Anda di halaman 1dari 19

Neonatus dengan Jejas persalinan

1. Pengertian
Jejas persalinan adalah trauma pada bayi yang diakibatkan oleh proses persalinan.
Selanjutanya marilah belajar tentang macam-macam jejas persalinan Macam-macam jejas
persalinan adalah:
1. Caput Succedaneum
2. Cephal Haematom
3. Fraktur Klavikula
4. Fraktur Humerus
5. Perdarahan Intra Kranial
6. Brachial Palsy

1. Caput Succedaneum
adalah benjolan yang membulat disebabkan kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum
membuka penuh yang akan menghilang dalam waktu satu dua hari. (www.begaul.com )

Perbedaan caput succedaneum dan cephalhematoma


No Caput succedaneum Cephalhematoma

1 Muncul waktu lahir, mengecil Muncul waktu lahir atau setelah lahir, dapat
setelah lahir. membesar sesudah lahir.

2 Lunak, tidak berfluktuasi. Teraba fluktuasi.

3 Melewati batas sutura, teraba Batas tidak melampaui sutura.


moulase.
4 Bisa hilang dalam beberapa jam Hilang lama (beberapa minggu atau bulan).
atau 2-4 hari
5 Berisi cairan getah bening Berisi darah

b. Penyebab
Kaput suksedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala pada saat memasuki
jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan limfe yang disertai dengan
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan ini bisa terjadi pada partus
lama atau persalinan dengan Vaccum ektrasi. (Dewi, 2010)

c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain :
1) Makrosomia
2) Prematuritas
3) disproporsi sefalopelvik
4) distosia
5) persalinan lama
6) persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)
7) persalinan dengan sectio caesaria
8) kelahiran sungsang
9) presentasi bokong
10) presentasi muka
11) kelainan bayi letak lintang
d. Gejala
1.) Udema di kepala
2.) Terasa lembut dan lunak pada perabaan
3.) Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
4.) Udema melampaui tulang tengkorak
5.) Batas yang tidak jelas
6.) Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan
7.) Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan

e. Patofisiologis
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir
sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan
sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di
daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan
lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada
sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada
bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari. (Markum, 1991)

f. Komplikasi
1) Infeksi
Infeksi pada caput succedaneum bisa terjadi karena kulit kepala terluka.
2) Ikterus
Pada bayi yang terkena caput succedanieum dapat menyebabkan ikterus karena
inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah A, B, O antara ibu dan bayi.
3) Anemia
Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput succedanieum karena pada benjolan terjadi
perdarahan yang hebat atau perdarahan yang banyak.

g. Penatalaksanaan
1.) Perawatan bayi sama dengan perawatan bayi normal.
2.) Pengawasan keadaan umum bayi.
3.) Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari yang cukup.
4.) Pemberian ASI yang adekuat, bidan harus mengajarkan pada ibu teknik menyusui dengan
benar.
5.) Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi pada benjolan.
6.) Berikan konseling pada orang tua, tentang:
a. Keadaan trauma yang dialami oleh bayi;
b. Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya setelah sampai 3 minggu
tanpa pengobatan.
c. Perawatan bayi sehari-hari.
d. Manfaat dan teknik pemberian ASI.

2. Cephalohematoma
adalah pendarahan yang terjadi pada lapisan di selaput otak yang menyebabkan
terperangkapnya darah pada lapisan tersebut. Cephalohematoma menimbulkan
pembengkakan akibat darah menumpuk di periosteum. Kondisi ini terjadi pada bayi akibat
terganggunya jalan lahir.
Cephalohematoma terjadi pada 2% dari kelahiran. Cephalohematoma terjadi di lapisan otak
bayi yaitu periosteum. Periosteum merupakan lapisan tebal yang mencakup seluruh
permukaan lapisan otak. Periosteum terdiri dari dua lapisan antara lain:
1. Lapisan fibrosa Luar: Lapisan fibrosa luar terdiri sel kolagen yang memproduksi fibroblas
dan serat saraf. Lapisan luar juga mengandung banyak pembuluh darah yang memasok
osteosit
2. Lapisan Dalam: Lapisan peiosteum bagian dalam terdiri dari sel progenitor osteoblas
sebaagi sel pembuatan tulang
Fungsi periosteum adalah untuk menjaga perkembangan tulang baru selama kehidupan janin
hingga anak-anak. Membran padat tersebut menutupi permukaan tulang juga bersatu dengan
dura meter pada bagian tertentu dan melindungi otak.

Penyebab Cephalhematoma
Kondisi utama hematoma adalah disebabkan oleh adanya trauma pada bagian kepala.
Penyebab utama dari munculnya pembengkakan tersebut antara lain:
1. Persalinan cunam
Persalinan cunam atau ekstraksi cunam adalah cara dalam membantu persalinan dengan alat
cunam. Penarikan yang kuat dapat memicu terjadinya cephalohematoma pada pembuluh
darah di lapisan otak bayi baru lahir.
2. Persalinan Vacum
Persalinan vacum dilakukan pada proses persalinan yang sulit pada posisi kepala sehingga
diperlukan alat vacum untuk menarik bayi keluar.
3. Persalinan pertama
Persalinan pertama juga berdampak pada terjadinya cephalohematoma karena trauma jalan
lahir antara kepala dan tulang pelvis.
4. Persalinan Lama
Persalinan yang berlangsung lama di luar waktu persalinan dapat beresiko cephalohematoma.
5. Kepala Bayi yang besar
Ukuran lingkar kepala bayi yang besar atau macrocephaly juga dapat beresiko meningkatkan
terjadinya cephalohematoma karena adanya penekanan saat memasuki lingkar pelvis.
6. Bayi Besar
Ukuran bayi dengan berat badan lahir yang besar juga memicu terjadinya cephalohematoma
akibat penekanan selama jalan lahir.

Gejala Cephalohematoma
Gejala cephalohematoma menimbulkan kelainan pada bentuk kepala bayi. Gejala mulai
muncul sekitar 6 hingga 8 jam setelah lahir dan biasanya hilang sebelum 24 jam atau minggu
berikutnya. Gejala yang ditemukan antara lain:
1. Adanya fluktuasi atau pelunakan pada daerah kepala saat palpasi
2. Adanya pembengkakan yang terbatas tidak sampai melewati sutura
3. Lokasi pembengkakan menetap dan batas yang jelas
4. Kulit kepala tampak berwarna kemerahan akibat terisi darah
5. Benjolan dapat membesar hingga hari ketiga

Komplikasi Cephalohematoma
Cephalohematoma dapat menimbulkan komplikasi apabila tidak diperhatikan dengan segera
meskipun dapat hilang dengan sendirinya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Infeksi, Ikterusm, dan Fraktur tulang tengkorak.
Perbedaan cephalohematoma dengan kaput suksedaneum adalah lain halnya dengan
cephalohematoma, kaput suksedanum juga merupakan pembengkakan atau benjolan, tetapi
ini terjadi akibat adanya penumpukan getah bening akibat tekanan pada bagian kepala saat
jalan lahir. Pada kaput suksedaneum, pembengkakan dapat melewati sutura dengan batas
yang tidak jelas. Benjolan akan menghilang perlahan selama 3 minggu.

Pengobatan Cephalohematoma
Tatalaksana cepahlohematoma dapat dilakukan melalui konsultasi dokter sehingga ibu dapat
mengenai tata cara terbaik pada bayi. Sebenarnya cephalohematoma tidak memerlukan
penanganan khusus karena kondisi ini dapat menghilang sekitar 2 hingga 6 minggu
bergantung ukuran benjolan. Intinya ibu perlu mengetahui perbedaan antara
cepahlohematoma dan kaput suksedaneum melalui diagnosa dokter.

Cephalohematoma tanpa fraktur hanya perlu menunggu penurunan ukuran benjolan,


pemberian vitamin K juga perlu. Pada daerah benjolan perlu dijaga higienitas dan
kebersihannya guna mencegah infeksi berulang.

Apabila ditemukan adanya fraktur yang menimbulkan cephalohematoma, maka kondisi ini
perlu ditangani di rumah sakit untuk mencegah komplikasi lebih serius. Pemeriksaan
laboratorium seperti hematokrit, X-ray kepala, foto toraks, dan observasi ketat perlu
dilakukan agar mencegah perburukan kondisi.

Selama penanganan tersebut dimohon kepada ibu untuk selalu menjaga kebersihan baik diri
sendiri atau lingkungan agar mencegah infeksi pada bayi. Selama proses penyembuhan
dianjurkan untuk konsultasi kembali ke dokter untuk memeriksa kondisi kesehatan bayi.

3. Fraktur klavikula
adalah hilangnya kontinuitas tulang klavikula, salah satu tulang pada sendi bahu. Mekanisme
cedera pada fraktur klavikula yang paling sering adalah jatuh dengan tangan terentang, jatuh
bertumpu pada bahu, atau trauma langsung pada klavikula. Pasien dengan fraktur klavikula
dapat mengeluhkan bengkak dan nyeri pada area klavikula, disertai penurunan kemampuan
menggerakan lengan di sisi yang cedera.

Pengobatan
fraktur klavikula pada kebanyakan kasus dapat diatasi dengan tindakan nonoperatif berupa
pemasangan sling pada bahu, dengan pemberian analgesik. Namun, apabila fraktur klavikula
bersifat terbuka, maka tindakan operatif perlu untuk dilakukan.

Komplikasi pada fraktur klavikula


dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi akibat penanganan yang terlambat.
1. Komplikasi dini bisa berupa cedera pada arteri subklavia atau karotis, neuropraxia dari
cabang posterior pleksus brakialis, pneumothorax bahkan hemothorax.
2. Komplikasi pada penanganan yang terlambat dapat berupa cedera vena subklavia,
neuropati ulnaris, non-union, malunion, dan arthritis pascatrauma.

4. Fraktur Humerus (Patah tulang lengan atas)


Tulang humerus merupakan tulang terbesar pada lengan dan penyusun satu-satunya lengan
atas. Fraktur humerus adalah cedera yang terjadi pada tulang humerus akibat benturan keras
yang menyebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
 
Fraktur humerus dapat menimpa siapa saja dan tingkat keparahannya dapat ditatalaksana
dengan cara yang berbeda. Fraktur humerus dapat saja menjadi kondisi yang cukup serius
ketika terjadi komplikasi.

Ketika tulang humerus mengalami benturan nyang cukup keras maka bukan hanya merusak
jaringan lunaknya saja tetapi dapat meluas menjadi komplikasi yang wajib Kamu waspadai, di
antaranya:

• Terjadi pembengkakan hebat akibat patah atau retak tulang humerus yang bisa
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah sehingga suplai darah ke arteri seluruh tubuh
terblokir. Jika pasokan darah tidak cukup mengalir lancar ke otot-otot sekitar fraktur maka
akan terjadi kelemahan otot fraktur dan menyebabkan cacat jangka panjang.

• Kerusakan pada arteri dan saraf-saraf sekitar lokasi tulang yang mengalami cedera hebat
dapat menyebabkan kelumpuhan permanen karena fungsi saraf dan otot terputus dalam waktu
yang bersamaan ketika benturan terjadi.

• Patah tulang yang menyebabkan patahan tulang keluar dari kulit dapat terkontaminasi


polutan udara dan mempermudah masuknya berbagai macam bakteri dan virus yang
menyebabkan infeksi. Infeksi dapat mengakibatkan patahnya tulang tidak bisa disemnbuhkan
dengan cepat dan sempurna. Bentuk tulang akan mengalami perubahan dan nampak asimetris
ketika berhasil disambungkan kembali.

• Radang sendi. Fraktur humerus dapat menyebabkan seseorang terserang radang sendi jika


cedera yang terjadi meluas kearah jaringan tulang yang paling dalam dan mencederai otot
atau saraf saraf disekitarnya.

• Ukuran normal berkurang. Patah tulang akibat benturan hebat dapat menyebabkan ukuran
normal tulang menjadi berkurang (tulang menjadi lebih pendek) dan komposisi kalsium yang
ada pada tulang akan mengalami erosi secara alami dan akibatnya rentan terserang kerapuhan
karena struktur tulang yang telah mengalami keretakan atau patah pada dasarnya tidak akan
lagi memiliki kekuatan utuh seperti sedia kala. Perubahan struktur, Kepadatan dinding tulang
atau bentuk yang telah ada perubahan menyebabkan massa tulang juga berkurang.
 
Pencegahan
Beberapa tindakan dapat diambil untuk mengurangi risiko Anda mengalami fraktur humerus,
antara lain:

- Hindari risiko Kamu mengalami cedera lengan;


- Patuhi diet kaya kalsium dan vitamin D untuk kesehatan tulang;
- Lakukan latihan untuk memperkuat tulang dan otot;
- Latih diri Anda dengan kegiatan yang meningkatkan kebugaran dan fleksibilitas tubuh agar
mengurangi risiko Anda mudah terjatuh;
- Amati faktor-faktor keselamatan di tempat kerja atau tempat beraktivitas.

Gejala
Saat mengalami fraktur humerus, beberapa gejala berikut dapat Anda rasakan, antara lain:

• Terbatasnya pergerakan tulang, Hal ini muncul akibat adanya nyeri tulang yang parah bila
mencoba gerakan di bahu atau sendi siku.
• Dapat terdeteksi melalui sentuhan tangan bahwa tulang mengalami perubahan bentuk atau
struktur setelah terjadi trauma.
• Munculnya gerakan asimetris yang tidak biasa dan spontan
• Tubuh gemetar untuk beberapa saat sebagi sinyal alami bahwa tubuh sedang menenangkan
dirinya termasuk melakukan pertahanan spontan terhadap kondisi otot, saraf, serta jaringan
lain disekitar tubuh yang terkena cedera.
• Timbul efek hangat pada area yang terkena cedera dan muncul denyutan lembut akibat
tekanan hantaman yang telah merusak jaringan lunak tulang. Bengkak, memar, dan kengiluan
dapat diterjadi 2-3 jam setelah cedera.
 
Penyebab
Penyebab dari fraktur humerus dapat dibagi berdasarkan jenis traumanya, antara lain:

• Trauma langsung
Seseorang yang mengalami trauma langsung maka tulang humerusnya akan mengakami retak
bahkan patah yang menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak. Hal ini dapat terjadi karena
benturan keras, pemukulan, penekukan.

• Trauma tidak langsung


Seseorang yang terjatuh karena tersandung, terpelanting, terpental, atau terjatuh dari tempat
yang jauh atau tempat yang memiliki ketinggian tertentu maka akan menyebabkan memar
atau terkilir tetapi tidak terjadi kerusakan pada jaringan lunak, sehingga tulang tidak
mengalami retak atau patah.

Diagnosis
Diagnosis patah tulang ditegakkan oleh dokter melalui pemeriksaan fisik yang ditunjang oleh
serangkaian tes (X-ray, CTscan, dll), dokter juga akan memeriksa gejala yang pasien alami
dan tentang bagaimana kecelakaan/trauma itu terjadi. Dokter akan menilai tingkat keparahan
patah tulang, lokasi, keterlibatan sendi dan ligamen, ataupun jaringan saraf radial dan tendon
yang berguna untuk pengambilan keputusan untuk penanganan.
Penanganan
Perhatian utama pada patah tulang humerus yaitu pencegahan cedera saraf radial. Hal ini
dapat dihindari dengan menjaga kondisi awal fraktur humerus. Alat penyangga dapat
digunakan, meskipun sedikit tidak nyaman, tetapi sangat cocok untuk tujuan ini.

Prosedur Operasi pada Fraktur Humerus

• Jika diperlukan, akan dilakukan penyambungan tulang yang patah oleh dokter ortopedik.
Penyambungan tulang dapat didukung dengan pembedahan untuk pemasangan implan atau
pin yang terbuat dari logam tertentu yang nantinya diakhiri dengan penggunaan penyangga
tulang agar tulang tersebut tidak banyak mendapat gerakan yang tidak perlu dan supaya
kepadatan tulang baru pada bagian yang telah disambungkan cepat pulih.

• Setelah penyambungan tulang berhasil dilakukan, Dokter akan menganjurkan penggunaan


obat obatan tertentu termasuk antibiotik dan analgetika.
Sebuah pemulihan fraktur humerus lengkap memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan.

Komplikasi
Kondisi yang menyebabkan proses penyembuhan fraktur humerus lambat dan bahkan
berakhir dengan munculnya komplikasi antara lain:

• Menjalani aktivitas berat yang mengandalkan kekuatan tulang sebelum tulang yang cedera
mengakami pemulihan 100 persen.
• Terlalu banyak gerakan yang memicu rasa nyeri pada tulang humerus yang sedang dalam
tahap pemulihan.
• Mengkonsumsi alkohol dan merokok membuat penyembuhan lambat terjadi.
• Tidak melakukan terapi tulang secara konsisten dan tidak mengkonsumsi obat yang telah
dianjurkan dokter ahli ortopedi atau ahli gizi sesuai aturan yang berlaku
• Tidak mampu mengontrol kondisi psikologi sehingga ketika stres datang terus menerus
maka kondisi tulang humerus yang cedera akan menimbulkan rasa nyeri yang berkepanjangan
atau timbul tenggelam.

5. Perdarahan intrakranial
merupakan perdarahan atau akumulasi darah dalam rongga intrakranium yang dapat terjadi
pada parenkim otak dan pada ruang meninges sekitarnya. Perdarahan intrakranial dapat
disebabkan oleh kejadian traumatik maupun nontraumatik. Perdarahan yang terjadi pada
ruang meninges dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural, dan perdarahan
subaraknoid. Perdarahan pada parenkim otak dapat meluas hingga ke ventrikel otak, disebut
sebagai perdarahan intraventrikular. Perdarahan pada parenkim otak ini akan menyebabkan
terjadinya stroke hemorrhagik pada pasien.

Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial


Penyebab paling umum seseorang mengalami peningkatan tekanan intrakranial adalah cedera
kepala, misalnya akibat pukulan atau hantaman keras di kepala.
Pada bayi atau anak-anak, kondisi ini sering kali terjadi akibat cedera kepala ketika mereka
terjatuh dari tempat tidur, kecelakaan, atau karena tindak kekerasan pada anak. Selain itu,
salah satu penyebab umum terjadinya peningkatan tekanan intrakranial pada anak adalah
kelainan bawaan lahir, misalnya hidrosefalus kongenital.

Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan pada cairan
serebrospinal, yaitu cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Peningkatan
tekanan intrakranial juga dapat terjadi karena jaringan otak membengkak akibat luka atau
penyakit.

Kondisi atau penyakit yang dapat menjadi penyebab peningkatan tekanan intrakranial, di
antaranya:
 Infeksi otak, misalnya meningitis dan abses otak
 Stroke
 Tumor atau kanker pada otak
 Aneurisma otak
 Hidrosefalus
 Hipoksemia atau berkurangnya kadar oksigen dalam darah
 Status epilektikus pada penderita epilepsi
 Perdarahan otak karena tekanan darah yang terlalu tinggi
 Pembengkakan atau edema otak

Mengenali Gejala yang Timbul


Peningkatan tekanan darah intrakranial dapat dikenali dari gejala-gejala sebagai berikut:
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Penglihatan ganda
 Tekanan darah meningkat
 Merasa bingung, linglung, gelisah atau timbul perubahan perilaku

Kondisi ini juga dapat menilmbulkan gejala yang lebih berat, termasuk pupil mata tidak
memberi respons pada perubahan cahaya, napas cepat atau sesak, kejang, serta hilang
kesadaran atau koma.

Dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial, biasanya dokter akan melakukan


penelusuran riwayat medis dan pemeriksaan fisik pada pasien, termasuk pemeriksaan saraf
dan status mental atau kondisi kejiwaan.

Selain itu ,dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti CT


scan dan MRI, untuk menentukan penyebab peningkatan tekanan intrakranial.
Pada kasus tertentu, dokter dapat melakukan pemeriksaan cairan otak melalui tindakan pungsi
lumbal. Namun, tindakan ini harus dilakukan sesuai indikasi, karena dapat berpengaruh pada
kondisi otak dan tekanan intrakranial.

Cara Mengatasi Tekanan Intrakranial yang Meningkat


Tujuan utama dari penanganan medis terhadap kondisi peningkatan tekanan intrakranial
adalah untuk mengurangi tekanan di dalam kepala pasien hingga mencapai nilai normal yang
diharapkan.
Salah satu cara yang biasanya dilakukan untuk mengurangi tekanan intrakranial yang
meningkat akibat sumbatan atau kelainan pada cairan serebrospinal adalah dengan
pemasangan shunt atau selang khusus ke dalam kepala melalui lubang kecil di tengkorak.

Tindakan ini dilakukan oleh dokter bedah saraf dan sering dilakukan pada penderita
hidrosefalus. Selain itu, dokter juga dapat melakukan beberapa langkah penanganan untuk
mengatasi peningkatan tekanan intrakranial, seperti:
Perawatan di rumah sakit

Perawatan di rumah sakit bertujuan untuk mempermudah dilakukannya pemasangan alat


bantu pernapasan dan bantuan medis lain guna membantu fungsi organ yang terganggu akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

Pemberian obat-obatan
Obat-obatan digunakan untuk mengurangi pembengkakan jaringan otak dan meredakan gejala
yang muncul akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Jenis obat-obatan yang umumnya diberikan dokter antara lain antibiotik, kortikosteroid, obat
antihipertensi, diuretik, atau obat cairan. Untuk mengurangi pembengkakan otak, dokter
biasanya akan memberikan obat manitol.

Operasi
Tindakan operasi dilakukan dengan membuka sebagian tulang tengkorak. Tindakan ini
umumnya dilakukan dalam keadaan darurat untuk mencegah kerusakan jaringan otak lebih
lanjut.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi tanpa terduga. Oleh karena itu, Anda perlu
waspada jika terdapat gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial akibat cedera kepala atau
penyebab lainnya.

Jika mengalami gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial yang telah disebutkan di atas,
Anda disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter saraf untuk mendapatkan pemeriksaan
dan penanganan yang tepat.

6. Brachial plexus
adalah jaringan saraf yang bertugas mengirim sinyal dari tulang belakang ke bahu, lengan,
dan tangan. Regangan, tekanan, atau cedera yang menyebabkan jaringan saraf ini rusak atau
bahkan hingga sobek atau terputus dapat menyebabkan masalah.
Cedera yang ringan umum terjadi pada kontak fisik saat olahraga, seperti sepak bola. Cedera
saraf brachial plexus juga bisa terjadi saat persalinan. Kondisi kesehatan tertentu, misalnya
peradangan atau tumor, dapat memengaruhi jaringan saraf ini.
Kasus cedera yang paling serius biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Ini bisa
menyebabkan tangan Anda lumpuh dan mati rasa.
Fungsi saraf brachial plexus dapat diperbaiki dengan cangkok otot atau saraf lewat
pembedahan.

Tanda-tanda & Gejala


Tanda dan gejala brachial plexus injury bisa bervariasi, tergantung keparahan dan lokasi
cederanya. Biasanya, hanya satu sisi lengan yang terpengaruh.
Dikutip dari Mayo Clinic, tanda dan gejala brachial plexus injury bisa bervariasi, tergantung
keparahan dan lokasi cederanya. Biasanya, hanya satu sisi lengan yang terpengaruh.

1. Brachial plexus injury ringan


Cedera ringan biasanya terjadi pada olahraga, seperti sepak bola, gulat, ketika saraf pleksus
brakialis meregang atau ditekan. 
Cedera ringan biasanya menimbulkan gejala seperti sensasi tersengat listrik atau terbakar di
sekujur lengan, atau sensasi kebas (mati rasa) atau kelemahan di lengan tersebut. Gejala-
gejala ini biasanya berlangsung hanya beberapa menit, tapi beberapa orang bisa
mengalaminya hingga harian bahkan mingguan atau lebih lama lagi.

2. Brachial plexus injury parah


Pada kasus cedera yang lebih berat, misalnya sampai sobek atau terlepas dari tulang belakang,
biasanya menyebabkan :
 Kelemahan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan otot tangan, lengan, atau bahu.
 Tidak bisa menggerakkan dan merasakan sensasi rangsangan, seperti di bahu atau
tangan.
 Nyeri hebat

Hubungi dokter jika Anda mengalami gejala berikut:


a. Sensasi tersengat listrik atau terbakar di sekujur lengan yang berulang
b. Kelemahan di tangan atau lengan
c. Kelemahan di tangan atau lengan setelah cedera
d. Lumpuh total di lengan atas setelah cedera
e. Sakit leher
f. Gejala muncul di kedua lengan
g. Gejala muncul di sekujur lengan
Penting untuk segera mendapatkan diagnosis dan pengobatan dalam waktu 6-7 bulan setelah
cedera awal. Menunda pengobatan dapat memperburuk kondisinya.

Penyebab
Kerusakan pada bagian teratas saraf jaringan brachial plexus yang menyebabkan injury atau
cedera cenderung terjadi ketika bahu Anda tertekan ke bawah sementara leher tertarik ke atas.

Bagian bawah saraf cenderung terluka ketika tangan tertarik atau ditarik paksa di atas kepala.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal:
1. Kontak fisik saat olahraga, seperti saat sepak bola
2. Proses persalinan yang sulit, seperti posisi bayi sungsang atau waktu bersalin yang
lama yang menyebabkan bahu bayi tersangkut di jalur lahir. Kerusakan bagian saraf
atas disebut Erb’s palsy.
3. Trauma fisik, dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau luka tembak.
4. Peradangan yang menyebabkan kerusakan saraf brachial plexus. Salah satunya
disebabkan oleh kondisi langka yang disebut sindrom Parsonage-Turner
5. Tumor nonkanker atau kanker yang tumbuh di brachial plexus atau menyebabkan tekanan
pada brachial plexus atau menyebar ke jaringan saraf tersebut, sehingga menyebabkan
kerusakan.
6. Radioterapi kanker.

Faktor-faktor risiko
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko Anda terhadap brachial plexus injury adalah:
1. Terlibat dalam olahraga fisik, seperti sepak bola dan gulat.
2. Terlibat dalam kecelakaan bermotor.
3. Pengobatan

Diagnosis
Dokter mendiagnosis cedera dengan mengamati gejalanya dan melakukan serangkaian
pemeriksaan fisik, meliputi:
1. Electromyography (EMG). Prosedur ini melibatkan pemasukan jarum ke dalam otot untuk
mengevaluasi aktivitas listrik dalam otot tersebut ketika berkontraksi dan beristirahat.
Prosedur ini mungkin terasa sedikit sakit, namun mereda setelahnya.
Tes konduksi saraf, yang biasanya dilakukan dalam rangkaian tes EMG. Tes ini dilakukan
unuk mengamati kecepatan konduksi saraf ketika dialiri listrik. Informasi ini dapat memberi
tahu dokter seberapa baik saraf Anda bekerja.

2. Magnetic resonance imaging (MRI). Tes ini dapat memberi tahu dokter seberapa parah
cedera telah terjadi sekaligus kondisi arteri utama yang penting dalam lengan.

3. Computerized tomography (CT) myelography. Tes ini menggunakan sinar X-ray untuk


memindai gambaran detail mengenai tulang belakang dan akar-akar sarafnya. CT scan
biasanya dilakukan ketika MRI tidak memberikan hasil yang optimal.
Jika dokter mencurigai bahwa pembuluh darah di lengan Anda cedera, ia mungkin akan
melakukan angiogram. Angiogram adalah tes pemindaian menggunakan cairan pewarna
khusus yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk mengecek kondisi pembuluh darah
tersebut. Informasi ini penting untuk dokter menentukan

perencanaan operasi
Pengobatan akan didasari oleh tingkat keparahan cedera, jenis cedera, jarak dari waktu cedera
sampai pengobatan, dan beragam faktor lainnya. Saraf yang tertarik mungkin dapat sembuh
sendiri tanpa harus diobati.

Dokter mungkin merekomendasikan terapi fisik untuk menjaga persendian dan otot-otot Anda


tetap berfungsi baik, menjaga rentang gerak, dan mencegah sendi kaku.

Luka jaringan parut mungkin terbentuk selama proses pemulihan cedera, yang bisa diperbaiki
lewat pembedahan untuk meningkatkan fungsi saraf. Prosedur ini biasanya ditujukan untuk
cedera saraf yang telah sobek atau putus tertarik.
Pembedahan untuk memperbaiki cedera harus segera dilakukan setidaknya dalam 6-7 bulan
setelah kejadian cedera. Jika lebih dari ini, otot-otot Anda mungkin tidak dapat lagi berfungsi.

Prosedur perbaikan cedera lainnya termasuk cangkok saraf, transfer saraf (dari area lain di
tulang belakang Anda), hingga transfer otot (memindahkan otot atau tendon dari area lain di
tubuh Anda untuk menggantikan jaringan yang cedera).
Untuk mengelola rasa sakit dari cedera, dokter biasanya meresepkan obat pereda sakit jenis
opiat. Pasalnya, rasa sakit dari brachial plexus injury sering digambarkan sebagai rasa nyeri
yang luar biasa, meremukkan, dan sensasi terbakar terus menerus yang melemahkan.

2 MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. S USIA 1 HARI DENGAN


CAPUT SUCCEDANEUM DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH LUBUK BAJA
BATAM DESEMBER TAHUN 2017
Tanggal Masuk : 08-12-2017
Tgl pengkajian : 09-12-2017
Jam Masuk : 16.10 wib
Jam Pengkajian : 08.40 Wib
Tempat : RSE Batam
Pengkaji: Putri Miseri
No. Register : 00-14-23-90
I. PENGUMPULAN DATA
A. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. S
Umur : 1 hari
Tgl/jam lahir : 08-12-2017/15.46 wib
Jenis kelamin : Laki laki
BB Lahir : 3290gr
Panjang badan : 51cm

2. Identitas Ibu
Identitas Ayah
Nama Ibu : Ny. S
Nama Suami : Tn. A
Umur : 29 tahun
Umur : 32 tahun
Agama : Budha
Agama : Budha
Suku/bangsa : Tiong Hoa
Suku/bangsa : Tiong Hoa
Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :Wiraswasta
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Teuku
Alamat : Jln.Teuku

B. ANAMNESA (DATA SUBJEKTIF)


1. Riwayat Kesehatan ibu
Jantung : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
Diabetes Mellitus : Tidak ada
Malaria : Tidak ada
Ginjal : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Hepatitis : Tidak ada
Riwayat operasi abdomen/SC :Tidak ada
2. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi : Tidak ada
Diabetes Mellitus : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Lain-lain : Tidak riwayat kembar

3. Riwayat Persalinan Sekarang


P1
A0
UK: 39 minggu
DS : Ibu merasa cemas dengan keadaan benjolan yang ada
dikepala bayinya.
Tanggal/Jam persalinan : 08-12-2017 / 15.46 Wib
Tempat persalinan : RSE Batam
Penolong persalinan : Dokter
Jenis persalinan: Persalinan dengan ekstraksi vakum
indikasi Kala II Memanjang.
Komplikasi persalinan : Tidak ada
Ibu: Tidak ada
Bayi: Caput Succedaneum
APGAR score: 8/9
Ketuban pecah: +
Keadaan plasenta : Lengkap
Tali pusat: 50 cm
Lama persalinan : Kala I: 10 jam Kala II : 2 jam Kala III :15 menit
Kala IV : 2 jam
Jumlah perdarahan : Kala I: ±50cc Kala II : ±200cc Kala III: ±50cc Kala
IV: ± 100cc
Selama operasi: Tidak ada

4. Riwayat Kehamilan
a. Riwayat komplikasi Kehamilan:
. Perdarahan: Tidak ada
. Preeklamsia/eklamsia : Tidak ada
. Penyakit kalamin: Tidak ada
. Lain-lain: Tidak ada
b. Kebiasaan ibu waktu hamil
. Makanan : Tidak ada
. Obat-obatan : Tidak ada
. Jamu : Tidak ada
. Merokok : Tidak ada
Kebutuhan Bayi
. Intake : Ada
. Eliminasi : Ada
. Miksi : Ada
Tanggal: 08-12-2017
. Mekonium : Ada
Tanggal: 08-12-2017

A. DATA OBJEKTIF
Antropometri
1. Berat badan : 3290 gram
2. Panjang badan : 51 cm
3. Lingkar kepala : 34 cm
4. Lingkar dada : 32 cm
5. Lingkar perut (jika ada indikasi) : Tidak dilakukan

Pemeriksaan umum :
1. Jenis kelamin : Laki laki
2. Keadaan umum : Baik
3. Suhu : 36,50C
4. Bunyi jantung : Teratur
Frekuensi : 120 x/menit
Respirasi : 40 x/menit

Pemeriksaan fisik
1. Kepala
. Fontanel anterior : Datar
. Sutura sagitalis :Tidak ada tumpang tindih
. Caput succedaneum: Ada
. Cepal hematoma :Tidak ada
2. Mata
. Letak : Kiri/kanan
. Bentuk : Simetris
. Sekret : Tidak ada
. Conjungtiva : Tidak anemis
. Sclera : Tidak ikterik
3. Hidung
Bentuk : Simetris
. Sekret : Tidak ada
4. Mulut
. Bibir : Simetris
. Palatum : Tidak ada
5. Telinga
. Bentuk :Normal
. Simetris :Ya
. Sekret : Tidak ada
6. Leher
. Pergerakan : Dapat bergerak ke kanan-kiri
. Pembengkakan : Tidak ada
. Kekakuan : Tidak ada
7. Dada
. Bentuk simetris/tidak : Ya
. Retraksi dinding dada : Ya
8. Paru-paru
. Suara nafas kanan dan kiri: Sama/tidak
. Suara nafas : Berirama
. Respirasi : Teratur
9. Abdomen
. Kembung : Tidak ada
. Tali pusat : Bersih
10. Punggung : Ada tulang belakang
11. Tangan dan kaki
. Gerakan : Aktif
. Bentuk : Simetris
. Jumlah : Lengkap
. Warna : Kemerahan
Reflek
. Reflek morro : +
. Reflek rooting : +
. Reflek walking : +
. Reflek babinski : +
. Reflek graping : +
. Reflek suching : +
. Reflek tonic neck : +
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
II.IDENTIFIKASI DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN :
Diagnosa : By. Ny. S umur 1 hari dengan Caput Succedaneum
DS :
- Ibu mengatakan ini adalah anak pertamanya.
- Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya.
- Ibu mengatakan melahirkan bayi cukup bulan pada tanggal 08-
12-2017 jam 15.46 wib
- Ibu mengatakan persalinannya lama
- Ibu mengatakan dilakukan vakum ekstraksi untuk melahirkan bayinya.
- Ibu mengatakan terdapat benjolan pada kepala bayi
DO:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 3290 gr
LK : 34 cm
PB : 51 cm
LD : 32 cm
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 40x/menit
Suhu : 36,7 ᵒC
Kepala bayi terdapat benjolan lunak berwarna kemerahan
Masalah :
- Gangguan rasa tidak nyaman pada pembengkakan kepala bayi
Kebutuhan:
- Perawatan caput seccedeneum
- Pantau Keadaan Umum dan TTV
- Konseling tentang keadaan trauma yang di alami bayi.
- Perawatan bayi baru lahir
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
- Perluasan Caput
IV.
ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA/ KOLABORASI/ RUJUK
- Berkolaborasi dengan Dokter Spesialis Anak dalam pemberian asuhan.
V. INTERVENSI :
Tanggal : 09 Desember 2018
Jam : 09.00 Wib
Oleh : Putri Miseri
No Intervensi
Rasional
1 Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi Tangan yang kotor dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya microorganisme, dimana apabila menyentuh pasien dapat terkontaminasi
2 Beritahu ibu hasil pemeriksaan dan keadaan bayi Agar ibu mengetahui keadaan bayi dan
penanganan yang akan diberikan pada bayi
3 Jaga agar tidak sering diangkat Untuk menghindari tekanan pada kepala akibat trauma lahir
4 Observasi Keadaan Umum dan TTV bayi Untuk memantau perkembangan
tanda tanda vital dan keadaan bayi
5 Observasi keadaan caput Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan
biasanya menghilang setelah 2-5 hari.
6 Pantau nutrisi Pemberian ASI secara teratur sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi bayi
7 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi Untuk pemberian terapi yang sesuai
dengan perawatan caput
8 Ganti pakaian/popok bayi setiap kali basah Pakaian bayi akan mempengaruhi suhu badan
yang dapat mengakibatkan evaporasi.
VI. IMPLEMENTASI
Tanggal : 09 Desember 2017
Jam : 09.10 Wib
Oleh : Putri Miseri
No Jam
Implementasi/Tindakan
Paraf
1 09.10 wib Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi Putri Miseri
2 09.13 wib Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga agar tidak cemas dengan
keadaan benjolan pada kepala bayinya karena benjolan tersebut akan
hilang dalam waktu 2-5 hari. Putri Miseri
3 09.20 wib Menjaga bayi agar tidak sering diangkat supaya tidak terjadi infeksi didaerah
benjolan dan juga tekanan pada trauma lahir Putri Miseri
4 09.50 wib Mengonservasi keadaan bayi Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
BB : 3290 gram
LK : 34 cm
PB : 51 cm
LD : 32 cm
Nadi : 120x/ menit Pernapasan : 40x/ menit
Suhu : 36,7 ᵒC
Putri Miseri
5 09.55 wib Mengobservasi keadaan caput succedaneum. Keadaan kaput berwarna
kemerahan, lunak, dan berbatas tidak tegas. Putri Miseri
6 10.00 wib Mencukupi nutrisi bayi dengan memberikan ASI yang telah di pumping
menggunakan dot sebanyak 60 cc/jam Putri Miseri
7 10.10 wib Memberikan terapi salep Trombophob gel 20 gram dengan mengoleskan salep
pada permukaan caput secara tipis 2-3 kali sehari Putri Miseri
8 10.15 wib Mengganti pakaian/ popok bayi setiap kali basah Putri Miseri
VII. EVALUASI
Tanggal: 09 Desember 2017
Jam: 13.30 Wib
S: Ibu telah mengetahui keadaan bayinya, dengan benjolan didaerah kepala
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 3290 gram
LK : 34 cm
PB : 51 cm
LD : 32 cm
Nadi : 120x/ menit Pernapasan : 40x/ menit
Suhu : 36,7 ᵒC
Kepala masih terdapat kaput berwarna kemerahan dan benjolan
A:
Bayi Ny. S umur 1 hari dengan Caput Succedaneum
Masalah : Belum teratasi
P:
1. Pantau Keadaan Umum dan tanda tanda vital
2. Lakukan perawatan caput succedeneum
3. Pantau kebutuhan nutrisi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal 10 Desember 2017
Pukul 13.00 Wib
S:
1. Ibu mengatakan bayinya masih sering rewel.
2. Ibu mengatakan caput masih belum berkurang.
3. Ibu mengatakan nutrisi bayinya sudah terpenuhi karena ibu sudah
memberikan ASI melalui botol.
O:
1. Keadaan Umum : Baik.
2. Kesadaran : composmentis.
3. TTV : Nadi : 134 x/menit, Pernapasan : 50 x/menit, Suhu : 36,5ºC.
4. Berat badan : 3290 gram.
5. Kepala : Caput masih ada, warna kemerahan, tidak ada luka dan benjolan
masih melampaui garis sutura.
6. Tali pusat masih tampak basah, tidak ada tanda-tanda perdarahan atau infeksi.
A:
Bayi Ny. S umur 1 hari dengan Caput Succedaneum
Masalah : Teratasi sebagian
P: Tanggal 10 Desember 2017
Pukul 13.10 WIB
1. Mencatat dan mengobservasi keadaan benjolan.
2. Mengusahakan daerah benjolan tidak ditekan-tekan dan bayi tidak sering
diangkat agar benjolan tidak meluas.
3. Memberi ASI yang adekuat melalui botol.
4. Menjaga personal hygiene bayi dengan mengganti pakaian bayi bila kotor
atau basah.
5. Mengobservasi BAB dan BAK bayi.
6. Menganjurkan ibu untuk memerah ASI nya dan memasukkan dalam botol.
Evaluasi : Tanggal: 10 Desember 2017
Pukul 15.00 WIB
1. Ukuran Caput belum berkurang , warna kemerahan, tidak ada luka, tidak ada
tanda-tanda infeksi
2. Ibu dan keluarga sudah tahu dan tidak akan terlalu sering mengangkat bayinya
3. ASI telah diberikan melalui botol habis + 45 cc / 2 jam.
4. Pakaian bayi bersih dan kering
5. BAB : 2 kali, konsistensi lunak warna hijau gelap dan BAK : 5 kali, warna
kuning jernih.
6. Ibu bersedia memerah ASI nya dan memasukkan dalam botol
DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal 11 Desember 2017
Pukul 08.00 WIB
S:
1. Ibu mengatakan bayinya sudah tidak rewel.
2. Ibu mengatakan benjolan di kepala bayi Ny. S sudah agak mengecil.
3. Nutrisi sudah diberikan berupa ASI melalui botol
O:
1. KU : baik, kesadaran : composmentis.
2. TTV : N adi: 134 x/menit, Pernapasan : 50 x/menit, Suhu : 36,5ºC. Berat
badan : 3300 gram
3. Reflek moro baik, reflek palmar graps baik, reflek sucking baik, reflek
rooting baik.
4. Kepala : Caput sudah berkurang, , warna kemerahan, tidak ada luka, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
5. Tali pusat terbungkus kassa , keadaan masih basah, tidak ada tanda- tanda
perdarahan atau infeksi.
6. BAK 5 kali, berwarna kuning jernih.
7. BAB 2 kali, berwarna hijau gelap, konsistensi lembek.
A:
Bayi Ny. S umur 1 hari dengan Caput Succedaneum
Masalah: Teratasi sebagian.

B. PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai isi Laporan Tugas Akhir,
khususnya tinjauan kasus untuk melihat kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada
asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Caput Succedaneum di ruang
Monika RS Santa Elisabeth Batam. Pada pembahasan ini penulis juga akan
membandingkan teori medis dan teori Asuhan Kebidanan dengan praktek sehari
hari di lapangan.

1. Pengumpulan data
Pengkajian adalah langkah awal yang dipakai dalam menerapkan asuhan
kebidanan pada pasien. Pada tahap ini semua data dasar dan informasi tentang
pasien dikumpulkan dan dianalisa untuk mengevaluasikan keadaan pasien.
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu
pendapatan terhadap suatu situasi dan kejadian. Caput Succedaneum adalah pembengkakan
difus jaringan lunak kepala yang dapat melampaui sutura garis tengah.
ciri-ciri caput succedaneum adalah adanya benjolan dikepala, pada perabaan teraba lembut
dan lunak, biasa menghilang dalam 2-3 hari. Pada kasus didapatkan data subjektif sebagai
berikut ibu mengatakan bayinya menangis kuat, kulit kemerahan, bernapas tanpa
menggunakan alat bantu, gerakan aktif. Data subjektif: Ibu mengatakan melahirkan bayi
gukup bulan pada tanggal 08-12-2017 jam 15.46 wib.

Data objektif: Keadaan Umum : lemah,


kesadaran : composmentis, TTV : S : 37ºC, R : 51 x/menit, N : 136 x/menit,
pemeriksaan antropometri BB : 3290gram, PB : 51 cm, LK : 34 cm, LD : 33 cm,
nilai Apgar Score : 8-9, kepala bayi bagian belakang terdapat benjolan yang teraba
lunak bentuk mesochepal, teraba caput succedaneum, lunak warna kemerahan,
edema melampaui garis sutura, reflek moro : baik, reflek palmar graps : baik, reflek
sucking : baik, reflek rooting : baik.
Berdasarkan hal di atas penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan
praktek.

2. Interpretasi Data
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diinterpretasikan menjadi
diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan. Diagnosa kebidanan pada teori adalah
By Ny. X Umur .. dengan caput succedaneum. Masalah adalah hal-hal yang
berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau
menyertai diagnosa dan tetap membutuhkan penanganan.

Masalah pada bayi dengan caput succedaneum yaitu bayi rewel. Kebutuhan yang diberikan
pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum adalah menghindari adanya sentuhan pada
benjolan.

Pada kasus didapatkan diagnosa kebidanan Bayi Ny. S umur 1 hari dengan
Caput Succedaneum. Masalah yang timbul adalah gangguan rasa tidak nyaman
pada bayi akibat ada pembengkakan pada kepala. Kebutuhan yang diberikan
Perawatan caput seccedeneum, Pantau Keadaan Umum dan TTV, Konseling
tentang keadaan trauma yang di alami bayi., Perawatan bayi baru lahir
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori
dan kasus di lahan praktek.

3. Identifikasi diagnosa/ masalah potensial


Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, di samping mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Diagnosa potensial pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum adalah infeksi, ikterus
dan anemia.

Pada kasus ini diagnosa potensial tidak muncul dikarenakan kesigapan dari petugas
kesehatan. Pada langkah ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan masalah
potensial yang dicantumkan pada kasus yang ada. Penulis mencantumkan masalah potensial
pada kasus adalah perluasan Caput . Perluasan caput dapat terjadi
pada saat kepala bayi sering mengalami penekanan sehingga mengakibatkan
perluasaan pada caput.
4. Antisipasi tindakan segera/ kolaborasi/ rujuk
Penanganan segera pada kasus ini adalah kolaborasi dengan tenaga
kesehatan yang lain seperti dokter spesialis anak (Saifuddin, 2008). Menurut
Saifuddin (2008), penanganan yang segera dilakukan adalah :
a. kompres daerah caput succedaneum dan kolaborasi dengan dokter spesialis.
b. Pada kasus ini antisipasi yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan Dokter Spesialis
Anak dalam pemberian asuhan.
c. Pada langkah ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan
kasus dilahan praktek, pada penanganan segera tidak dilakukan pengompresan pada
daerah caput succedaneum.

5. Perencanaan
Rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum
menurut Surasmi (2008), adalah : daerah benjolan jangan ditekan-tekan, lingkungan
harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi untuk masuk sinar matahari, berikan ASI
yang kuat, jaga kebersihan atau mencegah infeksi pada area benjolan dan sekitarnya
dengan memberi kompres air hangat, berikan penyuluhan kepada orang tua tentang
: keadaan trauma pada bayi, perawatan bayi sehari-hari, manfaat serta cara
pemberian ASI, cegah terjadinya infeksi dengan cara : pensterilan alat, perawatan
tali pusat dengan baik, personal hygiene yang baik, bayi dirawat seperti pada
perawatan bayi normal, observasi keadaan umum bayi.

Pada kasus rencana tindakan yang dilakukan yaitu : observasi keadaan


umum dan vital sign bayi, catat dan observasi keadaan benjolan, beri pengertian
pada ibu dan keluarga usahakan daerah benjolan tidak ditekan-tekan dan bayi tidak
sering diangkat agar benjolan tidak meluas, beri ASI yang adekuat melalui botol,
observasi BAB dan BAK bayi.
Pada langkah ini penulis penulis tidak menemukan adanya kesenjangan
antara teori dan kasus yang ada dilahan.

6. Implementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan asuhan secara menyeluruh seperti yang
diuraikan pada langkah kelima secara efisien dan aman. (Varney, 2010).
Pada kasus ini implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat. Pada kasus serta data perkembangannya telah mengobservasi keadaan
umum dan vital sign bayi, mengobservasi keadaan benjolan, memberi pengertian
pada ibu dan keluarga untuk menjaga daerah benjolan tidak ditekan-tekan dan bayi
tidak sering diangkat agar benjolan tidak meluas, memberi nutrisi yang adekuat
melalui botol yang sama pada bayi A ke bayi B, mengobservasi BAB dan BAK
bayi.

Pada langkah ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan
kasus dilahan praktek, pada implementasi tidak dilakukan pencegahan infeksi
dengan melakukan pemberian nutrisi bayi menggunakan botol yang sama dari bayi
A ke bayi B.

7. Evaluasi
Diharapkan setelah diberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan caput
succedaneum menurut Surasmi (2008), adalah : tidak terjadi tanda- tanda infeksi
pada daerah sekitar caput succedaneum, tidak terjadi pembesaran pada caput
succedaneum, nutrisi bayi terpenuhi, Caput succedaneum tidak memerlukan
pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari.

Pada kasus didapatkan evaluasi Keadaan Umum bayi : baik, kesadaran : composmentis,
TTV : N : 134 x/menit, R : 50 x/menit, S : 36,60C, BB : 3300gram,
tali pusat masih terbungkus kassa, tidak ada tanda-tanda perdarahan atau infeksi,
caput succedaneum sudah berkurang, warna agak kemerahan, tidak ada luka, tidak
ada tanda infeksi, pakaian bayi bersih dan kering dan bayi terlihat nyaman, ASI
telah diberikan melalui botol, BAB : 2 kali, konsistensi lunak warna hijau gelap dan
BAK : 5 kali, warna kuning jernih, ibu dan keluarga paham tentang perawatan
bayinya dan perawatan pada area caput di rumah, ibu dan keluarga paham tentang
pentingnya ASI dan cara menyusui yang benar, ibu bersedia untuk kontrol tumbuh
kembang bayi dan mendapat imunisasi ke BKIA 1 minggu lagi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori
dan kasus dilahan praktek.

Saran
1. Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan agar selalu memantau keadaan
pada bayi.
2. Diharapkan kepada bidan untuk benar-benar mengerti tentang penatalaksanaan pada setiap
kelainan kepala yang mungkin terjadi pada neonatus.
3. Diharapkan kepada setiap orang tua untuk melakukan perawatan bayinya secara rutin
dirumah guna mencegah kemungkinan terjadinya infeksi dan iritasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. (https://www.healthline.com/health/cephalohematoma), 5 June 2017.
2. NCBI, Cephalohematoma (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470192/).
3. Nicolhson L. Caput succedaneum and cephalhematoma: The Cs thar leave bumps on the
head. Neonatal Network. 2007;26(5):277-81.
4. Caput Succedaneum. Helath Jade [Internet]. Available
from: https://healthjade.com/caput-succedaneum/.
5. Alifah R. Pemeriksaan Fisik dan temuan pada Neonatus, Bayi, Anak Balita dan
Prasekolah.Kebidanan; Teori dan Asuhan. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2018. p. 534-62.
6. Okazaki A, Miyazaki K, Kihira K, Furuhashi M. Prenatal incarceration of caput
succedaneum: A case Report. World J Obstet Gynecol. 2013;2(2):34-6.
7. Surjono A, Suradi R, A.M D, M SK, Indarso F, Dasatjipta G, et al. Buku Panduan
Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah Sakit
Rujukan Dasar Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D, editors. Jakarta. : IDAI, MNH,
JHPIEGO, Depkes RI; 2005.
8. Petrikovsky BM, Schneider E, Smith-Levitin M, Gross B. Cephalhematoma and caput
succedaneum: Do they always occur in labor? Am J Obstet Gynecol. 1998;179(4):906-8.

Anda mungkin juga menyukai