Anda di halaman 1dari 3

Secara bahasa, Ad-Din artinya taat, tunduk, dan berserah diri.

Adapun secara istilah


berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan diikuti (ditaati) baik berupa keyakinan,
aturan, ibadah dan yang semacamnya, benar ataupun salah. Sebagaimana firman Allah I:
Untukmulah agama (terjemahan din, red)-mu dan untukkulah agama-ku.
(Al-Kafirun:6)
Ad-Din yang benar adalah Islam, sebagaimana firman Allah
Sesungguhnya din (yang diridhai) di sisi Allah, hanyalah Islam (Ali Imran: 19)
Dinul Islam mencakup aqidah (keyakinan), ibadah, muamalah, dan akhlak sebagaimana dalam
hadits Jibril yang menyebutkan tentang rukun Islam, rukun iman, dan ihsan. Maka dikatakan
pada akhir hadits tersebut: Ini Jibril, datang kepada kalian mengajari din kalian.
Salah paham Sebagian orang memahami kata Ad-Din hanya berkutat pada hukum-hukum
yang berkaitan dengan muamalah dan ibadah. Sehingga mereka memilah-milah bahwa perkara
ini adalah perkara din, adapun perkara itu adalah perkara akhlak dan seterusnya. Pemahaman
semacam ini salah. Yang benar adalah sebagaimana telah diterangkan di atas.1[1]
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc. )
Pengertian Dinul Islam dari sudut bahasa
Ad-Din berasal dari bahasa Arab Daana Yadiinu Diinan ( ( memiliki arti
yang banyak yaitu agama, jalan hidup, tatanan, hukum dan lain lain
Al-Maududi [empat Istilah dalam Al-Qur'an] mencatat makna Ad-Din dari sudut bahasa sebagai
berikut:
Kegagah-perkasaan, kekuasaan, kemampuan, peradilan pemaksaan, pembudakan dan
sebagainya.
Kata mereka:
= Danan-nasa. Yakni: Menjadikan orang-orang taat kepadanya.
= Dintuhum fa danu. Yakni: Kutekan mereka sehingga menyerah.
= Dintul qauma. Yakni: Kutundukkan mereka, atau kuperbudak.
= Danar-rajulu. Yakni: Orang itu sudah berkuasa.
= Dintur-rajula. Orang itu telah kubebani tugas yang dibencinya.
= Duyyina fulanun. Yakni: Fulan dibebani pekerjaan yang dibencinya.
= Dintuhu. Yakni: Kumpimpin dia dan kukuasai.
= Dayyantuhul qauma. Yakni: Dia kuserahi kepemimpinan
Seorang panglima yang telah membebaskan suatu negeri, atau suatu
bangsa dari suku, dinamakan
= Dayyan
Atas dasar itu, maka budak sahaya disebut juga
= Madin
= Almadinah. Yakni: Suatu umat, bangsa.
= Ibnul madinah. Yakni: Bumi putra.
-[2]Ketaatan, penghambaan diri, pelayanan, pengekoran.
Kata orang Arab:
= Dintuhum fa danu. Yakni: Kutundukkan mereka, maka taatlah mereka
= Dintur-rajula. Yakni: Orang itu kulayani.

= Qaumun dinun. Yakni: Suatu kaum yang taat pada peraturan.


-[3]undang-undang, tata-tertib, ideologi, aturan, tata-kerama, adat-istiadat dan sebagainya.
Kata orang Arab:
= Ma zaa dzalika dini wa daidani: Yakni: Begitulah aturanku yang tak
pernah kuubah
(Anna Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam kana ala dini qaumih).
Ertinya: Bahwa Rasulullah s.a.w. dahulu sebelum Islam tunduk pada aturan atau adat
sukunya. Seperti cara perkahwinan, peradilan, kemasyrakatan pembahagian waris dan
pusaka, undang undang dan peraturan.
-[4]pembalasan, upah, peradilan, tindakan, pertanggungjawapan, perhitungan tuntutan.
Tersebut sebuah pepatah:
(Kama tadinu tudanu).
Maksudnya: Setiap tindakan daripadamu, akan menerima pembalasannya.
oOo
Kesimpulannya secara bahasa bahwa Ad-Dien memiliki 4 makna yang saling berkaitan [2]:

As-Shultoh (kekuasaan)
Al-Khudu Lihadzihis Shultoh (ketundukan kepada kekuasaan)
An-Nidhom almunazzalu min hadzihis Shultoh (Peraturan yang dikeluarkan oleh
kekuasaan)
Al-Jaza liman thoa waman asho (Balasan dari kekuasaan terhadap yang taat atau yang
membangkang)

oOo
Secara bahasa dapatlah kita tarik substansi Ad-Din adalah lembaga kekuasaan, yang didalamnya
ada hukum / undang undang, ada masyarakat yang loyal atau tunduk kepada kekuasaan dan ada
mekanisme pembalasan bagi yang mengikuti dan juga bagi yang membangkang

Pengertian Animisme dan Dinamisme

a. Animisme
Setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh
itu mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh atau jiwa itu pada
manusia disebut nyawa. Nyawa itu dapat berpindah-pindah dan mempunyai
kekuatan gaib. Oleh karena itu, nyawa dapat hidup di luar badan manusia.
Nyawa dapat meninggalkan badan manusia pada waktu tidur dan dapat
berjalan kemana-mana (itulah merupakan mimpi). Akan tetapi apabila
manusia itu mati, maka roh tersebut meninggalkan badan untuk selamalamanya.
Roh yang meninggalkan badan manusia untuk selama-lamanya itu
disebut arwah. Menurut kepercayaan, arwah tersebut hidup terus di negeri
arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula dapat berdiam

di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orang-orang terkemuka


seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu dianggap
suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek
moyang kita. Dengan demikian timbullah kepercayaan yang memuja arwah
dari nenek moyang yang disebut Animisme.
Karena arwah itu tinggal di dunia arwah (kahyangan) yang letaknya di
atas gunung, maka tempat pemujaan arwah pada zaman Megalitikum, juga
dibangun di atas gunung/bukit. Demikian pula pada zaman pengaruh
Hindu/Buddha, candi sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang atau
dewa dibangun diatas gunung/bukit. Sebab menurut kepercayaan Hindu
bahwa tempat yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para dewa,
sehingga gambaran gunung di Indonesia (Jawa khususnya) merupakan
gambaran gunung Mahameru di India. Pengaruh ini masih berlanjut juga
pada masa kerajaan Islam, di mana para raja jika meninggal di makamkan
di tempat-tempat yang tinggi, seperti raja-raja Yogyakarta di Imogiri dan
raja-raja Surakarta di Mengadek. Hubungannya dengan arwah tersebut tidak
diputuskan melainkan justru dipelihara sebaik-baiknya dengan mengadakan
upacara-upacara selamatan tertentu. Oleh karena itu, agar hubungannya
dengan arwah nenek moyang terpelihara dengan baik, maka dibuatlah
patung-patung nenek moyang untuk pemujaan.

b. Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme
adalah paham/kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda
hidup atau mati bahkan juga benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris)
mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu mempunyai
sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga
dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia
sekitarnya. Dengan demikian, di dalam masyarakat terdapat orang, binatang,
tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan sebagainya yang dianggap mempunyai
pengaruh baik dan buruk dan ada pula yang tidak.
Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir.
Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan,
tombak, keris, gamelan, dan sebagainya akan membawa pengaruh baik
bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya wabah penyakit, menolak
malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak terdapat
perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan buruk tergantung
kepada siapa pengaruh itu hendak ditujukan. Perbedaannya, jika
jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di badan dan bentuknya lebih
kecil dari pada fetisyen. Contohnya, fetisyen panji Kiai Tunggul Wulung
dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai