Trauma lahir adalah kelainan pada bayi baru lahir yang terjadi akibat suatu tindakan,
cara
persalinan
atau
gangguan
persalinan
yang
diakibatkan
kelainan
fisiologis
persalinan.(1,2,3)
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses
kelahiran. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik,
baik yang dapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada
masa persalinan dan kelahiran.(2,3)
Sebagian besar trauma lahir terjadi selama persalinan lama dan berlarut-larut atau
kesulitan lahir. Trauma lahir dapat terjadi apabila janin besar atau presentasi atau posisi janin
abnormal. Akan tetapi, terdapat kasus terjadinya cedera dalam uterus. Pembatasan trauma
lahir tidak meliputi trauma akibat amniosentesis, tranfusi intrauterin, pengambilan contoh
darah vena kulit kepala atau resusitasi. Beberapa macam jejas persalinan seperti caput
suksadeneum, sefal hematoma, trauma pleksus brakialis, fraktur klavikula dan fraktur
humerus. Kejadian caput suksedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi
akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada partus lama atau persalinan dengan
tindakan vakum ekstraksi. (1,4,5,6)
Persalinan dengan tindakan misalnya vakum ekstraksi atau sectio cesaria, dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia pada bayi baru
lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir.(6,7)
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bayi cukup bulan + asfiksia +
Caput suksadaneum yang di rawat di ruangan Perinatal Resiko Tinggi (PERISTI) RSUD
Undata Palu.
KASUS
Bayi laki-laki lahir pukul 04.20 secara spontan dengan LBK dan vakum ekstraksi,
usia kehamilan cukup bulan 38-40 minggu, air ketuban putih keruh. Bayi lahir tidak langsung
menangis, sianosis (+) dengan gerakan tidak aktif. Apgar score 5-7. Riwayat kehamilan ibu
G2 P1 A0. Riwayat kehamilan ibu G1 P0 A0. Riwayat penyakit yang diderita ibu (-), riwayat
konsumsi obat-obatan saat hamil (-), riwayat pemeriksaan antenatal (+) sering diperiksa ke
Puskesmas.
PEMERIKSAAN TANDA VITAL :
- Denyut Jantung
: 158 x/menit
- Respirasi
: 49 x/menit
- Suhu
: 37,2 C
- Capillary Refill Time : < 2 detik
PEMERIKSAAN FISIK :
Berat Badan Lahir : 3300 gr
Panjang Badan Lahir : 50 cm
Lingkar Kepala
: 38 cm
Lingkar Dada
: 33 cm
Lingkar Perut
: 30 cm
Lingkar Lengan
: 11 cm
Sistem Neurologis
: -
Sistem Respirasi
: -
Downs Score
: - Frekuensi nafas : 0
- Retraksi : 0
- Sianosis : 1
- Udara Masuk : 1
- Merintih : 0
Total : 2
Kesimpulan : Tidak ada gawat nafas
2
Sistem Genital
Pemeriksaan lain
: -
Ballards Score
Ekstremitas
Turgor
Trauma Lahir
Kelainan Kongenital
: Maturitas Neuromuskular
- Sikap tubuh : 4
- Persegi jendela : 3
- Recoil lengan : 2
- Tanda selempang : 2
- Sudut poplitea : 3
- Tumit ke telinga : 3
Maturitas Fisik
- Kulit : 2
- Lanugo : 3
- Permukaan Plantar : 2
- Payudara : 3
- Daun Telinga : 3
- Kelamin : 3
Total : 33
Estimasi Minggu Kehamilan : 36 - 38
Estimasi usia kehamilan menurut kurva Lubscencho: Bayi aterm
+ Sesuai Masa Kehamilan
DIAGNOSIS
: Bayi aterm + SMK + Asfiksia + Caput suksadaneum
TERAPI :
- Rawat terbuka talipusat
- Oksigen 2-3 Liter/menit
- ASI / PASI 8 x 30 cc
- Injeksi vitamin K1 1mg Intramuscular
- Tetes mata Gentamicin
ANJURAN PEMERIKSAAN : - Observasi tanda-tanda vital tiap 1-2 jam
- Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
DISKUSI
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali
seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada
talipusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. Berikut
beberapa masalah tersebut (4,6,8,9,10,11):
a. Faktor ibu. Kurangnya aliran darah ibu melalui plasenta sehingga terjadi hipoksia janin
dan menyebabkan gawat janin serta asfiksia setelah lahir. Beberapa faktor
predispoosisinya, yaitu:
1. Preeklampsia dan eklampsia,
2. Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta),
3. Partus lama atau partus macet,
4. Partus dengan tindakan (misal vakum ekstraksi, sectio cesaria),
5. Demam sebelum dan selama persalinan,
6. Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV), dan
7. Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan).
