke
tika beliau mendirikan komunitas muslim dikota Madinah. Masyarakat madani yang dibangu
n oleh Nabi Muhammad tersebut memiliki ciri-ciri :
– egalitarianism, penghargaan kepada manusia berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti
keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain) keterbukaan partisipasi seluruh anggota ,masyarakat,
dan ketentuan kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan. Semua
nya berpangkal pada pandangan hidup berketuhanan dengan konsekuensi tindakan kebaikan
kepada manusia. Masyarakat Madani tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain
bersendikan keteguhan berpegang kepada hukum.
Dalam rangka penegakkan hukum dan keadilan misalnya, Nabi Muhammad SAW tid
ak membedakan antara semua orang. Masyarakat Madani membutuhkan adanya pribadi-priba
di yang tulus yang mengikat jiwa pada kebaikan bersama. Namun komitmen pribadi saja tida
k cukup, tetapi harus diiringi dengan tindakan nyata yang terwujud dalam bentuk amal shaleh.
Dalam mewujudkan pengawasan inilah dibutuhkan keterbukaan dalam masyarakat. M
engingat setiap manusia sebagai makhluk yang lemah mungkin saja mengalami kekeliruan da
n kekhilapan. Dengan keterbukaan ini, setiap orang mempunyai potensi untuk menyatakan pe
ndapat dan untuk di dengar, sementara dari pihak pendengar ada kesedian untuk mendengar d
engan rendah hati untuk merasa tidak selalu benar.
Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan di atas, masyarakat Madani sebagai masyarak
at yang ideal juga memiliki karakteristik, sebagai berikut :
a. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur
kehidupan social.
b. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secar
a kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok social mayoritas hidup berdampin
gan dengan kelompok minoritas sehingga tidak muncul kecemburuan social.
c. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengura
ngi kebebasannya. Prinsip tolong menolong antar anggota masyarakat didasarkan pada aspek
kemanusiaan karena kesulitan hidup yang dihadapi oleh sebagian anggota masyarakat tertent
u, sedangkan pihak lain memiliki kemampuan membantu untuk meringankan kesulitan hidup
tersebut.
d. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh
ALLAH sebagia kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas orang lain yan
g berbeda tersebut. Masalah yang menonjol dari sikap toleran ini adalah sikap keagamaan, di
mana setiap manusia memiliki kebebasan dalam beragama tidak dapat dipaksakan.
e. Keseimbangan antara hak dan kewajiban social. Setiap anggota masyarakat memiiki h
ak dan kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan keutuhan
masyarakat sesuai dengan kondisi masing-masing. Keseimbangan hak dan kewajiban itu berl
aku pada seluruh aspek kehidupan social, sehingga tidak ada kelompok social tertentu yang di
istimewakan dari kelompok social yang lain sekedar karna ia mayoritas.
f. Berperadapan tinggi, artinya ,masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pe
ngetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan hidup manusi
a.
g. Berakhlak mulia, sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat dilakukan berdasark
an nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi realitivitas manusia dapat menyebabkan terjebaknya
konsep akhlak yang relative.sifat subjectife manusia sering sukar dihindarkan. Oleh karena it
u, konsep akhlak tidak boleh dipisahkan dengan nilai-nilai ketuhanan,sehingga substansi dan
aplikasinya tidak terjadi penyimpangan.
Oleh karna itu, masyarakat Madani haruslah masyarakat yang demokratis yang terban
gun dengan menegakkan musyawarah. Musyawarah pada hakikatnya menginterpretasi berba
gai individu dalam masyarakat yang saling memberi hak untuk menyatakan pendapat, dan me
ngakui adanya kewajiban untuk mendengarkan pendapat orang lain.
Umat islam adalah umat yang diberikan kelebihan oleh ALLAH di antara umat manus
ia yang lain. Umat Islam mempunyai aturan hidup yang sempurna dan sesuai dengan fitrah ke
hidupannya. Aturan hidup itu sebagai rahmat bagi alam semesta. Ia bersifat universal, mengat
ur segala aspek kehidupan manusia, terutama bagi kehidupan, islam memberi arahan yang sig
nifikan agar kehidupan manusia selamat dari segala bencana dan azab –nya. Bagi umat islam,
hukum ALLAH telah jelas. Al-quran dan sunnah memiliki prioritas utama sebagai sumber ruj
ukan bagi banguan sisytem kehidupan yang islami.
Masyarakat Madani merupakan masyarakat harapan bagi umat islam, bukan sekedar
masyarakat yang lebih banyak mengeksploitasi symbol-simbol islam, melainkan masyarakat
yang mampu membawakan substansi islam dalam setiap gerak kehidupan masyarakat. Untuk
itu masyarakat islam dituntut ikut berperan dalam rangka mewujudkan masyarakat Madani te
rsebut.
Sungguh kiita semua merindukan keadaan peradaban dunia Islam sebagaimana yang t
elah ada pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di kota madinah.