Anda di halaman 1dari 24

Sejarah Pengeboran

2550 - 2315 Sebelum Masehi Mesir menggunakan berlian, alat pengeboran untuk
pembangunan piramida.
600-260 Sebelum Masehi Cina mengebor sampai dengan diameter 14 inch dan kedalaman
sampai 2000 meter.
1126 Masehi biarawan Carthusian pengeboran air mencapai sampai dengan 1000 meter.
1745 Masehi Pertama kali sumur minyak dibor di Perancis.
1810 Masehi Pertama pengeboran garam di Jerman.
1814 Masehi Cumberland Kentucky minyak pertama USA dengan baik.
1825 Masehi Pertama kali kabel alat pengeboran di Eropa.
1845 Masehi Beart Inggris memperoleh paten pada metode pengeboran putar (rotary
drilling).
1856 Masehi Pertama kali rig bertenaga uap.
1863 Masehi Pertama kali diamond coring di Swiss.
1878 Masehi Pertama kali paten pada dua bit kerucut.
1893 Masehi kedalaman pengeboran mencapai 2004 m.
1897 Masehi Pertama kali pengeboran lepas pantai di Santa Barbara.
1908 Masehi Pertama kali batu bit yang digunakan.
1925 Masehi rig Pertama rotary menggunakan mesin diesel.
1929 Masehi pertama kalinya digunakan Bentonit sebagai mengebor lumpur.
1933 Masehi Tricone bit diperkenalkan.
1947 Masehi kedalaman pengeboran mencapai 5418 m.
1953 Masehi depan rig sepenuhnya hidrolik diperkenalkan.
1955 Masehi Pertama kali kapal pengeboran.
1974 Masehi Oklahoma pengeboran kedalaman 9558 m tercapai.

More info: http://learnmine.blogspot.com/2013/05/sejarah-singkat-tentangpengeboran.html#ixzz3IOcfIjwR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sistem pemboran berdasarkan dengan tingkat keterterapannya dibagi menjadi 8


(delapan) macam yaitu :
Mekanik : perkusif, rotari, rotari-perkusif
Termal
: pembakaran, plasma, cairan panas, pembekuan
Hidroulik : pancar (jet), erosi, cavitasi
Sonik
: vibrasi frekuensi tinggi
Kimiawi : microblast, disolusi
Elektrik : elektric arc, induksi magnetis
Seismik
: sinar laser
Nuklir
: fusi, fisi

1.TAHAP PERSIAPAN
2. TAHAP PEMBORAN AWAL (PILOT HOLE)
3. TAHAP ELECTRICAL LOGING
4. TAHAP PEMBERSIHAN LUBANG BOR (REAMING HOLE)
5. TAHAP KONSTRUKSI PIPA CASING DAN SARINGAN (SCREEN)
6. TAHAP PENYETORAN KERIKIL PEMBALUT (GRAVEL PACK)
7. TAHAP PENCUCIAN DAN PEMBERSIHAN (WELL DEVELOPMENT)
8. TAHAP PENGECORAN
9. TAHAP UJI PEMOMPAAN (PUMPING TEST)
10.TAHAP FINISHING

I. TAHAP PERSIAPAN

Dalam pelaksanaan pekerjaan pemboran tahap pekerjaan persiapan meliputi :

1. Pekerjaan Mobilisasi

Sebelum pekerjaan lapangan dimulai, dilakukan mobilisasi atau mendatangkan peralatan dan bahanbahan pemboran beserta personelnya ke lokasi pemboran. Tahap mobilisasi ini dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan lapangan.

2. Pekerjaan Persiapan Lokasi

Pada tahap pekerjaan ini meliputi :

a. Pembersihan, perataan dan pengerasan lokasi untuk posisi tumpuan mesin bor.

b. Pembuatan bak Lumpur, bak control dan selokan untuk sirkulasi Lumpur bor.
c. Penanaman casing pengaman sedalam 1-2 m pada posisi titik bor apabila formasi lapisan tanah
paling atas yang akan dibor merupakan lapisan formasi yang mudah runtu.
d. Penyetelan (setting) mesin bor beserta menara (rig), penyetelan (setting) pompa Lumpur beserta
selang-selangnya.
e. Penyedian air serta pengadukan Lumpur bor untuk sirkulasi pemboran.

II. TAHAP PEMBORAN AWAL

Sistem pemboran yang diterangkan disini adalah menggunakan system bor putar (rotary drilling) dan
tekanan bawah (pull down pressure) yang dibarengi dengan sirkulasi Lumpur bor (mud flush)
kedalam lubang bor.
Pemboran pilot hole adalah pekerjaan pemboran tahap awal dengan diameter lobang kecil sampai
kedalaman yang dikehendaki, diameter pilot hole biasanya antara 4 sampai dengan 8 inchi, Selain itu
juga ditentukan dengan kemampuan atau spesifikasi mesin bor yang digunakan.

Hal-hal yang perlu diamati dalam pekerjaan pemboran pilot hole adalah :
Kekentalan (viskositas) Lumpur bor
Kecepatan mata bor dalam menebus formasi lapisan tanah setiap meternya (penetrasi waktu
permeter)
Contoh gerusan (pecahan) formasi lapisan dalam setiap meternya.
Contoh (sample) pecahan formasi lapisan tanah (cutting) dimasukkan dalam plastik kecil atau kotak
sample dan masing-masing diberi nomor sesuai dengan kedalamanya. Adapun maksud pengambilan
sample cutting adalah sebagai data pendukung hasil electrical logging untuk menentukan posisi
kedalaman sumber air (akuifer)

III. TAHAP ELECTRICAL LOGING

Electrical Loging tujuannya adalah untuk mengetahui letak (posisi) akuifer air, tahap pekerjaan ini
sebagai penentu konstruksi saringan (screen).
Electrical Loging dilakukan dengan menggunakan suatu alat, dimana alat tersebut menggunakan
konfigurasi titik tunggal dimana eletroda arus dimasukakan kedalam lubang bor dan elektroda yang
lain ditanam dipermukaan. Arus dimasukkan kedalam lubang elektroda yng kemudian menyebar
kedalam formasi disekitar lubang bor. Sebagian arus kembali ke elektroda di permukaan dengan arus
yang telah mengalami penurunan. Penurunan inilah yang diukur.

IV. TAHAP PEMBERSIHAN LUBANG BOR (REAMING HOLE)

Yang dimaksud dengan reaming adalah memperbesar lubang bor sesuai dengan diameter konstruksi

pipa casing dan saringan (screen) yang direncanakan.


Hal-hal yang diamati dalam tahap pekerjan reaming adalah sama seperti pada tahap pekerjaan pilot
hole, hanya pada pekerjaan reaming cutting (formasi lapisan tanah) tidak perlu diambil lagi. Ideal
selisih diameter lobang bor dengan pipa casing adalah 6 inchi. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah masuknya konstruksi pipa casing dan saringan (sreen) serta masuknya penyetoran
kerikil pembalut (gravel pack).

V. TAHAP KONSTRUKSI PIPA CASING DAN SARINGAN (SCREEN)

Pada tahap ini peletakan pipa casing dan saringan (screen) harus sesuai dengan gambar konstruksi
yang telah direncanakan. Terutama peletakan konstruksi saringan (screen) harus didasarkan atas
hasil electrical logging dan analisa cutting.
Selain itu juga didasarkan atas kondisi hydrogeology daerah pemboran. Dari pemahaman aspekaspek hydrogeology diharapkan perencanaan sumur dalam yang dihasilkan mampu memberikan
sumur pemanfatan (life time) yang maksimal dan kapasitas yang optimal dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan didaerah sekitar pemboran.

VI. TAHAP PENYETORAN KERIKIL PEMBALUT(GRAVEL PACK)

Maksud dan tujuan penyetoran kerikil pembalut (gravel pack) adalah untuk menyaring masuknya air
dari formasi lapisan akuifer kedalam saringan (screen) dan mencegah masuknya partikel kecil seperti
pasir ke dalam lubang saringan (screen). Adapun cara penyetoran kerikil pembalut (gravel pack)
adalah dibarengi dengan sirkulasi (spulling) air yang encer supaya kerikil pembalut (gravel pack)
dapat tersusun dengan sempurna pada rongga antara konstruksi pipa casing dengan dinding lubang
bor.

VII. TAHAP PENCUCIAN DAN PEMBERSIHAN (WELL DEVELOPMENT)

Tahap pekerjaan pencucian dan pembersihan sumur dalam dilakukan dengan maksud untuk dapat
membersihkan dinding zona invasi akuifer erta kerikil pembalut dari partikel hlus, agar seluruh bukaan
pori atau celah akuifer dapat terbuka penuh sehinga ar tanah dapat mengalir kedalam lubang
saringan (screen) dengan sempurna.
Manfaat dari tahap Well Development ini adalah :
Menghilangkan atau mengurangi penyumbatan (clogging) akuifer pada dinding lobang bor.
Meningkatkan porositas dan permeabilitas akuifer disekeliling sumur dalam.
Menstabilakan formasi lapisan pasir disekeliling saringan, sehingga pemompaan bebas dari
kandungan pasir.

Pelaksanaan tahap Well Development dilakukan dengan cara :

1. Water Jetting

Peralatan yang digunakan disebut Jetting Tool, yaitu suatu alat dari pipa yang mempunyai 4 lobang
(dozzle). Alat ini dimasukkan kedalam sumur dalam pada tiap-tiap interval saringan secara berurutan
dari bawah keatas dengan penghantar pipa bor yang dihubungkan dengan pompa yang dihubungkan
dengan pompa tekan yang memompakan air bersih kedalam sumur dalam.
Pada pengoperasiannya, alat ini digerakkan berputar-putar atau dengan memutar-mutar pipa
penghantarnya dan naik turun sepanjang saringan (screen).

2. Air Lift

Pada metode air lift ini dimulai dengan pelepasan tekanan udara kedalam sumur dalam dari tekanan
kecil kemudian perlahan-lahan diperbesar. Pekerjaan air lift ini dilakukan mulai dari interval saringan
paling atas ke bawah secara berurutan hingga ke dasar sumur dalam.

VIII. TAHAP PENGECORAN (GROUTING)

Maksud dan tujuan dari tahap grouting ini adalah :


- Sebagai penguat (tumpuan) konstruksi pipa casing.

- Untuk menutup (mencegah) masuknya air permukaan (air atas) kedalam pipa casing melalui
saringan (screen).

IX. TAHAP UJI PEMOMPAAN (PUMPING TEST)

Maksud dan tujuan uji pemompaan (pumping test) ini adalah untuk mengetahui kondisi akuifer dan
kapasitas jenis sumur dalam, sehingga dapat untuk memilih jenis serta kapasitas pompa ang sesuai
yang akan dipasang disumur dalam tersebut.

Data-data yang dicat dalam uji pemompaan adalah :


a. Muka air tanah awal (pizometrikawal)
b. Debit pemompaan
c. Penurunan muka air tanah selama pemompaan (draw-down)
d. Waktu sejak dimulai pemompaan
e. Kenaikan muka air tanah setelah pompa dimatikan
f. Waktu setelah pompa dimatikan

Uji pemompaan dilakukan melalui 2 tahap :

1) Uji pemompaan bertahap (step draw-doen test)


Uji pemompaan yang dilakukan 3 step, masing-masing selama 2 jam dengan variasi debit yang
berbeda.

2) Uji pemompaan panjang

Uji pemompaan ini umumnya dilakukan selama 2x 24 jam dengan debit tetap.
Pada uji pemompaan ini dimbil sample air 3 kali, yaitu pada awal pemompaan, pertengahan dan akhir
pemompaan. Maksud dan tujuan pengambilan sample air adalah untuk pemeriksaan (analisa)
kualitas air, apakah air yang dihasilkan dari sumur dalam tersebut memenuhi standar air minum yang
diizinkan.

Kualitas air yang dianalisa adalah :


- PH (keasaman atau kebasaan) air tersebut.
- Kadar unsure-unsur kimia terkandung dalam air tersebut.
- Jumlah zat pada terlarut (TDS).

X. TAHAP FINISHING

Tahap finishing meliputi :

o Pemasangan pompa submersible permanent, panel listrik serta instalasi kabel-kabelnya.


o Pembuatan bak control (manhole) apabila well head posisinya dibawah level tanah, pembuatan
apron apabila well head posisinya diatas level tanah.
o Pembuatan instalasi perpipaan, asesoris serta Well Cover.
o Pembersihan dan perapihan lokasi.