b. Faktor plasenta dan talipusat. Penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat
bayi akan menyebabkan kejadian asfiksia. Beberapa faktor predispoosisinya, yaitu:
1. Infark plasenta,
2. Hematom plasenta,
3. Lilitan talipusat,
4. Talipusat pendek,
5. Simpul talipusat, dan
6. Prolapsus talipusat.
c. Faktor bayi. Beberapa keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang
kadang tanpa didahului tanda gawat janin diantaranya, yaitu :
1. Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan),
2. Air ketuban bercampur mekonium, dan
3. Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
Pada kasus ini faktor predisposisi terjadinya asfiksia adalah dari faktor ibu, yaitu
partus lama atau lama di jalan lahir dan kelahiran dibantu dengan tindakan berupa vakum
ekstraksi. Salah satu kerugian dilakukannya persalinan dengan tindakan berupa vakum
ekstraksi adalah terjadinya caput suksadaneum.(1,2,3,5,7,8,9,12)
Caput suksedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan
posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat
pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput suksedaneum tidak memerlukan pengobatan
khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari.(1,2,3,5)
4
Caput suksedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala pada saat
memasuki jalan lahir, misalnya vakum ekstraksi sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer
dan limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan
ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-4 hari setelah
lahir.(2,5,7)
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain (5):
1) Makrosomia
2) Prematuritas
3) Disproporsi sefalopelvik
4) Distosia
5) Persalinan lama
6) Persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)
7) Persalinan dengan sectio caesaria
8) Kelahiran sungsang
9) Presentasi bokong
10) Presentasi muka
11) Kelainan bayi letak lintang
Patofisiologi kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan
sering bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang
tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya
bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya
moulase ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulase ini
umumnya jelas terlihat pada bayi prematur dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua
hari. Caput suksadaneum berbeda dengan sefalhematoma, sefalhematoma sendiri merupakan
perdarahan subperiosteum. Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak
adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Sefalhematoma dapat sembuh dalam waktu 2
minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran perdarahannya.(1,3,7)
Gejala-gejala yang mungkin timbul pada caput suksedaneum adalah (8,9,7):
1.) Udema di kepala
2.) Terasa lembut dan lunak pada perabaan
3.) Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
4.) Udema melampaui tulang tengkorak
5.) Batas yang tidak jelas
6.) Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan
7.) Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan.
5
DAFTAR PUSTAKA
1. Marshall H.K. dan Avroy A.F., Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4, EGC,
1998
2. Kosim M.S., Yunanto A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A., Buku Ajar Neonatologi,
Edisi 1, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2008
3. Behrman, Kliegman, dan Arvin, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1, Ed. 15, EGC,
Jakarta, 1991
4. Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah 1, Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005
5. Depkes RI, Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir, IDAI UKK Perinatologi,
Depkes RI, 2012
6. Dorland, dan Newman, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002
7. Sylviati, dalam slide Trauma Lahir, Tim JNPK PONEK, Surabaya, 2007
8. Akune Kartin, dalam slide Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir (BBL) dengan Asfiksia,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Undata, Palu, 2010
9. Rohsiswatmo R., Strategi Penurunan Kematian Neonatus di Indonesia dalam Sari
Pediatri Vol. 11, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2010
10. Tim Poned UKK Perinatologi IDAI, dalam slide Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta
11. Rohsiswatmo R., Hubungan antara Penanganan Gangguan Napas Bayi Baru Lahir yang
Tepat dengan Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), Suatu Upaya Akselerasi
Pencapaian MDGs 4 dalam Sari Pediatri Vol. 14, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta, 2012
12. Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU, dalam slide Trauma
Lahir, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU, Sumatera Utara