Komponen utama dan pelengkap

Peralatan Pemboran
Beberapa komponen atau peralatan pemboran yang diperlukan untuk kegiatan
pemboran diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mesin Bor
2. Pompa atau Kompresor
3. Stang Bor
4. Pipa Casing

5. Mata Bor
6. Dan Perlengkapan lainya

1. MESIN BOR
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
pemilihan mesin bor yang digunakan, diantaranya meliputi:
Tipe/ model mesin bor
Diameter lubang
Sliding stroke
Berat mesin bor
Power unit
Kemampuan rotasi/ tumbuk per satuan waktu
Hoisting capacity (kapasitas)
Dimensi (panjang x lebar x tinggi)
Didalam pemboran ada beberapa jenis mesin bor diantaranya adalah sebagai
berikut
1. Mesin Bor Tumbuk
2. Mesin Bor Putar
3. Mesin Bor Putar Hidrolik

1. 1. Mesin Bor Tumbuk


Mesin bor tumbuk yang biasanya disebut cable tool atau spudder rig yang
diopersikan dengan cara mengangkat dan menjatuhkan alat bor berat secara
berulang- berulang ke dalam lubang bor.
Mata bor akan memecahkan batuan terkosolidasi menjadi kepingan kecil,atau akan
melepaskan butiran butiran pada lapisan.Kepingan atau hancuran tersebut
merupakan campuran lumpur dan fragmen batuan pada bagian dasar lubang, jika
di dalam lubang tidak dijumpai air, perlu ditambahkan air guna membentuk
fragmen batuan (slurry).Pertambahan volume slurry sejalan dengan kemajuan
pemboran yang pada jumlah terentu akan mengurangi daya tumbuk bor.
Bila kecepatan laju pemboran sudah menjadi sangat menjadi sangat lambat, slurry
diangkat ke permukaan dengan menggunakan timba (bailer) atau sand pump.
Beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan laju pemboran (penetrasi) dalam
pemboran tumbuk diantaranya adalah:
Kekerasan lapisan batuan
Diameter kedalam lubang bor
Jenis mata bor
Kecepatan dan jarak tumbuk
Beban pada alat bor

Kapasitas mesin bor tunbuk sangat tergantung pada berat perangkat penumbuk
yang merupakan fungsi dari diameter mata bor, diameter dan panjang drillstemnya. Adapun beberapa kelebihan dan kekurangan mesin bor tumbuk jika
dibandingkan denngan mesin bor putar dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kelebihannya:
Ekonomis: -Harga lebih murah sehingga depresiasi lebih kecil
-Biaya transportasi lebih murah
- Biaya operasi dan pemeliharaannya lebih rendah
- Penyiapan rig untuk pemboran lebih cepat
Menghasilkaaan contoh pemboraan yang lebih baik
Tanpa sistem sirkulasi.
Lebih mempermudah pengenalan lokasi akifer
Kemungkinan kontaminasi karena pemboran relative lebih kecil
Kekurangannya:
Kecepatan laju pemboran rendah
Sering terjadi sling putus
Tidak bisa mendapatkan core
Tidak memiliki saran pengontrol kestabilan lubang bor
Terbatasnyaa personil yang berpengalaman
Pada formasi yang mengalami swelling clay akan menghadapi banyak hambatan

1. 2 . Mesin Bor Putar


Mesin bor putar merupakan jenis mesin bor yang mempuyai mekanisme yang paling
sederhana, untuk memecahkan batuan menjadi kepingan kecil, mata bor hanya
mengandalkan putaran mesin dan beban rangkaian stang bor. Jika pemboran
dilakukan pada formasi batuan yang cukup keras, maka rangkain stang bor dapat
ditambah dengan stang pemberat. Kepingan batuan yang hancur oleh gerusan mata
bor akan terangkat ke permukaan karena dorongan fluida. Contoh yang populer
dari jenis ini adalah meja putar dan elektro motor.Pada jenis meja putar, putaran
vertical yang dihasilkan oleh mesin penggerak dirubah menjadi putaran horizontal
oleh sebuah meja bulat yang ada pada bagian bawahnya terdapat alur alur yang
berpola konsentris, sedangkan pada elektro motor, energi mekanik yang digunakan
untuk memutar rangkaian stang bor berasal dari generator listrik yang dihubungkan
pada sebuah elektro motor.
Komponen komponen utama dari mesin bor putar adalah:
Swivel
Kelly bar
Stabilizer
Mata bor
Stang bor

Stang pemberat

1. 3. Mesin Bor- Hidrolik


Pada mesin bor putar hidrolik, pembebanan pada mata bor terutama diatur oleh
sistem hidrolik yang terdapat pada unit mesin bor, disamping beban yang berasal
dari berat stang bor dan mata bor. Cara kerja dari jenis mesin bor ini adala
mengombinasikan tekanan hidrolik, stang bo dan putaran mata bor di atas formasi
batuan.
Formasi batuan yang tergerus akan terbawa oleh fluida bor ke permukaan melalui
rongga anulus atau melalui rongga stang bor yang bergantung pada sistem sirkulasi
fluida bor yang digunakan.
Adapun contoh mesin bor putar hidrolik adalah:
1. 3.a. Top Drive
Unit pemutar pada jenis Top Drive bergerak turun naik pada menara, tenaganya
berasal dari unit transmisi hidrolik yang digerakkan oleh pompa.
Penetrasinya dapat langsung sepanjang stang bor yang dipakai (umumnya
sepanjang 3,6m 9 m), sehingga jenis mempuyai kinerja yang paling baik.
1. 3. b. Spindle
Pada jenis ini pemutarannya bersifat statis, kemajuan pemboran sangat
dipengaruhi oleh panjang spindle (umumnya antara 60 m 100 m), dan tekanan
hidrolik yang dibutuhkan.
Adapun spesifikasi mesin bor yang digunakan adalah:
Merk
Kapasitas
Berat
Kemampuan rotasi
Dimensi
Diameter lubang
Tipe/ model

2. POMPA ATAU KOMPRESOR


Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada pompa diantaranya adalah:
a. Tipe acting piston
b. Diameter piston
c. Power
d. Dimensi
e. Berat

f. Volume/ pressure
g. Working pressure
Adapun hal hal yang penting diperhatikan pada kompresor adalah:
a. Tekanan udara yang dihasilkan
b. Volume udara yang dihasilkan per satuan waktu

Pada tahap pemboran lumpur dan kompresor berfungsi sebagai sumber tenaga
untuk mensirkulasikan fluida bor. Jika fluida bor yang digunakan adalah lumpur,
maka sebagai sumber tenaga adalah pompa lumpur, dan jika fluida bor yang
digunakan adalah udara maka sumber tenaganya adalah kompresor. Adapun
pompa/ kompresoe yang digunakan adalah:
Merk
Model
Kapasitas
Dimensi
Diameter piston
Berat
Power
Volume/ pressure
Working pressure
3. STANG BOR
Stang bor merupakan pipa yang terbuat dari baja, dimana bagian pipa ujung
ujungnya terdapat ulir, dimana fungsinya sebagai penghubung antara dua buah
stang bor.Dalam kegiatan pemboran, stang bor berfungsi sebagai:
1. Menstranmisikan putaran, tekanan, dan tumbuka yang dihasilkan oleh mesin bor
menuju mata bor.
2. jalan keluar masuknya fluida bor

Panjang stang bor yang umum digunakan dalam operasi pemboran adalah 10 ft
(3m) dan 30 ft (9m), tetapi hal ini bisa berubah tergantung dengan tujuan dan
efisiensi pemboran.
Kriteria yang harus diperhatiakan dalam pemilihan ukuran, meliputi:
a. Tujuan pemboran
b. Kedalaman pemboran
c. Kekerasan batuan
d. Metode sirkulasi fluida
e. Diameter lubang bor
Adapun rangkaian stang bor yang digunakan dalam operasi pemboran tergantung
dari mekanisme pemboran yang diterapkan.

- Rangkaian Stang Bor pada Mesin Bor Putar. Rangkaian stang bor pada pemboran
putar hamper semuanya sama seperti pada penyambungan pipa air. Stang bor yang
dipakai pada pemboran mempuyai banyak ukuran, hal ini berkaitan dengan
diameter luar, diameter dalam , jenis ulir dan sebagainya. Setiap pabrik biasanya
memiliki klasifikasi yang berbeda.
- Rangkaian Stang Bor pada Mesin Bor Tumbuk.Rangkaian stang bor pada mesin bor
tumbuk terdiri dari:
1. Mata bor pahat.
2. Drill stem, sebagai pemberat dan pelurus lubang.
3. Drilling jars, sepasang batang baja yang bertaut yang dimasukkan untuk
melepaskan bit jika tejepit dengan sentakan ke atas.
4. Swivel socket, adalah penghubung antara sling dan alat bor , diperlukan untuk
meneruskan putaran kabel ke alat bor, di perlukan untuk meneruskan putaran
kabel ke alat bor agar pahat dapat menumbuk ke segala sisi sehingga lubang bor
lurus
Adapun stang bor yang digunakan dalam pemboran air tanah tersebut adalah :
Panjang stang bor yang digunakan adalah 30 ft atau yang berukuran 9 m.

4. PIPA CASING
Didalam operasi pemboran pipa casing berfungsi untuk menjaga lubang bor dari
colaps (keruntuhan) dan peralatan pemboran lain dari gangguan gangguan.
Ada dua tipe untuk menghubungkan pipa casing, yaitu:
1. Tipe Flash Joint.Dimana penghubungan antara pipa satu dengan pipa lainya

dilakukan secaraLangsung.
2. Tipe Flash Coupled Dimana penghubungan antara pipa menggunakan sebuah
coupling.
Beberapa komponen yang terdapat dalam casing, diantaranya adalah:
1. Casing Swivel
Alat ini untuk menghubungkan antara pipa casing dan stang bor,
2. Casing Head
Alat ini dipasang di bagian atas casing, untuk melindungi drat casing bagian atas,
3. Casing Shoe
Alat ini digunakan untuk melindungi casing bagian bawah dari kerusakan
4. Casing Cutter,
Digunakan pada saat apabila didalam lubang casing terjadi masalah, fungsinya
untuk memotong casing pada titik yang diinginkan,
5. Casing Band
Alat ini digunakan untuk menjepit pipa casing selama operassi pengangkatan dan
Penurunan.
Di dalam praktikkum pemboran yang dilakukan, casing yang digunakan adalah tipe
flash jouint, dimana penghubungan antara pipa yang satu dengan yang lainya
dilakukan secara langsung.

5. MATA BOR (BIT)


Mata bor merupakan salah satu komponen dalam pemboran yang digunakan
khususnya sebagai alat pembuat lubang (hole making tool). Gaya yang bekerja
pada bit agar bit dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan secara garis besar
terbagi atas dua macam, yaitu gaya dorong dan gaya putar.
Keekfetifan penetrasi yang dilakukan pada pemboran tergantung pada kedua gaya
jenis ini.
Gaya dorong dapat dihasilkan melalui tumbukan yang dilakukan pada pemboran
tumbuk,pemuatan bit, tekanan dibawah permukaan.
Gaya putar dapat dihasilakan pada mekanisme pemboran putar dengan bantuan
mesin putar mekanik yang dapat memutar bit (setelah ditransmisikan oleh stang
bor) dan dengan bantuan gaya dorong static mengabrasi batuan yang ditembus.
Gaya dorong yang bersifat static yang secara tidak langsung turut menunjang gayagaya tersebut diatas misalnya berat dari stang bor dan berat rig.
Faktor- faktor yang harus diperhatiakan dalam pemilihan bit yaitu:
1. Ukuran dan bentuk mata bor
2. Ukuran gigi mata bor
3. Berat mata bor
4. Kekerasan matriks.
Adapun beberapa jenis mata bor diantaranya
1. Mata Bor Rotasi

Mata Bor Pisau


Air Coring Bits
Roller Bits
2. Mata Bor Tumbuk
Cross Bit
Button Bit
Chisel Bit
3. Mata Bor Auger
Tipe Kelly
Tipe Auger
4. Mata Bor pada Pengeboran Kabel
Mata Bor Tabung
Mata Bor Chisel
5. Mata Bor Intan

Mata Bor Formasi Lunak


Surface Set Bits
Impregnated Bits
6. PERALATAN PELENGKAP
Adapun mata bor yang digunakan didalam pemboran air tanah yang menjadi bahan
praktikum adalah :
Beberapa peralatan pelengkap yang sering dipakai dalam kegiatan pemboran
diantaranya meliputi:
a. Water Swivel,
Alat ini digunakan untuk melewatkan fluida seperti air, lumpur, dari pompa
menuju ke dalam stang bor.
b. Hoisting Water Swivel
Alat ini didesain untuk melewatkan air ke dalam batang bor yang sedang berputar
selama proses pengangkatan dan penurunan.
c. Hoisting Plug
Alat ini dihhubungkan pada rope socket dandigunakan ketika proses pengangkatan
dan penurunan stang bor.
d. Hoisting Rope Socket
Bagian atas alat ini dihubungkan dengan hoisting wire rope yang dilas
menggunakan babbit metal, bagian bawahnya dihubungkan dengan hoisting plug.
e. Pipe Wrench
Alat ini digunkan untuk mengunci dan melepaskan pipa, stang bor, dan lain lain.
f. Snatch Block
Alat ini diletakkan di puncak menara pemboran dan digunakan untuk mengangkat
dan menurunkan stang bor core barrel dan mata bor.
Pada kenyataannya, beban yang diangkat atau diturunkan itu terlalu berat, oleh
karena itu digunakan crown block atau traveling block untuk membantu proses
pengangkatan dan penurunan.
g. Travelling Block
Alat ini digunakan bersama dua/tiga buah kabel untuk mengangkat atau
menurunkan peralatan pemboran.
h. Come Along
Alat ini digunakan untuk menurunkan stang bor dan digukan pada pemboran
dangkal
i. Rod Coupling Tap
Alat I ini digukan untuk mengeluarkan batang bor yang rusak dan dibiarkan
tertinggal dalam lubang bor.
j. Rod Band
Alat ini digukan untuk menjepit batang bor yang tertinggal di lubang bor.
k. Knocking Block
Alat ini digunakan untuk menerima pengaruh pada saat hammering untuk
melindungi peralatan bor.

l. Drive Hammer with Chain


Alat ini digunakan untuk hammering ketika peralatan bor mengalami kemacetan.
m. Menara
Terdapat dua menara yang biasa digunkan dalam pemboran diantaranya adalah
derrick
n. Permale Wrench
Alat ini digunakan untuk mengunci dan melepaskan pipa pipa yang kecil, seperti
kabel core barrael tanpa merusak tabung.
o. Rod Holder
Alat ini digunakan untuk menjepit stang bor pada saat pengangkatan atau
penurunan.
p. Super Strong
Alat ini digunakan untuk mengunci dan melepaskan pipa pipa dengan ukuran
besar dengan diameter berukuran di atas 100 mm.
http://rachmatrisejet.blogspot.com/2013/08/drilling-pemboran.html
Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru dapat disebut memenuhi kelayakan
bagi kemanusiaan, apabila keselamatan tenaga kerja sebagai pelaksananya terjamin. Kematian,
cacat, cedra, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan
bertentangan dengan dasar kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir
undang-undang dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan kerja.
Pada umumnya setiap sektor mempunyai dasar hukum dalam bentuk Undang-undang sebagai
landasan pelaksanaan kegiatan di sektor tersebut. Berdasarkan Undang-undang tersebut
diterbitkan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) tentang berbagai hal yang dalam undangundang tersebut perlu jabarkan dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah disusun
atas dasar ketentuan dalam Undang-undang terkait. Peraturan Pemerintah dibuat sebagai
pelaksanaan suatu Undang-undang. Jadi seharusnya tidak ada Peraturan Pemerintah yang tidak
ada landasan Undang-undangnya. Dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah pada
umumnya disebut instansi yang bertanggung jawab atas ketentuan yang diatur.
Sejarah pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan energi
secara terkendali dimulai pada Tahun 1930 yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Hindia
Belanda yakni Mijn Politie Reglement (MPR) 1930 tentang pengawasan keselamatan kerja
perminyakan.
Seirama dengan derap langkah kemajuan pembangunan di sektor pertambangan dan energi
telah melahirkan banyak kebijakan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja, baik di
bidang minyak dan gas bumi, bidang ketenagalistrikan maupun bidang pertambangan umum. Ini
menunjukkan bahwa penanganan pengawasan keselamatan kerja di sektor pertambangan dan
energi mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah.
Sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam sector pertambangan dan energi, maka
pengaturan regulasinyapun diatur berdasarkan bidang-bidang tersebut, yakni :
Bidang Ketenagalistrikan

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja bidang ketenagalistrikan adalah sebagai berikut :
UU No.1 / 1970 ttg Keselamatan Kerja
UU No.15 / 1985 ttg Ketenagalistrikan
PP No.03 / 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
PP No.26 / 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989
tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Keppres No.22 / 1993 ttg Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
Kep Menaker No.5/Men/1996 ttg Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Kep Direksi No.090.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Instalasi
Kep Direksi No.091.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Umum
Kep Direksi No.092.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Kerja
Kep Direksi No. 093.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Lingkungan
Bidang Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja bidang minyak dan gas bumi adalah sebagai berikut :
Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Undang-Undang No.1 / 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Mijn Politie Reglement Staatsblad 1930 Nomor 341 Peraturan Keselamatan Kerja Tambang.
PP. No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan.
PP. No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas di
Daerah Lepas Pantai.
PP. No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak
dan Gas Bumi.
PP. No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
PP. No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilar Migas.
Permen Pertambangan Nomor 02/P/M/Pertamb/1975 Keselamatan Kerja Pada Pipa Penyalur
Serta Fasilitas kelengkapan Untuk Pengangkutan Minyak Dan Gas Bumi Diluar Wilayah Kuasa
Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi.
Permen Pertambangan No. 05/P/M/Pertamb/1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat
Kelayakan Konstruksi untuk Platform Migas di Daerah Lepas Pantai.
Permen Pertambangan dan Energi No. 06P/0746/M.PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan
Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pertambangan Migas dan
Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi.
Permen Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 045 Tahun 2006
Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur Dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak
Dan Gas Bumi.
Kepmen Pertambangan Dan Energi Nomor 300k/38/Mpe/1997
Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi.
Keputusan Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Nomor 39 K/38/DJM/2002 tentang Pedoman
Dan Tatacara Pemeriksaan Keselamatan Kerja Atas Tangki Penimbun Minyak Dan Gas Bumi.
Bidang Pertambangan Umum.
Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja bidang pertambangan umum adalah sebagai berikut :
Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


PR 1930 No. 341 tentang Peraturan Kepolisian Pertambangan
PP No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan.
Peraturan Umum Tenaga Listrik (PUIL).
Peraturan Menteri Tamben No. 1/P/M/Pertamb/1978 tentang pengawasan Keselamatan Kerja
Kapal Keruk.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
Peraturan K3 Terkait Sektor Pertambangan dan Energi.
Dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan
energi harus memperhatikan undang-undang yang telah dibuat sebelumnya, yang sampai
sekarang ini masih tetap dipakai. Peraturan-peraturan tersebut di bawah ini, umumnya dapat
dikategorikan sebagai landasan sektor ketenagakerjaan (sektor yang khusus menangani
persoalan tenaga kerja serta segala persoalannya) dalam melakukan pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja.
A. Undang-Undang.
Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam pemakaian pesawat
uap. Pesawat uap menurut Undang-undang ini adalah ketel uap, dan alat-alat lain yang
bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan
udara. Undang-undang ini melarang menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak
mempunyai ijin yang diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma KerjaDepartemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan
pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan
Pemerintah diberikan Akte Ijin. Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini.
Undang-undang nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional nomor 120 mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor. Undangundang ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi badan-badan
perniagaan, jasa, dan bagian bagiannya yang pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor.
Dalam azas umum konvensi ini diatur syarat kebersihan, penerangan yang cukup dan sedapat
mungkin mendapat penerangan alam, suhu yang nyaman, tempat kerja dan tempat duduk, air
minum, perlengkapan saniter, tempat ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah,
keselamatan terhadap bahan, proses dan teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap
kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri dari XI bab dan 18 pasal.
Didalam penjelasan umum, disebutkan bahwa Undang-undang ini merupakan pembaharuan dan
perluasan dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya (Veilegheids Reglement Tahun
1910).
B. Peraturan Pemerintah
Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan tekanan uapnya, yaitu
lebih besar dari 1 kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan paling tinggi 1kg/cm2 di atas tekanan
udara luar. Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap,
serta ketentuan mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat
persyaratan teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering uap,
penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan

pengaman dan tata cara pengujian.


Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, mengatur pengaturan keselamatan kerja di bidang
pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Tenaga Kerja. Menteri Pertambangan melakukan pengawasan keselamatan kerja berpedoman
kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta Peraturan pelaksanaannya. Pengangkatan
pejabat pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja.
Pejabat tersebut mengadakan kerjasama dengan pejabat pengawasan keselamatan kerja dari
departemen Tenaga Kerja baik di Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan pelaksanaan
pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari Peraturan
Pemerintah ini.
Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi,
terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan ini mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai
petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap
radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang. Peraturan Pemerintah
ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan
Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
Peraturan Pemerintah R.I. No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan
Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata usaha
dan pengawasan keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi,
wewenang dan tanggung jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan pengawasan
menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan pengawasan
tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan pelaksana inspeksi tambang. Peraturan
pemerintah ini juga mengatur persyaratan teknis keselamatan dalam pemurnian dan pengolahan
mulai dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan instalasi,
termasuk persyaratan keselamatan untuk bangunan, jalan tempat kerja, pesawat dan perkakas,
demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap air,
tungku pemanas, dan heat exchanger, instalasi penyalur, tempat penimbunan, pembongkaran
dan pemuatan minyak dan gas bumi, pengolahan bahan berbahaya, termasuk mudah terbakar
dan mudah meledak dalm ruang kerja, proses dan peralatan khusus, listrik, penerangan lampu,
pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan
pencegahan umum, pencemaran lingkungan, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri,
pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja, kesehatan dan kebersihan ,
kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik dan pekerja, pengawasan, tugas dan
wewenang pelaksana inspeksi tambang, keberatan dan pertimbangan, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan penutup.
C. Peraturan Menteri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-03/Men/1978 tentang
Persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban Pegawai pengawas keselamatan kerja
dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan
untuk ditunjuk sebagai pengawas keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja,
kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli
keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah
menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena jabatannya. Kesengajaan membuka
rahasia ini diancam hukuman sesuai ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan kerja, terdiri atas sebelas
pasal. Semua perusahaan yang termasuk dalam ruang lingkup Undang-undang Keselamatan

kerja harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan
berkala. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja
tertentu. Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal.
Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat
pemadam api ringan dibagi menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas.
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas,
mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan. Dalam peraturan menteri ini juga
diatur tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan,
terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal. Peraturan menteri ini mencabut peraturan khusus FF dan
peraturan khusus DD. Mengatur bejana tekan selain pesawat uap, termasuk botol-botol baja,
bejana transport, pesawat pendingin, bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi cair
terlarut atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian, pengangkutan,
pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan, perbaikan dan perubahan teknis.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru
Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan ini, juru las
digolongkan menjadi juru las kelas I, kelas II, dan kelas III. Juru las dianggap terampil apabila
telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan, dan mempunyai sertifikat juru las.
Pengujian juru las terdiri dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat
menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan dan pengujian instalasi alarm kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan
dan bagiannya yang memerlukan detektor kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara
berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga
diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru
dan cara penggunaan asbes dengan menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus
untuk menyediakan alat pelindung diri, penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes
yang digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes, analisa debu asbes, buku
petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya. Kewajiban tenaga kerja untuk
memakai alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan,
dan melaporkan kerusakan alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi. Selain itu diatur
kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi,
terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur ketentuan umum teknis keselamatan kerja
pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat perlindungan, pengujian
bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi
mekanik, keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian dan
pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan Angkut, terdiri atas
dua belas bab dan 146 pasal, mengatur perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,
pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat dan
angkut. Syarat keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat

dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang
diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. Setiap pesawat
angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini
mengatur syarat-syarat teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponenkomponennya. Demikian pula pesawat angkutan di atas landasan dan diatas permukaan, alat
angkutan jalan riil, pengesahan, pemeriksaan dan pengujian.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal.
Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan
100 orang pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk
P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah
ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga
mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator pesawat uap
terdiri dari operator kelas I dan operator kelas II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan,
pengalaman, umur, kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi
operator untuk ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam
lampiran peraturan ini.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya Standard Nasional
Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987
(PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat
kerja. Pengurus wajib menyesuaikan instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan
ketentuan SNI 225-1987.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator terdiri dari
operator kelas I, Operator kelas II dan operator kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan
pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus
ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya, dan
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi
operator untuk masing-masing keran dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur
Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang
kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan
dan sertifikat atau hasil pengujian bagian-bagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk
penerima, penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang mempunyai antena,
persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap. Selain itu diatur juga pemeriksaan dan
pengujian, pengesahan dan ketentuan pidana.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban
dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari lima bab dan 15 pasal,
mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus
memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan
berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu dilampirkan..
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3
dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan
keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja

untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat
keselamatan dan kesehatan kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, terdiri dari sepuluh bab dan 12 pasal serta tiga lampiran, mengatur
tujuandan sasaran Sistem Manajemen K3, kriteria perusahaan yang wajib melaksanakannya,
dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu
kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3.
Selain itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3, lampiran II memuat pedoman teknis audit,
lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil
audit.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal, mengatur kewajiban pengurus
atau pengusaha DK3N LK3I 12melaporkan kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk
laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran
III bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk laporan
pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.

https://www.facebook.com/spdk3smg/posts/414418798645648
Keselamatan Kerja Pemboran
Pasal 228
Tata-cara
1) Kepala Teknik Tambang atau petugas yang bertanggung jawab untuk setiap pekerjaan pemboran harus membuat
tata-cara kerja sesuai jenis alat bor yang dipakai.
2) Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis harus memastikan bahwa pekerjaan pemboran dilakukan berdasarkan
tata-cara kerja yang ditetapkan.
Pasal 229
Persiapan Lokasi dan Pemancangan Instalasi Bor
1) Lokasi pemboran harus ditempatkan pada jarak yang cukup aman dari hantaran kabel listrik udara, kabel tanah
atau saluran pipa.
2) Lokasi pemboran harus diamankan dari masuknya orang dan hanya orang yang diberi izin yang diperbolehkan
masuk ke dalam daerah tersebut dan harus tersedia jalan keluar darurat.
3) Pada lokasi pemboran harus disediakan sarana tempat mencuci, mengganti dan menyimpan pakaian serta barang
pribadi, kecuali pada lokasi yang berdekatan tersedia sarana tersebut.
4) Apabila peralatan bor akan dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya maka pipa bor, perkakas dan peralatan
lainnya harus diamankan dan tiang bor harus ditempatkan pada posisi yang aman. Sewaktu memindahkan alat bor
ke tempat yang baru, juru bor harus dibantu oleh pembantu juru bor.
5) Dilarang melakkan pekerjaan lain dibawah atau berdekatan dengan derek bor yang sedang dipancangkan atau
dibongkar, atau pada saat tiang bor dinaikan-diturunkan.
6) Menaikan atau menurunkan tiang bor harus dilaksanakan pada kondisi atau cahaya yang cukup terang.
7) Tindakan pengaman harus dilakukan untuk menjaga derek bor atau tiang bor dari kerusakan yang diakibatkan oleh
tiupan angin kencang sewaktu memancang, membongkar atau menaikan.
8) Dalam hal menaikan atau menurunkan derek bor atau tiang bor portable, petunjuk dari pabrik pembuatnya harus
benar-benar diikuti. Dilarang menggunakan derek bor atau tiang bor dengan beban yang melebihi batas beban
maksimum.

9) Lampu penerangan harus diatur dengan baik, tempat kerja pemboran dan rak tempat pipa cukup terang atau tidak
menyilaukan mata juru bor. Bila perlu, lampu peringatan untuk lalulintas udara harus dipasang pada puncak derek
bor atau tiang bor dan harus mematuhi peraturan lalulintas udara. Lampu penerangan harus dilengkapi dengan
dudukan atau pelindung lampu.
10) Instalasi bor harus dioperasikan pada permukaan yang datar dan jika bekerja pada suatu teras, harus diatur pada
jarak yang aman sekurang-kurangnya 3 meter dari ujung teras. Ketika sedang beroperasi instalasi bor harus diatur
agar poros longitudinalnya tegak lurus dengan ujung teras.

Pasal 230
Penetapan Daerah Berbahaya
1) Dalam hal pemboran menembus lapisan atau endapan yang mengeluarkan gas atau zat cair bertekanan yang
beracun atau mudah terbakar, Kepala Teknik Tambang atau petugas yang bertanggung jawab untuk pekerjaan
tersebut harus segera menghentikan pemboran dan menetapkan daerah tersebut sebagai daerah berbahaya.
2) Kepala Teknik Tambang harus menetapkan pedoman tentang tindakan pencegahan yang harus dilakukan pada
daerah berbahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3) Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) termasuk larangan merokok atau menggunakan api terbuka,
larangan penggunaan mesin motor bakar, standar konstruksi atau penggunaan alat listrik, cara penyumbatan
lubang bor dalam keadaan darurat, dan mencantumkan jumlah dan jenis alat bantu pernafasan serta alat pelindung
diri yang harus tersedia dilokasi pemboran.
Pasal 231
Pemboran Eksplorasi
1) Untuk daerah pemboran eksplorasi harus tersedia peta situasi yang selalu diperbaharui sekurang-kurangnya 1:2500,
dilengkapi dengan garis bujur astronomis, termasuk keadaan daerah dalam radius 500 meter dari setiap lubang bor
atau sampai batas kuasa pertambangan apabila batas kuasa pertambangan kurang dari 500 meter.
2) Peta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menggambarkan:
a. seluruh bangunan, pabrik, dan jalur pipa:
b. lokasi semua lubang bor dengan nomor yang berurut baik yang sudah selesai atau masih dilaksanakan dan
c. semua jalan, sungai, dan mata air.
3) Penampang setiap lubang bor harus digambar dengan skala 1:1000 untuk kedalamannya dan 1:20 untuk lebarnya
selalu diperbaharui datanya sekurang-kurangnya 1 bulan sekali atau segera setelah selesai dikerjakan.
4) Gambar penampang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus menunjukkan:
a. lapisan-lapisan tanah;
b. kandungan bahan galian;
c. batas kandungan air;
d. jenis pelindung lubang bor dan
e. alat penyumbat aliran.
5) Pada pemboran harus ada buku kerja yang selalu diisi mengenai:
a. Tata cara pengeboran;
b. Keadaan lapisan batuan;
c. Formasi batuan yang telah di bor;
d. Kedalaman yang dicapai dan letak dari setiap endapan;
e. Kemajuan per hari;
f. Ukuran lubang dan pipa bor yang digunakan;
g. Cara menyumbat aliran air dan
h. Hasil dari uji percobaan dan alat penutup lapisan air.
6) Apabila adanya air artesis mengakibatkan berubahnya peta situasi, peta penampang, buku kerja pemboran, dan
endapan bahan galian tertentu, kopi perubahan tersebut harus segera dikirimkan kepada Kepala Inspeksi
Tambang.
7) Semua lubang bor yang tidak diperlukan lagi harus ditimbun kembali dengan material padat.

Pasal 232
Pencegahan Umum
1) Sebelum memulai kegiatan pemboran, lokasi-lokasi pemboran harus diperiksa untuk menjamin keamanan pada
pekerja pemboran.
2) Alat pemadam api portabel dari jenis ukuran yang sesuai harus tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan
siap pakai serta terawat dengan baik.
3) Topi dan sepatu alat pengaman serta alat pelindung diri lainnya harus dipakai oleh para pekerja pada atau di sekitar
alat pemboran.
4) Sebelum memulai pekerjaan pada setiap permulaan gilir kerja, pekerja tambang harus memeriksa dan memastikan
bahwa peralatan dalam keadaan aman untuk digunakan. Kondisi tidak aman dan tindakan penanggulangan yang
dilakukan harus dicatat didalam buku pemboran.
5) Dilarang menjalankan dan memindahkan instalasi bor, kecuali semua pekerja telah berada di tempat yang aman.
6) Bagian yang bergerak yang dapat menyebabkan kecelakaan atau cidera harus diberi pengamanan. Pengaman rantai
penggerak harus cukup kuat menahan benturan rantai yang putus.
7) Tangga, jalan bertangga, pegangan tangga, pagar pengaman pada lantai, dan pada instalasi bor harus dirawat dalam
keadaan baik. Dilarang menempatkan , menyimpan atau meletakan barang di tangga, jalan bertangga, maupun
lantai kerja.
8) Operator dilarang meninggalkan alat bor yang sedang beroperasi.
9) Pekerja pemboran dan orang lain harus berada pada jarak yang aman dari pipa bor yang sedang bergerak. Dilarang
melintasi pipa bor yang sedang bergerak.
10) Pekerja pemboran dilarang memegang batang
penjepit (chuck) sewaktu pemboran sedang dilakukan.

bor

atau

meletakan

tangan

mereka

diatas

alat

11) Pada waktu listrik mati, alat pengendali bor harus dinetralkan sampai listrik hidup kembali.
12) Lubang bor yang sedang tidak dipergunakan harus ditutup atau dipagari.
13) Dilarang melakukan pemboran dengan sistem pembilasan lumpur (mud flush)kecuali apabila dilengkapi dengan alat
untuk memberikan peringatan apabila terjadi kehilangan lumpur.
Pasal 233
Pengamanan Pada Instalasi Pemboran
1) Derek bor atau tiang bor harus diperiksa sebelum dipancangkan atau dipasang. Perkakas dan barang kecil lainnya
yang diperlukan pada waktu pemancangan harus diikat atau dijaga jangan sampai terjatuh. Perkakas yang berat
dan peralatan tidak boleh diangkat dengan tangan dan harus tersedia alat untuk mengangkat dan menurunkan ke
lantai kerja.
2) Sistem isyarat dengan tangan yang sudah dikenal, harus digunakan pada waktu pengangkatan atau penderekan dan
dilakukan oleh orang yang telah ditunjuk atau ditentukan untuk memberikan isyarat. Dalam keadaan
bagaimanapun dilarang menggunakan alat pengangkat atau derek angkat untuk menaikan atau menurunkan
pekerja.
3) Juru derek harus memakai sabuk pengaman setiap mengangkat dan memasang pipa. Tali sabuk pengaman harus
diikatkan kuat ke tiang derek bor 3 meter diatas lantai kerja dan terhindar dari terbelit pada roda gigi yang sedang
berputar.
4) Apabila digunakan bangunan tambahan di sekeliling lantai instalasi bor harus dipasang pagar pengaman dengan
tinggi sekurang-kurangnya 90 sentimeter dan bingkai lantai 15 sentimeter. Jalan, jalan bertangga dan lantai harus
mempunyai permukaan anti slip.
5) Dilarang mempekerjakan orang yang gugup di tempat yang tinggi pada alat pemboran. Pekerja tambang yang
bekerja di tempat yang tinggi pada alat pemboran harus memakai sabuk pengaman dan tali penyelamat, juga
dilengkapi dengan tali untuk mengikat perkakas.
6) Daerah kerja instalasi bor dan lantai mesin penggerak bor (draw works) harus mempunyai sekurang-kurangnya dua
jalan keluar yang ditempatkan berseberangan dan bebas rintangan.
7) Tali penyelamat pada setiap lantai kerja yang berbahaya di derek bor harus dirawat.

8) Motor listrik yang digunakan menggerakan mesin penggerak harus mempunyai alat khusus sebagai tambahan pada
alat pengendali motor yang dapat digunakan sebagai alat untuk menghentikan motor dalam keadaan darurat. Motor
listrik dan peralatan lainnya yang digerakan dengan tenaga listrik harus dihubungkan dengan tanah atau
dibumikan.
9) Juru derek dilarang berada diatas derek-bor dan semua pekerja harus berada jauh dari lantai instalasi bor pada
waktu mengatasi stang bor atau pipa penahan yang terjepit. Pada saat memasukan atau menarik stang bor dari
lubang bor, para pekerja harus berada pada tempat yang aman.
10)Peti atau rak harus disediakan untuk menyimpan mata bor dan perkakas lainnya.
11)Blok katrol yang digantungkan pada derek bor dan tiang bor portabel, harus dilengkapi dengan pengaman yang
dapat mencegah kabel penarik terlepas dari alur katrol.
Pasal 234
Bor Bangka
1) Selama memperbesar dan mendalamkan lubang bor, pipa penahan harus tetap pada posisi tegak.
2) Dilarang lebih dari dua orang berdiri diatas lantai kerja pada waktu memulai pembuatan lubang bor dan dilarang
lebih dari empat orang berdiri pada lantai sesudah pipa penahan terpampang kuat.
3) Sekeliling tepi lantai kerja putar harus dilengkapi dengan bingkai setinggi 15 sentimeter.
4) Semua perkakas tidak boleh diletakan bebas diatas lantai kerja putar.
5) Pada mesin bor putar, pemasangan dan pembongkaran instalasi bor serta pembersihan mulut lubang bor dilakukan
secara manual, maka bor harus diamankan dan diputuskan hubungannya dengan sumber arus listrik atau motor
penggerak.
Pasal 235
Peringatan dan Tanda Lain
Tanda peringatan atau larangan untuk orang yang tidak berhak, lampu terbuka, merokok dan bahaya lainnya harus
dipasang pada tempat yang mudah dilihat serta tanda yang menunjukkan letak alat pemadam api dan kotak P3K.
Pasal 236
Bor Tangan
Sebelum bor tangan angin dipindahkan dari suatu daerah kerja ke daerah kerja lainnya, kompresor harus
dimatikan dan selangnya harus dilepaskan.
Pasal 237
Instalasi Bor Terapung
1) Geladak kerja pada lantai kerja terapung sekurang-kurangnya 50 sentimeter di atas permukaan air pada waktu
pasang naik dan harus dilengkapi dengan pagar pengaman, bingkai lantai, dan alat pengaman lainnya. Lantai kerja
terapung harus dibuat kedap air dan harus diperiksa sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu.
2) Setiap sudut geladak kerja, harus diikatkan ke jangkar yang memadai beratnya. Kawat jangkar harus direntangkan
dengan kencang yang panjangnya lima kali dalamnya air. Letak jangkar didasar air, harus diberi tanda.
3) Setiap instalasi bor terapung harus dilengkapi dengan :
a. baju pelampung dengan jumlah sekurang-kurangnya 110 persen dari jumlah pekerja tambang terbanyak yang
berada di geladak dan disimpan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau;
b. pengait tanpa mata dengan tangkai yang panjangnya tidak kurang dari 5 meter dan dengan tali yang masing-masing
panjangnya tidak kurang dari 25 meter dalam jumlah yang cukup dan
c. pelampung bulat dengan panjang tali 25 meter sekurang-kurangnya 3 buah.
4) Selama gilir kerja, harus tersedia perahu penolong dengan kapasitas sekurang-kurangnya 150 persen dari jumlah
pekerja tambang dalam gilir kerja tersebut.
5) Apabila diduga atau diperkirakan akan terjadi gelombang besar, instalasi bor terapung harus dipindahkan pada
jarak sekurang-kurangnya 40 meter dari lokasi bor semula dan dijangkarkan. Semua pekerja harus segera
meninggalkan instalasi bor tersebut.
6) Sistem komunikasi radio dua arah harus tersedia antara instalasi bor terapung dengan stasiun di darat.

Pasal 238
Kapal Bor
1) Setiap kapal dan kapal bantu yang digunakan untuk pekerjaan pemboran harus tunduk kepada peraturan pelayaran
yang berlaku.
2) Derek bor atau tiang bor pada kapal bor harus dilengkapi dengan :
a. bendera perusahaan dan tanda peringatan yang sesuai dan jelas terlihat pada waktu siang;
b. lampu merah pada puncak kapal dan jelas terlihat dari jarak sekurang-kurangnya dua mil laut dan
c. satu atau lebih lampu biasa yang dipasang antara ketinggian 6 meter dan 30 meter di atas permukaan laut dan jelas
terlihat dari jarak sekurang-kurangnya 5 mil laut pada waktu gelap.
3) Lampu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, harus dirancang untuk dapat mengirimkan Kode Morse (..___
) huruf U serentak dan terus menerus selama 15 detik.
4) Setiap kapal bor harus dilengkapi dengan pembangkit tenaga listrik cadangan.
5) Setiap kapal bor, harus dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang cukup untuk memadamkan kebakaran,
penyelamatan di laut dan untuk pekerjaan pemboran.

http://geologyandmining.blogspot.com/2011/04/k3-pemboran.html

Anda mungkin juga menyukai